• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemilihan Alternatif Kebijakan PPh Pasal 21 (Studi Kasus Pada PT. Pupuk Kujang, Jawa Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pemilihan Alternatif Kebijakan PPh Pasal 21 (Studi Kasus Pada PT. Pupuk Kujang, Jawa Barat)."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Didalam menjalankan usahanya, suatu perusahaan diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 21 terhadap pegawai-pegawainya. Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21 merupakan pajak yang harus ditanggung oleh pegawai. Tetapi perusahaan dapat melakukan kebijakan untuk menanggung PPh Pasal 21, dengan memilih tiga alternatif kebijakan PPh Pasal 21, yaitu kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan, kebijakan PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak oleh perusahaan dan kebijakan PPh Pasal 21 digross up.

Masalah yang diteliti didalam skripsi ini adalah perbandingan antara keempat alternatif kebijakan PPh Pasal 21 tersebut, yaitu :

1. Kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung pegawai.

2. Kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan. 3. Kebijakan PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan,dan 4. Kebijakan PPh Pasal 21 digross up.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus, yaitu suatu metode yang menggambarkan keadaan PT Pupuk Kujang berdasarkan fakta yang ada pada situasi yang diselidiki, untuk kemudian diolah menjadi informasi, yang selanjutnya dianalisis sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas permasalahan yang diidentifikasi yang selanjutnya diperoleh suatu kesimpulan. Data-data dikumpulkan dengan cara penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian ini dilakukan pada PT Pupuk Kujang, sebuah perusahaan BUMN yang bergerak dibidang pertanian.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata PT Pupuk Kujang selama ini menerapkan kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja/perusahaan. Apabila perusahaan menerapkan kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung pegawai atau ditunjang oleh perusahaan, atau digross up, maka akan ada perbedaan gaji yang dibawa pulang oleh pegawai (take home pay) serta selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial yang harus ditanggung oleh perusahaaan.

(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………....1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 3

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian ... 3

1.5 Rerangka Pemikiran & Hipotesis... 4

1.6 Metode Penelitian ... 8

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Perpajakan... 10

2.1.1 Definisi Pajak ... 10

2.1.2 Fungsi Pajak ... 12

(3)

2.1.4 Teori-teori Pemungutan Pajak... 15

2.1.5 Asas-asas Pemungutan Pajak………. 17

2.1.6 Asas-asas Pemungutan Pajak lainnya………... 18

2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak……….. 19

2.1.8 Syarat Pemungutan Pajak………...20

2.1.9 Sistem Pemungutan Pajak………21

2.1.10 Hambatan Pemungutan Pajak……….. 22

2.1.11 Tarif Pajak………... 23

2.1.12 Cara Menghitung Pajak………... 24

2.1.13 Cara Melunasi Pajak……… 25

2.2 Pajak Penghasilan... 27

2.2.1 Definisi Pajak Penghasilan... 27

2.2.2 Subjek Pajak... 28

2.2.3 Pengecualian Subjek Pajak ... 30

2.2.4 Objek Pajak ... 31

2.2.5 Pengecualian Objek Pajak... 33

2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 36

2.3.1 Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21………36

2.3.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21………36

2.3.3 Objek Pajak PPh Pasal 21………38

2.3.4 Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Final………..41

2.3.5 Pemotong Pajak PPh Pasal 21……….42

(4)

2.3.7 Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21………. 48

2.4 Penerapan Kebijakan PPh Pasal 21………...49

2.4.1 Alternatif Perhitungan PPh Pasal 21………49

2.4.2 Pajak Penghasilan Terutang………. 56

BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 58

3.1.1 Sejarah dan perkembangan PT. Pupuk Kujang……… 58

3.1.2 Struktur Organisasi PT Pupuk Kujang……….59

3.1.3 Uraian Tugas Bagian Pajak Pada PT Pupuk Kujang…………....61

3.2 Metode Penelitian………. 64

3.2.1 Tehnik Pengumpulan data……… 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Perusahaan PT Pupuk Kujang ... 66

4.2 Kebijakan PPh Pasal 21 yang Dijalankan Oleh Perusahaan ... 68

4.3 Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 70

4.3.1 Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 60

4.4 Pemilihan Alternatif Kebijakan Pajak Penghasilan Pasal 21... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 85

(5)
(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi………24

Tabel 2.2 Tarif PPh Pasal 21 Badan dalam negeri atau BUT……… 24

Tabel 2.3 Rumus Menghitung Pajak………... 25

Tabel 2.4 Rumus Perhitungan PPh Pasal 21………... 48

Tabel 2.5 Rumus Gross up………..51

Tabel 2.6 Perhitungan PPh Pasal ………... 21

Tabel 2.7 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)……… 53

Tabel 2.8 PPh Pasal 21 setahun………. 53

Tabel 2.9 Alternatif Kebijakan PPh Pasal 21………. 54

Tabel 2.10 Pemilihan Alternatif Kebijakan PPh Pasal 21……… 55

Tabel 4.1 Daftar Penghasilan Karyawan PT Pupuk Kujang Periode April 2006……… 67

Tabel 4.2 Perhitungan Kebijakan PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai………... 73

Tabel 4.3 Perhitungan Kebijakan PPh Pasal 21 Ditanggung Perusahaan…………...76

Tabel 4.4 Perhitungan Kebijakan PPh Pasal 21 Ditunjang Oleh Perusahaan……….. 79

Tabel 4.5 Perhitungan Kebijakan PPh Pasal 21 Digross up………. 83

Tabel 4.6 Perhitungan Take Home Pay, Biaya Fiskal, dan Biaya Komersial Sebulan………. 85

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.03/2002 Tentang Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

Lampiran 2 Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Lampiran 3 Ikhtisar Biaya yang Deductible dan Non Deductible Expenses.

Lampiran 4 Memo Surat Perintah Kerja Praktek.

Lampiran 5 Contoh Slip Gaji Karyawan PT Pupuk Kujang.

Lampiran 6 Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

(8)

Lampiran 1

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2005

Ditetapkan tanggal 31 Januari 2005

PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.03/2002 TENTANG BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI

PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, penetapan besarnya bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongaan Pajak Penghasilan, memperlihatkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;

b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah disesuaikan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.03/2002 tentang Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan; Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubali terakhir dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985).

(9)

Lampiran 1

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.03/2002 tentang Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;

M E M U T U S K A N : Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.03/2002 TENTANG BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN

Pasal I

Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.03/2002, sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 1

Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 sampai dengan jumlah Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan."

2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 2

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku dalam hal

penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi RP.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebulan atau dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan."

Pasal II

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di jakarta

pada tanggal 31 Januari 2005

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

(10)

Lampiran 2

DEPARTEMEN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.03/2005

Ditetapkan tanggal 30 Desember 2005

PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku saat ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat;

b. bahwa berdasarkan, pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 Nomor 49, TLN RI No. 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 Nomor 126, TLN RI No. 3984);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (LN RI Tahun 1983 Nomor 50, TLN RI No. 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No. 127, TLN RI No. 3985);

3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

M E M U T U S K A N :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK.

Pasal 1

(1)Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut: a. Rp 13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak

(11)

Lampiran 2

b. Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c. Rp 13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;

d. Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2006.

Pasal 2

Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 4

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2006.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Desember 2005

MENTERI KEUANGAN,

ttd.

(12)
(13)
(14)

Lampiran 3 Lampiran 3

(15)

Lampiran 3 Lampiran 3

(16)

Lampiran 3 Lampiran 3

(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

Bab I Pendahuluan 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendanaan pembangunan yang berasal dari rakyat. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari setiap warga negara untuk memberikan sumbangan dalam bentuk kesadaran akan membayar pajak sebagai tanda keikutsertaan dalam menciptakan kesejahteraan umum. Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini, pajak diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi realisasi pembangunan.

Perkembangan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan, dikarenakan dunia usaha merupakan sumber pendapatan yang dapat dikenai pajak misalnya penghasilan atas orang pribadi maupun badan, laba, deviden, pengenaan atas penjualan dan banyak lagi. Dengan demikian besarnya pajak yang ditentukan akan mempengaruhi laba perusahaan oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan, terutama yang berkonsekuensi pajak harus disesuaikan dengan peraturan yang ada dan memerlukan penanganan yang cukup serius.

(36)

Bab I Pendahuluan 2

karyawan atau pemberi kerja setelah etelah tax planning atas PPh pasal 21 khususnya penggajian dapat menurunkan jumlah pajak yang harus dibayar dari pada sebelum dilakukannya tax planning, sehingga beban pajak yang harus dibayarkan menurun.

Pada penelitian ini, yang diteliti adalah perencanaan pajak untuk gaji karyawan (PPh pasal 21) telah dipotong dan dilaporkan oleh perusahaan, Hal ini disesuaikan dengan pemilihan alternatif perhitungan PPh pasal 21, sehingga berindikasi pada laba sebelum pajaknya akan menjadi lebih kecil, dan selanjutnya pajak penghasilan terutangnya pun akan menjadi lebih kecil.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai alternatif pemilihan perhitungan PPh pasal 21 terhadap gaji karyawan. Yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pemilihan Alternatif Kebijakan PPh Pasal 21 (Studi Kasus Pada PT Pupuk Kujang,Cikampek).”

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah :

• Apakah penerapan kebijakan Pajak Penghasilan Pasal 21 berpengaruh

terhadap besarnya Pajak Penghasilan Terutang dan take home pay pegawai? • Apakah penerapan kebijakan Pajak Penghasilan Pasal 21 berpengaruh

terhadap besarnya koreksi fiskal?

• Apakah terdapat perbedaan terhadap Pajak Penghasilan Terutang dan take

(37)

Bab I Pendahuluan 3

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi guna penyusunan karya ilmiah berupa skripsi sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (strata satu) pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Maranatha.

Sesuai dengan uraian dan identifikasi masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah:

• Untuk mengetahui apakah Pajak Penghasilan terutang dan take home pay

menguntungkan bagi perusahaan dan karyawan.

• Untuk mengetahui apakah koreksi biaya fiskal yang timbul mengalami

perubahan yang signifikan, sehingga akan memberi dampak terhadap laba sebelum pajaknya.

• Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan setelah penerapan alternatif

Kebijakan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas terahadap Pajak Penghasilan Terutang dan take home pay karyawan.

1.4Kegunaan Hasil Penelitian

Semua informasi yang akan diperoleh dari hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

1. Penulis

(38)

Bab I Pendahuluan 4

serta untuk memberikan pengetahuan dan bekal kepada penulis sebelum terjun ke masyarakat. Di samping itu, hasil penelitian juga bermanfaat dalam rangka memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana lengkap program studi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Kristen Maranatha Bandung.

2. Perusahaan

Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan masukan, sumber pemikiran, sumbang saran bagi manajer dalam menentukan alternatif kebijakan PPh pasal 21 sehingga beban pajak yang akan dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin.

3. Pihak Lain

Dapat dijadikan bahan referensi khusus untuk pengkajian topik penelitian dalam masalah yang sama atau tambahan informasi bagi yang ingin mempelajarinya.

1.5 Rerangka Pemikiran & Hipotesis

Pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela akan tetapi iuran yang sifatnya dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat merugikan wajib pajak itu sendiri, seperti pengenaan sanksi berupa bunga, sanksi kenaikan dan sanksi pidana.

(39)

Bab I Pendahuluan 5

kepatuhan wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan. Meskipun pemerintah telah menetapkan peraturan di bidang perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya baik dengan cara penghindaran, atau dengan cara penyelundupan yang kesemuanya itu bertujuan untuk meminimumkan beban pajaknya. Ada beberapa cara yang dilakukan wajib pajak, antara lain : Memalsukan besarnya penghasilan kena pajak; penangguhan pengenaan pajak sampai dengan bekerja sama dengan pihak aparat dengan cara suap atau pemalsuan.

Perusahaan sebagai badan usaha yang menjadi subyek pajak, badan berkewajiban melaporkan semua kegiatan usahanya yang berkaitan dengan perpajakan untuk dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam kenyataannya seringkali perusahaan melakukan rekayasa perhitungan pajak untuk meminimalkan beban pajak dengan cara legal, yaitu dengan menggunakan strategi dibidang perpajakan. Menurut S. Lumbantoruan dalam bukunya tentang pajak (1996 : 354) mengatakan bahwa: “ Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan

dengan benar(tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar

dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan“.

(40)

Bab I Pendahuluan 6

memungkinkan strategi pajak yang dibuat dapat disesuaikan seiring dengan perubahan peraturan dan kebijakan mengenai pajak.

Perusahaan sebagai suatu unit usaha yang memperkerjakan banyak karyawan, wajib memperhitungkan dan memotong pajak. Pada dasarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 ini dibebankan pada semua karyawan. Akibatnya bagi karyawan tersebut sering merasa tidak puas, karena besarnya potongan pajak yang ditanggung akan berpengaruh bagi perusahaan itu sendiri. Untuk mengatasi praktek yang sering dilakukan dengan cara tidak melaporkan seluruh penghasilan karyawannya. Sehingga diharapkan berdasarkan cara ini akan meminimumkan beban Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang. Dilain pihak tentu saja akan merugikan bagi pemerintah dengan berkurangnya penerimaan pajak, sedangkan bagi perusahaan biaya-biaya yang dikeluarkan(seperti gaji, upah, dan sebagainya) tidak dapat dijadikan biaya dan tidak dapat diakui oleh pajak.

(41)

Bab I Pendahuluan 7

pajak seminim mungkin pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh ketentuan pajak diantaranya :

1. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian, potongan pajak atau pengurangan penghasilan pajak yang diperbolehkan undang-undang, contohnya penghasilan kena pajak (laba) perusahaan besar maka akan dikenakan tarif besar maka sebaliknya perusahaan akan membelanjakan untuk kepentingan lain yang bermanfaat dengan catatan tentunya untuk biaya yang boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak misalnya biaya riset, biaya pemasaran dan lain sebagainya.

2. Memberikan tunjangan pada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe benefit) merupakan alternatif untuk menghindari tarif maksimum, karena pada dasarnya dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian itu diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagai pegawai yang menerimanya.

3. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan obyek pajak sebagai contoh untuk jenis usaha yang PPh badannya dikenakan final, maka efisiensi PPh pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian natura bukan merupakan obyek pajak PPh pasal 21.

(42)

Bab I Pendahuluan 8

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis yaitu suatu metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data sehingga dapat memberikan gambaran kondisi perusahaan yang diteliti secara nyata berdasarkan fakta yang ada dan mengetahui secara langsung masalah yang ada dalam perusahaan sehingga informasi yang diperoleh dapat diolah dengan diadakannya analisis untuk memperoleh suatu kesimpulan. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, serta berusaha untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Adapun tekhnik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Lapangan (field research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data primer dan informasi yang berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti. Berguna agar informasi dan data yang diperoleh benar-benar relevan atau nyata. Penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Observasi, yaitu pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk

memperoleh data informasi mengenai penggajian karyawan.

(43)

Bab I Pendahuluan 9

2. Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data atau bahan-bahan melalui literatur, mempelajari Undang-undang Perpajakan, Surat Keputusan, ditambah dengan bahan-bahan kuliah yang diperoleh berhubungan dengan penggajian karyawan dan PPh pasal 21.

3. Pengumpulan Data Kuantitatif. Untuk memperoleh data yang akan digunakan sebagai landasan untuk membahas persoalan-persoalan sesuai dengan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka data yang digunakan oleh penulis adalah data gaji karyawan per golongan.

1.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian

(44)

Bab V Simpulan dan Saran 85

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam bab IV, alternatif kebijakan PPh Pasal 21 yang lebih menguntungkan adalah kebijakan PPh Pasal 21 digross up, karena perusahaan dapat membebankan tunjangan pajak yang diberikan sebagai unsur beban dan tunjangan tersebut dikenakan PPh Pasal 21 bagi karyawan.

(45)

Bab V Simpulan dan Saran 86

Jika dilihat dari jumlah selisih biaya fiskal dan biaya komersial dari kebijakan PPh Pasal 21 digross up, maka alternatif kebijakan ini menguntungkan karyawan karena perusahaan menanggung selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil dari alternatif kedua yaitu kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan dan tidak berbeda dengan alternatif pertama dan ketiga yaitu kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung pegaawai dan ditunjang perusahaan. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan yang paling menguntungkan bagi perusahaan dan karyawan perusahaan dikaitkan dengan gaji yang dibawa pulang (take home pay) dan selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial adalah kebijakan PPh Pasal 21 di gross up.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis atas keempat alternatif kebijakan PPh Pasal 21, yaitu: 1. Kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung pegawai.

2. Kebijakan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan. 3. Kebijakan PPh Pasal 21 ditunjang perusahaan. 4. Kebijakan PPh Pasal 21 digross up.

(46)

Daftar Pustaka 90

DAFTAR PUSTAKA

B. Ilyas, Wirawan, dan Burton, Richard, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat,

Jakarta.

B. Ilyas, Wirawan, dan Waluyo, Edisi Revisi 2003,2002, Perpajakan

Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Brotodihardjo, R. Santoso, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco,

Bandung.

Gunadi, 2002, Perpajakan Indonesia, Lembaga Penerbit UI, Jakarta.

Mardiasmo, MBA, AK., Edisi Revisi 2002, Perpajakan, Andi Offset,

Yogyakarta

Majalah Berita Pajak (Suplemen), Edisi 1559, 15 Maret 2006.

Nurmantu, Safri ,2003, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/PMK.03/2005.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 137/PMK.03/2005.

Suandy, Erly, 2003, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta.

Tina, Lili, Pengaruh Penerapan Kebijakan PPh Pasal 21 Terhadap Pajak

Penghasilan Terutang, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi,

(47)

Daftar Pustaka 91

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis mencoba membandingkan nilai tingkat ketidakrataan permukaan jalan (IRI) berdasarkan rentang pembacaan pada alat NAASRA yang secara

[r]

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. © Didit Aditya

minuman beralkohol atau minuman keras (miras) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 bertentangan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18

The Effectiveness of Using English as the Sole Medium of Instruction in English Classes: Student Responses and Improved English Proficiency, Porta Lingarium 13,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) aktivitas siswa dan guru menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC) pada materi getaran dan gelombang, (2)

Manfaat dari penelitian ini adalah burung tidak akan mengganggu tanaman padi karena dikendalikan secara otomatis oleh alat pengendali hama... Alat

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Tata Ruang Kota Bitung Tahun Anggaran 2013 mengundang Saudara untuk dapat hadir dalam Pembuktian Dokumen Kualifikasi yang akan dilaksanakan pada