Universitas Kristen Maranatha Abstrak
Penelitian ini berjudul Perbandingan Hubungan Antara Dimensi-Dimensi Learning Approach Dengan Prestasi Belajar Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi Pada Mata Pelajaran Matematika Dan Bahasa Inggris di SMA “X” di Bandung. Penelitian dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah terdapat perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung dan melihat keterkaitan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kedua kelompok tersebut.
Sampel penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA “X” di kota Bandung, yaitu sebanyak 127 orang terdiri dari kelompok siswa (n:78), kelompok siswi (n:49). Alat ukur yang digunakan adalah The Revised Two Factor Learning Process Questionnaire (R-LPQ-2F) yang dikembangkan oleh Biggs, Kember dan Leung (2004) kemudian diterjemahkan peneliti, terdiri dari 22 item untuk masing-masing mata pelajaran (Matematika dan Bahasa Inggris).
Berdasarkan pengolahan data melalui reliability analysis pada program SPSS 11.5, diperoleh validitas (item-total correlation) dan reliabilitas (Alpha Cronbach) dari alat ukur R-LPQ-2F pelajaran Matematika dimensi deep motive berkisar antara 0,60 – 0,79 dengan = 0,83; dimensi deep strategy berkisar antara 0,70 – 0,78 dengan = 0,71; dimensi surface motive berkisar antara 0,42 – 0,71 dengan = 0,49 dan dimensi surface strategy berkisar antara 0,44 – 0,67 dengan = 0,70; pelajaran Bahasa Inggris dimensi deep motive berkisar antara 0,60 – 0,79 dengan = 0,84; dimensi deep strategy berkisar antara 0,65 – 0,83 dengan = 0,71; dimensi surface motive berkisar antara 0,59 – 0,71 dengan = 0,56 dan dimensi surface strategy berkisar antara 0,40 – 0,73 dengan = 0,77.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris sebesar z=2,09.
Universitas Kristen Maranatha Lembar Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak ………... i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi... v
Daftar Tabel... ix
Daftar Bagan... xi
Daftar Lampiran... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah... 7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 7
1.3.1 Maksud Penelitian... 7
1.3.2 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Kegunaan Penelitian... 8
1.4.1 Kegunaan Teoritis... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis... 8
1.5 Kerangka Pemikiran... 9
1.6 Asumsi Penelitian... 19
1.7 Hipotesa Penelitian………... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar... 21
2.2 Metakognisi... 23
2.3 Learning Approach………... 24
Universitas Kristen Maranatha
2.3.2 Makna Learning Approach Yang Berbeda……….. 24
2.3.3 Presage, Process and Product……… 28
2.3.4 Proses Belajar Sebagai Suatu Sistem……….. 30
2.3.5 Approach To Learning dan Learning Style………. 32
2.3.6 Faktor Yang Berkaitan Dengan Learning Approach………... 33
2.3.6.1 Personal & Background Factors………...…………. 33
2.3.6.2 Experimental Background………...……….….. 34
2.3.7 Task Value (Expectancy Value Theory) ………...………….. 35
2.3.8 Kaitan Dengan Hasil Belajar………...………... 37
2.3.9 Kualitas Hasil Belajar………...………...……… 37
2.4 Prestasi Belajar………...………...………...……… 39
2.4.1 Pengertian Prestasi Belajar………...………...……… 39
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar………...……... 40
2.4.2.1 Faktor Internal………...………...………….. 40
2.4.2.2 Faktor Eksternal………...………... 44
2.5 Adolescence (Remaja) ………...………...………... 46
2.5.1 Pengertian Remaja………...………...………. 46
2.5.2 Karakteristik Perkembangan Remaja………...………... 47
2.5.2.1 Perkembangan Biologis………...………...… 47
2.5.2.2 Perkembangan Kognitif………...………...… 49
2.5.2.3 Perkembangan Sosial, Emosional, dan Kepribadian……….. 51
2.5.3 Remaja dan Sekolah……… 54
2.6 Pengertian Gender ………... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian……….……….……... 57
3.2 Bagan Prosedur Penelitian……….……….……….. 58
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….………. 60
3.3.1 Variabel Penelitian……….……….……… 60
3.3.2 Definisi Operasional……….……….……….. 60
Universitas Kristen Maranatha
3.4.3 Sitem Penilaian……….……….……….……. 62
3.4.4 Data Penunjang……….……….……….……. 64
3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur……….………... 64
3.4.5.1 Validitas Alat Ukur……….……… 64
3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur……….……… 65
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….……….. 66
3.5.1 Populasi Sasaran……….……….……… 66
3.5.2 Karakteristik Populasi……….……….……... 66
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel……….………... 66
3.6 Teknik Analisis……….……….………... 67
3.7 Hipotesa Statistik……….……….……… 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden………... 71
4.2 Hasil dan Pembahasan Penelitian………. 72
4.2.1 Hasil Pelajaran Matematika………. 73
4.2.1.1 Validitas ………. 73
4.2.1.2 Reliabilitas……….. 73
4.2.1.3 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi… 74 4.2.1.4 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………. 75 4.2.2 Pembahasan Matematika………. 79
4.2.3 Hasil Pelajaran Bahasa Inggris ………... 82
4.2.3.1 Validitas ………. 82
4.2.3.2 Reliabilitas……….. 83 4.2.3.3 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai
Universitas Kristen Maranatha 4.2.3.4 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach
Dengan Nilai Bahasa Inggris Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………
85
4.2.4 Pembahasan Bahasa Inggris……… 88
4.3 Analisis Tambahan………... 90
4.3.1 Hasil Pelajaran Matematika………. 91
4.3.1.1 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi… 91 4.3.1.2 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi Dalam Pelajaran Matematika……… 93 4.3.2 Hasil Pelajaran Bahasa Inggris……… 98
4.3.2.1 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……… 98
4.3.2.2 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi Dalam Pelajaran Bahasa Inggris ……….. 99 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 103
5.2 Saran... 104
5.2.1 Saran Metodologis... 104
5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain... 105
5.2.3 Saran Guna Laksana... 105
5.3 Keterbatasan Penelitian... 107
Universitas Kristen Maranatha Tabel 1.1 Hasil Survei Awal Mengenai Jumlah Siswa dan Siswi yang
Menggunakan Learning Approach dan Nilai Yang Diperoleh.. 6
Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Survei Awal Mengenai Jumlah Skor Masing-Masing Dimensi Learning Approach Pada Siswa dan Siswi………..…….
6
Tabel 2.1 Perbedaan Deep Approach dan Surface Approach……… 33
Tabel 2.2 Efek Pendekatan Dalam Belajar………. 38
Tabel 3.1 Bobot dan Makna Item………... 62
Tabel 3.2 Konstruksi Alat Ukur R-LPQ-2F... 63
Tabel 3.3 Kriteria Guilford……… 64
Tabel 4.1 Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 71
Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Kelas………. 71
Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Usia……….. 72 Tabel 4.4 Tabel Reliabilitas Dan Validitas R-LPQ-2F Pelajaran
Matematika………. 74
Tabel 4.5 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……
74
Tabel 4.6 Tabel Reliabilitas Dan Validitas R-LPQ-2F Pelajaran Bahasa Inggris………
83
Tabel 4.7 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi…………
84
Tabel 4.8 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……
91
Tabel 4.9 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok
Siswi Dalam Pelajaran Matematika………... 93
Tabel 4.10 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi…………
Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.11 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi
Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok
Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran………... 18 Bagan 2.1 Bagan Presage, Process and Product……… 29 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian………. 59 Bagan 4.1 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan
Nilai Matematika Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………...
78
Bagan 4.2 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Bahasa Inggris Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi……….
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris Lampiran 2 Validitas R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris Lampiran 3 Reliabilitas R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris
Lampiran 4 Hasil Korelasi Pada Pelajaran Matematika (Nilai, Data Penunjang dan Dimensi Learning Approach)
Lampiran 5 Hasil Korelasi Pada Pelajaran Bahasa Inggris (Nilai, Data Penunjang dan Dimensi Learning Approach)
Lampiran 6 Skor Rata-Rata Dimensi-Dimensi Learning Approach Dalam Pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris
Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Guru BK
1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan formal yang ada di Indonesia sekarang ini banyak
mendapatkan keluhan yang mengkhawatirkan. Penilaian akademis yang
diterapkan institusi pendikan seperti sekolah banyak berorientasi pada hasil,
bukan pada prosesnya. Materi pengajaran yang diberikan di sekolah isinya
kebanyakan berupa hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika
diingat malah makin membuat lupa, tanpa penekanan pada pemikiran kritis dan
pembentukan sikap mental positif (www.edu-articles.com; diakses 16 Maret
2008). Sekolah dan kampus gagal mengembangkan kemandirian pelajar sebagai
agen-agen perubahan (change agents) yang mengambil sikap kritis terhadap
proses-proses pembangunan, namun seringkali justru menjadi benteng
kemapanan, dan mereduksi diri menjadi sekedar diploma mills (pabrik ijazah).
Winarno Surakhman selaku pimpinan pusat PGRI mengungkapkan pula
bahwa taraf pendidikan di Indonesia masih berada pada taraf yang rendah. Hal ini
disebabkan sistem pendidikan yang ada saat ini hanya menjadikan siswa
menghafal tanpa adanya usaha untuk memahami materi yang diberikan (Kompas,
2
Fenomena ini terkait dengan apa yang diungkapkan Biggs (1999)
mengenai pendekatan belajar yang dikenal dengan istilah learning approach.
Marton Saljo (1976) mengungkapkan bahwa learning approach merujuk pada
suatu proses yang dipakai untuk mendapatkan hasil belajar. Adapun learning
approach ini dibagi ke dalam dua pendekatan yaitu deep approach dan surface
approach.
Pendekatan yang pertama adalah surface approach, merupakan
pendekatan yang digunakan untuk menerima fakta-fakta baru dan ide–ide secara
tidak kritis dan mencoba untuk menyimpannya sebagai item yang terpisah dan
tidak berhubungan (Biggs, 1999). Siswa tidak melihat hubungan diantara berbagai
unsur, atau makna dan implikasi dari apa yang telah dipelajari. Berdasarkan survei
awal yang telah dilakukan pada 14 siswa dan siswi di SMA “X” Bandung, 58%
siswa dan siswi menggunakan surface approach. Siswa dan siswi ini
mengungkapkan bahwa mereka takut mendapatkan nilai yang buruk dan belajar
hanya dengan berdasarkan kualifikasi yang diharapkan dari sekolah yaitu supaya
naik kelas, hal ini dapat dikatakan mereka termotivasi oleh ekstrinsik motive
(surface motive). Dalam cara belajarnya, mereka hanya sekadar menghafal materi
pelajaran dengan usaha seminimal mungkin, tanpa memahami secara mendalam
mengenai materi tersebut (surfacestrategy).
Pendekatan yang kedua adalah deep approach, yaitu pendekatan yang
digunakan untuk mempelajari dan meneliti tentang fakta-fakta baru, dan
mempelajari fakta, ide secara kritis serta membuat hubungan antara ide-ide
siswi di SMA “X” Bandung, 42% siswa dan siswi menggunakan deepapproach.
Siswa dan siswi ini mengungkapkan bahwa mereka tertarik terhadap materi yang
diberikan sehingga mereka termotivasi untuk memiliki komitmen untuk belajar
(deep motive). Sedangkan dalam cara belajar, mereka mengungkapkan bahwa
mereka benar-benar berusaha memahami materi tersebut dengan cara mengaitkan
materi baru yang mereka dapatkan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki
sebelumnya, mereka tidak hanya sekadar menghafal saja (deepstrategy).
Pendekatan belajar yang digunakan siswa dan siswi ini pada akhirnya
mempengaruhi prestasi belajar mereka. Pendekatan belajar yang berbeda akan
mempengaruhi hasil belajar yang berbeda pula (prestasi akademis). Biggs (1999)
mengungkapkan bahwa siswa yang menggunakan deep approach menunjukkan
hasil belajar yang lebih kompleks. Nilai yang tinggi dalam surface approach
diasosiasikan positif dengan reproduksi yang efisien terhadap fakta dan detail, tapi
negatif dengan kualitas dari tugas yang kompleks (Biggs, 1979). Dengan kata lain,
surface approach dapat menghasilkan nilai, hasil belajar yang baik, namun
pendekatan ini menjadi kurang efektif jika digunakan dalam permasalahan yang
kompleks. Fakta dari survei awal yang dilakukan di SMA “X” Bandung
memberikan hasil bahwa para siswa yang menggunakan surface approach,
mendapatkan nilai yang sedikit lebih baik dari siswa yang menggunakan deep
approach. Hal ini tidak sejalan dengan apa yang diungkapkan Biggs (1999)
sebelumnya bahwa kelompok siswa dan kelompok siswi yang menggunakan deep
approach-lahyang lebih mungkin untuk mencapai prestasi akademis yang tinggi.
4
yang menjadi gol yang diharapkan dalam tujuan pendidikan, dimana siswa
diharapkan dapat benar-benar memahami materi pelajaran yang diberikan
sehingga pada akhirnya dapat diterapkan dan berguna bagi siswa itu sendiri dan
tidak sekadar menghasilkan nilai yang tinggi, tanpa ada pemahaman yang baik.
Sedangkan mengenai perbedaan pendekatan belajar pada kelompok siswa
dan kelompok siswi, belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai hal ini.
Padahal guru cukup bertanggung jawab untuk memfasilitasi belajar mereka
dengan menggunakan student center approach, dimana salah satunya adalah
mengajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing siswa yang bersangkutan
(Associate Professor Weining C.Chang, NUS, 2004). Jadi apabila ada perbedaan
pendekatan belajar yang digunakan antara kelompok siswa dengan kelompok
siswi, maka sebaiknya cara mengajar guru juga disesuaikan dengan karakteristik
tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memang ada perbedaan antara
kelompok siswa dengan kelompok siswi dalam hal intelegensi maupun akademis.
Beberapa studi menujukkan bahwa pria memiliki skor IQ sedikit lebih
tinggi daripada perempuan sehingga kemampuan yang mereka miliki juga berbeda
(http://en.wikipedia.org/wiki/Gender_differences#Intelligence). Banyak hasil
penelitian di masa lampau menunjukkan bahwa kelompok siswa berprestasi lebih
baik di mata pelajaran Matematika. Pada studi tahun 2008 yang diadakan oleh
National Science Foundation di Amerika, hasil penelitian menunjukkan bahwa
kasus seperti itu tidak lagi berlaku. Hal ini dikarenakan sekitar 20 tahun yang lalu
kelompok siswa, namun sekarang kelompok siswi dan kelompok siswa sama
banyaknya yang belajar Matematika. Sedangkan mengenai kemampuan bahasa,
kelompok siswi menunjukkan nilai akademis yang lebih baik
(http://en.wikipedia.org/wiki/Sex_and_intelligence, diakses 9 November 2008).
Dari beberapa literatur tadi secara umum diungkapkan bahwa pada kelompok
siswa, mereka lebih terampil dalam pelajaran Matematika (science), sedangkan
pada kelompok siswi, mereka lebih terampil dalam pelajaran bahasa.
Data penelitian yang dilakukan Andrew J. Martin pada tahun 2004
mengenai motivasi belajar pada siswa dan siswi menunjukkan adanya perbedaan
motivasi belajar pada kelompok siswa dan kelompok siswi. Berdasarkan data
statistik, kelompok siswi menunjukkan fokus belajar, perencanaan, menejemen
belajar, dan daya tahan yang secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok
siswa. Namun di sisi lain, kelompok siswi juga memiliki derajat kegelisahan yang
lebih tinggi. Sedangkan kelompok siswa menunjukkan derajat penyimpangan
seperti membolos dan mencontek yang lebih tinggi daripada kelompok siswi
(Andrew J. Martin, 2004). Sementara sebuah penelitian yang dilakukan di
NationalUniversityofSingapore (NUS) pada tahun yang sama menunjukkan hasil
bahwa kelompok siswa lebih termotivasi oleh gol yang lebih individual,
sedangkan pada kelompok siswi lebih termotivasi pada gol yang sifatnya sosial.
Dengan banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok siswa
dan kelompok siswi berbeda dalam hal intelegensi, akademis, maupun motivasi,
ternyata learning approach yang mereka gunakan juga berbeda menurut beberapa
6
menggunakan surface approach dibandingkan kelompok siswi, namun
perbedaannya tipis antara jumlah keduanya. Data yang didapat dari survei awal di
SMA “X” Bandung pada 14 siswa dan siswi menunjukkan hasil yang berbeda.
Dari keseluruhan siswa yang menggunakan surface approach, 62%-nya adalah
siswa perempuan, sedangkan sisanya adalah siswa laki-laki 38%. Maka dapat
terlihat bahwa terdapat perbedaan antara apa yang telah dikemukan dalam
penelitian yang terdahulu dan survei awal yang dilakukan peneliti mengenai
pendekatan belajar yang digunakan kelompok siswa dan kelompok siswi saat ini.
Tabel 1.1 Hasil Survei Awal Mengenai Jumlah Siswa Dan Siswi Yang Menggunakan LearningApproach Dan Rata-rata Nilai Yang Diperoleh
Siswa Siswi
Pendekatan
Jumlah Nilai Jumlah Nilai
Deep Approach 4 67,5 2 62,5
Surface Approach 3 62,5 5 68
Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Survei Awal Mengenai Jumlah Skor Dimensi LearningApproach Pada Siswa Dan Siswi
Dimensi Jumlah Item Skor Siswa (n=7)
Skor Siswi
(n=7)
Deep Motive 7 154 145
Deep Strategy 4 81 79
Surface Motive 4 77 99
Surface Strategy 7 144 142
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas nampak bahwa skor dimensi deep motive
lebih tinggi daripada siswi. Namun pada siswa juga memiliki kedua skor yang
Dan jika dikaitkan dengan nilai yang diperoleh, maka terlihat bahwa siswi
memperoleh nilai yang sedikit lebih tinggi daripada siswa. Yang menjadi masalah
disini adalah belum ditemukan pola hubungan yang jelas pada hubungan
dimensi-dimensi learningapproach dengan prestasi belajar antara kelompok siswa dengan
kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.
Berdasarkan data-data dan fenomena tersebut diatas, maka peneliti ingin
meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning
approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris
antara kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X”
Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Apakah terdapat perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning approach
dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara
kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
8
pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok siswa dengan
kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan
prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok
siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
• Memberikan informasi bagi psikologi pendidikan mengenai bagaimana
perbedaan learning approach dan hubungannya dengan prestasi belajar
pada kelompok siswa dan kelompok siswi, apabila ada perbedaan antara
keduanya.
• Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut tentang learning approach.
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai perbedaan
dengan kelompok siswi sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengajar untuk menggunakan pendekatan pengajaran
yang paling sesuai dan efektif bagi kelompok siswa dan kelompok siswi.
• Memberikan informasi kepada guru BK mengenai perbedaan learning
approach yang digunakan kelompok siswa dan kelompok siswi dalam
belajar sehingga informasi ini dapat digunakan untuk melakukan
pendekatan yang tepat bagi kelompok siswa dan kelompok siswi, sehingga
kedua kelompok dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
• Memberikan informasi bagi siswa itu sendiri mengenai perbedaan learning
approach yang digunakan pada kelompok siswa dan kelompok siswi,
sehingga mereka dapat meningkatkan prestasi belajar dengan cara yang
paling sesuai dengan learningapproach yang digunakannya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang berusia
antara 15-21 tahun berada dalam tahap perkembangan remaja. Dalam tahapan
perkembangan ini, kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung
dituntut untuk lebih mandiri dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Sebagai individu, kelompok siswa dan kelompok
siswi SMA “X” Bandung harus belajar untuk memikul tanggung jawab bagi diri
10
pendidikan yaitu dengan belajar sebagai bekal bagi kehidupan di masa yang akan
datang (Santrock, 2002).
Dalam schoollearning, belajar atau perubahan tingkah laku mengacu pada
kemampuan untuk mengingat atau memadukan beberapa hal dan adanya
kecenderungan untuk mempunyai sikap dan nilai tertentu yang sesuai dengan
tujuan pendidikan (Gage and Berliner, 1979 : 256-257). Belajar ini dapat
diperoleh melalui pendekatan belajar yang biasa dikenal dengan learning
approach (Marton Saljo, 1976).
Learning approach merujuk pada predisposisi untuk menggunakan proses
khusus dalam kegiatan belajar (Biggs, 1978a). Setiap orang memiliki pendekatan
yang berbeda dalam melakukan pengolahan terhadap informasi yang mereka
dapatkan. Learning approach yang dipilih oleh kelompok siswa dan kelompok
siswi SMA “X” Bandung menentukan bagaimana materi pelajaran yang
diterimanya akan diolah dan selanjutnya akan menentukan kualitas belajar yang
terjadi. Learningapproach ini dapat dijelaskan dengan model belajar 3P (presage,
process, product) untuk menggambarkan hubungan yang melibatkan faktor siswa
(student factor), konteks pengajaran (teaching context), proses belajar dari siswa
(learning approach) dan hasil belajar (prestasi) (Biggs, 1993a).
Presage terdiri dari student factor presage dan teaching factor presage.
Studentfactor presage merupakan faktor yang relatif stabil, berhubungan dengan
belajar, dan merupakan karakteristik dari kelompok siswa dan kelompok siswi
SMA “X” Bandung. Studentfactor presage ini mencakup pengetahuan yang telah
mengenai prestasi yang ingin dicapai (values) serta gender. Sedangkan teaching
presage merupakan faktor kontekstual, termasuk di dalamnya struktur yang
dibentuk dalam proses pengajaran dan institusi pendidikan seperti kurikulum,
metode mengajar, iklim kelas, dan cara yang dipakai guru dalam mengevaluasi
belajar siswa (assessment) di SMA ”X” Bandung.
Process merupakan hasil interaksi antara student factor presage dan
teaching factor presage, serta mengarah pada pendekatan yang digunakan
kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung dalam menyelesaikan
tugas-tugas pembelajarannya. Pendekatan atau learning approach ini dibagi ke
dalam dua pendekatan yaitu surface approach dan deep approach di mana di
dalam learning approach tersebut tercakup dua aspek, yaitu motif dan strategi
(Biggs, 1999). Motif disini merupakan alasan yang mendorong kelompok siswa
dan kelompok siswi untuk menggunakan pendekatan belajar tertentu dan strategi
merujuk pada cara belajar yang digunakan sehubungan dengan motif tersebut.
Surface approach, merupakan pendekatan yang digunakan untuk
menerima fakta-fakta baru dan ide-ide secara tidak kritis dan mencoba untuk
menyimpannya sebagai item yang terpisah dan tidak berhubungan (Biggs, 1999).
Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang memakai surface
approach menggunakan mutu eksternal untuk menyelesaikan tugas, yaitu
didasarkan konsekuensi positif dan negatif yang diterimanya. Kelompok siswa
dan kelompok siswi SMA “X” Bandung ini memiliki surface motive yaitu untuk
menghindari kegagalan dalam bidang akademis dan tujuan mereka belajar adalah
12
dalam belajar pun mereka menggunakan surface strategy yang yaitu dengan
meminimalisasi ruang lingkup materi yang mereka pelajari dan mereka biasanya
belajar dengan cara menghafal, bukan dengan berusaha memahami materi yang
diberikan. Strategi ini biasanya diadaptasi berdasarkan rote learning dimana
mereka menyelesaikan tugas dengan cara yang tidak sesuai, dan dapat dilakukan
dengan mempelajari kata-kata kunci. Karenanya kelompok siswa dan kelompok
siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan surface approach tidak
memperhatikan relasi antar bagian dari materi yang mereka pelajari ataupun arti
dan pengaplikasian dari materi tersebut. Jadi surfaceapproach menggunakan
low-level strategy, yang sesungguhnya tidak memecahkan masalah, seperti menerima
informasi secara pasif, gagal dalam membedakan prinsip dari latihan,
memperlakukan modul dan program secara terpisah, hanya menerima materi yang
diberikan tanpa menghubungkannya dengan pengetahuan yang lama, memandang
materi pelajaran cukup dipelajari hanya untuk ujian saja.
Sedangkan deep approach merupakan pendekatan yang digunakan untuk
mempelajari dan meneliti tentang fakta-fakta baru secara kritis dan terkait dengan
struktur kognitif yang ada dan membuat hubungan antara ide-ide (Biggs, 1999).
Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan
pendekatan ini memiliki deep motive yaitu motivasi intrinsik dari dalam dirinya
sendiri untuk belajar yaitu rasa ketertarikan mereka terhadap pembelajaran itu
sendiri (intrinsic interest). Mereka juga memiliki komitmen pada proses belajar
yang mereka lakukan dalam arti mereka menghubungkan materi yang mereka
pengetahuan yang sebelumnya telah mereka miliki. Deep strategy yang mereka
gunakan berasal dari ketertarikan mereka untuk mencari makna dari apa yang
mereka pelajari. Karenanya dalam belajar, mereka selalu berusaha untuk
mengintegrasikan fakta dan ide yang ada serta berusaha untuk benar-benar
memahaminya. Jadi deep approach menggunakan high-level strategy seperti
memutuskan argumen pusat atau konsep yang dibutuhkan untuk problem solving,
mampu membedakan antara argumen dan bukti, membuat hubungan antara
modul-modul yang berbeda, menghubungkan pengetahuan yang baru dan
pengetahuan yang lama serta menghubungkan materi yang didapat dengan
kehidupan sehari-hari.
Semua pendekatan belajar tersebut diasumsikan sebagai proses untuk
mengingat, kunci yang membedakan antara deepapproach dan surfaceapproach
untuk belajar adalah tingkat dari “kerja memori” untuk setiap pendekatan belajar.
Pada kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang
menggunakan deep approach, proses mengingat digunakan dalam upaya untuk
mencapai pemahaman terhadap materi yang dipelajarinya. Sedangkan pada
kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan
surface approach, proses mengingat merupakan tujuan akhir dari pendekatan itu
sendiri, artinya siswa tersebut hanya bertujuan untuk menghafalkan materi yang
telah dipelajarinya dan bukan untuk memahaminya. (Marton dan Saljo, 1976)
Adapun yang dimaksud dengan product dalam model belajar 3P adalah
prestasi belajar. Untuk melihat prestasi belajar, diperlukan suatu evaluasi belajar
14
mengetahui seberapa jauh kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X”
Bandung telah mencapai sasaran belajar. Harapan dari proses belajar adalah dari
yang semula belum mampu ke arah sudah mampu, dan proses perubahan itu
terjadi selama jangka waktu tertentu.
Konsep utama dari keseluruhan 3P model adalah presage yang
melatarbelakangi process belajar siswa (learning approach) dan menghasilkan
product (prestasi belajar). Learning approach yang berbeda menimbulkan hasil
yang berbeda pula. Deep approach menunjukkan hasil belajar yang lebih baik
dalam materi yang kompleks. Nilai yang tinggi dalam surface approach
diasosiasikan positif dengan reproduksi yang efisien terhadap fakta dan detail, tapi
negatif dengan kualitas dari tugas yang kompleks (Biggs, 1979). Jadi learning
approach akan berkaitan dengan prestasi belajar pada kelompok siswa dan
kelompok siswi SMA “X” Bandung.
Adapun kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” di Bandung
memiliki beberapa karakteristik gender yang berbeda. Secara neurologis, otak
kelompok siswi meskipun ukurannya lebih kecil, namun memiliki neurons yang
lebih banyak jumlahnya terutama di bagian yang berhubungan dengan
kemampuan berbahasa. Selain itu, perempuan juga memiliki fungsi bahasa yang
terdistribusi pada kedua hemisfer cerebral, sementara pada laki-laki kemampuan
bahasa hanya terpusat pada bagian hemisfer kirinya (www.wikipedia.com).
Sebaliknya, Kiefer dan Sekaquaptewa mengungkapkan bahwa hal yang
melatarbelakangi prestasi belajar yang lebih rendah pada perempuan di mata
diberikan lingkungan mengenai kemampun matematis yang seharusnya lebih baik
pada laki-laki. Namun pada studi yang terbaru di tahun 2008 menunjukkan bahwa
perbedaan ini tidak ada lagi, saat ini perempuan berprestasi sama baiknya dengan
laki-laki pada mata pelajaran Matematika http://en.wikipedia.org/wiki/Gender;
diakses 9 November 2008). Hal ini terjadi karena 20 tahun yang lalu, perempuan
lebih sedikit mengambil kursus Matematika dibandingkan saat ini.
Selain berbeda secara biologis, kelompok siswa dan kelompok siswi juga
berbeda dalam hal ekspektasi sosial yang diberikan lingkungan, hasilnya
kelompok siswa dan kelompok siswi menunjukkan perilaku berbeda dalam hal
akademik. Secara umum masyarakat lebih mengharapkan kelompok siswi untuk
menjadi pelajar yang lebih rajin, tekun dan sungguh-sungguh dalam belajar.
Sementara pada kelompok siswa, mereka lebih mendapatkan toleransi untuk
melakukan kegiatan yang cenderung menyimpang, misalnya membolos,
mencontek, berkelahi di sekolah.
Hubungan antara learning approach dan prestasi belajar dapat berbeda
pada kelompok siswa dan kelompok siswi. Kelompok siswa yang menggunakan
deep approach cenderung untuk menggunakan logical thinking dan memiliki
kemampuan mengevaluasi masalah secara rasional, mereka juga mahir dalam
situasi belajar yang impersonal dan dapat menggunakan analisa secara sistematik,
karenanya menunjukkan prestasi yang lebih baik pada Matematika (Severiens dan
Ten Dam, 1994). Sebaliknya kelompok siswi yang menggunakan deep approach
cenderung mencari korelasi materi yang ia pelajari dengan pengalaman
16
berorientasi personal, sementara perempuan memiliki gol yang lebih berorientasi
sosial (Meyer et.al.,1994).
Terkait perbedaan karakteristik-karakteristik di atas maka perlu
diperhatikan juga bahwa selain learning approach yang digunakan, faktorstudent
presage juga turut mempengaruhi nilai yang diperoleh, dalam hal ini adalah
gender sebagai faktor yang turut serta mempengaruhi penggunaan learning
approach, yang pada akhirnya mempengaruhi nilai tadi (prestasi). Gender adalah
perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta
tanggung jawab sebagai laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu
sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm).
Hal lain yang turut mempengaruhi prestasi yang diperoleh adalah harapan
yang dimiliki kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung terhadap
pelajaran yang diberikan sekolah. Hal ini dikenal dengan expectancyvaluetheory
dari Eccles dan Wigfield dan koleganya (Wigfield & Eccles, 1992, 2000, dalam
Pintrich & Schunk, 2002) terdiri dari dua konstruk, yaitu expectancy construct
yang merefleksikan keyakinan (belief) kelompok siswa dan kelompok siswi SMA
“X” Bandung dan penilaian mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu
tugas dan berhasil dalam menghadapinya. Konstruk yang kedua adalah value
components merujuk pada keyakinan kelompok siswa dan kelompok siswi SMA
“X” Bandung mengenai alasan mengapa mereka melakukan suatu tugas tertentu.
Model social cognitive dari teori ini berfokus pada peran harapan (expectancy)
akademis dan nilai (value) yang dihayati untuk tugas akademis. Perilaku berhasil
diprediksi oleh dua komponen umum, yaitu expectancy dan value. Persepsi
mengenai tugas berkaitan dengan penilaian kelompok siswa dan kelompok siswi
SMA “X” Bandung akan tingkat kesulitan tugas. Eccles dan Wigfield
mendefinisikan achievement task value berdasarkan empat komponen. Tiap
komponen dapat mempengaruhi perilaku berhasil seperti pilihan, ketekunan, dan
keberhasilan aktual. Mereka menyebutnya sebagai subjective task value untuk
menggambarkan bahwa keyakinan (belief) ini merupakan persepsi individu
mengenai nilai dan ketertarikan terhadap tugas atau aktivitas yang dikerjakan.
Komponen pertama, importance yaitu penting atau tidaknya melakukan
suatu tugas bagi kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung.
Komponen kedua, intrinsic interest yaitu kenikmatan atau kesenangan yang
dialami seseorang ketika mengerjakan suatu tugas atau ketertarikan subjektif pada
konten dari tugas yang dilakukan. Komponen yang ketiga adalah utility value,
yaitu kegunaan dari suatu tugas bagi seseorang yang berkaitan dengan tujuan
masa yang akan datang. Komponen terakhir adalah cost belief berkaitan dengan
tugas yang dikerjakan. Bagaimana seseorang menilai suatu tugas berdasarkan
pertimbangan banyaknya usaha yang harus dikerjakan.
Adapun selain learning approach, ada faktor lain yang mempengaruhi
prestasi belajar para siswa SMA ”X” di Bandung. Faktor-faktor ini terbagi
menjadi dua. Yang pertama adalah faktor intrinsik yang terdiri dari intelegensi
(berpengaruh kuat terhadap tinggi-rendahnya prestasi yang dapat dicapai oleh
18
dan memainkan peranan dalam semangat belajar), perasaan (merupakan faktor
psikis non-intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat atau gairah
belajar), dan yang terakhir kondisi fisik. Yang kedua adalah faktor eksternal yang
terdiri dari lingkungan sekolah (fasilitas belajar yang memadai dan efektivitas
guru dalam mengajar), lingkungan keluarga yang mencakup keadaan
sosio-ekonomi (kemampuan finansial siswa dan perlengkapan material yang dimiliki
siswa) dan keadaan sosio-kultural (lingkungan budaya yang meliputi kemampuan
berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orangtua dan anak, pandangan
keluarga mengenai pendidikan sekolah) (Winkle, 1987).
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran
Prestasi Belajar (Nilai Rapor)
presage process product
StudentFactor
• Pengetahuan sebelumnya. • Kemampuan
• Kecenderungan cara belajar • Task Value dan hope
• Penting atau tidaknya pelajaran
• Derajat kemenarikkan pelajaran
• Kegunaan pelajaran • Tingkat kesulitan
pelajaran • Gender
TeachingFactor
1.6 Asumsi Penelitian
• Belajar dapat diperoleh melalui proses belajar yang disebut dengan
learningapproach.
• Learning approach yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang
diperoleh (prestasi).
• Learning approach yang berbeda menimbulkan hasil belajar yang berbeda.
• Faktor yang terkait dengan pemilihan learning approach, yaitu faktor dari
siswa itu sendiri (studentpresagefactor) dan faktor di lingkungan belajar
(teachingpresagefactor).
• Perbedaan studentpresagefactor dapat menimbulkan hasil yang berbeda.
• Terdapat perbedaan karakteristik dalam belajar antara kelompok siswa dan
kelompok siswi SMA “X” Bandung.
• Terdapat perbedaan learning approach dengan prestasi belajar yang
digunakan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi SMA “X”
Bandung.
1.7 Hipotesa Penelitian
1. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.
2. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
20
3. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan surfacemotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.
4. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan surfacestrategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.
5. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris.
6. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan deepstrategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris.
7. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan surface motive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa
Inggris.
8. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada
hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa
103
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan, serta keterbatasan penelitian. Pertama, akan dimulai dengan kesimpulan, lalu dilanjutkan dengan saran dan keterbatasan penelitian.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pada pelajaran Matematika :
1. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika (z1= -1,59, z hitung < ±1,96).
2. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deep strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika (z2= -1,51, z hitung < ±1,96).
104
4. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika(z4= -1.56, z hitung < ±1,96 ).
Pada pelajaran Bahasa Inggris :
1. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z5= -0,50, z hitung < ± 1,96).
2. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deep strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris(z6= -1,02, z hitung < ± 1,96).
3. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface motive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z7= - 0,75 , z hitung < ± 1,96).
4. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z8= 2,09, z hitung > ± 1,96).
5.2 Saran
5.2.1 Saran Metodologis
• Mengingat item-item pada dimensi surface motive yang kurang homogen,
• Item nomor 15 alat ukur R-LPQ-2R dimensi surface motive, perlu direvisi
agar menjadi lebih spesifik sehingga menjadi lebih reliabel.
• Melakukan penelitian yang serupa dengan ukuran sampel yang diperbesar
karena ada dugaan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang besar sehingga uji statistik tidak mendapatkan daya yang cukup kuat untuk mendeteksi perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan tersebut.
5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain
• Melakukan penelitian serupa yang dihubungkan dengan learning
environment.
• Melakukan penelitian yang serupa mengenai perbedaan hubungan dimensi
learning approach dengan prestasi belajar secara umum antara kelompok siswa dan kelompok siswi (seluruh mata pelajaran).
5.2.3 Saran Guna Laksana
Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
• Disarankan kepada pengajar dan guru BK untuk bisa melakukan pelatihan
atau intervensi pada kelompok siswa dan kelompok siswi agar mereka memahami learning approach yang digunakan serta menyadari apa kelebihan dan kekurangannya dalam menggunakan motive atau strategy
106
• Memberikan informasi pada pengajar dan guru BK bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh pada prestasi belajar pada kelompok siswa dan kelompok siswi itu berbeda, oleh karena itu pengajar disarankan untuk membahas masalah siswanya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing gender dalam pemberian penyuluhan.
• Pada pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, disarankan bagi pengajar
dan guru BK untuk memberi pengarahan pada kelompok siswa dan kelompok siswi bahwa mata pelajaran tersebut sebenarnya mudah dengan cara menyampaikan langkah-langkah yang harus dilakukan supaya persoalan yang didapat terkesan mudah untuk dikerjakan. Terkait dengan hal ini disarankan bagi para guru ketika membuat persoalan sebaiknya disusun dari yang mudah sampai ke yang sukar, sehingga besar kemungkinan kelompok siswa dan kelompok siswi akan mempersepsi mata pelajaran itu mudah.
• Pada mata pelajaran Matematika, guru-guru dapat merancang kurikulum
5.3 Keterbatasan Penelitian
Terdapat keterbatasan pada penelitian yang dilaksanakan, yaitu:rendahnya nilai reliabilitas (kurang dari 0,60) alat ukur R-LPQ-2F dimensi surface motive
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, John. 1993. The Process Of Learning. New York: Prentice Hall
_________. 1987. Student Approach To Learning & Studying. New York
Biggs, Kember & Leung, 2001. Examining The Multidimensionality of Approaches to Learning Through The Development of a Revised Version of The Learning Process Questionnaire. British Journal of Education Psychology.
Barry Dart, Paul Burnett, Gillian Boulton-Lewis, Jenny Campbell, David Smith &
Andrea McCrindle, 1999. Classroom Learning Environments and
Student’s Approaches to Learning, Learning Environments Research 2(2):pp. 137-156. British Journal of Education Psychology.
David Kember & Doris Y.P Leung, 2001. The Revised Two-Factor Study Process Questionnaire, R-SPQ-2F: pp.136. British Journal of Education Psychology.
Liem Yuen Lie, Lisa Angelique, Emil Cheong, 2004. CDTL Brief. How Do Male
and Female Students Approach Learning At NUS. Centre For
Development Of Teaching And Learning.
Gage & Berliner. 1984. Educational Psychology. Third Edition
Gulo, W. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo
Martin J. Andrew. 2004. School Motivation of boys and girls: Differences of Degree, Differences of Kind, or Both. vol.56, no.3, pp. 133-146. Australian Journal of Psychology
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga
Santrock, John W. 2007. Adolescence. New York, NY: McGraw-Hill
International Edition.
Santrock, John W. 2007. Life Span Development 7th edition. New York, NY: McGraw – Hill.
Siegel, Sidney. 1997. Statistika Non Parametrik. Jakarta : PT Gramedia.
DAFTAR RUJUKAN
Koran Kompas, 2 Maret 2003 (diakses 20 Januari 2008).
http://eprints.qut.edu.au/archive/00012284/ (diakses 24 januari 2008).
http://en.wikipedia.org/wiki/Gender (diakses 9 November 2008).
http://en.wikipedia.org/wiki/Gender_differences (diakses 9 November 2008).
http://en.wikipedia.org/wiki/Sex and intelligence (diakses 9 November 2008).
http://faculty.vassar.edu/lowry/rdiff.html (diakses 19 September 2008).
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm (diakses 12 November 2008).
http://www.cdtl.nus.edu.sg/research/learnprofile.htm. (diakses 16 Maret 2008).
www.cdtl.nus.edu.sg/brief/v7n1/default.htm (diakses 16 Maret 2008).
www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Home&TEMPLATE=/CM/Conte ntDisplay.cfm&CONTENTID=6270 (diakses 18 November 2008).
www.dmrosyid.wordpress.com/2007 (diakses 20 Maret 2008).
www.edu-articles.com (diakses 16 Maret 2008).
www.learning.ox.ac.uk (diakses 16 Maret 2008).