• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, DAN Hg)

PADA KERANG BULU (

Anadara antiquata

) DI PERAIRAN

KRONJO DAN CITUIS, KABUPATEN TANGERANG

SERLI CHELYA SUSANTY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

SERLI CHELYA SUSANTY. Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ETTY RIANI.

Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang yang terdapat di Perairan Pesisir Tangerang. Kerang bulu dapat dijadikan indikator pencemaran logam berat karena bersifat filter feeder dan hidupnya yang menetap. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) dalam daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis. Analisis logam Pb, Cd, dan Hg dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb, Cd, dan Hg pada kerang bulu di Cituis lebih besar daripada Kronjo. Kandungan logam Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg. Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) sebesar 69.08 untuk Pb dan 1125 untuk Cd.

Kata kunci: BCF, kerang bulu, logam berat, pencemaran, Pesisir Tangerang

ABSTRACT

SERLI CHELYA SUSANTY. Study of Heavy Metals (Pb, Cd, dan Hg) in Ark Cockle (Anadara antiquata) in Kronjo and Cituis, Kabupaten Tangerang. Supervised by YUSLI WARDIATNO and ETTY RIANI.

Ark cockle (Anadara antiquata) is one of bivalve species found in Tangerang Coastal Waters. It is used as indicator of heavy metals pollution because has filter feeder characteristic and has sedentary life mode. The objective of this study was to determine the concentration of lead (Pb), cadmium (Cd), and mercury (Hg) in ark cockle’s flesh and gills in Kronjo and Cituis. Heavy metals Pb, Cd, and Hg were analyzed by Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). The results showed that the consentration of Pb, Cd, and Hg in ark cockle in Cituis was higher than that in Kronjo. Concentration of Pb was higher than Cd and Hg. Bioconcentration factor (BCF) was 69.08 for Pb and 1125 for Cd.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, DAN Hg)

PADA KERANG BULU (

Anadara antiquata

) DI PERAIRAN

KRONJO DAN CITUIS, KABUPATEN TANGERANG

SERLI CHELYA SUSANTY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang

Nama : Serli Chelya Susanty NIM : C24100062

Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Pembimbing I

Dr Ir Etty Riani, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

“Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis.

2. Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari PT Kapuk Naga Indah, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan. 3. PT Antam yang telah membantu keuangan penulis untuk menyelesaikan

studi.

4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

5. Dr Ir Etty Riani, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

6. Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama perkuliahan.

7. Ir Agustinus M. Samosir, MPhil selaku penguji tamu dan Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

8. Keluarga penulis Bapak Syarif Hidayat, Ibu Emi Suhaemi dan Kakak Selvi Chelya Susanty beserta keluarga besar Penulis yang telah memberikan banyak motivasi, doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil.

9. Teman seperjuangan penelitian Kronjo: Febi, Inggar, Andini, Fani, Nina, Werdhiningtyas, Akrom, Lusita, Dito, Runi, Nisa, Kak Ana, Kang Asep, dan semua yang telah membantu.

10. Teman-teman Victor, Rini, Ayu, Gita, Marina, dan Aisa yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

11. Teman-teman seperjuangan Dwi, Bani, Hesvi, Orin, Noor, Kak Nia, dan teman-teman MSP angkatan 47 atas semangat, dukungan dan doa.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODOLOGI PENELITIAN 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Pengumpulan Data 4

Pengambilan sampel 4

Analisis kandungan logam berat 4

Analisis Data 5

Analisis deskriptif 5

Faktor konsentrasi (BCF) 5

Batas aman konsumsi 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu 6

Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu 6

Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu 7

Faktor konsentrasi 9

Batas aman konsumsi 10

Pembahasan 10

KESIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata) 8

2 Konsentrasi logam berat pada biota lain 9

3 Faktor konsentrasi kerang bulu 9

4 Batas aman konsumsi kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka masalah 2

2 Lokasi pengambilan sampel 3

3 Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata)

di Perairan Kronjo dan Cituis 6

4 Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata)

di Perairan Kronjo dan Cituis 7

5 Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu (Anadara antiquata)

di Perairan Kronjo dan Cituis 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode destruksi 17

2 Perhitungan faktor konsentrasi 17

3 Perhitungan batas aman konsumsi kerang bulu (Anadara antiquata)

di Perairan Kronjo dan Cituis 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tangerang merupakan salah satu sentra industri yang ada di Indonesia. Berkembangnya sektor industri di Tangerang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejateraan masyarakat. Di sisi lain, perkembangan sektor industri memberikan dampak negatif berupa pencemaran akibat buangan limbah industri.

Limbah industri yang dibuang ke perairan mengandung berbagai jenis komponen, salah satunya adalah logam berat. Selain limbah industri, sumber pencemaran logam berat dapat berasal dari run-off daratan, pertanian, maupun limbah pemukiman (Gupta dan Singh 2011). Keberadaan logam berat di perairan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup biota akuatik. Pengaruh negatif ini berbeda signifikan antara jenis logam yang berbeda, bentuk ionik dan organik, serta dalam lingkungan akuatik yang dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan kehadiran ion lain (Carvan et al. 2005).

Keberadaan logam berat di lingkungan perairan dapat diketahui dengan menggunakan biota indikator pencemaran logam berat. Kerang-kerangan (bivalvia) kerap dijadikan biota indikator pencemaran logam berat karena mampu mengakumulasi logam berat dari lingkungan, terdistribusi secara luas, sifat hidup menetap, dan bersifat filter feeder (Metian et al. 2005; Rittschof dan McClellan-Green 2005; Paul-Pont et al. 2008, Mostafa et al. 2009). Kerang juga dapat mengakumulasi logam dari makanan (seperti fitoplankton, protozoa kecil, dan bakteri), air dan sedimen (Wang et al. 2010). Jenis kerang yang biasa digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat antara lain kerang hijau (Baraj et al. 2003; Otchere 2003; Yap, 2009, Ruangwises dan Ruangwises 2011), kerang darah (Ruangwises dan Ruangwises 2011; Zahir et al. 2011) dan kerang bulu (Arifin et al. 2010; Sanusi et al. 1985).

Salah satu jenis kerang yang terdapat di Perairan Tangerang adalah kerang bulu (Anadara antiquata). Kerang bulu menjadi sumber pangan sekaligus sumber pendapatan ekonomi penduduk di kawasan pantai. Keberadaan logam berat pada kerang bulu dapat menjadi indikator pencemaran logam berat di Perairan Tangerang. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai kandung logam berat dalam biota akuatik.

Kerangka Masalah

(12)

2

pemaparan dan ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH, salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012).

Biota akuatik yang umumnya mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya adalah kerang-kerangan, seperti kerang bulu (Anadara antiquata). Hal ini dikarenakan kerang bulu bersifat filter feeder dan hidup menetap sehingga dapat mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya (Rittschof dan McClellan-Green 2005; Paul-Pont et al. 2008). Oleh karena itu, keberadaaan logam berat dalam tubuh kerang bulu dapat mengindikasikan keberadaaan logam berat dalam perairan. Kerangka masalah yang mendasari penelitian terhadap kandungan logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka masalah

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar logam berat Pb, Cd, dan Hg dalam daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis.

Industri Rumah tangga Penambangan

Aktivitas manusia

Industri Rumah tangga Penambangan

Aktivitas manusia

Limbah logam berat

Industri Rumah tangga Penambangan

Aktivitas manusia

Limbah logam berat

Industri Rumah tangga Penambangan

Aktivitas manusia

Industri Rumah tangga Penambangan

(13)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai kadar logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pengelolaan di Kabupaten Tangerang.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang, Banten (Gambar 2). Pengambilan contoh kerang bulu (Anadara antiquata) dilaksanakan pada Juni 2013 hingga bulan Agustus 2013. Kegiatan pembedahan dan pengambilan contoh daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kandungan logam berat dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

(14)

4

Pengumpulan Data

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel kerang bulu dilakukan pada dua tempat, yaitu Perairan Kronjo dan Cituis. Sampel kerang bulu diambil dengan menggunakan alat tangkap garuk yang ditarik oleh kapal dengan kecepatan 3-4 km/jam selama 15-30 menit. Kerang bulu yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam cool box yang berisi es agar sampel kerang bulu tidak rusak.

Analisis kandungan logam berat

Panjang kerang bulu yang diukur dengan menggunakan penggaris. Kerang bulu dipisahkan berdasarkan panjang. Kerang bulu yang digunakan untuk analisis logam berat adalah kerang bulu yang berukuran seragam sekitar 3-4 cm. Selanjutnya, kerang bulu dibedah dan diambil insang dan daging. Daging dan insang tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang diberi label dan disimpan ke dalam freezer agar sampel tidak rusak.

Analisa logam berat Pb, Cd, dan Hg memerlukan beberapa tahapan, yaitu tahap destruksi, pembuatan larutan blanko, pembuatan larutan standar, dan pengukuran konsentrasi Pb, Cd, dan Hg menggunakan alat Atomic Absorption Spectrofotometric (AAS). Sampel kerang bulu didestruksi dengan metode Nitric Acid-Perchloric Acid Digestion, yaitu sampel dioksidasi oleh asam sehingga logam dalam keadaan terlarut (Lampiran 1).

Prinsip kerja AAS adalah banyaknya energi yang diserap proposional terhadap konsentrasi logam berat pada sampel (APHA 2005). Konsentrasi logam berat yang sebenarnya dihitung menggunakan rumus:

Kosentrasi sebenarnya = D−E x Fp x V W (g)

Keterangan :

D = konsentrasi contoh μg/l dari hasil pembacaan AAS

E = konsentrasi blanko contoh μg/l dari hasil pembacaan AAS Fp = faktor pengenceran

V = volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml) W = berat contoh (g)

(15)

5 Analisis Data

Analisis deskriptif

Data logam berat pada kerang bulu dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai keberadaan logam berat dan jumlahnya dalam insang dan daging kerang bulu. Hasil analisis logam berat pada kerang bulu tersebut dibandingkan antara Perairan Kronjo dan Cituis.

Faktor konsentrasi (BCF)

Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) adalah kemampuan organisme dalam mengakumulasi bahan kimia (polutan) dalam tubuhnya yang didefinisikan sebagai perbandingan antara konsentrasi polutan pada lapisan tubuh organisme, Ct, dan konsentrasi bahan kimia pada air tempat tereksposnya

organisme tersebut, Cw. Faktor konsentrasi digunakan untuk mengetahui

kemampuan kerang bulu dalam mengakumulasi logam berat dari air. Menurut Mukhtasor (2007), faktor konsentrasi dapat dihitung sebagai berikut:

BCF = Ct/Cw

Keterangan :

BCF = Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) Ct = konsentrasi polutan pada tubuh organisme (mg/kg)

Cw = konsentrasi polutan pada air (mg/L)

Batas aman konsumsi

Kerang bulu merupakan salah satu jenis kerang yang sering dikonsumsi sehingga keberadaan logam berat dalam kerang bulu dapat membahayakan kesehatan manusia. Kandungan logam berat dalam kerang bulu dibandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk melihat apakah kerang bulu masih layak untuk dikonsumsi. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut SNI (2009) untuk kekerangan (bivalve) sebesar 1.5 mg/kg untuk Pb dan1 mg/kg untuk Cd dan Hg.

PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah jumlah asupan kontaminan logam berat pada makanan yang dapat ditoleransi untuk seminggu sehingga tidak membahayakan kesehatan. Nilai PTWI sebesar 0.025 mg/kg BB untuk Pb, 0.007 mg/kg BB untuk Cd dan 0.005 mg/kg BB untuk Hg (SNI 2009). Penentuan batas aman konsumsi dilakukan dengan mengacu pada nilai PTWI sehingga diperoleh batas aman kerang bulu yang boleh dikonsumsi. Batas aman konsumsi kerang bulu ini dapat dihitung sebagai berikut:

Batas aman konsumsi = Baku mutu

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu

Timbal (Pb) merupakan logam berat yang paling banyak masuk ke lingkungan laut, kemudian diikuti oleh Hg dan Cu. Logam Pb sendiri banyak digunakan dalam industri modern, seperti fibrikasi baterai dan bahan pembuatan cat serta pipa tahan korosi (Syakti et al. 2012). Hasil analisis logam Pb dalam kerang bulu di Perairan Kronjo maupun Cituis disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis

Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi timbal (Pb) dalam tubuhnya. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan timbal pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan Kronjo dengan nilai masing-masing sebesar 0.6 mg/kg dan 6.5 mg/kg. Kadar timbal pada insang kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo dibandingkan Perairan Cituis dengan nilai masing-masing sebesar 0.9 mg/kg dan 0.6 mg/kg.

Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu

(17)

7 adalah kadmium (Cd). Hasil analisis logam Cd dalam kerang bulu di Perairan Kronjo maupun Cituis disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa konsentrasi kadmium pada daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Cituis lebih tinggi dibandingkan Perairan Kronjo. Konsentrasi kadmium pada daging kerang bulu di Kronjo sebesar 0.1 mg/kg dan 2.2 mg/kg di Perairan Cituis. Konsentrasi kadmium pada insang kerang bulu sebesar 0.3 mg/kg untuk Perairan Kronjo dan 1.8 mg/kg untuk Perairan Cituis.

Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu

Salah satu logam berat yang hingga saat ini belum diketahui manfaatnya untuk proses fisiologis dalam tubuh adalah merkuri (Hg). Merkuri merupakan logam berat yang mempunyai daya racun paling tinggi dibandingkan dengan logam berat lainnya serta mempunyai kemampuan untuk terakumulasi pada makhluk hidup (CCME 2003 in Riani 2012).

Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat merkuri (Hg). Hasil analisis logam Hg dalam kerang bulu di Perairan Kronjo maupun Cituis disajikan pada Gambar 5.

(18)

8

Gambar 5 Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis

Keberadaan logam berat pada kerang bulu menunjukkan bahwa kerang bulu dapat mengakumulasi logam berat. Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan kerang bulu (Anadara antiquata) untuk mengetahui keberadaan logam berat seperti yang dicantumkan pada Tabel 1 sebagai perbandingan.

Tabel 1 Konsentrasi logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata) No Lokasi

Konsentrasi logam (ppm)

Sumber Timbal

(Pb)

Merkuri (Hg)

Kadmium (Cd)

1 Muara Angke, Jakarta 2.33 - 2.18 Hutagalung dan Razak (1982) 2 TPI Pasar Ikan, Jakarta - 0.02 0.12 Sanusi et al. (1985) 3 Perairan Gresik 0.03 - 4.49 Iswani et al. (1995) 4 Teluk Banten 0.125-2.50 0.125-17.6 0.02-0.3 Prihatini (2013) 5 Perairan Tangerang 0.60-0.65 0.60-4.30 0.10-2.30 Penelitian ini

(2014)

Berdasarkan Tabel 1 dapat ketahui bahwa kerang bulu (Anadara antiquata) yang digunakan pada penelitian sebelumnya mampu mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Nilai konsentrasi logam berat pada kerang bulu berbeda-beda tergantung pada lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan faktor-faktor lingkungan mempengaruhi akumulasi logam berat pada biota. Kemampuan kerang bulu dalam mengakumulasi logam berat menunjukkan bahwa kerang bulu dapat digunakan sebagai biota indikator pencemaran logam berat di suatu perairan.

(19)

9 Tabel 2 Konsentrasi logam berat pada biota lain

No Biota Lokasi

Banten 0.13-2.50 0.13-17.60 0.02-0.30

Prihatini (2013)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai logam berat yang dapat diakumulasi oleh kerang gelatik, kerang bulu, dan kerang hijau berbeda-beda. Bioakumulasi logam berat pada biota air dipengaruhi oleh jenis logam, jenis biota, lama pemaparan dan ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH, salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012).

Faktor Konsentrasi

Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) adalah kemampuan organisme dalam mengakumulasi bahan kimia (polutan) dalam tubuhnya yang didefinisikan sebagai perbandingan antara konsentrasi polutan pada lapisan tubuh organisme dan konsentrasi bahan kimia pada air dimana organisme tersebut ter-ekspos (Mukhtasor 2007). Faktor konsentrasi kerang bulu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Faktor konsentrasi kerang bulu

Tempat Sampel Faktor konsentrasi

(20)

10

Batas Aman Konsumsi

Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Keberadaan logam berat yang terdapat pada kerang bulu akan berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi kerang bulu. Nilai asupan kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Batas aman konsumsi kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu Lokasi Batas aman konsumsi per minggu (g/kg bb/minggu)

Pb Cd Hg

Kronjo 28.6-44.9 23.5-134.6 0.8-2.8

Cituis 3.9-40.3 3.1-4 0.4-1.6

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa batas aman konsumsi kerang bulu tertinggi sebesar 28.6-44.9 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 3.9-40.3 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis. Batas aman konsumsi per minggu sebesar 0.8-2.8 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 0.4-1.6 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis (Lampiran 3).

Pembahasan

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Effendi 2003). Salah satu pencemar laut yang paling menarik perhatian saat ini adalah logam berat, terutama merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb).

Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan tidak hanya mencemari badan air namun juga akan mengendap di dalam sedimen dan terakumulasi dalam tubuh biota. Hal ini akan menganggu kehidupan biota akuatik yang ada di dalamnya. Logam berat memiliki berbagai macam efek pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup biota akuatik. Pengaruh ini berbeda signifikan antara jenis logam yang berbeda, bentuk ionik, dan organik, serta dalam lingkungan akuatik yang dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan kehadiran ion lain (Carvan et al. 2005).

(21)

11 Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya, antara lain timbal (Pb). Unsur Pb tidak terlalu beracun dibandingkan dengan logam berat lainnya seperti Hg dan Cd. Menurut Halstead (1972) unsur Pb diketahui bersifat kronis dan akumulatif. Nilai kandungan timbal pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan Kronjo dengan nilai masing-masing sebesar 0.6 mg/kg dan 6.5 mg/kg. Kadar timbal pada insang kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo dibandingkan Perairan Cituis, yaitu sebesar 0.9 mg/kg dan 0.6 mg/kg.

Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb dari hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraetil, erosi, dan limbah industri (Saeni 1989). Penggunaan dalam jumlah paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada kendaraan bermotor, elektroda dari aki, industri percetakan tinta, dan pelapis pipa-pipa sebagai anti-korosif. Timbal juga digunakan dalam campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya yang rendah air (Darmono 1995).

Konsentrasi kadmium pada daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Cituis lebih tinggi dibandingkan Perairan Kronjo. Konsentrasi kadmium pada daging kerang bulu di Kronjo sebesar 0.1 mg/kg dan 2.2 mg/kg di Perairan Cituis. Konsentrasi kadmium pada insang kerang bulu sebesar 0.3 mg/kg untuk Perairan Kronjo dan 1.8 mg/kg untuk Perairan Cituis. Keberadaan logam Cd pada kerang bulu sangat berbahaya karena Cd bersifat toksik bagi organisme. Menurut McKee dan Wolf (1963) in Halstead (1972), kadmium bersifat lethal untuk kehidupan laut pada nilai 1.01 sampai 1 ppm. Hal serupa diungkapkan oleh Riani (2012) bahwa Cd pada konsentrasi yang sangat sedikit dapat bersifat racun dan berbahaya bagi kehidupan.

Logam Cd dan persenyawaannya banyak dimanfaatkan untuk aktivitas antropogenik, yaitu untuk keperluan di bidang industri. Kadmium banyak digunakan sebagai bahan pigmen untuk industri cat, enamel, dan plastik. Kadmium juga banyak digunakan sebagai stabilator pada pembuatan PVC, pelapis logam, dan pembuatan aki (baterai) Cd-Ni. Pencemaran daratan dan air (air sungai/laut) oleh kadmium biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari industri penggunaan logam yang tidak terkontrol (pabrik aki/baterai) atau penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (pestisida dan insektisida) (Darmono 1995).

(22)

12

Riani (2008) in Riani (2012) berpendapat bahwa bahan beracun dan berbahaya (B3) seperti logam berat, terdapat di dalam ekosistem perairan tawar dan laut bukan hanya berasal dari kegiatan industri, tapi juga berasal dari kegiatan lain seperti dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah rumah sakit, limbah dari berbagai kegiatan ekonomi lain yang ada di darat dan sebagainya. Selain itu, dalam ekosistem perairan seperti di laut juga terdapat limbah B3 yang berasal dari kegiatan yang dilakukan di laut itu sendiri, seperti limbah dari kegiatan pencucian mesin kapal, limbah dari kapal yang berlabuh, limbah dari operasional kapal seperti ceceran minyak dan oli, limbah organik dari sampah para penumpang kapal, B3 dari antifouling dan cat kapal serta limbah dari pembakaran BBM seperti logam berat, lepasnya emisi NOx, SOx, dan CO2, B3 dari tumpahan minyak

yang berasal dari kapal dan sebagainya.

Nilai logam berat Pb, Cd, dan Hg yang dianalisis dalam daging dan insang kerang bulu mempunyai nilai yang berfluktuasi. Namun secara garis besar dapat dilihat bahwa kandungan Pb, Cd, dan Hg pada kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan Perairan Kronjo. Kondisi ini diduga terjadi karena Perairan Cituis mendapat masukan limbah yang lebih tinggi dibandingkan Perairan Kronjo. Beberapa faktor yang menyebabkan masukan limbah pada Perairan Cituis lebih tinggi antara lain aktivitas kapal tinggi, letak Perairan Cituis lebih dekat dengan Teluk Jakarta, serta mendapat masukan dari Sungai Cirarab.

Nilai konsentrasi logam berat pada kerang bulu di Perairan Kronjo dan Cituis berbeda dikarenakan faktor-faktor lingkungan mempengaruhi akumulasi logam berat pada biota. Bioakumulasi logam berat pada biota air dipengaruhi oleh jenis logam, jenis biota, lama pemaparan dan ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH, salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012) (Lampiran 4).

Damono (2001) in Kadang (2005) mengemukakan bahwa jaringan yang paling banyak mengakumulasi logam berat berturut-turut adalah hepatopankreas, insang, dan daging. Hasil penelitian Kadang (2005) pada kerang darah (Anadara granosa) menunjukkan bahwa daya akumulasi logam berat tertinggi secara berturut-turut adalah hepatopankreas, insang, dan daging. Namun hasil penelitian ini menunjukkan akumulasi logam berat pada daging lebih tinggi dibandingkan insang di Perairan Cituis lebih tinggi, sementara akumulasi logam berat pada daging lebih rendah dibandingkan insang di Perairan Kronjo.

Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) rata-rata logam berat Pb pada kerang bulu sebesar 69.08 sedangkan logam Cd sebesar 1125. Perbedaan tergolong akumulatif rendah untuk Pb dan akumulatif tinggi untuk Cd.

(23)

13 Keberadaan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) menunjukkan bahwa kerang bulu mampu mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya. Kemampuan mengakumulasi logam berat membuat kerang bulu dapat dijadikan bioindikator pencemaran logam berat yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono (1995) yang mengatakan kerang merupakan indikator yang baik dalam memonitor suatu pencemaran lingkungan oleh logam. Phillips (1980) in Hutagalung (1984) juga berpendapat bahwa kerang (moluska bivalvia) merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien. Kerang mempunyai kemampuan mengakumulasikan logam berat dalam tubuhnya maka kandungan logam berat dalam tubuh kerang akan meningkat terus bersamaan dengan lamanya kerang tersebut tinggal dalam perairan yang mengandung logam berat. Bahkan kandungan logam berat dalam tubuh kerang dapat lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan (Hutagalung dan Razak 1981 in Suryono 2006).

Baku mutu logam berat Pb, Cd, dan Hg untuk kekerangan (bivalve) moluska dan teripang berdasarkan SNI (2009) masing-masing sebesar 1.5 mg/kg, 1 mg/kg, dan 1 mg/kg. Kadar Pb dan Cd daging dan insang kerang bulu di Perairan Kronjo tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan. Kadar Hg pada daging kerang bulu dibawah nilai baku mutu sedangkan kadar Hg pada insang melebihi baku mutu yakni sebesar 1.9 mg/kg. Kondisi sebaliknya terjadi pada Perairan Cituis. Kadar logam berat Cd dan Hg pada daging dan insang kerang bulu telah melebihi baku mutu, sementara kandungan Pb pada insang kerang bulu masih berada di bawah ambang batas baku mutu yakni sebesar 0.6 mg/kg.

Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang konsumsi. Oleh karena itu diperlukan analisis batas aman konsumsi kerang bulu di Daerah Kronjo dan Cituis yang telah terpapar logam berat. Berdasarkan Badan Standardisasi Nasional (SNI 7387:2009) tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan dan CODEX STAN 193-1995 tahun 2007 mengenai standar CODEX untuk kontaminan dan toksik pada makanan, bahwa nilai PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake/Asupan yang ditoleransi untuk seminggu) sebesar 0.025 mg/kg untuk Pb, 0.007 mg/kg untuk Cd, dan 0.0016 mg/kg untuk Hg.

Penentuan batas aman konsumsi bertujuan untuk mengetahui batas konsumsi kerang bulu yang telah tercemar logam berat sehingga tidak membahayakan kesehatan dengan mengacu pada baku mutu yang telah ditetapkan. Batas aman konsumsi untuk logam Pb sebesar 28.6-44.9 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 3.9-40.3 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis. Batas aman konsumsi untuk logam Cd sebesar 23.5-134.6 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 3.1-4 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis. Batas aman konsumsi untuk logam Hg sebesar 0.8-2.8 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 0.4-1.6 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis.

(24)

14

untuk kerang bulu di daerah Cituis. Penetapan tingkat kelayakan konsumsi kerang bulu bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif yang diperoleh dari kerang bulu yang sudah tercemar logam berat bagi manusia yang mengkonsumsinya.

KESIMPULAN

Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan insang di Perairan Cituis lebih tinggi, sementara akumulasi logam berat pada daging lebih rendah dibandingkan insang di Perairan Kronjo. Kandungan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada kerang bulu lebih besar di Perairan Cituis dibandingkan Kronjo.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny YA. 2010. Analisis kandungan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arifin Z, Situmorang SP, Booij K. 2010. Geochemistry of heavy metals (Pb, Cr and Cu) in sediments and benthic communities of Berau Delta, Indonesia. Coastal Marine Science. 34(1):205-211.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard method for the examination of water & wastewater ed 21 th 3111B. Eaton AD, Franson MAH, editor. APHA.

Apriadi D. 2005. Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cr pada air, sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Baraj B, Niencheski LF, Corradi C. 2003. Trace metal content trend of mussel Perna perna (Linnaeus, 1758) from the Atlantic Coast of Southern Brazil. Water Air Soil Pollution 145(1):2005-214.

Carvan MJ, Heiden TK, Tomasiewicz H. 2005. The utility of zebrafish as a model for toxicological research. Biochemistry and Molecular Biology of Fishes vol 6. Editor T. P. Mommsen and T. W. Moon. Elsevier.

CODEX STAN 193-1995 Rev. 3-2007. 2007. CODEX GENERAL STANDARD FOR CONTAMINANTS AND TOXINS IN FOODS.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI-Press.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(25)

15 fraksionasinya pada sedimen laut [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Gupta SK, Singh J. 2011. Evaluation of mollusc as sensitive indicator of heavy metal pollution in aquatic system: a Review. The IIOAB Journal. 2(1):49-57.

Halstead BW. 1972. Toxicity of Marine Organism Caused by Pollutant. Marine Pollution and Sealife. Editor Mario Ruivo. FAO Fishes News (Book) Ltd. England.

Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana. 9(1):11-20. Hutagalung HP, Razak H. 1982. Pengamatan pendahuluan kadar Pb dan Cd dalam

air dan biota di estuaria Muara Angke. Oseanologi di Indonesia. 15:1-10. Iswani GS, Hidayat F, Zulkarnaen A. 1995. Stripping Voltammetry Glassy

Carbon pada Studi Cemaran Logam Berat Cd dan Pb di Perairan Gresik dengan Bioindikator Kerang Bulu (Anadara antiquata Linn). Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN Yogyakarta 25-27 April 1995.

Kadang L. 2005. Analisis status pencemaran logam berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Metian M, Hedouin L, Barbot Q, Teyssie JL, Fowler SW, Goudard F. 2005. Use of radiotracer techniques to study subcellular distribution of metals and radionuclides in bivalves from the Noumea Lagoon, New Caledonia. Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology. 75:89–93. Mostafa AR, Al-Alimi AK, Barakat AO. 2009. Metals in surface sediments and

marine bivalves of the Hadhramout coastal area, Gulf of Aden, Yamen. Marine Pollution Bulletin 58(2):308-311

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: Pradnya Paramita. Ningtias P. 2002. Tingkat akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn pada kerang

hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Otchere FA. 2003. Heavy metals concentrations and burden in the bivalves (Anadara (Senilia) senilis, Crassostrea tulipa and Perna perna) from lagoons in Ghana: model to describe mechanism of accumulation/excretion. African Journal of Biotechnology. 2(9): 280-287. Paul-Pont I, Baudrimont M, Gonzalez P, de Montaudouin X. 2008. Seasonal

Modulated MT Synthesis In The Cockle (Cerastoderma edule) After Parasite and Cadmium Contamination. Marine Pollution: New Research. Editor Tobias N. Hofer. Hal 161-220. New York. Nova Science Publishers, Inc.

Prihatini W. 2013. Ekobiologi kerang bulu Anadara antiquata di perairan tercemar logam berat. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Suplemen 16(3):1-10.

Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi). Bogor (ID): IPB Press.

(26)

16

Rochyatun E. 1995. Kandungan logam berat dalam daging kerang (Anadara pilula) dari Perairan Muara Sungai Panimbang Banten. Kimia dalam Industri dan Lingkungan: Perkembangan Mutakhir dalam Teori, Instrumentasi dan Aplikasi [internet]. Yogyakarta, 11-12 Desember 1995. [diunduh 2014 April 25].

Ruangwises S, Ruangwises N. 2011. Concentrations of total and inorganic arsenic in fresh fish, mollusks, and crustaceans from the Gulf of Thailand. Journal of Food Protection 74(3):450–455.doi: 10.4315/0362-028X.JFP-10-445.

Saeni M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor. Sanusi HS, Suwirna S, Sadjirun S. 1985. Kandungan dan Distribusi Logam Berat

pada Berbagai Komoditi Ikan Laut yang Disalurkan Lewat TPI, Jakarta. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Suprapti NH. 2008. Kandungan chromium pada perairan, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) di wilayah pantai sekitar Muara Sungai Sayung, Desa Morosari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. BIOMA 10(2):53-56. Suryono CA. 2006. Bioakumulasi logam berat melalui sistim jaringan makanan

dan lingkungan pada kerang bulu Anadara inflata. Ilmu Kelautan 11(1):19-22.

Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Syakti AD, Hidayati NV, Siregar AS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID): IPB Press.

Wang X, Zhou Y, Yang H, Wang Q, Liu S. 2010. Investigation of heavy metals in sediments and Manila clams Ruditapes philippinarum from Jiaozhou Bay, China. Environ Monit Assess. Suplemen 170:631-643.doi: 10.1007/s10661-009-1262-5.

Yap CK, Ismail A, Tan SG. 2009. Effect of body size on heavy metal contents and concentration green-lipped mussel Perna viridis (Linnaeus) from Malaysian Coastal Water. Pertanika Journal Science and Technology 17(1):61-68.

(27)

17 LAMPIRAN

Lampiran 1 Metode destruksi

Lampiran 2 Perhitungan faktor konsentrasi BCF = Ct/Cw

1. Perairan Kronjo

BCF Pb daging = 0.6/0.007 = 85.7 BCF Pb insang = 0.9/0.007 = 128.6 BCF Cd daging = 0.1/0.001 = 100 BCF Cd insang = 0.3/0.001 = 300 2. Perairan Cituis

BCF Pb daging = 6.5/0.114 = 57 BCF Pb insang = 0.6/0.114 = 5

Aktivitas Manusia

Tambahkan asam perklorat 70% sebanyak 2 ml Sampel didinginkan

Jika uap yang terbentuk masih berwarna coklat, tambahkan asam nitrat 65% ke dalam larutan hingga uap berubah menjadi putih

Sampel kerang bulu ditambahkan asam nitrat 65% sebanyak 10 ml

Sampel dipanaskan hingga uap yang terbentuk berubah warna dari coklat menjadi putih

Tambah akuades hingga sampel menjadi 100 ml

Sampel disaring dengan keratas Whattman nomor 42 dengan porositas 0.45 μm

(28)

18

BCF Cd daging = 2.3/0.001 = 2300 BCF Cd insang = 1.8/0.001 = 1800

Lampiran 3 Perhitungan batas aman konsumsi kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis

Berat maksimum kerang yang diperbolehkan dalam seminggu (PTWI):

PTWI = Baku mutu

Kadar logam dalam daging

1. Logam Pb di Perairan Kronjo

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.025 mg/kg BB/ minggu

= 25 μg/kg BB/minggu

Kadar Pb dalam daging = 0.5565 mg/kg = 0.5565 μg/g

PTWI = 25 μg/kg

0.5565 μg/g = 44.9236 g/kg BB/ minggu Kadar Pb dalam insang = 0.5565 mg/kg = 0.875 μg/g

PTWI = 25 μg/kg

0.875 μg/g = 28.5714 g/kg BB/ minggu

Nilai PTWI logam Pb yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 28.6 – 44.9 g/kg BB/minggu

2. Logam Cd di Perairan Kronjo

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.007 mg/kg BB/ minggu

= 7 μg/kg BB/minggu antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 23.5 – 134.6 g/kg BB/minggu

3. Logam Hg di Perairan Kronjo

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.0016 mg/kg BB/ minggu

= 1.6 μg/kg BB/minggu

Kadar Hg dalam daging = 0.5705 mg/kg = 0.5705 μg/g

PTWI = 1.6 μg/kg

0.5705 μg/g = 2.8026 g/kg BB/ minggu

Kadar Hg dalam insang = 1.9455 mg/kg = 1.9455 μg/g

PTWI = 1.6μg/kg

1.9455 μg/g = 0.8224 g/kg BB/ minggu

(29)

19 4. Logam Pb di Perairan Cituis

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.025 mg/kg BB/ minggu

= 25 μg/kg BB/minggu

Kadar Pb dalam daging = 6.49 mg/kg = 6.49 μg/g

PTWI = 25 μg/kg antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 3.9 – 40.3 g/kg BB/minggu

5. Logam Cd di Perairan Cituis

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.007 mg/kg BB/ minggu

= 7 μg/kg BB/minggu antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 3.1 - 4 g/kg BB/minggu

4. Logam Hg di Perairan Cituis

Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.0016 mg/kg BB/ minggu

= 1.6 μg/kg BB/minggu antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 0.4– 1.6 g/kg BB/minggu

Lampiran 4 Keadaaan umum Perairan Kronjo dan Cituis

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Serli Chelya Susanty, lahir di Bogor pada tanggal 15 September 1992 dari ayah Syarif Hidayat dan ibu Emi Suhaemi. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Perairan dan Pesisir pada tahun ajaran 2012/2013 dan praktikum mata kuliah Iktiologi pada tahun ajaran 2013/2014 serta pernah menjadi anggota divisi Olahraga dan Kesenian (2011/2012) dan divisi Lingkungan dan Sosial (202012/2013) Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER). Penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis,

Gambar

Gambar 1  Kerangka masalah
Gambar 2  Lokasi pengambilan sampel
Gambar 3  Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis
Gambar 4  Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis
+4

Referensi

Dokumen terkait

hadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya, karena berkat rahmat dan karunia- Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul “ Otomatisasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi emiten dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan praktek aktivitas manajemen laba riil supaya

(Sumber: diadaptasi dari Dewan Kehormatan Kode Etik PRSSNI. Standar Profesional Radio Siaran ,. Jakarta: Pengurus Pusat PRSSNI).. Di setiap radio tentu mempunyai nama mata acara

Risdawati Lubis : Uji Jarak Cerobong Udara Dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Kunyit Kering Alat Pengering...,2005.. un JAKAK CEROBONG UDAKA D4.N LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU

Efek Ekstrak Metanol Daun Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) terhadap Glukosa Darah Pada Mencit Model Diabetes Melitus.. Jurnal Medika Planta

Menurut Sugiyono, (2013:15) penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang meneliti objeknya secara alamiah, sehingga data penelitian meliputi: hasil

Kesimpulan kegiatan sosialisasi adalah: (a) diketahui bahwa kebutuhan benih padi di Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2012 sebesar 288.750 kg yang terdiri atas

Mata kuliah ini mempelajari tentang sejarah munculnya hukum perlindungan konsumen, prinsip-prinsip pertanggungjawaban, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha,