ABSTRAK
Winda Pradini (1101811). Pengaruh Budaya K-Pop terhadap Nasionalisme Remaja (Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masuknya budaya K-Pop yang membius sebagian besar remaja Indonesia. Hingga akhirnya munculah fanatisme berlebihan di kalangan remaja dan terbentunya berbagai fanbase atau fans club boyband maupun girlband Korea, salah satunya Everlasting Friends (ELF) sebutan untuk fans Super Junior (SUJU). Hal ini membuat mereka menirukan berbagai hal tentang K-Pop, sementara itu budaya asli Indonesia yang menjadi aset bangsa lambat laun mulai ditinggalkan oleh remaja. Keadaan psikologi remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh juga menjadi pemicunya. Apabila hal tersebut terus terjadi bukan tidak mungkin akan melunturkan nasionalisme remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimana tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan budaya Indonesia? (2) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung? (3) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung? (4) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?
Grand Theory dalam penelitian ini menggunakan teori Smith (2003) bahwa nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaan bangsanya tersebut.
Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket, wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan (literature). Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Sebagian besar responden menyatakan memiliki pengetahuan yang baik tentang sejarah dan budaya bangsa, dengan kategori sangat memahami dan memahami; (2) Musik tidak berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena korelasinya berada pada tingkat sangat rendah yaitu 0,131. Akan tetapi dalam hal jawaban responden, banyak yang memilih ragu-ragu dalam hal kecintaan terhadap lagu daerah dan lagu nasional; (3) Dance tidak berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena korelasinya berada pada tingkat rendah yaitu 0,227. Akan tetapi secara umum responden memilih jawaban ragu-ragu pada kecintaan terhadap tarian daerah; (4) Fashion berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, dengan korelasi rendah yaitu 0,341 dan secara umum responden memilih jawaban ragu-ragu pada kecintaan terhadap pakaian khas Indonesia.
ABSTRACT
Winda Pradini (1101811). The Influence of K-Pop Culture on Adolescents’ Nationalism (Descriptive and Analytic Study in Everlasting Friends (ELF) Bandung).
This research is motivated by the entry of K-Pop culture which anesthetizes most adolescents’ in Indonesia. Until finally comes the excessive fanaticism among adolescents’ and the formation of various fanbase or fans club of Korean boyband and girlband. One of Korean boyband fanbase is Everlasting Friends (ELF) which is designation for fans of Super Junior (SUJU). Adolescents’ passion on K-Pop culture makes them imitate various things of K-Pop, while the indigenous culture of Indonesia which became the nations’ assets are gradually abandoned by them. The unstable condition of adolescents’ psychology can be a trigger. If it continues to happen is not likely to fade nationalism adolescents’. This study aims to investigate the research questions as follow: (1) what level of knowledge are K-Popers in ELF Bandung on the history and culture of Indonesia? (2) How does K-Pop culture influences in terms of music towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung? (3) How does K-Pop culture influences in terms of
dance towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung? (4) How does K-Pop
culture influences in terms of fashion towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung?
Grand theory in this study used the theory of Smith (2003) that nationalism is an ideology which puts the nation at the center of the problems and aims to enhance the existence of the nation.
The method used in this study is descriptive analysis of quantitative approach. The data collection of the study were questionnaire, interview, observation, documentation study, and literature review.
The result of this study showed that: (1) The majority of respondents have a good knowledge of the history and culture of the nation, by category deeply understand and grasp; (2) Music is no significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, because the correlation is at a very low rate that is 0,131. But in terms of respondents, many are choosed hesitate in love for folk songs and the national songs; (3) Dance is no significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, because the correlation is at a low level is 0,277. But in general the respondents choosed the answer hesitate in love for dance of Indonesia; (4) Fashion is significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, with low correlation is 0,341 and in general the respondents choosed the answer hesitate in love for Indonesian traditional clothes.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini, negara-negara di dunia sedang mengalami perkembangan yang
cukup pesat dalam berbagai hal. Perkembangan yang pesat ini kerap kali disebut
globalisasi. Menurut Wuryan, S dan Syaifullah (2008, hlm. 141):
Secara etimologis, globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola dunia, sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau keadaan yang sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis globalisasi mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara-negara di dunia.
Globalisasi terjadi dari hal kecil hingga hal besar, mulai dari hal yang
sederhana hingga hal yang kompleks. Termasuk di dalamnya perkembangan
teknologi yang merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi
oleh proses globalisasi. Dapat dikatakan bahwa globalisasi dan teknologi
merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Perkembangan teknologi yang pesat, membuat jarak tak lagi berarti dan
waktu begitu berarti. Dalam artian, jarak yang jauh bukanlah masalah dan dapat
diselesaikan dengan mudah dalam waktu yang singkat oleh sesuatu yang disebut
teknologi. Berita-berita di luar sana yang berjarak ribuan bahkan jutaan kilometer
dapat dengan mudah kita ketahui dalam waktu yang singkat tanpa perlu
mendatangi tempat tersebut. Dengan demikian, munculah suatu istilah di kalangan
masyarakat yakni “Siapa yang dapat menguasai teknologi maka dialah yang akan
menguasai dunia”.
Di dalam kehidupan modern, kebutuhan teknologi merupakan kebutuhan
pokok disamping kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Salah satunya
adalah handphone dan internet yang merupakan dua hal diantara ratusan hal lain
Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak kerap kali menggunakan
handphone dan internet guna melakukan komunikasi dalam kesehariannya. Para
pelajar yang dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dapat dengan
mudah mengerjakan tugas-tuganya dengan bantuan internet. Siapa pun, kapan pun
dan di mana pun dapat dengan mudah mengakses internet.
Namun di balik dampak positif dari proses globalisasi, terdapat dampak
negatif. Ibarat sebuah baterai yang memiliki dua kutub yaitu kutub positif (+) dan
kutub negatif (-). Salah satu dampak negatif dari globalisasi adalah dalam aspek
budaya.
Budaya adalah hal yang dapat dengan mudah berubah seiring dengan proses
globalisasi. Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang di suatu
masyarakat yang menjadi ciri dari suatu daerah dan telah diwariskan dari satu
generasi ke generasi lainnya.
Setiap negara memiliki kebudayaan yang merupakan ciri khas dari negara
tersebut. Dengan adanya arus globalisasi budaya mempermudah masuknya
budaya asing ke dalam negeri. Dengan hal ini bukan tidak mungkin budaya dalam
negeri lambat laun akan memudar dan menjadi ancaman tersendiri termasuk bagi
negara Indonesia yang tak luput dari arus globalisasi budaya yang terjadi.
Menjamurnya budaya-budaya asing di tanah khatulistiwa membuat trend
baru di kalangan masyarakat terutama remaja Indonesia. Salah satu budaya asing
yang sedang digandrungi oleh remaja Indonesia adalah budaya K-Pop. Kim
Chang Nam (dalam Yulius, 2013, hlm. 10) mengungkapkan bahwa ‘K-Pop merupakan fenomena transnasional lintas batas yang terkait dengan fenomena
budaya yang dinikmati dunia internasional seiring dengan globalisasi dan arus
teknologi internet’.
Saat ini K-Pop adalah budaya baru yang menjadi trend khususnya bagi
remaja. Hal ini terlihat dari banyaknya remaja dengan gaya berpakaian dan gaya
Dalam sebuah artikel di Kompasiana (15/09/2013), seorang mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta bernama Tunshorin mengatakan bahwa:
... Dapat dijumpai banyak remaja pria Yogyakarta yang meniru gaya para penyanyi Korea tersebut, mulai dari rambut, gaya pakaian, cara berjalan, hingga dance-dance girlband maupun boyband Korea dapat dengan lancar ditirukan.
Kita pun masih ingat bagaimana remaja Indonesia tumpah ruah di Jakarta
untuk menonton konser girlband maupun boyband Korea. Mereka datang dari
berbagai daerah bukan hanya dari Jakarta saja. Banyak yang datang dari luar
Jakarta meskipun harus mengeluarkan uang yang tak sedikit demi membeli tiket.
Hal tersebut menunjukan bahwa budaya dari negeri gingseng ini dapat
dengan mudahnya membius sebagian besar remaja Indonesia. Bukan hanya lewat
tampilan fisik yang terlihat cantik dan tampan, namun lambat laun membuat
remaja semakin memperdalam budaya Korea, mengagung-agungkan budaya
Korea dan terkesan mengabaikan budaya asli Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya remaja yang tertarik untuk belajar bahasa dan tulisan Korea
(hangeul) serta kebudayaannya dan memudarnya perhatian remaja terhadap
budaya dan sejarah negeri khatulistiwa.
Pada umumnya para remaja yang menggemari K-Pop (K-Popers) memilih
bergabung dengan remaja lain yang juga seorang K-Popers dengan membentuk
fanbase (kelompok fans) sesuai dengan artis idola mereka. Entah itu
mengidolakan aktris, aktor, boyband, girlband maupun penyanyi solo. Dari sekian
banyak fanbase yang ada, salah satunya adalah ELF (Everlasting Friends) yang
merupakan panggilan untuk fans boyband Super Junior (SUJU).
Perkembangan teknologi juga mempermudah akses masuknya budaya
K-Pop. Segala macam informasi tentang sang idola, dari mulai foto, video dapat
dengan mudah didapat. Memang hal yang biasa bila budaya asing masuk ke
dalam negeri dan hal biasa pula bila remaja memiliki artis idola. Akan tetapi bila
budaya tersebut (K-Pop) sudah menjadi trend di kalangan remaja bahkan
beberapa remaja memiliki fanatisme yang berlebihan, maka bukan tidak mungkin
secara perlahan dapat menggeser budaya asli Indonesia, seperti yang diungkapkan
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan.
Dari pendapat di atas, bukan hanya aspek budaya saja yang terkena dampak
dari globalisasi. Akan tetapi rasa nasionalisme juga tak luput dari arus globalisasi.
Padahal, rasa nasionalisme haruslah ada pada setiap diri warga negara Indonesia
tanpa terkecuali, termasuk remaja.
Psikologi remaja yang masih labil membuat remaja mudah terpengaruh oleh
keadaan sekitarnya termasuk budaya asing. Padahal, remaja merupakan penerus
bangsa yang seharusnya mencintai dan mengembangkan budaya Indonesia.
Kelabilan remaja ini harus dapat dimanfaatkan oleh lingkungan sekitar (Sekolah
maupun orangtua) untuk menanamkan rasa nasionalisme. Sebab nasionalisme
merupakan suatu bentuk rasa cinta kita akan negara Indonesia yang diwujudkan
dengan menjaga dan memelihara kebudayaan asli negeri sebagai ciri khas bangsa
di tengah-tengah arus globalisasi budaya.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul:
PENGARUH BUDAYA K-POP TERHADAP NASIONALISME REMAJA
(Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung).
B.Identifikasi Masalah Penelitian
Negara Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang merupakan kekayaan
atau aset bangsa. Berbagai bahasa, suku bangsa, dan adat istiadat menjadi
aksesoris yang indah di hamparan tanah khatulistiwa. Hal tersebut dapat dikatakan
sebagai ciri khas bangsa yang harus kita jaga dan lestarikan sebagai bentuk rasa
cinta tanah air atau nasionalisme.
Seperti yang diungkapkan oleh Stanley (dalam Gatara dan Sofhian, 2011,
hlm. 17-18) bahwa dalam mendefinisikan istilah nasionalisme setidaknya ada
empat elemen, salah satu dari empat elemen itu ialah ‘Sikap yang melihat amat
Ciri khusus bangsa Indonesia dalam hal budaya, lambat laun mengalami
pengikisan akibat proses globalisasi yang terjadi. Proses globalisasi memicu
masuknya budaya asing ke dalam negeri, salah satunya budaya K-Pop.
Budaya dari negara Korea Selatan ini sedang membius sebagian besar
remaja Indonesia. Akibatnya banyak dijumpai remaja yang memiliki fanatisme
yang berlebihan. Terlihat dari remaja yang meniru tarian atau dance Korea dan
gaya berpakaian artis Korea (boyband/girlband). Dengan kata lain, remaja yang
masih labil ini lebih mengagung-agungkan budaya K-Pop.
Berdasarkan pendapat Stanley di atas, maka fenomena menjamurnya budaya
populer atau budaya global yakni K-Pop bukan hanya berdampak pada terkikisnya
budaya bangsa yang merupakan ciri khusus bangsa Indonesia melainkan
berdampak pula pada nasionalisme, dalam penelitian ini ialah nasionalisme
remaja.
Menurut Smith (2003, hlm. 166) “..memudarnya nasionalisme dimulai dari
gagasan mengenai suatu budaya global yang didasarkan pada komunikasi massa
elektronik”. Maka dari itu, penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Budaya K-Pop terhadap Nasionalisme Remaja.
C.Rumusan Masalah Penelitian
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah dan identifikasi
masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana
pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung. Melihat
rumusan masalah tersebut begitu luas, maka penulis akan membatasi masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah
dan budaya Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme
remaja di ELF Bandung?
3. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap
4. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian
terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang hendak dicapai dalam
penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Tujuan Umum
Sesuai dengan rumusan permasalahan, secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja di
ELF Bandung.
2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
a. Tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan
budaya Indonesia.
b. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di
ELF Bandung.
c. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme
remaja di ELF Bandung.
d. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap
nasionalisme remaja di ELF Bandung.
E.Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menggali, mengkaji dan
menambah wawasan mengenai pengaruh budaya K-Pop di ELF Bandung terhadap
2. Manfaat Praktis
a. Bagi subjek yang diteliti, yaitu ELF Bandung dapat tetap mencintai budaya
dan sejarah Indonesia di samping kesukaannya akan budaya K-Pop.
b. Bagi Guru PKn, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru PKn dapat
menambah dan memberikan stimulus pada siswa untuk tetap teguh pada
nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan budaya bangsa di tengah arus
globalisasi.
c. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan, dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kajian tentang kebudayaan untuk menjaga
rasa cinta mahasiswa akan budaya bangsa di tengah arus globalisasi, yang
kelak akan diwariskan kepada siswa saat mahasiswa lulus dan menjadi
seorang guru.
d. Bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung, dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh globalisasi
budaya pada diri pelajar sehingga dapat membuat solusi yang tepat untuk
melestarikan budaya bangsa di kalangan pelajar.
e. Bagi peneliti selanjutnya, dengan melakukan penelitian ini dapat
menimbulkan ketertarikan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian lebih mendalam khususnya dalam konteks pengaruh budaya K-Pop
terhadap nasionalisme remaja dan pada umumnya mengenai pengaruh budaya
asing pada budaya nasional.
F. Struktur Organisasi Skripsi
1. Bab I: Pendahuluan.
Pada bagian pendahuluan terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi
masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan struktur organisasi skripsi.
2. Bab II: Kajian Pustaka.
Dalam kajian pustaka terdiri dari konsep-konsep dan teori-teori yang dikaji
dalam skripsi (budaya K-Pop, nasionalisme, remaja), asumsi dasar serta
3. Bab III: Metode Penelitian.
Pada bagian metode penelitian meliputi lokasi dan subjek penelitian, metode
dan desain penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen
penelitian, prosedur penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data.
4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Bab IV meliputi pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan
berkaitan dengan masalah penelitian dan pembahasan hasil analisis data.
Dalam hal ini menggunakan pemaparan data kuantitatif.
5. Bab V: Kesimpulan dan Saran.
Pada bab V terdiri dari kesimpulan dan saran yang merupakan penafsiran dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang menjadi tujuan dalam suatu
penelitian. Penulis mengambil lokasi penelitian di ELF (Everlasting Friends)
Bandung. ELF merupakan sebutan untuk salah satu kelompok fans boyband
Korea yakni Super Junior (SUJU). Penulis mengambil lokasi ini didasarkan pada
keterkaitan permasalahan dengan keadaan di lokasi penelitian.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan responden atau sumber informasi yang
diperlukan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang
menjadi anggota dari ELF Bandung.
B.Desain dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang lebih menekankan
pada pengolahan angka dan angket sebagai instrumen utamanya. Pengertian
pendekatan kuantitatif menurut Azwar (2012, hlm. 5):
Pendekatan kuantitatif menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan ini dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan diperoleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada Umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.
Menurut Marczyk et al (2005) (dalam Suharsaputra, 2012, hlm. 49) bahwa ‘penelitian kuantitatif merupakan kajian yang menggunakan analisis statistik untuk mendapatkan temuannya. Ciri utamanya mencakup pengukuran formal dan
adalah suatu penelitian yang memerlukan pengujian hipotesis untuk mengukur
setiap variabel yang ada dengan jumlah populasi yang besar, sehingga
memerlukan adanya sampel serta menggunakan statistik dalam menganalisis
temuannya.
2. Metode Penelitian
Dalam buku Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, Sugiyono (2012, hlm. 2) menjelaskan bahwa “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Mengenai penelitian deskriptif analitis, Darmawan (2013,
hlm. 69) mengatakan:
Penelitian deskriptif analitis adalah metode yang menggunakan statistika mulai dari yang sederhana hingga penelitian dengan penggunaan rumus statistik uji yang lebih kompleks. Ciri khasnya adalah proses pencarian jawaban atas pertanyaan penelitian dengan menggunakan persentase atas jawaban-jawaban responden, kemudian adanya analisis sederhana berupa pencarian nilai frekuensi.
Metode penelitian di atas relevan dengan penelitian yang akan dilakukan,
dalam hal ini peneliti akan menggambarkan pengaruh budaya K-Pop terhadap
nasionalisme remaja di ELF Bandung.
C.Populasi dan Sampel
Dalam sebuah penelitian kuantitatif, akan berkaitan dengan populasi dan sampel. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 80) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Mengenai sampel, Sugiyono (2012, hlm. 81) menyebut “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Kemudian Siregar (2013, hlm. 30) mengungkapkan bahwa “sampel adalah suatu prosedur pengambilan data di mana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan
dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi”. Maka dapat dikatakan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi anggota ELF
Bandung yakni 300 orang. Karena terlalu banyak anggota ELF Bandung, maka
peneliti menggunakan sampel untuk mewakili populasi yang ada guna
mempermudah penelitian.
Sugiyono (2012, hlm. 81) mengungkapkan bahwa “teknik sampling
merupakan teknik pengambilan sampel”. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah probability sampling dengan sistem random sampling atau
sistem acak. Menurut Darmawan (2013, hlm. 144) teknik sampling tersebut adalah “cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil pada setiap elemen populasi”.
Mengenai ukuran sampel, Gay dan Diehl (1992) (dalam Darmawan, 2013, hlm. 143) mengungkapkan bahwa ‘Untuk penelitian deskriptif sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian
perbandingan kausal 30 elemen perkelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen perkelompok’.
Akan tetapi agar ukuran sampel yang diambil dapat mewakili populasi yang
ada dan hasilnya akurat, maka digunakan rumus sampel minimum. Dalam
menggunakan sampel minimum, harus ditentukan terlebih dahulu taraf kesalahan
Berikut merupakan rumus teknik sampling pendapat Slovin (Darmawan, 2013,
hlm. 156):
n = �
+��
Keterangan (dalam Prasetyo dan Jannah, 2010, hlm. 138):
n = besaran sampel N = besaran populasi
e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)
Maka, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
+ x % 2= + x , 2= + x , = + = = 75 orang.
Berikut merupakan penjelasan mengenai sampel penelitian:
Tabel 3.1
Penjelasan Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1. Siswa SMP (13-14 tahun) 29
2. Siswa SMA (15-17 tahun) 27
3. Mahasiswa dan yang sudah bekerja (18-21 tahun) 19
Total 75
D.Definisi Operasional
1. Definisi Operasional
a. Budaya K-Pop
Layanan Informasi dan Budaya Korea (Korean Culture and Information
Service) (dalam Yulius, 2013, hlm. 10) mengemukakan bahwa ‘K-Pop
b. Nasionalisme
Nasionalisme menurut B.N. Marbun (dalam Gatara dan Sofhian, 2011,
hlm. 17):
Dalam kamus politik, nasionalisme adalah perasaan atas dasar kesamaaan asal-usul, rasa kekeluargaan, rasa memiliki hubungan-hubungan yang lebih erat dengan sekelompok orang daripada dengan orang-orang lain, dan mempunyai perasaan berada dibawah satu kekuasaan. Nasionalisme diperkuat oleh adanya tradisi-tradisi, adat istiadat, dongeng-dongeng dan mitos-mitos, serta oleh satu bahasa yang sama; semangat kebangsaan.
c. Remaja
Remaja (adolescence) menurut Dariyo (2004, hlm. 13-14) adalah “Masa
transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial”.
2. Variabel
Menurut Hatch dan Farhady (dalam Darmawan, 2013, hlm. 108) ‘Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau objek dengan objek yang lain’.
F.N.Kerlinger (dalam Arikunto, 2006, hlm. 116) menyebut ‘variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran’. Sedangkan menurut Sugiyono (2012, hlm. 38) bahwa variabel ialah “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut (apa yang anda teliti), kemudian ditarik kesimpulannya”. Maka variabel adalah segala sesuatu yang memiliki variasi dan diamati serta dianalisis untuk mendapat suatu
kesimpulan dalam penelitian.
Berdasarkan judul penelitian, terdapat dua variabel yaitu:
a. Variabel bebas (independent variable)
penelitian ini variabel X adalah Budaya K-Pop. Berikut merupakan
operasionalisasi variabel X:
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel X
Variabel Dimensi Indikator
X
(budaya k-pop)
1. Budaya populer 1. Banyak disukai orang
2. Hiburan atau bersifat komersial
3. Fanatisme
2. Boyband/girlband 1. Musik
2. Dance atau tarian
3. Fashion atau gaya berpakaian
b. Variabel terikat (dependent variable)
Darmawan (2013, hlm. 109) mengungkapkan bahwa “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas”. Variabel terikat disimbolkan dengan “Y”. Dalam penelitian ini variabel Y adalah Nasionalisme. Berikut merupakan operasionalisasi variabel
Y:
Tabel 3.3
Operasionalisasi Variabel Y
Variabel Dimensi Indikator
Y
(nasionalisme)
1. 1. Ideologi bangsa 1. Pengetahuan tentang bangsa
2. Pedoman hidup bangsa atau
nilai-nilai luhur yang perlu diamalkan
2. 2. Cinta tanah air 1. Mencintai atau menjunjung
budaya dan sejarah bangsa
2. Bangga akan negaranya
3. Tidak mudah terpengaruh budaya
3. 3. Identitas nasional 1.Lagu daerah dan lagu nasional
2.Tarian daerah
3.Pakaian khas Indonesia
E.Instrumen Penelitian
Menurut Siregar (2013, hlm. 46) “instrumen penelitian adalah suatu alat
yang dapat digunakan untuk memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang
diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama”. Lalu, Riduwan (2003, hlm. 24) mengungkapkan bahwa “metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data”.
Dalam penelitian kuantitatif, instrumen penelitian yang digunakan adalah
angket (questionnaire). Angket (questionnaire) menurut Taniredja dan
Mustafidah (2012, hlm. 44) merupakan “suatu daftar pertanyaan atau pernyataan
tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individual atau
kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu, seperti preferensi, keyakinan, minat dan perilaku”.
Angket penelitian ini menggunakan skala likert atau skala sikap dalam
bentuk checklist(√). Menurut Sugiyono (2012, hlm.93) “skala likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Skala likert ini menggunakan lima pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Nilai yang diberikan adalah 5-1 dari Sangat Setuju (SS) sampai
Sangat Tidak Setuju (STS) untuk kalimat atau pernyataan positif. Sedangkan
untuk kalimat atau pernyataan negatif diberikan nilai 5-1 dari Sangat Tidak Setuju
(STS) hingga Sangat Setuju (SS).
Skala likert yang kedua memiliki alternatif pilihan jawaban Sangat
Memahami (SM), Memahami (M), Kurang Memahami (KM), Tidak Memahami
(TM), dan Tidak Tahu (TT), dengan skor 5-1. Skala likert yang kedua ini
F. Proses Pengembangan Instrumen
1. Uji Validitas
Dalam penelitian kuantitatif, dikenal istilah uji validitas. Uji validitas
digunakan untuk mengetahui kelayakan instrumen yang telah dibuat peneliti,
apakah instrumen sudah layak digunakan dalam penelitian ataukah instrumen
masih memerlukan perbaikan sebelum disebarkan pada responden.
Menurut Arikunto (2006, hlm. 168) “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen”. Kemudian Sugiyono (2012, hlm. 121) bahwa “instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”.
Pendapat di atas diperjelas oleh Siregar (2013, hlm. 46) “validitas atau
kesahihan adalah menunjukan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur”. Maka suatu instrumen atau butir soal dikatakan valid apabila soal tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk menguji validitas instrumen, peneliti menggunakan rumus korelasi
product moment (Suharsaputra, 2012, hlm. 102):
r = �∑ − ∑ ∑
√�∑ 2 ─ ∑ 2√� ∑ 2 ─ ∑ 2
Di mana:
r = koefisien korelasi suatu butir/soal
N = jumlah responden ∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y
∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan variabel Y ∑X2
= jumlah kuadrat dari variabel X ∑Y2
Menurut Sugiyono (2013, hlm. 357), jika hasil uji memberikan nilai
koefisien korelasi > 0,227 (n=75) maka instrumen tersebut dinyatakan valid
sebaliknya jika nilai koefisien korelasi < 0,227 maka instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid.
Pengujian validitas untuk setiap variabel dibantu dengan software SPSS.
Berikut merupakan hasil uji instrumen pernyataan variabel X dan variabel Y:
Tabel 3.4
Validitas Variabel X
No r
hitung r tabel Keterangan
1 0,427 0,227 Valid
2 0,229 0,227 Valid
3 0,295 0,227 Valid
4 0,344 0,227 Valid
5 0,645 0,227 Valid
6 0,405 0,227 Valid
7 0,428 0,227 Valid
8 0,618 0,227 Valid
9 0,467 0,227 Valid
10 0,366 0,227 Valid
11 0,510 0,227 Valid
12 0,632 0,227 Valid
13 0,551 0,227 Valid
14 0,713 0,227 Valid
15 0,587 0,227 Valid
16 0,229 0,227 Valid
17 0,444 0,227 Valid
18 0,503 0,227 Valid
19 0,546 0,227 Valid
21 0,365 0,227 Valid
22 0,387 0,227 Valid
23 0,457 0,227 Valid
24 0,547 0,227 Valid
25 0,530 0,227 Valid
26 0,506 0,227 Valid
27 0,483 0,227 Valid
28 0,391 0,227 Valid
29 0,299 0,227 Valid
Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)
Tabel 3.5
Validitas Variabel Y
No r
hitung r tabel Keterangan
30 0,313 0,227 Valid
31 0,344 0,227 Valid
32 0,342 0,227 Valid
33 0,552 0,227 Valid
34 0,442 0,227 Valid
35 0,262 0,227 Valid
36 0,261 0,227 Valid
37 0,309 0,227 Valid
38 0,245 0,227 Valid
39 0,385 0,227 Valid
40 0,680 0,227 Valid
41 0,584 0,227 Valid
42 0,658 0,227 Valid
43 0,593 0,227 Valid
45 0,588 0,227 Valid
46 0,511 0,227 Valid
47 0,388 0,227 Valid
48 0,497 0,227 Valid
49 0,514 0,227 Valid
50 0,455 0,227 Valid
51 0,574 0,227 Valid
52 0,486 0,227 Valid
53 0,495 0,227 Valid
54 0,544 0,227 Valid
55 0,532 0,227 Valid
56 0,474 0,227 Valid
57 0,550 0,227 Valid
58 0,578 0,227 Valid
59 0,605 0,227 Valid
60 0,544 0,227 Valid
Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)
Pada kedua tabel di atas, dapat dilihat hasil uji validitas menunjukkan
bahwa keseluruhan item pernyataan dikatakan valid karena memiliki koefisien
validitas yang lebih besar dari r tabel yaitu 0.227, hal ini berarti bahwa
keseluruhan item pernyataan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
2. Uji Reliabilitas
Suatu instrumen tidak hanya memerlukan uji validitas, tetapi memerlukan
uji reliabilitas. Reliabilitas menunjukan bahwa instrumen yang dibuat
penulisdapat dipercaya sebagai alat pengumpul data dan bersifat konsisten,
Menurut Arikunto (2006, hlm. 178) “reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik”. Lalu Sugiyono (2012, hlm. 121) mengungkapkan bahwa “instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama”. Maka reliabilitas adalah suatu teknik untuk mengetahui apakah alat pengukur dapat mengukur dengan hasil yang
sama saat digunakan beberapa kali.
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen, penulis menggunakan rumus
Alpha Cronbach (dalam Arikunto, 2006, hlm. 196):
r
11= (
−) (
1 −
∑��2
��2
)
Di mana:
r
11 = reliabilitas instrumenk = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑� = jumlah varian butir � = varian total
Menurut Azwar (2010, hlm. 33), jika hasil uji memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,70 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel.
Pengujian reliabilitas untuk setiap variabel dibantu dengan software SPSS.
Tabel 3.6
Reliabilitas
Variabel Koefisien
Reliabilitas r kritis Keterangan
X 0,861 0,70 Reliabel
Y 0,881 0,70 Reliabel
Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)
Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuisioner masing-masing variabel
yang sedang diteliti lebih besar dari 0,70 hasil ini menunjukkan bahwa butir
kuisioner pada masing-masing variabel andal untuk mengukur variabelnya
masing-masing.
3. Analisis Deskriptif
Menurut Sugiono (2013, hlm. 147) statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
Analisis deskriptif data penelitian dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana tanggapan responden terhadap setiap indikator variabel yang sedang
diteliti. Agar lebih mudah menginterpretasikan variabel yang sedang diteliti,
maka dilakukan kategorisasi terhadap skor tanggapan responden. Prinsip
kategorisasi jumlah skor tanggapan responden diungkapkan oleh Sugiyono
(2009, hlm. 135), bahwa berdasarkan rentang skor maksimum dan skor
minimum, kemudian dibagi jumlah kategori yang diinginkan dengan rumus
Rentang Skor Kategori = (Skor Maksimum-Skor Minimum)/ 5
Keterangan:
Skor maksimum = jumlah responden x jumlah pertanyaan x 5
Skor minimum = jumlah responden x jumlah pertanyaan x 1
Analisis deskripif ini dilakukan dengan mengacu pada indikator-indikator
yang ada pada setiap variabel yang diteliti.
4. Analisis Verifikatif
Skala pengukuran yang dipilih oleh peneliti berkaitan erat dengan teknik
analisis data yang digunakan. Oleh karena itu setiap skala pengukuran yang
tidak memenuhi syarat dilakukannya suatu teknik analisis korelasi pearson,
harus dirubah atau dikonversi ke dalam skala pengukuran yang sesuai dengan
teknik analisis yang akan digunakan. Penulis pada penelitian ini mengunakan
teknik korelasi pearson. Sementara tingkat pengukuran yang digunakan adalah
ordinal. Oleh karena analisis korelasi pearson mengisyaratkan skala pengukuran
minimal interval, maka peneliti harus menaikan tingkat pengukuran ordinal
menjadi interval. Menurut Surwono (2009, hlm. 65), salah satu metode konversi
data yang sering digunakan oleh peneliti untuk menaikan tingkat pengukuran
ordinal ke interval adalah metode succesive interval (MSI).
Langkah kerja yang dapat dilakukan untuk merubah jenis data ordinal ke
data interval melalui method of successive intervals:
a) Untuk setiap pertanyaan, dihitung berapa orang yang mendapat skor 1,2,3,4
dan 5 yang disebut frekuensi.
b) Setiap ferekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut
proporsi.
c) Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan proporsi
secara berurutan perkolom skor.
d) Gunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi
e) Tentukan nilai tinggi dentitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dengan
menggunakan tabel tinggi dentitas).
f) Menghitung nilai skala dengan rumus Method of successive interval.
Means of Interval = � � � � � � − � � � �� �
� � � �� � − � � � � �� �
Di mana:
Mean of Interval : Rata-rata interval
Density at lower limit : Kepadatan batas bawah
Density at Upper Limit : Kepadatan batas atas
Area below Upper Limit : Daerah di bawah batas atas
Area below Lower Limit : Daerah di bawah batas bawah
g) Menentukan nilai transformasi (nilai untuk skala interval) dengan
menggunakan rumus:
Y = NS + 1 NSmin
a. Analisis Korelasi Pearson
Menurut Sugiyono (2013, hlm. 228) “penelitian korelasi bertujuan untuk
menemukan ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh, dan apabila ada berapa
eratnya hubungan berarti atau tidaknya hubungan tersebut”.
Rumus koefisien korelasi Pearson (r), digunakan pada analisis korelasi
sederhana untuk variabel interval/rasio. Koefisien Pearson dirumuskan (dalam
Suharsaputra, 2012, hlm. 102):
r = �∑ − ∑ ∑
Di mana:
r = koefisien korelasi suatu butir/soal
N = jumlah responden ∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y
∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan variabel Y ∑X2
= jumlah kuadrat dari variabel X ∑Y2
= jumlah kuadrat dari variabel
Dalam penelitian kuantitatif dikenal istilah korelasi. Untuk menentukan
besar kecilnya korelasi, terdapat pedoman untuk menginterpretasikan koefisien
korelasi. Sugiyono (2012, hlm. 184) memberikan pedoman tersebut:
Tabel 3.7
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat kuat
5. Uji Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang ada.
Untuk mengetahui sejauh mana hipotesis yang telah disusun dapat diterima atau
sesuai dengan data yang telah terkumpul, maka perlu melakukan uji hipotesis.
Dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis Sugiyono (2012, hlm.
t = √ − √ − 2
Di mana:
t = nilai t hitung
n = jumlah responden
r = koefisien korelasi hasil r hitung
Sugiyono (2012, hlm. 185) mengungkapkan bahwa harga t hitung tesebut
selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel dengan kesalahan 5% dan nilai dk
= n-2. Maka berlaku ketentuan:
Jika t hitung < t tabel, maka Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara budaya K-Pop dengan nasionalisme remaja. Akan tetapi, jika t
hitung > t tabel, maka Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara
budaya K-Pop dengan nasionalisme remaja.
6. Deskripsi Hasil Wawancara
Mendeskripsikan hasil wawancara merupakan teknik yang digunakan
untuk menjelaskan pertanyaan pertanyaan dengan maksud untuk melengkapi
data yang tidak diperoleh dari perhitungan statistika.
G.Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Angket
Danial dan Wasriah (2009, hlm. 73-74) menyebutkan bahwa angket berisi
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden secara tertulis sesuai
dengan masalah penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan angket tertutup.
Angket tertutup adalah angket dengan pertanyaan yang diajukan kepada responden telah disediakan jawabannya oleh peneliti. Responden hanya memilih jawaban yang kira-kira cocok sesuai dengan pendapatnya dan tidak diberikan kesempatan memberikan jawaban lain.
Angket akan diberikan pada 75 anggota ELF Bandung sebagai sampel secara
acak.
2. Wawancara
Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 71) “Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara
peneliti dan responden secara sungguh-sungguh”. Wawancara yang dilakukan
menggunakan teknik wawancara yang sistematik. Danial dan Wasriah (2009, hlm. 72) mengatakan teknik wawancara sistematik yaitu“wawancara yang disusun secara sistematik masalah yang akan ditanyakan, dan ditulis pada daftar
wawancara. Waktu, tempat serta orang yang akan diwawancarai ditentukan
sebelumnya”
Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan pada Administrasi (Admin) dan
salah satu anggota ELF Bandung.
3. Observasi
Siregar (2013, hlm. 19) mengungkapkan bahwa observasi adalah “kegiatan
pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung terhadap kondisi
lingkungan objek penelitian yang mendukung kegiatan penelitian, sehingga didapat gambaran jelas tentang kondisi objek penelitian tersebut”.
Dalam hal ini, observasi yang dilakukan termasuk observasi nonpartisipan
dan observasi terstruktur. Observasi nonpatisipan menurut Sugiyono (2012, hlm. 145) yaitu “peneliti tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati melainkan sebagai pengamat independen”.
Sedangkan mengenai observasi terstruktur, Sugiyono (2012, hlm. 146) mengatakan “observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya”.
Dalam penelitian ini sudah dirancang secara sistematis bahwa yang akan
diamati adalah hal-hal yang dilakukan oleh ELF Bandung ketika sedang
4. Studi Dokumentasi
Danial dan Wasriah (2009, hlm. 79) menyebut:
Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, poto, akte, dan sebagainya.
Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan hal yang penting, seperti foto-foto
anggota ELF Bandung saat berkumpul, dan sebagainya.
5. Studi Kepustakaan (Literature)
Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 80), “Studi kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian”.
H.Prosedur Penelitian
1. Pra Penelitian
Tahap pra penelitian merupakan tahap awal dalam penelitian, di mana
tahap ini bertujuan untuk memperoleh informasi awal tentang subjek penelitian
dan kajian pustaka mengenai pengaruh budaya K-pop terhadap nasionalisme
remaja.
Terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam pra
penelitian:
a. Mengisi surat perizinan penelitian di Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan
b. Menyerahkan surat perizinan dari Jurusan ke Fakultas Pendidikan Imu
Pengetahuan Sosial
c. Mengisi buku pra penelitian di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi dari subjek
penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam tahap ini ialah:
a. Mendatangi subjek penelitian
b. Menyerahkan angket penelitian
c. Mengambil angket penelitian
I. Teknik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, terdapat beberapa langkah yaitu:
1. Seleksi data
Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 103) “seleksi data yaitu memilih
data dari alat pengumpul data (instrumen), lengkap atau belum lengkap, rusak
atau baik. Instrumen yang belum lengkap sebaiknya dilengkapi
dulu/dikembalikan pada responden”. Kemudian, petugas pengumpul data dapat
menghitung jumlah instrumen yang lengkap dan instrumen yang disebar pada
responden.
2. Klasifikasi data
Klasifikasi data menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 103) adalah “mengelompokan data yang dilakukan oleh petugas pengumpul data berdasarkan instrumen yang digunakan, masalah, tempat, jenjang, responden, lokasi dan
lainnya”.
3. Pengkodean (coding) data
Pengkodean (coding) data menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm.
103-104) yaitu “memberikan simbol tertentu untuk memudahkan pengolahan data.
Lazimnya digunakan angka atau huruf atau keduanya yang memberikan arti
tertentu untuk pengolahan data”.
4. Penskoran (scoring) data
J. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2012, hlm. 147), “Dalam penelitian kuantitatif, analisis
data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul”. Sugiyono (2012, hlm. 147) juga mengungkapkan:
Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
Dari pernyataan di atas, maka analisis data yang dilakukan oleh penulis:
1. Penafsiran Data
Penafsiran data dilakukan dengan cara menghitung persentase yang
diperoleh dengan membandingkan frekuensi jawaban dengan banyaknya
sampel dikalikan dengan 100%.
2. Uji Korelasi
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan
antar variabel. Uji korelasi didapatkan dengan rumus korelasi product moment
(Suharsaputra, 2012, hlm. 102):
r = �∑ − ∑ ∑
√�∑ 2 ─ ∑ 2√� ∑ 2 ─ ∑ 2
Di mana:
r = koefisien korelasi suatu butir/soal
N = jumlah responden ∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y
∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan Variabel Y ∑ = jumlah kuadrat dari variabel X
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hipotesis
yang telah disusun sebelumnya dengan data yang telah terkumpul. Rumus uji
hipotesis yang digunakan adalah rumus Sugiyono (2012, hlm. 184):
t = √ − √ − 2
Di mana:
t = nilai t hitung
n = jumlah responden
BAB V
KESIMPULAN SARAN
A.Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan maka
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, secara umum budaya K-Pop yang
menjadi trend di kalangan remaja Indonesia berpengaruh terhadap nasionalisme
remaja. Pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja berada pada
kekuatan korelasi sedang. Meskipun pengaruhnya tidak terlalu besar, akan tetapi
perlu untuk mendapat perhatian agar hal ini tidak meluas. Kondisi psikologi
remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh menjadi alasan budaya populer
ini dapat membius remaja. Ditambah masa remaja merupakan masa mencari jati
diri yang identik dengan proses mengidentifikasi karakter tokoh idola, sehingga
remaja menirukan berbagai hal tentang idolanya. Selain itu, terdapat faktor
lingkungan pergaulan yang memberikan pengaruh yang besar pada
perkembangan sikap individu.
2. Kesimpulan Khusus
Berikut merupakan kesimpulan khusus berdasarkan rumusan masalah yang
telah ditentukan, sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan
budaya Indonesia: 1) sebagian besar K-Popers di ELF Bandung memiliki
pengetahuan yang baik mengenai sejarah dan budaya Indonesia yang berada
pada kategori sangat memahami dan memahami; 2) terdapat sebagian kecil
K-Popers yang kurang memiliki pengetahuan yang baik mengenai sejarah
dan budaya Indonesia yang berada pada kategori kurang memahami, tidak
memahami, dan tidak tahu; 3) K-Popers di ELF Bandung yang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai sejarah dan budaya Indonesia disebabkan
mendapatkan pengetahuan tentang sejarah dan budaya bangsa budaya
Indonesia, yang menandakan benteng pendidikan masih kuat dalam diri
mereka; 4) sedangkan K-Popers di ELF Bandung yang kurang memiliki
pengetahuan mengenai sejarah dan budaya Indonesia dikarenakan faktor
lingkungan yang mendominasi.
b. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di
ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara musik
dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan korelasinya
berada pada tingkat sangat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung
pada lagu daerah dan lagu nasional tak sebanding dengan kecintaan mereka
pada musik K-Pop, dalam artian kecintaan remaja pada musik K-Pop lebih
tinggi dari kecintaan remaja pada lagu daerah dan lagu nasional; 3) hal ini
terjadi karena pendidikan sebagai wadah utama untuk membentuk karakter
seseorang selain lingkungan keluarga, kurang adanya upaya pencelupan
musik dan lagu-lagu rakyat, sehingga lingkungan remaja yang menggemari
musik K-Pop lebih berpengaruh pada diri remaja dibandingkan pendidikan.
c. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme
remaja di ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara
dance dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan
korelasinya berada pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF
Bandung terhadap tarian daerah tak setinggi kecintaan mereka pada dance
K-Pop; 3) hal ini terjadi karena faktor remaja yang mengidentifikasi dirinya
seperti tokoh idola, di mana remaja berupaya membuat dirinya sama dengan
tokoh idolanya termasuk menirukan dance K-Pop.
d. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap
nasionalisme remaja di ELF Bandung: 1) fashion berpengaruh signifikan
terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, dengan kekuatan korelasi
pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung terhadap pakaian
khas Indonesia tak sebesar kecintaan mereka pada fashion K-Pop; 3) hal
diri dengan mencoba menyerupai orang yang ia idolakan atau tokoh idola
dalam proses mencari jati diri.
B.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran
kepada berbagai pihak terkait yaitu:
1. Bagi Subjek Penelitian (ELF Bandung)
a. Seharusnya remaja ELF Bandung tetap teguh pada kecintaan terhadap
negara Indonesia yang meliputi rasa cinta dan bangga akan budaya dan
sejarah Indonesia diiringi dengan komitmen untuk menjaga serta
melestarikan budaya Indonesia di tengah kecintaan mereka terhadap
budaya K-Pop.
b. Alangkah baiknya menyelenggarakan acara gathering yang menyisipkan
atau memadukan antara budaya K-Pop dengan budaya Indonesia sebagai
bentuk kecintaan remaja ELF Bandung terhadap budaya Indonesia serta
sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia, agar remaja ELF Bandung
tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
2. Bagi Guru PKn
a. Menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk memberikan stimulus
pada siswa agar semangat dalam belajar PKn, sebab PKn memuat
nilai-nilai nasionalisme.
b. Lebih meningkatkan lagi nilai-nilai nasionalisme atau cinta tanah air pada
pembelajaran di kelas agar remaja (siswa) dapat tetap teguh pada
nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan budaya bangsa di tengah
3. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan
a. Lebih meningkatkan kajian tentang kebudayaan bangsa seperti pada mata
kuliah Hukum Adat, Studi Masyarakat Indonesia, dan sebagainya yang
bertujuan agar mahasiswa semakin mencintai kebudayaan Indonesia di
tengah arus globalisasi.
b. Perlu membekali mahasiswa dengan berbagai kemampuan terutama dalam
merubah paradigma tentang pembelajaran PKn di sekolah yang terkesan
membosankan dan monoton. Hal ini penting untuk meningkatkan
semangat belajar siswa dan menambah kecintaan siswa akan negara
Indonesia beserta kebudayaannya di tengah arus globalisasi.
4. Bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung
a. Perlu adanya suatu program di sekolah yang mewajibkan siswa untuk
mengikuti ekstrakurikuler yang berkaitan dengan kebudayaan sebagai
bentuk upaya pelestarian budaya bangsa.
b. Lebih meningkatkan frekuensi kegiatan yang berkaitan dengan penanaman
nilai-nilai nasionalisme dan pelestarian budaya bangsa di sekolah, seperti
adanya perlombaan mengenai kebudayaan antar sekolah yang bekerja
sama dengan pihak terkait (misalnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Bandung). Kegiatan ini dapat menstimulus sekolah terutama siswa
agar tetap teguh pada kebudayaan asli Indonesia.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian lain yang
berkaitan dengan pengaruh masuknya budaya asing terhadap nasionalisme
atau terhadap kecintaan remaja pada budaya nasional.
b. Peneliti selanjutnya harus lebih memfokuskan pada cara penganggulangan
yang baik dan benar mengenai masuknya budaya asing terhadap kecintaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Abdullah, T. (2001). Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Satya Historika.
Ali, M. dan Asrori, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Danial, E. dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.
Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gatara, A.S. dan Sofhian, S. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Bandung: Fokusmedia.
Hartinah, S. (2008). Pengembangan Peserta Didik. Bandung: PT Ferika Aditama.
Herdiawanto, H. dan Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.
Jenks, C. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Komalasari, K. dan Syaifullah. (2012). Kewarganegaraan Indonesia: Konsep, Perkembangan dan Masalah Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.
Prasetyo, B. dan Jannah, L.M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Riduwan. (2003). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.
Smith, A.D. (2003). Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah. Jakarta: Erlangga.
Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
_______. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
_______. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kulaitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.
Surwono, J. (2009). Statistik Itu Mudah, Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Andi.
Taniredja, T. dan Mustafidah, H. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Alfabeta.
Wuryan, S. dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium Pendididkan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.
Yulius, H. (2013). All About K-Pop. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
2. Jurnal
Wijayanti, A.A. (2012). Hallyu: Fanatisme Remaja pada Budaya Pop Korea (Studi tentang Penggemar Hallyu di Kota Yogyakarta). Jurnal. Universitas Negeri Yogyakarta, 3 (3), hlm. 4-6.
Wuryanta, E.W. (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak Fenomena K-Pop di Indonesia). Jurnal. Universitas Paramadina, 3 (2), hlm. 80-89.
3. Internet
Rendhi. (2009). Makalah Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah. [Online]. Tersedia: http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-daerah [28 Desember 2013]
Tunshorin, C. (2013). Budaya K-Pop. [Online]. Tersedia: http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/15/budaya-k-pop-590000.html [17 Januari 2014]
_____. (2014). Tentang Korea Selatan. [Online]. Tersedia: http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/tentang [6 Juni 2014]
4. Undang-Undang