• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

429

NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial

available online http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/index

PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIHUBUNGKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

1

Hayatun Hamid, Dudi Warsudin, Erwin, Saptosih Sekolah Tinggi Hukum Pasundan Sukabumi

Abstrak

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia, salah satu tujuan dari membentuk suatu keluaraga adalah memperoleh keturunan.

Membentuk suatu keluarga yang bahagia merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri.

Namun dalam perjalanan kehidupan berumah tangga seringkali pasangan suami istri menemukan perselisihan yang tidak jarang perselisihan tersebut menimbulkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Keutuhan rumah tangga merupakan suatu hal yang harus dipertahankan, oleh karena itu dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga hendaknya dilakukan upaya restorative justice sehingga hubungan baik antara suami dan istri masih tetap dapat terjaga.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan atau melukiskan suatu permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun metode pendekatannya penulis menggunakan metode Yuridis normatif.

Konsep restorative justice harus bisa diterapkan dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan suatu rumah tangga harus tetap terjaga keutuhannya sehingga dapat menghasilkan keturunan yang unggul dan berkualitas dan berguna bagi nusa dan bangsa..

Kata Kunci: Restorative Justice, Kekerasan, Rumah Tangga.

*Correspondence Address : hayatunhamid44@gmail.com DOI : 10.31604/jips.v10i1.2023.429-437

© 2023UM-Tapsel Press

(2)

430 PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk yang memiliki usia yang terbatas. Untuk mempertahankan eksistensi dan keberadaannya di dunia, maka manusia harus mengembangkan keturunan.

Untuk mengembangkan keturunan, manusia harus membina rumah tangga antara laki-laki dan perempuan. Secara naluriah manusia memang sudah memiliki insting untuk membina suatu keluarga. Jika seseorang sudah merasa dewasa dan mampu untuk bertanggung jawab,maka biasanya orang tersebut akan langsung memiliki keinginan untuk membina suatu keluarga.

Membina suatu rumah tangga bukanlah hal yang mudah dikarenakan ketika membina rumah tangga seseorang akan dihadapkan dengan berbagai macam persoalan diantaranya masalah ekonomi, masalah kesetiaan pasangan, masalah anak-anak, dan sebagainya.

Persoalan-persoalan tersebut merupakan hal yang seringkali menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Perkara kekerasan dalam rumah tangga seringkali memposisikan seorang istri sebagai korban utama dikarenakan posisi istri merupakan pihak yang sangat rentan untuk menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga sendiri dapat kita bedakan menjadi dua macam yaitu kekerasan dalam bentuk fisik serta kekerasan dalam bentuk psikis.

Kekerasan dalam bentuk fisik sebagaimana yang kita ketahui yaitu kekerasan yang dapat menimbulkan luka-luka secara fisik bahkan dapat menyebabkan korban meninggal dunia.

Sedangkan kekerasan dalam bentuk psikis bisa berbentuk tekanan-tekanan, hinaa-hinaan, caci maki, dan sebagainya.

Pemerintah republik Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mana Undang-

Undang ini dibentuk dengan tujuan agar dapat melindungi kaum perempuan dan anak-anak pada khususnya dari tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Dengan adanya Undang-Undang ini kaum wanita dapat memperoleh kepastian hukum dan perlindungan apabila yang bersangkutan mengalami peristiwa kekerasan dalam rumah tangga. Oleh sebab itu semenjak Undang- Undang ini diberlakukan banyak sekali seorang istri yang memperkarakan suaminya dikarenakan di duga telah melakukan tindak pidana k kekerasan dalam rumah tangga, bahkan tidak sedikit para suami yang harus mendekam dalam jeruji besi dikarenakan telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Kecamatan Cibadak Kota Sukabumi Jawa Barat, maka penulis menemukan beberapa fakta terkait Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya :

1. Masalah ekonomi (suami tidak bekerja atau pengahsilannya kurang) 2. Masalah Perselingkuhan

yang dilakukan oleh suami atau istri

3. Masalah kesalahpahaman antara suami dan istri 4. Masalah Perselisihan atau

perbedaan pendapat antara suami dan istri.

5. Masalah Intervensi Orang Luar dalam rumah Tangga 6. Masalah suami yang

menghabiskan harta istri yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Luar Negeri

7. Masalah istri yang ditalak oleh suami tapi tidak mau rujuk kembali

(3)

431 8. Masalah suami yang sudah

tidak mau lagi bertanggung jawab kepada keluarga 9. Masalah Istri yang sudah

tidak mau lagi menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.

10. Kurangnya pendidikan atau pemahaman terhadap agama.

Dari Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga tyang terjadi di Desa Karang Tengah Kecamatan Cibadak Kota Sukabumi, tidak sedikit para suami yang kemudian diperkarakan ke pihak kepolisian oleh istrinya. Pelaporan yang dilakukan oleh para istri terhadap para suami yang diduga melakukan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan berarti tidak menimbulkan masalah baru, dari pelaporan-pelaporan tersebut tidak sedikit para istri yang malah di ancam balik oleh para suami atau keutuhan rumah tangga di ambang kehancuran dikarenakan akibat dari pelaporan tersebut diikuti dengan proses perceraian di pengadilan.

Realita yang terjadi dilapangan tentu menimbulkan suatu keprihatinan, dikarenakan membentuk suatu keluarga yang bahagia merupakan dambaan setiap pasangan suami istri.

Permasalahan tentu akan timbul dalam setiap perjalanan rumah tangga. Oleh sebab itu kehancuran dalam rumah tangga merupakan suatu hal yang akan menimbulkan permasalahan- permasalahan baru diantarnya :

1. Hubungan antara suami istri menjadi tidak baik dan mungkin tidak terselamatkan 2. Hubungan antara dua keluarga besar akan menajdi rusak

3. Anak-anak akan menjadi korban

4. Akan menimbulkan contoh yang buruk ditengah-tengah masyarakat

5. Akan menimbulkan manusia- manusia yang bermasalah dan tidak berkualitas

Dari dampak-dampak negatif diatas maka tentu diperlukan suatu formulasi khsuus agar suatu rumah tangga yang diterpa masalah kekerasan dalam rumah tangga dapat kembali pulih dan kembali memperoleh kehidupan yang bahagia. Maka dari itu proses restorative justice harus dapat dilakukan dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga sehingga suami istri yang bermasalah tersebut dapat di damaikan dan hubungan mereka dapat kembali dipulihkan yang pada akhirnya pelaporan tersebut tidak dilanjutkan ke proses peradilan.

Fenome kekerasan dalam rumah tangga ternyata tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, akan tetapi kekerasan dalam rumah tangga juga menimpa kalangan public figure seperti artis. Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis merumuskannya ke dalam identifikasi masalah sebagai berikut :

1 Bagaimana penerapan Konsep Restorative Justice Pada Perkara Kekerasan Dalam Rumang Tangga ? 2 Bagaimana Kriteria

Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dapat dilakukan Restorative Justice ?

METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini, menggunakan metode sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analisis,, yaitu penelitian yang memberikan gambaran umum secara lengkap dan sistematis menegnai kosnep

(4)

432 restorative justice pada perkara kekerasan dalam rumah tangga.

2. Metode Pendekatan

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normative, yakni penelaahan masalah yang didasarkan pada peraturan perundnag-undangan yang

berlaku dengan

mengutamakan bahan

kepustakaan dan

impelementasinya didalam praktik.

3. Tahapan Penelitian

Tahap penelitian ini akan dilakukan dalam 2 tahap, yang selanjutnya akan diuraikan di bawah ini : a. Penelitian kepustakaan

Penelitian ini dimaksud untuk mengkaji data sekunder yang terdiri dari : 2

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

secara umum

(peraturan perundang- undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak- pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen dan putusan hakim).3

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal huukm,

2 Ronny Hanitijio, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Ind., Jakarta, 1994, hlm 11.

laporan hukum, dan media cetak atau elektronik).4 Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu berupa karya tulis para ahli di bidang hukum dan bidang-bidang yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, jurnal dan makalah tentang kekerasan dalam rumah tangga.

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum

yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (kamus

hukum dan

ensiklopedi).5 Bahan hukum tersier yang digunakan yaitu majalah dan internet.

b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan,

adalah mengumpulkan, meneliti, dan menyeleksi data primer yang diperoleh langsung dari

lapangan untuk

menunjang data sekunder.

2. Metode Analisis Data Data yang terkumpul baik itu dari hasil penelitian maupun penelitian dari kepustakaan dianalisis dengan metode yuridis kualitatif. Hal itu berarti data yang terkumpul

3 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 2004, hlm 82.

4 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rahawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 114.

5 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm 84.

(5)

433 diuraikan secara deskriptif dan dalam menarik simpulan tidak menggunakan rumus matematilk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.Penerapan Konsep Restorative Justice Pada Perkara Kekerasan Dalam Rumang Tangga

Paradigma penegakkan hukum di Indonesia yang pada awalnya terlalu bertolak ukur pada dasar-dasar legalistic kini sudah mulai bergeser kearah yang lebih progresif, dengan bermunculannya pemikiran-pemikiran yang lebih moderat khususnya dalam hal upaya penegakkan hukum. Paradigma hukum progresif yang digagas sang begawan hukum Prof. Dr. Satjipto Rahardjo adalah sebuah gagasan yang fenomenal yang ditujukan kepada aparatur penegak hukum terutama kepada sang Hakim agar supaya jangan terbelenggu dengan positivisme hukum yang selama ini banyak memberikan ketidakadilan kepada yustisiaben (pencari keadilan) dalam menegakkan hukum karena penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memulai nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak.

Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah sikap tindak

6Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif; Sebuah Sintesa

Hukum Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing, 2014.

sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup6

Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudakan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya.

Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.

Satjipto Rahardjo menjelaskan, bahwa memasuki abad 20 dan awal abad 21, nampak sebuah perubahan yang cukup penting , yaitu dimulainya perlawanan terhadap dominasi atau kekuasaan negara tersebut. Dalam ilmu, pandangan ini muncul dan diusung oleh para pemikir post modernis, sehingga dengan dmeikian sifat hegemonial dari negara perlahan-lahan dibatasi, dan mulai muncul pluralisme dalam masyarakat negara tidak lagi absolut kekuasaanya. Muncullah apa yang disebut dengan kearifan-kearifan lokal, bahwa negara ternyata bukan satu- satunya kebenaran. Inilah yang digambarkan oleh Satjipro Raharjo sebagai gambaran transformasi hukum

yang mengalami

“bifurcation”(pencabangan) dari corak hukum yang bersifat formalism, rasional dan bertumpu pada prosedur, namun disamping itu muncul pula apa pemikiran yang lebih mengedepankan subtansial justice, sebagaimana dijelaskan.“Di sinilah hukum modern

(6)

434 berada dipersimpangan sebab antara keadilan sudah diputuskan dan hukum sudah diterapkan terdapat perbedaan yang sangat besar. Wilayah keadilan tidak persis sama dengan wilayah hukum positif. Keadaan yang gawat tersebut tampil dengan menyolok pada waktu kita berbicara tentang “Supremasi hukum”

Apakah yang kita maksud ? Supremasi keadilan atau supremasi undang- undang?Keadaan persimpangan tersebut juga memunculkan pengertian- pengertian seperti “formal justice”atau

“legal justice” di satu pihak dan subtansial justice” di pihak lain.7

Perkembangan paradigma penegakkan hukum di Indonesia yang pada awalnya lebih legalistik dan sekarang lebih mengarah ke pemikiran yang lebih progresif, hal tersebut itulah yang kita kenal sebagai konsep restorative justice.

Keadilan restoratif atau istilah lain sering di sebut keadilan pemulihan (restorative justice) merupakan suatu cara pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana.

Pendekatan atau konsep keadilan restoratif atau keadilan pemulihan (restorative justice) lebih menitikberatkan pada adanya partisipasi atau ikut serta langsung dari pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. sehingga pendekatan ini populer disebut juga dengan istilah “non state justice system”

di mana peran Negara dalam penyelesaian perkara pidana menjadi kecil atau bahkan tidak ada sama sekali Namun demikian, kehadiran pendekatan atau konsep keadilan restorative atau keadilan pemulihan (restorative justice) banyak diwarnai berbagai pertanyaan

7 Otje Salman dan Anthon F. Susanto. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung, Refika Aditama, 2014,hlm 147

8 Ahmad Faizal, Penerapan Konsep Keadilan

Restoratif (Restorative

baik secara teoritis maupun secara praktis8

Penerapan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga dirasakan sangat perlu hal itu dikarenakan menyelamatkan keutuhan rumah rumah tangga merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan suatu suasana aman dan tertib ditengah- tengah masyarakat. Jika pelaporan seorang istri terhadap suami yang di duga melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga kemudian tetap dilanjutkan ke proses persidangan maka berdasarkan pengamatan penulis akan menimbulkan berbagai macam hal sebagai berikut :

1. Rumah tangga dari pasangan suami istri tersebut terancam berakhir yang kemudian akan menimbulkan masalah- masalah baru

2. Masa depan dan psikologis anak akan terganggu dikarenakan sang anak akan dibesarkan dalam keluarga yang tidak utuh.

3. Akan menimbulkan fenomena kenakalan anak, dikarenakan sang anak akan menyadari bahwa ia berada di keluarga yang bermasalah.

4. Akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara suami istri yang sulit untuk dipulihkan

5. Akan menimbulkan hubungan tidak baik antara kedua keluarga besar

Justice) Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Semarang : Universitas Diponegoro.

Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Volume 4 No 2 Desember (2019)

(7)

435 6. Akan menimbulkan suasana

ketidak tertiban di tengah- tengah masyarakat

7. Dapat terpublish nya masalah rumah tangga kepada masyarakat umum sehingga dapat berdampak terhadap psikologis anggota keluarga

8. Akan menimbulkan contoh yang tidak baik di tengah- tengah masyarakat.

9. Akan menimbulkan penumpukan perkara pada lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan 10. Akan menimbulkan potensi

over kapasitas dalam lembaga pemasyarakatan 11. Akan menimbulkan

pembengkakan anggaran negara dalam hal proses penegakkan hukum.

Dari permasalahan-

permasalahan diatas tentu kita memerlukan sebuah mekanisme baru untuk menyelesaikan perkara keekrasan dalam rumah tangga, dimana mekanisme

tersebut memungkinkan

dilaksanakannya proses perdamaian antara pelaku dan korban.Penerapan konsep restorative justice pada perkara kekerasan dalam rumah tangga sangatlah diperlukan mengingat ada hal- hal baik menurut pandangan penulis jika konsep restorative justice tersebut dapat diterapkan pada perkara kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya adalah :

1. Rumah tangga antara suami istri yang bermasalah tersebut dimungkinkan dapat terselamatkan

2. Hubungan baik antara suami istri dapat kembali dipulihkan

3. Masa depan dan psikologis anak dapat kembali dipulihkan

4. Anak-anak akan kembali dalam pengasuhan kelaurga yang utuh

5. Hubungan baik antara kedua keluarga besar dapat kembali terjalin

6. Dapat memulihkan kondisi ketertiban ditengah-tengah masyarakat

7. Dapat mengurangi fenomena kenakalan anak 8. Dapat mengurangi

penumpukan perkara di lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

9. Dapat mengurangi potensi over kapasitas di lembaga pemsyarakatan

10. Dapat mengurangi pembengkakan anggaran akibat proses penegakkan hukum.

Mekanisme penerapan prinsip restorative justice pada perkara kekerasan rumah tangga dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pasangan suami istri dipertemukan oleh aparat penegak hukum untuk melakukan pembicaraan terkait masalah yang sedang dihadapi

2. Aparat penegak hukum dapat menjadi fasilitator atau mediator bagi pasangan suami istri yang sedang berperkara tersebut untuk menemukan solusi atau jalan keluar.

3. Aparat penegak hukum dapat mendatangkan seorang ahli yang dianggap kompeten untuk memberikan solusi bagi permasalahan yang

(8)

436 dihadapi oleh pasangan suami istri yang sedang ebrperkara tersebut

4. Aparat penegak hukum dapat mengupayakan proses perdamaian antara suami istri tersebut

5. Jika upaya perdamaian suadah disepakati maka suami atau istri yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga membuat surat pernyataan bahwa tidak akan melakukan perbuatan yang sama dan apabila dikemudian hari melakukan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga lagi maka yang bersangkutan siap untuk diperkarakan secara hukum.

6. Jika upaya perdamaian tersebut berhasil maka laporan kepada pihak kepolisian secara otomatis dapat dicabut

7. Pihak aparat penegak hukum juga memiliki kewajiban

untuk memberikan

pemantauan dan pengawasan setelah kesepakatan damai itu terjadi

2.Kriteria Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dapat dilakukan Restorative Justice

Penerapan konsep restorative justice pada perkara kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi solusi atas berbagai macam permasalahan yang timbul akibat pelaporan salah satu pihak kepada aparat kepolisian. Akan tetapi tentu tidak setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan restorative justice. Ada beberapa tindak kekerasan dalam rumah tangga yang menurut penulis tidak dapat dilakukan restorative justice berdasarkan beberapa wawancara yang dilakukan

oleh penulis kepada beberapa Ibu Rumah Tangga yang berada di Desa Karang Tengah Kecamatan Cibadak Kota Sukabumi. Tindak kekerasan yang tidak dapat dilakukan restorative justice antara lain :

a. Kekerasan dalam bentuk fisik yang menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

- Mengakibatkan korban meninggal dunia

- Mengakibatkan korban lumpuh seumur hidup - Mengakibatkan korban

mengalami cacat seumur hidup

- Mengakibatkan korban kehilangan salah satu fungsi pancaindera

- Mengakibatkan korban keguguran atau kehilangan fungsi reproduksi

- Mengakibatkan korban mengalami luka dalam di bagian organ

- Mengakibatkan korban mengalami luka bakar serius

- Mengakibatkan korban geger kota

- Mengakibatkan korban mengalami patah tulang atau tanggalnya salah satu gigi

- Mengakibatkan korban kehilangan salah satu fungsi syaraf

- Mengakibatkan korban mengalami luka sayatan atau tusukan dari benda tajam

- Mengakibatkan korban mengalami kerusakan pada saluran kencing atau pencernaan

- Mengakibatkan korban mengalami kerusakan pada salah satu organ dalam

(9)

437 - Mengakibatkan korban

keracunan hebat

b. Kekerasan dalam bentuk psikis yang tidak dapat di restorative justice meliputi:

- Mengakibatkan korban mengalami trauma berkepanjangan

- Mengakibatkan korban enggan berkomunikasi atau berinteraksi dengan dunia luar

- Mengakibatkan korban terkena gangguan jiwa atau mental

- Mengakibatkan korban kehilangan akal sehat - Mengakibatkan korban

selalu berkeinginan untuk melakukan bunuh diri Kriteria-kriteria diatas diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi aparat penegak hukum untuk menentukan apakah suatu perbuatan kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan upaya restorative justice atau tidak sehingga dapat tercapai suatu keadilan dan kepastian hukum dalam penanganan perkara kekerasan dalam rumah tangga.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis mencantumkan beberapa kesimpulan diantaranya :

1. Konsep restorative justice dapat diterapkan pada perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan melalui mekanisme dimana aparat penegak hukum mencoba untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang berkonflik dengan menghadirkan atau mengupayakan solusi dan jalan keluar dari

permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasangan suami istri yang sedang berkonflik.

2. Kriteria perbuatan kekerasan dalam rumah tangga yang dapat dilakukan restorative justice adalah perbuatan- perbuatan yang tidak menimbulkan luka-luka berat atau guncangan mental yang hebat kepada korban.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku

Abdulkadir Muhammad.Hukum dan Penelitian Hukum.Bandung: Citra Aditya Bakti,2004.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2006.

Otje Salman dan Susanto Anthon. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung : Refika Aditama, 2014.

Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif;

Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta:

Genta Publishing, 2014.

Ronny Hanitijio. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Ind., Jakarta, 1994,

Sumber Peraturan Perundang- Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke 4

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Sumber lainnya :

Ahmad Faizal, Penerapan Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Semarang : Universitas Diponegoro.

Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Volume 4 No 2 Desember (2019)

Referensi

Dokumen terkait

Terutama pada pekerjaan galian tanah dapat menyebabkan struktur tanah menjadi tidak stabil dan mudah longsor, sehingga dibutuhkan pemilihan dinding penahan tanah yang tepat

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

E-commerce merupakan bentuk transaksi bisnis yang lebih praktis tanpa perlu kertas (paperless) serta dapat dilakukan melintasi batas negara, tidak bertemunya secara

[r]

Aplikasi bakteri endofitik baik indigen maupun eksogen menghasilkan rerata kadar N total tanah lebih tinggi dengan kisaran 10–13% dibanding dengan kontrol (pupuk

Selain salt saturated water mud, lumpur berbahan dasar minyak (oil base mud), dapat digunakan pada saat menembus lapisan garam karena oil base mud memiliki kandungan air yang

The first questionnaire contained some topics based on topic books and some techniques used by the teachers to teach those topics to the young learners.. The

0,661, hal ini menunjukkan bahwa jika anggota Gapoktan Subur Mukti menggunakan berbagai media baik media cetak maupun media elektronik, mendapatkan informasi atau pengetahuan dan