• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gaya Pengasuhan Orangtua dan Kemandirian Emosional Siswa SMA "X" Yagyakarta Yang Tinggal di Asrama Sekolah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Gaya Pengasuhan Orangtua dan Kemandirian Emosional Siswa SMA "X" Yagyakarta Yang Tinggal di Asrama Sekolah."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini berjudul Perbandingan Hubungan Antara Dimensi-Dimensi Learning Approach Dengan Prestasi Belajar Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi Pada Mata Pelajaran Matematika Dan Bahasa Inggris di SMA “X” di Bandung. Penelitian dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah terdapat perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung dan melihat keterkaitan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kedua kelompok tersebut.

Sampel penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA “X” di kota Bandung, yaitu sebanyak 127 orang terdiri dari kelompok siswa (n:78), kelompok siswi (n:49). Alat ukur yang digunakan adalah The Revised Two Factor Learning Process Questionnaire (R-LPQ-2F) yang dikembangkan oleh Biggs, Kember dan Leung (2004) kemudian diterjemahkan peneliti, terdiri dari 22 item untuk masing-masing mata pelajaran (Matematika dan Bahasa Inggris).

Berdasarkan pengolahan data melalui reliability analysis pada program SPSS 11.5, diperoleh validitas (item-total correlation) dan reliabilitas (Alpha Cronbach) dari alat ukur R-LPQ-2F pelajaran Matematika dimensi deep motive berkisar antara 0,60 – 0,79 dengan = 0,83; dimensi deep strategy berkisar antara 0,70 – 0,78 dengan = 0,71; dimensi surface motive berkisar antara 0,42 – 0,71 dengan = 0,49 dan dimensi surface strategy berkisar antara 0,44 – 0,67 dengan = 0,70; pelajaran Bahasa Inggris dimensi deep motive berkisar antara 0,60 – 0,79 dengan = 0,84; dimensi deep strategy berkisar antara 0,65 – 0,83 dengan = 0,71; dimensi surface motive berkisar antara 0,59 – 0,71 dengan = 0,56 dan dimensi surface strategy berkisar antara 0,40 – 0,73 dengan = 0,77.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris sebesar z=2,09.

(2)

Universitas Kristen Maranatha Lembar Judul

Lembar Pengesahan

Abstrak ………... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... ix

Daftar Bagan... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 7

1.3.1 Maksud Penelitian... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis... 8

1.5 Kerangka Pemikiran... 9

1.6 Asumsi Penelitian... 19

1.7 Hipotesa Penelitian………... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar... 21

2.2 Metakognisi... 23

2.3 Learning Approach………... 24

(3)

Universitas Kristen Maranatha

2.3.2 Makna Learning Approach Yang Berbeda……….. 24

2.3.3 Presage, Process and Product……… 28

2.3.4 Proses Belajar Sebagai Suatu Sistem……….. 30

2.3.5 Approach To Learning dan Learning Style………. 32

2.3.6 Faktor Yang Berkaitan Dengan Learning Approach………... 33

2.3.6.1 Personal & Background Factors………...…………. 33

2.3.6.2 Experimental Background………...……….….. 34

2.3.7 Task Value (Expectancy Value Theory) ………...………….. 35

2.3.8 Kaitan Dengan Hasil Belajar………...………... 37

2.3.9 Kualitas Hasil Belajar………...………...……… 37

2.4 Prestasi Belajar………...………...………...……… 39

2.4.1 Pengertian Prestasi Belajar………...………...……… 39

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar………...……... 40

2.4.2.1 Faktor Internal………...………...………….. 40

2.4.2.2 Faktor Eksternal………...………... 44

2.5 Adolescence (Remaja) ………...………...………... 46

2.5.1 Pengertian Remaja………...………...………. 46

2.5.2 Karakteristik Perkembangan Remaja………...………... 47

2.5.2.1 Perkembangan Biologis………...………...… 47

2.5.2.2 Perkembangan Kognitif………...………...… 49

2.5.2.3 Perkembangan Sosial, Emosional, dan Kepribadian……….. 51

2.5.3 Remaja dan Sekolah……… 54

2.6 Pengertian Gender ………... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian……….……….……... 57

3.2 Bagan Prosedur Penelitian……….……….……….. 58

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….………. 60

3.3.1 Variabel Penelitian……….……….……… 60

3.3.2 Definisi Operasional……….……….……….. 60

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.4.3 Sitem Penilaian……….……….……….……. 62

3.4.4 Data Penunjang……….……….……….……. 64

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur……….………... 64

3.4.5.1 Validitas Alat Ukur……….……… 64

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur……….……… 65

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….……….. 66

3.5.1 Populasi Sasaran……….……….……… 66

3.5.2 Karakteristik Populasi……….……….……... 66

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel……….………... 66

3.6 Teknik Analisis……….……….………... 67

3.7 Hipotesa Statistik……….……….……… 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden………... 71

4.2 Hasil dan Pembahasan Penelitian………. 72

4.2.1 Hasil Pelajaran Matematika………. 73

4.2.1.1 Validitas ………. 73

4.2.1.2 Reliabilitas……….. 73

4.2.1.3 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi… 74 4.2.1.4 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………. 75 4.2.2 Pembahasan Matematika………. 79

4.2.3 Hasil Pelajaran Bahasa Inggris ………... 82

4.2.3.1 Validitas ………. 82

4.2.3.2 Reliabilitas……….. 83 4.2.3.3 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai

(5)

Universitas Kristen Maranatha 4.2.3.4 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach

Dengan Nilai Bahasa Inggris Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………

85

4.2.4 Pembahasan Bahasa Inggris……… 88

4.3 Analisis Tambahan………... 90

4.3.1 Hasil Pelajaran Matematika………. 91

4.3.1.1 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi… 91 4.3.1.2 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi Dalam Pelajaran Matematika……… 93 4.3.2 Hasil Pelajaran Bahasa Inggris……… 98

4.3.2.1 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……… 98

4.3.2.2 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi Dalam Pelajaran Bahasa Inggris ……….. 99 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 103

5.2 Saran... 104

5.2.1 Saran Metodologis... 104

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain... 105

5.2.3 Saran Guna Laksana... 105

5.3 Keterbatasan Penelitian... 107

(6)

Universitas Kristen Maranatha Tabel 1.1 Hasil Survei Awal Mengenai Jumlah Siswa dan Siswi yang

Menggunakan Learning Approach dan Nilai Yang Diperoleh.. 6

Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Survei Awal Mengenai Jumlah Skor Masing-Masing Dimensi Learning Approach Pada Siswa dan Siswi………..…….

6

Tabel 2.1 Perbedaan Deep Approach dan Surface Approach……… 33

Tabel 2.2 Efek Pendekatan Dalam Belajar………. 38

Tabel 3.1 Bobot dan Makna Item………... 62

Tabel 3.2 Konstruksi Alat Ukur R-LPQ-2F... 63

Tabel 3.3 Kriteria Guilford……… 64

Tabel 4.1 Tabel Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 71

Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Kelas………. 71

Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Usia……….. 72 Tabel 4.4 Tabel Reliabilitas Dan Validitas R-LPQ-2F Pelajaran

Matematika………. 74

Tabel 4.5 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……

74

Tabel 4.6 Tabel Reliabilitas Dan Validitas R-LPQ-2F Pelajaran Bahasa Inggris………

83

Tabel 4.7 Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi…………

84

Tabel 4.8 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Matematika Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi……

91

Tabel 4.9 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok

Siswi Dalam Pelajaran Matematika………... 93

Tabel 4.10 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan Nilai Bahasa Inggris Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok Siswi…………

(7)

Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.11 Korelasi Data Penunjang (Task Value) Dengan 4 Dimensi

Learning Approach Pada Kelompok Siswa Dan Kelompok

(8)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran………... 18 Bagan 2.1 Bagan Presage, Process and Product……… 29 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian………. 59 Bagan 4.1 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan

Nilai Matematika Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi………...

78

Bagan 4.2 Perbandingan Korelasi 4 Dimensi Learning Approach Dengan Nilai Bahasa Inggris Antara Kelompok Siswa Dengan Kelompok Siswi……….

(9)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris Lampiran 2 Validitas R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris Lampiran 3 Reliabilitas R-LPQ-2F Matematika dan Bahasa Inggris

Lampiran 4 Hasil Korelasi Pada Pelajaran Matematika (Nilai, Data Penunjang dan Dimensi Learning Approach)

Lampiran 5 Hasil Korelasi Pada Pelajaran Bahasa Inggris (Nilai, Data Penunjang dan Dimensi Learning Approach)

Lampiran 6 Skor Rata-Rata Dimensi-Dimensi Learning Approach Dalam Pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris

Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Guru BK

(10)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan formal yang ada di Indonesia sekarang ini banyak

mendapatkan keluhan yang mengkhawatirkan. Penilaian akademis yang

diterapkan institusi pendikan seperti sekolah banyak berorientasi pada hasil,

bukan pada prosesnya. Materi pengajaran yang diberikan di sekolah isinya

kebanyakan berupa hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika

diingat malah makin membuat lupa, tanpa penekanan pada pemikiran kritis dan

pembentukan sikap mental positif (www.edu-articles.com; diakses 16 Maret

2008). Sekolah dan kampus gagal mengembangkan kemandirian pelajar sebagai

agen-agen perubahan (change agents) yang mengambil sikap kritis terhadap

proses-proses pembangunan, namun seringkali justru menjadi benteng

kemapanan, dan mereduksi diri menjadi sekedar diploma mills (pabrik ijazah).

Winarno Surakhman selaku pimpinan pusat PGRI mengungkapkan pula

bahwa taraf pendidikan di Indonesia masih berada pada taraf yang rendah. Hal ini

disebabkan sistem pendidikan yang ada saat ini hanya menjadikan siswa

menghafal tanpa adanya usaha untuk memahami materi yang diberikan (Kompas,

(11)

2

Fenomena ini terkait dengan apa yang diungkapkan Biggs (1999)

mengenai pendekatan belajar yang dikenal dengan istilah learning approach.

Marton Saljo (1976) mengungkapkan bahwa learning approach merujuk pada

suatu proses yang dipakai untuk mendapatkan hasil belajar. Adapun learning

approach ini dibagi ke dalam dua pendekatan yaitu deep approach dan surface

approach.

Pendekatan yang pertama adalah surface approach, merupakan

pendekatan yang digunakan untuk menerima fakta-fakta baru dan ide–ide secara

tidak kritis dan mencoba untuk menyimpannya sebagai item yang terpisah dan

tidak berhubungan (Biggs, 1999). Siswa tidak melihat hubungan diantara berbagai

unsur, atau makna dan implikasi dari apa yang telah dipelajari. Berdasarkan survei

awal yang telah dilakukan pada 14 siswa dan siswi di SMA “X” Bandung, 58%

siswa dan siswi menggunakan surface approach. Siswa dan siswi ini

mengungkapkan bahwa mereka takut mendapatkan nilai yang buruk dan belajar

hanya dengan berdasarkan kualifikasi yang diharapkan dari sekolah yaitu supaya

naik kelas, hal ini dapat dikatakan mereka termotivasi oleh ekstrinsik motive

(surface motive). Dalam cara belajarnya, mereka hanya sekadar menghafal materi

pelajaran dengan usaha seminimal mungkin, tanpa memahami secara mendalam

mengenai materi tersebut (surfacestrategy).

Pendekatan yang kedua adalah deep approach, yaitu pendekatan yang

digunakan untuk mempelajari dan meneliti tentang fakta-fakta baru, dan

mempelajari fakta, ide secara kritis serta membuat hubungan antara ide-ide

(12)

siswi di SMA “X” Bandung, 42% siswa dan siswi menggunakan deepapproach.

Siswa dan siswi ini mengungkapkan bahwa mereka tertarik terhadap materi yang

diberikan sehingga mereka termotivasi untuk memiliki komitmen untuk belajar

(deep motive). Sedangkan dalam cara belajar, mereka mengungkapkan bahwa

mereka benar-benar berusaha memahami materi tersebut dengan cara mengaitkan

materi baru yang mereka dapatkan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki

sebelumnya, mereka tidak hanya sekadar menghafal saja (deepstrategy).

Pendekatan belajar yang digunakan siswa dan siswi ini pada akhirnya

mempengaruhi prestasi belajar mereka. Pendekatan belajar yang berbeda akan

mempengaruhi hasil belajar yang berbeda pula (prestasi akademis). Biggs (1999)

mengungkapkan bahwa siswa yang menggunakan deep approach menunjukkan

hasil belajar yang lebih kompleks. Nilai yang tinggi dalam surface approach

diasosiasikan positif dengan reproduksi yang efisien terhadap fakta dan detail, tapi

negatif dengan kualitas dari tugas yang kompleks (Biggs, 1979). Dengan kata lain,

surface approach dapat menghasilkan nilai, hasil belajar yang baik, namun

pendekatan ini menjadi kurang efektif jika digunakan dalam permasalahan yang

kompleks. Fakta dari survei awal yang dilakukan di SMA “X” Bandung

memberikan hasil bahwa para siswa yang menggunakan surface approach,

mendapatkan nilai yang sedikit lebih baik dari siswa yang menggunakan deep

approach. Hal ini tidak sejalan dengan apa yang diungkapkan Biggs (1999)

sebelumnya bahwa kelompok siswa dan kelompok siswi yang menggunakan deep

approach-lahyang lebih mungkin untuk mencapai prestasi akademis yang tinggi.

(13)

4

yang menjadi gol yang diharapkan dalam tujuan pendidikan, dimana siswa

diharapkan dapat benar-benar memahami materi pelajaran yang diberikan

sehingga pada akhirnya dapat diterapkan dan berguna bagi siswa itu sendiri dan

tidak sekadar menghasilkan nilai yang tinggi, tanpa ada pemahaman yang baik.

Sedangkan mengenai perbedaan pendekatan belajar pada kelompok siswa

dan kelompok siswi, belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai hal ini.

Padahal guru cukup bertanggung jawab untuk memfasilitasi belajar mereka

dengan menggunakan student center approach, dimana salah satunya adalah

mengajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing siswa yang bersangkutan

(Associate Professor Weining C.Chang, NUS, 2004). Jadi apabila ada perbedaan

pendekatan belajar yang digunakan antara kelompok siswa dengan kelompok

siswi, maka sebaiknya cara mengajar guru juga disesuaikan dengan karakteristik

tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memang ada perbedaan antara

kelompok siswa dengan kelompok siswi dalam hal intelegensi maupun akademis.

Beberapa studi menujukkan bahwa pria memiliki skor IQ sedikit lebih

tinggi daripada perempuan sehingga kemampuan yang mereka miliki juga berbeda

(http://en.wikipedia.org/wiki/Gender_differences#Intelligence). Banyak hasil

penelitian di masa lampau menunjukkan bahwa kelompok siswa berprestasi lebih

baik di mata pelajaran Matematika. Pada studi tahun 2008 yang diadakan oleh

National Science Foundation di Amerika, hasil penelitian menunjukkan bahwa

kasus seperti itu tidak lagi berlaku. Hal ini dikarenakan sekitar 20 tahun yang lalu

(14)

kelompok siswa, namun sekarang kelompok siswi dan kelompok siswa sama

banyaknya yang belajar Matematika. Sedangkan mengenai kemampuan bahasa,

kelompok siswi menunjukkan nilai akademis yang lebih baik

(http://en.wikipedia.org/wiki/Sex_and_intelligence, diakses 9 November 2008).

Dari beberapa literatur tadi secara umum diungkapkan bahwa pada kelompok

siswa, mereka lebih terampil dalam pelajaran Matematika (science), sedangkan

pada kelompok siswi, mereka lebih terampil dalam pelajaran bahasa.

Data penelitian yang dilakukan Andrew J. Martin pada tahun 2004

mengenai motivasi belajar pada siswa dan siswi menunjukkan adanya perbedaan

motivasi belajar pada kelompok siswa dan kelompok siswi. Berdasarkan data

statistik, kelompok siswi menunjukkan fokus belajar, perencanaan, menejemen

belajar, dan daya tahan yang secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok

siswa. Namun di sisi lain, kelompok siswi juga memiliki derajat kegelisahan yang

lebih tinggi. Sedangkan kelompok siswa menunjukkan derajat penyimpangan

seperti membolos dan mencontek yang lebih tinggi daripada kelompok siswi

(Andrew J. Martin, 2004). Sementara sebuah penelitian yang dilakukan di

NationalUniversityofSingapore (NUS) pada tahun yang sama menunjukkan hasil

bahwa kelompok siswa lebih termotivasi oleh gol yang lebih individual,

sedangkan pada kelompok siswi lebih termotivasi pada gol yang sifatnya sosial.

Dengan banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok siswa

dan kelompok siswi berbeda dalam hal intelegensi, akademis, maupun motivasi,

ternyata learning approach yang mereka gunakan juga berbeda menurut beberapa

(15)

6

menggunakan surface approach dibandingkan kelompok siswi, namun

perbedaannya tipis antara jumlah keduanya. Data yang didapat dari survei awal di

SMA “X” Bandung pada 14 siswa dan siswi menunjukkan hasil yang berbeda.

Dari keseluruhan siswa yang menggunakan surface approach, 62%-nya adalah

siswa perempuan, sedangkan sisanya adalah siswa laki-laki 38%. Maka dapat

terlihat bahwa terdapat perbedaan antara apa yang telah dikemukan dalam

penelitian yang terdahulu dan survei awal yang dilakukan peneliti mengenai

pendekatan belajar yang digunakan kelompok siswa dan kelompok siswi saat ini.

Tabel 1.1 Hasil Survei Awal Mengenai Jumlah Siswa Dan Siswi Yang Menggunakan LearningApproach Dan Rata-rata Nilai Yang Diperoleh

Siswa Siswi

Pendekatan

Jumlah Nilai Jumlah Nilai

Deep Approach 4 67,5 2 62,5

Surface Approach 3 62,5 5 68

Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Survei Awal Mengenai Jumlah Skor Dimensi LearningApproach Pada Siswa Dan Siswi

Dimensi Jumlah Item Skor Siswa (n=7)

Skor Siswi

(n=7)

Deep Motive 7 154 145

Deep Strategy 4 81 79

Surface Motive 4 77 99

Surface Strategy 7 144 142

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas nampak bahwa skor dimensi deep motive

lebih tinggi daripada siswi. Namun pada siswa juga memiliki kedua skor yang

(16)

Dan jika dikaitkan dengan nilai yang diperoleh, maka terlihat bahwa siswi

memperoleh nilai yang sedikit lebih tinggi daripada siswa. Yang menjadi masalah

disini adalah belum ditemukan pola hubungan yang jelas pada hubungan

dimensi-dimensi learningapproach dengan prestasi belajar antara kelompok siswa dengan

kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.

Berdasarkan data-data dan fenomena tersebut diatas, maka peneliti ingin

meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning

approach dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris

antara kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X”

Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah terdapat perbedaan hubungan dimensi-dimensi learning approach

dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara

kelompok siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

(17)

8

pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok siswa dengan

kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap hubungan dimensi-dimensi learning approach dengan

prestasi belajar mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris antara kelompok

siswa dengan kelompok siswi di kelas X dan XI SMA “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

• Memberikan informasi bagi psikologi pendidikan mengenai bagaimana

perbedaan learning approach dan hubungannya dengan prestasi belajar

pada kelompok siswa dan kelompok siswi, apabila ada perbedaan antara

keduanya.

• Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

lebih lanjut tentang learning approach.

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai perbedaan

(18)

dengan kelompok siswi sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi pengajar untuk menggunakan pendekatan pengajaran

yang paling sesuai dan efektif bagi kelompok siswa dan kelompok siswi.

• Memberikan informasi kepada guru BK mengenai perbedaan learning

approach yang digunakan kelompok siswa dan kelompok siswi dalam

belajar sehingga informasi ini dapat digunakan untuk melakukan

pendekatan yang tepat bagi kelompok siswa dan kelompok siswi, sehingga

kedua kelompok dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

• Memberikan informasi bagi siswa itu sendiri mengenai perbedaan learning

approach yang digunakan pada kelompok siswa dan kelompok siswi,

sehingga mereka dapat meningkatkan prestasi belajar dengan cara yang

paling sesuai dengan learningapproach yang digunakannya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang berusia

antara 15-21 tahun berada dalam tahap perkembangan remaja. Dalam tahapan

perkembangan ini, kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung

dituntut untuk lebih mandiri dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugas-tugasnya. Sebagai individu, kelompok siswa dan kelompok

siswi SMA “X” Bandung harus belajar untuk memikul tanggung jawab bagi diri

(19)

10

pendidikan yaitu dengan belajar sebagai bekal bagi kehidupan di masa yang akan

datang (Santrock, 2002).

Dalam schoollearning, belajar atau perubahan tingkah laku mengacu pada

kemampuan untuk mengingat atau memadukan beberapa hal dan adanya

kecenderungan untuk mempunyai sikap dan nilai tertentu yang sesuai dengan

tujuan pendidikan (Gage and Berliner, 1979 : 256-257). Belajar ini dapat

diperoleh melalui pendekatan belajar yang biasa dikenal dengan learning

approach (Marton Saljo, 1976).

Learning approach merujuk pada predisposisi untuk menggunakan proses

khusus dalam kegiatan belajar (Biggs, 1978a). Setiap orang memiliki pendekatan

yang berbeda dalam melakukan pengolahan terhadap informasi yang mereka

dapatkan. Learning approach yang dipilih oleh kelompok siswa dan kelompok

siswi SMA “X” Bandung menentukan bagaimana materi pelajaran yang

diterimanya akan diolah dan selanjutnya akan menentukan kualitas belajar yang

terjadi. Learningapproach ini dapat dijelaskan dengan model belajar 3P (presage,

process, product) untuk menggambarkan hubungan yang melibatkan faktor siswa

(student factor), konteks pengajaran (teaching context), proses belajar dari siswa

(learning approach) dan hasil belajar (prestasi) (Biggs, 1993a).

Presage terdiri dari student factor presage dan teaching factor presage.

Studentfactor presage merupakan faktor yang relatif stabil, berhubungan dengan

belajar, dan merupakan karakteristik dari kelompok siswa dan kelompok siswi

SMA “X” Bandung. Studentfactor presage ini mencakup pengetahuan yang telah

(20)

mengenai prestasi yang ingin dicapai (values) serta gender. Sedangkan teaching

presage merupakan faktor kontekstual, termasuk di dalamnya struktur yang

dibentuk dalam proses pengajaran dan institusi pendidikan seperti kurikulum,

metode mengajar, iklim kelas, dan cara yang dipakai guru dalam mengevaluasi

belajar siswa (assessment) di SMA ”X” Bandung.

Process merupakan hasil interaksi antara student factor presage dan

teaching factor presage, serta mengarah pada pendekatan yang digunakan

kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung dalam menyelesaikan

tugas-tugas pembelajarannya. Pendekatan atau learning approach ini dibagi ke

dalam dua pendekatan yaitu surface approach dan deep approach di mana di

dalam learning approach tersebut tercakup dua aspek, yaitu motif dan strategi

(Biggs, 1999). Motif disini merupakan alasan yang mendorong kelompok siswa

dan kelompok siswi untuk menggunakan pendekatan belajar tertentu dan strategi

merujuk pada cara belajar yang digunakan sehubungan dengan motif tersebut.

Surface approach, merupakan pendekatan yang digunakan untuk

menerima fakta-fakta baru dan ide-ide secara tidak kritis dan mencoba untuk

menyimpannya sebagai item yang terpisah dan tidak berhubungan (Biggs, 1999).

Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang memakai surface

approach menggunakan mutu eksternal untuk menyelesaikan tugas, yaitu

didasarkan konsekuensi positif dan negatif yang diterimanya. Kelompok siswa

dan kelompok siswi SMA “X” Bandung ini memiliki surface motive yaitu untuk

menghindari kegagalan dalam bidang akademis dan tujuan mereka belajar adalah

(21)

12

dalam belajar pun mereka menggunakan surface strategy yang yaitu dengan

meminimalisasi ruang lingkup materi yang mereka pelajari dan mereka biasanya

belajar dengan cara menghafal, bukan dengan berusaha memahami materi yang

diberikan. Strategi ini biasanya diadaptasi berdasarkan rote learning dimana

mereka menyelesaikan tugas dengan cara yang tidak sesuai, dan dapat dilakukan

dengan mempelajari kata-kata kunci. Karenanya kelompok siswa dan kelompok

siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan surface approach tidak

memperhatikan relasi antar bagian dari materi yang mereka pelajari ataupun arti

dan pengaplikasian dari materi tersebut. Jadi surfaceapproach menggunakan

low-level strategy, yang sesungguhnya tidak memecahkan masalah, seperti menerima

informasi secara pasif, gagal dalam membedakan prinsip dari latihan,

memperlakukan modul dan program secara terpisah, hanya menerima materi yang

diberikan tanpa menghubungkannya dengan pengetahuan yang lama, memandang

materi pelajaran cukup dipelajari hanya untuk ujian saja.

Sedangkan deep approach merupakan pendekatan yang digunakan untuk

mempelajari dan meneliti tentang fakta-fakta baru secara kritis dan terkait dengan

struktur kognitif yang ada dan membuat hubungan antara ide-ide (Biggs, 1999).

Kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan

pendekatan ini memiliki deep motive yaitu motivasi intrinsik dari dalam dirinya

sendiri untuk belajar yaitu rasa ketertarikan mereka terhadap pembelajaran itu

sendiri (intrinsic interest). Mereka juga memiliki komitmen pada proses belajar

yang mereka lakukan dalam arti mereka menghubungkan materi yang mereka

(22)

pengetahuan yang sebelumnya telah mereka miliki. Deep strategy yang mereka

gunakan berasal dari ketertarikan mereka untuk mencari makna dari apa yang

mereka pelajari. Karenanya dalam belajar, mereka selalu berusaha untuk

mengintegrasikan fakta dan ide yang ada serta berusaha untuk benar-benar

memahaminya. Jadi deep approach menggunakan high-level strategy seperti

memutuskan argumen pusat atau konsep yang dibutuhkan untuk problem solving,

mampu membedakan antara argumen dan bukti, membuat hubungan antara

modul-modul yang berbeda, menghubungkan pengetahuan yang baru dan

pengetahuan yang lama serta menghubungkan materi yang didapat dengan

kehidupan sehari-hari.

Semua pendekatan belajar tersebut diasumsikan sebagai proses untuk

mengingat, kunci yang membedakan antara deepapproach dan surfaceapproach

untuk belajar adalah tingkat dari “kerja memori” untuk setiap pendekatan belajar.

Pada kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang

menggunakan deep approach, proses mengingat digunakan dalam upaya untuk

mencapai pemahaman terhadap materi yang dipelajarinya. Sedangkan pada

kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung yang menggunakan

surface approach, proses mengingat merupakan tujuan akhir dari pendekatan itu

sendiri, artinya siswa tersebut hanya bertujuan untuk menghafalkan materi yang

telah dipelajarinya dan bukan untuk memahaminya. (Marton dan Saljo, 1976)

Adapun yang dimaksud dengan product dalam model belajar 3P adalah

prestasi belajar. Untuk melihat prestasi belajar, diperlukan suatu evaluasi belajar

(23)

14

mengetahui seberapa jauh kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X”

Bandung telah mencapai sasaran belajar. Harapan dari proses belajar adalah dari

yang semula belum mampu ke arah sudah mampu, dan proses perubahan itu

terjadi selama jangka waktu tertentu.

Konsep utama dari keseluruhan 3P model adalah presage yang

melatarbelakangi process belajar siswa (learning approach) dan menghasilkan

product (prestasi belajar). Learning approach yang berbeda menimbulkan hasil

yang berbeda pula. Deep approach menunjukkan hasil belajar yang lebih baik

dalam materi yang kompleks. Nilai yang tinggi dalam surface approach

diasosiasikan positif dengan reproduksi yang efisien terhadap fakta dan detail, tapi

negatif dengan kualitas dari tugas yang kompleks (Biggs, 1979). Jadi learning

approach akan berkaitan dengan prestasi belajar pada kelompok siswa dan

kelompok siswi SMA “X” Bandung.

Adapun kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” di Bandung

memiliki beberapa karakteristik gender yang berbeda. Secara neurologis, otak

kelompok siswi meskipun ukurannya lebih kecil, namun memiliki neurons yang

lebih banyak jumlahnya terutama di bagian yang berhubungan dengan

kemampuan berbahasa. Selain itu, perempuan juga memiliki fungsi bahasa yang

terdistribusi pada kedua hemisfer cerebral, sementara pada laki-laki kemampuan

bahasa hanya terpusat pada bagian hemisfer kirinya (www.wikipedia.com).

Sebaliknya, Kiefer dan Sekaquaptewa mengungkapkan bahwa hal yang

melatarbelakangi prestasi belajar yang lebih rendah pada perempuan di mata

(24)

diberikan lingkungan mengenai kemampun matematis yang seharusnya lebih baik

pada laki-laki. Namun pada studi yang terbaru di tahun 2008 menunjukkan bahwa

perbedaan ini tidak ada lagi, saat ini perempuan berprestasi sama baiknya dengan

laki-laki pada mata pelajaran Matematika http://en.wikipedia.org/wiki/Gender;

diakses 9 November 2008). Hal ini terjadi karena 20 tahun yang lalu, perempuan

lebih sedikit mengambil kursus Matematika dibandingkan saat ini.

Selain berbeda secara biologis, kelompok siswa dan kelompok siswi juga

berbeda dalam hal ekspektasi sosial yang diberikan lingkungan, hasilnya

kelompok siswa dan kelompok siswi menunjukkan perilaku berbeda dalam hal

akademik. Secara umum masyarakat lebih mengharapkan kelompok siswi untuk

menjadi pelajar yang lebih rajin, tekun dan sungguh-sungguh dalam belajar.

Sementara pada kelompok siswa, mereka lebih mendapatkan toleransi untuk

melakukan kegiatan yang cenderung menyimpang, misalnya membolos,

mencontek, berkelahi di sekolah.

Hubungan antara learning approach dan prestasi belajar dapat berbeda

pada kelompok siswa dan kelompok siswi. Kelompok siswa yang menggunakan

deep approach cenderung untuk menggunakan logical thinking dan memiliki

kemampuan mengevaluasi masalah secara rasional, mereka juga mahir dalam

situasi belajar yang impersonal dan dapat menggunakan analisa secara sistematik,

karenanya menunjukkan prestasi yang lebih baik pada Matematika (Severiens dan

Ten Dam, 1994). Sebaliknya kelompok siswi yang menggunakan deep approach

cenderung mencari korelasi materi yang ia pelajari dengan pengalaman

(25)

16

berorientasi personal, sementara perempuan memiliki gol yang lebih berorientasi

sosial (Meyer et.al.,1994).

Terkait perbedaan karakteristik-karakteristik di atas maka perlu

diperhatikan juga bahwa selain learning approach yang digunakan, faktorstudent

presage juga turut mempengaruhi nilai yang diperoleh, dalam hal ini adalah

gender sebagai faktor yang turut serta mempengaruhi penggunaan learning

approach, yang pada akhirnya mempengaruhi nilai tadi (prestasi). Gender adalah

perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta

tanggung jawab sebagai laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu

sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.

http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm).

Hal lain yang turut mempengaruhi prestasi yang diperoleh adalah harapan

yang dimiliki kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung terhadap

pelajaran yang diberikan sekolah. Hal ini dikenal dengan expectancyvaluetheory

dari Eccles dan Wigfield dan koleganya (Wigfield & Eccles, 1992, 2000, dalam

Pintrich & Schunk, 2002) terdiri dari dua konstruk, yaitu expectancy construct

yang merefleksikan keyakinan (belief) kelompok siswa dan kelompok siswi SMA

“X” Bandung dan penilaian mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu

tugas dan berhasil dalam menghadapinya. Konstruk yang kedua adalah value

components merujuk pada keyakinan kelompok siswa dan kelompok siswi SMA

“X” Bandung mengenai alasan mengapa mereka melakukan suatu tugas tertentu.

Model social cognitive dari teori ini berfokus pada peran harapan (expectancy)

(26)

akademis dan nilai (value) yang dihayati untuk tugas akademis. Perilaku berhasil

diprediksi oleh dua komponen umum, yaitu expectancy dan value. Persepsi

mengenai tugas berkaitan dengan penilaian kelompok siswa dan kelompok siswi

SMA “X” Bandung akan tingkat kesulitan tugas. Eccles dan Wigfield

mendefinisikan achievement task value berdasarkan empat komponen. Tiap

komponen dapat mempengaruhi perilaku berhasil seperti pilihan, ketekunan, dan

keberhasilan aktual. Mereka menyebutnya sebagai subjective task value untuk

menggambarkan bahwa keyakinan (belief) ini merupakan persepsi individu

mengenai nilai dan ketertarikan terhadap tugas atau aktivitas yang dikerjakan.

Komponen pertama, importance yaitu penting atau tidaknya melakukan

suatu tugas bagi kelompok siswa dan kelompok siswi SMA “X” Bandung.

Komponen kedua, intrinsic interest yaitu kenikmatan atau kesenangan yang

dialami seseorang ketika mengerjakan suatu tugas atau ketertarikan subjektif pada

konten dari tugas yang dilakukan. Komponen yang ketiga adalah utility value,

yaitu kegunaan dari suatu tugas bagi seseorang yang berkaitan dengan tujuan

masa yang akan datang. Komponen terakhir adalah cost belief berkaitan dengan

tugas yang dikerjakan. Bagaimana seseorang menilai suatu tugas berdasarkan

pertimbangan banyaknya usaha yang harus dikerjakan.

Adapun selain learning approach, ada faktor lain yang mempengaruhi

prestasi belajar para siswa SMA ”X” di Bandung. Faktor-faktor ini terbagi

menjadi dua. Yang pertama adalah faktor intrinsik yang terdiri dari intelegensi

(berpengaruh kuat terhadap tinggi-rendahnya prestasi yang dapat dicapai oleh

(27)

18

dan memainkan peranan dalam semangat belajar), perasaan (merupakan faktor

psikis non-intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat atau gairah

belajar), dan yang terakhir kondisi fisik. Yang kedua adalah faktor eksternal yang

terdiri dari lingkungan sekolah (fasilitas belajar yang memadai dan efektivitas

guru dalam mengajar), lingkungan keluarga yang mencakup keadaan

sosio-ekonomi (kemampuan finansial siswa dan perlengkapan material yang dimiliki

siswa) dan keadaan sosio-kultural (lingkungan budaya yang meliputi kemampuan

berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orangtua dan anak, pandangan

keluarga mengenai pendidikan sekolah) (Winkle, 1987).

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Prestasi Belajar (Nilai Rapor)

presage process product

StudentFactor

• Pengetahuan sebelumnya. • Kemampuan

• Kecenderungan cara belajar • Task Value dan hope

Penting atau tidaknya pelajaran

Derajat kemenarikkan pelajaran

Kegunaan pelajaran Tingkat kesulitan

pelajaran • Gender

TeachingFactor

(28)

1.6 Asumsi Penelitian

• Belajar dapat diperoleh melalui proses belajar yang disebut dengan

learningapproach.

Learning approach yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang

diperoleh (prestasi).

Learning approach yang berbeda menimbulkan hasil belajar yang berbeda.

• Faktor yang terkait dengan pemilihan learning approach, yaitu faktor dari

siswa itu sendiri (studentpresagefactor) dan faktor di lingkungan belajar

(teachingpresagefactor).

• Perbedaan studentpresagefactor dapat menimbulkan hasil yang berbeda.

• Terdapat perbedaan karakteristik dalam belajar antara kelompok siswa dan

kelompok siswi SMA “X” Bandung.

• Terdapat perbedaan learning approach dengan prestasi belajar yang

digunakan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi SMA “X”

Bandung.

1.7 Hipotesa Penelitian

1. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.

2. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

(29)

20

3. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan surfacemotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.

4. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan surfacestrategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika.

5. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris.

6. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan deepstrategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris.

7. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan surface motive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa

Inggris.

8. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada

hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa

(30)

103

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan, serta keterbatasan penelitian. Pertama, akan dimulai dengan kesimpulan, lalu dilanjutkan dengan saran dan keterbatasan penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Pada pelajaran Matematika :

1. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika (z1= -1,59, z hitung < ±1,96).

2. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deep strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika (z2= -1,51, z hitung < ±1,96).

(31)

104

4. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Matematika(z4= -1.56, z hitung < ±1,96 ).

Pada pelajaran Bahasa Inggris :

1. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deepmotive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z5= -0,50, z hitung < ± 1,96).

2. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan deep strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris(z6= -1,02, z hitung < ± 1,96).

3. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface motive dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z7= - 0,75 , z hitung < ± 1,96).

4. Terdapat perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan surface strategy dengan prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Inggris (z8= 2,09, z hitung > ± 1,96).

5.2 Saran

5.2.1 Saran Metodologis

• Mengingat item-item pada dimensi surface motive yang kurang homogen,

(32)

• Item nomor 15 alat ukur R-LPQ-2R dimensi surface motive, perlu direvisi

agar menjadi lebih spesifik sehingga menjadi lebih reliabel.

• Melakukan penelitian yang serupa dengan ukuran sampel yang diperbesar

karena ada dugaan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang besar sehingga uji statistik tidak mendapatkan daya yang cukup kuat untuk mendeteksi perbedaan antara kelompok siswa dengan kelompok siswi pada hubungan tersebut.

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain

• Melakukan penelitian serupa yang dihubungkan dengan learning

environment.

• Melakukan penelitian yang serupa mengenai perbedaan hubungan dimensi

learning approach dengan prestasi belajar secara umum antara kelompok siswa dan kelompok siswi (seluruh mata pelajaran).

5.2.3 Saran Guna Laksana

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

• Disarankan kepada pengajar dan guru BK untuk bisa melakukan pelatihan

atau intervensi pada kelompok siswa dan kelompok siswi agar mereka memahami learning approach yang digunakan serta menyadari apa kelebihan dan kekurangannya dalam menggunakan motive atau strategy

(33)

106

• Memberikan informasi pada pengajar dan guru BK bahwa faktor-faktor

yang berpengaruh pada prestasi belajar pada kelompok siswa dan kelompok siswi itu berbeda, oleh karena itu pengajar disarankan untuk membahas masalah siswanya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing gender dalam pemberian penyuluhan.

• Pada pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, disarankan bagi pengajar

dan guru BK untuk memberi pengarahan pada kelompok siswa dan kelompok siswi bahwa mata pelajaran tersebut sebenarnya mudah dengan cara menyampaikan langkah-langkah yang harus dilakukan supaya persoalan yang didapat terkesan mudah untuk dikerjakan. Terkait dengan hal ini disarankan bagi para guru ketika membuat persoalan sebaiknya disusun dari yang mudah sampai ke yang sukar, sehingga besar kemungkinan kelompok siswa dan kelompok siswi akan mempersepsi mata pelajaran itu mudah.

• Pada mata pelajaran Matematika, guru-guru dapat merancang kurikulum

(34)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Terdapat keterbatasan pada penelitian yang dilaksanakan, yaitu:rendahnya nilai reliabilitas (kurang dari 0,60) alat ukur R-LPQ-2F dimensi surface motive

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Biggs, John. 1993. The Process Of Learning. New York: Prentice Hall

_________. 1987. Student Approach To Learning & Studying. New York

Biggs, Kember & Leung, 2001. Examining The Multidimensionality of Approaches to Learning Through The Development of a Revised Version of The Learning Process Questionnaire. British Journal of Education Psychology.

Barry Dart, Paul Burnett, Gillian Boulton-Lewis, Jenny Campbell, David Smith &

Andrea McCrindle, 1999. Classroom Learning Environments and

Student’s Approaches to Learning, Learning Environments Research 2(2):pp. 137-156. British Journal of Education Psychology.

David Kember & Doris Y.P Leung, 2001. The Revised Two-Factor Study Process Questionnaire, R-SPQ-2F: pp.136. British Journal of Education Psychology.

Liem Yuen Lie, Lisa Angelique, Emil Cheong, 2004. CDTL Brief. How Do Male

and Female Students Approach Learning At NUS. Centre For

Development Of Teaching And Learning.

Gage & Berliner. 1984. Educational Psychology. Third Edition

Gulo, W. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo

Martin J. Andrew. 2004. School Motivation of boys and girls: Differences of Degree, Differences of Kind, or Both. vol.56, no.3, pp. 133-146. Australian Journal of Psychology

(36)

Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga

Santrock, John W. 2007. Adolescence. New York, NY: McGraw-Hill

International Edition.

Santrock, John W. 2007. Life Span Development 7th edition. New York, NY: McGraw – Hill.

Siegel, Sidney. 1997. Statistika Non Parametrik. Jakarta : PT Gramedia.

(37)

DAFTAR RUJUKAN

Koran Kompas, 2 Maret 2003 (diakses 20 Januari 2008).

http://eprints.qut.edu.au/archive/00012284/ (diakses 24 januari 2008).

http://en.wikipedia.org/wiki/Gender (diakses 9 November 2008).

http://en.wikipedia.org/wiki/Gender_differences (diakses 9 November 2008).

http://en.wikipedia.org/wiki/Sex and intelligence (diakses 9 November 2008).

http://faculty.vassar.edu/lowry/rdiff.html (diakses 19 September 2008).

http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm (diakses 12 November 2008).

http://www.cdtl.nus.edu.sg/research/learnprofile.htm. (diakses 16 Maret 2008).

www.cdtl.nus.edu.sg/brief/v7n1/default.htm (diakses 16 Maret 2008).

www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Home&TEMPLATE=/CM/Conte ntDisplay.cfm&CONTENTID=6270 (diakses 18 November 2008).

www.dmrosyid.wordpress.com/2007 (diakses 20 Maret 2008).

www.edu-articles.com (diakses 16 Maret 2008).

www.learning.ox.ac.uk (diakses 16 Maret 2008).

Gambar

Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Survei Awal Mengenai Jumlah Skor Dimensi Learning Approach Pada Siswa Dan Siswi

Referensi

Dokumen terkait

Diagram aliran data adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan aliran data dalam sistem, sumber dan tujuan data, proses yang mengolah data tersebut, serta tempat

Hal yang membedakan dengan teks sebelumnya adalah citra negatif yang dihadirkan lebih mengarah pada paham atau ideologi ormas Islam, yaitu wadah berkembangnya paham yang berlawanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari perspektif keuangan konsumsi energi yang digunakan dalam proses produksi sejumlah 313 pieces kain sebesar Rp 461.878,50,

This broader definition indicates that literacy is not just the main business of learning to read and write and certain aspect of language knowledge such as

The relationship between the modulus of elasticity (E) the average - average in the ratio variation of fiber volume fraction in the composite softwood bark can be seen

Azolla microphylla fermentasi dapat digunakan dalam pakan ayam kampung. persilangan tanpa menurunkan

Diantara fraksi etanol, fraksi etil asetat, dan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol herba suruhan ( Peperomia pellucida (L.) Kunth) yang memiliki potensi terbesar

Perbedaan waktu terbit dan terbenam Matahari serta lama penyinaran Matahari selama satu tahun (kiri) dan total insolasi pada 9 Maret 2016 (kanan) di tiga lokasi