• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA BAKAT SKOLASTIK, RELASI RUANG DAN PENALARAN ABSTRAK DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA BAKAT SKOLASTIK, RELASI RUANG DAN PENALARAN ABSTRAK DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA BAKAT SKOLASTIK,

RELASI RUANG DAN PENALARAN ABSTRAK DENGAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SKRIPSI

Oleh : INTAN FADHILAH

NIM. D04210005

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JULI 2014

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

HUBUNGAN ANTARA BAKAT SKOLASTIK,

RELASI RUANG DAN PENALARAN ABSTRAK DENGAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh : INTAN FADHILAH

NIM. D04210005

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JULI 2014

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(3)
(4)
(5)

HUBUNGAN ANTARA BAKAT SKOLASTIK, RELASI RUANG DAN PENALARAN ABSTRAK DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Oleh : Intan Fadhilah

ABSTRAK

Bakat merupakan faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga bakat berperan penting dalam hasil belajar siswa. Beberapa bakat yang harus dimiliki siswa adalah bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak, karena bakat ini memiliki hubungan dengan Matematika. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan antara bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak terhadap hasil belajar Matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara: 1) bakat skolastik dengan hasil belajar Matematika, 2) relasi ruang dengan hasil belajar Matematika, 3) penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika dan 3) bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Populasi penelitian adalah kelas VIII SMP Negeri 2 Turen di desa Kedok kecamatan Turen Tahun Ajaran 2014 / 2015. Pengambilan sampel diambil dengan

menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan yang signifikan antara bakat skolastik dengan hasil belajar Matematika karena diperoleh

�ℎ� �� , > � �� , , dan �ℎ� �� , > � �� , ; 2) Terdapat hubungan yang signifikan antara relasi ruang dengan hasil belajar

Matematika dengan diperolehnya �ℎ� �� , > � �� , , nilai

�ℎ� �� , > � �� , ; 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika dengan diperolehnya

�ℎ� �� , > � �� , dan �ℎ� �� , > � �� , ; 4) Terdapat hubungan yang signifikan antara bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika karena diperoleh

�ℎ� �� , > � �� , dan �ℎ� �� , > � �� , . Atas dasar temuan-temuan tersebut, penelitian ini merekomendasikan agar sekolah dapat memberikan peluang kepada siswanya untuk mengasah bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak sebagai faktor internal agar dapat meningkatkan hasil belajar Matematika yang dimiliki.

Kata Kunci: Bakat Skolastik, Relasi Ruang, Penalaran Abstrak, Hasil Belajar

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional ... 6

F. Batasan Masalah ... 7

G. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Hasil Belajar Matematika ... 9

1. Hasil Belajar ... 9

2. Hasil Belajar Matematika ... 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika ... 10

a. Faktor Internal ... 10

b. Faktor Eksternal ... 12

B. Bakat ... 16

1. Pengertian Bakat ... 16

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat ... 17

C. Tes Bakat ... 19

1. Pengertian Tes Bakat ... 19

2. Pengelompokan Tes Bakat ... 19

a. Special Aptitude Test ... 19

b. Multiple Aptitude Batteries ... 19

(7)

2) Uraian Tes Bakat Diferensial ... 21

a) Tes Bakat Skolastik (Scholastic Aptitude Test) ... 22

i) Tes Penalaran Verbal (Verbal Reasoning Test) ... 23

ii) Tes Penalaran Numerik (Numerical Reasoning Test) ... 25

b) Tes Relasi Ruang (Space Relastions Test) ... 27

c) Tes Penalaran Abstrak (Abstract Reasoning Test) ... 29

D. Hubungan antara Bakat Skolastik, Relasi Ruang dan Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 32

1. Hubungan antara Bakat Skolastik dengan Hasil Belajar Matematika ... 33

2. Hubungan antara Relasi Ruang dengan Hasil Belajar Matematika ... 34

3. Hubungan antara Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 34

E. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Rancangan Penelitian ... 36

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

1. Populasi Penelitian ... 38

2. Sampel Penelitian ... 38

E. Variabel Penelitian ... 38

1. Variabel Independen ... 38

2. Variabel Dependen ... 39

F. Hipotesis Penelitian ... 39

G. Prosedur Penelitian ... 40

1. Tahap Persiapan ... 40

2. Tahap Pelaksanaan ... 41

H. Instrumen Penelitian ... 41

I. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Tes Bakat Skolastik ... 42

(8)

3. Tes Penalaran Abstrak ... 43

4. Tes Hasil Belajar Matematika ... 43

J. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 45

1. Uji Validitas Instrumen ... 45

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 46

K. Uji Prasyarat dan Analisis Korelasi ... 48

1. Uji Prasyarat ... 48

a. Uji Normalitas Data ... 48

b. Uji Homogenitas Varians ... 49

2. Analisis Korelasi ... 51

a. Hubungan antara Bakat Skolastik dengan Hasil Belajar ... 51

b. Hubungan antara Relasi Ruang dengan Hasil Belajar Matematika ... 53

c. Hubungan antara Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 55

d. Hubungan antara Bakat Skolastik , Relasi Ruang dan Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian Uji Coba Instrumen Tes ... 59

1. Hasil Uji Coba Variabel Independen ... 59

a. Hasil Uji Coba Tes Bakat Skolastik ... 60

1) Uji Validitas Tes Bakat Skolastik ... 60

a) Validitas Isi Tes Bakat Skolastik ... 60

b) Validitas Empirik Tes Bakat Skolastik .... 60

2) Uji Reliabilitas Bakat Skolastik ... 63

b. Hasil Uji Coba Tes Relasi Ruang ... 63

1) Uji Validitas Tes Relasi Ruang ... 63

a) Validitas Isi Tes Relasi Ruang ... 63

b) Validitas Empirik Tes Relasi Ruang ... 64

2) Uji Reliabilitas Tes Relasi Ruang ... 65

c. Hasil Uji Coba Tes Penalaran Abstrak ... 66

1) Uji Validitas Tes Penalaran Abstrak ... 66

a) Validitas Isi Tes Penalaran Abstrak ... 66

b) Validitas Empirik Tes Penalaran Abstrak ... 67

(9)

2. Hasil Uji Coba Variabel Dependen ... 69

a. Uji Validitas Isi Tes Hasil Belajar Matematika .. 69

b. Uji Validitas Empirik Tes Hasil Belajar Matematika ... 70

c. Uji Reliabilitas Tes Hasil Belajar Matematika ... 71

B. Hasil Penelitian Eksperimen ... 71

1. Deskripsi Data Penelitian ... 71

a. Bakat Skolastik Siswa ... 71

b. Relasi Ruang Siswa ... 73

c. Penalaran Abstrak Siswa ... 75

d. Hasil Belajar Matematika Siswa ... 77

2. Hasil Uji Persyaratan Analisis Korelasi ... 80

a. Uji Normalitas Data ... 80

1) Uji Normalitas Data Variabel Bakat Skolastik ... 80

2) Uji Normalitas Data Variabel Relasi Ruang ... 80

3) Uji Normalitas Data Variabel Penalaran Abstrak ... 81

4) Uji Normalitas data Variabel Hasil Belajar Matematika ... 81

b. Uji Homogenitas Data ... 82

1) Uji Homogenitas Bakat Skolastik terhadap Hasil Belajar Matematika ... 82

2) Uji Homogenitas Relasi terhadap Hasil Belajar Matematika ... 82

3) Uji Homogenitas Penalaran Abstrak terhadap Hasil Belajar Matematika ... 83

4) Uji Homogenitas Bakat Skolastik terhadap Relasi Ruang ... 84

5) Uji Homogenitas Bakat Skolastik terhadap Penalaran Abstrak ... 84

6) Uji Homogenitas Relasi Ruang terhadap Penalaran Abstrak ... 85

3. Hasil Analisis Uji Korelasi Sederhana ... 86

a. Korelasi antara Bakat Skolastik dengan Hasil Belajar Matematika ... 86

(10)

Hasil Belajar Matematika ... 90

c. Korelasi antara Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 94

4. Hasil Analisis Uji Korelasi antara Bakat Skolastik, Relasi Ruang dan Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika ... 98

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 119

1. Hipotesis 1 ... 119

2. Hipotesis 2 ... 119

3. Hipotesis 3 ... 120

4. Hipotesis 4 ... 120

BAB V PENUTUP ... 121

A. Diskusi Hasil Penelitian ... 121

B. Kesimpulan ... 121

C. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku siswa yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan1. Gagne dan Berlin menyatakan bahwa belajar

merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman2. Proses belajar dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang berupa hasil belajar3.

Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan siswa setelah menempuh proses belajar. Hasil belajar juga diartikan sebagai perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai tujuan pembelajaran4. Selain itu diketahui bahwa hasil belajar merupakan penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbol yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh siswa atau anak dalam periode tertentu5.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa6. Faktor internal bisa dikatakan dorongan yang berasal dari diri siswa sendiri. Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi: kondisi jasmaniah, kondisi panca indera, bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif, serta emosi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan fisik, faktor lingkungan sosial dan faktor instrumen.

Clark dalam Novita menyatakan bahwa hasil belajar siswa lebih dipengaruhi oleh faktor internal dari diri siswa sendiri dibandingkan faktor eksternal, dimana 70% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh diri siswa sendiri dan 30% dipengaruhi oleh faktor

(12)

2

dari luar siswa7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor internal

siswa berpengaruh lebih besar terhadap hasil belajar daripada faktor eksternal.

Seperti yang dikemukakan di atas, faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa salah satunya adalah bakat. Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang perlu dikembangkan atau dilatih. Bakat adalah

kemampuan yang merupakan sesuatu yang melekat (inheren) dalam

diri seseorang8. Bakat peserta didik dibawa dari lahir dan terkait dengan struktur otak peserta didik.

Secara implisit Dantes menyatakan pentingnya bakat dalam mengukur keberhasilan seseorang dalam bidang tertentu. Seseorang yang berbakat dalam bidang tertentu relatif mencapai keberhasilan dalam bidang tersebut. Secara genetik struktur otak siswa sudah terbentuk dari sejak lahir, namun proses berkembangnya strukur otak tersebut ditentukan oleh proses interaksi dari diri siswa sendiri9.

Salah satu cabang bakat yang mempengaruhi hasil belajar adalah bakat diferensial. Bakat diferensial merupakan salah satu seri Tes Multipel Bakat yang paling banyak dipakai dalam bidang pendidikan dan kerja.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Helmuth Y. Bunu telah mengkaji hubungan antara Bakat Diferensial dengan prestasi belajar. Penelitian ini menjelaskan bahwa Bakat Diferensial mampu

memprediksi prestasi belajar10. Prestasi belajar sangat erat

hubungannya dengan hasil belajar, karena hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa setelah mengerjakan yang diberikan oleh guru pada saat evaluasi

7Novita Tyas Sulviana: “Hubungan Kausal antara Motivasi Internal dan Kesiapan

Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif pada Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Cawas Tahun Pelajaran 2011/ 2012” (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2012). 8 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran (Jakarata: Bumi Aksara, 2010), 7. 9 I GAN Trisna Jayantika Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd Prof. Dr. Phil. I Gusti Putu Sudiarta, M.Si, Kontribusi Bakat Numerik, Kecerdasan Spasial dan Kecerdasan Logis Matematis terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SD Negeri di Kabupaten Buleleng, 2 (2013), 3.

10Helmuth Y. Bunu: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

(13)

3

dilaksanakan11. Jadi hasil belajar merupakan bagian dari prestasi belajar.

Setiap siswa memiliki bakat yang berbeda-beda. Adapun Bakat Diferensial yang mungkin dimiliki oleh setiap siswa adalah penalaran verbal, penalaran numerik, relasi ruang, penalaran abstrak, kecepatan dan ketelitian klerikal, penalaran mekanikal,

serta penggunaan bahasa: mengeja dan tata bahasa12.

Merujuk pada referensi yang telah dipaparkan sebelumnya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara subtes Bakat Diferensial. Hal ini disebabkan karena Bakat

Diferensial mampu memprediksi hasil belajar13. Pada penelitian ini

peneliti tertarik dengan bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak sebagai subtes Bakat Diferensial.

Bakat skolastik sangat diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mata pelajaran. Anastasi mengemukakan bahwa indeks bakat skolastik berkorelasi dengan kriteria gabungan dari prestasi

akademik14. Hal ini menunjukkan bahwa jika bakat skolastik tinggi,

maka akan menggambarkan hasil belajar siswa yang tinggi pula. Relasi ruang mengungkap bagaimana baiknya seseorang dapat membayangkan atau membentuk gambar-gambar mental dari objek-objek padat dengan hanya melihat rencana-rencana di atas kertas dengan berpikir dalam tiga dimensi. Kemampuan ini akan mempermudah menangani berbagai pekerjaan dalam Matematika

umpamanya geometri15.

Bagaimana baiknya seseorang memahami ide-ide yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka merupakan penalaran abstrak. Dengan menggunakan diagram-diagram, penalaran abstrak mengungkap bagaimana seseorang dapat menalar dengan mudah dan jelas bila masalah yang diajukan dengan ukuran, bentuk, posisi, jumlah atau bentuk-bentuk non verbal dan non angka lainnya. Dalam proses belajar dan pembelajaran, penalaran

11 Roida Eva Flora Siagian, Pengaruh Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa terhadap

Prestasi Belajar Matematika, 2 (2013), 123.

12 Sugiyatno, Testing dalam Bimbingan Konseling (Yogyakarta: UNY, 2006), 96. 13 Marthen Pali, Kecerdasan dan Bakat sebagai Prediktor Prestasi Belajar Siswa dan

Kinerja Profesi (Malang: Universitas Negeri Malang, 2011), 10.

(14)

4

abstrak sangat diperlukan sebagai potensi dasar untuk menunjang pelaksanaan kegiatan akademik.

Ketiga subtes Bakat Diferensial ini masing-masing berpengaruh dengan hasil belajar, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan antara Bakat Skolastik, Relasi Ruang dan Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Adakah hubungan yang signifikan antara bakat skolastik

dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015?

2. Adakah hubungan yang signifikan antara relasi ruang dengan

hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015?

3. Adakah hubungan yang signifikan antara penalaran abstrak

degan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015?

4. Adakah hubungan yang signifikan antara bakat skolastik, relasi

ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan

antara bakat skolastik dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan

antara relasi ruang dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan

(15)

5

4. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan

antara bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti antara lain sebagai berikut:

1. Bagi siswa

a. Bagi siswa yang menjadi subyek penelitian dapat

memperoleh pengalaman dalam mengerjakan tes bakat skolastik, relasi ruang, dan penalaran abstrak.

b. Siswa dapat mengetahui bakat yang dimilikinya sebagai

penunjang pembelajaran Matematika selanjutnya.

2. Bagi Guru

a. Memacu guru agar lebih memperhatikan bakat siswa

khususnya bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak yang dapat menunjang hasil belajar Matematika siswa SMP.

b. Mengetahui hubungan bakat skolastik, relasi ruang dan

penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika siswa SMP.

3. Bagi Peneliti

a. Sebagai sarana informasi dan dasar untuk mengetahui

kebenaran yang terjadi tentang hubungan antara bakat skolastik dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

b. Sebagai sarana informasi dan dasar untuk mengetahui

kebenaran yang terjadi tentang hubungan antara relasi ruang dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

c. Sebagai sarana informasi dan dasar untuk mengetahui

kebenaran yang terjadi tentang hubungan antara penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

d. Sebagai sarana informasi dan dasar untuk mengetahui

(16)

6

belajar Matematika siswa kelas VIII semester 1 SMP Negeri 2 Turen tahun ajaran 2014-2015.

e. Dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan dalam

menghadapi masalah.

4. Bagi mahasiswa program studi Pendidikan Matematika

a. Bagi mahasiswa program studi Pendidikan Matematika

yang mempelajari dan mengkaji skripsi ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai hubungan bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika siswa SMP.

b. Dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk penulisan

karya ilmiah atau digunakan untuk kajian dalam penelitian.

5. Bagi pihak terkait dan pemegang kebijakan pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan diskusi untuk dapat meningkatkan kualitas hasil belajar Matematika siswa SMP. Pemegang kebijakan pendidikan diharapkan dapat mempertimbangkan bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak yang dimiliki oleh siswa. Karena ketiga bakat tersebut berhubungan dengan hasil belajar Matematika.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap penelitian ini, maka peneliti mendefinisikan beberapa istilah berikut ini:

1. Bakat skolastik. Bennet menyatakan bahwa bakat skolastik

adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata pelajaran-mata pelajaran persiapan akademik16. Menurut Anastasi, kombinasi skor kemampuan dari penalaran verbal dan penalaran numerikal merupakan prediktor yang baik tentang bakat skolastik, yaitu kemampuan khusus untuk menyelesaikan

tugas-tugas dalam mata pelajaran-mata pelajaran akademik17.

2. Relasi ruang. Relasi ruang adalah kemampuan untuk

memvisualisasi, mengamati atau membayangkan bentuk

16 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

Kelompok Mata Pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Siswa SMU Negeri Se Kota Palangka Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 23.

(17)

7

gambaran-gambaran mental dari obyek-obyek dasar 2 dimensi

ke dalam wujud bangun 3 dimensi18.

3. Penalaran abstrak. Penalaran abstrak adalah kemampuan untuk

mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka. Seberapa mudah seseorang memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-angka yang dapat memberi

petunjuk-petunjuk pemecahannya19.

4. Hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti20.

F. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Negeri 2 Turen kelas VIII B dan VIII G. Untuk variabel hasil belajar Matematika materi

yang diteskan adalah “Gradien Persamaan Garis Lurus”.

G. Sistematika Pembahasan

Agar lebih memudahkan pembahasan pada skripsi ini, penulis mengatur secara sistematis penulisan ini. Untuk menghindari kerancuan pembahasan, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan yang merupakan landasan awal penelitian, meliputi: latar belakang masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi

operasional, batasan masalah, serta sistematika

pembahasan.

Bab II : Kajian teori yang meliputi: hasil belajar Matematika, bakat, tes bakat, serta hubungan antara bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dengan hasil belajar Matematika.

18 Helmuth Y. Bunu Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

Kelompok Mata Pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Siswa SMU Negeri Se Kota Palangka Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 28.

19 Ibid, halaman 24.

(18)

8

Bab III : Metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian,

rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, hipotesis penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas dan uji reliabilitas Instrumen penelitian, uji prasyarat dan analisis korelasi.

Bab IV : Hasil dan pembahasan yang meliputi: Hasil penelitian

uji coba instrumen, hasil penelitian eksperimen dan pembahasan hasil penelitian

Bab V : Penutup yang meliputi: diskusi hasil penelitian,

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar Matematika 1. Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil (product) merupakan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan

berubahnya input secara fungsional21. Sedangkan belajar adalah

tahapan perubahan seluruh tingkah laku siswa yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif22. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perolehan akibat tahapan perubahan seluruh tingkah laku siswa yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

Adapun pendapat tentang definisi hasil belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut: (a) Menurut Asep Jihad hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai tujuan

pembelajaran23, (b) Menurut Purwanto hasil belajar merupakan

perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik, tergantung dari tujuan pengajarannya24, (c)

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata hasil belajar merupakan realisasi potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Pengusaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan

pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik25.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses belajar atau setelah mengalami interaksi

21 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 44. 22 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 64. 23 Asep Jihad, Evaluasi Pemberlajaran (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2009), 14. 24 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 44.

(20)

10

dengan lingkungannya guna memperoleh ilmu pengetahuan dan akan menimbulkan perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar Matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari Matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya26.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Matematika merupakan tolak ukur yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran Matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar Matematika yang dicapai oleh siswa

merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang

mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) siswa:

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik maupun mental atau psikis. Faktor internal ini meliputi kondisi jasmani dan rohani siswa. Adapun faktor internal adalah sebagai berikut27:

1) Aspek Fisiologis

Aspek fisiologis pada umumnya sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Aspek fisiologis meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indera. Anak yang segar

26 Sita Dwi Jayanti, Skripsi: “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Block Dienes terhadap

Hasil Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Perkalian dan Pembagian

(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014), 18.

(21)

11

jasmaninya akan lebih mudah dalam proses

belajarnya.

Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak yang kurang gizi mudah lelah, mudah mengantuk dan tidak mudah menerima pelajaran.

2) Aspek Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Faktor-faktor psikologis meliputi28:

a) Bakat

Bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial

yang dimiliki seseorang untuk mencapai

keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan sebagai kemampuan siswa untuk

melakukan tugas tertentu tanpa banyak

bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.

b) Minat

Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat (interest) berarti keinginan yang

besar terhadap sesuatu. Minat dapat

mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap Matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut memungkinkan siswa akan belajar lebih giat dan akhirnya mendapatkan hasil belajar yang diinginkan.

(22)

12

c) Kecerdasan

Menurut Reber dalam Ufi, kecerdasan (intelegensi) merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat29. Kecerdasan yang dimiliki siswa mempengaruhi belajarnya. Semakin siswa itu mempunyai tingkat

kecerdasan tinggi, maka belajar yang

dilakukannya akan semakin mudah dan cepat. Sebaliknya semakin siswa itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka belajarnya akan lambat dan mengalami kesulitan belajar.

d) Motivasi

Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu30.

e) Emosi

Emosi merupakan kondisi psikologi atau ilmu jiwa siswa untuk melakukan kegiatan, yaitu kegiatan belajar. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara lain: perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain31.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain32. Faktor-faktor ini meliputi:

29 Ufi Azmiyah, Skripsi:Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode PQ4R

Berdasarkan Gaya Belajar Siswa” (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011).

30 M. Ngalim Purwanto, Psikolgi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 71. 31 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/01/penilaian-hasil-belajar, diakses 19 Agustus 2014.

(23)

13

1) Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya keadaan

suhu, kelembaban udara dan sebagainya33. Siswa akan

belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Sehingga kenyamanan belajar cenderung pada pagi hari . Begitu pula di lingkungan kelas, suhu dan udara harus diperhatikan agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu panas tidak akan maksimal.

Lingkungan sosial baik yang berwujud maupun hal-hal lainnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Begitu pula dengan anak didik, mereka tidak akan terlepas dari interaksi sosial. Sebagai contoh, interaksi

di sekolah, baik sesama teman, guru dan sebagainya34.

2) Faktor Instrumen

Faktor instrumen merupakan faktor yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan seperti: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana (media pembelajaran), serta guru

35. Faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumen ini dapat berupa kurikulum, program, sarana dan fasilitas, serta

guru36. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a) Kurikulum

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum belajar mengajar tidak dapat

33 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), 31. 34 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hal. 178.

35 Ayu Dwi P., Skripsi: Hubungan antara IQ dan Intellegence Ganda (Multiple

Intellegence) dengan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Kesebangunan kelas IX SMP Baitus Salam”(Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel, 2001).

(24)

14

berlangsung, sebab materi apa yang harus guru

sampaikan dalam pembelajaran harus

direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan

tersebut termasuk dalam kurikulum, yang mana seorang guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum ke dalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya. Sehingga dapat diukur dan diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang dilaksanakan.

Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar siswa. Misalkan,

jumlah tatap muka, metode, media dan

sebagainya harus dilakukan sesuai kurikulum37.

b) Program

Setiap sekolah mempunyai program

pendidikan yang disusun untuk dijalankan untuk kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang. Perbedaan kualitas

program pun akan membedakan kualitas

pengajaran38.

Salah satu program yang dipandang harus dilakukan adalah program bimbingan dan penyuluhan, karena program ini mempunyai andil besar dalam keberhasilan belajar anak di sekolah. Karena tidak sedikit anak yang mengalami kesulitan atau permasalahan dalam belajar. Dengan program bimbingan dan penyuluhan inilah anak didik akan bisa memecahkan apa yang menjadi permasalahannya.

Program pengajaran yang dibuat tidak hanya berguna bagi guru, tetapi juga bagi siswa. Bagi guru dapat menyeleksi perbuatan sendiri dan kata-kata atau kalimat yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Bagi siswa dapat memilih bahan pelajaran atau kegiatan yang

(25)

15

menunjang ke arah penguasaan materi seefektif dan seefisien mungkin39.

c) Sarana dan Fasilitas

Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jumlah ruang kelaspun harus menyesuaikan pada siswa. Karena jika siswa lebih banyak dari pada jumlah kelas dan kapasitasnya, akan terjadi banyak masalah, yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa40.

Selain sarana, fasilitas pun tidak boleh

diabaikan, misalnya perpustakaan. Lengkap

tidaknya buku di sekolah akan menentukan hasil belajar anak didik. Selain itu fasilitas yang digunakan guru dalam mengajar pun harus diperhatikan, misalkan media atau alat peraga

karena ini akan mempermudah dalam

pembelajaran41.

d) Guru

Guru adalah unsur manusiawi dalam

pendidikan, maka kehadiran guru mutlak di

dalamnya. Jika hanya ada siswa, tanpa

keberadaan guru, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jangankan tanpa guru, kekurangan guru juga akan menjadi masalah42.

Tetapi juga harus diperhatikan guru yang seperti apa yang dapat menyukseskan belajar mengajar pada siswa. Karena guru harus memiliki pengetahuan tinggi, profesional, paham mengenai psikologi siswanya. Karena guru yang berkualitas akan menentukan kualitas siswa didiknya.

(26)

16

B. Bakat

1. Pengertian Bakat

Istilah bakat dalam bahasa Inggris adalah aptitude, disebut juga talent. Suatu bakat adalah suatu konsistensi karakteristik yang menunjukkan kapasitas seseorang untuk menguasai suatu pengetahuan khusus (dengan latihan) keterampilan, atau serangkaian respon yang terorganisir43.

Dalam rumusan yang mudah dan komunikatif, bakat adalah kemampuan yang lebih menonjol atau istimewa

daripada yang lain.44 Misalnya, seorang yang mempunyai bakat

Bahasa Inggris, maka ia senang bahasa tersebut. Sangat cepat dan mudah mempelajarinya, sehingga cakap berbahasa Inggris baik secara lisan maupun tertulis. Pada waktu sekolah, pelajaran bahasa Inggrisnya bernilai tinggi.

Seorang anak dikatakan berbakat Matematika, maka anak tersebut juga mudah dan cepat dalam belajar Matematika. Kemudian anak tadi juga pandai memecahkan masalah-masalah Matematika. Prestasi nilai dalam raport atau ujian Matematika menduduki posisi nilai yang tinggi, misalnya 90, 95 atau 100 (dalam rentangan 0-100). Jadi prestasi belajar Matematika tersebut menonjol atau istimewa, jauh melampaui prestasi mata pelajaran lainnya. Maka jika nilai Matematika hanya antara 70-90, belum dapat dikatakan berbakat Matematika.

Demikian juga pada bakat-bakat lainnya, kualitasnya semacam bakat Matematika tersebut di atas. Bakat-bakat kelihatan menonjol, baik secara intelektual maupun secara praktikal. Artinya dalam teori dan praktik menduduki posisi kualitas yang tinggi.

Sesuai dengan prinsip perbedaan individual, maka tiap-tiap hal itu akan mempunyai bakat sendiri-sendiri45. Karena tiap individu mempunyai kodrat sendiri-sendiri, maka bakat akan merupakan pembawaan, sebab setiap orang mempunyai pembawaan sendiri-sendiri, mempunyai kodrat atau nativus sendiri-sendiri.

43 Ki Fudayartanta, Tes Bakat dan Perskalaan Kecerdasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 1.

(27)

17

Ada beberapa pendapat ahli tentang pengertian bakat.

Menurut Freeman menyatakan An aptitude is a combination

characteristics indicative an individual’s capacity to acquire (with training) some specific knowledge, skill or set of organized responses, such as the ability to speak a language, to become a musician, to do mechanical work. Suatu bakat adalah sebuah kombinasi dari serangkaian karakteristik kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respon tertentu, seperti kemampuan berbicara,

bermain musik, pekerjaan terkait mekanik46.

Branca berpendapat bahwa An aptitude is an ability that is

regarded as an indication of how well individual can learn with training and practice, some particular skill or knowledge. Bakat adalah kemampuan yang dihubungkan dengan seberapa baik seseorang dapat belajar dan berlatih beberapa pengetahuan dan keterampilan tertentu47.

Menurut Bingham dalam Sumadi Suryabrata

menitikberatkan bakat pada segi apa yang dilakukan oleh individu, setelah individu mendapatkan latihan48.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bakat (aptitude) merupakan

kemampuan yang lebih menonjol atau istimewa dalam diri seseorang yang membuatnya lebih cepat dan senang dalam

mempelajari sesuatu. Untuk mengetahui bakat (aptitude) siswa

banyak jenis tes bakat yang dapat digunakan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat

Bakat berkembang sebagai hasil interaksi dari faktor yang bersumber dari dalam diri individu dan dari lingkungannya. Apabila kedua faktor tersebut bersifat saling mendukung, maka bakat yang ada akan dapat berkembang secara optimal.

Faktor yang bersumber dari diri individu yang

mempengaruhi perkembangan bakat, antara lain:

a. Kemampuan atau potensi individu yang dibawa sejak lahir.

Faktor bawaan akan sangat menentukan pembentukan dan perkembangan bakat seseorang. Lingkungan tidak akan

46 Ibid, halaman 3. 47 Ibid, halaman 3.

(28)

18

dapat merubah bentuk manusia melebihi batas kemampuan yang dimiliki manusia.

b. Minat individu yang bersangkutan. Suatu bakat tertentu

tidak akan berkembang dengan baik apabila tidak disertai minat yang cukup tinggi terhadap bidang atau hal yang sesuai dengan bakat tersebut.

c. Motivasi yang dimiliki individu. Suatu bakat akan menjadi

kurang berkembang atau tidak akan menonjol bila kurang disertai oleh adanya motivasi yang cukup tinggi untuk mengaktualisasikannya, karena motivasi berhubungan erat dengan daya juang seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

d. Nilai hidup yang dimiliki individu. Yang dimaksud dengan

nilai hidup di sini adalah bagaimana cara seseorang memberi arti terhadap sesuatu di dalam hidupnya.

e. Kepribadian individu. Faktor kepribadian ini sangat

memegang peranan bagi perkembangan bakat seseorang misal konsep diri, rasa percaya diri, keuletan atau keteguhan dalam berusaha, kesediaan untuk menerima kritik dan saran demi untuk meraih sukses yang tinggi. f. Maturity (kematangan). Bakat tertentu akan berkembang

dengan baik apabila sudah mendekati atau menginjak masa pekanya. Suatu hal yang sulit adalah dalam menentukan kapankah saatnya (pada usia berapakah) suatu kemampuan atau bakat tertentu sudah matang untuk dikembangkan atau dilatih, karena untuk masing-masing kemampuan dan untuk setiap orang kematangannya belum tentu atau tidak selalu sama.

Bakat seseorang dapat diukur dengan tes bakat. Maka tes bakat adalah tes yang dirancang untuk mengukur kemampuan potensial seseorang dalam suatu jenis aktivitas dispesialisasikan dan dalam rentangan tertentu. Dalam pengertian tes bakat ini, Freeman

mengatakan bahwa: “An aptitude test, therefore, is one designed to measure a person’s potential ability in an activity of a specialized kind and within a restricted range” 49.

(29)

19

C. Tes Bakat

1. Pengertian Tes Bakat

Tes bakat adalah tes yang dirancang untuk mengukur kemampuan potensial seseorang dalam suatu jenis aktivitas dispesialisasikan dan dalam rentangan tertentu. Dalam

pengertian tes bakat ini, Freeman mengatakan bahwa: “An aptitude test, therefore, is one designed to measure a person’s potential ability in an activity of a specialized kind and within a restricted range” 50.

Dasar dari tes bakat adalah membandingkan profil nilai seseorang dengan profil nilai orang lain yang dianggap berkemampuan tinggi mengenai bidang tertentu. Dengan cara menyimpulkan kekuatan atau kelemahannya, maka dapat terukur kadar bakat yang dimiliki oleh seseorang.

2. Pengelompokan Tes Bakat

Secara garis besar tes bakat dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu51:

a. Special Aptitude Test

Special Aptitude Test atau Single Aptitude Test atau tes bakat khusus, yakni tes yang hanya mengukur satu bakat khusus tertentu. Sebagai contoh, yaitu Musical Aptitude Test, Artistical Aptitude Test, Clerical Aptitude Test dan

Mathematical Aptitude Test

.

b. Multiple Aptitude Batteries

Multiple Aptitude Batteries yaitu tes bakat yang

mengukur bermacam-macam kemampuan, seperti

pengertian bahasa, kemampuan angka-angka, penglihatan keruangan, penalaran dalam berhitung, kecepatan dan ketepatan dalam persepsi. Dari hasil tes dapat dilihat kemampuan, kekuatan dan kelemahan seseorang yang masing-masing dinyatakan dalam angka-angka tersendiri, hasilnya adalah berupa profil angka-angka. Berbeda

50 Ibid, halaman 5.

(30)

20

dengan tes intelegensi umum dimana semua aspek intelegensi keluar sebagai satu angka yaitu IQ. Tes ini termasuk tes bakat yang sudah cukup lama dipakai, yaitu sejak perang dunia I. Yang termasuk jenis kelompok tes

ini, yaitu Differential Aptitude Test (DAT) atau Tes Bakat

Diferensial, General Aptitude Test Batteries (GATB) dan

Flanagan Aptitude Classification Test (FACT).

Berikut ini akan diuraikan Tes Bakat Diferensial yang

merupakan bagian dari Multiple Aptitude Batteries.

Selanjutnya akan diperjelas juga mengenai 3 subtes bakat diferensial yang diambil dalam penelitian ini.

1) Pengertian Tes Bakat Diferensial

Nama asli dari Tes Bakat Diferensial adalah

Differential Aptitude Tests (DAT)52. Tes Bakat Diferensial merupakan salah satu seri Tes Multipel Bakat yang paling banyak dipakai dalam bidang pendidikan dan kerja.

Tes Bakat Diferensial ini berbeda dengan tes intelegensi umum, juga berbeda dengan tes hasil belajar. Walaupun tes hasil belajar juga dirancang untuk mengukur kualitas dan kuantitas belajar dalam mata pelajaran tertentu sesudah anak mengalami proses pengajaran dalam periode tertentu.

Tes Bakat Diferensial dirancang untuk

dipergunakan dalam konseling pendidikan bagi anak usia SMP dan SMA. Penyusunnya adalah Bennet, Seashore dan Wesman pada tahun 1947, yang dikembangkan di Indonesia dengan nama Tes Bakat Diferensial.

(31)

21

2) Uraian Tes Bakat Diferensial

[image:31.420.88.372.98.486.2]

Anastasi menguraikan penggunaan istilah subtes dari Tes Bakat Diferensial dalam tabel berikut53:

Tabel 2.1

Penggunaan Istilah Subtes Bakat Diferensial oleh Anastasi

No. Istilah dari Anastasi Pengertian dalam bahasa

Indonesia 1. Verbal reasoning penalaran verbal 2. Numerical

reasoning

penalaran numerik

3. Abstract reasoning penalaran abstrak 4. Perceptual speed

and accuracy

ketepatan dan kecepatan persepsi

5. Mechanical reasoning

penalaran mekanik

6. Space relations relasi ruang 7. Spelling mengeja

8. Language Usage penggunaan bahasa 9. Scholastic Aptitude bakat skolastik

Tes bakat skolastik diperoleh dari tes penalaran verbal dan tes penalaran numerik54.

Sedangkan Bennet mengemukakan subtes

Differential Aptitude Test dalam tabel berikut55:

Tabel 2.2

Penggunaan Istilah Subtes Bakat Diferensial oleh Bennet

No. Istilah dari Bennet Pengertian dalam bahasa

Indonesia 1. Verbal reasoning penalaran verbal 2. Numerical ability kemampuan numerik

53 Anne Anastasi, Psychological Testing, Seventh Edition (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 1997), 110.

54 Ibid, halaman 110.

(32)

22

No. Istilah dari Bennet Pengertian dalam bahasa

Indonesia 3. Abstract reasoning penalaran abstrak 4. Clerical speed and

accuracy

kecepatan dan ketelitian klerikal

5. Mechanical reasoning

penalaran mekanik

6. Space relations relasi ruang 7. Language usage I pemakaian bahasa I 8. Language usage II pemakaian bahasa II

Semua subtes Bakat Diferensial di atas, kecuali

subtes ketepatan dan kecepatan persepsi adalah power

test, sedangkan subtes kecepatan dan ketelitian

klerikal sesuai dengan namanya adalah speed test56. Dari perbedaan istilah subtes yang dikemukakan Anastasi dan Bennet, dapat dilihat bahwa masih belum ada kesepakatan penegasan istilah dari para ahli mengenai penamaan dari subtes Tes Bakat Diferensial. Untuk memberikan kesepakatan istilah dalam subtes bakat, maka dalam penelitian ini menggunakan istilah yang dipakai oleh Anastasi.

Dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih mendetail mengenai tes bakat skolastik, tes relasi ruang dan tes penalaran abstrak.

a) Tes Bakat Skolastik (Scholastic Aptitude Test)

Seberapa baik seseorang mempunyai

kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata pelajaran-mata pelajaran persiapan akademik dan sejenis itu? Kombinasi skor

kemampuan dari penalaran verbal dan

kemampuan numerikal merupakan prediktor yang

baik tentang kemampuan skolastik, yaitu

kemampuan khusus untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mata pelajaran-mata pelajaran

56 Marthen Pali, Kecerdasan dan Bakat sebagai Prediktor Prestasi Belajar Siswa dan

(33)

23

akademik57. Oleh karena itu gabungan kedua

subtes tersebut dikenal pula sebagai bakat skolastik58.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes bakat skolastik adalah gabungan antara penalaran verbal dan penalaran numerik. Kombinasi skor kedua kemampuan tersebut akan menjadi prediktor yang baik bagi bakat skolastik seseorang, yaitu kemampuan khusus untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.

i) Tes Penalaran Verbal (Verbal Reasoning Test)

Para ahli juga berbeda pendapat

mengenai pemberian istilah pada verbal

reasoning. Verbal reasoning atau penalaran verbal disebut dengan istilah analogi verbal oleh Dewa Ketut Sukardi dan Dwi Sunar Prasetyono menyebutkan istilah tersebut tetap

sebagai penalaran verbal59. Sedangkan dalam

jurnal penelitian psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya yang diterbitkan pada bulan April tahun 2011, penalaran verbal disebut dengan

istilah kemampuan berpikir verbal60.

Sedangkan Helmuth Y. Bunu menyebutkan penalaran verbal dengan istilah berpikir verbal61. Pada penelitian ini akan digunakan istilah penalaran verbal.

57 Bennett - G.K,Seashore, H.G - Wesman,A.G, Technical Manual Differential Aptitude

Test (5th edition) (San Antonio, TX :The Psychological Corporation, 1992).

58 Anne Anastasi, Psychological Testing Seventh Edition (New Jersey: Upper Saddle River, 1997), 290.

59 Dwi Sunar Prasetyono, Kitab Super Lengkap Psikotes (Jogjakarta: FlashBooks, 2013), 16.

60 Hartono, Prediktor Skor Tes Kemampuan Berpikir Verbal, Numerikal dan Abstrak

terhadap Kriteria Prestasi Akademik Mahasiswa”, 2:1, (2011), 112.

61 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

(34)

24

Penalaran verbal adalah kemampuan yang menjelaskan seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan

memecahkan masalah-masalah yang

dinyatakan dalam bentuk kata-kata62. Penalaran verbal penting sekali dalam kegiatan pengajaran baik yang bersifat akademik maupun yang tidak bersifat

akademik. Jika kita terpaksa hanya

mempunyai kesempatan untuk dapat

mengetahui atau mengukur suatu kemampuan khusus atau bakat saja, maka penalaran verbal ini merupakan prediktor yang paling baik tentang seberapa baik seseorang dapat

menelesaikan tugas-tugas di sekolah,

terutama yang bersifat akademik63.

Menurut Dwi Sunar Prasetyono, tes penalaran verbal digunakan untuk menguji

kemampuan siswa dalam kecakapan,

keterampilan, kecepatan dan kebenaran mengolah kata atau untuk melihat bagaimana pemikiran siswa dalam menggunakan kata-kata64.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes penalaran verbal adalah tes yang dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.

62 Bennett - G.K,Seashore, H.G - Wesman,A.G, Technical Manual Differential Aptitude

Test (5th edition) (San Antonio, TX :The Psychological Corporation, 1992).

(35)

25

[image:35.420.90.370.116.464.2]

Berlandaskan pemaparan Dwi Sunar Prasetyono, tes penalaran verbal dapat diungkapkan berdasarkan ciri-ciri sebagai dalam tabel berikut65:

Tabel 2.3

Ciri-ciri Tes Penalaran Verbal

No. Ciri-ciri Tes Penalaran Verbal

1. Mampu menentukan persamaan kata

(sinonim)

2. Mampu menentukan lawan kata

(antonim)

3. Mampu membedakan kata

4. Mampu menentukan padanan hubungan

kata (analogi)

ii) Tes Penalaran Numerik (Numerical Reasoning Test)

Terdapat perbedaan pendapat mengenai

pemberian istilah pada subtes bakat

diferensial ini oleh para ahli. Numerical

reasoning atau penalaran numerik disebut dengan istilah kemampuan angka oleh Dewa Ketut Sukardi dan Dwi Sunar Prasetyono. Sedangkan dalam jurnal penelitian psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya yang diterbitkan

pada bulan April tahun 2011, numerical

reasoning disebut dengan istilah kemampuan berpikir numerikal66. Istilah lain yang dipakai

oleh Nur’aeni menyebutkan numerical reasoning dengan istilah numerical ability

atau kemampuan aritmatik67. Sedangkan

Helmuth Y. Bunu menyebutkan numerical

reasoning dengan istilah kemampuan

65 Ibid, halaman 13-19.

66 Hartono, Prediktor Skor Tes Kemampuan Berpikir Verbal, Numerikal dan Abstrak

terhadap Kriteria Prestasi Akademik Mahasiswa”, 2:1, (April, 2011), 112.

(36)

26

numerikal68. Untuk mempermudah

penggunaan istilah, dalam penelitian ini digunakan istilah tes penalaran numerik.

Menurut Bennett dalam Helmuth

penalaran numerik adalah kemampuan

seseorang untuk dapat mengerti ide-ide dan

konsep-konsep yang dinyatakan dalam

bentuk angka-angka. Seberapa mudah

seseorang dapat berpikir dan memecahkan

masalah-masalah dengan angka-angka69.

Menurut Dwi Sunar Prasetyono tes penalaran numerik adalah tes yang digunakan

untuk menentukan kemampuan dasar

berhitung siswa , menguji kecepatan,

konsistensi dan akurasi menjawab soal dalam bentuk bilangan-bilangan70.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes penalaran numerik adalah tes yang dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Penalaran numerik penting terutama bagi mata pelajaran di sekolah lanjutan seperti Matematika, Ilmu Alam dan Ilmu Kimia. Siswa-siswa yang memperoleh skor tinggi dalam penalaran numerik ini mungkin juga akan bekerja dengan baik dalam berhitung dan juga mengukur kemampuan yang

68 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

Kelompok Mata Pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Siswa SMU Negeri Se Kota Palangka Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 21.

69 Ibid, halaman 21.

(37)

27

diperlukan di kantor-kantor dagang,

perusahaan-perusahaan dan toko-toko yang

pekerjaannya memerlukan hitung

menghitung yang berhubungan dengan

angka-angka.

Skor dalam tes ini, pada derajat tertentu

diharapkan dapat memprediksikan

keberhasilan hampir dalam semua mata pelajaran di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Penalaran numerik adalah salah satu elemen dari keseluruhan kemampuan untuk

menguasai tugas-tugas akademik71.

Berlandaskan teori Dwi Sunar

Prasetyono, tes penalaran numerik dapat diungkapkan berdasarkan ciri-ciri pada tabel berikut72:

Tabel 2.4

Ciri-ciri Tes Penalaran Numerik

No. Ciri-ciri Tes Penalaran Numerik

1. Mampu melakukan penjumlahan

2. Mampu melakukan pengurangan

3. Mampu melakukan pembagian

4. Mampu melakukan perkalian

5. Mampu melakukan perhitungan sederhana

b) Tes Relasi Ruang (Space Relations Test)

Menurut Bennett dalam Helmuth, relasi ruang mengukur seberapa baik seseorang dapat memvisualisasi, mengamati atau membentuk gambaran-gambaran mental dari obyek-obyek dengan jalan melihat pada pola dua dimensi. Seberapa baik seseorang dapat berpikir dalam tiga dimensi73.

71 Anne Anastasi, Tes Psikologi edisi ke-7 (Jakarta: PT. Indeks, 2007), 318. 72 Dwi Sunar Prasetyono, Op. Cit., hal. 30-31.

73 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

[image:37.420.90.370.56.491.2]
(38)

28

Kemampuan relasi ruang adalah kemampuan

untuk memvisualisasi, mengamati,

membayangkan bentuk dan permukaan suatu obyek sebelum obyek itu terbentuk dalam wujud tiga dimensi. Hanya dengan jalan melihat

gambar-gambar yang dapat dipergunakan sebagai

petunjuk dalam membentuknya menjadi

bangunan tiga dimensi. Kemampuan ini mungkin menyebabkan orang lebih mudah mengerjakan beberapa jenis tugas Matematika, misalnya geometri.

Menurut Dewa Ketut Sukardi tes relasi ruang adalah tes yang mengungkap benda yang konkret melalui visualisasi. Tes relasi ruang dapat mengungkapkan bagaimana seseorang dapat membayangkan atau membentuk gambar-gambar mental dari objek-objek padat dengan hanya melihat rencana-rencana di atas kertas yang rata dan bagaimana baiknya seseorang berpikir dalam tiga dimensi74.

Jadi tes relasi ruang dalam hal ini mengungkap yang berhubungan dengan benda-benda yang konkret melalui visualisasi. Tes

kemampuan relasi ruang mengungkapkan

kemampuan seseorang untuk melihat,

membayangkan bentuk-bentuk dan permukaan suatu obyek yang telah selesai sebelum dibangun dengan hanya melihat gambar-gambar yang akan digunakan sebagai penuntun bangunan itu. Kemampuan ini akan mempermudah menangani berbagai pekerjaan dalam geometri.

Berdasarkan teori Dewa Ketut, tes relasi ruang dapat diungkapkan berdasarkan ciri-ciri pada tabel berikut75:

Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 28.
(39)

29

Tabel 2.5

Ciri-ciri Tes Relasi Ruang

No. Ciri-ciri Tes Relasi Ruang

1. Mampu menentukan dengan tepat bangun dari

jaring-jaring yang tersedia

2. Mampu menentukan dengan tepat jaring-jaring

bangun dari bangun yang telah tersedia

Bagi seseorang yang lemah dalam

kemampuan relasi ruangnya, suatu pola atau desain arsitektur tentang sebuah rumah, jembatan atau mesin mungkin dilihatnya hanya sebagai beberapa gambar datar yang tidak bermakna. Sebaliknya, bagaimana bagi seseorang yang tinggi kemampuan relasi ruangnya? Orang seperti itu dapat melihat pola yang sama tersebut di atas sebagai bakal rumah, jembatan atau mesin yang mudah diselesaikan. Mungkin ia secara psikis dapat berjalan berkeliling struktur bangunan itu dan mampu melihatnya dari bermacam-macam segi.

c) Tes Penalaran Abstrak (Abstract Reasoning Test)

Seperti halnya dengan tes bakat skolastik dan tes relasi ruang, terdapat perbedaan pendapat

mengenai pemberian istilah pada abstract

reasoning test ini oleh para ahli. Abstract reasoning atau penalaran abstrak disebut dengan istilah penalaran abstrak oleh Dewa Ketut Sukardi dan Dwi Sunar Prasetyono. Sedangkan dalam jurnal penelitian psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya yang diterbitkan pada bulan April tahun 2011, abstrak reasoning disebut dengan istilah kemampuan berpikir abstrak. Istilah lain yang

[image:39.420.95.369.55.535.2]
(40)

30

abstract reasoning dengan istilah berpikir

abstrak76. Untuk mempermudah penggunaan

istilah, dalam penelitian ini digunakan istilah tes penalaran abstrak.

Dewa Ketut Sukardi memberikan pengertian pada tes penalaran abstrak ini sebagai suatu tes yang mengungkapkan kemampuan penalaran seseorang untuk memahami ide-ide yang tidak

dinyatakan dengan kata-kata atau angka-angka77.

Menurut Bennett dalam Helmuth penalaran abstrak mengukur seberapa baik seseorang mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka. Seberapa mudah seseorang memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-angka yang dapat memberi

petunjuk-petunjuk pemecahannya78.

Menurut Endah, penalaran abstrak adalah kemampuan seseorang untuk berpikir logis

dengan menggunakan simbol-simbol79. Paul

Newton menyatakan bahwa abstract reasoning

assesses your ability to understand complex concepts and assimilate new information outside of your previous experience. Abstract reasoning tests on the other hand, seem to consist of questions which have little or no application in the real world. Penalaran abstrak menilai terhadap kemampuan untuk memahami konsep yang

76 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

Kelompok Mata Pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Siswa SMU Negeri Se Kota Palangka Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 24.

77 Dewa Ketut Sukardi, Tes Bakat Karier Anda (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997), 33. 78 Helmuth Y. Bunu, Tesis: “Hubungan Bakat Diferensial dengan Prestasi Belajar dalam

Kelompok Mata Pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Siswa SMU Negeri Se Kota Palangka Raya” (Malang: Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2003), 24

79 Endah Dwi Yuniyanti - Widha Sunarno - Haryono, Pembelajaran Kimia Menggunakan

(41)

31

kompleks dan membuatnya menjadi informasi yang baru yang tidak berasal dari pengalaman yang lalu. Di lain pihak, tes penalaran abstrak berisi pertanyaan yang mana hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali untuk

aplikasi dalam dunia yang sebenarnya80.

Pertanyaan mengandung item yang mana

mengharuskan orang yang dites mengenal pola

dan persamaan antara bentuk dan simbol81.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes penalaran abstrak adalah tes yang mengukur seberapa baik seseorang mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka akan tetapi hanya dinyatakan

dalam diagram-diagram, simbol-simbol,

blue-print.

Rangkaian dalam soal tes ini disajikan dalam masing-masing persoalan yang memerlukan persepsi pengoperasian prinsip dalam mengubah diagram-diagram. Misalnya seseorang tersebut harus menemukan asas-asas atau prinsip-prinsip yang menentukan perubahan gambar-gambar dan

memberikan tanda-tanda yang dipahaminya

dengan menunjukkan atau menandai diagram-diagram yang diikuti secara logis.

Dengan menggunakan diagram-diagram,

pola-pola atau blue-print, penalaran abstrak

adalah kemampuan yang dapat memecahkan

masalah-masalah jika masalah-masalah itu

disajikan dalam arti ukurannya, bentuknya, posisinya, besarnya atau warna yang tidak bersifat verbal atau numerikal.

Seorang montir yang mencari sebab-sebab kerusakan, seorang ahli ilmu kimia, ahli ilmu alam atau ahli biologi yang menyelidiki suatu

80 Paul Newton, Psychometric Success-Abstract Reasoning, www.psychometric-success.com, diunduh pada tanggal 11 Oktober 2014 (2009), 2.

(42)

32

proses alamiah yang pelik, seorang ahli teknik, semuanya memerlukan kemampuan berpikir

abstrak. Mengerjakan sesuatu yang

mempersyaratkan penggunaan prosedur kerja yang logis juga memerlukan kemampuan ini.

[image:42.420.63.357.66.442.2]

Penalaran abstrak menggunakan diagram-diagram, simbol-simbol atau bentuk selain daripada kata-kata atau angka-angka. Berdasarkan teori Paul Newton, tes penalaran abstrak dapat diungkapkan berdasarkan ciri-ciri dalam tabel berikut82:

Tabel 2.6

Ciri-ciri Tes Penalaran Abstrak

No. Ciri-ciri Tes Penalaran Abstrak

1. Mampu menentukan bentuk simbol

2. Mampu menentukan ukuran simbol

3. Mampu menentukan warna simbol

4. Mampu menentukan pola simbol

D. Hubungan antara Bakat Skolastik, Relasi Ruang dan Penalaran Abstrak dengan Hasil Belajar Matematika

Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan bakat skolastik, relasi ruang dan penalaran abstrak dalam kaitannya dengan prestasi belajar Matematika siswa. Salah satunya adalah penelitian yang dilaksanakan Helmuth Y. Bunu pada tahun 2003 di Palangka Raya. Dalam hasil penelitiannya, Helmuth Y. Bunu

menyatakan bahwa “bakat siswa jurusan IPA cenderung sedang

pada bidang berpikir abstrak, kemampuan relasi ruang, kemampuan numerikal, kemampuan skolastik dan kemampuan mekanik. Ada

hubungan yang signifikan antara kemampuan numerikal,

kemampuan skolastik, kemampuan berpikir abstrak, kemampuan

(43)

33

mekanik

Gambar

Tabel 2.1 Penggunaan Istilah Subtes Bakat Diferensial oleh
 Tabel 2.3
  Tabel 2.4 Ciri-ciri Tes Penalaran Numerik
  Tabel 2.5 Ciri-ciri Tes Relasi Ruang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prestasi akademik adalah istilah yang menunjukkan derajat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan belajar, Setelah melakukan proses belajar dari suatu program yang

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar menurut Uno (2008), menyatakan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa

Prijodarminto (1994: 249) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa dan faktor

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa menurut (Herry, 2015) diantaranya 1) Persepsi siswa terhadap pelajaran, 2) Kondisi fisik dan psikis siswa, 3)

Ada berbagai macam bentuk kepribadian siswa, bakat yang umum, pengetahuan akan suatu objek, dan banyak faktor yang lain; metode yang efektif memungkinkan siswa untuk mengalami

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa rendah yaitu faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi

Terdapat hubungan positif yang cukup tinggi antara kelengkapan sumber belajar yang dimiliki siswa dirumah dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi

Tanpa ada maksud untuk mengabaikan faktor-faktor yang sudah dianggap penting dan mempengaruhi hasil belajar siswa, penelitian ini akan “lebih” memperhatikan pada