• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhubungan & LLAJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perhubungan & LLAJ"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR

: KP 414 Tahun 2013

(2)
(3)
(4)
(5)

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR

: KP 414 Tahun 2013

(6)

i

LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG

PENETAPAN RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL

Nomor : KP 414 Tahun 2013

Tanggal : 17 April 2013

DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN

... 1

BAB 2: KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL

... 4

2.1 KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL

... 5

2.2 STRATEGI IMPLEMENTASI

... 6

2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif ... 6

2.2.2 Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja ... 6

2.2.3 Pengaturan Tarif ... 6

2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan ... 7

2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan ... 7

2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif . 7 2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif ... 7

BAB 3: PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA

... 9

3.1 LATAR BELAKANG

... 9

3.2 PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN BERDASARKAN SKENARIO DASAR (BASE CASE)

... 10

3.3 PROYEKSI LALU LINTAS BERBASIS SKENARIO ALTERNATIF

... 14

3.4 IMPLIKASI TERHADAP PEMBANGUNAN SEKTOR PELABUHAN

... 16

BAB 4: HIERARKI, LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN

……….17

4.1 KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

... 17

4.2 KEBUTUHAN INVESTASI PELABUHAN

... 19

4.3 PEMBIAYAAN PELABUHAN DAN KERANGKA DUKUNGAN DAN PENJAMINAN PEMERINTAH

... 22

4.3.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan ... 22

4.3.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah ... 22

4.3.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah ... 23

4.3.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan ... 26

BAB 5: RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN

………29

5.1 PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN UNDANG-UNDANG PELAYARAN

... 29

5.2 PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELABUHANAN (PPNO.61/2009)

... 29

5.3 RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN

... 29

5.4 INISIATIF JANGKA PENDEK UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN

... 29

SUB LAMPIRAN A: LOKASI DAN RENCANA LOKASI PELABUHAN/TERMINAL

... 36

(7)

ii

SUB LAMPIRAN C: PELABUHAN STRATEGIS DALAM KORIDOR EKONOMI

... 78

SUB LAMPIRAN D: PARAMETER PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PELABUHAN BERDASARKAN KORIDOR EKONOMI

... 81

(8)

1

BAB 1:

PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung kepada

transportasi laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia merupakan

prioritas utama. Selain untukmemberdayakan industri angkutan laut nasional,

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran lebih lanjut mengamanatkan

prioritas dalam hal peningkatan efisiensi dan kesinambungan pembangunan

pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan

maritim. Arah kebijakan di bidang kepelabuhanan menekankan pada penataan

penyelenggaraan pelabuhan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan,

penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi

regulator dan operator, pembagian peran pemerintah daerah dan swasta secara

proporsional dalam penyelenggaraan dan perencanaan pengembangan pelabuhan,

serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional untuk memenuhi kebutuhan

sektor pemerintah maupun swasta.

Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-Undang diharapkan dapat

mendukung dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan

mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola

distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat

Indonesia. Visi pembangunan di bidang kepelabuhanan ditetapkan sebagai berikut:

“Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang

mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah”.

Undang-UndangNomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaranjuga mengamanatkan bahwa

Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) disusun sebagai kerangka kebijakan untuk

memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi acuan bagi pembangunan

bidang kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu-lintas

pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan

strategi pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan

pembangunan ekonomi dalam kerangka sistem transportasi nasional.

(9)

2

(10)

3

(11)

4

BAB 2:

KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL

Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda

dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem

transportasinasional dan strategi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu kebijakan

tersebut lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar

lembaga pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok

global

(supply chain management)

sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan

faktor kunci dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi informasi

komunikasi dan transportasimempengaruhi strategi bisnis yangterintegrasi antara

produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster industri dalam koridor

ekonomi.

Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi

yang efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing

Indonesia.Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem

logistik nasional dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik.

Infrastruktur transportasi merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan

publik, peraturan, dan sistem operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana

komitmen kebijakan pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus

melindungi kepentingan publik.

Dalam sistem transportasi nasional yang efesien dan efektif, kebijakan maritim masa

depan di Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang besar. Dengan berbagai

kebijakan akan diadakan perubahan secara berkesinambungan sesuai dengan prioritas

dan perkembangan lingkungan strategis dan internasional

(continuous improvement

process)

. Untuk itu masukan dari para pemangku kepentingan sangat diperlukan.

(12)

2.1

KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL

Kebijakan pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:

Mendorong Investasi Swasta

Untuk mendukung rencana MP3EI, partisipasi sektor swasta merupakan kunci

keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan

Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas.

Mendorong Persaingan

Mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha kepelabuhanan

yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif dan efisien.

Pemberdayaan Peran Penyelenggara Pelabuhan

Upaya perwujudan peran Penyelenggara Pelabuhan sebagai pemegang hak

pengelolaan lahan daratan dan perairan

(landlord port authority)

dapat

dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut mencerminkan penyelenggara

pelabuhan yang lebih fleksibel dan otonom.

Terwujudnya Integrasi Perencanaan

Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan

kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan

khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional,

sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta keterlibatan masyarakat

setempat.

Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel

Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan

dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur

penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi

kemungkinan kegagalan pasar.

Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin

Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas

pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal.

Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal

dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di seluruh pelabuhan. Secara

bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai

dengan ketentuan internasional.

Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim

(13)

6

Mengembangkan sumber daya manusia

Pengembangan

sumber

daya

manusia

diarahkan

untuk

meningkatkan

profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan

tingkat efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan

perlindungan terhadap tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga

pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan

produktivitas tenaga kerja sektor pelabuhan, untuk memenuhi standar

internasional.

2.2

STRATEGI IMPLEMENTASI

2.2.1

Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif

Pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan diawasi secara efektif dan

dipublikasikan secara berkala kepada para pemangku kepentingan.

2.2.2

Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja

Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi

nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masingmoda

transportasi, instansi terkait lainnya dan Penyelenggara Pelabuhan. Pedoman

tentang perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan

diterbitkan. Badan usaha pelabuhan diminta untuk memberikan informasi yang

relevan kepada Penyelenggara Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan rencana

induk masing-masing pelabuhan.

Status pelabuhan akan di-

review

secara berkala untuk menentukan kemungkinan

terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana

Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk masing-masing pelabuhan.

Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan

pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara

berkala.

2.2.3

Pengaturan Tarif

Pengaturan penetapan tarif harus mudah diterapkan dalam arti setiap jasa

kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan. Tarif yang

diusulkan Badan Usaha Pelabuhan dapat ditolak apabila tidak wajar dibandingkan

dengan biaya penyediaan jasa atau infrastruktur..

Review tarif dilakukan tanpa mengurangi kebebasan badan usaha pelabuhan untuk

menegosiasikan perjanjian kerjasama usaha dengan mitra bisnisnya.

(14)

2.2.4

Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan

Persaingan di sektor pelabuhan akan terus didorong, baik terhadap fasilitas yang

sudah ada maupun melalui pengembangan pelabuhan baru atau perluasan

pelabuhan yang sudah ada.

Pedoman tentang prosedur penyampaian keberatan dan penyelesaian sengketa

akan dikeluarkan untuk mengatasi perilaku anti-kompetitif.

2.2.5

Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan

Dalam upaya meningkatkan keterampilan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM),

identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pendidikan di sektor

pelabuhan akan dilakukan bersama-sama dengan Badan Usaha Pelabuhan,

Penyelenggara Pelabuhan, koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat dan pusat

pelatihan yang ada. Kebutuhan dan strategi pengembangan pendidikan dan

pelatihan akan direvisi secara berkala untuk disesuaikan dengan tuntutan

permintaan.

Nota kesepahaman akan dibuat dengan pusat pelatihan, lembaga kejuruan, dan

perguruan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pelabuhan

dan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja serta memastikan kurikulum

pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan.

Peningkatan kesejahteraan dan insentif yang dapat meningkatkan produktivitas

tenaga kerja, memperbaiki praktek jam kerja efektif, jumlah tenaga kerja riil,

memperluas program pelatihan dan mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan

persaingan di pelabuhan.

Keikutsertaan tenaga kerja di sektor pelabuhan akan didorong melalui program

pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga pelatihan, sekolah kejuruan

dan perguruan tinggi.

2.2.6

Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara

Efektif

Penerapan peraturan tentang keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan

akan dilaksanakan secara konsekuen dalam rangka memberikan kewenangan yang

lebih efektif kepada Syahbandar berdasarkan pedoman dan standar internasional

(

International Ship and Port facility Security Code

).

2.2.7

Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif

Dalam rangka menjamin perlindungan lingkungan maritim yang efektif di

pelabuhan, pedoman tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritim di

pelabuhan akan lebih dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan dan

dilaksanakan oleh Penyelenggara Pelabuhan yang mengatur:

o

Pencegahan pencemaran lingkungan maritim di pelabuhan;

o

Kerangka kerja sistem manajemen lingkungan maritim; dan

(15)

8

Peran Syahbandar untuk mengelola dan melakukan penanggulangan pencemaran

maritim di pelabuhan akan lebih ditingkatkan.

(16)

BAB 3:

PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI

PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA

3.1

LATAR BELAKANG

Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam

pembangunan nasional. Hal tersebut tercermin dalam kegiatan pelabuhan untuk

menunjang perdagangan internasional dan domestik secara nasional pada skala sangat

besar. Pada tahun 2009, pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang

terdiri atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah

batubara), 176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau

produk minyak bumi dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton

general cargo

dan 88,2

muatan peti kemas (terlihat pada Tabel 3-1, dan Gambar 3-1 dan 3-2).

Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume

muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor

sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor

sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi

karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun

2009.

Tabel 3-1 juga menunjukkan pertumbuhan lalu-lintas barang melalui pelabuhan

Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang

meningkat rata-rata 11,0 %. Namun demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah

beragam, sebagai contoh, lalu lintas curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat

dari 95,2 juta ton pada tahun 1999 menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan

peti kemas juga meningkat rata-rata 12,3 %, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999

menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009 (lihat juga Gambar 3-3). General cargo

meningkat rata-rata 7,3 %, sementara komoditas curah cair memiliki pertumbuhan

yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini. Secara total, lalu-lintas barang

melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menurut kelompok jenis muatan utama

diperlihatkan pada Tabel 3-2 serta secara grafis pada Gambar 3-1 sampai 3-3.

Sedangkan lalu-lintas antar pelabuhan (arus perdagangan) menurut jenis komoditasnya

ditunjukkan pada

Sub LampiranB

.

(17)

10

periode 2011 – 2014. Selain itu, tingkat inflasi juga diperkirakan turun dari 6,5% pada

kurun waktu 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada tahun 2025.

Peranan Pelabuhan menjadi sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain,

bila MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah

pertumbuhan lalu-lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi. Pelabuhan

strategis di masing-masing koridor ekonomi disajikan dalam

Sub Lampiran C

.

3.2

PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN BERDASARKAN

SKENARIO DASAR (

BASE CASE

)

(18)
(19)

Tabel 3-2 Lalu Lintas Muata dan Jenis Muatan d

Gambar 3-1 Bongkar Mu Pe

uatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Pe an dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu

r Muat Barang melalui Pelabuhan di Indonesia berdasar Perdagangan Tahun 2009 (dalam ribu ton)

12

us Perdagangan ribu ton)

(20)

Gambar 3-2 Bongkar Muat Tahun 200

Gambar 3-3 Bongkar Muat

uat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis M 2009 menurut Klaster Pelabuhan (dalam ribu ton)

uat Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia, Periode Tahun

is Muatan pada

(21)

Gam

Tabel 3-3 Prakiraan (Base Ca

3.3

PROYEKSI LALU LINT

Sebagaimana terlihat pada

lintas peti kemas Indonesi

pada Skenario Pertumbuh

Skenario Pertumbuhan Re

proyeksi untuk total berdas

Internasional Domestik

General Cargo 32,840 110,859

Peti Kemas 61,000 27,223

Curah Kering 312,852 255,914 Semen 144 14,941 Batubara 279,303 139,349 Biji Besi 10,531 91 Pupuk 5,162 30,665 Biji-bijian 3,832 2,343 Curah Kering Lain 13,879 60,124

Curah Cair 136,723 39,349 Minyak Bumi & Produk 91,110 385 CPO 22,438 38,485 Curah Cair Lain 23,175 479

Total 543,415 433,346 Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%)

General Cargo - -

Container - -

Dry Bulk - - Cement - - Coal - - Iron Ore - - Fertilizer - - Grain - - Other Dry Bulk - -

Liquid Bulk - - Petroleum & Products - - CPO - - Other Liquid Bulk - -

Total - - Jenis Muatan Jenis Perdagangan

2009

Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI

se Case) Arus Barang di Pelabuhan-Pelabuhan Indonesia (dalam ribu ton)

LINTAS BERBASIS SKENARIO ALTERNATIF

pada Gambar 3-5, pada Skenario Pertumbuhan Ting

nesia pada tahun 2030 akan mencapai 57 juta TEU

buhan Dasar akan mencapai 48 juta TEUs,seda

n Rendah 42 juta TEUs. Gambar 3-6 menyajikan

rdasarkan jenis muatan untuk ketiga skenario.

Internasional Domestik Internasional Domestik Internasio

143,699

39,213 148,562 187,775 43,294 180,748 224,043 50,2 88,222

106,894 65,626 172,519 157,271 100,020 257,291 294,2 568,766

328,918 342,135 671,053 310,318 438,906 749,224 284,4 15,085

6,700 21,925 28,625 8,757 28,655 37,411 14,2 418,652

279,303 203,330 482,633 250,000 272,101 522,101 200,0 10,623

13,714 400 14,114 16,686 1,000 17,686 23,5 35,828

7,323 39,934 47,257 9,346 48,586 57,932 14,5 6,175

4,316 2,639 6,954 4,672 2,885 7,557 5,4 74,003

17,562 73,907 91,469 20,858 85,679 106,537 26,7 176,072

178,042 52,718 230,759 216,653 65,700 282,353 315,9 91,495

118,649 501 119,151 144,355 610 144,965 213,6 60,923

30,069 51,574 81,643 37,471 64,271 101,742 55,4 23,654

29,323 642 29,965 34,827 819 35,646 46,8

976,761

653,066 609,040 1,262,106 727,537 785,374 1,512,911 944,8

3.0 5.0 4.6 2.0 4.0 3.6

9.8 15.8 11.8 8.0 8.8 8.3

0.8 5.0 2.8 (1.2) 5.1 2.2 (0

89.7 6.6 11.3 5.5 5.5 5.5

- 6.5 2.4 (2.2) 6.0 1.6 (2

4.5 27.9 4.9 4.0 20.1 4.6

6.0 4.5 4.7 5.0 4.0 4.2

2.0 2.0 2.0 1.6 1.8 1.7

4.0 3.5 3.6 3.5 3.0 3.1

4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0

5.0 5.0 5.0 4.5 4.5 4.5

4.0 5.0 4.0 3.5 5.0 3.5

3.1 5.8 4.4 2.2 5.2 3.7 Total Total

Total

2020

Jenis Perdagangan Jenis 2015

Jenis Perdagangan

14

esia, 2009-2030

Tinggi, total lalu

TEUs,sementara

sedangkan pada

kan secara jelas

sional Domestik

0,245 242,911 293,155 4,234 183,446 477,680 4,436 675,731 960,167 4,264 48,947 63,210 0,000 443,224 643,224 3,537 2,000 25,537 4,514 68,536 83,050 5,422 3,348 8,770 6,700 109,676 136,376 5,952 97,252 413,204 3,681 903 214,584 5,467 95,136 150,603 6,805 1,213 48,017

4,867 1,199,340 2,144,207

1.5

3.0 2.7 6.5

6.3 6.4 (0.9) 4.4 2.5

5.0

5.5 5.4 (2.2) 5.0 2.1

3.5

7.2 3.7 4.5

3.5 3.7 1.5

1.5 1.5 2.5

2.5 2.5 4.0

4.0 4.0 4.0

4.0 4.0 3.0

4.0 3.0

2.6

(22)

Gambar 3-5 Proyeksi Total L Pertumbuh

Gambar 3-6 Proyeksi Tota Muatan Menurut Skena

Gambar 3-6 menyajikan pr

muatan untuk ketiga skena

2,7 milyar ton pada tahun

Dasar dan 1,8 milyar ton pa

tal Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menu buhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu TEU)

otal Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasa enario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam

n proyeksi total lalu lintas muatan di Indonesia berda

kenario tersebut. Total lalu lintas muatan diprakirak

hun 2030,mencapai 2,1 milyar ton pada Skenario

pada Skenario Pertumbuhan Rendah.

2015

2020

2030

enurut Skenario

dasarkan Jenis lam ribu ton)

(23)

16

3.4

IMPLIKASI TERHADAP PEMBANGUNAN SEKTOR PELABUHAN

Hasil proyeksi lalu-lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi

yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu

diantaranya:

Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali

lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun

2030;

Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi

pelabuhan;

Peningkatan volume

peti

kemas

juga

akan

menimbulkan

kebutuhan

pengembangan pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian

barat maupun di timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung sesuai dengan

Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan

Sistem Logistik Nasional. Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk

pengembangan pelabuhan hub tersebut.

(24)

BAB 4:

HIERARKI, LOKASI DAN RENCANA

PEMBANGUNAN PELABUHAN

Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada

pendekatan penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan

untuk masing-masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah diperhatikan

program pembangunan pelabuhan strategis di Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan

meliputi (a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk

mendukung program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025, (b) Cetak Biru

Transportasi Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik Nasional, dan

(c) Rencana Strategis Sektor Perhubungan.

Sub Lampiran D

memberikan rangkuman parameter perencanaan dan strategi

pengembangan pelabuhan pada enam koridor pembangunan ekonomi sampai dengan

2030.Rangkuman tersebut memuat proyeksi lalu-lintas muatan melalui pelabuhan

berdasarkan jenis kargo, disain kapal dan target produktivitas, strategi investasi, dan

kegiatan bisnis utama pelabuhan.

Sub Lampiran E

memuat daftar rencana pengembangan pelabuhan (termasuk

pengembangan kapasitas dan kebutuhan investasi) sampai dengan tahun 2030

berdasarkan wilayah, lokasi, dan fasilitas pelabuhan.

4.1

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan, pelabuhan laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan

hierarki yang terdiri atas:

a.

Pelabuhan Utama (yang berfungsi sebagai Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan

Hub Internasional);

b.

Pelabuhan Pengumpul; dan

c.

Pelabuhan Pengumpan, yang terdiri atas:

1)

Pelabuhan Pengumpan Regional;

2)

Pelabuhan Pengumpan Lokal.

Hierarki pelabuhansebagaimana dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan kriteria

teknis sebagai berikut:

1.

Pelabuhan Utama:

a.

kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;

(25)

18

c.

memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil;

d.

memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang

e.

kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m-LWS;

f.

berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general cargo/penumpang

internasional;

g.

melayani Angkutan petikemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan lain

yang setara;

h.

memiliki dermaga peti kemas/curah/

general cargo

minimal 1 (satu) tambatan,

peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan

penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai.

i.

berperan sebagai pusat distribusi peti kemas/curah/

general cargo

/penumpang di

tingkat nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional;

2.

Pelabuhan Pengumpul:

a.

kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan

meningkatkan pertumbuhan wilayah;

b.

memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil;

c.

berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil;

d.

memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

e.

berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan

pertumbuhan nasional;

f.

kedalaman minimal pelabuhan –7 m-LWS;

g.

memiliki dermaga

multipurpose

minimal 1 tambatan dan peralatan bongkar

muat;

h.

berperan

sebagai

pengumpul

angkutan

peti

kemas/curah/general

cargo/penumpang nasional;

i.

berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional;

3.

Pelabuhan Pengumpan Regional:

a.

berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan

antarprovinsi;

b.

berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan

peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

c.

berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi;

d.

berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Pengumpul dan Pelabuhan

Utama;

e.

berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke Pelabuhan

Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;

(26)

g.

memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

h.

melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar

kecamatan dalam 1 (satu) provinsi;

i.

berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau

±

25 mil;

j.

kedalaman maksimal pelabuhan –7 m-LWS;

k.

memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m;

l.

memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Regional lainnya 20 – 50 mil.

4.

Pelabuhan Pengumpan Lokal:

a.

Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataanserta

peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

b.

Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota;

c.

Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;

d.

Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar

kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota;

e.

berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama, Pelabuhan

Pengumpul, dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional;

f.

berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi,

perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut;

g.

berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung

kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai

terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup

masyarakat disekitarnya;

h.

berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali

keperintisan;

i.

kedalaman maksimal pelabuhan –4 m-LWS;

m.

memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m;

j.

memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil.

4.2

KEBUTUHAN INVESTASI PELABUHAN

(27)

20

investasi pelabuhan sampai dengan tahun 2030 berdasarkan koridor ekonomi dan jenis

terminal/fasilitas pelabuhan.

Secara ringkas, Tabel 4-2 menunjukkan indikasi kebutuhan jumlah pendanaan dari

sektor pemerintah dan swasta selama periode tahun 2011-2030.

Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030

(dalam juta US$, tahun 2011)

Catatan: *) Terminal lainnya: Terminal konvensional (muatan umum), terminal mobil, terminal serbaguna dan terminal penumpang

2011-2015

Sumatra 455 388 289 387 63 31 25 17 613 2,267 Java 2,095 - 339 60 86 354 130 100 2,342 5,506 Bali-Nusa Tenggara 7 - 20 - 41 121 - 47 190 426 Kalimantan 186 138 89 366 430 195 - 20 30 1,454 Sulawesi 121 9 50 - 166 355 75 - 94 870 Papua- Kepulauan 183 - 34 - 122 1,070 - 21 258 1,688 Total 3,046 535 821 813 906 2,127 230 205 3,528 12,212

2016-2020

Sumatra 2,192 467 344 299 167 44 - 20 222 3,755 Java 2,297 - 508 60 35 120 250 110 150 3,530 Bali-Nusa Tenggara 30 - 20 - 35 243 - 439 61 828 Kalimantan 120 138 89 346 35 243 - 30 61 1,061 Sulawesi 141 9 95 - 106 606 - - 121 1,077 Papua- Kepulauan 123 - 48 - 106 1,458 - 40 364 2,138 Total 4,902 614 1,103 705 484 2,714 250 639 980 12,390

2021-2030

Sumatra 4,329 903 762 597 202 88 - 30 - 6,911 Java 4,164 8 827 120 115 150 340 130 150 6,005 Bali-Nusa Tenggara 60 - 40 - 70 486 - 390 121 1,168 Kalimantan 338 275 178 693 70 486 - 29 121 2,190 Sulawesi 216 25 137 - 211 1,092 - - 243 1,923 Papua- Kepulauan 245 10 97 - 211 2,915 - 60 729 4,267 Total 9,352 1,221 2,041 1,410 882 5,217 340 639 1,365 22,465

2011-2030

Sumatra 6,975 1,758 1,395 1,283 432 163 25 67 835 12,934 Java 8,556 8 1,674 240 236 624 720 340 2,642 15,041 Bali-Nusa Tenggara 97 - 80 - 146 850 - 876 373 2,422 Kalimantan 644 550 356 1,405 535 924 - 79 213 4,705 Sulawesi 477 43 282 - 483 2,053 75 - 459 3,871 Papua- Kepulauan 550 10 179 - 439 5,443 - 121 1,351 8,093 Total 17,299 2,369 3,965 2,927 2,273 10,058 820 1,482 5,872 47,066

CDC /Multi Moda Pesiar/ Pariwisa ta Lahan/ Infra. Dasar Total Perode dan Koridor

Ekonomi

Terminal Peti

Kemas CPO

(28)

Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan (dalam juta US$)

(29)

22

Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030

Catatan:

1.

Pembiayaan dari sektor keuangan pemerintah/swasta untuk tanah, infrastruktur

dasar dan non-komersial terminal, rehabilitasi/pengembangan

pelabuhan-pelabuhan kecil baru. Sedangkan pembiayaan sektor swasta murni adalah untuk

pembangunan terminal di pelabuhan-pelabuhan komersial;

2.

Diperkirakan bahwa untuk periode 2011-2015 dari total kebutuhan pembiayaan

sebesar US$, 12.212 juta porsi BUMN mencapai US$3.521 juta.

4.3

PEMBIAYAAN PELABUHAN DAN KERANGKA DUKUNGAN DAN PENJAMINAN

PEMERINTAH

4.3.1

Indikasi Kebutuhan Pembiayaan

Sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar US$ 45-50

milyar

untuk

pembiayaan

pembangunan

dan

pengembangan

kapasitas

pelabuhan.Diperkirakan sekitar 68% dari seluruh total investasi pengembangan

pelabuhan baru di Indonesia memerlukan pendanaan dari pihak swasta, terutama

berdasarkan skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) melalui pemberian konsesi

untuk jangka panjang, terutama untuk pelabuhan komersial seperti terminal peti

kemas, terminal curah, dan fasilitas pelabuhan komersial lainnya.

Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan

seperti pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (

breakwater

), penyediaan

terminal pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil

baru

(feeder)

yang harus disediakan oleh pemerintah.

4.3.2

Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah

(30)

pengalaman yang terbatas dalam penyelenggaraan pelabuhan. Dalam masa transisi,

lembaga tersebut hanya mempunyai anggaran yang terbatas dan pada dasarnya belum

memiliki kapasitas untuk melakukan pinjaman di awal tahun operasionalnya.

Satu-satunya sumber utama pendanaan infrastruktur dalam jangka pendek adalah dari

anggaran pemerintah.

Apabila Penyelenggara Pelabuhan belum memiliki sumber pembiayaan yang

mencukupi, maka potensi sumber pendanaan untuk investasi infrastruktur pelabuhan

dapat berasal dari konsesi. Di masa mendatang, sumber pembiayaan infrastruktur

dasar untuk Penyelenggara Pelabuhan akan berkembang sejalan dengan peningkatan

kinerja keuangan Penyelenggara Pelabuhan. Hal ini akan terjadi apabila Penyelenggara

Pelabuhan dimungkinkan untuk mengelola pendapatannya, termasuk pendapatan dari

penyelenggaraan kepelabuhanan (misalnya jasa labuh, sewa lahan, konsesi). Dengan

demikian Penyelenggara Pelabuhan dapat meningkatkan pendapatannya.

4.3.3

Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah

Karena keterbatasan anggaran, interaksi antara pihak pemerintah dan swasta diatur

dalam tiga jenis peraturan, yaitu peraturan mengenai Kerjasama Pemerintah dan

Swasta (KPS), peraturan spesifik sektor, dan peraturan umum lainnya yang mengatur

kegiatan usaha di Indonesia.

Terdapat empat prinsip dasar kebijakan investasi dalam kategori KPS, yaitu:

a.

Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur

Pemerintah bermaksud untuk memusatkan kebijakannya dalam (i) pemeliharaan dan

peningkatan infrastruktur yang ada, (ii) fokus pada pengembangan infrastruktur yang

secara ekonomi layak, namun secara finansial tidak layak, (iii) pemberian subsidi dan

kompensasi pada PSO (Kewajiban Layanan Umum) dalam pelayanan infrastruktur, dan

(iv) mengisi celah kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan cara menawarkan

proyek KPS kepada pasar.

b.

Peraturan dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur

Peraturan mengenai percepatan pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam Tabel

4.3 Peraturan KPS terutama mengacu pada Peraturan Presiden No. 67/2005 mengenai

Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah dirubah

dalam Peraturan Presiden No. 13/2010 dan No. 56/2011 yang memungkinkan

pemberian dukungan dan penjaminan pemerintah.

(31)

24

implementasi dari Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan

Infrastruktur.

[image:31.595.122.491.265.724.2]

Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan

Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Keuangan dapat

menyediakan fasilitas (i) kebijakan dana talangan melalui Pusat Investasi Pemerintah

(PIP), (ii) penjaminan untuk resiko infrastruktur melalui PT. Penjaminan Infrastruktur

Indonesia (PII), dan (iii) layanan proyek pengembangan melalui PT. Sarana Multi

Infrastruktur (PT. SMI).

Table 4-1Dasar Hukum Investasi Sektor Swasta

No. Regulasi Kerjasama Pemerintah

dan Swasta (KPS) Penjelasan

Skema dan Pedoman KPS

1 Peraturan Presiden No.67 Tahun 2005

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

2 Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010

Perubahan atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

3 Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2011

Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

4 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2012

Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

5 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 83 Tahun 2010

Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi

Manajemen Resiko , Dukungan Pemerintah dan Penjaminan Infrastruktur

6 Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.01/2006

Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur

7 Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010

Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur

8 Peraturan Menteri Keuangan No. 260/PMK.011/2010

Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha

(32)

No. Regulasi Kerjasama Pemerintah

dan Swasta (KPS) Penjelasan

9 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2009

Daftar Rencana Proyek Kerjasama

10 Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005

Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)

11 Public Private Partnership Book, Sector of Transportation, 2010-2014, Ministry of Transportation (2010)

12 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2011

Perubahan atas Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)

13 Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-01/M.EKON/05/2006

Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)

14 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-3/M.EKON/06/2006

Tata Cara dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha

15 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-4/M.EKON/06/2006

Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang Membutuhkan Dukungan Pemerintah

Kerjasama Daerah

16 Peraturan PemerintahNo. 50

Tahun 2007 Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah

Pengadaan Tanah

17 Undang-undang No. 2 Tahun 2012

Pengadaan Tanah bagi Pengembangan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

18 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

20 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun

(33)

26

No. Regulasi Kerjasama Pemerintah

dan Swasta (KPS) Penjelasan

2007 Pembangunan untuk Kepentingan Umum

(sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum)

c.

Peran

Indonesia Infrastructure Fund

(IIF) dalam Pembiayaan Infrastruktur

Indonesia Infrastructure Fund

(IIF) dibentuk untuk (i) memenuhi pembiayaan jangka

panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta (ii)

menyediakan pembiayaan mata uang local dengan jangka waktu (tenor), persyaratan,

dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastrukturmelalui:

Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi domestik

untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi dari penawaran

pemerintah dan perusahaan skala besar;

Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan proyek

yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.

d.

Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dalam Penyediaan Penjaminan

untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia

PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:

Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;

Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur dengan

memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel;

Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan;

Melindungi pemerintah dari kewajiban yang bersifat kontingensi (termasuk

proteksi terhadap tekanan APBN).

4.3.4

Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan

Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak

swasta adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses

untuk pasar modal serta pembiayaan proyek.

(34)

Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif

Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial

dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif.

Implementasi regulasi secara komprehensif

Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen

pelaksanaan kebijakan pemerintah.

Persiapan proyek yang matang

Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk

berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan

kualitas teknik dan keuangan yang memadai.

Prosedur pelelangan yang kompetitif

Pelelangan pelabuhan/terminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar

pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat

pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.

Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak

Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya (

value for money

) bagi

pemerintah.

Kerangka pemantauan kinerja

Kerangka pemantauan kinerja diperlukan untuk pemantauan kepatuhan

pelaksanaan kontrak.

Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku

Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh

pendapatan dari pengoperasian proyek.

Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif

Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian

tarif secara berkala.

Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan

lingkungan maritim yang komprehensif

Pihak swasta harus menerapkan standar keamanandan keselamatan pelayaran

serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.

Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif

Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang

dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan

investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.

Kapasitas kelembagaan

(35)

28

Pengaturan yang independen

(36)

BAB 5:

RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN

PELAKSANAAN KEBIJAKAN

Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah

digambarkan perlunya penjabaran lebih lanjut dibidang pengaturan dan kebijakan

untuk mendorong Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sistem

kepelabuhanan yang lebih berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi

yang meliputi:

Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran;

Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61

Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;

Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan.

5.1

PERATURAN

PELAKSANAAN

YANG

DIAMANATKAN

UNDANG-UNDANG

PELAYARAN

Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan

pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif.Beberapa hal telah

tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, namun

masih diperlukan peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1.

5.2

PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN PERATURAN PEMERINTAH

TENTANG KEPELABUHANAN (PP NO. 61/2009)

PP No. 61/2009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang

Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut

dalam bentuk peraturan Menteri Perhubungan (Tabel 5.2.)

5.3

RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN

Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa

rencana aksi lebih lanjut (Tabel 5.3) secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para

pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan

dan regulasi di bidang kepelabuhanan.

5.4

INISIATIF JANGKA PENDEK UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN

(37)
[image:37.595.117.483.166.495.2]

30

manajemen pelabuhan, tenaga kerja bongkar muat dan pembangunan fasilitas

pelabuhan (Tabel 5.4).

Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran

No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan

1. Tarif dan Pelayanan Jasa Kepelabuhanan Pasal 110

UU Pelayaran

2. Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan reklamasi, Sertifikat Pemberi Jasa Pengerukan

Pasal 197

UU Pelayaran

3. Penetapan Daerah Wajib Pandu, Pelatihan dan ujian Pandu dan Penyelenggaraan Pemanduan

Pasal 201

UU Pelayaran

4. Pelaksanaan Keamanan dan Ketertiban serta Permintaan Bantuan di Pelabuhan

Pasal 212

UU Pelayaran

5. Kegiatan Kapal di Pelabuhan (Perbaikan kapal, Perpindahan muatan, gandeng kapal, Penanganan barang-barang berbahaya)

Pasal 216

UU Pelayaran

6. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran di Pelabuhan

Pasal 238

UU Pelayaran

7. Sistem Informasi Pelayaran Pasal 272

[image:37.595.113.482.544.742.2]

UU Pelayaran

Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009

No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan

1. Prosedur Penetapan Lokasi Pelabuhan Pasal 19

PP 61/2009

2. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Rencana Induk Pelabuhan (masing-masing Pelabuhan)

Pasal 29

PP 61/2009

3. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan

Pasal 36

PP 61/2009

4. Prosedur Penyediaan, Pemeliharaan, Standar, Spesifikasi untuk Penahan Gelombang, Kolam Pelabuhan, Alur Pelayaran ke/dari Pelabuhan, Jaringan

(38)

No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan

Jalan dan Keamanan dan Ketertiban di Pelabuhan PP 61/2009

5. Persyaratan dan Prosedur Pemberian dan Pencabutan Konsesi

Pasal 78

PP 61/2009

6. Pemberian ijin Pembangunan Pelabuhan Pasal 86

PP 61/2009

7. Pemberian Ijin Pengembangan Pelabuhan Pasal 93

PP 61/2009

8. Persyaratan dan Prosedur Pemberian Ijin Pengoperasian Pelabuhan, Perbaikan dan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan

Pasal 104

PP 61/2009

9. Prosedur Pemberian Ijin Lokasi Pelabuhan, Konstruksi dan pengoperasian Pelabuhan untuk pelabuhan Daratan (Dry Port)

Pasal 109

PP 61/2009

10 Persyaratan dan Prosedur Penetapan Terminal Khusus (Persetujuan Lokasi, Konstruksi dan Operasi, Penggunaan oleh Pihak Ketiga, Peningkatan Operasi, Perubahan Status Pelabuhan, Pencabutan Ijin, Pengalihan Wewenang kepada Pemerintah)

Pasal 134

PP 61/2009

11 Prosedur untuk persetujuan pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri

Pasal 144

PP 61/2009

12 Jenis, struktur dan klasifikasi tarif badan usaha pelabuhan untuk jasa pelabuhan , mekanisme untuk menentukan tarif untuk menggunakan lahan pelabuhan dan air

Pasal 148

PP 61/2009

13 Prosedur untuk menentukan status dari pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

Pasal 153

PP 61/2009

14 Prosedur untuk pengolahan data dan pelaporan dan penyusunan sistem informasi pelabuhan

Pasal 161

[image:38.595.114.484.100.655.2]

PP 61/2009

Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan

No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan

1 Membentuk kelompok unit pelayanan (customer focus group) di pelabuhan strategis sebagai forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan dalam formulasi, review dan implementasi kebijakan

(39)

32

No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan

2 Pedoman rencana induk masing-masing pelabuhan memperhatikan perencanaan yang terintegrasi

untuk integrasi perencanaan dan pemantauan kinerja

3 Kementerian Perhubungan bersama Instansi pemerintahan terkait serta pengguna jasa pelabuhan secara periodik melakukan review

atas kinerja pelabuhan dalam rangka meningkatkan kinerja pelabuhan yang lebih baik.

untuk integrasi perencanaan dan pemantauan kinerja

4 Merumuskan indikator kinerja pelabuhan untuk keperluan perencanaan dan monitoring serta dipublikasikan.

untuk integrasi perencanaan dan monitoring

5 Merumuskan kebijakan Tarif yang wajar untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

6 Menyusun prosedur penyampaian usulan/ permohonan penetapan tariff oleh otoritas pelabuhan

untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

7 Mengembangkan proses peninjauan tarif dan persetujuan pelayanan jasa pelabuhan dalam rangka untuk mengevaluasi adanya dampak monopoli

untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

8 Mempertimbangkan kemungkinan adanya MoU dalam rangka untuk memonitor dan mendorong persaingan usaha dibidang kepelabuhanan.

untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

9 Memasukkan dampak persaingan usaha dalam rumusan rencana induk pelabuhan

untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

10 Menyusun prosedur tuntutan dan penyelesaian perselisihan mengenai masalah tarif dan perilaku monopolistis.

untuk mendorong persaingan usaha yang sehat

11 Menilai kebutuhan pelatihan untuk Ditjen Hubla, dan BUP dan mengembangkan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan pelatihan.

untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan

12 Mengadakan MoU dengan pusat pelatihan dan pendidikan dan Lembaga Perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi dan pengembangan kurikulum

untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan

13 Mengadakan koordinasi dengan pemangku kepentingan guna peningkatan produktivitas kerja

untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan

(40)

No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan

strategi untuk rekruitmen tenaga kerja dibidang kepelabuhanan

tenaga kerja di sektor pelabuhan

15 Mengeluarkan peraturan yang memberikan kewenangan yang penuh kepada Syahbandar hal memelihara keselamatan dan keamanan di pelabuhan

untuk memelihara kepatuhan peraturan keselamatan pelayaran

16 Mengeluarkan peraturan tugas dan kewenangan Syahbandar sesuai dengan peraturan keselamatan pelayaran yang ada

untuk memelihara kepatuhan peraturan keselamatan pelayaran

17 Mengeluarkan peraturan tugas dan kewenangan Syahbandar sesuai dengan peraturan perlindungan lingkungan maritim

untuk memelihara kepatuhan peraturan perlindungan lingkungan maritim

18 Membuat peraturan yang memberikan wewenang kepada Syahbandar untuk mengelola dan mengawasi terjadinya pencemaran di pelabuhan

untuk memelihara kebersihan perairan pelabuhan

19 Melakukan kerjasama dengan lembaga terkait untuk menjamin penanganan tanggap darurat di pelabuhan.

(41)
[image:41.595.111.486.117.651.2]

34

Tabel 5-4 Inisiatif untuk Pelaksanaan Kebijakan

No Materi Keterangan

1. Persiapan penyusunan pedoman teknis (toolkit) untuk penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan bagi Penyelenggara Pelabuhan yang meliputi:

• Model pemberian konsesi dan bentuk kerjasama lainnya;

• Model pemberian ijin (lisensi);

• Model analisa tarif dan keuangan pelabuhan;

• Sistem indikator kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan

untuk pemberdayaan Penyelenggara Pelabuhan

2. Pelatihan dan peningkatan kapasitas SDM di pelabuhan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi dan pusat pelatihan lainnya

untuk peningkatan kemampuan SDM, termasuk Penyelenggara Pelabuhan

3. Reformasi dan pelatihan tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan (TKBM)

untuk peningkatan kompetensi TKBM

4. Penelahaan pendayagunaan aset dan kapasitas pelabuhan pengumpan

untuk peningkatan pengelolaan pelabuhan oleh pemerintah daerah

5. Penyederhanaan proses pemberian perijinan dan deregulasi pengaturan melalui konsultasi dengan Penyelenggara Pelabuhan serta Pemerintah Daerah

untuk kepastian hukum dalam penetapan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara instansi pemerintah

6. Penelahaan pengalihan hak pengelolaan lahan daratan dan perairan pelabuhan kepada Penyelenggara Pelabuhan

untuk pemberdayaan Penyelenggara Pelabuhan

7. Penelahaan/kajian secara komprehensif atas rencana pembangunan International Hub Port (termasuk Kuala Tanjung dan Bitung)

untuk pembangunan pelabuhan hub internasional di masa depan

8. Mengembangkan sistem informasi dan komunikasi kepelabuhanan

(42)

No Materi Keterangan

9. Menyiapkan Proyek Percontohan KPS Pelabuhan (termasuk kemungkinan penyusunan rencana induk pelabuhan; studi kelayakan, termasuk strategi investasi dan kemungkinan diperlukannya bantuan dan jaminan infrastruktur; penyiapan dokumen lelang dan proses pelelangan)

untuk daya tarik dalam pengembangan model proyek pelabuhan melalui partisipasi pihak swasta

10 Optimalisasi sistem operasi dalam rangka mengantisipasi kapadatan lalu lintas muatan di pelabuhan strategis (termasuk Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan)

(43)

36

SUB LAMPIRAN A: LOKASI DAN RENCANA LOKASI PELABUHAN/TERMINAL

Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal

Hierarki

Pelabuhan/Terminal KET.

2011 2015 2020 2030

Provinsi : Aceh

1 1 Aceh Barat Meulaboh PP PP PP PP *

2 2 Aceh Barat Daya Susoh PR PR PR PR *

3 3 Aceh Barat Daya Lhok Pawoh PL PL PL PL

4 4 Aceh Besar Malahayati PP PP PP PP *

5 5 Aceh Besar Meulingge PL PL PL PL

6 6 Aceh Jaya Calang PP PP PP PP *

7 7 Aceh Jaya Lhok Kruet PL PL PL PL

8 8 Aceh Selatan Tapaktuan PR PR PR PR *

9 9 Aceh Selatan Sibadeh PL PL PL PL

10 10 Aceh Selatan Meukek PL PL PL PL

11 11 Aceh Singkil P. Banyak PL PL PL PL

12 12 Aceh Singkil P. Sarok PL PL PL PL

13 13 Aceh Singkil Singkil PP PP PP PP *

14 14 Aceh Singkil Gosong telaga PL PL PL PL

15 15 Aceh Tamiang Seruway PL PL PL PL

16 16 Aceh Timur Idi PR PR PR PR *

17 17 Aceh Utara Lhokseumawe/Krueng Geukeh PP PP PP PP *

18 18 Bireun Kuala Raja PL PL PL PL

19 19 Langsa Kuala Langsa PP PP PP PP *

20 20 Langsa Pusong PL PL PL PL

21 21 Pidie Sigli PL PL PL PL

22 22 Pidie Laweung PL PL PL PL

23 23 Sabang Sabang PU PU PU PU *

24 24 Banda Aceh Ulee Lheue PP PP PP PP

25 25 Simeulue Sibigo PL PL PL PL

26 26 Simeulue Sinabang PP PP PP PP *

Provinsi : Sumatera Utara

27 1 Asahan Tanjung Balai Asahan PP PP PP PP *

28 2 Batubara Kuala Tanjung PP PU PU PU * / **

29 3 Batubara Pangkalan Dodek PR PR PR PR *

30 4 Batubara Perupuk PL PL PL PL

31 5 Batubara Tanjung Tiram PR PR PR PR *

32 6 Batubara Teluk Nibung PR PR PR PR

(44)

Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal

Hierarki

Pelabuhan/Terminal KET.

2011 2015 2020 2030

34 8 Deli Serdang Pantai Labu PL PL PL PL

35 9 Deli Serdang Percut PL PL PL PL

36 10 Deli Serdang Rantau Panjang PR PR PR PR

37 11 Deli Serdang Tanjung Beringin PR PR PR PR *

38 12 Gunung Sitoli Gunung Sitoli PR PR PR PR *

39 13 Labuhan Batu Labuhan Bilik PL PL PL PL

40 14 Labuhan Batu Sei Barombong PR PR PR PR *

41 15 Labuhan Batu Teluk Leidong PP PP PP PP *

42 16 Labuhan Batu Tg. Sarang Elang PP PP PP PP *

43 17 Langkat Pangkalan Susu PP PP PP PP *

44 18 Langkat Pulau Kampai PL PL PL PL *

45 19 Langkat Tanjung Pura PR PR PR PR *

46 20 Langkat Tapak Kuda PL PL PL PL

47 21 Langkat Kuala Sarapu PL PL PL PL

48 22 Langkat Pangkalan Brandan PP PP PP PP

49 23 Mandailing Natal Natal/Sikara-kara PP PP PP PP *

50 24 Mandailing Natal Batahan PL PL PR PR

51 25 Nias Lahewa PR PR PR PR *

52 26 Nias Sirombu PR PR PR PR *

53 27 Nias Selatan Pulau Tanah Masa PL PL PL PL

54 28 Nias Selatan Pulau Tello PP PP PP PP *

55 29 Nias Selatan Teluk Dalam PR PR PR PR *

56 30 Serdang Bedagai Sialang Buah PL PL PL PL

57 31 Serdang Bedagai Pantai Cermin PR PR PR PR *

58 32 Tapanuli Tengah Barus PL PL PL PL *

59 33 Tapanuli Tengah Manduamas PL PL PL PL

60 34 Tapanuli Tengah Oswald Siahaan/ Labuhan Angin PR PR PR PP

61 35 Sibolga Sibolga PP PP PP PP *

Provinsi : Sumatera Barat

62 1 Kep. Mentawai Muara Siberut/Pokai PR PR PR PR *

63 2 Kep. Mentawai Muara Sikabaluan/Simailepet PL PL PL PL

64 3 Kep. Mentawai Sikakap PP PP PP PP *

65 4 Kep. Mentawai Siuban PR PR PR PR *

66 5 Kep. Mentawai Tua Pejat PR PR PR PR

67 6 Kep. Mentawai Subelen PL PL PL PL

68 7 Kep. Mentawai Labuhan Bajau PL PR PR PR

69 8 Kep. Mentawai Sinakak PL PL PL PL

(45)

38

Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal

Hierarki

Pelabuhan/Terminal KET.

2011 2015 2020 2030

71 10 Padang Muara Padang PP PP PP PP

72 11 Padang Teluk Bayur PU PU PU PU *

73 12 Pasaman Barat Air Bangis PR PR PR PR

74 13 Pasaman Barat Sasak PR PR PR PR

75 14 Pasaman Barat Teluk Tapang PR PR PP PP

76 15 Pesisir Selatan Muara Haji PR PR PR PR

77 16 Pesisir Selatan Carocok Painan PR PR PP PP

78 17 Pesisir Selatan Surantih PL PL PR PR

Provinsi : Kepulauan Riau

79 1 Batam Batam/Batu Ampar PU PU PU PU *

80 2 Batam Batam/Sekupang PU PU PU PU

81 3 Batam Kabil PU PU PU PU

82 4 Batam Nongsa PR PR PR PR

83 5 Batam Pulau Bulan PR PR PR PR

84 6 Batam Pulau Sambu PP PP PP PP *

85 7 Batam Batam Center PP PP PP PP

86 8 Batam Batu Besar PR PR PR PR

87 9 Batam Belakang Padang PL PL PL PL

88 10 Batam Harbour Bay PP PP PP PP

89 11 Batam Sagulung PL PL PL PL

90 12 Batam Sijantung PR PR PR PR

91 13 Batam Tanjung Riau PR PR PR PR

92 14 Batam Telaga Punggur PR PR PR PR

93 15 Batam Teluk Senimba PR PR PP PP

94 16 Bintan Barek Motor PL PL PL PL

95 17 Bintan Batu PL PL PL PL

96 18 Bintan Batulicin PL PL PL PL

97 19 Bintan Busung PL PL PL PL

98 20 Bintan Galang Batang PL PL PL PL

99 21 Bintan Gentong Pasir Batu PL PL PL PL

100 22 Bintan Jembatan Kawal PL PL PL PL

101 23 Bintan Keke Baru PL PL PL PL

102 24 Bintan Lagoi PP PP PP PP

103 25 Bintan Lobam PP PP PU PU

104 26 Bintan Malang Rapat PL PL PL PL

105 27 Bintan P. Buton PL PL PL PL

106 28 Bintan P. Gobin PL PL PL PL

(46)

Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal

Hierarki

Pelabuhan/Terminal KET.

2011 2015 2020 2030

108 30 Bintan P. Kellong PL PL PL PL

109 31 Bintan P. Kelong PL PL PL PL

110 32 Bintan P. Koyan PL PL PL PL

111 33 Bintan P. Mantang PR PR PR PR

112 34 Bintan P. Mapur PL PL PL PL

113 35 Bintan P. Numbing PL PL PL PL

114 36 Bintan P. Pagkil Besar PL PL PL PL

115 37 Bintan P. Pangkil PL PL PL PL

116 38 Bintan P. Pangkil Kecil PL PL PL PL

117 39 Bintan P. Poto PL PL PL PL

118 40 Bintan P. Pulau PL PL PL PL

119 41 Bintan P. Sirai PL PL PL PL

120 42 Bintan P. Telang PL PL PL PL

121 43 Bintan Pelantar Korindo PL PL PL PL

122 44 Bintan Sei Kolak Kijang PP PP PP PP *

123 45 Bintan Semen Tokojo PL PL PL PL

124 46 Bintan Sungai Enam PL PL PL PL

125 47 Bintan Sungai Kecil PL PL PL PL

126 48 Bintan Tambelan PL PL PL PL

127 49 Bintan Tanjung Berakit PP PP PP PP

128 50 Bintan Tanjung Uban PP PP PP PP *

129 51 Bintan Trikora PL PL PL PL

130 52 Karimun Malarko PP PP PP PP

131 53 Karimun Moro PP PP PP PP

132 54 Karimu

Gambar

Gambar 1-1 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI
Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN
Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 (dalam ribu ton)
Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI Gam
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi: (1) pengaruh beban (jumlah dan ukuran diameter inti) terhadap proses pelapisan mutiara air tawar, (2) proses biomineralisasi pada

Dewan juri dan panitia tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi tuntutan hukum dari pihak-pihak lain atas karya yang sudah dikirim, baik terkait dengan hak cipta,

[r]

Piranti WASP ini dapat menghasilkan keluaran (output ) berupa jenis dan kebutuhan kapasitas pembangkit serta waktu operasi yang paling optimal untuk memenuhi kebutuhan

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan pembahasan, diperolehlah jawaban rumusan permasalahan yang merupakan kesimpulan penelitian dan pengembangan model pembelajaran

Penelitian yang penah dilakukan terkait dengan efektivitas ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dibandingkan Povidone-Iodine 10% terhadap luka insisi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat keterampilan sosial antara auditor internal dari budaya, jenis kelamin dan usia yang

Pengaruh perubahan nilai standar deviasi dan jenis distribusi yang digunakan untuk generalisasi koefisien pembobotan pada metode RML-Filter terhadap hasil penyaringan