KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN
DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG
LABU KUNING
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
HALAMAN PERSETUJUAN
KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN
DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG
LABU KUNING
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Pramudya Kurnia, STP., M.Agr
HALAMAN PENGESAHAN
KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN
DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG
LABU KUNING
OLEH
NOVIA PUTRI PAMUNGKAS
J 310 100 078
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Selasa, 3 Mei 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Pramudya Kurnia, STP., M.Agr (……..……..) (Ketua Dewan Penguji)
2. Eni Purwani, S.si., M.si (………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3.Dwi Sarbini, S.ST., M.kes (………...….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Suwaji, M.kes
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 3 Mei 2016
Penulis
NOVIA PUTRI PAMUNGKAS
KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING
Abstrak
Pendahuluan: Penganekaragaman pangan berguna untuk mengurangi
ketergantungan pada pangan tertentu seperti tepung terigu. Salah satu upaya untuk mengatasi ketergantungan tersebut yaitu dengan pengembangan pemanfaatan bahan pangan lokal di antaranya adalah labu kuning.Labu kuning menjadi salah satu alternatif untuk substitusi tepung terigu karena labu kuning banyak tumbuh di Indonesia dan hasilnya cukup melimpah. Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik nasional belum tersedia. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar β-karoten, tingkat pengembangan dan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning.
Metode Penelitian: Penelitian ini menurut jenisnya merupakan penelitian
eksperimen. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan. Data hasil uji kadar betakaroten, tingkat pengembangan dan daya terima dianalisis menggunakan uji anova satu arah.
Hasil Penelitian: Nilai beta karoten pada bakpao tidak mengalami peningkatan
yang stabil ketika disubstitusi tepung labu kuning, hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram. Tingkat pengembangan pada bakpao tidak mengalami peningkatan yang stabil ketika disubstitusi tepung labu kuning, hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16%. Ada perbedaan kadar beta karoten, tingkat pengembangan dan daya terima pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning. Bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 10% mempunyai daya terima paling tinggi.
Kesimpulan: Ada perbedaan kadar beta karoten, tingkat pengembangan dan daya
terima pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning.
Kata kunci:tepung labu kuning, daya kembang, daya terima, beta karoten.
Kepustakaan: 7 (1983 - 2013)
DIFFERENCES IN β-CAROTENE, DEVELOPMENT AND
ACEEPTANCE OF BUNS MADE FROM YELLOW PUMPKIN FLOUR
Abstract
Introduction: Diversification of food is useful for reducing dependence on
2
differences in levels of β-carotene, levels of development and acceptance of buns with pumpkin flour substitution.
Methods: This study is a research experiment. This study uses a completely
randomized design with 4 treatments. Beta-carotene content, the level of development and acceptance were analyzed using one-way ANOVA test.
Results: The value of beta carotene on the buns do not experience a steady
increase when the starch is substituted by pumpkin, the highest result was found in buns with substitution of 15% ie 0.0128 mg/g. The level of development of the buns do not experience a steady increase when the starch is substituted by pumpkin, the highest result found in buns with substitution of 15% ie 54.16%. There are differences in the levels of beta carotene, the level of development and acceptance of the buns with pumpkin flour substitution. Buns with pumpkin flour substitution 10% had received the highest acceptance.
Conclusion: There are differences in the levels of beta carotene, the level of
development and acceptance of the buns with pumpkin flour substitution.
Keywords: flour pumpkin, flower power, acceptance, beta carotene.
Literature: 7 (1983 - 2013)
1. PENDAHULUAN
Labu kuning menjadi salah satu alternatif untuk substitusi tepung terigu karena
labu kuning banyak tumbuh di Indonesia dan hasilnya cukup melimpah. Labu
kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik nasional belum
tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa, Sulawesi Selatan,
Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan, Komoditas ini telah ditanam pada luasan
tidak kurang dari 300 hektar (Astawan, 2004)
Meskipun keberadaannya sangat melimpah, pemanfaatan labu kuning di
kalangan masyarakat masih sangat sederhana. Selama ini labu kuning hanya
diolah sebagai sayur lodeh ataupun kolak saja. Padahal kandungan labu kuning
sangatlah banyak. Labu kuning merupakan sumber karbohidrat kaya dengan
vitamin A yang merupakan antioksidan yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh
antara lain untuk anti penuaan dan mencegah penyakit degeneratif (Raharjo,
2009).
Menurut penelitian Anggrahini (2011) sesuai namanya, labu kuning
mempunyai warna kuning atau jingga sebab kandungan karotenoidnya yang
memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan untuk menyembuhan berbagai
penyakit dan juga untuk kecantikan.
Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan
atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal
ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Dengan menerapkan
mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan produsen pangan makanan
yg dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen aman, bukan hanya
konsumen lokal tetapi juga konsumen global. Dalam pembuatan bakpao harus
diperhatikan pengendalian mutu proses agar produk yang dihasilkan sesuai
dengan target yang diharapakan.
Menurut Elvira (2013) gluten merupakan unsur terpenting dalam pembuatan
bakpao yang memberikan karakter adonan elastis/lentur dan ekstensibel/ dapat
direntangkan. Dengan sifat demikian, adonan mampu menahan gas (CO2) yang
terbentuk selama fermentasi/peragian dan dapat mengembang sempurna untuk
menghasilkan produk lentur/elastis dan lunak. Untuk menjamin bakpao bebas
gluten dapat diterima, maka bakpao labu kuning harus dibuat dengan karakteristik
mutu yang sama dengan bakpao yang terbuat dari terigu. Untuk itu, maka
pemilihan bahan baku dan modifikasi proses pengolahan perlu diperhatikan.
Pengaruh volume pengembangan bakpao labu kuning dari bahan-bahan ini
terhadap karakteristik adonan bakpao yang dihasilkan berbeda-beda, tergantung
pada jenis dan jumlah yang digunakan, juga jenis formula dasar dan ingredient
tambahan yang digunakan. Karena itu diperlukan uji coba untuk mencari formula
yang tepat.
Bakpao merupakan hidangan tradisional cina. kata bakpao berasal dari “bak” yang berarti daging babi dan “pao” yang berarti dibungkus. Namun sekarang mayoritas penduduk muslim konotasi bakpao tidak lagi demkian.
Teksturnya yang kenyal dan empuk serta rasa yang manis ini sangat diminati
semua kalangan masyarakat, oleh sebab itu penelitian ini membuat inovasi agar
tekstur serta rasa bakpao tidak hanya itu saja namun dengan substitusi tepung
yang terbuat dari labu kuning yang kaya akan gizi serta vitamin menjadi sangat
4
penelitian ini mengambil penganekaragaman makanan yaitu bakpao dengan
pengolahan yang sederhana sehingga masyarakat dapat mencobanya.
2. METODE
Penelitian ini menurut jenisnya merupakan penelitian eksperimen. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui perbedaan Kadar β-karoten, tingkat pengembangan
dan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan, yaitu :
1. Perlakuan A : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0%.
2. Perlakuan B : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning sebesar
5% dari berat bahan utama tepung terigu.
3. Perlakuan C : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning sebesar
10% dari berat bahan utama tepung terigu.
4. Perlakuan D : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning
sebesar 15% dari berat bahan utama tepung terigu.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Kadar betakaroten diperoleh dengan menggunakan uji kadar betakaroten
menggunakan metode Spektrofotometer.
2. Tingkat pengembangan dilakukan dengan cara membandingkan tinggi adonan
dengan tinggi bakpao.
3. Daya terima dilakukan dengan melakukan uji kesukaan terhadap warna,
aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan.
Data hasil uji kadar betakaroten, tingkat pengembangan dan daya terima
dianalisis menggunakan uji anova satu arah dengan taraf signifikan 95 % dengan
menggunakan program SPSS versi 17, jika dari analisis anova ada pengaruh,
masing-masing perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT).
3. HASILDANPEMBAHASAN
3.1Kadar Betakaroten
Tabel 2
Hasil Uji Beta Karoten Bakpao dengan Substitusi Tepung Labu Kuning yang Berbeda
Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis beta karoten sampel dengan substitusi tepung labu kuning yang berbeda diketahui bahwa pada substitusi tepung labu kuning 5% dan 15% mempunyai kandungan beta karoten paling tinggi, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan uji Anova.
Berdasarkan uji Anova pada taraf significant 95% didapatkan hasil dari masing-masing sampel yaitu nilai p= 0,064 (p > 0,05) tidak signifikan yang artinya tidak ada perbedaan sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Kadar beta karoten terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0% yaitu sebesar 0,0003 mg/gram.
6
3.2Tingkat Pengembangan
Pengembangan pada bakpao yang disubstitusi dengan tepung labu kuning dengan variasi penambahan tepung labu kuning yang berbeda, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Hasil Uji Tingkat Pengembangan Bakpao dengan Substitusi Tepung Labu Kuning yang Berbeda
Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
Hasil analisis tingkat pengembangan sampel dengan substitusi tepung labu kuning yang berbeda diketahui bahwa pada substitusi tepung labu kuning 10% dan 15% mempunyai tingkat pengembangan paling tinggi, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan uji Anova.
Berdasarkan uji Anova pada taraf significant 95% didapatkan hasil dari masing-masing sampel yaitu nilai p= 0,042 (p < 0,05) signifikan yang artinya ada perbedaan sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) didapatkan bahwa pada tiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16% di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Tingkat pengembangan terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 5% yaitu sebesar 32,00%.
tersebut. Salah satu modifikasi tepung labu kuning bisala dilakukan secara kimia yaitu dengan cara eterifikasi, esterifikasi, cross-linking, dekomposisi asam, hidrolisa dengan menggunakan enzim, dan oksidasi. Modifikasi secara kimia bertujuan untuk membuat tepung mempunyai karakteristik yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan reagen atau bahan kimia tertentu dengan tujuan mengganti gugus hidroksil (OH-) pada pati. Proses modifikasi tepung waluh telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Kajian karakteristik fisikokimia tepung labu kuning (Cucurbita moschata) termodifikasi dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi asam laktat (Yanuwarda,dkk, 2013).
3.3Daya Terima (Uji Kesukaan)
Daya Terima panelis terhadap bakpao dengan substitusi tepung labu kuning meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan kesukaan keseluruhan. Daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning dapat dilihat tabel 4.
Tabel 4
Nilai Rata-rata Panelis Berdasarkan Uji Kesukaan Pada Bakpao yang Disubstitusi Tepung Labu Kuning
Substitusi Tepung Labu
Kuning
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
0% 3,240a 3,340a 2,920a 3,300a 3,200a 5% 3,540b 3,540b 3,540b 3,320a 3,720b 10% 3,680b 3,600b 3,480b 3,340a 3,720b 15% 3,440c 3,340a 3,300c 3,540b 3,440c Nilai p 0,007 0,018 0,003 0,062 0,003 Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
Berdasarkan rata-rata hasil uji daya terima, dapat diketahui penilaian panelis terhadap bakpao dengan variasi substitusi tepung labu kuning yang berbeda meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan.
4. PENUTUP
1. Nilai beta karoten pada bakpao tidak mengalami peningkatan ketika disubstitusi tepung labu kuning. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Kadar beta karoten terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0% yaitu sebesar 0,0003 mg/gram.
2. Tingkat pengembangan pada bakpao tidak mengalami peningkatan ketika disubstitusi tepung labu kuning. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16% di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Tingkat pengembangan terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 5% yaitu sebesar 32,00%.
3. Ada perbedaan kadar beta karoten pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram.
4. Ada perbedaan tingkat pengembangan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 1,30 cm.
5. Ada perbedaan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan rasa menduduki tingkat perbedaan paling tinggi dan tekstur tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Elvira, Sylvia D. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penertbit FKUI. Hal 229-231
Erawati, Christina, Mumpuni. 2006. Kendali Stabilitas Betakaroten Selama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L). Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Khamer, A dan B. A. Twigg. 1983. Fundamental Of Quality Control For The Food Industry. The AVI pub. Inc., Conn., USA
Rahardjo, Kondho. 2009. Labu Kuning Mencegah Penyakit Degeneratif. Dalam Kedaulatan Rakyat. 2009
Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Laktat. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian. Univesitas Sebelas Maret.