• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA RUAS JALAN HANG TUAH DI KOTA DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KINERJA RUAS JALAN HANG TUAH DI KOTA DENPASAR"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

i

KINERJA RUAS JALAN HANG TUAH DI KOTA DENPASAR

OLEH :

I Nyoman Karnata Mataram, ST, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2019

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, penelitian dapat diselesaikan dengan judul “ Kinerja Ruas Jalan Hang Tuah Di Kota Denpasar” Laporan ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah yang bersangkutan.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan memberikan perhatian serta bantuan, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1. Bapak Ir. A.A. Ngr. Jaya Wikrama, MT.

2. Kelompok Belajar Zebra Cross.

3. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan, dorongan, dan perhatian dalam penulisan sehingga laporan Penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi penyempurnaan Penelitian selanjutnya.

Denpasar, 30 November 2019

I Nyoman Karnata Mataram

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Batasan Masalah ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan ... 3

2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan ... 3

2.1.2 Berdasarkan Fungsi ... 3

2.1.3 Berdasarkan Status ... 5

2.1.4 Berdasarkan Spesifikasi Kelas Jalan ... 6

2.2 Volume Lalu Lintas ... 6

2.3 Arus dan Komposisi Lalu Lintas ... 7

2.4 Kapasitas Jalan ... 7

2.4.1 Geometrik Jalan... 8

2.4.2 Kapasitas Dasar (Co) ... 10

2.4.3 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Jalan Perkotaan (FCw) ... 11

2.4.4 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp) ... 12

2.4.5 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kereb (FCsf) ... 12

2.4.6 Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota (FCcs) ... 14

2.5 Hambatan Samping Jalan ... 15

2.6 Kecepatan Arus Bebas ... 15

2.6.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) ... 15

2.6.2 Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) ... 16

2.6.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping (FFVsf) ... 16

2.6.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVCS) ... 18

2.7 Derajat Kejenuhan ... 18

2.8 Kecepatan Tempuh ... 19

2.9 Waktu Tempuh Perjalanan ... 19

2.10 Tingkat Pelayanan Jalan ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 22

3.1 Kerangka Penelitian ... 22

3.2 Studi Pendahuluan dan Studi Pustaka ... 23

3.3 Identifikasi Masalah dan Tujuan Studi ... 23

3.3 Pengumpulan data ... 24

(4)

iv

3.5 Survei Primer ... 24

3.5.1 Survei Geometrik Jalan ... 25

3.5.2 Survei Volume Lalu Lintas ... 25

3.5.3 Survei Waktu Tempuh ... 26

3.5.4 Survei Hambatan Samping ... 26

3.6 Survei Sekunder ... 27

3.7 Analisis Kinerja Ruas Jalan ... 28

3.7.1 Menentukan Arus Lalu Lintas ... 28

3.7.2 Menentukan Kapasitas ... 28

3.7.3 Menentukan Derajat Kejenuhan ... 28

3.7.4 Kecepatan dan Penentuan Tingkat Pelayanan Jalan ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Analisis Ruas Jalan ... 29

4.2 Analisis Volume Lalu Lintas ... 30

4.3 Analisis Hambatan Samping ... 31

4.4 Analisis Waktu Tempuh Perjalanan ... 32

4.4.1 Kecepatan Aktual... 32

4.4.2 Kecepatan Arus Bebas ... 34

4.8 Analisis Kinerja Ruas Jalan ... 34

4.8.1 Arus Lalu Lintas ... 34

4.8.2 Kapasitas Jalan ... 34

4.8.3 Derajat Kejenuhan ... 35

4.8.4 Kecepatan Tempuh ... 36

4.8.5 Kecepatan Arus Bebas ... 36

4.8.6 Tingkat Pelayanan Jalan ... 36

BAB V PENUTUP ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran…… ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN A PETA LOKASI STUDI ... 40

LAMPIRAN B FORMULIR SURVEI ... 42

LAMPIRAN C ANALISIS DATA ... 46

LAMPIRAN D DOKUMENTASI ... 60

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Potongan Melintang ... 9

Gambar 2.2 Hubungan kecepatan rata – rata dengan derajat kejenuhan ... 18

Gambar 2.3 Analisis tingkat pelayanan jalan ... 21

Gambar 3.2 Peta Jalan Hang Tuah ... 23

Gambar 3.3 Ilustrasi Survei Volume Lalu Lintas ... 26

Gambar 3.4 Ilustrasi Survei Waktu Tempuh Perjalanan ... 26

Gambar 3.5 Ilustrasi Survei Hambatan Samping ... 27

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan Hang Tuah ... 29

Gambar 4.2 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Sumber: Hasil Analisis, 2019 ... 30

Gambar 4.3 Hubungan Kecepatan Rata-rata Dengan Derajat Kejenuhan ... 37

Gambar 4.4 Analisis Tingkat Pelayanan Jalan ... 37

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 emp untuk jalan perkotaan tak terbagi ... 7

Tabel 2.2 Kapasitas dasar jalan perkotaan ... 11

Tabel 2.3 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas jalan perkotaan ... 11

Tabel 2.4 Faktor penyesuaian pemisah arah ... 12

Tabel 2.5 Bobot Kejadian Hambatan Samping ... 12

Tabel 2.6 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan ... 12

Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan lebar bahu jalan ... 13

Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan kereb penghalang ... 14

Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota ... 14

Tabel 2.10 Kecepatan arus bebas dasar untuk jalan perkotaan ... 15

Tabel 2.11 Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas ... 16

Tabel 2.12 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu ... 17

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan jarak kereb .. 17

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Kota ... 18

Tabel 2.15 Hubungan tingkat pelayanan jalan dan rasio volume ... 20

Tabel 3.1 Data Sekunder ... 27

Tabel 4.1 Volume Lalu Lintas Pada Jam Puncak Pagi, Siang, Sore, dan Rata-Rata ... 31

Tabel 4.2 Kelas Hambatan Samping Jalan Hang Tuah Denpasar ... 31

Tabel 4.3 Ringkasan Data Waktu Tempuh Perjalanan ... 32

(7)

vii

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI

SM : Sepeda Motor KR : Kendaraan Ringan KB : Kendaraan Berat

KTB : Kendaraan Tak Bermotor FV : Free-Flow Velocity

(Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Sesungguhnya) FV0 : Basic Free-Flow Velocity

(Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan) FVW : Free Flow-Velocity Factor of Width

(Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalan) FFVSF : Free Flow-Velocity Factor of Side Friction

(Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping)

VL : Very Low (Sangat Rendah) L : Low (Rendah)

M : Medium (Sedang) H : High (Tinggi)

VH : Very High (Sangat Tinggi) C : Capacity (Kapasitas)

C0 : Basic Capacity (Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu) DS : Degree Of Saturation (Derajat Kejenuhan)

FCW : Capacity Factor Of Width (Faktor penyesuaian lebar jalan) FCSP : Capacity Factor Of Split (Faktor penyesuaian pemisah arah) FCSF : Capacity Factor Of Side Friction

(Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb) FCCS : Capacity Factor Of City Size (Faktor penyesuaian ukuran kota) Ws : Width of Shoulder (Lebar Bahu)

Wk : Width of Kerb (Lebar Kerb) PED : Pedestrian (Pejalan Kaki)

PSV : Parked and Stopped Vehicle (Parkir dan Kendaraan Berhenti) EEV : Entry and Exit Vehicle (Kendaraan Masuk dan Keluar ke/dari

Lahan Samping)

SMV : Slow Moving Vehicle (Kendaraan Lambat) L : Length (Panjang Segmen)

TT : Total Time (Waktu Tempuh Rata-Rata Sepanjang Segmen) S : Speed (Kecepatan Tempuh)

IRI : International Roughness Index (Indeks Kekasaran Permukaan Jalan) MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Rp : Rupiah

kend : kendaraan km : kilometer m : meter

% : persen

emp : ekivalensi mobil penumpang smp : satuan mobil penumpang

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Denpasar merupakan Ibu Kota Provinsi Bali, sekaligus menjadi pusat pendidikan, pemerintahan, perekonomian, pariwisata dan pusat-pusat kegiatan lainnya. Kota Denpasar memiliki luas wilayah mencapai 127,78 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 914.300 jiwa (BPS Denpasar, 2018). Dengan jumlah penduduk yang sangat padat dan perkembangan yang sangat pesat di Kota Denpasar, mendorong masyarakat melakukan mobilitas dari suatu tempat ke tempat lain. Meningkatnya mobilitas disebabkan oleh aktivitas masyarakat di Kota Denpasar yang semakin tinggi. Hal ini yang menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas serta mengakibatkan banyaknya permasalahan transportasi di kota tersebut, apabila tidak diikuti dengan perkembangan prasarana transportasi dan penyediaan prasarana transportasi yang memadai. Salah satunya adalah sering terjadinya tundaan lalu lintas di ruas-ruas jalan Kota Denpasar.

Salah satu ruas jalan di Kota Denpasar yang sering mengalami tundaan lalu lintas adalah Jalan Hang Tuah Denpasar. Jalan ini merupakan jaringan jalan kolektor primer dengan status Provinsi. Dimana pada sepanjang ruas jalan ini pada jam – jam sibuk sering terjadi tundaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan Denpasar Timur dengan Denpasar Barat. Bertambahnya tempat rekreasi, mal, perkantoran, kampus, sekolah, hotel, villa di kawasan Denpasar membuat kawasan ini semakin padat.

Seiring dengan berkembangnya kawasan ini, maka semakin meningkat pula arus lalu lintas yang berasal maupun yang menuju ke kawasan tersebut, hal ini yang menimbulkan tundaan lalu lintas pada ruas jalan ini.

Tundaan yang sering terjadi biasanya pada pagi hari saat jam berangkat ke sekolah maupun kerja, dan tundaan juga sering terjadi pada saat jam pulang sekolah maupun kerja. Tundaan yang terjadi pada ruas jalan ini selain diakibatkan oleh lalu lintas yang padat, juga diakibatkan karena tidak seimbangnya kepemilikan kendaraan dengan kapasitas ruas jalan, dan karena adanya berbagai hambatan samping antara lain kendaraan parkir di pinggir jalan (on street parking), kendaraan – kendaraan yang keluar masuk perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, sekolah, serta toko-toko, dan konflik antara pejalan kaki dengan arus kendaraan yang melintas. Selain karena tidak seimbangnya kepemilikan kendaraan dengan kapasitas jalan, dan adanya berbagai hambatan samping, tundaan juga terjadi akibat adanya berbagai simpang di ruas jalan ini, baik itu simpang bersinyal maupun simpang tak bersinyal, karena merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih.

Permasalahan tundaan lalu lintas juga terjadi pada ruas Jalan Hang Tuah.

Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas, adanya berbagai hambatan samping, dan berbagai simpang bersinyal maupun tak bersinyal pada ruas jalan ini, menciptakan panjang antrian kendaraan. Panjang antrian yang terjadi pada ruas jalan ini berhubungan erat dengan waktu tundaan. Selain itu, tundaan yang ditimbulkan juga menyebabkan menurunnya kecepatan kendaraan yang melalui

(9)

2 ruas jalan ini. Penurunan ini juga berdampak pada penurunan kapasitas ruas jalan yang berpengaruh pada tingkat pelayanan jalan. Berdasarkan permasalahan di atas dan studi belum pernah dilaksanakan, maka dipandang perlu dilakukan studi kinerja ruas jalan ini, untuk mengetahui kinerja ruas jalan ini pada kondisi eksisting.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ditemui dari latar belakang diatas adalah:

Bagaimanakah kinerja ruas Jalan Hang Tuah pada kondisi eksisting.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk menganalisis kinerja ruas Jalan Hang Tuah pada kondisi eksisting.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan di bidang transportasi, dan bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang kinerja ruas jalan.

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas dapat ditentukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Bundaraan Jalan Hayam Wuruk – Jalan Raya Puputan – Jalan Hang Tuah – Jalan Tukad Penet dalam penelitian ini disebut dengan Bundaran Renon.

2. Wilayah studi penelitian ini dibatasi pada ruas Jalan Hang Tuah, dari persimpangan Jalan Ngurah Rai– Jalan Hang Tuah sampai pada Bundaran Renon.

3. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap kinerja ruas Jalan Hang Tuah yang meliputi volume, kapasitas, kecepatan, derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan jalan.

4. Perilaku para pengemudi kendaraan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

5. Pada penelitian ini kendaraan ringan diistilahkan dengan KR, kendaraan berat diistilahkan dengan KB, sepeda motor diistilahkan dengan SM, dan kendaraan tak bermotor diistilahkan dengan KTB.

(10)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan

Sesuai dengan Undang-Undang RI No.38 tahun 2004 tentang jalan dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder.

Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berikut merupakan penjelasan dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder :

a. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat - pusat kegiatan sebagai berikut :

1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.

2. Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

2.1.2 Berdasarkan Fungsi

a. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Untuk jalan arteri primer, mengikuti persyaratan teknis sebagai berikut:

1. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa.

(11)

4 5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan

tertentu harus memenuhi ketentuan.

6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

b. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

Untuk jalan kolektor primer, persyaratan teknisnya:

1. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan

4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan.

5. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

c. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Persyaratan teknis untuk jalan lokal primer:

1. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

2. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.

d. Jalan lingkungan primer, adalah jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan didalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Persyaratan teknisnya adalah:

1. Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.

2. Persyaratan teknis jalan lingkungan primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.

3. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

e. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan teknisnya adalah:

1. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.

(12)

5 3. Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu

oleh lalu lintas lambat.

4. Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.

f. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Persyaratan teknisnya adalah:

1. Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.

3. Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan.

g. Jalan lokal sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Persyaratan teknisnya adalah jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.

h. Jalan lingkungan sekunder, adalah jalan yang menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. Persyaratan teknisnya adalah:

1. Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

2. Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

2.1.3 Berdasarkan Status

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas:

a. Jalan Nasional.

Jalan nasional sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. Jalan arteri primer.

2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi.

3. Jalan Tol.

b. Jalan Provinsi.

Jalan provinsi sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota.

2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota.

3. Jalan strategis provinsi.

4. Jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan nasional.

c. Jalan Kabupaten.

Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud terdiri atas:

(13)

6 1. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional.

2. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa.

3. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi.

4. Jalan strategis kabupaten.

d. Jalan Kota.

Jalan kota sebagaimana dimaksud adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.

e. Jalan Desa.

Jalan desa sebagaimana dimaksud adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa.

2.1.4 Berdasarkan Spesifikasi Kelas Jalan

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan yang dimaksud, yaitu meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar.

a. Spesifikasi jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 meter.

b. Spesifikasi jalan raya adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 meter.

c. Spesifikasi jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 meter.

d. Spesifikasi jalan kecil adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 meter.

2.2 Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu (Departemen PU, 1997). Volume lalu lintas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q = T

n ( 2.1 ) Dimana :

Q = Volume lalu lintas yang melalui suatu titik (kend/jam).

n = Jumlah kendaraan yang melalui titik tersebut dalam interval waktu T (kend).

T = Interval waktu pengamatan (jam).

(14)

7 2.3 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris (Departemen PU, 1997). Adapun tipe–tipe kendaraan, antara lain:

1. Kendaraan Ringan (KR) meliputi: mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil.

2. Kendaraan Berat (KB) meliputi: truk dan bus.

3. Sepeda motor (SM) meliputi: kendaraan bermotor beroda 2 atau termasuk sepeda motor dan skuter.

4. Kendaraan Tak Bermotor (KTB) meliputi: kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong.

Untuk kendaraan ringan (KR), nilai emp selalu 1,0. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk jalan perkotaan tak terbagi seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 emp untuk jalan perkotaan tak terbagi

Tipe jalan: Jalan tak terbagi

Arus lalu-lintas total dua arah (kend/jam)

emp

KB

SM

Lebar jalur lalu-lintas Wc(m)

≤ 6 > 6 Dua-lajur tak-

terbagi 0 ≤ Q < 1800 1,3 0,5 0,40

(2/2 UD) Q ≥ 1800 1,2 0,35 0,25

Empat-lajur tak-

terbagi 0 ≤ Q < 3700 1,3 0,40

(4/2 UD) Q ≥ 3700 1,2 0,25

Sumber: Departemen PU (1997)

2.4 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan adalah arus lalu lintas maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur (Departemen PU, 1997).

Evaluasi mengenai kapasitas bukan saja bersifat mendasar pada permasalahan pengoperasian dan perancangan lalu lintas seperti juga dihubungkan dengan aspek keamanan. Kapasitas merupakan ukuran kinerja, pada kondisi yang bervariasi yang dapat diterapkan pada kondisi tertentu. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) sebagai berikut:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs ( 2.2 ) Dimana:

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam).

Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi tertentu (smp/jam).

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan.

(15)

8 FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah.

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping.

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.

2.4.1 Geometrik Jalan

Jalan Raya sejak awal dirintis, hanya berupa lintas lalu lalang manusia untuk mencari nafkah dengan jalan kaki, atau menggunakan kendaraan sederhana beroda tanpa mesin. Makin lama perkembangan jalan berkembang dengan pesat, seiring dengan perkembangan teknologi yang melahirkan macam-macam kendaraan bermesin mulai dari beroda tiga, empat sampai lebih dari empat. Dari semula hanya sebagai alat bantu manusia menemukan sumber makan, berkembang menjadi sarana pelayanan jasa angkutan manusia, barang dan bahkan menjadi sarana pengembangan wilayah dan peningkatan ekonomi. Dengan pesatnya perkembangan jalan ini, mulai dipikirkan syarat-syarat jalan, agar dapat melayani pengguna jalan dengan nyaman, aman, sehat, dan cepat, bahkan belakangan ini disyaratkan untuk memenuhi berwawasan lingkungan. Persyaratan geometrik jalan, adalah salah satu dari persyaratan-persyaratan yang ada, untuk memberikan kenyamanan, keamanan dan kecepatan tersebut di atas (Saodang, 2010).

a. Bagian Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan memiliki bagian-bagian yang diberi nama ruang manfaat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija), dan ruang pengawasan jalan (ruwasja).

1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya.

2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.

3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan.

b. Struktur Jalan

1. Badan Jalan, adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, trotoar, median dan bahu jalan, serta talud/lereng badan jalan, yang merupakan satu kesatuan untuk mendukung beban lalu lintas yang lewat di atas permukaan jalan.

2. Ambang Pengaman, lajur terluar Rumaja, dimaksudkan untuk mengamankan bangunan konstruksi, terhadap struktur lain, untuk tidak masuk kawasan jalan.

3. Perkerasan Jalan, adalah lapisan konstruksi yang dipasang langsung di atas tanah dasar badan jalan, pada jalur lalu lintas, yang bertujuan untuk menerima dan menahan beban langsung dari

(16)

9 lalu lintas. Dalam perkerasan jalan agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya, sedangkan bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen, ataupun tanah liat.

4. Tanah Dasar (Subgrade), adalah lapisan tanah paling bawah yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan di atasnya. Tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi (dengan semen, kapur, dan lain-lain).

Gambar 2.1 Potongan Melintang

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006

c. Penampang Melintang Jalan

1. Jalur Lalu Lintas, adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.

2. Lajur, adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.

3. Bahu Jalan, adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, dan harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping dan penyangga perkerasan terhadap beban lalu lintas.

4. Median, adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah, guna memungkinkan kendaraan bergerak cepat dan aman.

5. Trotoar, adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada Rumija, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan, umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.

6. Saluran Tepi/ Samping, adalah selokan yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air hujan, limpasan dari permukaan jalan dan daerah sekitarnya.

7. Lereng/ Talud, adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan, untuk menyalurkan air ke saluran tepi.

(17)

10 8. Separator, adalah bagian jalan yang ditinggikan pada ruang pemisah jalur, biasa ditempatkan di bagian luar, dibatasi oleh kerb, untuk mencegah kendaraan keluar dari jalur.

9. Pulau Lalu Lintas (Traffic Island), adalah bagian dari persimpangan jalan, yang ditinggikan dengan kerb, yang berfungsi untuk mengarahkan lalu lintas, juga sebagai fasilitas pejalan kaki, pada saat menunggu kesempatan menyeberang.

10. Kanal Jalan (Channel), adalah bagian dari persimpangan sebidang, yang khusus disediakan untuk membeloknya kendaraan, ditandai oleh marka jalan, atau dipisahkan oleh pulau lalu lintas.

11. Jalur Tambahan (Auxilliary Lane), adalah jalur yang disediakan intuk belok kiri/kanan, atau perlambatan/percepatan kendaraan.

12. Jalur Tepian (Marginal Strip), adalah bagian dari median atau separator luar, disisi bagian yang ditinggikan, yang sebidang dengan jalur lalu lintas, diperkeras dengan bahan yang sama dengan jalur lalu lintas, dan disediakan untuk mengamankan ruang bebas samping dari jalur lalu lintas.

13. Jalur Sepeda (Bicycle way) adalah jalur khusus pengendara sepeda dan becak, biasa dibangun sejajar dengan jalur lalu lintas, namum dipisahkan dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik seperti kerb atau guardrail. Fasilitas ini sangat jarang ditemui di Indonesia.

14. Jalur Parkir (Parking lane/stopping line), adalah jalur khusus yang disediakan untuk parkir atau berhenti, yang merupakan bagian dari jalur lalu lintas.

15. Jalur Tanaman (Planted Strip), adalah bagian jalan yang disediakan untuk penanaman pohon, yang ditempatkan menerus sepanjang trotoar, jalan sepeda atau bahu jalan.

16. Jalur Lalu Lintas Lambat, adalah jalur yang ditentukan khusus untuk kendaraan lambat.

17. Jalur Putaran (Turning Lane), adalah jalur khusus kendaraan yang disediakan pada persimpangan untuk perlambatan, perpindahan jalur dan untuk menunggu pada saat kendaraan berputar.

18. Jalur Percepatan/Perlambatan (Acceleration/Deceleration Lane), adalah jalur yang disediakan untuk percepatan/perlambatan kendaraan pada saat akan masuk/keluar jalur lalu lintas menerus.

19. Pemisah Luar (Outer Separation), adalah ruang yang diadakan untuk memisahkan jalur samping dari jalur lalu lintas menerus, atau untuk memisahkan jalur lalu lintas lambat dari jalur lain.

2.4.2 Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas dasar merupakan jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal. Kapasitas dasar merupakan kapasitas pada kondisi ideal

(18)

11 (Departemen PU, 1997). Kapasitas dasar jalan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kapasitas dasar jalan perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp / jam) Catatan

Empat lajur terbagi atau

Jalan satu arah 1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber: Departemen PU (1997)

2.4.3 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Jalan Perkotaan (FCw) Penentuan penyusunan untuk lebar jalur lalu lintas (FCw) berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc). Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan lebih dari empat lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai perlajur yang diberikan untuk jalan empat lajur, seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas jalan perkotaan

Sumber : Departemen PU (1997) Tipe jalan

Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc)

(m)

FCw Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 Empat lajur tak terbagi Perlajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 Dua lajur tak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11

0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

(19)

12 2.4.4 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)

Untuk menentukan penyesuaian pemisah arah (FCsp) untuk jalan dua lajur dua arah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi terdapat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Faktor penyesuaian pemisah arah

Pemisah arah SP % - % 50 – 50 55 – 45 60 – 40 65 – 35 70 – 30 100 – 0 FCsp

Dua lajur 2/2 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70 Empat lajur

4/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,85 0,85

Sumber: Departemen PU (1997)

2.4.5 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kereb (FCsf)

Adapun bobot kejadian hambatan samping yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan perkotaan menurut Departemen PU 1997, antara lain:

Tabel 2.5 Bobot Kejadian Hambatan Samping

Sumber: Departemen PU (1997)

Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas. Adapun kelas hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan Kelas

Hambatan Samping

Kode

Jumlah Berbobot Kejadian Per 200m

per jam (dua sisi)

Kondisi Khusus

Sangat

Rendah VL < 100 Daerah pemukiman; jalan samping tersedia.

Rendah L 100 – 299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum dsb.

Sedang M 300 – 499 Daerah industri; beberapa toko disisi jalan.

Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas sisi jalan tinggi.

Sangat Tinggi VH > 900 Daerah komersial; aktivitas pasar sisi jalan.

Sumber: Departemen PU (1997) Tipe Kejadian

Simbol Faktor Bobot Frekwensi

Hambatan Samping Kejadian

Pejalan Kaki PED 0,5 /jam, 200m

Parkir, kendaraan berhenti PSV 1,0 /jam, 200m

Kendaraan masuk dan keluar EEV 0,7 /jam, 200m

Kendaraan tak bermotor SMV 0,4 /jam, 200m

(20)

13 Dalam menentukan faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan bahu jalan/ kereb (FCsf) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Jalan dengan bahu jalan

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCsf) pada jalan perkotaan dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.7:

Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan lebar bahu jalan

Sumber: Departemen PU (1997)

b. Jalan dengan kereb

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsf) adalah berdasarkan jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar dan kelas hambatan samping (SFC) pada jalan perkotaan yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 :

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf)

Jarak Bahu Efektif (Ws)

<0,5 1 1,5 >2,0

4/2D

VL 0,96 0,98 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2UD

VL 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,8 0,86 0,9 0,95

2/2UD atau jalan satu arah

VL 0,94 0,96 0,99 1,01

L 0,92 0,94 0,97 1

M 0,89 0,92 0,95 0,98

H 0,82 0,86 0,9 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

(21)

14 Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan kereb penghalang

Sumber: Departemen PU (1997)

2.4.6 Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota (FCcs)

Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota disesuaikan dengan data dari jumlah penduduk , seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.9 : Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota

Sumber: Departemen PU (1997)

2.5 Hambatan Samping Jalan

Tundaan lalu lintas di jalan terjadi karena ruas jalan tersebut sudah mulai tidak mampu menerima luapan arus kendaraan yang datang secara lancar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh hambatan samping yang tinggi, sehingga menyebabkan penyempitan ruas jalan. Adapun yang termasuk hambatan samping yang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan perkotaan, antara lain (Departemen PU, 1997):

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf) Jarak Kereb Penghalang (Ws)

< 0,5 1 1,5 > 2,0

4/2D

VL 0,95 1 1,5 1,01

L 0,94 0,97 0,99 1

M 0,91 0,93 0,98 0,98

H 0,86 0,89 0,95 0,95

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2UD

VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,93 0,95 0,97 1

M 0,9 0,92 0,95 0,97

H 0,84 0,87 0,9 0,93

VH 0,77 0,81 0,85 0,9

2/2UD atau jalan satu arah

VL 0,93 0,95 0,97 0,99

L 0,9 0,92 0,95 0,97

M 0,86 0,88 0,91 0,94

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian ukuran perkotaan

CS < 0,1 0,86

0,1 ≤ CS < 0,5 0,90

0,5 ≤ CS < 1,0 0,94

1,0 ≤ CS < 3,0 1,00

3,0 ≤ CS 1,04

(22)

15

− Pejalan kaki

− Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti

− Kendaraan parkir pinggir jalan (on street parking)

− Kendaraan tak bermotor

− Kendaraan yang keluar masuk lahan samping jalan 2.6 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas (FV) adalah sebagai berikut, (Departemen PU, 1997):

FV = (FVO + FVW) x FFVSF x FFVCS ( 2.3 ) Dimana:

FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam).

FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam).

FVw = penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam).

FFVSF = faktor penyesuaian kondisi hambatan samping.

FFVCS = faktor penyesuaian untuk ukuran kota.

2.6.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo)

Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar (FVo) ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jenis kendaraan. Penentuan kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Kecepatan arus bebas dasar untuk jalan perkotaan Tipe jalan

Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) (km/jam) Kendaraan

ringan (KR)

Kendaraa n berat

(KB)

Sepeda Motor

(SM)

Semua

kendaraan (rata–rata) Enam lajur terbagi (6/2 D) atau

tiga lajur satu arah (3/1) 61 52 48 57

Empat lajur terbagi (4/2 D) atau

dua lajur satu arah (2/1) 57 50 47 55

Empat lajur tak terbagi

(4/2 UD) 53 46 43 51

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) 44 40 40 42

Sumber: Departemen PU (1997)

2.6.2 Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw)

Untuk jalan lebih dari empat lajur, nilai penyesuaian pada Tabel 2.11 untuk jalan empat lajur terbagi dapat digunakan.

(23)

16 Tabel 2.11 Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas

Sumber: Departemen PU (1997)

2.6.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping (FFVsf)

Dalam menentukan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan bahu jalan (FFVsf) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Jalan dengan bahu jalan

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping berdasarkan lebar bahu efektif yang sesungguhnya dan tingkat hambatan samping yang dapat dilihat pada Tabel 2.12 :

Tipe Jalan Lebar Lajur Lalu Lintas Efektif

(m) FVw

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah

Perlajur

3 -4

3,25 -2

3,5 0

3,75 2

4 4

Empat lajur tak terbagi

Perlajur

3 -4

3,25 -2

3,5 0

3,75 2

4 4

Dua lajur tak terbagi

Total dua arah

5 -9,5

6 -3

7 0

8 3

9 4

10 5

11 7

(24)

17 Tabel 2.12 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu

Sumber: Departemen PU (1997)

b. Jalan dengan kereb

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping berdasarkan jarak antara kereb penghalang pada trotoar dan tingkat hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.13:

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan jarak kereb

Sumber: Departemen PU (1997) Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf)

Jarak Bahu Efektif (Ws)

< 0,5 1 1,5 > 2,0

4/2D

VL 1,02 1,03 1,03 1,04

L 0,98 1,00 1,02 1,03

M 0,94 0,97 1,00 1,02

H 0,89 0,93 0,96 0,99

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2UD

VL 1,02 1,03 1,03 1,04

L 0,98 1,00 1,02 1,03

M 0,93 0,96 0,99 1,02

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2UD atau jalan satu

arah

VL 1,00 1,01 1,01 1,01

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,90 0,93 0,96 0,99

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf)

Jarak Kerb Penghalang (Wk)

< 0,5 1 1,5 > 2,0

4/2D

VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,97 0,98 0,99 1,00

M 0,93 0,95 0,97 0,99

H 0,87 0,90 0,93 0,96

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2UD

VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,91 0,93 0,96 0,98

H 0,84 0,87 0,90 0,94

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2UD atau jalan satu

arah

VL 0,98 0,99 0,99 1,00

L 0,93 0,95 0,96 0,98

M 0,87 0,89 0,92 0,95

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82

(25)

18 2.6.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVCS)

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota ditentukan berdasarkan Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Kota

Sumber: Departemen PU (1997)

2.7 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio arus terhadap kapasitas dan digunakan sebagai faktor utama penentuan tingkat kinerja jalan berdasarkan tundaan dan segmen jalan (Departemen PU, 1997). Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Persamaan derajat kejenuhan adalah:

C

DS = Q (2.4) Dimana:

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas ruas jalan (smp/jam)

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dengan smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisis prilaku lalu lintas berupa kecepatan. Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara kecepatan rata–rata dengan derajat kejenuhan yang diambil dari grafik D–2:2 (Departemen PU, 1997).

Gambar 2.2 Hubungan kecepatan rata – rata dengan derajat kejenuhan

Sumber: Departemen PU (1997)

Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Perkotaan

CS < 0,1 0,90

0,1 ≤ CS < 0,5 0,93

0,5 ≤ CS < 1,0 0,95

1,0 ≤ CS < 3,0 1,00

3,0 ≤ CS 1,03

(26)

19 2.8 Kecepatan Tempuh

Kecepatan adalah jarak yang ditempuh dalam satuan waktu, atau nilai perubahan jarak terhadap waktu. Kecepatan dari suatu kendaraan dipengaruhi oleh faktor–faktor manusia, kendaraan dan prasarana, serta dipengaruhi pula oleh kondisi arus lalu lintas, kondisi cuaca dan kondisi lingkungan sekitarnya.

Kecepatan dipakai sebagai pengukur kualitas perjalanan bagi pengemudi (Departemen PU,1997). Dalam Departemen PU 1997, menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama penentuan kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakaian jalan dalam analisa ekonomi.

TT

V = L (2.5) Dimana:

V = Kecepatan rata-rata (km/jam) L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen (jam) 2.9 Waktu Tempuh Perjalanan

Waktu tempuh perjalanan merupakan waktu yang dipergunakan oleh sebuah kendaraan untuk melewati suatu ruas jalan. Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam menghitung waktu tempuh perjalanan, yaitu:

a. Metode Kendaraan Contoh

Metode ini dilakukan dengan kendaraan contoh yang dikendarai pada arus lalu lintas dengan berusaha membuat kendaraan contoh mengambang pada arus kendaraan dalam artian mengusahakan agar jumlah kendaraan yang disiap kendaraan contoh sama dengan kendaraan yang menyiap kendaraan contoh.

b. Metode Kecepatan Setempat (Spot Speed)

Waktu perjalanan bergerak dapat diperoleh dari metode kecepatan setempat. Metode kecepatan setempat dimaksudkan untuk pengukuran karakteristik kecepatan pada lokasi tertentu pada lalu-lintas dan kondisi lingkungan yang ada pada saat studi.

c. Metode Pengamat Bergerak (Moving Observer)

Dalam metode ini, kendaraan bergerak dalam arus lalu lintas untuk mengumpulkan data yang meliputi waktu perjalanan serta arus lalu lintas baik yang searah maupun yang berlawanan arah dengan kendaraan pengamat. Disamping memperkirakan waktu perjalanan/kecepatan perjalanan, besarnya volume lalu lintas dapat pula diperkirakan dari metode ini.

Untuk menghitung waktu perjalanan rata-rata digunakan rumus : T = TW -

q y

(2.6) dengan;

q =

TW TA

y x

+

+ (2.7)

(27)

20 Dimana:

x = Banyaknya kendaraan yang berpapasan dengan kendaraan peneliti(kend) TA = Waktu perjalanan sewaktu berjalan melawan arus (jam)

TW = Waktu perjalanan sewaktu berjalan bersama arus (jam)

y = Banyaknya kendaraan yang mendahului dikurangi dengan kendaraan yang didahului (kend)

q = Volume lalu lintas saat dilakukan penelitian (kend/jam) 2.10 Tingkat Pelayanan Jalan

Menurut (Sukirman, 1994) Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukan dari hubungan antara volume kendaraan dibagi kapasitas (V/C) dan kecepatan.

Tingkat pelayanan adalah indikator yang dapat mencerminkan tingkat kenyamanan ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan tersebut (Departemen PU, 1997). Tingkat pelayanan jalan dinyatakan dengan huruf A yang merupakan tingkat pelayanan tertinggi sampai F yang merupakan tingkat pelayanan terendah. Apabila volume lalu lintas meningkat, maka tingkat pelayanan jalan menurun karena kondisi lalu lintas yang memburuk akibat interaksi dari faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan. Adapun faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan, antara lain:

1. Volume 2. Kapasitas 3. Kecepatan

Hubungan antara tingkat pelayanan jalan, karakteristik arus lalu lintas dan rasio volume terhadap kapasitas (Rasio Q/C) adalah seperti pada Tabel 2.15 Tabel 2.15 Hubungan tingkat pelayanan jalan dan rasio volume

Tingkat

Pelayanan Kondisi Lapangan Rasio

Q/C A

Arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang

diinginkan tanpa tundaan

0.00 ≤ (Q/C) ≤ 0.20

B

Arus stabil,kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki

kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan

0.20 < (Q/C) ≤ 0.44

C

Arus stabil tetapi kecepatan bergerak dan gerak kendaraan dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan

0.44 < (Q/C) ≤ 0.74

D

Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan oleh kondisi lalu lintas, rasio Q /

C masih bisa ditoleransi

0.74 < (Q/C) ≤ 0.84 E Volume lalu lintas mendekati kapasitas, arus

tidak stabil, kecepatan kadang terhenti 0.84 < (Q/C) ≤ 1.00 F

Arus lalu lintas macet, kecepatan rendah, antrian panjang, serta hambatan atau tundaan

besar

- Sumber: TRB (1994)

(28)

21 Tingkat pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio Q/C, namun juga tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas jalan. Kecepatan operasi dapat diketahui dari survei langsung di lapangan.

Apabila kecepatan operasi telah didapat, maka akan dapat dibandingkan dengan kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih pengemudi pada saat kondisi tertentu). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Analisis tingkat pelayanan jalan

Sumber: Tamin (2000)

(29)

22 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada kerangka penelitian Gambar 3.1

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Studi Pendahuluan

Identifikasi Masalahan

Pengumpulan Data

Survei Primer

• Survei Geometrik Jalan

• Survei Volume Lalu Lintas

• Survei Waktu Tempuh Kendaraan

• Survei Hambatan Samping

Studi Pustaka

Analisis Kinerja Ruas Jalan

Rekapitulasi Data

Simpulan dan Saran Penetapan Tujuan

(30)

23 3.2 Studi Pendahuluan dan Studi Pustaka

Pada studi penduluan peneliti melakukan observasi di seputaran Kota Denpasar. Peneliti memilih Kota Denpasar dikarenakan Kota Denpasar merupakan Ibu Kota Provinsi Bali, sekaligus menjadi pusat pendidikan, pemerintahan, perekonomian, pariwisata dan pusat-pusat kegiatan lainnya. Oleh sebab itu maka peneliti memilih Kota Denpasar sebagai lokasi studi penelitian.

Setelah itu peneliti melakukan observasi di seputaran Kota Denpasar yang mengalami tundaan lalu lintas seperti Jl. Gajah Mada, Jl. Raya Sesetan, dan Jl.

Diponogoro, tapi di ruas jalan tersebut sudah pernah dilakukan studi biaya tundaan. Akhirnya peneliti memilih ruas Jalan Hang Tuah sebagai lokasi studi dikarena pada ruas jalan tersebut belum pernah dilakukan studi biaya tundaan.

Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan buku-buku referensi yang terkait dengan ekonomi transportasi serta Tugas Akhir yang berhubungan dengan biaya tundaan. Pada ruas Jalan Hang Tuah Denpasar, kecepatan kendaraan kadang melambat bahkan kadang terhenti pada ruas jalan ini umumnya terjadi saat masyarakat menjalankan aktivitas sehari – hari atau pada saat jam sibuk.

Dengan adanya banyak hambatan samping seperti kendaraan yang keluar masuk pertokoan, pejalan kaki yang menyeberang jalan serta kendaraan umum dan pribadi yang berhenti sehingga menimbulkan tundaan dalam perjalanan.

Gambar 3.2 Peta Jalan Hang Tuah

Sumber: Google Map (2019)

3.3 Identifikasi Masalah dan Tujuan Studi

Dengan bimbingan dari Dosen pembimbing dan berdasarkan permasalahan yang ditemui, sehingga dapat ditentukan lokasi studi yaitu di ruas Jalan Hang Tuah Denpasar. Dengan berbagai permasalahan yang ditemui di lokasi studi, dan studi belum pernah dilaksankan pada ruas jalan tersebut, maka selanjutnya peneliti mengobservasi khusus di lokasi studi. Observasi bertujuan untuk mengetahui dan memahami permasalahan-permasalahan apa saja yang

(31)

24 terjadi pada lokasi studi, dan mampu mengumpulkan data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki. Setelah dilakukan observasi khusus maka peneliti dapat merumuskan masalah.

Tujuan studi ditetapkan untuk menjawab daru rumusan masalah yang telah ditentukan, maka ditetapkan tujuan studi pada ruas jalan tersebut, yaitu untuk mengetahui kinerja ruas jalan pada kondisi eksisting dan untuk mengetahui besarnya biaya tundaan akibat adanya tundaan lalu lintas.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah elemen penting dalam suatu penelitian. Bagus tidaknya data penelitian itu tergantung dari teknik pengambilan data yang dilakukan. Data yang berkualitas itu adalah yang dari kualitas mencukupi secara statistik dan teknik survei yang tepat. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder adalah dua jenis data yang sangat penting untuk diolah dan dianalisis demi mendapatkan hasil penelitian yang berkualitas. Dikatakan sebagai data primer dikarenakan data tersebut di dapat langsung dari lapangan melalui kegiatan survei dilapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang telah ada yang didapatkan dari instansi - instansi terkait.

3.5 Survei Primer

Dalam pengumpulan data primer dilakukan berbagai macam survei yaitu survei geometrik jalan, survei kecepatan kendaraan, dan survei volume lalu lintas dengan adanya hambatan samping.

1. Survei geometrik jalan adalah untuk mengetahui tipe jalan, panjang jalan, lebar bahu jalan, lebar jalan, lebar lajur jalan dan lebar kerb yang digunakan dalam analisis kinerja ruas jalan (Lampiran B Formulir B.1 Halaman 42).

2. Survei volume lalu lintas bertujuan untuk mencatat setiap kendaraan yang melewati suatu titik atau garis tertentu. Dimana volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan pada periode tertentu.

Dari hasil survei ini akan digunakan dalam analisis kinerja ruas jalan (Lampiran B Formulir B.2 halaman 43).

3. Survei waktu tempuh perjalanan bertujuan untuk mengetahui waktu rata – rata yang dipergunakan kendaraan melewati ruas jalan yang diteliti.

Dengan mengetahui waktu tempuh rata – rata maka akan diketahui kecepatan rata – rata kendaraan (Lampiran B Formulir B.3 halaman 44).

4. Survei hambatan samping jalan bertujuan untuk mengetahui besarnya hambatan samping jalan pada Ruas Jalan Hang Tuah. Pada survei hambatan samping ini diambil segmen 200 meter. Dari hasil survei hambatan samping ini digunakan dalam analisis kinerja ruas jalan (Lampiran B Formulir B.4 halaman 45).

Referensi

Dokumen terkait

Derajat kejenuhan terbesar terjadi pada saat waktu puncak pagi yaitu 1,84, yaitu pada ruas Jalan Cokroaminoto (pendekat Selatan), dengan volume kendaraan dan kapasitas jalan

- Arus lalulintas arah waena-jayapura yaitu pada ruas jalan raya.. abepura kawasan bisnis dengan derajat kejenuhan di

Volume lalu lintas yang digunakan dalam menganalisis kinerja ruas Jalan.. Malioboro besarnya tetap untuk setiap segmen sehingga dianggap

Hasil penelitian yang didapat pada ruas Jalan Sultan Saleh arah barat – timur derajat kejenuhannya 0,51, kecepatan tempuh rerata 81,22 km/jam, kecepatan arus bebas 42,24

Hasil penelitian yang didapat pada ruas Jalan Stasiun Delanggu arah barat – timur derajat kejenuhannya 0,51, kecepatan tempuh rerata 81,22 km/jam, kecepatan arus bebas 42,24

Hasil penelitian yang didapat pada ruas Jalan Stasiun Delanggu arah barat – timur derajat kejenuhannya 0,51, kecepatan tempuh rerata 81,22 km/jam, kecepatan arus bebas 42,24

Derajat Kejenuhan Dari hasil pengamatan di lapangan setelah beroperasinya jalan tol Batang - Semarang dapat diperoleh data volume lalu lintas pada ruas jalan

Pada Tabel 5.Derajat Kejenuhan Jalan Godean pada satu periode waktu adalah 0,599 skr/jam maka tingkat pelayanan Ruas Jalan Godean Km.4+650 – 4+800 selama dua jam masuk