• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan Development of Village Tourism Based on Local Wisdom in

Bawomataluo Village, Fanayama Subdistrict, South Nias

Albertoras Telaumbanua, Asima Yanti Siahaan & Muryanto Amin*

Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 13 Agustus 2022; Disetujui: 30 Agustus 2022; Dipublish: 14 Desember 2022 Abstrak

Kawasan Desa Bawomataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias selatan, Selain memiliki potensi wisata alam yang indah, juga memiliki potensi wisata kearifan lokal budaya yang sangat menarik dan unik yang masih dipertahankan. Pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal merupakan upaya strategis dalam menjaga keutuhan budaya lokal masyarakat dan membangun masyarakat. Tujuan dari penelitian ini menganalisis dan mendreskripsikan pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal sesuai dengan kriteria wisata di kawasan Bawomataluo serta gambaran potensi wisata, sarana prasanana, akses, lingkungan, kondisi masyarakat, pengelolahan, sosial budaya dan kearifan lokal masyarakat serta analisis faktor penghambat pengembangan pariwisata. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan memaparkan dan menginterprestasikan semua data dan infomasi yang diperoleh di lapangan. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan tahapan, reduksi, penyajian data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan pengembangan kawasan Bawomataluo berbasis kearifan lokal dimana peran penting tokoh adat Si’ulu dan Si’ila sebagai bentuk kearifan lokal dalam pengembangan, peran norma dan humum adat (Fondrako), dan kontribusi penggunaan bahasa Daerah (Li Niha) dalam pengembangan.

Kata Kunci: Desa Wisata; Kearifan Lokal; Pengembangan Wisata.

Abstract

The Bawomataluo Village area, Fanayama District, South Nias Regency, in addition to having beautiful natural tourism potential, also has very interesting and unique local cultural wisdom tourism potential that is still maintained.

The development of a tourism village based on local wisdom is a strategic effort in maintaining the integrity of the local culture of the community and building the community. The purpose of this study is to analyze and describe the development of tourism villages based on local wisdom in accordance with tourism criteria in the Bawomataluo area as well as an overview of tourism potential, infrastructure, access, environment, community conditions, management, socio-culture and local wisdom of the community as well as analysis of supporting factors for tourism development.

The study used a qualitative descriptive method by describing and interpreting all data and information obtained in the field. The results showed the development of the Bawomataluo area based on local wisdom where the important role of Si'ulu and Si'ila traditional leaders as a form of developing local wisdom in development, the role of customary norms and humum (Fondrako), and the contribution of the use of regional languages (Li Niha) in the development of the Bawomataluo area.

Keywords: Tourism Village; Local Wisdom; Tourism Development.

How to Cite: Telaumbanua, A. Siahaan, A.Y. & Amin, M. (2023). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan. PERSPEKTIF, 12(1): 212-225

*Corresponding author:

E-mail: muryantoamin@usu.ac.id ISSN 2085-0328 (Print)

ISSN 2541-5913 (online)

(2)

PENDAHULUAN

Secara umum peran pariwisata dalam pembangunan dipandang sebagai sektor yang memliki potensi wisata yang kaya seperti kekayaan wisata alam, wisata budaya lokal, keragaman makanan tradisonal, kerajinan tangan yang dapat andalkan masih menduduki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara (quick yielding). Menurut (World Tourism Organization, 2004).

“Tourism is a factor economic tourism development, role and importance of international tourism, because tourism was not as a sources foreign exchange, but also as a factor in the location of industri and the development of areas in the natural resources.”

Artinya pariwisata sebagai suatu faktor pembangunan ekonomi, peran dan kepentingan internasional, karena pariwisata tidak hanya sebagai sumber perolehan devisa, tetapi juga sebagai suatu faktor dalam menentukan lokasi industri dan pengembangan wilayah yang miskin akan sumber-sumber alam. Selain itu tentunya pariwisata Indonesia mempunyai banyak manfaat-manfaat lainnya seperti membuka lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan dan ekonomi, dan terpeliharanya kelestraian alam dan dan budaya lokal masyarakat di setiap masing- masing daerah.

Pariwisata alternatif (alternative tourism) atau juga biasa disebut wisata tematik yaitu wisata-wisata yang mengedepankan wisata alam, budaya, keunikan, atau karakteristik lokal yang ada di sebuah daerah. Pariwisata alternatif merupakan tujuan wisata bagi wisatawan yang tidak ingin berkunjung ke tempat ramai karena ingin menemukan suatu hal yang baru. Saat ini pariwisata alternatif sudah menjadi sebuah tren bagi para wisatawan (Wazan et al., 2020; Setiono et al., 2021). Tren wisata telah mengalami pergeseran dari pariwisata massal ke arah pariwisata alternatif, pelaku wisata sudah memikirkan bahwa tren wisata yang lebih bersahabat dengan alam dan masyarakat lokal adalah pariwisata yang berpotensi untuk dikembangkan dan memiliki daya tarik tinggi.

Hal tersebut membuat mulai bermunculannya paket-paket wisata yang mengedepankan

budaya, alam, dan sesuatu yang unik dari daerah-daerah tertentu. Salah satu nya difasilitasi dengan adanya desa wisata (Harianja et al., Hasibuan et al., 2021)

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengumumkan tiga desa wisata yang akan mewakili Indonesia di kancah dunia. Ketiga desa wisata ini akan mengikuti program Best Tourism Villages yang diselenggarakan oleh World Tourism Organization (UNWTO). Program Best Tourism Villages diperuntukkan bagi desa wisata yang berkomitmen terhadap visi pariwisata inklusif dan berkelanjutan, perlindungan terhadap alam dan budaya, inovasi dan kewirausahaan, pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan masyarakat dan pengunjung, hingga nilai kelokalan seperti gastronomi dan kerajinan lokal. Ketiga desa tersebut adalah Desa wisata Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Desa Wisata Wae Rebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dan Desa wisata Tete Batu, Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa tenggara Barat.

Tentunya dalam proses merintih desa wisata, masyarakat lokal berperan penting dalam pengembangan desa wisata karena sumberdaya, kunikan dan tradisi dan budaya yang melekat pada masayrakat lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan suatu objek wisata menjadi bagian dari sistem ekologi yang berhubungan. Namum pada kenyataan, sering tenjadinya pengabaian masyarakat sehingga mereka menjadi suatu obyek (penonton) dalam pembangunan saja berhasilnya suatu pengembangan desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan partisipasi dukungan masyarakat lokal.

Masyarakat lokal nantinya akan sangat berperan sebagai tuan rumah dan menjadi pelaku penting dalam pengembangan desa wisata dalam keseluruhan tahapan, mulai dari perencanaan, pengawasan, dan implementasi tentunya ini menjadi dasar terdorongnya agar adanya pengembangan pada setiap-setiap daerah otomomi dalam melakukan adanya pengembangan pada potensi desa. Pemerintah mengembangkan desa wisata yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, promosi produk lokal, Meningkatkan Keberadaan Industri Kecil

(3)

Menengah, serta memajukan kebudayaan (Sugiyanto et al., 2019; Situngkir et al., 2020).

Pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan penyesuaian dan koreksi berdasar hasil monitoring dan evaluasi serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya merupakan dasar kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus dikembangkan (Ginting et al., 2021; Akbar et al., 2021).

Perencanaan dan pengembangan pariwisata bukanlah sistem yang berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara inter sektoral dan inter regional.

Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata (Swarbrooke, 1996).

Desa Bawomataluo merupakan contoh desa wisata sebagai pariwisata alternatif yang berlokasi di kepulauan Nias, yang mempuyai potensi wisata yang layak untuk di perhatikan dan dikembangkan. Kawasan desa Bawomataluo terpilih menjadi salah satu dari antara beberapa desa yang ada di Pulau Nias mendapat Anugrah Desa Wisata (ADWI) program Menparekraf tahun 2022. Secara geografis kawasan desa Bawomataluo berada pada ketinggian 324-meter dari permukaan laut, sehingga kawasan desa tersebut disebut sebagai “Bukit Matahari” karena merupakan daerah perbukitan sehingga dapat menikmati sunrise dan sunset secara langsung. Dengan daerah pada bukit desa ini harus dicapai dengan menaiki anak tangga yang banyak yang terbuat dari batu yang sudah berumur ratusan tahun. Desa wisata ini sudah sangat dikenal baik secara nasional maupun intenasional, hal tersebut dikarenakan keunikan daya tarik wisata budaya (cultural tourism), rumah adat (Omo Hada), tari-tarian tradisonal, kerajian tangan masyarakat lokal (souvenir), situs-situs megalitik seperti patung-patung leluhur kuno yang dulu digunakan untuk menyembah para dewa-dewa dan kearifan lokal masyarakat.

Oleh karena itu tradisi tersebut hanya bisa ditemukan di Kepulauan Nias, khususnya Desa Bawomataluo yang hingga kini masih

melestarikannya. Oleh karena tardisi dan keunikan dari Desa Bawomataluo, tidak heran desa ini merupakan destiansi wisata merupakan hal yang wajib jika berkunjung ke Pulau Nias. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, usulan untuk mengajukan kawasan Desa Bawomataluo menjadi salah satu warisan kebudayaan dunia versi Badan PBB untuk Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO), yang disampaikan dalam International Seminar on Nias Heritage 2019 di Gunungsitoli yang merupakan rangkaian kegiatan Sail Nias 2019. “Keindahan dan kekayaan alam di daerah ini tidak perlu diragukan, dalam International Seminar on Nias Heritage 2019 di Gunungsitoli yang merupakan rangkaian kegiatan Sail Nias, salah satunya untuk mengajukan desa Bawomataluo menjadi warisan dunia UNESCO. Menurut Menko Luhut di Nias Selatan, dia meyakini dengan masuknya desa Bawomataluo dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, jumlah kunjungan wisatawan asing kepulauan Nias akan meningkat. “Kita ini mau menjadikan Bawomataluo Warisan Dunia UNESCO, kalau itu menjadi Warisan Dunia UNESCO maka akan ada di website UNESCO dan ini akan menjai tujuan turis,” ujarnya (Yudi Rahmat, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Guterres (2014), masyarakat Desa Vatuvou turut berpartisipasi dalam pengembangan Pantai Vatuvou yang dimulai dari tahap perencanaan, pengembangan, dan tahap evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada saat memulai perencanaan di daya tarik wisata Vatuvou, masyarakat dilibatkan dalam penyusunan rencana tahap awal melalui musyawarah pastisipatif untuk merencanakan dan mengatasi masalah-masalah yang akan dirasakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada. Desa wisata diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, desa wisata Petingsari sebagai desa wisata alam, desa wisata Srowolan sebagai desa wisata budaya, desa wisata brayut sebagai desa wisata alam dan budaya (Assegaf, 2017). Menurut (Yoeti, 1996) suatu seni tarian tradisional yang diikutijuga mempunyai nilai local wisdom (kearifan lokal) yang dalam. Nilai local wisdom itu bisa diambil dalam seni tari itu, sejarah tari itu, alat peraga tari itu, dan sebagainya.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Sufia et al., (2016) menunjukkan bawa masyarakat

(4)

memiliki kehidupan yang sederhana, harmonis dan mampu melestarikan lingkungan hidup di wilayah tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka tujuan penelitan ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan Pengembangan desa Wisata berbasis kearifan lokal di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang tejadi saat sekarang.

Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagai mana adanya pada saat penelitian berlangsung. Langkah-langkah ini sebagai berikut: diawali dengan adanya masalah, menentukan jenis informasi yang diperlukan, menentukan prosedur pengumpulan data melalui observasi atau pengamatan, pengolahan informasi atau data, dan menarik kesimpulan. Penelitian Kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Oleh karena itu penelitian ini disebut metode kualitatif. Responden dalam metode kualitatif berkembang terus (snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah peneliti sendiri.

Jadi, peneliti merupakan key instrument, dalam mengumpulkan data peneliti harus terjun sendiri kelapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi.

Penelitian ini dilakukan di desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Merupakan desa adat tertua di Kepulauan Nias, yang memiliki potensi desa wisata yang sangat menarik dengan kearifan lokal budaya masyarakat yang sangat tinggi untuk pariwisata berkelanjutan.

Sebagai desa adat dan tempat wisata, maka sudah selayaknya harus di jaga dan dilesatrikan oleh masyarakat desa tersebut maupun pihak- pihak yang terkait. Oleh karena itu peran kearifan lokal serta Local genius masyarakat menjadi poin penting dalm melestarikan dan mempertahankan identitas budaya di perubahan zaman sekarang ini. Walupun begitu dalam menjaga kelestarian tersebut perlunya partisipasi yang berarti dari setiap masyarakat

baik itu tua muda dalam pengembangan desa wisata tersebut apalagi sekarang ini zaman semakin berubah yang banyak mempengaruhi kaum muda untuk mengikuti budaya modern sekarang ini. Namun yang menjadi penghambat dalam pegembangan desa wisata tersebut.

Tentunya juga peneliti ingin mengetahui kemitraan masyarakat dengan pihak pihak dalam membantu pengembangan. Contoh halnya pemerintah yang selama ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung dalam pengembangan supaya menjadi lebh kuat dan baik kedepannya. Hal- hal di atas merupakan alasan utama yang ingin diketahui oleh penulis dalam memilih desa wisata tersebut untuk dijadikan lokasi penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung di peroleh secara langsung dari lapangan. Pengambilan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada informan.

Adapun beberapa infroman penting seperti Kepala Desa Bawomataluo, Kepala Bumdes, Tokoh adat, masyarakat Lokal dan kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Nias Selatan. Data sekunder adalah sumber yang tidak lansung memberikan data kepada sumber pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau melalui dokumen (Sugiyono, 2013). Data sekunder ditelusuri data skunder yang terkait dengan kearifan lokal dan tradisi masyakarakat Kepulauan Nias Terutama di masayarakat kawasan Desa Bawomataluo. Penelusuran tentang bentuk-bentuk kearifan lokal baik yang bentuk terwujud maupun tidak, kondisi dan pengembangan tradisi lokal maupun bentuk kesenian budaya kesenian tradisional yang diambil melalui buku, jurnal, surat kabar, dan media elektronik seperti internet. Data-data kependudukan didapatkan melalui sumber pemerintah, khususnya daerah kabupaten Nias Selatan dan pemerintah Desa Bawomatluo.

Berikutnya, data-data tentang sosial, budaya masyarakat Bawomataluo dapat diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi seminar, jurnal yang terbit dalam lingkup kebudayaan daerah Nias. Seluruh data tersebut merupakan data skunder yang diperoleh sebelum dan selama berada di lapangan mengadakan penelitian.

(5)

Informan penelitian atau seseorang yang memberikan informasi terkait judul penelitian adalah mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penelitian pengembangan desa wisata berbasis Kearifan lokal di desa Bawomataluo serta mereka diharapkan bisa menyampaikan informasi tentang kondisi yang sesungguhnya terjadi di lapangan. (Suyanto and Amal, 2010) membagi kriteria informan dalam tiga jenis sesuai dengan informasi yang diberikan yaitu:

Informan Kunci (key informan) yaitu mereka

yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, dan yang ketiga Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Berikut Informan dalam penelitian ini yang dibagi dalam tiga jenis informan: Berikut daftar informan:

Tabel 1. Daftar Informan

Teknik pengelolahan dan analisis data menggunakan teknik analisis desriptif kualitatif, yaitu penelitian yang tidak menggunakan angka-angka, namum data yang di peroleh umumnya dari teknik analisi kualitatif bersifat subjektif. Dalam proses pengumpulan data dengan melalui proses wawancara, survei obeservasi langsung, rekaman, catatan tinjauan pustaka dan selanjutnya mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan.

Proses analisis data dalam penelitian kualitatif sudah bisa dimulai saat melakukan pengumpulan data di lapangan, selama proses penelitian dan juga setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Berikut ini kegiatan dalam menganalisis data penelitian tentang pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal antara lain: Reduksi Data (Data Reduction); Penyajian Data (Data Desplay); Penarikan Kesimpulan Dan Verefikasi (Conclusion Drawing/ Verification)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Tokoh Adat Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal.

Tokoh adat merupakan suatu lembaga adat wadah atau organisasi yang mana memiliki peran dan fungsi dalam tatanan masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat agar terbendungnya aspirasi masyarakat terhadap pemerintahan desa. Lembaga adat desa merupakan sebuah lembaga kemasyarakatan yang dibentuk dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat desa berkaitan dengan adat istiadat dan hukum adat yang berlaku (Sujadi, 2016).

Peran lembaga adat adalah suatu perilaku atau aktivitas yang dilakukan berdasarkan kedudukan seseorang sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam suatu masyarakat adat

No Nama Jabatan

1 Teruna Wau Kepala Desa 2 Dalizisokhi Manao Tokoh Adat

3 Anggreani Dachi Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan kepemudaan Olahraga 4 Buala dodo Fau Pemilik Rumah adat

5 Saradodo Manao Masyarakat 6 Berkat Manao Pemuda desa 7 Hasaradodo Wau Pemahat aksesoris 8 Yarni Nehe Penjahit baju adat 9 Melki Luahambowo Pelompat batu 10 Joshua Mana’o Pelompat batu 11 Ferry Luahambowo Pemandu Wisata

(6)

mengenai segala urusan yang berhubungan dengan adat istiadat setempat. lembaga adat berperan dalam memimpin ritual agama, memberi informasi, memelihara warisan leluhur dan Menjaga alam Adanya hukum adat yang berlaku disuatu desa dapat membantu aparatur desa dalam menjalanakan sistem pemerintahan yang ada didesa, dimana lahirnya hukum adat yang keputusan- keputusannya berasal dari ketua adat dalam menyelesaikan berbagai sengketa yang ada di desa, yang tidak bertentangan dengan keyakinan rakyat dan suatu hukum yang berlaku, adat merupakan suatu kebiasaan atau budaya yang telah berkembang disuatu desa diman di dalamnya terdapat masyarakat adat yang ikut berperan menjalankan tatananhukum adat tersebut, dimana masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau the indigenous people, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut dengan istilah

“masyarakat adat”. Masyarakat merupakan suatu kumpulan sosial dimana adanya interaksi sosial yang terjadi di setiap saatnya, pengertian dari hukum adat lebih sering diindentikan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah (Laksanto, 2016).

Kedudukan tokoh adat Si’ulu dan Si’ila sangat diperlukan oleh masyarakat Desa Bawomatalauo. Harapan dan sosok pedoman ditujukan kepada mereka agar dapat membawa masyarakat tetap dalam sistem pengendalian sosial yang mengacu pada aturan-aturan adat, norma-norma kebiasaan adat yang masih bersifat tradisional. Peran penting tokoh adat Si’ulu dan Si’ila dalam pengembangan pariwisata desa wisata Bawomataluo antara lain, membuat dan memutuskan aturan-aturan dan hukum adat yang berlaku dalam tata cara kehidupan masyarakat, selain itu tokoh adat berperan penting dalam mengendalikan dan membina sikap dan tingkah laku masyarakat sesuai dengan norma dan hukum adat yang berlaku.

Peran Penting Hukum Adat/ Fondrako Dalam Pengembangan

Norma dijadikan sebagai landasan atau motivasi dalam bertindak sehingga perilaku masyarakat yang ada adalah pencerminan dari nilai-nilai yang diyakini dalam kehidupan bersama mereka untuk membawa kebaikan

dan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada.

Nilai-nilai hukum adat dalam masyarakat adalah pencerminan nilai-nilai yang diyakini membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi kehidupan suatu masyarakat hukum adat.

Sebagai masyarakat adat, masyarakat Bawomataluo masih menjunjung nilai-nilai adat istiadat. Masyarakat mempunyai aturan dan norma berkaitan dengan aturan yang berlaku pada kehidupan masyarakat. Tentunya hal-hal tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia, jika melanggar dapat terkena sanksi.

Norma adat ini merupakan kebiasaan ataupun petuah dari para leluhur yang diwariskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya.

Norma adat maupun hukum adat yang ada di lingkungan desa wisata berfungsi dalam panduan tingkah laku dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat, pembetukan karakter yang baik agar tidak melakukan perbuatan yang dianggap asusila dan melenceng, dan manjaga homogenitas pelestarian budaya lokal baik yang terwujud maupun yang tidak.

Selain norma agama, masyarakat desa Bawomataluo juga menjunjung tinggi norma- norma lainnya. Seluruh masyarakat desa Bawomataluo adalah penganut Kristen Protestan dan Khatolik, walaupun begitu kepercayaan terhadap sesuatu hal dari kepercayaan yang meraka anut, masih dijunjung tinggi hingga sekarang. Istilah hukum adat atau Fondrakö berasal dari pokok kata

‘rakö’ yaitu kata kerja yang berarti: Tetapan dengan sumpah yang bersanksi kutuk bagi pelanggar. ‘Fo’ berarti ‘Pe’ atau ‘Ke’, sehingga Fondrakö berarti: Penetapan Ketetapan- ketetapan dengan penyumpahan dan kutuk bagi sipelanggar. Istilah ‘Rakö’ merupakan suatu kata yang demikian tinggi dan mendalam maknanya. Bila kata itu didengar seseorang yang diucapkan dengan marah atas dirinya, umpamanya ‘Rakö dodou’ berarti tetapkan di dalam hatimu dengan sumpah dan kutukilah dirimu bila engkau langgar sumpahmu itu.

Konsekwensi sumpah dan kutuk itu akan terus terbayang olehnya betapa mengerikan celaka yang akan menimpa diri seseorang yang terkena kutuk akibat sumpah. Hukum adat Nias ini termasuk di kawasan desa adat Bawomataluo. Hukum adat terkenal dengan sebutan ‘Fondrakö’. yang ditetapkan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Nias dengan sanksi berupa kutuk bagi yang

(7)

melanggarnya. Fondrakö merupakan forum musyawarah, penetapan, dan pengesahan adat dan hukum. Bagi yang mematuhi Fondrakõ akan mendapat berkat dan yang melanggar akan mendapat kutukan dan sanksi.

Masyarakat kawasan Desa Bawomatalauo, masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai norma-norma dan hukum- hukum adat yang berlaku dalam masyarakat seperti aturan dalam bermasyarakat sosial, adat, aturan pernikahan, upacara kematian, dan upacara-upacara adat lainnya lain. Adapun ketentuan-ketentuan dan hukuman bagi yang ingkar atau menentang hukum.

Artinya. Jangan melanggar Fondrakõ (hukum adat), yang melanggar semoga patah pahanya Jangan membelakangi atau mengabaikan Fondrakõ, siapa yang menyepelekan semoga lehernya putus. Jangan menambah Fondrakõ, yang menambah semoga terbelah jantungnya, semoga pecah perutnya.

jangan mengurangi Fondrakõ, siapa yang mengurangi semoga punggungnya terbelah, semoga pahanya mengecil. Jangan menyangkal Fondrakõ, siapa yang menyangkal semoga tak berakar di bumi, tak bertunas di langit, putus keturunannya, mati tiada berkubur, hilang tak berkabar. Pertanyaannya, apa yang menjadi hukum-hukum adat pada masa sekarang ini?

masa kini hukum hukum adat terbentuk dalam ada yang tertulis maupun tertulis dalam bentuk peraturan desa.

Berdasakan informasi dari kepala desa aturan-aturan tersebut seperti “pelarangan individu atau melakukan perbuatan yang merusak, mencoreng, memindahkan, menghilangkan, menggali, mengubur, menjual benda-benda yang terdaftar sebagai cagar budaya”.

Dalam upaya pengembangan wisata, Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai norma dan hukum adat dalam masyarakat Bawomataluo masih sangat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dengan maksud adalah nilai-nilai warisan nenek moyang lebih dipertahankan atau dijaga keabadiannya sehingga nilai-nilai itu lebih dilestarikan lagi.

Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai hukum adat bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kultural yang ada dalam kehidupan bersama masyarakat, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai hukum adat bukan semata-mata tanggungjawab masyarakat itu sendiri namun

diperlukan peran Pemerintah sehingga nilai- nilai kultural yang positif harus dilestarikan dan dikembangkan. Nilai-nilai kultural yang ada dalam masyarakat tidak selamanya memberi dampak positif bagi masyarakatnya namun bukan berarti nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan bersama masyarakat adalah nilai yang negatif. Sedangkang dalam kaitannya pengembangan wisata desa maka nilai-nilai kultural yang merupakan warisan yang secara turun temurun dilakukan agar membawa membawa perubahan kearah yang baik demi kelangsungan kehidupan masyarakat dan pengembangan pariwisata desa Bawomataluo.

Peran Penting Bahasa Daerah/Li Niha Dalam Pengembangan

Selain penggunan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari, salah satu tradisi lisan yang masih di peraktekan sampai sekarang ini adalah “Hoho”. Hoho adalah syair-syair berisi mitos, sistem keagamaan, sejarah, dan hukum dan bentuk warisan Tradisi lisa tradisional Nias yang masih di praktekan di kawasan Desa Wisata Bawomataluo, Hoho sebagai bentuk warisan tradisi lisan yang sangat eksotik dimana Dalam penyampaian hoho mengunakan teknik vokal yan g di sebut Gözö menggetarkan pangkal lidah di daerah tenggorokan, yang dilakukan oleh 2 atau 5 pria ya g dipimpin oleh penyaji (sendoro hoho, ere hoho, sifahoho) yang bersala dari golongan Si’ulu atau Si’ila (tokoh adat) yang disahut secara begantian oleh pria yang lainnya yang sebut Senoyihi yang berasal dari kalangan Si’ila atau Sato (masyarakat).

Adanya unsur bahasa (teks), unsur musikal (musik vokal), serta unsur gerak (tarian).

Berdasarkan jenisnya hoho terbagi beberapa jenis seperti Hoho wangowai dome (penyambutan Tamu), Hoho Famadaya Hasi Zimate (upacara kematian), Hoho Moyo (menari), Hoho Fondroro Asu (berburu), Böli- Böli (cerita rakyat), hoho hada (pengukuhan gelar adat/ penetapan hukum adat) dan Hoho Faluaya (berperang). Jenis hoho faluaya sering di gunakan dalam pementasan budaya di kawasan desa Bawomataluo yang terdiri dari Fanguhugö, Hivfagö, Hoho Fu’alö, Hoho Fadölihia dan Hoho Siöligö. Hoho Faluaya yang terdiri dari teks Fohuhugö (Hugö) yang merupakan seruan persetujuan, Hivfagö seruan penegasan terhadap Hugö dan 3 (tiga) jenis struktur hoho yang ada di dalamnya, yakni: Hoho Fu’alö yang menjadi nyanyian persiapan pembangkit dan pembakar semangat

(8)

para prajurit perang atau penari perang. Hoho Fadölihia sebagai cara para kelompok hoho mengagung-agungkan kebesaran desa mereka, dan Hoho Siöligö bermakna menjalin persatuan dan kesatuan demi kemakmuran desa.

Tradisi lisan hoho yang terus di pertahankan untuk kegenerasi selanjutnya yang berperan penting karena fungsi-fungsi yang melekat pada masyarakat. Fungsi-fungsi hoho dalam masyarakat sebagai simbol keperkasaan, fungsi penguat status sosial, fungsi perekat kehidupan masyarakat, fungsi komunikasi dan penyampaian pesan, fungsi nilai-nilai estetis, fungsi hiburan dan ucapan syukur, fungsi pengiring gerakan tarian, dan berfungsi sebagai pertahanan dan pengembangan budaya. Dalam upaya peletarian bahasa daerah Li Ono Niha pemerintah dan masyarakat desa Bawomataluo melakukan upaya upaya seperti.

bahasa sehari-sehari, bahasa daerah menjadi pelajaran muatan lokal bagi anak-anak disekolah, menyelenggarakan kegiatan budaya.

Kolaborasi Pemerintah Desa dan Masyarakat dalam Pengembangan

Dalam pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal di Desa Bawomataluo mengacu pada potensi fisik dan non fisik kearifan lokal tersebut yang terdapat dalam ruang lingkup desa yang akan dikembangkan, hal ini berkaitan dengan kekhasan potensi sebagai daya tarik wisata desa dalam menjual potensinya untuk dijadikan modal dasar sebagai desa wisata. Pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal merupakan kegiatan yang tidak mudah untuk dilakukan apabila tidak didukung oleh seluruh komponen masyarakat yang ada di dalam desa tersebut.

Pemerintahan desa, pengurus adat serta masyarakat berupaya bekerjasama dalam mengembangankan potensi-potensi desa.

Pengembangan desa wisata harus berdasarkan pada kondisi faktual dan daya dukung dengan tujuan dapat menciptakan interaksi jangka panjang yang memiliki sifat saling menguntungkan dalam pencapaian tujuan pembangunan pariwisata, peningkatan kesejahtaan masyarakat setempat, dan berkelanjutan dengan gaya dukung lingkungan masa mendatang (Fandeli, 1995). (Andit, 1994)berpendapat bahwa dalam mengembangkan suatu destinasi pariwisata harus ada empat unsur yaitu Attraction (daya

tarik), Amenities (fasilitas), Access (aksesbilitas), Ancillary (Lembaga pariwisata), yang disingkat dengan formulasi 4A. Keempat unsur tersebut adalah komponen yang harus dimiliki oleh kawasan wisata. Berdasarkan analisis potensi wilayah baik potensi fisik maupun non fisik serta analisis kegiatan wisata dan kearifan lokal berikut upaya-upaya dalam pengembangan desa wisata Bawomataluo.

Daya Tarik Wisata di Bawomataluo

Berdasarkan unsur attraction (daya tarik wisata) yang ada di kawasan desa Bawomataluo sudah sangat terkenal oleh karena keunikan. Secara umum berikut daya tarik wisata yang dimiliki oleh Bawomataluo.

Dalam pengembangan pemerintah desa dan masyarakat terus melakukan pembangunan dari semua daya tarik yang ada dikawasan desa wisata dan juga adanya perencanaan yang akan dilakukan dalam waktu kedepan dengan tujuan optimalasasi wisata di desa Bawomataluo.

Pemerintahan desa saat ini berfokus dan seluruh aspek masyarakat dalam pembangunan dan perawatan cagar-cagar budaya yang ada seperti rumah adat dan situs- situs budaya. Sebagai daya tarik wisata.

Pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan wisata menjadi faktor pendukung yang sangat penting

Lompat batu. Tradisi Fahombo (lompat Batu) merupakan salah satu kearifan lokal dan identitas diri masyarakat di kawasan Desa Bawomataluo dan sebuah pertunjukan menarik dan unik yang sudah berusia rutusan tahun dan hanya dilakukan oleh laki laki saja. Tradisi lompat ini. Menurut sejarahnya tradisi ini pertama kali dilakukan karena sering terjadinya perang antara desa, oleh karena setiap desa terdapat benteng untuk melindungi dari musuh maka, dalam memenangkan sebuah peperangan maka setia prajurit harus mampu melompati benteng tersebut untuk membunuh dan mengambil kepala musuh sebagai tanda kemenangan. Tradisi lompat batu dilakukan oleh laki-laki untuk menguji kedewasaan, kekuatan dan ketangguhan menjadi seorang prajurit dalam berperang dengan melompati batu setinggi 2-meter berdimeter 60 cm. Dalam prakteknya melompati batu setinggi 2-meter sangat lah sulit bagi pemula, dengan cara para pelompat akan mengambil ancang-ancang sejauh 5-7 meter, kemudian berlari kencang dengan menginjakkan kaki batu kecil 1-meter

(9)

sebagai tumpuan yang terdapat didepan batu utamanya sebelum akhirnya melayang diudara uttuk melampaui batu utama tampa menyetuh permukaan batu jika tidak ingin dinyatakan gagal. Sekarang ini, meski tidak lagi dilakukan untuk keperluan perang, tradisi ini masih dilakukan oleh para pemuda desa yang kini menjadi sebuah acara adat untuk menunjukan ketengkasan pemuda-pemuda desa dan promosi pariwisata desa. Menurut sejarah, awalnya kegiatan ini merupakan sarana latihan oleh para prajurit-prajurit perang dengan tujuan untuk menguji ketangkasan para pemuda-pemuda desa apakah layak menjadi pria dewasa dan layak menjadi prajurit perang dangan melompati batu yang ada di depan rumah kepala suku omo hada (rumah adat besar). Tradisi Fahombo sekarang ini masih bisa dinikmati oleh para pendatang atau dilakukan dalam acara adat, acara besar atau kedatangan tamu.

Rumah adat (omo hada). Secara tipologi ada banyak perbedaan antara rumah adat di seluruh Kepulauan Nias terletak pada struktur dan bentuk rumah. Untuk kawasan Nias Selatan Khusunya Bawomataluo mempunyai bentuk yang unik, megah dan tentunya tidak ada belahan dunia lain dan terkenal akan keindahan kontruksinya. Duha (2012) menyebut rumah adat di kawasan Bawomataluo digambarkan seperti perahu yang sedang berlayar. Keberadaan rumah adat dikawasan Desa Bawomataluo merupakan bukti kemapuan kecerdasan intelektual nenek moyang suku Nias yang mendiami kawasan Bawomataluo ratusan tahun yang lalu. Omo Hada sebua mempunyai bentuk dan desain dari bangunan yang unik dan sangat menarik.

Namum di balik keunikannya tersebut, ternyata rumah adat ini mempunyai kelebihan seperti konstruksi bangunan tanpa paku dan struktur bangunan yang tahan Terhadap Gempa.

Omo Sebua sampai sekarang masih dihuni oleh keturunan raja yaitu terdiri dari dua keluarga keluarga yaitu Moa”rota Fau/Ama.

Ana/70 Tahun (suami) Yuni Fau /55 Tahun (Istri), Kristomus Fau (anak) dan keluarga Buala dodo Fau/ A. Berta/63 TAhun (suami), Hasrati Mana’o/48 Tahun, Laurensius Fau (anak), Gusatfus Fau (anak). Secara stuktur bangunan Omo Hada sebua ini yang adalah rumah Kepala suku (salawa), Omo Hada memiliki dole-dole yaitu tiang-tiang bulat besar mengelilingi bentuk bangunan sebagai kolom-

kolom struktur bangunan dan tiang penyangga saling menyilang yang terletak lebih masuk ke kolong rumah sebagai penguat tiang utama truktur Omo Hada tidak sekaku struktur rumah beton. Karena rangkautamanya (core frame) terdiri dari batu (umpak), kolom utama, dan kolom-kolom penguat. Kolom utama umumnya berdiri tegak dan diantaranya terdapat kolom- kolom penguat yang bersilangan, menyerupai huruf X miring. Kolom-kolom inilah yang berfungsi untuk menahan beban lateral yang bergerak horizontal ketika terjadi gempa.

Kolom rumah memiliki tumpuan sendi dan rol atau ikatan antara balok kayu yang saling mengunci tanpa dipaku. Kolom-kolom tegak dihubungkan dengan kolom-kolom penguat atau balok-balok penyangga melalui sambungan sistem pasak. Teknik pasak pada sambungan kayu membuat balok-balok kayu tidak patah ketika terjadi gempa, karena balok- balok penyangga ini yang dapat berputar bebas seperti engsel pada jarak tertentu.

Tarian tradisional dan Alat musik.

Kearifan lokal yang menjadi daya tarik wisata di kawasan desa wisata Bawomataluo yaitu antraksi tarian yang diiringi dengan alat alat musik tradisional. Ada beberapa tarian tradisional yang sering dilakukan pada acara acara besar maupun acara adat dan acara lainnya seperti:

1. Tari perang/Faluaya. Tari perang di kawasan Bawomataluo merupakan tari massal yang menceritakan keadaan kehidupan masyarakat Bawomataluo pada zaman dulu yang sering berperang antar desa dalam mempertahankan desa dan harga diri mereka yang dilakukan oleh puluhan laki-laki baik itu tua dan muda dengan menggunakan pakaian-pakaian tradisional untuk bangsawan.

2. Maena tari maena adalah tarian yang paling populer di Pulau Nias termasuk di kawasan Bawomataluo adalah tari maena yang dilakukan bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan dari semua umur, tarian ini biasanya dipimpin oleh 1-2 orang sebagai pembawa syair. Tarian ini mempunyai makna kebersamaan dalam persaudaraan.

3. Folohe Afo adalah tarian yang dilakukan oleh perempuan yang akan menawarkan sirih kepada para pendatang atau tamu, gerakan tarian ini seperti burung yang sedang terbang secara perlahan, tarian ini

(10)

melambangkan kelembutan dan kesopanan wanita Bawomataluo.

Selain adanya tari-tarian tradisonal juga terdapatnya alat-alat musik yang masih di perthankan keberdaannya oleh masyarakat Bawomataluo yang di gunakan dalam kegiatan adat dan untuk mengiringi tarian tradisoanal.

Gendang (Gondra), Doli-doli, Lagia, Fondrahi, Riti-Riti Sole, Faritia (gong kecil), Aramba, Mage-Mage (keroncong), Sigu Lewuo (seruling), dan yang peling terkenal dari Bawomataluo adalah Feta Batu (pukul batu) yang dipopulerkan oleh musisi Hikayat Manao yaitu merupakan alat yang terbuat dari batu-batu dengan berbagai ukuran yang di pukul sehingga menghasilakan suara yang khas. Setiap tarian mempuyai arti dan tujuan, dan tentunya dalam memperlihatkan ketangkasandan semangat para laki-laki dan kelembutan wanita dalam taraian tersebut. Tari tradisional ini masih dipentaskan pada saat ada acara-acara adat, pernikahan, acara keagamaan dan kegiatan besar lainnya. Pemerintah desa Bawomataluo memperdayakan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan kegiatan budaya dalam sebuah Sanggar Si’ofa Handralui Bawomataluo. Dalam sanggar ini beranggotakan masyarakat lokal desa dan dari semua umur dari kecil sampai tua. Dalam upaya pengembangannya dengan adanya Sanggar budaya yang ada di lingkungan desa Bawomataluo, masyarakat akan lebih ikut serta dalam setiap kegiatan terlebih kaum muda diharapakan berperan aktif dalam sanggar.

Situs megalitik. Dalam kawasan desa Bawomataluo ada banyak sekali situs-situs megalitik yang masih bisa dilihat keberadaanya. Situs-situs tersebut diperkirakan dengan usia ribuan tahun, situs- situs tersebut sangat erat kaitannya dengan masyarakat desa, seperti situs keagamaan (patung-patung leluhur, dewa-dewa) adat juga situs yang manadakan status sosial masyarakat dalam desa tersebut. Keberadaan batu-batu mengalitik yang terdapat dalam kawasan Desa Bawomataluo baik itu ukuran besar maupun yang kecil, merupakan bukti kekayaan sejarah budaya nenek moyang masyarakat Bawomataluo pada zaman dulu yang masih ada dan terawat sampai sekarang. Dari jenis-jenis batu ada yang berbentuk batu besar maupun patung-patung manusia (Gowe) maupun binatang dan simbol-simbol lainnya. Batu-batu megalitik ini terdapat di bagian-bagian tertentu

di dalam desa ada yang terdapat di halaman, depan rumah rumah adat, gerbang, dan pekarangan rumah warga. Namum ukuran batu yang ada di depan rumah adat besar lebih besar dari pada yang ada di bagian lain di lingkungan desa. Berdasarkan fungsinya pada masa dulu dan pendirian batu batu tersebut, terdapat dua jenis batu megalitik yang erat kaitannya dengan pembangunan desa yang yang berkaitan dengan status seseorang dalam lingkungan desa antara lain. Fuso newali (tali pusar desa), Orahua Newali (batu untuk tempat duduk pada kepala suku/pemuka adat pada saat rapat, Nio Bawa Lawolo (Patung Lasara (patung hewan mitilogis naga pelindung desa yang terdapat di pintu gerbang desa), Sedangkan batu-batu ynag menandakan status sosial seseorang antara lain. Niataruo (batu tegak laki-laki), Naha gama-gama (batu tegak untuk menandai pergantian kepala desa), Daro-daro nikholo (meja bundar untuk wanita), Osa-osa (kursi batu), Omo sebua (rumah besar). Sampai sekarang keberadaan batu-batu dan patung patung tersebut masih dijaga oleh masayarakat desa Bawomataluo dan pemerintah desa dan tentunya ini menambah keunikan daya tari wisata budaya yang ada di Bawomataluo.

Dalam pemeliharaan nya situs-situs megalitik tersebut, masyarakat mempunyai aturan adat bagi para masyarakat lokal maupun para wisatawan seperti tidak merusak, dan tidak menjemur kain di atas situs-situs tersebut.

Dalam upaya pelestarian situs-situs megalitik tersebut pihak pemerintahan desa dan tokoh adat malakukan upaya-upaya untuk dalam pelestarian. Teruna Wau menjelaskan upaya-upaya dan hambatan yang di peroleh.

Peran Penting Bumdes Sebagai Intitusi Masyarakat Dalam Pengembangan

Dalam amanat UU 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 72 Tahun 2005, dalam meningkatkan pengelolahan dan pendapatan masyarakat desa, dalam melihat potensi wisata desa, sudah seharusnya desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (comersial institution). Peran Bumdes termuat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang hasil Bumdes bermanfaat di samping membangun desa, pemberdayaan masyarakat, serta membantu masyarakat kurang mampu lewat hibah, bantuan sosial, dana bergilir dipatenkan dalam

(11)

rancangan hasil dan belanja desa. Bumdes sepenuhnya dikelola masyarakat desa, yakni dari desa, oleh desa, dan untuk desa. Cara kerja Bumdes yakni mewadahi kegiatan ekonomi masyarakat dalam wujud lembaga atau badan usaha profesional, tetap berdasar pada potensi murni desa. Bumdes menjadi badan hukum, wujud berdasar ketetapan undang-undang, menyesuaikanwujud sepakat bersama masyarakat desa(Nurdiansyah, Hasibuan and Novri, 2019). Dalam pembentukannya, Bumdes didirkan atas kemauan dan inisiatif pemerintah desa dan masyarakat desa dalam pengembangan desa wisata supaya dapat berkelanjutan. Bumdes hadir dalam ruang lingkup masyarakat sebagai suatu lembaga masyarakat yang dibangun dengan sumber daya lokal dan potensi wisata seperti budaya, alam maupun sumber daya manusia dan seterusnya menjadi sebuah pilar dalam mamajukan pariwisata dan perekonomian masyarakat supaya lebih baik.

Pariwisata kelembangaan adalah komponen penting dalam menunjang keberhasilan pariwisata. Oleh karena itu sebagai lembaga swadaya masyarakat, dalam kawasan desa wisata Bawomataluo juga mempunyai lembaga Bumdes, yang mempunyai fungi-fungsi penting dalam aspek- aspek pengembangan tentunya dalam memberi pelayanan wisata, kesadaran wisata pada masyarakat desa, pengogarnisasian, pemberdayaan dan partispasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal. Berdasarkan wawancara dengan lansung dari kepala desa sebagai komisaris Bumdes, pembagian hasil dari Bumdes 60%

akan menjadi gaji pengurus desa dan 40 % akan menjadi dana desa.

Berdasarkan analisis dan wawancara dengan ketua Bumdes Iman Bu’ulolo S.E, maka sesuai dengan fungsi dan peran Lembaga Bumdes dalam kawasan desa wisata, berikut adalah tugas yang di lakukan oleh lembaga Bumdes Desa Bawomataluo. Pertama pengorganisasian (community organizing), dalam pengorganisasian, Bumdes mengambil mengatur segala kegiatan yang terkait dengan wisata desa seperti pengadaan tiket masuk, layanan pemandu wisata, keamanan, selain itu dalam usaha tersebut Bumdes juga mengatur promosi wisata desa yaitu dengan membuat kegiatan-kegiatan yang tentunya akan mendatangkan wisatawan yang akan

berkunjung ke desa. Saat ini promosi dan pemasaran wisata yang dilakukan adalah seperti adanya kegaiatan- kegiatan budaya seperti festival Nias Sail 2019 dengan tema

“Nias Menuju Gerbang Destinasi Wisata Dunia”.

Yang disemarakan dengan berbagai kegiatan seperti “Wonderfull Nias Expo 2019”, kejuaraan surfing Internasioal WS:1500, pergelaran budaya dan kesenian kolosal.

Festival tersebut tentunya menjadi ajang untuk mempromosikan pariwisata Kepualauan Nias, termasuk kawasan Bawomataluo yang merupakan salah satu tempat kegiatan festival.

Dan rencana festival budaya yang bertema Bawomataluo Expo 2021 yang akan dilaksanakan pada bulan Desember ini nantinya. Seyogyanya kegiatan promosi dan pemasaran harus dapat diaplikasikan oleh semua pihak yang terkait dengan pengembangan dan pemasaran objek serta produk wisata. Maka dapat dikatakan kegiatan promosi dan pemasaran objek wisata di desa Bawomataluo sudah dilakukan secara terstruktur dan terencana dengan baik. Hal tersebut dapat dicermati pada konten promosi atau isi pesan serta media penyampaian pesan promosi belum cukup baik. Sementara ini, media promosi yang digunakan belum mengoptimalisasikan media pemasaran online/digital marketing, media pemasaran dan promosi masih dilakukan dengan menggunakan media yang sederhana.

Upaya lain dari pemerintah desa Bawomataluo melalui Festival Bawomataluo Expo 2021. Festival ini dilaksanakan langsung di lapangan desa Bawomataluo dengan menampilkan berbagai antraksi budaya, pameran kesenian dan kerajinan tangan dari warga desa.

Kedua peran menyadarkan (conscientization) yang proses memberi kesadaran dan sosialisasi kepada masyarakat dengan potensi yang di miliki oleh desa Bawomatalo, tujuan peningkatan kesadaran masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan desa wisata. Hal ini dikarenakan dalam pengembangan desa wisata yang berkelanjutan akan sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk dapat menjalankannya. Sesuai program pemeritahan sebagai komisaris Bumdes beliau dan jajaran pemerintahanya sudah sangat berupaya dalam hal pengembangan kegiatan pariwisata yang maju di kawasan desa wisata dengan

(12)

keikutsertaan masyarakat desa dalam mewujudkannya. Dalam wawancara dengan Teruna Wau memberi poin-poin penting keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kawasan desa wisata Bawomataluo yaitu: (1) Perintah desa mengikutsertakan masyarakat desa dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dalam pengembangan desa wisata. (2) Pemerintah desa memberikan edukasi kepada masyarakat desa akan sadar wisata, dengan sadar wisata, masyarakat desa akan lebih semangat dalam keikutsertaan dalam kegiatan desa. (3) Pemerintah desa memberikan pelatihan. Pengarahan dan pemberdayaan kepada masyarakat desa dalam menggali kreatifitas masyarakat dalam aktiviatas pariwisata sebagai contohnya:

pemberdayaan masyarakat membuat aksesoris sebagai buah tangan para pendatang, penjahit pakaian adat dan keikutsetaan masyarakat dalam kegiatan sanggar seni desa. (4) Memberi kesempatan kepada kaum muda ikut serta dalam aktivitas pariwisata. (5) Pemerintah desa siap dalam hal mencari dana untuk mamajukan usaha-usaha mandiri masyarakat desa dalam aktivitas pariwisata.

Ketiga adalah pemanfaatan sumber daya masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata (recource delivery) yaitu dengan memberi pelatihan, pemberdayaan dan melibatkan secara langsung masyarakat lokal dalam kegiatan wisata keberdaaan Sanggar Si’ofa Handralio Bawomataluo yang menjadi organisasi masyarakat dalam menunjang kegiatan pariwisata, dalam Kegiatan sanggar seluruh masyarakat desa ikut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, utamanya adalah latihan tari-tari yang kan di pentaskan dalam upacara adat, kegiatan promosi desa. Pemerintah Desa Bawomataluo dalam memberi kesadaran penuh terhadap masyarakat dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpatisipasi dalam hal-hal aktivitas pariwisata di kawasan desa wisata Bawomataluo, seperti kegiatan pengadaan kerajinan tangan/souvenir.

Terdapatnya beberapa anggota keluarga yang menjadi pengerajin kerajinan tangan yang bisa dijadikan buah tangan jika beriwisata di Bawomataluo yang dijual langsung didepan rumah mereka secara langsung. Beberapa hasil kerajinan tangan seperti menghasilkan karya yang unik seperti gantungan kunci, pedang, kalung (kalabubu), cincin tameng, patung,

miniatur rumah adat, lompat batu, baju perang dari kulit kayu dan penjahit baju adat. Menurut wawancara dengan kepala desa semua pengerajin menghasilkan kerajinan yang dibuat sendiri dan dan kan dijual kepada para wisatawan yang akan datang. Bahan baku hasil kerajinan ini terbuat dari batu, besi, tembaga, kayu, kulit kayu, kain, dan lain-lain. Hasil kerajinan yang unik ini masih dibuat secara tradisional dengan menggunakan alat-alat yang sangat sederhana.

Dalam hal pembuatan beberapa kerajinan seperti patung dan beberapa kerajinan tangan bisa berbahan baku kayu (Afoa) sejenis kayu minyak, kayu Manawadano, kayu Jati, kayu berua dan tempurung kelapa (Sole), kebanyakan jenis kayu-kayu tersebut tumbuh subur di hutan sekitar kawasan Bawomataluo, namum ada juga yang beberapa kerajinan berbahan tanduk hewan, tulang hewan, kulit penyu, dan biji-bijian yang didapat dari hutan. Harga-harga untuk setiap kerajinan tangan bisa berbeda-beda mulai dari ratusan ribu hingga jutaan tergantung ukuran dan bahan yang digunakan dalam pembuatannya.

Jika memasuki kawasan desa wisata Bawomataluo, kita akan melihat dari sebagian dari masyarakat desa berprofesi sebagai pengerajin kerajian tangan yang dijadikan sebagai buah tangan oleh para pendatang jika berkunjung. Kerajinan tangan diantaranya ukuran kayu, ukuran batu, ukiran kulit kayu, kalung, patung, pakaian tradisonal, dengan motif-motif yang tentunya sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat secara sosial budaya yang mempunyai makna dan arti yang berbeda-beda, seperti motif, tumbuh-tumbuhan, binatang, bulan, bintang dan manusia.

Berdasarkan fungsi dan peran, lembaga Bumdes Desa Bawomataluo mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal dengan peran utama mereka mengatur pengorganisian wisata desa, memberi kesadaran wisata terhadap potensi desa yang dimiliki, dan pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat lokal secara langsung dalam kegiatan kepariwisataan, telah memberi dampak yang baik bagi pengembangan kawasan Desa Wisata Bawomataluo.

SIMPULAN

(13)

Bahwasannya kawasan desa wisata Bawomataluo merupakan desa wisata adat yang telah di akui secara nasional maupun dunia, kawasan desa wisata Bawomataluo yang memegang teguh dan mempertahankan adat dan nilai-nilai budaya leluhur dengan mengunakan kearifan lokal dan pengetahuan tradisonal masyarakat yang massih dipertahankan sampai sekarang, Seperti adanya berbagai kearifan lokal kehidupan masyarakat, Omo Hada (rumah adat), tradisi lompat batu (fahombo), batu megalitik, tari tradisional, alat musik tradisonal. Tradisi lisan seperti pengunaan bahasa daerah (li ono niha) dalam kehidupan masyarakat, norma-norma adat dan hukum adat, dan masih di akuinya lembaga adat atau tokoh adat dalam pemerintah adat di kawasan Desa Bawomataluo semua tatanan kearifan lokal dalam kehidupan adat masyarakat di desa terus dipertahankan dan dilakukannya pengembangan agar terus eksis dan tidak hilang oleh zaman modrenisasi.

Dalam pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal, tokoh-tokoh adat Si’ila dan Si’ilu yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih di pertahankan dan di percaya sebagai pemimpin adat dan mengatur segala yang berhubungan kehidupan adat dalam masyarakat, dimana tokoh-tokoh adat mempunyai kekuasaan dan posisi penting dalam kehidupan adat dan sosial masyarakat, seperti dalam pengesahan norma-norma dan hukum-hukum adat yang berlaku dalam kawasan desa wisata Bawomataluo.

Keberadaan norma dan hukum adat yang di sebut dengan Fondrako mempunyai aturan- aturan adat yang harus di patuhi oleh masyarakat ke kawasan desa Bawomataluo, bertujuan dalam mengatur segala aspek-aspek lahir dan meningalnya kehidupan masyarakat, jika melanggar hukum adat akan mendatangkan malapetaka begitu juga sebaliknya jika menaati segala hukum adat mendatangkan kebahagian dalam hidup.

Hukum adat atau fondrako adalah hukum adat yang memiliki kekuatan magis dan sumpah serapah dalam membuat hukum tersebut oleh karena keberadan hukum-hukum adat tersebut yang menjadi suatu kepercayaan yang arus di patuhi. Selanjutnya adalah kolaborasi pemerintah daerah dengan masyarakat terhadap bentuk pengembangan terdapat potensi budaya sebagai daya tarik wisata

seperti lompat batu, rumah adat, Tari dan alat musik, dan batu megalithik, kolaborasi antara pemerintah desa dan masyarakat telah

memberi dampak yang baik

tehadappengembangan budaya dan artefak yang dimiliki oleh masyarakat. Peran penting lembaga Bumdes sebagai lembaga swadaya masyarakat yang memiliki peran penting dalam pengembangan wisata desa dengan mengatur pengogarnisasian admistrasi dan kegiatan wisata desa seperti pengadaan tiket masuk desa, layanan pemandu wisata, keamanan, dan juga promosi-promosi yang di lakukan dalam mamjukan pengembangan wisata. Selanjutnya memberi kesadaran terhadapat masyarakat terhadap potensi wisata. Terakhir pemberdayaan dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan wisata seperti adanya sanggar budaya desa Bawomataluo yang mengikutsertakan masyarakat lokal dalam berpatispasi dalam kegiatan-kegaiatan wisata desa.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., Harahap, R., & Rujiman, R. (2021). Upaya Pengembangan Sektor Pariwisata Melalui Peran Kreativitas Pemuda. PERSPEKTIF,

11(1), 69-76.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v1 1i1.5338

Andit, N.S. (1994). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar. Jakarta: Perdana.

Assegaf, S.D.I. (2017). PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DI DESA GENTUNG KABUPATEN PANGKEP.

Universitas Hasanuddin.

Duha, N. (2012). ‘Omo Niha Perahu Darat di Pulau Bergoyang’. Gunungsitoli: Museum Pusaka Nias.

Fandeli, C. (1995). Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberty.

Ginting, G., Kismartini, K., Yuniningsih, T., & Afrizal, T. (2021). Analisis Peran Stakeholders dalam Pengembangan Pariwisata Siosar.

PERSPEKTIF, 11(1), 8-15.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v1 1i1.5225

Guterres, D.S. (2014). ‘Pengembangan daya tarik Wisata Berbasis Masyarakat di Pantai Votuvoun, Distrik Liquisa, Timur Leste’, Jurnal Master Pariwisata (Journal Master in Tourism Studies), 1(1).

Harianja, E., Harahap, R., & Lubis, Z. (2021). Budaya Batak Toba dalam Pelayanan Pariwisata Danau Toba di Parapat. PERSPEKTIF, 10(2), 301-312.

(14)

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v1 0i2.4306

Hasibuan, S., Harahap, R., & Purwoko, A. (2021).

Peran Pemuda Dalam Pengembangan Usaha

Kopi Di Kawasan Wisata

Simarjarunjung. PERSPEKTIF, 10(2), 644- 655.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v1 0i2.4970

Laksanto, U. (2016). Hukum Adat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nurdiansyah, R., Hasibuan, E.J. and Novri (2019).

‘Strategi Komunikasi Guru Dalam Menerapkan Pendidikan Karakter Terhadap Kelas IX Fullday Di SMP Muhammadiyah 7 Medan’, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Administrasi Publik dan Ilmu Komunikasi (JIPIKOM), 1(2), pp. 77–89.

Setiono, S., Afrizal, T., Supriyono, E., Wendra, R., &

Nurfitriani, A. (2021). Implementasi Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan Di Kota Semarang. PERSPEKTIF, 10(1), 26-35.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v1 0i1.3943

Situngkir, B., Lubis, Z., & Kadir, A. (2020). Peluang Pelaksanaan Manajemen Kolaboratif dalam Pengembangan Kawasan Situs Kota Cina sebagai Potensi Pariwisata di Kota Medan. PERSPEKTIF, 9(2), 149-167.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v9i 2.3295

Sufia, R., Sumarmi and Amirudin, Ach. (2016).

‘Kearifan Lokal dalam Melestarikan

Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi)’, Jurnal Pendidikan:

Teori, Penelitian, & Pengembangan, 1(4).

Sugiyanto. Yunanto, M.K. & Yulianto, D. (2019).

Inovasi Pengembangan Wisata Kampung Nelayan di Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende. PERSPEKTIF, 9 (1): 27-37.

Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujadi, F. dkk. (2016). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Yang disempurnakan. Jakarta: Bee Media.

Suyanto, B. and Amal, M.K. (2010). Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Yogyakarta:

Aditya Media.

Swarbrooke (1996). Pengembangan Pariwisata.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wazan, S., Astuti, R., Kismartini, K., & Afrizal, T.

(2020). Pengelolaan Kawasan Wisata Suku Anak Dalam Berbasis Kearifan Lokal. PERSPEKTIF, 9(2), 418-427.

doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v9i 2.3884

World Tourism Organization (2004) ‘Guidebook indicators of sustainable development for tourism destinations’. Madrid.

Yoeti, O. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata.

Bandung: Penerbit Angkasa.

Yudi Rahmat (2019). Desa Bawomataluo di Nias Diajukan Masuk Warisan Dunia UNESCO, www.infopublik.id.

Referensi

Dokumen terkait

kearifan lokal yang terdapat di Desa Wisata “Pesan-Trend Budaya Ilmu. Giri” Dusun Nogosari, Selopamioro, sehingga tidak hanya

(3) Model pengembangan desa wisata berbasis komoditas lokal di Kabupaten Bantul: (a) Desa Wisata Wukirsari dijadikan model pengembangan desa wisata wayang kulit dan

Program KKN-PPM UGM 2015 dengan tema “Pengembangan Potensi Laut Berbasis Kearifan Lokal di Desa Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat” ini bertujuan untuk menjadikan

Guna memenuhi ketersediaan perangkat pembelajaran matematika bilingual berbasis kearifan lokal dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan produk berupa

Melalui pengembangan yang telah dilakukan telah membawa Desa Wisata Lerep mendapatkan apresiasi sebagai desa wisata berkelanjutan pada tahun 2019 dengan melihat

Pengelolaan kawasan pariwisata berbasis kearifan lokal juga dilakukan dengan tujuan utama melindungi tata nilai daerah wisata dengan melibatkan unsur masyarakat dan

Keberadaan Kedung Ayu sebagai destinasi wisata keluarga dengan berbasis pada kearifan lokal menjadi daya tarik bagi warga disekitar desa untuk berkunjung ke desa Ledug..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pengembangan Desa Wisata Kampung Majapahit ialah 1 Model pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal dan terdapat usaha pengembangan desa