KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR
: KP 414 Tahun 2013
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR
: KP 414 Tahun 2013
i
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PENETAPAN RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
Nomor : KP 414 Tahun 2013
Tanggal : 17 April 2013
DAFTAR ISI
BAB 1: PENDAHULUAN
... 1
BAB 2: KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL
... 4
2.1 KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL
... 5
2.2 STRATEGI IMPLEMENTASI
... 6
2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif ... 6
2.2.2 Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja ... 6
2.2.3 Pengaturan Tarif ... 6
2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan ... 7
2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan ... 7
2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif . 7 2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif ... 7
BAB 3: PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA
... 9
3.1 LATAR BELAKANG
... 9
3.2 PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN BERDASARKAN SKENARIO DASAR (BASE CASE)
... 10
3.3 PROYEKSI LALU LINTAS BERBASIS SKENARIO ALTERNATIF
... 14
3.4 IMPLIKASI TERHADAP PEMBANGUNAN SEKTOR PELABUHAN
... 16
BAB 4: HIERARKI, LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN
……….17
4.1 KRITERIA HIERARKI PELABUHAN
... 17
4.2 KEBUTUHAN INVESTASI PELABUHAN
... 19
4.3 PEMBIAYAAN PELABUHAN DAN KERANGKA DUKUNGAN DAN PENJAMINAN PEMERINTAH
... 22
4.3.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan ... 22
4.3.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah ... 22
4.3.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah ... 23
4.3.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan ... 26
BAB 5: RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN
………29
5.1 PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN UNDANG-UNDANG PELAYARAN
... 29
5.2 PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELABUHANAN (PPNO.61/2009)
... 29
5.3 RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN
... 29
5.4 INISIATIF JANGKA PENDEK UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN
... 29
SUB LAMPIRAN A: LOKASI DAN RENCANA LOKASI PELABUHAN/TERMINAL
... 36
ii
SUB LAMPIRAN C: PELABUHAN STRATEGIS DALAM KORIDOR EKONOMI
... 78
SUB LAMPIRAN D: PARAMETER PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
PELABUHAN BERDASARKAN KORIDOR EKONOMI
... 81
1
BAB 1:
PENDAHULUAN
Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung kepada
transportasi laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia merupakan
prioritas utama. Selain untukmemberdayakan industri angkutan laut nasional,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran lebih lanjut mengamanatkan
prioritas dalam hal peningkatan efisiensi dan kesinambungan pembangunan
pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
maritim. Arah kebijakan di bidang kepelabuhanan menekankan pada penataan
penyelenggaraan pelabuhan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan,
penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi
regulator dan operator, pembagian peran pemerintah daerah dan swasta secara
proporsional dalam penyelenggaraan dan perencanaan pengembangan pelabuhan,
serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional untuk memenuhi kebutuhan
sektor pemerintah maupun swasta.
Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-Undang diharapkan dapat
mendukung dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan
mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola
distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Visi pembangunan di bidang kepelabuhanan ditetapkan sebagai berikut:
“Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang
mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah”.
Undang-UndangNomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaranjuga mengamanatkan bahwa
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) disusun sebagai kerangka kebijakan untuk
memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi acuan bagi pembangunan
bidang kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu-lintas
pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan
strategi pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan
pembangunan ekonomi dalam kerangka sistem transportasi nasional.
2
3
4
BAB 2:
KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL
Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda
dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem
transportasinasional dan strategi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu kebijakan
tersebut lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar
lembaga pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok
global
(supply chain management)
sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan
faktor kunci dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi informasi
komunikasi dan transportasimempengaruhi strategi bisnis yangterintegrasi antara
produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster industri dalam koridor
ekonomi.
Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi
yang efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing
Indonesia.Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem
logistik nasional dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik.
Infrastruktur transportasi merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan
publik, peraturan, dan sistem operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana
komitmen kebijakan pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus
melindungi kepentingan publik.
Dalam sistem transportasi nasional yang efesien dan efektif, kebijakan maritim masa
depan di Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang besar. Dengan berbagai
kebijakan akan diadakan perubahan secara berkesinambungan sesuai dengan prioritas
dan perkembangan lingkungan strategis dan internasional
(continuous improvement
process)
. Untuk itu masukan dari para pemangku kepentingan sangat diperlukan.
2.1
KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL
Kebijakan pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:
•
Mendorong Investasi Swasta
Untuk mendukung rencana MP3EI, partisipasi sektor swasta merupakan kunci
keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan
Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas.
•
Mendorong Persaingan
Mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha kepelabuhanan
yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif dan efisien.
•
Pemberdayaan Peran Penyelenggara Pelabuhan
Upaya perwujudan peran Penyelenggara Pelabuhan sebagai pemegang hak
pengelolaan lahan daratan dan perairan
(landlord port authority)
dapat
dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut mencerminkan penyelenggara
pelabuhan yang lebih fleksibel dan otonom.
•
Terwujudnya Integrasi Perencanaan
Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan
kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan
khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional,
sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta keterlibatan masyarakat
setempat.
•
Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel
Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan
dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur
penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi
kemungkinan kegagalan pasar.
•
Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin
Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas
pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal.
Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal
dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di seluruh pelabuhan. Secara
bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai
dengan ketentuan internasional.
•
Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim
6
•
Mengembangkan sumber daya manusia
Pengembangan
sumber
daya
manusia
diarahkan
untuk
meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan
tingkat efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan
perlindungan terhadap tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga
pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sektor pelabuhan, untuk memenuhi standar
internasional.
2.2
STRATEGI IMPLEMENTASI
2.2.1
Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif
Pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan diawasi secara efektif dan
dipublikasikan secara berkala kepada para pemangku kepentingan.
2.2.2
Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja
•
Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi
nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masingmoda
transportasi, instansi terkait lainnya dan Penyelenggara Pelabuhan. Pedoman
tentang perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan
diterbitkan. Badan usaha pelabuhan diminta untuk memberikan informasi yang
relevan kepada Penyelenggara Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan rencana
induk masing-masing pelabuhan.
•
Status pelabuhan akan di-
review
secara berkala untuk menentukan kemungkinan
terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana
Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk masing-masing pelabuhan.
•
Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan
pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara
berkala.
2.2.3
Pengaturan Tarif
•
Pengaturan penetapan tarif harus mudah diterapkan dalam arti setiap jasa
kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan. Tarif yang
diusulkan Badan Usaha Pelabuhan dapat ditolak apabila tidak wajar dibandingkan
dengan biaya penyediaan jasa atau infrastruktur..
•
Review tarif dilakukan tanpa mengurangi kebebasan badan usaha pelabuhan untuk
menegosiasikan perjanjian kerjasama usaha dengan mitra bisnisnya.
2.2.4
Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan
•
Persaingan di sektor pelabuhan akan terus didorong, baik terhadap fasilitas yang
sudah ada maupun melalui pengembangan pelabuhan baru atau perluasan
pelabuhan yang sudah ada.
•
Pedoman tentang prosedur penyampaian keberatan dan penyelesaian sengketa
akan dikeluarkan untuk mengatasi perilaku anti-kompetitif.
2.2.5
Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan
•
Dalam upaya meningkatkan keterampilan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM),
identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pendidikan di sektor
pelabuhan akan dilakukan bersama-sama dengan Badan Usaha Pelabuhan,
Penyelenggara Pelabuhan, koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat dan pusat
pelatihan yang ada. Kebutuhan dan strategi pengembangan pendidikan dan
pelatihan akan direvisi secara berkala untuk disesuaikan dengan tuntutan
permintaan.
•
Nota kesepahaman akan dibuat dengan pusat pelatihan, lembaga kejuruan, dan
perguruan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pelabuhan
dan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja serta memastikan kurikulum
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan.
•
Peningkatan kesejahteraan dan insentif yang dapat meningkatkan produktivitas
tenaga kerja, memperbaiki praktek jam kerja efektif, jumlah tenaga kerja riil,
memperluas program pelatihan dan mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan
persaingan di pelabuhan.
•
Keikutsertaan tenaga kerja di sektor pelabuhan akan didorong melalui program
pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga pelatihan, sekolah kejuruan
dan perguruan tinggi.
2.2.6
Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara
Efektif
Penerapan peraturan tentang keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan
akan dilaksanakan secara konsekuen dalam rangka memberikan kewenangan yang
lebih efektif kepada Syahbandar berdasarkan pedoman dan standar internasional
(
International Ship and Port facility Security Code
).
2.2.7
Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif
•
Dalam rangka menjamin perlindungan lingkungan maritim yang efektif di
pelabuhan, pedoman tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritim di
pelabuhan akan lebih dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan dan
dilaksanakan oleh Penyelenggara Pelabuhan yang mengatur:
o
Pencegahan pencemaran lingkungan maritim di pelabuhan;
o
Kerangka kerja sistem manajemen lingkungan maritim; dan
8
•
Peran Syahbandar untuk mengelola dan melakukan penanggulangan pencemaran
maritim di pelabuhan akan lebih ditingkatkan.
BAB 3:
PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI
PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA
3.1
LATAR BELAKANG
Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam
pembangunan nasional. Hal tersebut tercermin dalam kegiatan pelabuhan untuk
menunjang perdagangan internasional dan domestik secara nasional pada skala sangat
besar. Pada tahun 2009, pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang
terdiri atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah
batubara), 176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau
produk minyak bumi dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton
general cargo
dan 88,2
muatan peti kemas (terlihat pada Tabel 3-1, dan Gambar 3-1 dan 3-2).
Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume
muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor
sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor
sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi
karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun
2009.
Tabel 3-1 juga menunjukkan pertumbuhan lalu-lintas barang melalui pelabuhan
Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang
meningkat rata-rata 11,0 %. Namun demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah
beragam, sebagai contoh, lalu lintas curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat
dari 95,2 juta ton pada tahun 1999 menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan
peti kemas juga meningkat rata-rata 12,3 %, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999
menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009 (lihat juga Gambar 3-3). General cargo
meningkat rata-rata 7,3 %, sementara komoditas curah cair memiliki pertumbuhan
yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini. Secara total, lalu-lintas barang
melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menurut kelompok jenis muatan utama
diperlihatkan pada Tabel 3-2 serta secara grafis pada Gambar 3-1 sampai 3-3.
Sedangkan lalu-lintas antar pelabuhan (arus perdagangan) menurut jenis komoditasnya
ditunjukkan pada
Sub LampiranB
.
10
periode 2011 – 2014. Selain itu, tingkat inflasi juga diperkirakan turun dari 6,5% pada
kurun waktu 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada tahun 2025.
Peranan Pelabuhan menjadi sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain,
bila MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah
pertumbuhan lalu-lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi. Pelabuhan
strategis di masing-masing koridor ekonomi disajikan dalam
Sub Lampiran C
.
3.2
PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN BERDASARKAN
SKENARIO DASAR (
BASE CASE
)
Tabel 3-2 Lalu Lintas Muata dan Jenis Muatan d
Gambar 3-1 Bongkar Mu Pe
uatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Pe an dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu
r Muat Barang melalui Pelabuhan di Indonesia berdasar Perdagangan Tahun 2009 (dalam ribu ton)
12
us Perdagangan ribu ton)
Gambar 3-2 Bongkar Muat Tahun 200
Gambar 3-3 Bongkar Muat
uat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis M 2009 menurut Klaster Pelabuhan (dalam ribu ton)
uat Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia, Periode Tahun
is Muatan pada
Gam
Tabel 3-3 Prakiraan (Base Ca
3.3
PROYEKSI LALU LINT
Sebagaimana terlihat pada
lintas peti kemas Indonesi
pada Skenario Pertumbuh
Skenario Pertumbuhan Re
proyeksi untuk total berdas
Internasional Domestik
General Cargo 32,840 110,859
Peti Kemas 61,000 27,223
Curah Kering 312,852 255,914 Semen 144 14,941 Batubara 279,303 139,349 Biji Besi 10,531 91 Pupuk 5,162 30,665 Biji-bijian 3,832 2,343 Curah Kering Lain 13,879 60,124
Curah Cair 136,723 39,349 Minyak Bumi & Produk 91,110 385 CPO 22,438 38,485 Curah Cair Lain 23,175 479
Total 543,415 433,346 Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%)
General Cargo - -
Container - -
Dry Bulk - - Cement - - Coal - - Iron Ore - - Fertilizer - - Grain - - Other Dry Bulk - -
Liquid Bulk - - Petroleum & Products - - CPO - - Other Liquid Bulk - -
Total - - Jenis Muatan Jenis Perdagangan
2009
Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI
se Case) Arus Barang di Pelabuhan-Pelabuhan Indonesia (dalam ribu ton)
LINTAS BERBASIS SKENARIO ALTERNATIF
pada Gambar 3-5, pada Skenario Pertumbuhan Ting
nesia pada tahun 2030 akan mencapai 57 juta TEU
buhan Dasar akan mencapai 48 juta TEUs,seda
n Rendah 42 juta TEUs. Gambar 3-6 menyajikan
rdasarkan jenis muatan untuk ketiga skenario.
Internasional Domestik Internasional Domestik Internasio
143,699
39,213 148,562 187,775 43,294 180,748 224,043 50,2 88,222
106,894 65,626 172,519 157,271 100,020 257,291 294,2 568,766
328,918 342,135 671,053 310,318 438,906 749,224 284,4 15,085
6,700 21,925 28,625 8,757 28,655 37,411 14,2 418,652
279,303 203,330 482,633 250,000 272,101 522,101 200,0 10,623
13,714 400 14,114 16,686 1,000 17,686 23,5 35,828
7,323 39,934 47,257 9,346 48,586 57,932 14,5 6,175
4,316 2,639 6,954 4,672 2,885 7,557 5,4 74,003
17,562 73,907 91,469 20,858 85,679 106,537 26,7 176,072
178,042 52,718 230,759 216,653 65,700 282,353 315,9 91,495
118,649 501 119,151 144,355 610 144,965 213,6 60,923
30,069 51,574 81,643 37,471 64,271 101,742 55,4 23,654
29,323 642 29,965 34,827 819 35,646 46,8
976,761
653,066 609,040 1,262,106 727,537 785,374 1,512,911 944,8
3.0 5.0 4.6 2.0 4.0 3.6
9.8 15.8 11.8 8.0 8.8 8.3
0.8 5.0 2.8 (1.2) 5.1 2.2 (0
89.7 6.6 11.3 5.5 5.5 5.5
- 6.5 2.4 (2.2) 6.0 1.6 (2
4.5 27.9 4.9 4.0 20.1 4.6
6.0 4.5 4.7 5.0 4.0 4.2
2.0 2.0 2.0 1.6 1.8 1.7
4.0 3.5 3.6 3.5 3.0 3.1
4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0
5.0 5.0 5.0 4.5 4.5 4.5
4.0 5.0 4.0 3.5 5.0 3.5
3.1 5.8 4.4 2.2 5.2 3.7 Total Total
Total
2020
Jenis Perdagangan Jenis 2015
Jenis Perdagangan
14
esia, 2009-2030
Tinggi, total lalu
TEUs,sementara
sedangkan pada
kan secara jelas
sional Domestik
0,245 242,911 293,155 4,234 183,446 477,680 4,436 675,731 960,167 4,264 48,947 63,210 0,000 443,224 643,224 3,537 2,000 25,537 4,514 68,536 83,050 5,422 3,348 8,770 6,700 109,676 136,376 5,952 97,252 413,204 3,681 903 214,584 5,467 95,136 150,603 6,805 1,213 48,017
4,867 1,199,340 2,144,207
1.5
3.0 2.7 6.5
6.3 6.4 (0.9) 4.4 2.5
5.0
5.5 5.4 (2.2) 5.0 2.1
3.5
7.2 3.7 4.5
3.5 3.7 1.5
1.5 1.5 2.5
2.5 2.5 4.0
4.0 4.0 4.0
4.0 4.0 3.0
4.0 3.0
2.6
Gambar 3-5 Proyeksi Total L Pertumbuh
Gambar 3-6 Proyeksi Tota Muatan Menurut Skena
Gambar 3-6 menyajikan pr
muatan untuk ketiga skena
2,7 milyar ton pada tahun
Dasar dan 1,8 milyar ton pa
tal Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menu buhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu TEU)
otal Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasa enario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam
n proyeksi total lalu lintas muatan di Indonesia berda
kenario tersebut. Total lalu lintas muatan diprakirak
hun 2030,mencapai 2,1 milyar ton pada Skenario
pada Skenario Pertumbuhan Rendah.
2015
2020
2030
enurut Skenario
dasarkan Jenis lam ribu ton)
16
3.4
IMPLIKASI TERHADAP PEMBANGUNAN SEKTOR PELABUHAN
Hasil proyeksi lalu-lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi
yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu
diantaranya:
•
Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali
lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun
2030;
•
Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi
pelabuhan;
•
Peningkatan volume
peti
kemas
juga
akan
menimbulkan
kebutuhan
pengembangan pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian
barat maupun di timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan
Sistem Logistik Nasional. Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk
pengembangan pelabuhan hub tersebut.
BAB 4:
HIERARKI, LOKASI DAN RENCANA
PEMBANGUNAN PELABUHAN
Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada
pendekatan penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan
untuk masing-masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah diperhatikan
program pembangunan pelabuhan strategis di Indonesia.
Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan
meliputi (a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk
mendukung program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025, (b) Cetak Biru
Transportasi Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik Nasional, dan
(c) Rencana Strategis Sektor Perhubungan.
Sub Lampiran D
memberikan rangkuman parameter perencanaan dan strategi
pengembangan pelabuhan pada enam koridor pembangunan ekonomi sampai dengan
2030.Rangkuman tersebut memuat proyeksi lalu-lintas muatan melalui pelabuhan
berdasarkan jenis kargo, disain kapal dan target produktivitas, strategi investasi, dan
kegiatan bisnis utama pelabuhan.
Sub Lampiran E
memuat daftar rencana pengembangan pelabuhan (termasuk
pengembangan kapasitas dan kebutuhan investasi) sampai dengan tahun 2030
berdasarkan wilayah, lokasi, dan fasilitas pelabuhan.
4.1
KRITERIA HIERARKI PELABUHAN
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan, pelabuhan laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan
hierarki yang terdiri atas:
a.
Pelabuhan Utama (yang berfungsi sebagai Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan
Hub Internasional);
b.
Pelabuhan Pengumpul; dan
c.
Pelabuhan Pengumpan, yang terdiri atas:
1)
Pelabuhan Pengumpan Regional;
2)
Pelabuhan Pengumpan Lokal.
Hierarki pelabuhansebagaimana dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan kriteria
teknis sebagai berikut:
1.
Pelabuhan Utama:
a.
kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;
18
c.
memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil;
d.
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang
e.
kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m-LWS;
f.
berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general cargo/penumpang
internasional;
g.
melayani Angkutan petikemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan lain
yang setara;
h.
memiliki dermaga peti kemas/curah/
general cargo
minimal 1 (satu) tambatan,
peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan
penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai.
i.
berperan sebagai pusat distribusi peti kemas/curah/
general cargo
/penumpang di
tingkat nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional;
2.
Pelabuhan Pengumpul:
a.
kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan
meningkatkan pertumbuhan wilayah;
b.
memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil;
c.
berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil;
d.
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
e.
berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan
pertumbuhan nasional;
f.
kedalaman minimal pelabuhan –7 m-LWS;
g.
memiliki dermaga
multipurpose
minimal 1 tambatan dan peralatan bongkar
muat;
h.
berperan
sebagai
pengumpul
angkutan
peti
kemas/curah/general
cargo/penumpang nasional;
i.
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional;
3.
Pelabuhan Pengumpan Regional:
a.
berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan
antarprovinsi;
b.
berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan
peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
c.
berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi;
d.
berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Pengumpul dan Pelabuhan
Utama;
e.
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke Pelabuhan
Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;
g.
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
h.
melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar
kecamatan dalam 1 (satu) provinsi;
i.
berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau
±
25 mil;
j.
kedalaman maksimal pelabuhan –7 m-LWS;
k.
memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m;
l.
memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Regional lainnya 20 – 50 mil.
4.
Pelabuhan Pengumpan Lokal:
a.
Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataanserta
peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
b.
Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota;
c.
Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;
d.
Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar
kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota;
e.
berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama, Pelabuhan
Pengumpul, dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional;
f.
berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi,
perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut;
g.
berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung
kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai
terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup
masyarakat disekitarnya;
h.
berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali
keperintisan;
i.
kedalaman maksimal pelabuhan –4 m-LWS;
m.
memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m;
j.
memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil.
4.2
KEBUTUHAN INVESTASI PELABUHAN
20
investasi pelabuhan sampai dengan tahun 2030 berdasarkan koridor ekonomi dan jenis
terminal/fasilitas pelabuhan.
Secara ringkas, Tabel 4-2 menunjukkan indikasi kebutuhan jumlah pendanaan dari
sektor pemerintah dan swasta selama periode tahun 2011-2030.
Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030
(dalam juta US$, tahun 2011)
Catatan: *) Terminal lainnya: Terminal konvensional (muatan umum), terminal mobil, terminal serbaguna dan terminal penumpang
2011-2015
Sumatra 455 388 289 387 63 31 25 17 613 2,267 Java 2,095 - 339 60 86 354 130 100 2,342 5,506 Bali-Nusa Tenggara 7 - 20 - 41 121 - 47 190 426 Kalimantan 186 138 89 366 430 195 - 20 30 1,454 Sulawesi 121 9 50 - 166 355 75 - 94 870 Papua- Kepulauan 183 - 34 - 122 1,070 - 21 258 1,688 Total 3,046 535 821 813 906 2,127 230 205 3,528 12,212
2016-2020
Sumatra 2,192 467 344 299 167 44 - 20 222 3,755 Java 2,297 - 508 60 35 120 250 110 150 3,530 Bali-Nusa Tenggara 30 - 20 - 35 243 - 439 61 828 Kalimantan 120 138 89 346 35 243 - 30 61 1,061 Sulawesi 141 9 95 - 106 606 - - 121 1,077 Papua- Kepulauan 123 - 48 - 106 1,458 - 40 364 2,138 Total 4,902 614 1,103 705 484 2,714 250 639 980 12,390
2021-2030
Sumatra 4,329 903 762 597 202 88 - 30 - 6,911 Java 4,164 8 827 120 115 150 340 130 150 6,005 Bali-Nusa Tenggara 60 - 40 - 70 486 - 390 121 1,168 Kalimantan 338 275 178 693 70 486 - 29 121 2,190 Sulawesi 216 25 137 - 211 1,092 - - 243 1,923 Papua- Kepulauan 245 10 97 - 211 2,915 - 60 729 4,267 Total 9,352 1,221 2,041 1,410 882 5,217 340 639 1,365 22,465
2011-2030
Sumatra 6,975 1,758 1,395 1,283 432 163 25 67 835 12,934 Java 8,556 8 1,674 240 236 624 720 340 2,642 15,041 Bali-Nusa Tenggara 97 - 80 - 146 850 - 876 373 2,422 Kalimantan 644 550 356 1,405 535 924 - 79 213 4,705 Sulawesi 477 43 282 - 483 2,053 75 - 459 3,871 Papua- Kepulauan 550 10 179 - 439 5,443 - 121 1,351 8,093 Total 17,299 2,369 3,965 2,927 2,273 10,058 820 1,482 5,872 47,066
CDC /Multi Moda Pesiar/ Pariwisa ta Lahan/ Infra. Dasar Total Perode dan Koridor
Ekonomi
Terminal Peti
Kemas CPO
Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan (dalam juta US$)
22
Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030
Catatan:
1.
Pembiayaan dari sektor keuangan pemerintah/swasta untuk tanah, infrastruktur
dasar dan non-komersial terminal, rehabilitasi/pengembangan
pelabuhan-pelabuhan kecil baru. Sedangkan pembiayaan sektor swasta murni adalah untuk
pembangunan terminal di pelabuhan-pelabuhan komersial;
2.
Diperkirakan bahwa untuk periode 2011-2015 dari total kebutuhan pembiayaan
sebesar US$, 12.212 juta porsi BUMN mencapai US$3.521 juta.
4.3
PEMBIAYAAN PELABUHAN DAN KERANGKA DUKUNGAN DAN PENJAMINAN
PEMERINTAH
4.3.1
Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar US$ 45-50
milyar
untuk
pembiayaan
pembangunan
dan
pengembangan
kapasitas
pelabuhan.Diperkirakan sekitar 68% dari seluruh total investasi pengembangan
pelabuhan baru di Indonesia memerlukan pendanaan dari pihak swasta, terutama
berdasarkan skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) melalui pemberian konsesi
untuk jangka panjang, terutama untuk pelabuhan komersial seperti terminal peti
kemas, terminal curah, dan fasilitas pelabuhan komersial lainnya.
Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan
seperti pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (
breakwater
), penyediaan
terminal pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil
baru
(feeder)
yang harus disediakan oleh pemerintah.
4.3.2
Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah
pengalaman yang terbatas dalam penyelenggaraan pelabuhan. Dalam masa transisi,
lembaga tersebut hanya mempunyai anggaran yang terbatas dan pada dasarnya belum
memiliki kapasitas untuk melakukan pinjaman di awal tahun operasionalnya.
Satu-satunya sumber utama pendanaan infrastruktur dalam jangka pendek adalah dari
anggaran pemerintah.
Apabila Penyelenggara Pelabuhan belum memiliki sumber pembiayaan yang
mencukupi, maka potensi sumber pendanaan untuk investasi infrastruktur pelabuhan
dapat berasal dari konsesi. Di masa mendatang, sumber pembiayaan infrastruktur
dasar untuk Penyelenggara Pelabuhan akan berkembang sejalan dengan peningkatan
kinerja keuangan Penyelenggara Pelabuhan. Hal ini akan terjadi apabila Penyelenggara
Pelabuhan dimungkinkan untuk mengelola pendapatannya, termasuk pendapatan dari
penyelenggaraan kepelabuhanan (misalnya jasa labuh, sewa lahan, konsesi). Dengan
demikian Penyelenggara Pelabuhan dapat meningkatkan pendapatannya.
4.3.3
Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah
Karena keterbatasan anggaran, interaksi antara pihak pemerintah dan swasta diatur
dalam tiga jenis peraturan, yaitu peraturan mengenai Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS), peraturan spesifik sektor, dan peraturan umum lainnya yang mengatur
kegiatan usaha di Indonesia.
Terdapat empat prinsip dasar kebijakan investasi dalam kategori KPS, yaitu:
a.
Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur
Pemerintah bermaksud untuk memusatkan kebijakannya dalam (i) pemeliharaan dan
peningkatan infrastruktur yang ada, (ii) fokus pada pengembangan infrastruktur yang
secara ekonomi layak, namun secara finansial tidak layak, (iii) pemberian subsidi dan
kompensasi pada PSO (Kewajiban Layanan Umum) dalam pelayanan infrastruktur, dan
(iv) mengisi celah kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan cara menawarkan
proyek KPS kepada pasar.
b.
Peraturan dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Peraturan mengenai percepatan pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam Tabel
4.3 Peraturan KPS terutama mengacu pada Peraturan Presiden No. 67/2005 mengenai
Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah dirubah
dalam Peraturan Presiden No. 13/2010 dan No. 56/2011 yang memungkinkan
pemberian dukungan dan penjaminan pemerintah.
24
implementasi dari Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan
Infrastruktur.
[image:31.595.122.491.265.724.2]Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan
Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Keuangan dapat
menyediakan fasilitas (i) kebijakan dana talangan melalui Pusat Investasi Pemerintah
(PIP), (ii) penjaminan untuk resiko infrastruktur melalui PT. Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PII), dan (iii) layanan proyek pengembangan melalui PT. Sarana Multi
Infrastruktur (PT. SMI).
Table 4-1Dasar Hukum Investasi Sektor Swasta
No. Regulasi Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS) Penjelasan
Skema dan Pedoman KPS
1 Peraturan Presiden No.67 Tahun 2005
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
2 Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010
Perubahan atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
3 Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2011
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
4 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2012
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
5 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 83 Tahun 2010
Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi
Manajemen Resiko , Dukungan Pemerintah dan Penjaminan Infrastruktur
6 Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.01/2006
Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur
7 Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010
Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
8 Peraturan Menteri Keuangan No. 260/PMK.011/2010
Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
No. Regulasi Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS) Penjelasan
9 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2009
Daftar Rencana Proyek Kerjasama
10 Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
11 Public Private Partnership Book, Sector of Transportation, 2010-2014, Ministry of Transportation (2010)
12 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2011
Perubahan atas Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
13 Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-01/M.EKON/05/2006
Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
14 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-3/M.EKON/06/2006
Tata Cara dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
15 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur No. PER-4/M.EKON/06/2006
Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang Membutuhkan Dukungan Pemerintah
Kerjasama Daerah
16 Peraturan PemerintahNo. 50
Tahun 2007 Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah
Pengadaan Tanah
17 Undang-undang No. 2 Tahun 2012
Pengadaan Tanah bagi Pengembangan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
18 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
20 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
26
No. Regulasi Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS) Penjelasan
2007 Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum)
c.
Peran
Indonesia Infrastructure Fund
(IIF) dalam Pembiayaan Infrastruktur
Indonesia Infrastructure Fund
(IIF) dibentuk untuk (i) memenuhi pembiayaan jangka
panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta (ii)
menyediakan pembiayaan mata uang local dengan jangka waktu (tenor), persyaratan,
dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastrukturmelalui:
•
Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi domestik
untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi dari penawaran
pemerintah dan perusahaan skala besar;
•
Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan proyek
yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.
d.
Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dalam Penyediaan Penjaminan
untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia
PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:
•
Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;
•
Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur dengan
memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel;
•
Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan;
•
Melindungi pemerintah dari kewajiban yang bersifat kontingensi (termasuk
proteksi terhadap tekanan APBN).
4.3.4
Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan
Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak
swasta adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses
untuk pasar modal serta pembiayaan proyek.
•
Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif
Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial
dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif.
•
Implementasi regulasi secara komprehensif
Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen
pelaksanaan kebijakan pemerintah.
•
Persiapan proyek yang matang
Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk
berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan
kualitas teknik dan keuangan yang memadai.
•
Prosedur pelelangan yang kompetitif
Pelelangan pelabuhan/terminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar
pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat
pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.
•
Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak
Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya (
value for money
) bagi
pemerintah.
•
Kerangka pemantauan kinerja
Kerangka pemantauan kinerja diperlukan untuk pemantauan kepatuhan
pelaksanaan kontrak.
•
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku
Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh
pendapatan dari pengoperasian proyek.
•
Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif
Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian
tarif secara berkala.
•
Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritim yang komprehensif
Pihak swasta harus menerapkan standar keamanandan keselamatan pelayaran
serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.
•
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif
Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang
dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan
investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.
•
Kapasitas kelembagaan
28
•
Pengaturan yang independen
BAB 5:
RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN
PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah
digambarkan perlunya penjabaran lebih lanjut dibidang pengaturan dan kebijakan
untuk mendorong Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sistem
kepelabuhanan yang lebih berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi
yang meliputi:
•
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran;
•
Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
•
Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan.
5.1
PERATURAN
PELAKSANAAN
YANG
DIAMANATKAN
UNDANG-UNDANG
PELAYARAN
Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan
pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif.Beberapa hal telah
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, namun
masih diperlukan peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1.
5.2
PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG KEPELABUHANAN (PP NO. 61/2009)
PP No. 61/2009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang
Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut
dalam bentuk peraturan Menteri Perhubungan (Tabel 5.2.)
5.3
RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa
rencana aksi lebih lanjut (Tabel 5.3) secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para
pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan
dan regulasi di bidang kepelabuhanan.
5.4
INISIATIF JANGKA PENDEK UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN
30
manajemen pelabuhan, tenaga kerja bongkar muat dan pembangunan fasilitas
pelabuhan (Tabel 5.4).
Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran
No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan
1. Tarif dan Pelayanan Jasa Kepelabuhanan Pasal 110
UU Pelayaran
2. Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan reklamasi, Sertifikat Pemberi Jasa Pengerukan
Pasal 197
UU Pelayaran
3. Penetapan Daerah Wajib Pandu, Pelatihan dan ujian Pandu dan Penyelenggaraan Pemanduan
Pasal 201
UU Pelayaran
4. Pelaksanaan Keamanan dan Ketertiban serta Permintaan Bantuan di Pelabuhan
Pasal 212
UU Pelayaran
5. Kegiatan Kapal di Pelabuhan (Perbaikan kapal, Perpindahan muatan, gandeng kapal, Penanganan barang-barang berbahaya)
Pasal 216
UU Pelayaran
6. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran di Pelabuhan
Pasal 238
UU Pelayaran
7. Sistem Informasi Pelayaran Pasal 272
[image:37.595.113.482.544.742.2]UU Pelayaran
Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009
No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan
1. Prosedur Penetapan Lokasi Pelabuhan Pasal 19
PP 61/2009
2. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Rencana Induk Pelabuhan (masing-masing Pelabuhan)
Pasal 29
PP 61/2009
3. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan
Pasal 36
PP 61/2009
4. Prosedur Penyediaan, Pemeliharaan, Standar, Spesifikasi untuk Penahan Gelombang, Kolam Pelabuhan, Alur Pelayaran ke/dari Pelabuhan, Jaringan
No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Keterangan
Jalan dan Keamanan dan Ketertiban di Pelabuhan PP 61/2009
5. Persyaratan dan Prosedur Pemberian dan Pencabutan Konsesi
Pasal 78
PP 61/2009
6. Pemberian ijin Pembangunan Pelabuhan Pasal 86
PP 61/2009
7. Pemberian Ijin Pengembangan Pelabuhan Pasal 93
PP 61/2009
8. Persyaratan dan Prosedur Pemberian Ijin Pengoperasian Pelabuhan, Perbaikan dan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan
Pasal 104
PP 61/2009
9. Prosedur Pemberian Ijin Lokasi Pelabuhan, Konstruksi dan pengoperasian Pelabuhan untuk pelabuhan Daratan (Dry Port)
Pasal 109
PP 61/2009
10 Persyaratan dan Prosedur Penetapan Terminal Khusus (Persetujuan Lokasi, Konstruksi dan Operasi, Penggunaan oleh Pihak Ketiga, Peningkatan Operasi, Perubahan Status Pelabuhan, Pencabutan Ijin, Pengalihan Wewenang kepada Pemerintah)
Pasal 134
PP 61/2009
11 Prosedur untuk persetujuan pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
Pasal 144
PP 61/2009
12 Jenis, struktur dan klasifikasi tarif badan usaha pelabuhan untuk jasa pelabuhan , mekanisme untuk menentukan tarif untuk menggunakan lahan pelabuhan dan air
Pasal 148
PP 61/2009
13 Prosedur untuk menentukan status dari pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri
Pasal 153
PP 61/2009
14 Prosedur untuk pengolahan data dan pelaporan dan penyusunan sistem informasi pelabuhan
Pasal 161
[image:38.595.114.484.100.655.2]PP 61/2009
Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan
No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan
1 Membentuk kelompok unit pelayanan (customer focus group) di pelabuhan strategis sebagai forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan dalam formulasi, review dan implementasi kebijakan
32
No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan2 Pedoman rencana induk masing-masing pelabuhan memperhatikan perencanaan yang terintegrasi
untuk integrasi perencanaan dan pemantauan kinerja
3 Kementerian Perhubungan bersama Instansi pemerintahan terkait serta pengguna jasa pelabuhan secara periodik melakukan review
atas kinerja pelabuhan dalam rangka meningkatkan kinerja pelabuhan yang lebih baik.
untuk integrasi perencanaan dan pemantauan kinerja
4 Merumuskan indikator kinerja pelabuhan untuk keperluan perencanaan dan monitoring serta dipublikasikan.
untuk integrasi perencanaan dan monitoring
5 Merumuskan kebijakan Tarif yang wajar untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
6 Menyusun prosedur penyampaian usulan/ permohonan penetapan tariff oleh otoritas pelabuhan
untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
7 Mengembangkan proses peninjauan tarif dan persetujuan pelayanan jasa pelabuhan dalam rangka untuk mengevaluasi adanya dampak monopoli
untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
8 Mempertimbangkan kemungkinan adanya MoU dalam rangka untuk memonitor dan mendorong persaingan usaha dibidang kepelabuhanan.
untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
9 Memasukkan dampak persaingan usaha dalam rumusan rencana induk pelabuhan
untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
10 Menyusun prosedur tuntutan dan penyelesaian perselisihan mengenai masalah tarif dan perilaku monopolistis.
untuk mendorong persaingan usaha yang sehat
11 Menilai kebutuhan pelatihan untuk Ditjen Hubla, dan BUP dan mengembangkan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan pelatihan.
untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan
12 Mengadakan MoU dengan pusat pelatihan dan pendidikan dan Lembaga Perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi dan pengembangan kurikulum
untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan
13 Mengadakan koordinasi dengan pemangku kepentingan guna peningkatan produktivitas kerja
untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan
No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Keterangan
strategi untuk rekruitmen tenaga kerja dibidang kepelabuhanan
tenaga kerja di sektor pelabuhan
15 Mengeluarkan peraturan yang memberikan kewenangan yang penuh kepada Syahbandar hal memelihara keselamatan dan keamanan di pelabuhan
untuk memelihara kepatuhan peraturan keselamatan pelayaran
16 Mengeluarkan peraturan tugas dan kewenangan Syahbandar sesuai dengan peraturan keselamatan pelayaran yang ada
untuk memelihara kepatuhan peraturan keselamatan pelayaran
17 Mengeluarkan peraturan tugas dan kewenangan Syahbandar sesuai dengan peraturan perlindungan lingkungan maritim
untuk memelihara kepatuhan peraturan perlindungan lingkungan maritim
18 Membuat peraturan yang memberikan wewenang kepada Syahbandar untuk mengelola dan mengawasi terjadinya pencemaran di pelabuhan
untuk memelihara kebersihan perairan pelabuhan
19 Melakukan kerjasama dengan lembaga terkait untuk menjamin penanganan tanggap darurat di pelabuhan.
34
Tabel 5-4 Inisiatif untuk Pelaksanaan Kebijakan
No Materi Keterangan
1. Persiapan penyusunan pedoman teknis (toolkit) untuk penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan bagi Penyelenggara Pelabuhan yang meliputi:
• Model pemberian konsesi dan bentuk kerjasama lainnya;
• Model pemberian ijin (lisensi);
• Model analisa tarif dan keuangan pelabuhan;
• Sistem indikator kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan
untuk pemberdayaan Penyelenggara Pelabuhan
2. Pelatihan dan peningkatan kapasitas SDM di pelabuhan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi dan pusat pelatihan lainnya
untuk peningkatan kemampuan SDM, termasuk Penyelenggara Pelabuhan
3. Reformasi dan pelatihan tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan (TKBM)
untuk peningkatan kompetensi TKBM
4. Penelahaan pendayagunaan aset dan kapasitas pelabuhan pengumpan
untuk peningkatan pengelolaan pelabuhan oleh pemerintah daerah
5. Penyederhanaan proses pemberian perijinan dan deregulasi pengaturan melalui konsultasi dengan Penyelenggara Pelabuhan serta Pemerintah Daerah
untuk kepastian hukum dalam penetapan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara instansi pemerintah
6. Penelahaan pengalihan hak pengelolaan lahan daratan dan perairan pelabuhan kepada Penyelenggara Pelabuhan
untuk pemberdayaan Penyelenggara Pelabuhan
7. Penelahaan/kajian secara komprehensif atas rencana pembangunan International Hub Port (termasuk Kuala Tanjung dan Bitung)
untuk pembangunan pelabuhan hub internasional di masa depan
8. Mengembangkan sistem informasi dan komunikasi kepelabuhanan
No Materi Keterangan
9. Menyiapkan Proyek Percontohan KPS Pelabuhan (termasuk kemungkinan penyusunan rencana induk pelabuhan; studi kelayakan, termasuk strategi investasi dan kemungkinan diperlukannya bantuan dan jaminan infrastruktur; penyiapan dokumen lelang dan proses pelelangan)
untuk daya tarik dalam pengembangan model proyek pelabuhan melalui partisipasi pihak swasta
10 Optimalisasi sistem operasi dalam rangka mengantisipasi kapadatan lalu lintas muatan di pelabuhan strategis (termasuk Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan)
36
SUB LAMPIRAN A: LOKASI DAN RENCANA LOKASI PELABUHAN/TERMINAL
Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal
Hierarki
Pelabuhan/Terminal KET.
2011 2015 2020 2030
Provinsi : Aceh
1 1 Aceh Barat Meulaboh PP PP PP PP *
2 2 Aceh Barat Daya Susoh PR PR PR PR *
3 3 Aceh Barat Daya Lhok Pawoh PL PL PL PL
4 4 Aceh Besar Malahayati PP PP PP PP *
5 5 Aceh Besar Meulingge PL PL PL PL
6 6 Aceh Jaya Calang PP PP PP PP *
7 7 Aceh Jaya Lhok Kruet PL PL PL PL
8 8 Aceh Selatan Tapaktuan PR PR PR PR *
9 9 Aceh Selatan Sibadeh PL PL PL PL
10 10 Aceh Selatan Meukek PL PL PL PL
11 11 Aceh Singkil P. Banyak PL PL PL PL
12 12 Aceh Singkil P. Sarok PL PL PL PL
13 13 Aceh Singkil Singkil PP PP PP PP *
14 14 Aceh Singkil Gosong telaga PL PL PL PL
15 15 Aceh Tamiang Seruway PL PL PL PL
16 16 Aceh Timur Idi PR PR PR PR *
17 17 Aceh Utara Lhokseumawe/Krueng Geukeh PP PP PP PP *
18 18 Bireun Kuala Raja PL PL PL PL
19 19 Langsa Kuala Langsa PP PP PP PP *
20 20 Langsa Pusong PL PL PL PL
21 21 Pidie Sigli PL PL PL PL
22 22 Pidie Laweung PL PL PL PL
23 23 Sabang Sabang PU PU PU PU *
24 24 Banda Aceh Ulee Lheue PP PP PP PP
25 25 Simeulue Sibigo PL PL PL PL
26 26 Simeulue Sinabang PP PP PP PP *
Provinsi : Sumatera Utara
27 1 Asahan Tanjung Balai Asahan PP PP PP PP *
28 2 Batubara Kuala Tanjung PP PU PU PU * / **
29 3 Batubara Pangkalan Dodek PR PR PR PR *
30 4 Batubara Perupuk PL PL PL PL
31 5 Batubara Tanjung Tiram PR PR PR PR *
32 6 Batubara Teluk Nibung PR PR PR PR
Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal
Hierarki
Pelabuhan/Terminal KET.
2011 2015 2020 2030
34 8 Deli Serdang Pantai Labu PL PL PL PL
35 9 Deli Serdang Percut PL PL PL PL
36 10 Deli Serdang Rantau Panjang PR PR PR PR
37 11 Deli Serdang Tanjung Beringin PR PR PR PR *
38 12 Gunung Sitoli Gunung Sitoli PR PR PR PR *
39 13 Labuhan Batu Labuhan Bilik PL PL PL PL
40 14 Labuhan Batu Sei Barombong PR PR PR PR *
41 15 Labuhan Batu Teluk Leidong PP PP PP PP *
42 16 Labuhan Batu Tg. Sarang Elang PP PP PP PP *
43 17 Langkat Pangkalan Susu PP PP PP PP *
44 18 Langkat Pulau Kampai PL PL PL PL *
45 19 Langkat Tanjung Pura PR PR PR PR *
46 20 Langkat Tapak Kuda PL PL PL PL
47 21 Langkat Kuala Sarapu PL PL PL PL
48 22 Langkat Pangkalan Brandan PP PP PP PP
49 23 Mandailing Natal Natal/Sikara-kara PP PP PP PP *
50 24 Mandailing Natal Batahan PL PL PR PR
51 25 Nias Lahewa PR PR PR PR *
52 26 Nias Sirombu PR PR PR PR *
53 27 Nias Selatan Pulau Tanah Masa PL PL PL PL
54 28 Nias Selatan Pulau Tello PP PP PP PP *
55 29 Nias Selatan Teluk Dalam PR PR PR PR *
56 30 Serdang Bedagai Sialang Buah PL PL PL PL
57 31 Serdang Bedagai Pantai Cermin PR PR PR PR *
58 32 Tapanuli Tengah Barus PL PL PL PL *
59 33 Tapanuli Tengah Manduamas PL PL PL PL
60 34 Tapanuli Tengah Oswald Siahaan/ Labuhan Angin PR PR PR PP
61 35 Sibolga Sibolga PP PP PP PP *
Provinsi : Sumatera Barat
62 1 Kep. Mentawai Muara Siberut/Pokai PR PR PR PR *
63 2 Kep. Mentawai Muara Sikabaluan/Simailepet PL PL PL PL
64 3 Kep. Mentawai Sikakap PP PP PP PP *
65 4 Kep. Mentawai Siuban PR PR PR PR *
66 5 Kep. Mentawai Tua Pejat PR PR PR PR
67 6 Kep. Mentawai Subelen PL PL PL PL
68 7 Kep. Mentawai Labuhan Bajau PL PR PR PR
69 8 Kep. Mentawai Sinakak PL PL PL PL
38
Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal
Hierarki
Pelabuhan/Terminal KET.
2011 2015 2020 2030
71 10 Padang Muara Padang PP PP PP PP
72 11 Padang Teluk Bayur PU PU PU PU *
73 12 Pasaman Barat Air Bangis PR PR PR PR
74 13 Pasaman Barat Sasak PR PR PR PR
75 14 Pasaman Barat Teluk Tapang PR PR PP PP
76 15 Pesisir Selatan Muara Haji PR PR PR PR
77 16 Pesisir Selatan Carocok Painan PR PR PP PP
78 17 Pesisir Selatan Surantih PL PL PR PR
Provinsi : Kepulauan Riau
79 1 Batam Batam/Batu Ampar PU PU PU PU *
80 2 Batam Batam/Sekupang PU PU PU PU
81 3 Batam Kabil PU PU PU PU
82 4 Batam Nongsa PR PR PR PR
83 5 Batam Pulau Bulan PR PR PR PR
84 6 Batam Pulau Sambu PP PP PP PP *
85 7 Batam Batam Center PP PP PP PP
86 8 Batam Batu Besar PR PR PR PR
87 9 Batam Belakang Padang PL PL PL PL
88 10 Batam Harbour Bay PP PP PP PP
89 11 Batam Sagulung PL PL PL PL
90 12 Batam Sijantung PR PR PR PR
91 13 Batam Tanjung Riau PR PR PR PR
92 14 Batam Telaga Punggur PR PR PR PR
93 15 Batam Teluk Senimba PR PR PP PP
94 16 Bintan Barek Motor PL PL PL PL
95 17 Bintan Batu PL PL PL PL
96 18 Bintan Batulicin PL PL PL PL
97 19 Bintan Busung PL PL PL PL
98 20 Bintan Galang Batang PL PL PL PL
99 21 Bintan Gentong Pasir Batu PL PL PL PL
100 22 Bintan Jembatan Kawal PL PL PL PL
101 23 Bintan Keke Baru PL PL PL PL
102 24 Bintan Lagoi PP PP PP PP
103 25 Bintan Lobam PP PP PU PU
104 26 Bintan Malang Rapat PL PL PL PL
105 27 Bintan P. Buton PL PL PL PL
106 28 Bintan P. Gobin PL PL PL PL
Kabupaten/Kota Pelabuhan/Terminal
Hierarki
Pelabuhan/Terminal KET.
2011 2015 2020 2030
108 30 Bintan P. Kellong PL PL PL PL
109 31 Bintan P. Kelong PL PL PL PL
110 32 Bintan P. Koyan PL PL PL PL
111 33 Bintan P. Mantang PR PR PR PR
112 34 Bintan P. Mapur PL PL PL PL
113 35 Bintan P. Numbing PL PL PL PL
114 36 Bintan P. Pagkil Besar PL PL PL PL
115 37 Bintan P. Pangkil PL PL PL PL
116 38 Bintan P. Pangkil Kecil PL PL PL PL
117 39 Bintan P. Poto PL PL PL PL
118 40 Bintan P. Pulau PL PL PL PL
119 41 Bintan P. Sirai PL PL PL PL
120 42 Bintan P. Telang PL PL PL PL
121 43 Bintan Pelantar Korindo PL PL PL PL
122 44 Bintan Sei Kolak Kijang PP PP PP PP *
123 45 Bintan Semen Tokojo PL PL PL PL
124 46 Bintan Sungai Enam PL PL PL PL
125 47 Bintan Sungai Kecil PL PL PL PL
126 48 Bintan Tambelan PL PL PL PL
127 49 Bintan Tanjung Berakit PP PP PP PP
128 50 Bintan Tanjung Uban PP PP PP PP *
129 51 Bintan Trikora PL PL PL PL
130 52 Karimun Malarko PP PP PP PP
131 53 Karimun Moro PP PP PP PP
132 54 Karimu