• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Kerang Bulu (Anadara Antiquata) Dan Kerang Tebalan (Lingula Unguis) Di Ekowisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Kerang Bulu (Anadara Antiquata) Dan Kerang Tebalan (Lingula Unguis) Di Ekowisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)KAJIAN KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DAN KERANG TEBALAN (Lingula unguis) DI EKOWISATA MANGROVE PROBOLINGGO, JAWA TIMUR. SKRIPSI. Oleh: ANNI SUSANTI SHIDIQ UTAMI NIM. 135080600111090. PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018.

(2) KAJIAN KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DAN KERANG TEBALAN (Lingula unguis) DI EKOWISATA MANGROVE PROBOLINGGO, JAWA TIMUR. SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Oleh: ANNI SUSANTI SHIDIQ UTAMI NIM. 135080600111090. PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG MEI, 2018.

(3)

(4) Judul. : KAJIAN KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DAN KERANG TEBALAN (Lingula unguis) DI EKOWISATA MANGROVE PROBOLINGGO, JAWA TIMUR. Nama Mahasiswa. : Anni Susanti Shidiq Utami. NIM. : 135080600111090. Program Studi. : Ilmu Kelautan. PENGUJI PEMBIMBING. Pembimbing 1. : Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D. Pembimbing 2. : Syarifah Hikmah Julinda Sari, S.Pi., M.Sc.. PENGUJI BUKAN PEMBIMBING Dosen Penguji 1. : Defri Yona, S.Pi., M.Sc.stud., D.Sc.. Dosen Penguji 2. : Andik Isdianto, S.T., M.T.. Tanggal Ujian. : 2 Juli 2018.

(5) PENYATAAN ORISINALITAS. Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama. : Anni Susanti Shidiq Utami. NIM. : 135080600111090. Program Studi : Ilmu Kelautan Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam laporan skripsi ini merupakan hasil karya penulis sendiri. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis, pendapat, atau dibentuk orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan ini adalah hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.. Malang, 2 Juli 2018 Penulis. Anni Susanti Shidiq Utami. i.

(6) UCAPAN TERIMA KASIH. Dalam proses penyelesaian laporan skripsi ini, banyak pihak yang telah berperan memberikan bimbingan, bantuan, kerja sama dan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Oleh karena itu pada lembaran ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.. Allah SWT yang telah memberikan nikmat hidup dan kesehatan kepada penulis.. 2.. Ibunda tercinta, Ibu Iswati yang selama ini tanpa pamrih selalu memberikan beasiswa seumur hidup, sosok ibu yang sekaligus merangkap menjadi ayah untuk ke empat anaknya, sosok ibu kuat dan tangguh yang selalu mencurahkan kasih sayang. Bapak tercinta penulis yang telah menjadi sosok bapak yang tegas dan hebat dalam melakukan pekerjaan apapun (semoga bapak mendapat tempat terbaik di sisi-Nya, aamiin). Kakak pertama Dwi Aji Wisnuwardhana. yang. selalu. memberikan. dukungan.. Kakak. kedua. Firmansyah Triatmojo, sesosok kakak idola penulis yang tanpa pamrih membiayai kuliah penulis dan selalu memberikan petuah dan motivasi kepada penulis. Serta adik penulis yaitu Dinna Ayu Ragil Puspita Sari yang selalu menghibur dan memberikan semangat kepada penulis. 3.. Ibu Feni Iranawati S.Pi., M.Si., Ph.D selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Syarifah Hikmah Julinda Sari S.Pi., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah memberikan nasihat, arahan, masukan dan sabar dalam membimbing penulis.. 4.. Elwindy Kartika Dinda Kirana, Citra Ravena dan Mas Yoga yang telah membantu dalam penelitian serta Isna Putri Wulandari yang selama ini menemani penelitian dan bekerja part time, memberikan semangat, dukungan dan menjadi teman wara wiri di kampus.. 5.. Teman-teman Ilmu Kelautan 2013 (Atlantik) yang telah menemani berjuang selama kuliah dan memberikan semangat juga nasihat.. 6.. Sahabat-sahabat penulis di kontrakan tercinta Asy-syifa yang selalu menghibur, mengingatkan, selalu menemani, selalu memberikan kehebohan, keberisikan, tawa, canda, dukungan dan semangat <3 <3. Malang, 2 Juli 2018 Penulis. ii.

(7) RINGKASAN. ANNI SUSANTI SHIDIQ UTAMI. Skripsi tentang Kajian Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) dan Kerang Tebalan (Lingula unguis) di Ekowisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur (di bawah bimbingan Feni Iranawati S.Pi., M.Si., Ph.D dan Syarifah Hikmah Julinda Sari, S.Pi., M.Sc.). Wilayah pesisir Kota Probolinggo memiliki ekosistem mangrove yang terletak di pesisir pelabuhan pantai Mayangan. Ekosistem mangrove ini dulunya merupakan muara Kali Banger yang terdapat banyak limbah rumah tangga dan sampah anorganik, sehingga sampah yang hanyut dari Kali Banger terperangkap oleh tumbuhan mangrove. Kawasan ini potensial terkontaminasi pencemaran logam berat akibat aktivitas antropogenik di sekitar hutan mangrove. Kadmium adalah salah satu logam berat yang sering mencemari lingkungan perairan. Kadmium di dalam perairan bersumber dari pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, penggunaan pestisida, pupuk, dan dan limbah pertambangan. Mengkonsumsi biota perairan yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia. Kerang memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat. Logam berat terakumulasi dalam jaringan kerang seiring dengan kenaikan pada habitatnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan logam berat Cd dan batas aman konsumsi pada kedua jenis kerang yang ditemukan di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan April 2017 di Ekowisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur. Stasiun penelitian menggunakan metode random sampling yang dibagi menjadi 5 stasiun dengan jarak 100 m antar stasiun. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kualitas perairan antara lain pengukuran suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut serta dilakukan pengukuran kualitas sedimen antara lain pH sedimen dan fraksinasi sedimen. Analisa logam berat Cd menggunakan metode spektrofotometri (AAS). Analisa data menggunakan metode deskriptif, uji T untuk mengetahui perbedaan akumulasi logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan pada fase dewasa, BCF, perhitungan batas aman konsumsi dan korelasi. Hasil analisa pengukuran konsentrasi logam berat Cd di ekowisata mangrove Probolinggo berkisar sebesar 0,889 ± 0,124 ppm untuk kadar Cd dalam sedimen, 2,523 ± 0,305 ppm untuk kerang bulu dan 0,865 ± 0,123 ppm untuk kerang tebalan. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan daya akumulasi logam berat Cd antara kerang bulu dengan kerang tebalan, hal ini diduga karena adanya perbedaan ukuran kerang pada fase dewasa kedua jenis kerang tersebut. Kadar logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan di ekosistem mangrove Probolinggo sudah melebihi baku mutu, sehingga perlu dihitung batas aman konsumsi perminggu untuk meminimalisir gangguan kesehatan akibat terkontaminasi logam berat. Jumlah kerang bulu yang aman dikonsumsi perminggu untuk dewasa yaitu 0,16 kg/minggu atau 50 ekor/minggu, sedangkan untuk anak-anak yaitu 0,04 kg/minggu atau 13 ekor/minggu kerang bulu. Jumlah kerang tebalan yang aman dikonsumsi perminggu untuk dewasa yaitu 0,48 kg/minggu atau 310 ekor/minggu, sedangkan untuk anak-anak 0,12 kg/minggu atau 77 ekor/minggu kerang tebalan.. iii.

(8) KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbbil ‘alamin dipanjatkan kepada Allah SWT. Penyusunan laporan skripsi dengan judul “Kajian Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) dan Kerang Tebalan (Lingula unguis) di Ekowisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur” telah selesai dikerjakan. Adapun tujuan dari laporan skripsi ini adalah untuk mengetahui mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd) dan batas aman konsumsi pada kedua jenis kerang yang ditemukan di lokasi penelitian. Logam berat kadmium (Cd) pada kerang bulu dan kerang tebalan menjadi topik laporan ini karena kadar logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan di ekosistem mangrove probolinggo sudah melebihi baku mutu, sehingga dengan dihitungnya batas aman konsumsi perminggu pada kedua jenis kerang tersebut. diharapkan. dapat. meminimalisir. gangguan. kesehatan. akibat. terkontaminasi logam berat. Akhirnya dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk dapat menyempurnakan laporan skripsi ini. Semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi pembaca. Malang, 2 Juli 2018 Penulis. iv.

(9) DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN PENYATAAN ORISINALITAS ............................................................................. i UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... ii RINGKASAN ...................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix 1.. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1. 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3 1.3 Maksud dan Tujuan ...................................................................................... 4 1.4 Waktu dan Tempat........................................................................................ 5 2.. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6. 2.1 Logam Berat ................................................................................................. 6 2.2 Kadmium (Cd)............................................................................................... 7 2.3 Kerang Bulu (Anadara antiquata) .................................................................. 7 2.4 Kerang Tebalan (Lingula unguis) .................................................................. 9 2.5 Logam Berat dalam Sedimen Mangrove ..................................................... 10 2.6 Logam Berat dalam Kerang ........................................................................ 10 3.. METODE PENELITIAN .............................................................................. 12. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 13 3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 15 3.3.1 Data Primer ............................................................................................. 15 3.3.2 Data Sekunder ........................................................................................ 15 3.4 Teknik Pengambilan Sampel ...................................................................... 16 3.4.1 Derajat Keasaman Sedimen (pH Sedimen) ............................................. 17 3.4.2 Pengukuran Parameter Kualitas Lingkungan .......................................... 17 3.5 Analisis Data ............................................................................................... 17 3.5.1 Analisis Deskriptif .................................................................................... 17. v.

(10) 3.5.2 Analisis Statistik ...................................................................................... 18 3.5.3 Faktor Biokonsentrasi (BCF) ................................................................... 18 3.5.4 Batas Aman Konsumsi ............................................................................ 19 4.. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20. 4.1 Karakteristik Lingkungan di Lokasi Penelitian ............................................. 20 4.1.1 Suhu ....................................................................................................... 20 4.1.2 Derajat Keasaman (pH)........................................................................... 21 4.1.3 Salinitas .................................................................................................. 21 4.1.4 Oksigen Terlarut (DO) ............................................................................. 22 4.1.5 Fraksinasi Sedimen................................................................................. 23 4.1.6 Derajat Keasaman Sedimen (pH Sedimen) ............................................. 24 4.2 Parameter Logam Berat Cd ........................................................................ 24 4.2.1 Logam Berat pada Sedimen .................................................................... 24 4.2.2 Logam Berat pada Kerang ...................................................................... 26 4.3 Biokonsentrasi Faktor (BCFo-s) .................................................................. 29 4.4 Batas Aman Konsumsi ................................................................................ 31 4.5 Hubungan Konsentrasi Logam Berat pada Sedimen, Kerang Bulu dan Kerang Tebalan .......................................................................................... 33 5.. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 35. 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 35 5.2 Saran .......................................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36 LAMPIRAN........................................................................................................ 41. vi.

(11) DAFTAR GAMBAR. Halaman Gambar 1. Anadara sp. (Google, 2017) ............................................................... 8 Gambar 2. Kerang Tebalan ................................................................................. 9 Gambar 3. Lokasi Penelitian .............................................................................. 12 Gambar 5. Fraksi Sedimen ................................................................................ 23 Gambar 6. pH Sedimen ..................................................................................... 24. vii.

(12) DAFTAR TABEL. Halaman Tabel 1. Titik Koordinat Stasiun Pengambilan Sampel ....................................... 13 Tabel 2. Alat Penelitian Lapang ......................................................................... 13 Tabel 3. Alat Penelitian Laboratorium ................................................................ 14 Tabel 4. Bahan Penelitian .................................................................................. 14 Tabel 5. Data Primer .......................................................................................... 15 Tabel 8. Pengukuran Parameter Kualitas Lingkungan (Rata-rata ± Deviasi). Standart ............... 20. Tabel 9. Rata-rata Konsentrasi Logam berat Cd pada Sedimen ........................ 25 Tabel 10. Rata-rata Konsentrasi Logam Berat Cd pada Kerang ........................ 26 Tabel 11. Hasil Uji T-test Kerang Bulu dan Kerang Tebalan .............................. 28 Tabel 12. Rata-rata Nilai BCFo-s Cd pada Kerang ............................................ 29 Tabel 13. Nilai Asupan Logam Berat Cd yang Aman Dikonsumsi Per Minggu (Berat Badan Rata-rata 60 Kg dan 15 Kg) .................................................... 31. viii.

(13) DAFTAR LAMPIRAN. Halaman Lampiran 1. Metode Analisis Sampel ................................................................. 41 Lampiran 2. Normalitas dan Uji Homogenitas .................................................... 44 Lampiran 3. Perhitungan IFK ............................................................................. 46 Lampiran 4. Perhitungan Batas Aman Konsumsi Per Minggu Deawasa dan Anakanak .............................................................................................. 47 Lampiran 5. Korelasi Spearman......................................................................... 48 Lampiran 6. Standard Baku Mutu Sedimen ANZECC (2000) dan Dokumentasi 49. ix.

(14) 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia di wilayah pesisir seperti pemukiman penduduk, tempat pariwisata, tambak, pelabuhan, serta industri dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berbagai aktivitas manusia di wilayah pesisir seringkali menghasilkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan laut. Perairan laut menjadi tercemar. apabila. limbah. meningkat. dan. melebihi. keseimbangan. laut.. Meningkatnya kadar logam berat pada ekosistem mangrove dapat berasal dari aktivitas perkapalan, wisata, tumpahan minyak, pengolahan limbah tumbuhan serta peningkatan sampah dan aktivitas pertambangan (Peters et al., 1997). Wilayah pesisir Kota Probolinggo terdapat ekosistem mangrove yang terletak di pesisir pelabuhan pantai Mayangan. Ekosistem mangrove ini dulunya merupakan muara Kali Banger yang terdapat banyak limbah rumah tangga dan sampah anorganik, sehingga sampah yang hanyut dari Kali Banger terperangkap oleh tumbuhan mangrove. Namun saat ini muara Kali Banger telah ditutup dan dikembangkan menjadi tempat wisata yang terkenal di sekitar Jawa Timur, yaitu ekowisata mangrove BeeJay Bakau Resort (BJBR) yang terbentang di sepanjang pesisir Pantai Mayangan Probolinggo (Kominfojatimprov, 2016). Kawasan ini potensial terkontaminasi pencemaran logam berat akibat aktivitas antropogenik di hutan mangrove yang dulu merupakan muara dari Kali Banger yang merupakan saluran pembuangan air non irigasi. Pencemaran ini diperparah dengan adanya kegiatan pelabuhan perikanan yang merupakan pelabuhan terbesar di pesisir Probolinggo, kegiatan pariwisata dan industri yang lokasinya berdekatan dengan kawasan ekowisata mangrove. Adanya aktivitas tersebut menjadikan lingkungan. 1.

(15) di wilayah ekowisata mangrove BJBR sangat berpotensi terkontaminasi logam berat, selain itu kelangsungan hidup biota yang ada di sekitarnya akan terganggu. Logam berat Cd merupakan salah satu jenis logam berat non essensial yang mencemari perairan (Damin et al., 2015). Logam berat memiliki sifat tidak mudah diuraikan dan dinyatakan polutan yang sangat toksik dalam jumlah tertentu, hal ini menjadikan pencemaran ini menjadi pencemaran yang sangat berbahaya. Kadmium merupakan salah satu sumber pencemaran air sungai yang menyebabkan itai-itai disease keracunan Cd di sepanjang Sungai Jintsu yang lokasinya dekat dengan Kota Toyama, Jepang (Laws, 1993). Kadmium banyak digunakan dalam industri pelapis logam, cat (18-20%, PVC, stabilizer pada bahan sintetis dan plastik hingga 6–10%, serta baterai karena memiliki sifat yang tahan panas dan tahan korosif (Darmono, 2006; Rahmadiani dan Aunurohim, 2013). Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut dapat berasal dari limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas serta sisa – sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut (Clark et al., 1989). Perairan yang terkontaminasi oleh logam berat akan berdampak pada kehidupan laut dan sekitarnya. Logam berat dapat mengendap di dasar perairan hingga ribuan tahun. Logam berat juga dapat masuk ke dalam tubuh biota laut dan terakumulasi di dalam tubuh organisme laut (Darmono, 2006). Bentos merupakan biota yang potensial terkena kontaminasi logam berat. Bentos seperti kerang hidup menetap di lumpur dengan cara menyaring makanan (filter feeder) dan pergerakan yang lambat menjadikan kerang potensial terkena pencemaran logam berat. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh biota seperti kerang umumnya tidak dikeluarkan lagi dari tubuhnya. Logam berat akan terus ada di rantai makanan karena logam berat menumpuk di dalam tubuh kerang (Hutabarat dan Evans,. 2.

(16) 2009). Penduduk di sekitar kawasan wisata ekowisata mangrove BJBR menjadikan bentos seperti kerang dan keong dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan. Mengkonsumsi biota perairan yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia yaitu dapat menghambat sistem pembentukan hemoglobin. Kerang bulu dan kerang tebalan merupakan sumber makanan yang menguntungkan karena mengandung protein hewani yang cukup tinggi dan bernilai ekonomis karena memiliki harga jual yang tinggi (Suwignyo et al., 2005). Kerang tebalan berpotensi tinggi dalam mengakumulasi logam berat seperti As, Cd, Cu, Cr and Zn (Phuong, 2014). Logam berat terakumulasi dalam jaringan kerang sesuai dengan kenaikan logam berat dalam air (Susanti dan Kristiani, 2016). Mengkonsumsi biota yang terkontaminasi logam berat secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia (Purba et al., 2014), sehingga perlunya mengadakan penelitian lebih lanjut tentang kandungan logam berat Cd dan batas aman konsumsi pada kedua jenis kerang yang ditemukan di ekowisata mangrove BeeJay Bakau Resort pesisir Kota Probolinggo. 1.2 Rumusan Masalah Berbagai aktivitas manusia di wilayah pesisir seringkali menghasilkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan laut. Meningkatnya kadar logam berat pada ekosistem mangrove dapat berasal dari aktivitas perkapalan, wisata, tumpahan minyak, pengolahan limbah tumbuhan serta peningkatan sampah dan aktivitas pertambangan (Peters et al., 1997). Pesisir Kota probolinggo mulai terancam kontaminasi logam berat yang diduga berasal dari aktivitas masyarakat di daratan maupun di laut seperti aktivitas pelabuhan perikanan, pariwisata,. 3.

(17) pemukiman dan industri di sekitar pesisir. Adanya aktivitas ini menjadikan lingkungan perairan pelabuhan sangat potensial terjadi kontaminasi. Cd merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari lingkungan laut. Logam berat pada perairan akan turun dan mengendap pada dasar perairan, organisme seperti udang, rajungan, dan kerang yang mencari makan di dasar perairan berpotensi terpapar logam berat yang telah terikat di dasar perairan pada sedimen (Payung, 2013). Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsentrasi logam berat kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara sp.) dan kerang tebalan (Lingula sp.) di wilayah ekowisata mangrove BJBR? 2. Apakah terdapat perbedaan akumulasi kandungan logam berat kadmium (Cd) pada kerang bulu dan kerang tebalan di ekowisata mangrove BJBR? 3. Bagaimana batas aman kedua jenis kerang untuk dikonsumsi berdasarkan kandungan logam berat Cd dalam tubuhnya? 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah melalui penelitian di lapang mengenai kandungan logam berat kadmium (Cd) pada sedimen dan kerang yang ditemukan di ekowisata mangrove BJBR, Probolinggo, Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata) dan kerang tebalan (Lingula unguis) serta sedimen yang ditemukan di ekowisata mangrove, Probolinggo, Jawa Timur. 2. Menganalisis akumulasi kandungan logam berat kadmium (Cd) di kerang bulu (Anadara antiquata) dan kerang tebalan (Lingula unguis) di ekowisata mangrove, Probolinggo, Jawa Timur. 4.

(18) 3. Menganalisis batas aman kerang di ekowisata mangrove Probolinggo untuk dikonsumsi berdasarkan kandungan logam berat Cd dalam tubuhnya. 1.4 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Ekowisata Mangrove BeeJay Bakau Resort, Probolinggo, Jawa Timur.. 5.

(19) 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Logam Berat Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas Iebih besar dari 5 gr/cm3. Adanya logam berat dalam laut dapat bersumber dari kegiatan manusia di daratan yang selanjutnya masuk ke laut melalui sungai, dapat juga berasal dari udara yang masuk ke laut, serta dapat berasal dari aktivitas vulkanik (Fardiaz, 1992). Sumber alami masuknya logam berat ke perairan umumnya berasal dari aktivitas gunung berapi, proses pelapukan batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, peristiwa erosi dan melalui atmosfer yang dibawa turun hujan. Sumber antropogenik atau aktivitas manusia diantaranya adalah logam berat dapat berasal dari limbah industri yang menggunakan logam berat (Palar, 1994). Secara langsung maupun tidak langsung penggunaan logam berat dalam kehidupan sehari – hari telah mencemari lingkungan. Logam berat yang melebihi ambang batas akan membahayakan kehidupan organisme dan lingkungan. Logam berat yang paling banyak mencemari lingkungan dan berbahaya antara lain yaitu merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam berat yang masuk ke dalam tubuh organisme dapat terakumulasi dalam tubuh organisme dalam jangka waktu yang lama (Fardiaz, 1992). Logam berat paling beracun pada ikan yaitu air raksa (Hg) 0,004-0,02 bds, tembaga (Cu) 0,004-0,02 bds, Perak (Ag) 0,004-0,02 bds, Nikel (Ni) 1,0 bds dan krom (Cr) 0,1-0,5 bds, selain itu sebesar 0,1-0,5 bds pada logam berat Al, Cu, Cd dan Zn dapat menyebabkan kerusakan pada insang (Sumardjo, 2009). Merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd) dan kromium (Cr) merupakan logam berat yang beracun dan mencemari lingkungan (Fauziah, 2012).. 6.

(20) 2.2 Kadmium (Cd) Kadmium adalah logam berwarna putih perak yang menyerupai alumunium, berbentuk lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, tahan panas, tahan terhadap korosi, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321°C, titik didih 767°C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Istarani dan Pandebesie, 2014) Logam berat Cd secara alami merupakan komponen yang terdapat pada lapisan bumi dan masuk ke perairan dengan rangkaian proses geokimia dan antropogenik (Rumahlatu, 2012). Kadmium adalah salah satu logam berat yang sering mencemari lingkungan perairan. Kadmium di dalam perairan bersumber dari pembuangan limbah industri penggunaan pestisida, pupuk, dan dan limbah pertambangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 melalui pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air nilai baku mutu kadmium dalam perairan adalah 0,01 mg/L (Wijanarko et al., 2013). Kadmium bersifat sangat toksik terhadap manusia karena dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan antara lain gangguan pada fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan tekanan darah serta dapat mengganggung sistem reproduksi pada pria dewasa (Effendi, 2003). 2.3 Kerang Bulu (Anadara antiquata) Kerang (Anadara antiquata) merupakan salah satu sumber pendapatan ekonomi dan pangan bagi masyarakat pesisir. Kerang ini banyak ditemukan pada substrat berlumpur. Kerang jenis ini hidup dengan cara membenamkan diri dalam di perairan dangkal (Wagiyo, 2015).. 7.

(21) Gambar 1. Anadara sp. (Google, 2017) Kerang Anadara antiquata memiliki ciri – ciri yaitu mempunyai dua keping cangkang yang tebal, ellips, dan kedua sisi simetris. Periostrakum meyang berwarna kuning kecoklatan atau coklat kehitaman menutupi cangkang yang berwarna putih. Kerang Anadara antiquata dimasukkan ke dalam family Arcidae dan genus Anadara. Kelompok bivalvia yang lainnya telah digunakan oleh ahli ekologi dalam menganalisis pencemaran perairan. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan mengakumulasi bahan – bahan polutan seperti logam berat (Latifah, 2011). Ukuran kerang dibagi menjadi 3 yaitu ukuran kecil (< 2,5 cm), sedang (2,5 cm – 3 cm) dan besar (3 cm – 5 cm) (Afriansyah, 2009). Terdapat perbedaan kandungan logam berat pada ukuran kerang (Fauziah, 2012). Semakin lama kerang terpapar logam berat maka akumulasi logam berat dalam tubuh kerang akan semakin meningkat. Lama paparan logam berat ini dapat dilihat melalui ukuran kerang, semakin besar ukuran kerang akan menunjukan lamanya kerang kontak dengan logam berat di habitatnya (Susanti dan Kristiani, 2016).. 8.

(22) 2.4 Kerang Tebalan (Lingula unguis) Hewan dari filum brakiopoda ini menyerupai kerang dari filum Moluska, namun keduanya tidak sama. Kerang tebalan memiliki morfologi yaitu cangkang keras seperti cangkang kerang. Kerang tebalan tumbuh lambat, dalam waktu 12 tahun panjang cangkang mencapai 5 cm. pada umur kira-kira 1 – 1,5 tahun hewan ini menjadi matang kelamin dengan panjang cangkangnya 2,25 cm (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Ukuran cangkang kerang tebalan bervariasi antara 0,5 sampai 8 cm. Brachiopoda adalah filum hewan laut yang keras katup pada permukaan atas dan bawah, tidak seperti pengaturan kiri dan kanan dalam kerang moluska (seperti remis, kerang, tiram dan kerang). Kerang tebalan merupakan biota filter feeder yang cara makannya agak berbeda dengan hewan penyaring seperti kerang – kerangan karena kerang tebalan memiliki organ berbulu getar (silia) yang disebut lofofor. Brachiopoda mempunyai Lophophore yang berfungsi menggerakkan air di sekitarnya sehingga sirkulasi oksigen ke dalam dan keluar tubuh dapat berlangsung, organ tersebut dapat membantu kerang tebalan dalam menangkap makanannya (Mudjiono, 1992). Katup Brachiopoda Inarticulata melekat hanya dengan otot dan tidak berengsel. Kerang tebalan merupakan hewan bentik yang hidup di perairan dangkal, tidak berkoloni dan menempelkan diri pada substrat dengan tangkai (pedikel). Kerang tebalan tersebar luas di Indo-Malaya, perairan Jepang, Cina dan Filipina (Mudjiono, 1992).. Gambar 2. Kerang Tebalan. 9.

(23) 2.5 Logam Berat dalam Sedimen Mangrove Sumber limbah berasal dari berbagai sumber terutama dari daratan seperti limbah dari pemukiman, perhotelan, perkantoran, perhotelan, rumah sakit dan limbah buangan industri yang mengalir bersama air hujan yang mengalir menuju sungai yang berakhir di laut. Siklus yang terus berlanjut dapat menyebabkan suatu perairan menjadi dangkal karena sedimen, sehingga juga meningkatkan kandungan unsur hara, logam berat, pestisida bahan organik pada sedimen tersebut. Ekosistem (vegetasi dan biota) perairan akan menjadi terganggu jika unsur hara, bahan organik dan logam berat meningkat dalam suatu perairan (Mellawati et al., 1998). Terjadi proses bioakumulasi pada sedimen melalui proses penyerapan, pengendapan, dan pertukaran ion (Hutagalung, 1991). Sedimen pada suatu perairan dapat digunakan untuk mengetahui kadar logam berat dan zat pencemar lainnya (Mellawati et al., 1998). Kandungan logam berat lebih tinggi terdapat pada sedimen berlumpur dan liat daripada sedimen pasir, hal ini disebabkan karena fraksi halus memiliki daya absorpsi yang lebih kuat (Safitri dan Hamidy, 2009). 2.6 Logam Berat dalam Kerang Biota air seperti ikan, udang dan kerang dapat terakumulasi logam berat. Sifat kerang yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi, dan cara makan yang fiter feeder seta toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam berat dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya, karena itu mengkonsumsi kerang secara terus menerus harus diwaspadai karena sifat kerang yang bioakumulatif (Darmono, 2006). Faktor yang mempengaruhi akumulasi logam berat dalam jaringan moluska. Diamati bahwa konsentrasi logam dalam moluska tidak hanya tergantung pada tingkat elemen dalam faktor lingkungan tetapi juga pada faktor biologis lainnya. 10.

(24) seperti ukuran, usia, kecepatan pertumbuhan, seks dan kondisi reproduksi dari moluska, musim, salinitas, spesies kimia dan interaksi dengan polutan lain (Phuong, 2014). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat yang terakumulasi oleh organisme laut yang tergantung pada faktor lingkungan: faktor geokimia dan biologis. Manfaat Cd pada organisme belum diketahui, sebaliknya dapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan. Keracunan logam berat umumnya berawal dari kebiasaan memakan makanan yang berasal dari laut yang telah terkontaminasi logam berat seperti ikan, udang, dan tiram. Adanya proses biomagnifikasi dalam laut, kadar logam berat akan semakin meningkat, selanjutnya logam berat akan berasosiasi dengan sistem rantai makanan, masuk ke dalam tubuh biota perairan, dan akhirnya masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsinya (Ahmad, 2009). Logam berat hasil dari limbah industri bersifat beracun pada tumbuhan, hewan dan manusia. Sifat logam berat yang sulit terurai akan mudah terakumulasi dalam perairan dan secara sulit dihilangkan secara alami, selain itu biota perairan dan sedimen dapat terakumulasi logam berat, serta jangka waktu paruh logam berat dalam tubuh biota sangat tinggi (Supriyantini dan Endrawati, 2015). Logam berat yang semakin meningkat dalam lingkungan akan menjadi racun bagi organisme. Logam berat terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses gravitasi, biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi oleh biota air. Kadar logam berat yang melebihi baku mutu yang ditentukan dapat mengganggu kesehatan (Supriatno dan Lelifajri, 2009).. 11.

(25) 3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 di Ekowisata Mangrove BeeJay Bakau Resort, Probolinggo, Jawa Timur. Stasiun penelitian ditentukan 5 stasiun pengambilan sampel dengan jarak setiap stasiun 100 meter mewakili daerah penelitian dan lokasi penelitian homogen sehingga tidak ada pertimbangan tertentu dalam penentuan stasiun pengambilan sampel di lokasi penelitian (random sampling). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Penentuan titik pengambilan sampel di lokasi penelitian menggunakan alat GPS (Global Postioning System). Titik-titik koordinat tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 1.. Gambar 1. Lokasi Penelitian. 12.

(26) Tabel 1. Titik Koordinat Stasiun Pengambilan Sampel Stasiun. Koordinat. 1. 07°44.02722' dan 113°13.37472'. 2. 07°44.07144' dan 113°13.37916'. 3. 07°44.12580' dan 113°13.38174'. 4. 07°44.16342' dan 113°13.39902'. 5. 07°44.22366' dan 113°13.42104'. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penggunaan di lapang dan laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Alat Penelitian Lapang Parameter. Alat. Penentuan titik koordinat. GPS. Wadah sementara untuk meletakkan sampel. Coolbox. Pengukuran pH. pH meter. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO). DO meter digital. Pengukuran Suhu air. Termometer digital. Pengukuran Salinitas. Salinometer. Pengambilan sedimen. Pipa pvc. Dokumentasi. Kamera HP. Mencatat data saat penelitian. Alat tulis. Penanda sampel. Kertas label. Wadah sampel. Plastik bening. 13.

(27) Tabel 3. Alat Penelitian Laboratorium Parameter. Alat Spektrofotometri Serapan Atom. Pengukuran konsentrasi logam berat Cd. (SSA). Pengukuran volume sampel Cd yang akan dilarutkan. Labu ukur. Pengambilan larutan sampel. Pipet tetes. Wadah pereaksi larutan kimia. Erlenmeyer. Pengeringan sampel. oven. Wadah larutan dan mengukur volume. Beaker glass. aquades Mengukur berat sampel. Timbangan analitik. Wadah saat pengabuan. Hotplate. Penghalusan sampel. Mortar dan alu. Wadah aquades. Washing bottle. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penggunaan bahan di lapang dan di laboratorium. Bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian lapang dan laboratorium disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Bahan Penelitian Parameter. Bahan. Sampel Cd yang akan di uji. Kerang. Sampel Cd yang akan di uji. Sedimen. Kalibrasi alat pengukuran kualitas. Aquades. lingkungan Membersihkan alat. Tisu. Pengawetan sampel sementara. Es batu. Pelarut sampel. HNO3. 14.

(28) 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah peninjauan secara langsung menggambarkan keadaan lokasi penelitian secara nyata sesuai dengan kondisi di lapang. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan meliputi: 3.3.1. Data Primer Data dari sumber pertama yang telah didapat merupakan data primer. Data. primer bisa diperoleh misalnya dari perseorangan. Wawancara atau observasi merupakan wujud hasil dari data primer (Umar, 2002). Data primer yang diambil dalam penelitian ini meliputi, parameter kualitas lingkungan antara lain suhu dan salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, serta kandungan Cd dalam kerang dan sedimen yang didapat dengan melakukan observasi (Tabel 5). Wawancara dilakukan dengan mewawancarai pengelola di ekowisata mangrove BJBR Probolinggo. Tabel 5. Data Primer Parameter. Alat / Bahan. Metode. Satuan. Analisis. Spektofotometri. Ppm. Lab.. Kadar Cd pada kerang. AAS model. dan sedimen. AA240. pH. pH meter. Potensiometri. -. Insitu. Oksigen Terlarut. DO meter. Idiometri. Ppm. Insitu. Suhu air. Termometer. Pemuaian. 0. C. Insitu. Salinitas. Salinometer. Salinometri. Ppt. Insitu. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari pihak lain (telah diolah) dan disajikan baik oleh pengumpul maupun pihak lain. Data sekunder ini diperlukan untuk mendukung data primer. Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari laporan, jurnal, majalah, laporan skripsi, dokumentasi selama penelitian, situs internet serta kepustakaan yang menunjang dari laporan penelitian ini.. 15.

(29) 3.4 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada 5 stasiun. di sekitar ekowisata. mangrove Probolinggo, Jawa Timur dengan dalam satu stasiun pengambilan sampel sedimen dilakukan 3 kali pengulangan dengan tujuan hasil konsentrasi logam berat nantinya bisa mewakili daerah tersebut. Sampel sedimen yang berupa lumpur diambil pada menggunakan pipa pvc pada saat air laut surut dengan kedalaman 0 – 10 cm, pada kedalaman ini dianggap cukup mewakili homogenitas persebaran polutan secara vertikal (Damaianto dan Masduqi, 2014). Sampel sedimen yang didapat selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik. Sampel sedimen diletakkan ke dalam coolbox yang diberi es batu untuk menjaga kualitas sampel sedimen selama perjalanan ke laboratorium untuk uji toksisitas (Sunardi dan Ariyanti, 2009). Analisis ukuran butir sedimen juga dilakukan untuk menentukan butir sedimen dengan menggunakan hidrometer. Tujuan analisis hidrometer untuk mengetahui pembagian ukuran butir tanah yang berbutir halus. Fraksinasi sedimen dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan sampel kerang yang di permukaan lumpur diambil secara langsung, sedangkan kerang yang di dalam lumpur diambil dengan menggunakan sekop. Kerang merupakan biota infauna yang mampu membenamkan diri ke dalam lumpur hingga kedalaman 5 – 25 cm (Riniatsih dsn Widianingsih, 2007). Kerang yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 10 – 15 individu dengan panjang sekitar 3 – 5 cm. Dilakukan 3 kali pengulangan dalam pengambilan kerang. Kerang yang diperoleh kemudian dibersihkan dari lumpur dan dimasukkan ke dalam plastik lalu diletakkan di dalam coolbox yang diberi es batu selama perjalanan ke laboratorium untuk menjaga kualitas sampel kerang. Di laboratorium sampel di simpan dalam freezer dengan suhu 4oC hingga waktu uji kandungan logam berat Cd (Sunardi dan Ariyanti, 2009). Metode penelitian sampel dapat dilihat di Lampiran 1.. 16.

(30) 3.4.1. Derajat Keasaman Sedimen (pH Sedimen) Sampel sedimen dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 oC. selama 24 jam kemudian sampel sedimen yang telah kering diayak. Setelah itu menimbang sampel sedimen yang telah dikeringkan sebanyak 10 gr. Selanjutnya sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml air bebas ion (aquades) dan erlenmeyer yang berisi 50 ml KCl 1 M, kemudian sampel sedimen dalam erlenmeyer dikocok selama 30 menit lalu menghitung pH sedimen (Silvia, 2015). 3.4.2. Pengukuran Parameter Kualitas Lingkungan Parameter kualitas perairan yang diukur di bagi menjadi dua yaitu. parameter fisika yang meliputi suhu dan salinitas yang diukur secara in situ (di lapang) dan parameter kimia yang meliputi pH, DO yang diukur secara in situ (di lapang).. 3.5 Analisis Data 3.5.1. Analisis Deskriptif Analisis data menggunakan medote deskriptif yaitu dengan menampilkan. data dalam bentuk tabel, gambar dan grafik sehingga menghasilkan informasi mengenai kandungan logam berat Cd pada kerang dan sedimen. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain – lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Zulnaidi, 2007).. 17.

(31) 3.5.2. Analisis Statistik Analisis statistik pada analisis data penelitian ini menggunakan uji T (t-test).. Uji T (t-test) dikenal juga dengan uji beda rata – rata. Konsep uji-t adalah membandingkan nilai rata – rata beserta selang kepercayaan tertentu dari dua populasi. Dalam menggunakan uji-t terdapat beberapa syarat yaitu data harus berdistribusi normal. Uji T (t-test) digunakan untuk membandingkan logam berat pada tubuh kerang darah dengan kerang tebalan. Tujuan uji t untuk mengetahui perbedaan dua variabel dengan hipotesis: . H0: Konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu dengan kerang tebalan pada fase dewasa tidak ada perbedaan atau sama.. . H1: Konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu dengan kerang tebalan pada fase dewasa tidak sama atau terdapat perbedaan.. 3.5.3. Faktor Biokonsentrasi (BCF) Suprapti (2008) menjelaskan bahwa perhitungan faktor biokonsentrasi. merupakan perbandingan antara konsentrasi senyawa di lingkungan dan di dalam jaringan tubuh. organisme.. Menurut. Hidayah. dan. Soeprobowati. (2014). menyatakan bahwa organisme dengan nilai BCF atau IFK yang tinggi maka semakin tinggi pula organisme mengakumulasi logam berat, untuk menghitung kemampuan kerang bulu dan kerang tebalan dalam mengakumulasi logam berat Cd dengan rumus sebagai berikut:. 𝑩𝑪𝑭 =. 𝑳𝒐𝒈𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒆𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑳𝒐𝒈𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒎𝒆𝒏. Van Esch (1977) dalam Suprapti (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori nilai IFK sebagai berikut: a. Nilai <1000 masuk dalam katagori sifat akumulatif tinggi. 18.

(32) b. Nilai IFK 100 s/d 1000 sifat akumulatif sedang c. IFK <100 termasuk dalam akumulatif rendah 3.5.4. Batas Aman Konsumsi Logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dalam tubuh,. baik dalam jaringan, darah, tulang maupun gigi. Perlu dilakukan pembatasan konsumsi meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Melalui berat basah maksimum kerang yang dapat dikonsumsi manusia per minggunya dapat diperkirakan batasan dalam mengkonsumsi kerang (Buwono et al., 2005). Menurut Mirawati et al. (2016) penentuan batas konsumsi yang diperbolehkan merupakan salah satu mekanisme untuk meminimasi efek logam berat terhadap kesehatan manusia yang dilakukan perhitungan berdasarkan aturan SNI (2009) tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan, dengan rumus:. 𝑬𝒔𝒕𝒊𝒎𝒂𝒕𝒆 𝑴𝑾𝑰 = 𝑾 × 𝑷𝑻𝑾𝑰………….……(1) Keterangan: . Estimate MWI = Nilai estimasi Maximum Weekly Intake untuk asumsi berat badan 60 kg. . W = berat badan untuk asumsi berat badan 60 kg. . PTWI = Provisional tolerable weekly intake (masukan yang dapat ditoleransi per minggu) Cd 7μg/kg bb/minggu atau 0,007 ppm WHO (2011).. 𝑴𝑻𝑰 =. 𝑴𝑾𝑰 𝑪𝒕. …………………..…………(2). Keterangan: . MTI = Maximum Tolerable Intake (Asupan maksimum yang dapat ditoleransi). . MWI = Nilai estimasi Maximum Weekly Intake (Asupan maksimum perminggu). . Ct = Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam jaringan lunak kerang (ppm). 19.

(33) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Lingkungan di Lokasi Penelitian Parameter fisika yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu, sedangkan parameter kimia yang digunakan yaitu pH, salinitas dan oksigen terlarut. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisa dengan standart baku mutu tantang baku mutu air laut. Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 1. Pengukuran Parameter Kualitas Lingkungan (Rata-rata ± Standart Deviasi) Parameter Fisika dan Kimia Stasiun Suhu (˚C). pH. Salinitas (‰). DO (mg/L). 1 2 3 4 5 Rata – rata ± stdev. 28,33 ± 0,06 27,27 ± 0,06 27,33 ± 0,12 27,10 ± 0,36 27,80 ± 0,36 27,57 ± 0,16. 6,87 ± 0,02 5,68 ± 0,36 6,85 ± 0,04 6,01 ± 0,25 6,89 ± 0,02 6,46 ± 0,16. 8,33 ± 0,58 2±0 1±0 1,33 ± 0,58 2,33 ± 1 3 ± 0,32. 5,93 ± 0,12 7,93 ± 0,06 6,90 ± 0,10 8,83 ± 0,15 5,77 ± 0,06 7,07 ± 0,04. Aksornkoae (1993). >20. -. -. -. Saru et. al. (2017). -. 6 - 8,5. -. -. Kolinug (2014). -. -. 0,5 – 30. -. Patty (2013). -. -. -. 5,7 – 8,5. 4.1.1. Suhu Secara umum nilai rata-rata suhu yang didapatkan yaitu sebesar 27,57 ±. 0,16 0C. Cuaca merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bervariasinya suhu (Patty, 2013). Terdapat perbedaan suhu yang disebabkan karena faktor cuaca. Pengambilan sampel hari pertama pada stasiun 1 cuaca cerah dan berawan pada stasiun 2 dan 3, sedangkan cuaca pada saat pengambilan sampel. 20.

(34) di hari kedua pada stasiun 4 sedikit berawan dan cerah pada stasiun 5. Selain itu kerapatan mangrove juga mempengaruhi suhu di wilayah ekosistem mangrove. Menurut Sugiyanto et al. (2016) dalam penelitiannya pada lokasi yang sama menyebutkan bahwa tingginya suhu disebabkan karena titik lokasi pada saat pengukuran suhu memiliki kerapatan mangrove yang rendah, sehingga intensitas cahaya matahari tidak terhalang oleh kanopi mangrove. Menurut Aksornkoae (1993) dengan suhu di atas 20 oC mangrove dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan nilai rata-rata yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa suhu di wilayah penelitian masih tergolong baik untuk pertumbuhan mangrove. 4.1.2. Derajat Keasaman (pH) Secara umum nilai rata-rata pH pada lokasi penelitian sebesar 6,46 ± 0,14.. Nilai pH antara tiap stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang besar yaitu nilai pH bersifat asam. Nilai pH ini sesuai dengan penelitian Sugiyanto et al. (2016) yang menyatakan bahwa pH di lokasi ekosistem mangrove memiliki pH asam. Hal ini diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme yang mendekomposisi vegetasi mangrove yang jatuh sehingga dapat menurunkan nilai pH (Setiawan, 2013). Selain itu, nilai pH yang bersifat asam pada air di ekosistem mangrove disebabkan oleh masukan karbon dioksida. Ion hidrogen (H+) yang masuk ke dalam air disebabkan karena CO2 larut dalam air, sehingga nilai pH menurun dan mengakibatkan air bersifat asam (Safitri dan Putri, 2013). Menurut Saru et al. ((2017), kisaran pH air yang cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah 6 sampai 8,5. Berdasarkan hasil pH yang didapatkan maka pH pada lokasi penelitian tergolong baik untuk ekosistem mangrove. 4.1.3. Salinitas Pengukuran salinitas di ekosistem mangrove Probolinggo didapatkan hasil. rata-rata nilai salinitas yang diperoleh dari pengukuran sebesar 3 ± 0,32 ‰.. 20.

(35) Menurut Poedjirahajoe et al., (2017) salinitas dengan nilai 3 ‰ termasuk pada salinitas air payau yaitu nilai berkisar antara 2 – 22 ‰. Rendahnya salinitas di ekosistem mangrove ini diduga karena pengukuran salinitas pada saat surut. Selain itu rendahnya salinitas diduga juga dari masukan air tawar yang berasal dari darat seperti tambak, sawah dan aliran sungai. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto et al. (2016) menyatakan bahwa salinitas pada lokasi penelitian di Kelurahan Mangunharjo tergolong rendah dengan kisaran hasil pengukuran 1,5 – 2 ‰. Rendahnya salinitas ini disebabkan karena pada saat pengukuran dilakukan pada saat surut dimana pada saat surut massa air laut bergerak menuju ke laut sehingga pengaruh air laut berkurang dan menyebabkan salinitas rendah. Pada penelitian ini salinitas di stasiun 1 adalah salinitas tertinggi dari stasiun lain dengan nilai salinitas 8 ‰. Hal ini diduga karena letak stasiun 1 yang paling jauh dari masukan air tawar. Berdasarkan pendapat Kolinug et al. (2014) salinitas untuk pertumbuhan mangrove yang baik yaitu 0,5 – 30 ‰. Nilai salinitas yang didapat dari pengukuran masih tergolong baik untuk ekosistem mangrove. 4.1.4. Oksigen Terlarut (DO) Hasil pengukuran oksigen terlarut secara umum didapatkan nilai rata-rata. pada lokasi penelitian sebesar 7,07 ± 0,10 mg/L. Menurut Effendi (2003) kadar oksigen terlarut pada suhu 25 ˚C berkisar 8 mg/L di perairan tawar dan di perairan laut 7 mg/L. Nilai oksigen terlarut pada stasiun 1 dan 5 rendah dari stasiun yang lain diduga karena suhu pada stasiun tersebut lebih tinggi dari stasiun yang lain sehingga nilai oksigen terlarut akan lebih tinggi dari stasiun 1 dan 5. Hal ini sesuai dengan penelitian Haerunnisa (2014) yang menyatakan bahwa turunnya oksigen terlarut dalam air akibat peningkatan suhu. Menurut peneltian Patty (2013), kadar oksigen terlarut pada suatu perairan berkisar antara 5,7 – 8,5 mg/L. Nilai oksigen. 20.

(36) terlarut yang didapat dari pengukuran masih dalam kisaran normal dan baik untuk mendukung kehidupan organisme perairan. 4.1.5. Fraksinasi Sedimen Fraksinasi sedimen dilakukan untuk mengetahui komposisi sedimen di. lokasi penelitian. Langkah-langkah fraksinasi sedimen dapat dilihat pada Lampiran 1. Fraksi sedimen di lokasi penelitian terdiri dari pasir halus, lanau dan lempung. Hasil analisis fraksi sedimen dapat dilihat pada Gambar 5.. Komposisi Sedimen (%). 100 18,596. 16,327. 15,559. 17,215. 19,436. 25,687. 21,445. 18,785. 61,968. 57,986. 62,996. 64,000. 1. 2. 80. 22,160 17,840. 60 40 60,000. 20 0. pasir halus. 3 4 STASIUN lanau lempung. 5. Gambar 1. Fraksi Sedimen Klasifikasi ukuran butir sedimen di lokasi penelitian terdiri dari pasir halus, lanau dan lempung. Presentase fraksi sedimen pada lokasi penelitian didominasi oleh pasir halus. Berdasarkan fraksinasi tekstur sedimen yang telah didapatkan maka dilakukan penentuan jenis sedimen dengan menggunakan diagram segitiga shepard sehingga dapat diketahui jenis sedimen pada semua stasiun adalah lumpur berpasir. Bengen (2002) menyatakan bahwa, mangrove dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang berlumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir. Berdasarkan hasil fraksinasi sedimen, tipe sedimen tergolong baik untuk pertumbuhan mangrove.. 20.

(37) 4.1.6. Derajat Keasaman Sedimen (pH Sedimen) Hasil analisis pH sedimen pada ekosistem mangrove Probolinggo di. laboratorium didapatkan hasil konsentrasi pH sedimen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai pH sedimen di lokasi penelitian cenderung asam yaitu dengan nilai rata-rata 6,78. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pH sedimen masih dalam kategori normal untuk pertumbuhan mangrove. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Onrizal and Kusmana (2008) menyatakan bahwa pH yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove yaitu berkisar antara nilai 6 – 7. Vegetasi mangrove juga mempengaruhi nilai pH, hal ini dikarenakan serasah daun, akar dan batang mangrove yang jatuh mengalami dekomposisi sehingga menyebabkan pH tanah di sekitar vegetasi mangrove menjadi asam (Setiawan, 2013).. pH Sedimen. 7,5 7. 6,8. 6,6. 6,5. 2. 3 STASIUN. 7. 7. 4. 5. 6,5 6 5,5 5 1. Gambar 2. pH Sedimen 4.2 Parameter Logam Berat Cd 4.2.1. Logam Berat pada Sedimen Secara keseluruhan hasil rata-rata kadar Cd dalam sedimen yaitu sebesar. 0,889 ± 0,124 ppm. Tidak ada perbedaan yang tinggi nilai kadar logam berat Cd pada sedimen disetiap stasiunnya. Rata-rata konsentrasi logam berat Cd pada sedimen dapat dilihat pada Tabel 9.. 20.

(38) Tabel 2. Rata-rata Konsentrasi Logam berat Cd pada Sedimen Stasiun. Konsentrasi Logam Berat Cd (ppm) Sedimen. 1. 0,951 ± 0,062. 2. 0,831 ± 0,196. 3. 0,918 ± 0,033. 4. 0,798 ± 0,224. 5. 0,997 ± 0,108. Rata-rata. 0,899 ± 0,124. Baku Mutu. 1,5 – 10*. Baku mutu: *Australian and New Zealand Environment and Conservation Council (ANZECC, 2000) Tekstur pada sedimen juga mempengaruhi konsentrasi logam berat seperti logam berat Cd. Menurut Maslukah (2006), partikel sedimen juga mempengaruhi kandungan logam berat, semakin kecil ukuran butir sedimen maka semakin besar logam berat yang akan terakumulasi dalam sedimen. Ismarti et al. (2016) menyatakan bahwa umumnya pada sedimen lumpur, lanau dan pasir berlumpur memiliki kadar logam berat yang lebih tinggi dari pada jenis sedimen yang lain. Dalam penelitian ini semua stasiun memiliki tipe sedimen yang sama (lumpur berpasir). Hal ini diduga yang menyebabkan tidak adanya perbedaan konsentrasi yang besar Cd di dalam sedimen pada semua stasiun yang diteliti. Baku mutu logam berat pada sedimen di Indonesia masih belum ada namun baku mutu logam berat pada sedimen yang dikeluarkan Anzecc (2000) pada Kadmium terendah yaitu 1,5 ppm dan tertinggi 10 ppm. Baku mutu pada sedimen untuk Cd dan logam berat yang lain dapat dilihat pada Lampiran 6. Kandungan logam berat pada sedimen di lokasi penelitian masih di bawah ambang batas sehingga sedimen masih dapat dikategorikan baik.. 20.

(39) 4.2.2. Logam Berat pada Kerang Hasil rata-rata pengukuran parameter logam berat Cd pada kerang dapat. dilihat pada Tabel 10. Tabel 3. Rata-rata Konsentrasi Logam Berat Cd pada Kerang Stasiun. Konsentrasi Logam Berat Cd (ppm) Kerang Bulu. Kerang Tebalan. 1. 2,920 ± 0,208. 0,680 ± 0,156. 2. 2,913 ± 0,342. 0,747 ± 0,831. 3. 1,887 ± 0,234. 0,987 ± 0,121. 4. 2,473 ± 0,481. 1,107 ± 0,099. 5. 2,420 ± 0,262. 0,807 ± 0,155. Rata-rata ± stdev. 2,523 ± 0,305. 0,865 ± 0,123. Baku Mutu. 1*. 1*. Baku mutu: *SNI 2009, batas maksimum cemaran Cd untuk kekerangan Kandungan rata-rata logam berat pada kerang bulu dan kerang tebalan secara keseluruhan yaitu sebesar 2,253 ± 0,305 ppm dan 0,865 ± 0,123 ppm. Adanya logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan menunjukkan bahwa kedua jenis kerang tersebut mampu mengakumulasi logam berat kadmium. Batas maksimum cemaran Cd dalam kerang adalah 1 ppm (SNI, 2009). Tingkat cemaran logam berat Cd pada kerang bulu di lokasi penelitian melebihi baku mutu sedangkan kadar Cd pada kerang tebalan masih di bawah baku mutu. Tingginya Cd pada kerang bulu diduga karena kerang bulu mampu mengakumulasi Cd lebih besar dari kerang tebalan. Kemampuan mengakumulasi logam berat pada suatu organisme dapat dihitung dengan BCFo-s yang dapat dilihat pada Tabel 12. Logam berat Cd merupakan salah satu logam yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan apabila Cd terdapat pada suatu organisme maka akan beracun dan berbahaya untuk kesehatan tubuh. Menurut Hasanuddin (2008) masuknya logam berat ke dalam suatu perairan akan berpindah pada biota dan perairan dapat. 20.

(40) melalui dua proses yaitu pengendapan dan penyerapan. penggunaan logam berat Cd yang paling utama adalah sebagai penyeimbang dan perwarna pada plastik. Selain itu sumber logam berat Cd juga berasal dari limbah industri, limbah rumah tangga dan juga limbah pertanian, limbah-limbah buangan ini akan mengalir ke sungai dan berakhir ke laut. Di sekitar ekosistem mangrove ini juga terdapat sawah yang cukup luas yang dapat menyumbang pemasukan Cd pada perairan. Darmono (2001) menyatakan bahwa pupuk fosfat yang biasanya digunakan dalam pertanian mengandung logam berat Cd. Menurut Widowati (2008) logam berat Cd yang terkandung dalam pupuk fosfat berkisar ±20 ppm. Logam berat yang masuk ke perairan akan terakumulasi ke dalam biota perairan. Untuk melihat adanya perbedaan akumulasi Cd yang nyata pada kerang bulu dan kerang tebalan pada fase dewasa dilakukan uji t. Hasil uji t tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Sebelum melakukan perhitungan uji t, terlebih dahulu dilakukan perhitungan homogenitas yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 dapat dilihat bahwa sampel yang diteliti menyebar secara normal, sehingga dapat dilakukan uji T. Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak dan jika thitung < t-tabel maka H0 diterima, karena pada tabel hasil uji t di atas t-hitung > ttabel yaitu 8,026 > 2,306 maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa akumulasi logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan pada fase dewasa adalah tidak sama (terdapat perbedaan daya akumulasi logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan karena adanya perbedaan ukuran kerang pada fase dewasa kedua kerang, t-hitung (t Stat)=8,026, t-tabel (t Critical twotail)=2,306).. 20.

(41) Tabel 4. Hasil Uji T-test Kerang Bulu dan Kerang Tebalan Kerang Bulu 2,523 0,182 5 0,1066 0 8 8,026 0,000 1,860 0,000 2,306. Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail. Kerang Tebalan 0,865 0,031 5. Pada penelitian ini ukuran berat basah rata-rata kerang bulu yaitu 3,2 gr sedangkan pada kerang tebalan yaitu 1,55 gr. Ukuran fase dewasa pada kerang bulu dan kerang tebalan berbeda, pada kerang bulu ukuran cangkang lebih besar dibanding kerang tebalan. Kerang bulu yang memiliki panjang cangkang 60 – 90 mm merupakan kerang pada fase yang sudah dewasa (Yuliana, 2013). Kerang bulu yang digunakan pada penilitian ini berukuran ±5 cm. Chuang (2014) menyatakan bahwa ukuran kerang tebalan yang memiliki panjang cangkang 50 – 80 mm merupakan kerang tebalan pada fase dewasa akan tetapi kerang tebalan yg ditemukan di ekosistem mangrove ini sekitar ±3,5 cm. Besar kecilnya ukuran kerang mempengaruhi konsentrasi logam berat pada kerang dan tingkat akumulasi logam berat juga bergantung pada jenis spesies (Abdulgani et al., 2010).. 20.

(42) 4.3. Biokonsentrasi Faktor (BCFo-s) Kemampuan mengakumulasi logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang. tebalan dihitung melalui tingkat faktor biokonsentrasi. Nilai BCFo-s diperoleh dari perbandingan antara konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuh organisme (kerang) dengan konsentrasi logam di sedimen (Suprapti, 2008). Apabila nilai BCFo-s tinggi maka kemampuan organisme dalam mengakumulasi logam berat juga tinggi. Nilai BCFo-s Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan disajikan pada Tabel 12. Tabel 5. Rata-rata Nilai BCFo-s Cd pada Kerang Stasiun 1 2 3 4 5 Rata-Rata Berdasarkan. hasil. BCF (Faktor Biokonsentrasi) Kerang Bulu Kerang Tebalan 3,07 0,71 3,51 0,90 2,06 1,07 3,10 1,39 2,43 0,81 2,83 0,98 perhitungan. nilai. faktor. biokonsentrasi. antara. konsentrasi logam berat pada kerang dengan konsentrasi logam berat pada sedimen, kerang bulu menunjukkan kemampuan akumulasi logam Cd lebih tinggi dibandingkan kerang tebalan. Nilai BCFo-s pada kerang bulu lebih tinggi dari kerang tebalan diduga karena ukuran kerang bulu lebih besar dari kerang tebalan. Jenis spesies diduga mempengaruhi rendahnya nilai BCFo-s pada kerang bulu dan kerang tebalan yang diteliti. Dalam penelitian Abdullah et al., (2007) yang membandingkan nilai BCF antara kerang lamis dan kerang darah didapatkan nilai sebesar 0,8 dan 0,2. Penelitian ini dilakukan pada estuari Likas, Kota Kinabalu, Kalimantan Utara, Malaysia. Nilai BCF digunakan untuk membandingkan kemampuan kedua jenis kerang tersebut dalam menyerap logam berat. Abdullah mengatakan bahwa nilai BCF pada kerang lamis dengan logam berat Cd lebih. 20.

(43) tinggi dibandingkan dengan nilai BCF pada kerang darah yang juga diteliti oleh Abdullah. Dengan demikian kerang dengan jenis yang berbeda memiliki kemampuan berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Sehingga dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa kerang bulu dan kerang tebalan memiliki kemampuan berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Rendahnya nilai BCFo-s pada kerang bulu dan kerang tebalan selain itu diduga karena faktor suhu (suhu di lokasi penelitian 27,57˚C – 28,33˚C). Pada penelitian Emilia (2015) yang dilakukan di Sungai Musi bahwa nilai BCFo-s logam berat Cd pada remis yaitu 4,79 ppm. Nilai ini termasuk ke dalam akumulatif rendah. Hal ini diduga karena pemasukan dan pengeluaran logam berat pada organisme yang dipengaruhi oleh temperatur. Suhu pada penelitian Emilia (2015) yaitu 25˚C – 32˚C. Apabila suhu naik hingga 10 ˚C maka laju metabolisme akan meningkat dua kali sehingga mempengaruhi tingkat logam berat pada biota.. Menurut Van Esch (1977) dalam (Suprapti, 2008) nilai IFK atau BCF dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) IFK ≥ 1000 masuk kategori sifat akumulatif tinggi; (2) IFK 100 s/d 1000 masuk kategori sifat akumulatif sedang dan (3) IFK < 100 masuk kategori sifat akumulatif rendah. Berdasarkan hasil IFK dapat diketahui bahwa sifat akumulatif logam berat Cd pada kerang bulu dan kerang tebalan di lokasi penelitian termasuk dalam kategori akumulatif rendah dengan nilai yaitu sebesar 2,83 dan 0,98. Perhitungan IFK dapat dilihat pada Lampiran 3. Jenis logam berat juga mempengaruhi rendahnya nilai BCFo-s pada kerang bulu dan kerang tebalan yang diteliti. Potipat et al., (2015) menyatakan bahwa dalam penelitiannya di wilayah Teluk Thailand, Provinsi Chanthaburi pada tiram dan kerang hijau mampu menyerap logam esensial (Cu, Zn) yang lebih tinggi dibandingkan logam non esensial (Cd, Pb). Hal ini dikarenakan logam berat esensial masih dibutuhkan organisme di dalam tubuhnya sehingga suatu organisme cenderung akan mengakumulasi logam berat esensial lebih banyak,. 20.

(44) akan tetapi apabila jumlah logam berat esensial pada konsentrasi tinggi maka akan beracun dalam tubuh organisme. 4.4 Batas Aman Konsumsi Batas aman konsumsi pada kerang bertujuan untuk mengetahui batas konsumsi kerang yang mengandung logam berat yang dapat membahayakan kesehatan. Nilai asupan logam berat Cd yang aman dikonsumsi per minggu pada kerang disajikan pada Tabel 13. Tabel 6. Nilai Asupan Logam Berat Cd yang Aman Dikonsumsi Per Minggu (Berat Badan Rata-rata 60 Kg dan 15 Kg) Kadar Cd MWI MTI MWI MTI (ppm) (mg-dewasa) (60kg) (mg-anak) (15kg) 0,42 0,16 0,105 0,04 Kerang Bulu 2,523 0,42 0,48 0,105 0,12 Kerang Tebalan 0,865 PTWI** 0,007 Keterangan: **PTWI = Provisional Tolerable Weekly Intake / Asupan yang dapat ditoleransi dalam seminggu untuk Cd 0,007 ppm (WHO, 2011) Kerang. Logam berat Cd yang terakumulasi pada biota salah satunya adalah kerang dan dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan tubuh dan merusak sistem kerja tubuh, sehingga perlu adanya perhitungan batas aman konsumsi untuk mencegah efek negatif Cd bagi kesehatan tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Nilai asupan logam Cd yang pada kerang yang dapat ditoleransi perminggu menurut WHO (2011) sebesar 7 μg/kg atau 0.007 ppm. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui kadar Cd rata-rata pada kerang bulu melebihi baku mutu dan kadar Cd pada kerang tebalan masih di bawah baku mutu dengan nilai sebesar 2,523 ppm dan 0,865 ppm. Berat kerang bulu yang aman dikonsumsi perminggu untuk wilayah ekowisata mangrove Probolinggo berdasarkan PTWI yang telah ditetapkan untuk rata-rata berat badan dewasa (60 Kg) yaitu sebesar 0,16 kg/minggu atau 50 ekor/minggu sedangkan. 20.

(45) untuk rata-rata berat badan anak-anak (15 Kg) yaitu 0,04 kg/minggu atau 13 ekor/minggu. Berat kerang tebalan aman dikonsumsi untuk dewasa yaitu 0,48 kg/minggu atau 310 ekor/minggu, sedangkan untuk anak-anak yaitu 0,12 kg/minggu atau 77 ekor/minggu untuk kerang tebalan. Perhitungan batas aman konsumsi dapat dilihat pada Lampiran 4. Perbedaan lokasi akan mempengaruhi jumlah batas aman konsumsi pada setiap organisme. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sumber masukan pencemaran logam berat pada setiap lokasi yang berbeda. Menurut Phuong (2014) pada penelitiannya yang dilakukan di Teluk Nha Trang Thailand didapatkan batas aman konsumsi semua jenis kerang untuk dewasa sekitar 50 – 100 gr/kg bb/hari untuk logam berat As, Cd, Cr, Cu dan Zn. Pada penelitian Purnadayanti (2017) yang dilakukan di Perairan Kenjeran Surabaya dimana pada lokasi ini perairan telah tercemar oleh banyak limbah antropogenik dan diperoleh perhitungan batas aman konsumsi kerang untuk logam berat Cd pada anak-anak yaitu 0,507 kg/minggu atau sekitar 63 ekor/minggu dan batas aman konsumsi untuk dewasa yaitu 0,724 kg/minggu atau sekitar 91 ekor/minggu. Abdulgani (2010) dalam penelitiannya yang dilakukan di Pantai Rongkang Madura didapatkan batas aman konsumsi kerang untuk logam berat Cd pada dewasa yaitu 6,3634 kg/minggu atau 2051 ekor/minggu untuk kerang ukuran besar dan 4,879 kg/minggu atau 13951 ekor/minggu. Batas aman konsumsi yang telah dihitung termasuk sangat besar hal ini diduga karena masih minimnya industri di Pulau Madura sehingga diasumsikan tingkat pencemaran logam berat masih dikategorikan rendah. Dalam penelitian Abdulgani karena konsentrasi logam berat Cd yang kecil didapatkan informasi bahwa kerang di Madura masih aman untuk dikonsumsi.. 20.

(46) 4.5 Hubungan Konsentrasi Logam Berat pada Sedimen, Kerang Bulu dan Kerang Tebalan Hubungan konsentrasi logam berat antara dua variabel atau lebih dapat dilihat dengan meggunakan analisis korelasi. Korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi spearman karena data Cd di sedimen tidak terdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis korelasi spearman antara sedimen dan kerang bulu serta sedimen dan kerang tebalan dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis korelasi spearman pada Lampiran 5 dapat diketahui bahwa nilai signifikan antara konsentrasi logam berat kerang bulu dan konsentrasi logam berat sedimen yaitu 0,609. Nilai signifikansi >0.05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut, sedangkan nilai koefisien korelasi yaitu 0,144 menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi positif, yaitu jika logam berat Cd pada sedimen tinggi maka logam berat Cd pada kerang bulu juga tinggi. Nilai signifikan antara konsentrasi logam berat kerang tebalan dan konsentrasi logam berat sedimen yaitu 0,409. Nilai signifikansi > 0.05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut, sedangkan nilai koefisien korelasi yaitu -0,230 menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi negatif, yaitu jika logam berat Cd pada kerang tebalan tinggi maka logam berat Cd pada sedimen rendah atau sebaliknya. Tidak signifikannya korelasi spearman ini diduga karena kurangnya sampel atau sampel yang diteliti jumlahnya kecil. Sarwono (2011) menyatakan bahwa, angka signifikansi yang semakin kecil dapat disebabkan besarnya ukuran sampel yang digunakan, sedangkan angka signifikansi yang besar disebabkan kecilnya ukuran sampel yang digunakan. Angka signifikansi yang baik membutuhkan sampel yang berukuran besar yaitu jumlah sampel > 30.. 20.

(47) Namun pada penelitian Ismiarti (2016) diperoleh korelasi positif dengan hubungan sangat kuat antara kadar Cd dalam sedimen terhadap kadar Cd pada kerang yang artinya semakin tinggi kadar Cd dalam sedimen maka akan semakin tinggi juga kadar Cd dalam kerang. Ismiarti juga menyatakan bahwa apabila tingkat korelasi bernilai negatif dengan hubungan lemah antara logam berat dalam sedimen terhadap kerang hal ini diduga logam berat yang lebih banyak terakumulasi dalam cangkang kerang dari pada dalam daging kerang.. 20.

(48) 20.

(49) 5. KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan 1. Konsentrasi logam berat Cd di ekowisata mangrove Probolinggo berkisar sebesar 0,889 ± 0,124 ppm untuk kadar Cd dalam sedimen, 2,523 ± 0,305 ppm untuk kerang bulu dan 0,865 ± 0,123 ppm untuk kerang tebalan. 2. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan daya akumulasi antara kerang bulu dengan kerang tebalan di ekowisata mangrove Probolinggo, Jawa Timur. 3. Jumlah kerang bulu yang aman dikonsumsi perminggu untuk dewasa yaitu 0,16 kg/minggu atau 50 ekor/minggu, sedangkan untuk anak-anak yaitu 0,04 kg/minggu atau 13 ekor/minggu kerang bulu. Jumlah kerang tebalan yang aman dikonsumsi perminggu untuk dewasa yaitu 0,48 kg/minggu atau 310 ekor/minggu, sedangkan untuk anak-anak 0,12 kg/minggu atau 77 ekor/minggu kerang tebalan. 5.2 Saran Saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya yaitu menghitung batas aman konsumsi pada biota laut yang lain (tiram, gastropoda, ikan, udang), melakukan penelitian konsentrasi pada daging dan cangkang biota.. 35.

(50) DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, N., Aunurohim, A., Indarto, A.W., 2010. Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Surabaya dan Madura. Berkala Hayati Edisi Khusus 4F. Abdullah, M.H., Jovita, S., Aris, A.Z., 2007. Heavy Metals (Cd, Cu, Cr, Pb and Zn) in Meretrix meretrix Roding, Water and Sediments from Estuaries in Sabah, North Borneo. International Journal of Environment Science Education 2. Afriansyah, A., 2009. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ahmad, F., 2009. Tingkat Pencemaran Logam Berat dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Pulau Muna, Kabaena, dan Buton Sulawesi Tenggara. Makara Journal of Science 13. Aksornkoae, S., 1993. Ecology and Management of Mangroves. Anzecc, A., 2000. Australian and New Zealand Guidelines for Fresh and Marine Water Quality. Australian and New Zealand Environment and Conservation Council and Agriculture and Resource Management Council of Australia and New Zealand. Canberra. Bengen, D.G., 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. Buwono, D., Lestari, L., Suherman, H., 2005. Reducing Effort of Hg, Pb Mytilus Viridis Linn. with Concentration and Retention Time of Na2CaEDTA Differ. Jurnal Bionatura 7. Chuang, S. H. 2014. The Breeding Season Of The Brachiopod, Lingula Unguis (L.). University of Malaya in Singapore. Biological Discovery in Woods Hole. Biological Bulletin 117. Clark, R.B., Frid, C., Attrill, M., 1989. Marine pollution. Clarendon Press Oxford. Damaianto, B.B., Masduqi, A.A., 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. Jurnal Teknik ITS 3. Damin, H., Liong, S., Kasim, A.H., 2015. Analisis Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Kerang yang Beredar di Pasar Tradisional Kotamadya Makassar. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/12556. Darmono, 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia. Jakarta.. 35.

(51) Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta Emilia, I., 2015. Biokonsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Jaringan Remis (Corbicula sp.) terhadap Lingkungan Abiotik (Air dan Sedimen) di Perairan Sungai Musi Kota Palembang. Sainmatika Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 12. Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta Fauziah, A.R., 2012. Korelasi Ukuran Kerang Darah (Anadara granosa) dengan Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) di Muara Sungai Ketingan, Sidoarjo, Jawa Timur (Tesis). Universitas Airlangga. Surabaya. Haerunnisa, 2014. Penggunaan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Dalam Penurunan Kadar Logam Tembaga (Cu) Pada Perairan Danau Tempe Kabupaten Wajo. Jurnal Galung Tropika 3. Hidayah, A.M., Soeprobowati, T.R., 2014. Biokonsentrasi Faktor Logam Berat Pb, Cd, Cr dan Cu pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) di Karamba Danau Rawa Pening. Bioma Berkala Ilmiah Biologi 16. Hasanuddin, MI. 2008. Kajian Dampak Penggunaan Plastik PVC Terhadap Lingkungan dan Alternatifnya di Indonesia (Thesis). Universitas Indonesia. Jakarta. Hutabarat, S., Evans, S.M., 2009. Pengantar oseanografi. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Hutagalung, H.P., 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat dalam Status Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik Pemantauannya P30-LIPI. Ismiarti, S., Amelia, F., Ramses, R., 2016. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Sedimen dan Kerang di Perairan Batam. Jurnal Dimensi 4. Istarani, F.F., Pandebesie, E.S., 2014. Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium (Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik ITS 3. Kolinug, K.H., Langi, M.A., Ratag, S.P., Nurmawan, W., 2014. Zonasi tumbuhan Utama Penyusun Mangrove Berdasarkan Tingkat Salinitas Air Laut di Desa Teling Kecamatan Tombariri. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kominfojatimprov, 2016. Ada Hutan Mangrove di Kota Probolinggo | Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur [WWW Document]. http://kominfo.jatimprov.go.id/read/laporan-utama/ada-hutanmangrove-di-kota-probolinggo (accessed 3.22.18). Latifah, A., 2011. Karakteristik Morfologi Kerang Darah (Anadara granosa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Laws, E.A., 1993. Aquatic Pollution: An Introductory Text 2nd Edition. J WILEY SONS. United Kingdom.. 36.

(52) Maslukah, L., 2006. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mellawati, J., Yumiarti, Y.M., Surtipanti, S., 1998. Distribusi Unsur pada Sedimen Danau Sunter Jakarta. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. http://ansn.bapeten.go.id/?modul=topic&menu=item&topic_id=9&shw= 1&did=336 (Asian Nuclear Safety Network). Mirawati, F., Supriyantini, E., Nuraini, R.A.T., 2016. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Trimulyo dan Mangunharjo Semarang. Buletin Oseanografi Marina 5. Mudjiono, 1992. Sekilas tentang Kerang Lentera Filum Brakiopoda. Oseana 17. Nurdin, J., Marusin, N., Asmara, A., Deswandi, R., Marzuki, J., 2006. Kepadatan Populasi dan Pertumbuhan Kerang Darah Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatera Barat. Makara Journal of Science 10. Onrizal, Kusmana, C., 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Biodiversitas 9. https://doi.org/10.13057/biodiv/d090107 Patty, S.I., 2013. Distribution Temperature, Salinity and Dissolved Oxygen in Waters Kema, North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Platax 1. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Payung, F.L., 2013. Studi Kandungan dan Distribusi Spasial Logam Berat Timbal (Pb) pada Sedimen dan Kerang (Anadara sp.) di Wilayah Pesisir Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin Makasar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5590/FEBRI ANTI%20LOLO_STUDI%20KANDUNGAN_200613.pdf?sequence=1. Peters, E.C., Gassman, N.J., Firman, J.C., Richmond, R.H., Power, E.A., 1997. Ecotoxicology of Tropical Marine Ecosystems. Environmental Toxicology and Chemistry 16. Phuong, T.T.M., 2014. Bioaccumulation of Heavy Metals in Nha Trang Bay, Khanh Hoa, Viet Nam (PhD Thesis). Université Nice Sophia Antipolis. Nice. Poedjirahajoe, E., Marsono, D., Wardhani, F.K., 2017. Penggunaan Principal Component Analysis dalam Distribusi Spasial Vegetasi Mangrove di Pantai Utara Pemalang. Jurnal Ilmu Kehutanan 11. Potipat, J., Tangkrock-olan, N., Helander, H.F., 2015. Bioconcentration Factor (BCF) and Depuration of Heavy Metals of Oysters (Saccostrea. 37.

Gambar

Gambar 1. Anadara sp. (Google, 2017)
Gambar 2. Kerang Tebalan
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Tabel 1. Titik Koordinat Stasiun Pengambilan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dia berharap, dengan adanya zona baru ini, setidaknya bisa lebih memanjakan wisatawan yang datang pada destinasi wisata yang berbentuk relief tubuh manusia dengan karakter

Menurut Sugiyono, (2013:15) penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang meneliti objeknya secara alamiah, sehingga data penelitian meliputi: hasil

posttest dan aktivitas siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terlihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar dan aktivitas siswa yang diajar menggunakan

(Sumber: diadaptasi dari Dewan Kehormatan Kode Etik PRSSNI. Standar Profesional Radio Siaran ,. Jakarta: Pengurus Pusat PRSSNI).. Di setiap radio tentu mempunyai nama mata acara

Judul Tesis PERTANGGUNGJA WABAN PIDANA BAGI NOTARIS SEBAGAI PEJABA T UMUM YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK.. Disetujui Oleh

Dengan semakin berkembangnya usaha sewa menyewa Rent A Car, maka sering pula terjadi suatu permasalahan terutama antara pihak yang menyewakan kendaraan dengan pihak

Mata kuliah ini mempelajari tentang sejarah munculnya hukum perlindungan konsumen, prinsip-prinsip pertanggungjawaban, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha,

kemudian membandingkan atau melihat peraturan yang ada pada Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan melihat