• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAJIAN TORTOR DALAM UPACARA PAJONJONG BARINGIN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYAJIAN TORTOR DALAM UPACARA PAJONJONG BARINGIN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAJIAN TORTOR DALAM UPACARA PAJONJONG BARINGIN

PADA MASYARAKAT BATAK TOBA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

NURIANA S SIHALOHO

NIM 2103140033

PROGRAM STUDI SENI TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.

Apa yang penulis lakukan ini mungkin belum mencapai hasil yang maksimal, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca sangat diharapkan. Semoga Skripsi ini bisa memberi konstribusi dan membantu terhadap kegiatan penelitian-penelitiann relevan selanjutnya.

Banyak sudah dukungan dan bantuan yang penulis dapatkan dalam menyelesaikan Skripsi ini. Tanpa bantuan, dukungan, dan kemudahanan yang kemudahan yang diperoleh, sulit kiranya penulis menyelesaikan Skripsi ini. Untuk itu, rasa hormat dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

 Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan  Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

 Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik

 Siti Rahmah, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dorongan dan yangg telah membimbing penulis

 Martozet, S.Sn, MA selaku Pembimbing Skripsi I dan Dra. Rr. RHD Nugrahaningsih, M.Si selaku Pembimbing Skripsi II.

 Seluruh Staf Dosen Pengajar di Jurusan Sendratasik khusunya Program Studi Pendidikan Tari yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan.

 Teristimewa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Efendi Sihaloho, S.Pd dan Ibunda Naema Togatorop yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, semangat, kesabaran, kasih sayang dan Doanya kepada penulis serta Evayanti Sihaloho, AmKeb, Marlin Susanti Sihaloho, S.Pd, Marlon Susanto Sihaloho, S.Pd, Ertanti Sihaloho yang senantiasa memeberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.

 Terimakasih kepada Abror Harahap, SE yang sudah membantu dalam persiapan pemberkasan

(7)

iii

 Ucapan terima kasih kepada teman seperjuangan Kiki Rahmadani, Novia Marisaa, Reysita Lassari Damanik dan seluruh sahabatku Seni Tari stambuk 2010 serta Nudiroly fam’s : Kak Dina Manihuruk, Rhone Silalahi dan Sri Julana Manihuruk dan Wardah Bibie_Digicom serta semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per satu

Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Medan, 2015 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 12

A.Landasan Teoritis ... 12

1. Teori Penyajian ... 13

2. Teori Sistem ... 13

3. Pengertian Tortor ... 14

4. Pengertian Pajonjong Baringin ... 15

5. Pengertian Upacara Adat Kematian ... 16

(9)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

A.Letak Geografis Kabupaten Samosir ... 29

B.Keadaan Sosial dan Ekonomi ... 30

1. Keadaan Penduduk ... 30

2. Mata Pencaharian dan Sumber Daya Alam ... 31

C.Gambaran Umum Suku Batak Toba ... 32

1. Adat Istiadat Batak dalam Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba ... 33

D.Pelaksanaan Upacara Pajonjong Baringin ... 39

1. Persiapan Untuk Melakukan Upacara Pajonjong Baringin ... 39

a. Manggokkon tu Keluarga Sisolhot (Memberitahu kepada Keluarga Dekat) ... 40

b. Manggokkon tu akka dongan na humaliang (Memberitahu kepada semua Keluarga dan Masyarakat) 41 c. Paradehon Inganan (Mempersiapkan tempat) ... 42

d. Marhobas Sipanganon (Mempersiapkan makanan) ... 42

2. Upacara Adat ... 43

3) Acara Keluarga/Acara Mardongan Tubu ... 53

4) Acara Hula-hula ... 54

c. Upacara Keagamaan ... 55

E. Tujuan Pelaksanaan Upacara Pajonjong Baringin pada Saur Matua ... 58

1. Sebagai Pember Rasa Hormat ... 58

a. Orangtua yang Meninggal Dunia ... 58

b. Tamu-tamu yang datang ... 58

2. Sebagai ucapan terimakasih ... 59

3. Pemberi Garis Tahta ... 60

F. Gerak Tortor Pada Pelaksanaan Upacara Saur Matu ... 60

1. Gerak-gerak Yang Dilakukan Dalam Tortor Dalam Upacara Pajonjong Baringin ... 60

2. Proses Penyajian Tortor pada Upacara Pajonjong Baringin 65 3. Iringan Tortor pada Upacara Pajonjong Baringin ... 74

4. Tata Rias dan Busana pada Upacara Pajonjong Baringin 75

5. Properti ... 78

(10)

BAB V. PENUTUP ... 80

A.Kesimpulan ... 80

B.Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

iv

DAFTAR FOTO

Gambar 4.1. Gambar Peta Kecamatan Pangururan ... 29

Gambar 4.2. Foto Kakek yang meninggal ... 41

Gambar 4.14. Pemberian upah-upah garis keturunan ... 51

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap – tiap daerah tempat kesenian itu hidup dan berkembang. Bastomi (1992:10) menjelaskan bahwa seni adalah perwujudan rasa indah yang terkandung dalam jiwa seseorang, dilahirkan dengan perantaraan alat – alat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap dengan indra. Salah satu seni yang dapat ditangkap dengan indra adalah tari.

Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan bentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Seni sebagai bagian dari budaya turut melengkapi kebutuhan batin masyarakat. Sejalan dengan itu Edi Sedyawati (1981:10) menyatakan bahwa “Tari merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan selaras dengan perkembangan masyarakat”.

(14)

2

Masyarakat Batak Toba mengakui bahwa kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki. Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan.

Ungkapan hidup masyarakat Batak Toba yang berhubungan dengan harga diri adalah, harajaon (kuasa), hamoraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan). Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya. Setiap orang Batak Toba (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi seorang raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha-usaha untuk mendirikan ke”raja”annya sendiri. Manusia harus menghormati sanak

(15)

3

mencapai hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak Toba.

Masyarakat Batak Toba memiliki adat dalam mencerminkan sikap tingkah laku yang digunakan oleh masyarakatnya yang berisikan sistem kekeluargaan dengan nilai-nilai dan norma yang saling berhubungan. Perwujudan dari adat, secara normal dapat dilihat dari pelaksanaan upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Batak Toba pada fase kelahiran, perkawinan dan kematian.

Kelahiran pada masyarakat Batak Toba disebut dengan hatutubuon atau manaruhon aek ni unte (memberi ulos pada anak pertama). Kelahiran yaitu

memulai tahapan kedudukan kekerabatan seorang anak pada sistem kemasyarakatan yang berlaku.

Upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba disebut dengan pamasu-masuon atau mangadati dengan adat na gok1, dilaksanakan sesuai dengan prosedur adat yang dilaksanakan. Kronologis upacara perkawinan ini, dilaksanakan dengan mengikuti tata cara adat Batak Toba dengan menyertakan perangkat musik sebagai bagian dari rangkaian kegiatan upacara perkawinan.

Kematian pada masyarakat Batak Toba disebut dengan marujung ngolu yang terbagi atas mate tarposo, mate poso, mate pupur atau mate punu, mate matipul, mate sak – sak mardum, mate sari matua, saur matua, mate mauli

bulung. Dari beberapa kematian di atas, kematian yang dapat menyertakan adat

na gok dan gondang yaitu kematian saur matua. Orang tua yang meninggal dalam

kelompok ini, tidak akan ditangisi. Dan dianggap pantas mendapat perlakuan

1

Adat Na Gok merupakan istilah dalam bahasa Batak Toba yang berarti adat

(16)

4

terhormat pada upacara kematiannya. Untuk menghormati yang Saur Matua ini, orang banyak perlu diundang dengan mengadakan pesta besar dan memanggil ogung sabangunan. Mengundang kelompok musik ogung sabangunan,

diisyaratkan sebagai undangan bagi tamu-tamu dari pihak hasuhuton. Dalam upacara kematian Saur matua, sebagian besar kematian ini dikhususkan untuk keluarga yang bersangkutan serta masyarakat yang diundang. Dalam upacara kematian Saur Matua, terselip upacara adat di dalamya yaitu upacara Pajonjong baringin. Secara harifiah, pajonjong yaitu mendirikan, dan baringin yaitu tugu.

"Tugu adalah sebuah tiang besar dan tinggi yang terbuat dari batu, bata, dan sebagainya. Bagi sebagian orang Batak selalu memesankan kepada keturunannya agar kelak ia tua dan meninggal, jenazahnya dikuburkan ke kampung halamannya, (betapa pentingnya kampung halaman), tempat leluhur merupakan suatu hubungan sosial agar keturunannya tidak lupa pada leluhurnya.

(17)

5

untuk mengangkat status sosial, pribadi, keluarga dikampung halaman. Hal ini dikarenakan kemampuan di bidang materi yang dianggap sudah mapan. Di kalangan orang Batak sendiri ada suatu pemikiran bahwa keberhasilan selama ini atas berkat dari nenek moyang, sehingga timbullah keinginan untuk menggali tulang benulang nenek moyang dan memasukkannya ke dalam tugu dengan mengadakan pesta yang meriah. Jika di hormati dengan cara apapun baik dengan pembangunan tugu, akan memberikan berkat kepada keturunannya.

Salah satu fungsi tugu adalah secara sosial dan politis sebagai pemberitahuan pemilik tanah atau huta (kampung). Nama kampung sesuai dengan nama marga penghuninya, dalam arti marga itulah yang membuka kampung itu dahulunya. Tidak heran di setiap kampung selalu didirikan tambak (bangunan tempat tulang-belulang leluhur) dari beberapa generasi satu marga, atau tugu peringatan kesatuan marga tanah. Oleh sebab itu berdirinya tugu dan patung merupakan suatu pemberitahuan dan meterai hak kepemilikan tanah suatu marga. Setiap orang Batak sangat mencintai kampung halamannya, setiap orang yang mencantumkan nama marga di belakang namanya, pasti tahu asal marganya atau kampung halamannya.

(18)

6

Sabungan yang turut ikut di dalamya dan juga salah satunya pada pinompar

marga Sihaloho yaitu tugu Op. Raja Hoda. Op. Raja Hoda merupakan keturunan dari Op. Rajasodungdangon yang memiliki keturunan Op. Juara Langit yang juga memiliki keturunan berikutnya Op. Pamanggar dengan keturunan Op. Jagora, Op. Manat, Op. Liang Batu dan dilanjutkan dengan salah satu dari keturunannya

yaitu Op. Banjar Laut kemudian diikuti oleh Op. Niampohan dan Op. Raja Hoda. Op. Raja Hoda merupakan merupakan salah seorang yang mendirikan kampung

marga Sihaloho, sehingga untuk mengenang jasa dan untuk suatu peringatan, maka didirikannya tugu dengan nama tugu Op. Raja Hoda Sihaloho. Akan tetapi pada zaman sekarang ini, sudah banyak yang mendirikan tugu pada suatu keluarga dimana dengan tujuan untuk mengangkat status sosial pribadi atau keluarga tersebut.

Pajonjong baringin merupakan salah satu bagian dari upacara adat

kematian Saur Matua. Upacara Pajonjong Baringin ini dilaksanakan seluruh pihak keturunan pomparan2 yang meninggal yaitu dari keturunan atas sampai keturunan bawah serta masyarakat yang diundang. Pajonjong Baringin dilaksanakan dengan adat na gok berdasarkan pada dalihan natolu. Pajonjong Baringin dalam upacara ini dapat dilihat bukan hanya sebatas kelengkapan atau

kebesaran adat itu sendiri, melainkan juga sebuah simbol media keluarga untuk mengucap syukur pada “mula jadi na bolon”, dimana tortor sangat berperan penting dalam pelaksanaan upacara ini.

2

(19)

7

Sejak dahulu kala, orang Batak Toba telah mengenal tortor sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam hidupnya. Tortor diyakini sebagai suatu media khusus yang dilaksanakan dalam berbagai upacara adat dan keagamaan. Dengan demikian tortor dipahami bukan hanya sekedar bagian seni budaya melainkan juga merupakan bagian penting dalam berbagai upacara keagamaan yang sifatnya sakral dan dilakukan pada upacara-upacara penting dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Beberapa pelaksanaan upacara adat Batak Toba, peran tortor dianggap merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari upacara tersebut, tortor justru digunakan sebagai alat untuk menjembatani pelaksanaan adat. Oleh

karena itu tortor dianggap sebagai simbol kebesaran dalam pelaksanaannya. Dalam upacara Pajonjong Baringin, pada saat malam terakhir, para Raja huta, dongan tubu, dongan sahuta, Tulang dan Boru melakukan perkumpulan

untuk membicarakan tentang acara adat penguburan. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara manortor bersama oleh pihak hasuhuton3.

Dengan kata lain, tortor merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dalam keterlaksanaan, kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan upacara adat Pajonjong Baringin. Untuk menjelaskan peran tortor dalam kelancaran dan keterlaksanaan upacara ini, maka penulis memilih topik penelitian ini dengan menjelaskan bagaimana “ Penyajian Tortor dalam Upacara Pajonjong Baringin pada Masyarakat Batak Toba” untuk dijelaskan melalui tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi.

3

(20)

8

B. Identifikasi Masalah

Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa : “Identifikasi masalah adalah

suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan - keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa pertanyaan - pertanyaan.

Dari uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Bagaimana penyajian tortor dalam upacara Pajonjong Baringin pada upacara kematian masyarakat Batak Toba?

2. Bagaimana prosesi upacara adat kematian dalam upacara Pajonjong Baringin?

3. Bagaimana sistem kekerabatan yang terlibat dalam upacara Pajonjong Baringin pada kematian masyarakat Batak Toba?

C. Pembatasan Masalah

Setelah di identifikasi masalah, maka arah penelitian ini harus dibatasi agar tidak melebar dan meluas kemana – mana. Hal ini dilakukan dalam proses menganalisis dan penelitian. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

(21)

9

2. Bagaimana sistem kekerabatan dalam upacara Pajonjong Baringin pada kematian masyarakat Batak Toba?

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam perumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan - batasan yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:281) yang menyatakan bahwa : “Supaya masalah dapat terjawab secara akurat, maka masalah yang akan diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik”.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, serta pembatasan masalah maka menuntut penelitian ke arah perumusan. Agar penelitian dapat terfokus pada satu masalah yang akan ditinjau lebih lanjut. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana penyajian Tortor dalam upacara Pajonjong Baringin pada masyarakat Batak Toba tersebut”.

E. Tujuan Penelitian

(22)

10

ide-ide baru dalam memecahkan masalah-masalah pada kegiatan yang dilakukan. Sama halnya seperti menurut pendapat S. Margono (1997) “Penelitian bertujuan untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah, kemudian meningkatkan daya nalar untuk mencari jawaban permasalahan itu melalui penelitian”. Maka dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan yang memiliki tujuan

yang jelas akan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penelitian. Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan penyajian Tortor dalam upacara Pajonjong Baringin pada upacara kematian pada Masyarakat Batak Toba.

2. Mendeskripskan sistem kekerabatan dalam upacara Pajonjong Baringin pada kematian masyarakat Batak Toba

F. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian pasti akan memperoleh hasil yang bermanfaat, manfaat penelitian diharapkan dapat mengisi kebutuhan segala komponen masyarakat baik dari instansi yang berkaitan dan lembaga – lembaga kesenian maupun praktisi kesenian, serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas. Maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

(23)

11

2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyrakat atau lembaga yang mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian tradisional.

3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau mendalami budaya dan tari.

4. Sebagai motivasi di kalangan pemuda agar lebih membangkitkan keinginan masyarakat untuk melestarikan budaya Batak Toba

5. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Seni Tari, Universitas Negeri Medan.

(24)

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua yang sudah diteliti di lapangan, dapat diambil kesimpulan, bahwa upacara Pajonjong Baringin, merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba, ketika mereka mendapat dukacita dengan meninggalnya orangtua dan adanya penyerahan pengganti garis keturunan sesuai adat raja. Dalam pelaksanaan upacara banyak hal-hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan agar jalannya upacara, dan tujuan dari upacara itu sendiri berjalan sesuai adat yang ditentukan. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dari Bab I sampai Bab IV dapat diketahui bahwa :

1. Upacara Pajonjong Baringin adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila kematian yang terjadi pada orangtua yang sudah banyak umurnya, dimana anak-anaknya seluruhnya sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah mempunyai keturunan.

2. Fungsi upacara Pajonjong Baringin yang dilakukan masyarakat Batak Toba adalah untuk menghormati orangtua mereka. Upacara ini dilakuan dengan tujuan mengenal bahwa yang meninggal merupakan raja besar dan unttuk menyerahkan pengganti garis keturunan keluarga tersebut.

(25)

81

4. Punu. 4) Mate Matipul. 5) Mate Sak-sak Mardum. 6) Mate Sari Matua. 7) Mate Saur Matua. 8) Mate Mauli Bulung.

5. Fungsi tortor yang dilakukan pada upacara Pajonjong Baringin, adalah bukan hanya gerak semata, namun ada maksud tertentu dan tujuan tertentu. Berdasarkan falsafah kehidupan dan ritual serta merupakan bagian bagian dari ritus adat yang digerakkan secara simbolis. Gerakan tortor terpola dalam aturannya.

B. Saran

Dalam tulisan ini dapat diambil beberapa hal yang menjadi satu pertimbangan kepada penulis, maupun para pembaca, agar dapat diketahui bersama. Adapun yang menjadi pertimbangan adalah :

1. Sebagai masyarakat Batak Toba yang menjadi pemilik dari kebudayaan ini, agar dapat lebih memperhatikan dan menjaga keragaman dari adat dan budaya yang ada di masyarakatnya. Hal ini dikarenakan banyak gerak dari tortor ini di dalamnya mempunyai tujuan dan juga terdapat simbol-simbol

dari segala aktifitas yang mereka kerjakan.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2000. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta.

Anya, Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung : STSI Press.

Hutasoit, M, 1976. Gondang Dohot Tortor Batak, Medan.

Langer, Suzane K. 2006. Problematika Seni, Ter. F. X Widaryant, Bandung : STSI PMSS.

Mardiana, Alita. 2013. Kajian Makna simbol gerak dasar tortor Batak Toba, Medan: Universitas Negeri Medan.

Margono S, Drs. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nugrahaningsih RHD, Dra. 2012. TARI : Identitas dan Resistensi. Medan : UNIMED PRESS

Nurwani. 2007. Pengetahuan Tari, Diktat Jurusan Sendratasik, FBS Universitas Negeri Medan.

Purba, Mauly.2012. Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Batak Toba. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta: Rineka Cipta.

Ritzer, George.2012. Teori Sosiologi. Pustaka Belajar : Yogyakarta

Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar Metodologi Penelitian, FKIP : Universitas Muria Kudus.

(27)

Sibarani, Sadar,2006, Raja Batak, Jakarta : Partano Bato.

Sihombing T.M.1986. Filsafat Batak Tentang Kebiasaan Adat Istiadat. Balai Pustaka. Jakarta.

Sirait, Sarma, 2008. “Tortor Dalam Upacara Adat Pada Masyarakat Batak Toba

Medan: Universitas Negeri”. Medan : Skripsi untuk meraih gelar sarjana

Pendidikan : Unimed.

Sirait, Kostan, 2009. “Pembelajaran Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi

di SMK Negeri 11 Medan”. Medan : Skripsi untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.

Soedarsono. 1987. Tari – Tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Soekanto, Prof. Dr. Mr. dan Soerjono Soekanto, Dr. S.H, M.A. 1981. Pokok – Pokok Hukum Adat, Bandung : Penerbit Alumni.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Afabeta.

Sudjana, Nana. 1988. Tuntutan Karya Ilmiah. Jakarta : Pustaka AZ.

Surachmad, Winarno. (1990). Penghantar Pendidikan Ilmiah. Bandung : Tarsito. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Toba

http://digilib.unimed.ac.id/makna dan fungsi pendirian tugu leluhur pada masyarakat batak toba di kecamatan balige kabupaten toba samosir studi kasus tugu marga panjaitan 1042.html

Gambar

Tabel 2.1.  Kerangka konseptual ...............................................................
Gambar 4.1.  Gambar Peta Kecamatan Pangururan ..................................   Gambar 4.2

Referensi

Dokumen terkait

P nl merupakan suplai daya lima phasa pada keadaan tanpa beban, maka besar reaktansi.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi S1

Oral malodorous compound triggers mitochondrial-dependent apoptosis and causes genomic DNA damage in human gingival epithelial cells. Hydrogen sulfide inhibits cell proliferation

The mechanism of protein re-methylation inhibition is supported by results of studies that have indicated that successful treatment regimen could lower its concentration

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perasan daun jambu biji ( psidium guajava ) efektif sebagai insektisida nabati terhadap kematian nyamuk Anopheles

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai peranan komunikasi dalam mempengaruhi kinerja

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir. RKA SKPD 2.2 PEMERINTAH

Pembelajaran dikatakan efektif jika setelah mengalami proses pembelajaran dengan perangkat yang dikembangkan menggunakan model Group Investigation berbasis RME jika (1)