• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞALĀT SISWA DI SMP NEGERI 43 BANDUNG PERIODE TAHUN 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞALĀT SISWA DI SMP NEGERI 43 BANDUNG PERIODE TAHUN 2014."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

No.Daftar FPIPS. 2148/UN.40.2.6.1/PL/2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM

SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞALĀT SISWA

DI SMP NEGERI 43 BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

oleh:

HENDRA ANGGARA (1006468)

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN

BERIBADAH ŞALĀT SISWA

DI SMP NEGERI 43 BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

Oleh

Hendra Anggara

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Hendra Anggara 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak

seluruhnya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau

(3)

HENDRA ANGGARA

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM

SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞALAT SISWA DI SMP NEGERI 43 BANDUNG TAHUN 2014

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I

Dr. Edi Suresman, M.Ag. NIP. 1960 1124 198803 1 001

Pembimbing II

Dr. H. Fahrudin, M.Ag. NIP. 1959 1008 198803 1 003

Mengetahui,

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam

(4)
(5)

Daftar Isi

PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. Daftar Tabel ... Error! Bookmark not defined. Daftar Gambar ... Error! Bookmark not defined. Daftar Lampiran... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi ... Error! Bookmark not defined. BAB II PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISL M SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞAL T SISWA .... Error! Bookmark not defined.

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Isl m ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Pendidikan Agama Isl m ... Error! Bookmark not defined. 2. Tujuan Pendidikan Agama Isl m ... Error! Bookmark not defined. 3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Isl mError! Bookmark not

defined.

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Isl mError! Bookmark not defined.

(6)

3. Proses Pembentukan Disiplin Diri ... Error! Bookmark not defined. 4. Pengertian Ibadah ... Error! Bookmark not defined. 5. Manfaat Mendidik Kedisiplinan BeribadahError! Bookmark not

defined.

6. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada RemajaError! Bookmark not defined.

7. Upaya Membantu Anak dalam Mendidik Disiplin Beribadah ... Error! Bookmark not defined.

C. Ibadah Șal t ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Șal t... Error! Bookmark not defined. 2. Macam-macam Șal t ... Error! Bookmark not defined. 3. Fungsi Șal t ... Error! Bookmark not defined. 4. Nilai-nilai yang Terdapat dalam Șal t ... Error! Bookmark not defined. 5. Implikasi Șal t Terhadap Perilaku ... Error! Bookmark not defined. D. Penelitian Yang Relevan ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Desain/Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Tahap-tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined. G. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H. Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIANError! Bookmark not defined.

(7)

4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mendidik Kedisiplinan Beribadah şal t Siswa ... Error! Bookmark not defined. 5. Hasil yang Didapat dalam Mendidik Kedisiplinan Beribadah Şal t Siswa

Error! Bookmark not defined.

B. PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Isl m di SMP

(8)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM SEBAGAI UPAYA MENDIDIK KEDISIPLINAN BERIBADAH ŞALĀT

SISWA DI SMP NEGERI 43 BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya beberapa permasalahan yang berkenaan dengan rendahnya kesadaran siswa akan pentingnya ibadah şalāt. Hal ini terlihat dari sikap siswa yang acuh ketika waktu şalāt telah tiba, mereka seolah-olah menganggap şalāt sebagai suatu hal yang menggangu waktu mereka. Permasalahan ini muncul karena perkembangan jaman yang begitu pesat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran PAI, upaya-upaya yang dilakukan, faktor pendukung dan penghambat, serta hasil yang diperoleh dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan latar penelitian bertempat di SMP Negeri 43 Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah guru pendidikan agama Islām dan siswa kelas VIII. Hasil yang diperoleh adalah (1) pembelajaran pendidikan agama Islām di SMPN 43 Bandung sangatlah beragam dari banyaknnya kegiatan keagamaan seperti pembelajaran Budaya Cinta, Remaja Masjid, serta pembelajaran PAI di kelas. (2) Upaya yang dilakukan dalam mendidik disiplin beribadah şalāt siswa meliputi; materi yang diajarkan, media yang digunakan, program keagamaan, penerapan sanksi, penanaman nilai agama dengan memberikan keteladanan. (3) faktor pendukung dalam pelaksanaannya meliputi; masjid, tempat wuḍu dan tempat praktek şalāt yang tersedia, dan kerja sama dengan DEPAG dalam penyuluh pembinaan keagamaan. (4) hasil yang diperoleh cukup memberikan harapan yang baik dengan terlihat banyaknya siswa yang şalāt Ḍuhur berjamaah di masjid di samping masih banyaknya kekurangan dalam pelaksanaannya.

(9)

IMPLEMENTATION OF ISLAMIC EDUCATION LEARNING IN AN EFFORTS A EDUCATE DISCIPLINARY PRAYER WORSHIP

STUDENTS IN SMP NEGERI 43 BANDUNG THE YEAR OF 2014 ABSTRACT

The background of this research is existence of some problems regarding the decreasing awareness students of the importance of prayer worship. It is seem from the indifferent attitude of the students when the prayer time has arrived, they are assume that prayer as a matter of disturbing their time. This problem arises because of the changing times that are so fast. This study aims to determine how learning Islamic education (PAI), the efforts were made, supporting and barrier factors, as well as the results obtained in educating the discipline of prayer worship students. This study used a qualitative approach, with the research background in SMPN 43 Bandung. Data was collected through observation, interviews, and documentation. And the subject of study is the Islamic education teacher and students of class VIII. The results obtained are (1) learning Islamic education in SMPN 43 Bandung is very variety from the many of religious activities such as learning Culture of love, Teenager of Mosque, and PAI learning in the classroom. (2) Efforts are made to educate the discipline student of prayer worship include; the material taught, the media are used, religious programs, the application of sanctions, the religious values planting by providing exemplary. (3) supporting factor implementation include; mosque, wudhu place and prayer practice place that available, and in collaboration with DEPAG in guidance counselor religious. (4) the results obtained are good enough to give hope to many students who Duhur prayer congregation in the mosque beside still many deficit in the implementation.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan manusia di dunia ini mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allāh, hal ini berdasarkan atas firman Allāh surat Al-Żāriyāt ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S Al-Żāriyāt: 56)*

Dalam ayat yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa tujuan Allāh menciptakan makhluknya di alam ini salah satunya adalah manusia untuk beribadah kepada Allāh SWT.

Menurut Manzur (Zayadi, 2004, hlm. 73) kata „abd dipakai untuk menyebut manusia pada umumnya, karena manusia pada dasarnya adalah ciptaan

dan menjadi „abd atau hamba bagi Penciptanya. Dalam masyarakat yang

mengenal adanya sistem perbudakan, maka „abd artinya budak, hamba sahaya

yang dapat diperdagangkan dan menjadi milik dari yang membelinya. Dalam

pengertian ini „abd adalah lawan dari al-hurr yang artinya adalah orang yang

merdeka. Sedang „abd yang berasal dari akar kata „abada artinya adalah taat, tunduk, patuh, berkembang menjadi kata „ubūdah, „abdiyah, artinya pengakuan

status sebagai hamba, dan juga „ubūdiyah, rasa rendah diri di hadapan Pencipta, al-khudū‟ dan menghina diri, taŻallul. Akar kata „abada juga berkembang menjadi ta‟abbud, yang artinya beribadah.

Allāh memerintahkan kepada setiap makhluknya untuk beribadah, salah satunya adalah kepada manusia. Dengan beribadah, manusia bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Sang Maha Pencipta selain melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allāh. Untuk bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan benar serta tepat waktu maka kita diharuskan untuk memiliki kedisiplinan dalam beribadah, karena apabila kita memiliki kedisiplinan dalam beribadah maka

*

(11)

kita dapat menjalankan ibadah yang Allāh perintahkan dengan khusyu tanpa keterpaksaan.

Disiplin adalah bagaimana tingkah laku atau perilaku seseorang mengikuti peraturan-peraturan tertentu yang telah disetujui dan di tetapkan terlebih dahulu baik itu peraturan-peraturan secara tertulis, lisan atau berupa adat kebiasaan. Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa kedisiplinan merupakan substansi esensial di era global untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak karena dengannya ia akan memiliki kontrol internal untuk berperilaku yang senantiasa taat moral. Dengan demikian anak tidak hanyut oleh arus globalisasi, tetapi sebaliknya ia mampu mewarnai dan mengakomodasi (Shochib, 2010, hlm. 12).

Demikian pun kedisiplinan dalam beribadah perlu kita tanamkan sejak dini, terutama ketika masa remaja. Karena pada masa remaja sangat menentukan seseorang dalam kehidupannya kelak saat dewasa. Dengan menanamkan kedisiplinan beribadah pada saat remaja maka diharapkan akan timbulnya kesadaran beribadah dalam kehidupan sehari-hari di damping dengan dukungan dari lingkungannya yang baik. Eitzen mengatakan dalam (Asmani, 2012, hlm. 96) bahwa seseorang dapat menjadi buruk/jelek karena dia hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk.

Ross dan Oskar Kupky dalam (Jalaluddin, 2011, hlm. 77) menunjukkan sebagai berikut:

(12)

Penelitian di atas menunjukkan bahwa salah satu masalah yang kini sering dihadapi oleh kebanyakan remaja yaitu sulitnya remaja mendisiplinkan diri dalam beribadah. Banyak remaja yang beralasan sulit dalam disiplin ibadah karena kurangnya waktu yang mereka miliki, dengan disiplin ibadah maka waktu mereka untuk bermain akan berkurang, dan mereka berpikir bahwa masa muda yang mereka miliki masih panjang dan akan tersita jika mereka menggunakan waktu yang mereka miliki untuk mendisiplinkan diri dalam beribadah. Tetapi sebenarnya yang terjadi adalah mereka kurang memiliki kedisiplinan untuk mengelola dan mengatur waktu mereka untuk mempergunakan waktu yang mereka miliki secara efisien.

Waktu yang mereka miliki banyak digunakan untuk hal-hal yang kurang atau mungkin tidak bermanfaat bagi mereka. Seperti contoh hal-hal yang tidak bermanfaat yang mereka lakukan untuk menghabiskan waktu mereka adalah dengan nongkrong dan membicarakan hal yang tidak bermanfaat, jalan-jalan atau touring dengan teman-temannya, dan lain sebagainya. Selain itu, fakta yang sering kita lihat sekarang ini adalah sangat jarangnya remaja yang belajar mengaji di masjid-masjid atau madrasah, ini sangat berbeda dengan beberapa tahun kebelakang dimana kita bisa menemukan dengan mudah pengajian yang diadakan untuk remaja, tidak melihat apakah dia masih sekolah dasar, menengah pertama ataupun menengah atas.

Şalāt yang dilakukan lima kali dalam sehari semalam jarang atau bahkan sering mereka para remaja tinggalkan karena beberapa alasan yang tidak masuk akal. Mereka seperti mengganggap şalāt sebagai ibadah yang menggangu waktu mereka, dan mungkin di antara mereka ada yang hanya sekali melakukan şalāt dalam sehari atau bahkan satu kali dalam seminggu yaitu ketika melaksanakan

şalātJum‟āt.

(13)

tunduk, rasa takut, serta memperbarui rasa kebesaran Allāh SWT serta kehadiran-Nya dalam diri kita (Sholikhin, 2011, hlm. 39).

Şalāt yang dimulai dengan takbiratul iḥrām dan diakhiri dengan salam mempunyai arti bahwa dengan şalāt seseorang akan selamat dari segala kemunkaran, karena şalāt itu memilki fungsi sebagai benteng pertahanan agar terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Begitulah janji Allāh pada umat manusia. Sesungguhnya banyak sekali hikmah yang dapat diperoleh dari menunaikan şalāt. Oleh sebab itu, mulai sekarang ini perlulah seorang muslim untuk segera mengevaluasi kembali kualitas şalātnya (Mustafa dan Tisnawati, 2007, hlm. 40)

Dengan mengulang şalāt sehari-hari lima kali, maka berulang kali pula perasaan tunduk, takut, dan kepasrahan itu muncul serta dapat mempengaruhi jiwa kita. Apabila perasaan takut dan rasa harap selalu terhujam kuat dalam hati kita, maka kebaikan dan kemauan untuk selalu mengerjakan amal-amal yang membawa ketaatan, serta kemauan keras untuk menjauhi maksiat akan selalu terpupuk (Sholikhin, 2011, hlm. 39).

Menurut Ar-Raisy (2008, hlm. 45) manajemen waktu yang diajarkan melalui waktu şalāt (panggilan aŻān) ini mengharuskan kita untuk berdisiplin diri.

Dalam sehari semalam, Allāh mewajibkan kita untuk mengerjakan şalāt lima waktu. Tanpa kita sadari, waktu şalāt yang telah Allāh atur sedemikian rupa membuat kita menjadi lebih menghargai akan berharganya waktu yang Allāh berikan kepada hambanya. Maka ketika kita mengerjakan şalāt pada waktunya, akan menjadikan kita pribadi yang selalu berdisiplin dalam segala hal, dan hal ini perlu dibiasakan agar nilai-nilai dalam şalāt dapat kita peroleh.

(14)

adalah hancurnya moral bangsa karena remaja adalah aset bangsa yang paling berharga.

Sering kita lihat bahwa remaja sekarang sangat berbeda dengan remaja dulu, remaja sekarang lebih mementingkan bermain dari pada menerapkan disiplin beribadah terutama dalam ibadah şalāt. Ini bisa terjadi oleh beberapa sebab, diantaranya oleh salahnya pergaulan yang dilakukan oleh remaja, tontonan televisi yang semakin banyak pilihan, banyaknya budaya-budaya dari luar yang masuk, atau bahkan mungkin faktor dari lingkungan keluarganya sendiri. Banyak siswa atau remaja yang dibiarkan oleh orangtuanya sendiri dalam ketidak disiplinan beribadah. Orangtua mereka seolah melepaskan tanggung jawab kepada pihak sekolah untuk mendidik anak mereka, padahal yang seharusnya dilakukan adalah orangtua siswa dan sekolah bekerja sama dalam mendidik kedisiplinan beribadah mereka dan membuat mereka menanamkan sikap kedisiplinan beribadah sedini mungkin.

Hal tersebut bisa terjadi karena kemajuan zaman yang sangat signifikan terjadi. Menurut Syatra (2013, hlm. 35) kemajuan dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini menjadi fenomena besar dan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap manusia. Hampir sebagian besar perilaku manusia dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi). Banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, misalnya membangun relasi dengan orang lain, melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, menghargai sesama, dan sebagainya.

Selain itu juga, perkembangan teknologi yang semakin pesat memungkinkan untuk mempengaruhi perkembangan jiwa dan psikologis dari orang yang memakai atau menggunakan teknologi tersebut. Hal ini terkadang bisa terlihat dari perilaku orang yang tiba-tiba senang, marah, murung atau hal lainnya akibat dampak dari penggunaan teknologi yang tidak terkontrol dengan baik.

(15)

Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini sering diukur dari to have (apa saja materi yang dimilikinya) dan to do (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) dari pada keberadaan pribadi yang bersangkutan (to be atau being) (Syatra, 2013, hlm. 36).

Şalāt merupakan salah satu bentuk dalam Islām secara simbolis untuk

menyadarkan akan kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Ibadah ini bertujuan

untuk menjalin “kontak” dengan Tuhan sebagai tujuan intrinsiknya seperti

perintah Tuhan kepada Nabī Mūsā As (Q.S.

aha [20]: 14). Oleh karena nilai

kontaknya itulah maka seseorang begitu memasuki şalāt, secara lahir maupun batin harus terfokus kepada Allāh segala hal yang tidak relevan dengan sikap menghadap Tuhan menjadi terlarang, ia harus memutus kontak dalam dimensi horizontalnya karena didominasi oleh kontak vertikalnya (Sholikhin, 2011, hlm. 500).

Menurut Mustafa dan Tisnawati (2007, hlm. 60) şalāt adalah salah satu sarana ibadah yang sangat dibutuhkan oleh hamba Allāh untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Rasa dekat seorang hamba kepada Allāh SWT, sebagai Pencipta alam semesta akan memberikan rasa tenang dan damai di dalam dirinya, karena ia yakin bahwa Allāh SWT adalah tempat segala makhluk bergantung. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allāh SWT sebagai Zat Yang Mahasuci, tentunya seorang hamba harus menempuh jalan dan tata cara yang telah ditentukan oleh-Nya, yaitu dengan beribadah kepada-oleh-Nya, terutama melalui ibadah şalāt.

(16)

Oleh sebab itu, untuk menanamkan kedisiplinan beribadah dalam şalāt yang begitu besar manfaatnya pada siswa atau remaja maka perlu adanya pembiasaan yang dilakukan oleh siswa tersebut, pembiasaan yang sifatnya terus bekelanjutan supaya siswa menjadi terbiasa dalam berdisiplin ibadah şalāt. Pembiasaan yang dilakukan siswa dalam berdisiplin ibadah diharapkan akan timbulnya kesadaran mereka akan pentingnya beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa terutama ibadah şalāt, dan dengan pembiasaan juga diharapkan siswa mampu menerapkan disiplin ibadah tanpa keterpaksaan dari pihak manapun juga. Serta dengan berdisiplin beribadah terutama dalam hal şalāt maka akan terciptanya remaja yang bermoral luhur dan taat akan hukum, baik itu hukum agama maupun hukum negara.

Menurut Mustafa dan Tisnawati (2007, hlm. 40) sewaktu şalāt seseorang akan melakukan kontak hubungan dengan Allāh SWT, sehingga menghasilkan ketenangan jiwa. Seseorang yang menunaikan şalāt secara khusyu‟ akan terlihat pada sikapnya sehari-hari. Membekas dalam pribadi, kinerja, ataupun prestasinya sehari-hari. Dengan demikian, şalāt khusyu‟ tidak hanya nampak sewaktu menunaikannya saja. Hikmah şalāt yang paling besar justru akan terlihat sewaktu seseorang melakukan aktivitas keseharian. Interaksi sosial dengan orang lain,

membuat orang lain aman dan nyaman menjadi bukti kekhusyu‟an şalāt.

Oleh karena itu, maka seharusnya untuk membentuk kedisiplinan beribadah şalāt siswa perlu didukung oleh seorang tenaga pendidik di sekolah dan juga peran orang tuanya di rumah, selain kesadaran pribadi siswanya sendiri dalam disiplin şalāt. Guru merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam mendidik kedisiplinan beribadah siswa, karena guru adalah orang yang dekat dengan siswa selain orang tuanya di rumah. Salah satu guru di sekolah yang sangat berperan penting dalam menanamkan kedisiplinan beribadah siswa adalah

guru pendidikan agama Islām atau guru PAI. Guru pendidikan agama Islām di

sekolah merupakan guru yang sangat diharapkan banyak dalam mendidik kedisiplinan beribadah siswa selain dengan bantuan dari guru-guru mata pelajaran

(17)

dan juga memiliki spesialisasi khusus dalam mendidik siswa terutama dalam mata pelajaran pendidikan agama Islām (PAI) di sekolah.

Guru pendidikan agama Islām juga perlu memiliki cara atau strategi

tersendiri tentang bagaimana mendidik kedisiplinan beribadah dalam şalāt siswa dengan tantangan yang begitu berat karena guru pendidikan agama Islām dihadapkan pada beberapa siswa yang memiliki karakterisasi yang berbeda-beda.

Guru pendidikan agama Islām perlu menata beberapa aspek seperti penataan

lingkungan fisik, lingkungan sosial dan juga lingkungan pendidikannya supaya apa yang diinginkan oleh guru pendidikan agama Islām dalam mendisiplikan beribadah şalāt siswa dapat tercapai.

Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan untuk administrasi. Tugas paedagogis adalah tugas membantu, membimbing, dan memimpin. Menurut Rifai dalam Suryosubroto (2009, hlm. 3) mengatakan bahwa:

Dalam situasi pengajaran, gurulah yang memimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinan yang dilakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan tidak berdiri di bawah instruksi-instruksi manusia lain kecualidirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.

Peran vital guru ini sulit digantikan. Karena itulah guru mempunyai tugas dan tanggung jawab besar untuk mendidik anak didik secara objektif, konsisten, dan dinamis. Guru yang ideal tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan semata (transfer of knowledge), tapi juga mengubah nilai, perilaku, dan moral (transfer of value) anak didik sesuai ajaran agama dan budaya luhur bangsa (Asmani, 2012, hlm. 143).

(18)

diterima oleh anak-anak, sehingga makin tinggi pula derajat masyarakat. (Syatra, 2013, hlm. 71).

Di sinilah pentingnya kepribadian guru sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia, sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam

Asmani (2012, hlm. 144), “kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia

menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang

mengalami keguncangan jiwa (tingkat menengah)”.

Sehubungan dengan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka SMP Negeri 43 Bandung mengadakan program-program keagamaan seperti program Budaya Cinta BTQ yang di dalamnya dilakukan kegiatan şalāt uhā

bersama, membaca al-Qur`ān serta pemberian materi keagamaan untuk pembekalan siswa memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-harinya. Selain itu juga di SMP Negeri 43 Bandung mengadakan program khusus untuk siswi perempuan yaitu keputrian. Prorgam Keputrian ini juga bertujuan untuk menjawab persoalan yang dialami oleh siswi dalam kehidupannya sehari-hari dan terkadang di dalamnya diselingi dengan kegiatan yang bernilai seni kreatifitas yang berguna bagi mereka. program keagamaan lainnya di sekolah tersebut adalah program Remaja Masjid serta program BTQ khusus untuk siswa yang ingin belajar membaca al-Qur`ān ataupun bagi siswa yang ingin mendalami ilmu mengenai al-Qur`ān.

Ketika mengadakan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, peneliti melihat adanya kesadaran dari para siswa seperti contohnya ketika istirahat kedua yaitu pada siang hari, peneliti melihat banyak diantara mereka baik itu siswa laki-laki maupun perempuan menuju masjid untuk melaksanakan şalāt

ẓuhur berjamaah dan terbagi ke dalam beberapa kelompok walaupun memang tidak semua siswa melakukan şalāt ẓuhur ketika itu. Selain itu juga ketika hari

(19)

di teras masjid untuk bersiap-siap melaksanakan şalāt Jum‟āt walau pun ketika itu peneliti melihat waktu untuk melaksanakan şalātJum‟āt masih cukup lama.

Mereka semua siswa dan siswi SMP Negeri 43 Bandung melaksanakan kewajibannya yaitu ibadah alāt dengan penuh kesungguhan dan tanpa

keterpaksaan, mereka menjalankan şalāt karena kesadaran diri mereka akan kewajiban şalāt serta pentingnya ibadah şalāt bagi kehidupan mereka.

Sehubungan dengan hal yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti mengambil judul penelitian : Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama

Islām Sebagai Upaya Mendidik Kedisiplinan Beribadah Şalāt Siswa Di SMP Negeri 43 Bandung Tahun 2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran remaja berdisiplin dalam ibadah şalāt.

2. Orang tua kurang tanggap atau kurang siap akan kemajuan zaman yang semakin maju.

3. Teknologi yang semakin canggih membuat remaja lupa akan waktu serta kewajibannya kepada Tuhan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islām Sebagai Upaya Mendidik Kedisiplinan

Beribadah ŞalātSiswa di SMPN 43 Bandung tahun 2014”

Dari rumusan masalah di atas dapat dijabarkan kepada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pembelajaran PAI di SMP Negeri 43 Bandung?

(20)

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung?

4. Apa hasil yang diperoleh dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai upaya guru pendidikan agama

Islām dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung

Adapun tujuan khusus dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran PAI di SMP Negeri 43 Bandung. 2. Untuk mengetahui upaya-upaya guru PAI dalam mendidik kedisiplinan

beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung.

4. Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat berupa manfaat yang bersifat teoretis maupun manfaat yang bersifat praktis.

a. Manfaat Teoretis

Adapun manfaat yang bersifat teoretis adalah peneliti mampu menunjukkan upaya guru PAI dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran baik itu bagi guru pendidikan agama Islām maupun bagi calon guru pendidikan agama

Islām dalam mendidik bagaimana supaya siswa dapat menerapkan disiplin dalam

(21)

b. Manfaat Praktis

a. peneliti mampu menemukan teori untuk mendidik kedisiplinan beribadah

şalāt siswa.

b. Bagi para guru pendidikan agama Islām, ini merupakan suatu gambaran untuk bisa menerapkan cara yang efektif tentang bagaimana cara

mendidik kedisiplinan beribadah şalāt yang harus dilakukan oleh guru pendidikan agama Islām atau guru-guru mata pelajaran lain.

c. Bagi para calon guru pendidikan agama Islām, penelitian ini diharapkan dapat membantu calon guru PAI dalam menerapkan atau bahkan mengembangkan teori yang telah didapatkan oleh peneliti untuk bisa mendapatkan teori-teori lain yang lebih baik.

d. Bagi para pembaca, penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa.

F. Struktur Organisasi

Dalam penyususnan karya ilmiah ini, maka penyusunan struktur organanisasinya adalah sebagai berikut:

BAB I :Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

BAB II : Kajian pustaka, yang meliputi pembelajaran pendidikan agama

Islām, kedisiplinan beribadah siswa, serta ibadah şalāt.

BAB III : Lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, tahap-tahap penelitian, dan teknik analisis data.

(22)
(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berlokasi Di SMP Negeri 43 Bandung yang bertempat di jalan Kautamaan Isteri no.31 Bandung. Sekolah tersebut berada ditengah pusat kota Bandung dan memiliki letak yang sangat strategis karena banyak dilalui juga oleh kendaraan angkutan umum. Oleh karena letaknya yang straegis itu, SMP Negeri 43 Bandung merupakan salah satu dari sekolah yang difavoritkan oleh banyak siswa di Bandung. Maka dari itu, setiap tahun jumlah siswa yang ingin masuk ke SMP Negeri tersebut terus meningkat.

Adapun sampel atau sumber data yang akan dijadikan penelitian oleh peneliti sebagai sumber informan adalah guru pendidikan agama Islām SMP Negeri 43 Bandung serta siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung.

Adapun yang menjadikan dasar mengapa peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri tersebut karena peneliti merasa tertarik dengan kegiatan yang dilaksanakan di SMP Negeri 43 Bandung yaitu kegiatan Budaya Cinta yang dilakukan setiap pagi sebelum siswa masuk kelas, selain itu juga peneliti tertarik karena ketika jam istirahat berbunyi banyak siswa yang berbondong-bondong pergi ke masjid untuk melakukan şalāt ẓuhur bersama yang jarang peneliti lihat di sekolah-sekolah lain.

B. Desain/Rancangan Penelitian

(24)

berkaitan dengan bagaimana desain penelitian yang akan disusun (Suharsaputra, 2012, hlm. 193).

Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif Guba (1984) mengemukakan bahwa desain penelitian adalah perencanaan, penyusunan, dan strategi investigasi sebagai tuntunan atau arahan terhadap jawaban pertanyaan penelitian yang telah dibuat. Dengan demikian desain penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif pada dasarnya merupakan pengarah mengenai apa dan bagaimana penelitian dilakukan untuk dapat mengungkapkan berbagai temuan guna menjawab pertanyaan penelitian (Suharsaputra, 2012, hlm. 194).

Menurut Lincoln dan Guba (1985) terdapat sepuluh unsur dalam penentuan desain penelitian kualitatif, yaitu (Suharsaputra, 2012, hlm. 195-196): 1. Determining a focus for the study (menentukan fokus penelitian)

2. Determining fit of paradigm to focus (menentukan paradigma yang tepat sebagai fokus penelitian).

3. Determining fit of the inquiry paradigm to the substantive theory selected to guide the inquiry (menentukan paradigma inkuiri untuk teori substantif guna membimbing penelitian).

4. Determining where and from whom data will be collected (menentukan tempat di mana data akan dikumpulkan)

5. Determining successive phase of the inquiry (menentukan urutan fase penelitian/inkuiri).

6. Determining instrumentation (menentukan instrumentasi).

7. Planning data collection and recording modes (merencanakan pengumpulan data dan cara pencatatannya).

8. Planning data analysis procedures (merencanakan prosedur analisis data) 9. Planning the logistics (merencanakan logistik).

10. Planning for trustworthiness (merencanakan cara melakukan keterpercayaan penelitian).

(25)

1. Desain tidak terinci, fleksibel, emergent, serta berkembang sambil jalan antara lain mengenai tujuan, subjek, sampel, sumber data.

2. Desain sebenarnya baru diketahui dengan jelas setelah penelitian selesai (retrospektif).

3. Tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya; hipotesis lahir sewaktu penelitian dilakukan; hipotesis bersifat sementara dan dapat berubah; hipotesis berupa pertanyaan yang mengarahkan pengumpulan data.

4. Hasil penelitian terbuka, tidak diketahui sebelumnya, karena jumlah variabel yang tak terbatas.

5. Desain fleksibel, langkah-langkah tidak dapat dipastikan sebelumnya dan hasil penelitian tidak dapat diketahui atau diramalkan sebelumnya.

6. Analisis data dilakukan sejak mula, bersama dengan pengumpulan data, walaupun analisis akan lebih banyak pada tahap-tahap kemudian.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Santoso (2005, hlm. 8) adalah penelitian dimulai tanpa atau belum adanya problematik tertentu oleh peneliti. Penelitian justru dimulai dari pengumpulan data empiris atau berangkat dari data empiris yang telah ada. Berdasar data empiris tersebut, dilakukan rasionalisasi atau teoritisasi untuk menafsirkan data empiris tersebut. Kesimpulan akhir adalah berupa generalisasi empiris, konsep atau suatu teori. Apabila proposisi atau teori diuji lagi secara empiris maka akan menjadi hipotesis.

(26)

dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial.

Adapun langkah-langkah pokok dalam menggunakan metode deskriptif adalah sebagai berikut (Suryabrata, 2012, hlm. 77):

a. Definisikan dengan jelas dan spesifik tujuan yang akan dicapai. Fakta-fakta dan sifat-sifat apa yang perlu diketemukan.

b. Rancangkan cara pendekatannya. Bagaimana kiranya data akan dikumpulkan? Bagaimana caranya menentukan sampelnya untuk menjamin supaya sampel representatif bagi populasinya? Alat atau teknik observasi apa yang tersedia atau perlu dibuat? Apakah metode pengumpulan data itu perlu di-try-out-kan? Apakah para pengumpul data perlu dilatih terlebih dahulu.

c. Kumpulkan data. d. Susun laporan.

D. Definisi Operasional

1. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 529) implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Dalam penelitian ini penerapan atau pelaksanaan ini, yaitu terkait penerapan serta pelaksanaan Pembelajaran pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Kota Bandung.

2. Pendidikan Agama Islām

Pendidikan agama Islām dapat dipahami sebagai suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islāmi melalui proses pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran (Syahidin, 2009, hlm. 1).

3. Disiplin

(27)

Sedangkan menurut Shochib (2010, hlm. 12) yang dimaksud dengan disiplin merupakan substansi esensial di era global untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak karena dengannya ia akan memiliki kontrol internal untuk berperilaku yang senantiasa taat moral. Dengan demikian anak tidak hanyut oleh arus globalisasi, tetapi sebaliknya ia mampu mewarnai dan mengakomodasi.

4. Ibadah

Ibadah adalah melakukan segala kewajiban yang diperintahkan oleh agama, berbakti kepada Tuhan. Ibadah yang dimaksud diatas adalah pengabdian penuh yang dilakukan oleh hamba kepada Tuhan nya dalam melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Marhijanto, 1999, hlm. 153).

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang ditelti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2008, hlm. 222).

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008, hlm. 222).

(28)

alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Namun, instrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kuantitatif.

Menurut Sugiyono (2008, hlm. 223) dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian.

Selanjutnya menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2008, hlm. 223) menyatakan bahwa:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.”

F. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian kualitatif menurut Bogdan (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 84) menyajikan tiga tahapan yaitu tahapan pralapangan, tahap kegiatan lapangan, dan tahap analisis intensif.

1. Tahap Pralapangan

Ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini.

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian tersebut paling tidak berisi:

(29)

2) Kajian kepustakaan yang menghasilkan kesesuaian paradigma dengan fokus, rumusan masalah, hipotesis kerja, kesesuaian paradigma dengan teori substansi yang mengarahkan inkuiri.

3) Pemilihan lapangan atau setting penelitian. 4) Penentuan jadwal penelitian.

5) Pemilihan alat penelitian. 6) Rancangan pengumpulan data. 7) Rancangan analisis data.

8) Rancangan perlengkapan (yang diperlukan dalam penelitian). 9) Rancangan pengecekan kebenaran data.

b. Memilih lapangan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melihat terlebih dahulu lokasi atau tempat yang akan dijadikan tempat peneliti mengumpulkan data. Ini dilakukan bertujuan untuk melihat kondisi lapangan serta untuk untuk memudahkan kita dalam menetapkan fokus penelitian. Lokasi yang dipilih adalah SMP Negeri 43 Bandung.

c. Mengurus Perizinan

Setelah memilih lapangan penelitian, maka peneliti melanjutkan dengan membuat surat perizinan. Salah satu manfaat dari surat perizinan adalah untuk memudahkan peneliti ketika memasuki lapangan karena dengan surat perizinan maka kita bisa lebih bebas untuk melakukan penelitian di lapangan. Surat perizinan ini peneliti dapatkan dengan cara membuat surat perizinan kepada Prodi, setelah itu dilanjutkan dengan memberikan surat penelitian tersebut untuk disetujui oleh Dekan FPIPS UPI, selanjutnya surat tersebut diberikan ke BAAK untuk disetujui oleh Rektor UPI untuk diserahkan kepada sekolah yang dijadikan peneliti untuk peneltian.

d. Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan

(30)

umum tentang keadaan geografi, demografi, sejarah, tokoh-tokoh, adat-istiadat, konteks kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan, agama, pendidikan, mata pencaharian, dan sebagainya (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 85).

e. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang dalam pada latar penelitian. Fungsinya sebagai orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Pemanfaatan informan bagi penelitian ialah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau. Agar peneliti dapat memperoleh informan yang benar-benar memenuhi persyaratan, seyogianya ia menyelidiki motivasinya, dan bila perlu menguji informasi yang diberikannya, apakah benar atau tidak (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 86).

f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Ketika peneliti akan mengadakan penelitian ke lapangan, maka harus dipersiapkan terlebih dahulu apa saja perlengkapan yang sekiranya diperlukan dalam penelitian. Hal ini sangat perlu diperhatikan oleh peneliti itu sendiri, sehingga dengan persiapan perlengkapan penelitian, peneliti dapat mendapatkan data secara lengkap dan akurat.

g. Persoalan Etika Penelitian

Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah orang sebagai alat yang mengumpulkan data (human instrument). Peneliti akan berhubungan dengan orang-orang, baik secara perseorangan maupun secara kelompok atau masyarakat, akan bergaul, hidup, dan merasakan serta menghayati bersama tata cara hidup dalam suatu latar penelitian (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 87).

Oleh sebab itu, maka etika penelitian perlu diperhatikan oleh peneliti itu sendiri. Peneliti harus bersikap patuh serta hormat dengan peraturan yang diterapkan di tempat peneliti melakukan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

(31)

bahwa peneliti adalah key instrument atau kunci instrumen dari keberhasilan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

3. Tahap Analisis

Tahap analisis data dilakukan setelah data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara atau dokumentasi terkumpul. Peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dan mengorganisasikannya ke dalam suatu pola agar proses analisis dapat lebih mudah dilakukan oleh peneliti.

Peneliti melakukan analisis data dari hasil observasi yang dilakukan ketika kegiatan pembelajaran budaya cinta, pembelajaran KBM di kelas, dan kegiatan pembelajaran Remaja Masjid. Selain hasil observasi, peneliti juga menganalisis data dari hasil data yang sudah terkumpul dengan teknik wawancara yaitu wawancara dengan guru PAI serta wawancara dengan sebagian siswa di SMP Negeri 43 Bandung.

Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data, maka peneliti membuat koding dalam menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil observasi dan wawancara, yaitu:

a) SMP Negeri 43 Bandung (I) b) Wawancara (W)

c) Observasi (O)

d) Studi Dokumentasi (SDT)

e) Guru pendidikan agama Islām, Cucu Mariah, S.Pd.I (GA1) f) Guru pendidikan agama Islām, Entang Hidayat, S.Ag (GA2) g) Guru program budaya cinta, Bpk. Daud (GA3)

h) Siswa/siswi (SI)

i) Pembelajaran budaya cinta (PBC) j) Pembelajaran remaja masjid (PRM) k) Pembelajaran KBM di kelas (PKBM) l) Lingkungan sekolah (LS)

(32)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti untuk penelitian adalah dengan teknik Observasi, Wawancara, dan teknik Dokumentasi dan gabungan dari ketiganya yaitu triangulasi.

1. Observasi

Adapun yang dimaksud dengan observasi menurut Arifin (2012, hlm. 153);

Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Observasi sebagai teknik pengembilan data mempunyai spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan angket. Kalau wawancara dan angket selalau berkomunikasi dengan orang maka observasi tidak terbatas pada orang tetapi juga objek-objek alam yang lain (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 94).

Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta dan yang tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Pengamat berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya (Moleong, 2012, hlm. 176).

(33)

pada tempat-tempat umum seperti bioskop, taman, lapangan olah-raga, tempat rapat umum, atau tempat-tempat hiburan lainnya (Moleong, 2012, hlm. 176).

Bufort Junker (dalam Patton, 1980: 131-132) dengan tepat memberikan gambaran tentang peranan peneliti sebagai pengamat seperti berikut (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 105):

a. Berperanserta Secara lengkap

Pengamat dalam hal ini menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya. Dengan demikian, ia dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang dirahasiakan sekalipun.

b. Pemeranserta Sebagai Pengamat

Peranan peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Ia menjadi anggota pura-pura jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subjek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia.

c. Pengamat Sebagai Pemeranserta

Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum bahkan mungkin ia atau mereka disponsori oleh para subjek. Karena itu, bermacam informasi termasuk yang rahasia sekalipun dapat dengan mudah diperolehnya.

d. Pengamat Penuh

Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan sesuatu eksperimen laboratorium yang menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca sedang para subjeknya sama sekali tidak mengetahui mereka sedang diamati atau tidak.

Dalam penelitian ini, peneliti malakukan observasi partisipatif. Dimana peneliti berperan serta dalam kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh orang yang sedang diamati, dengan pengamatan seperti ini maka peneliti diharapkan mendapatkan data yang lebih lengkap dan jelas.

(34)

pengamatan apa yang dilakukan siswa kelas VIII ketika istirahat kedua berlangsung.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses pengumpulan data dengan cara bertanya kepada responden yang bertujuan untuk memperoleh data yang kita inginkan dengan mencatat atau merekam jawaban dari responden.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012, hlm. 186).

Maksud diadakannya wawancara seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985, hlm. 266) antara lain: mengkonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan mendatang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 127).

Adapun klasifikasi wawancara berdasarkan cara menjawab responden adalah sebagai berikut (Santoso, 2005, hlm. 74):

a. Wawancara bebas

Wawancara bebas merupakan tanya jawab yang tidak diarahkan oleh penanya (free talk). Isi dari tanya jawab tergantung “mood” (suasana hati), keinginan, dan perhatian responden.

b. Wawancara terpimpin

Wawancara terpimpin merupakan tanya jawab menggunakan kerangka pertanyaan sebagai pedoman umum jalannya tanya jawab. Kedua belah pihak mempunyai peranan yang berbeda.

(35)

responden atau dengan tatap muka secara langsung. Dengan cara ini diharapkan peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan apa yang dicari oleh peneliti.

Wawancara ini digunakan peneliti untuk menemukan data mengenai implementasi pembelajaran pendidikan agama Islām, upaya guru PAI dalam mendidik disiplin ibadah şalāt siswa, faktor pendukung serta penghambat, dan hasil yang diperoleh dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung. Adapaun yang menjadi sumber data dalam wawancara ini adalah guru pendidikan agama Islām, guru budaya program budaya cinta, serta siswa-siswi kelas VIII.

3. Dokumentasi

Menurut Basrowi dan Suwandi (2008, hlm. 158) dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil data yang sudah ada seperti indeks prestasi, jumlah anak, pendapatan, luas tanah, jumlah penduduk, dan sebagainya.

Menurut Satari dan Komariah (2010, hlm. 149) studi dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.

Adapun kebaikan menggunakan metode dokumentasi sebagai alat pengumpul data, sebagai berikut (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 160).

a. Lebih hemat tenaga, waktu dan biaya, karena biasanya sedah tersusun dengan baik.

b. Peneliti mengambil data dari peristiwa yang lalu.

c. Tidak ada kesangsian masalah lupa (kecuali dokumen hilang). d. Lebih mudah mengadakan pengecekan.

(36)

sekolah, serta foto-foto dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Bandung.

4. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2009, hlm. 83).

Jadi yang dimaksud triangulasi adalah gabungan dari teknik pengumpulan data yang telah disebutkan diatas. Jadi teknik pengumpulan data dengan teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi digabungkan untuk melihat hasil dari kesesuaian ketiga teknik tersebut.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (1980, hlm. 268) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor (1975, hlm. 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 91).

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) mecakup tiga kegiatan yang bersamaan: (1) reduksi data (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan (verifikasi) (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 209-210). 1. Reduksi Data

(37)

berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir penelitian. Pada awal, misalnya; melalui kerangka konseptual, permasalahan, pendekatan pengumpulan data yang diperoleh. Selama pengumpulan data, misalnya membuat ringkasan, kode, mencari tema-tema, menulis memo, dan lain-lain. Reduksi merupakan bagian dari analisis, bukan terpisah. Fungsinya untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik. Dalam proses reduksi ini peneliti benar-benar mencari data yang benar-benar valid. Ketika peneliti menyaksikan kebenaran data yang diperoleh akan dicek ulang dengan informan lain yang dirasa peneliti lebih mengetahui.

2. Penyajian Data

Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemngkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Tujuannya adalah untuk memudahlan membaca dan menarik kesimpulan. Oleh karena itu, sajiannya harus tertata secara apik. Penyajian data juga merupakan bagian dari analisis, bahkan mencakup pula reduksi data. Dalam proses ini peneliti mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadi kategori atau kelompok satu, kelompok dua, kelompok tiga, dan seterusnya. Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan tipologi yang ada sesuai dengan rumusan masalahnya. Masing-masing tipologi terdiri atas sub-sub tipologi yang bisa jadi merupakan urut-urutan, atau prioritas kejadian. Dalam tahap ini peneliti juga melakukan display (penyajian) data secara sistematik, agar lebih mudah untuk dipahami interaksi antar bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh bukan segmental atau fragmental terlepas satu dengan lainnya. Dalam proses ini, data diklasifikasikan berdasarkan tema-tema inti.

3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi

(38)
(39)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan terhadap implementasi pembelajaran

pendidikan agama Islām dalam mendidik disiplin ibadah şalāt siswa di SMP Negeri 43 Bandung belum tercapai dengan baik. Hal itu ditandai dengan masih banyaknya siswa yang lebih memilih ke kantin untuk menghabiskan uang mereka

dibandingkan dengan melaksanakan şalāt ẓuhur berjamaah.

Adapun mengenai tujuan pembelajaran pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Bandung hampir sesuai dengan Pusat Kurikulum Depdiknas yaitu

pembelajaran pendidikan agama Islām di sekolah bertujuan untuk membentuk pribadi yang berakhlāq mulia, bertakwa, mencerdaskan bangsa, serta memberikan

pengetahuan dan pengalaman kepada siswa.

Dalam segi perencanaan pembelajaran, SMP Negeri 43 Bandung sudah cukup baik dengan terdapatnya program tahunan, program semester, silabus, RPP, dan lainnya yang cukup jelas untuk melaksanakan program pembelajaran pendidikan agama Islām di sekolah. Serta pengembangan materi dalam SK-KD

terutama tentang şalat yang dilakukan dapat membantu siswa lebih mengenal dan melaksanakan kewajibannya untuk şalat.

Untuk pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islām di sekolah pun

sudah terlaksana dengan baik meskipun masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Pembelajaran PAI di sekolah ternyata lebih menekankan pada aspek Șalat serta akhlāq, terlihat dari guru yang menyelipkan materi mengenai

Șalat pada materi yang lain, serta penanaman rasa hormat kepada orang yang lebih

tua. Metode dan media yang digunakan pun cukup membantu mempermudah siswa dalam pembelajaran yang dilakukan.

Adapun dalam segi evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islām sudah

(40)

pendidikan agama Islām yang lebih ditekankan adalah pada aspek afektif dan

psikomotor yang ditunjang dengan aspek kognitif.

Berdasarkan kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islām yang terdapat di sekolah tersebut, ada beberapa program atau kegiatan keagamaan yang cukup

mempengaruhi siswa dalam disiplin şalat. Kegiatan atau program keagamaan itu

antara lain:

1. Program Budaya Cinta

Program budaya cinta yang dilaksanakan oleh sekolah sangat membantu

siswa dalam mendisiplinkan ibadah şalat. Selain itu, program budaya cinta

memberikan pengalaman dan pengetahuan lebih bagi siswa dalam hal pembiasaan yang dilakukan. Hal itu terbukti dengan program keagamaan tersebut banyak

siswa yang menjalankan ibadah şalat ẓuhur berjama’ah serta terkadang mereka

melaksanakan şalat uḥā di rumah yang dimana sebelumnya mereka tidak pernah melakukannya. Hanya saja dalam pemberian materi yang dilakukan oleh pendidik, materi yang diberikan tidak terjadwal dengan baik sehingga materi yang diberikan disesuaikan dengan keadaan siswa pada saat itu. Materi yang biasa

diberikan oleh pendidik antara lain materi tentang bahasa Arab, sejarah Nabī, materi şalat dan lain sebagainya.

Program keagamaan di SMP Negeri 43 Bandung yaitu program BTQ yang digantikan dengan program budaya cinta ternyata cukup berhasil mendidik siswa/siswi di sekolah tersebut untuk lebih meningkatkan pengamalan dalam

ibadah şalat mereka. Karena kegiatan yang rutin sering dilakukan dalam program budaya cinta tersebut antara lain pembacaan ayat suci al-Qur`ān (Yāsin), şalat

uḥā bersama, serta pemberian materi. 2. Kegiatan Keagamaan Remaja Masjid

Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yaitu remaja masjid sangat membantu siswa yang masuk ke dalam ekstrakurikuler tersebut untuk mendisiplinkan diri

dalam ibadah şalat. Dengan kegiatan serta materi yang mendukung seperti materi tentang segala macam ibadah, akhlāq , sejarah Nabī serta organisasi di samping

program yang berakhir pada waktu şalat ‘Aşar, membuat siswa malakukan şalat

(41)

Selain itu, pemberian materi yang terkadang diberikan oleh siswa kelas VIII atau siswa kelas IX kepada siswa kelas VII dapat membantu siswa dalam hal berbicara terutama dalam membiasakan berbicara di depan orang banyak. Hanya saja terkadang materi yang diberikan oleh siswa kelas VIII atau siswa kelas IX tidak diawasi oleh pembina program ekstrakurikuler remaja masjid yaitu bapak Entang Hidayat, sehingga dikhawatirkan akan ada sedikit kesalahan dalam penyampaian materi tersebut.

3. Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas

Kegiatan belajar mengajar di kelas di SMP Negeri 43 Bandung sesuai dengan kurikulum yang sudah direncanakan sebelumnya yaitu dua jam pelajaran dalam seminggu, hanya saja pembelajaran pendidikan agama Islām di sekolah ditambah dengan program keagamaan lain seperti program budaya cinta yang wajib diikuti oleh seluruh siswa/siswi di sekolah tersebut dengan jadwalnya masing-masing.

Pembelajaran yang dilakukan di kelas contohnya pada kelas VIII, terlihat antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran yang diberikan dengan metode yang disukai siswa yaitu dengan presentasi. Sehingga dengan pembelajaran seperti itu, siswa ikut berperan aktif baik ketika bertanya maupun ketika berpendapat sampai pembelajaran itu berakhir. Terkadang guru di SMP Negeri 43 Bandung

menambahkan materi mengenai şalat ketika pembelajaran masih tersisa dan

materi yang diajarkan pada waktu itu telah selesai, sehingga membuat siswa lebih

mengenal dan lebih paham tentang şalat.

Upaya-upaya guru pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Bandung

dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalat siswa dilakukan dengan berbagai

macam cara, cara-cara yang dilakukan seperti contoh dalam hal materi, guru

pendidikan agama Islām di sekolah tersebut terkadang memberikan materi mengenai şalat ketika jam pembelajaran masih tersisa walau pun materi yang

diberikan pada saat itu tidak berkenaan dengan şalat. Selain itu, alat atau media

yang diberikan ketika materi yang dibahas mengenai şalat, guru menggunakan

(42)

bacaan şalat dan terkadang gurunya sendiri yang menjadi peraga dalam praktek

şalat tersebut. Media seperti ICT pun tidak luput digunakan oleh guru sebagai cara agar siswa lebih paham ketika melihat bagaimana şalat lewat tontonan yang

diberikan oleh guru.

Program keagamaan pun menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam

mendidik disiplin şalat siswa. Program-program keagamaan itu antara lain budaya cinta yang wajib diikuti oleh seluruh siswa/siswi dengan jadwal yang sudah ditentukan masing-masing, ekstrakurikuler remaja masjid sebagai ekstrakurikuler yang dapat dipilih siswa, program BTQ pada hari Sabtu dan Minggu di luar jam pembalajaran, serta program keputrian yang wajib diikuti oleh seluruh siswi di sekolah tersebut.

Selain itu, penerapan sanksi yang diberikan turut memberikan andil yang cukup baik bagi siswa. Sanksi yang diberikan oleh guru pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Bandung merupakan sanksi yang bersifat spontan, karena sanksi yang diberikan kepada siswa bukan merupakan sanksi yang sudah tertulis sebelumnya. Sehingga pemberian sanksi pada siswa disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Penanaman nilai-nilai agama pun

menjadi prioritas utama yang diberikan guru pendidikan agama Islām dalam mendidik disiplin ibadah şalat siswa. Penanaman nilai-nilai agama itu dilakukan dengan cara pembiasaan yang diberikan pada saat program budaya cinta, sehingga dengan pembiasaan diharapkan siswa menjadi terbiasa untuk melakukan apa yang biasa dilakukan pada program tersebut. Selain itu, penanaman nilai-nilai agama diberikan dengan cara memberikan keteladanan oleh guru pendidikan agama

Islām bagi siswa. Dengan keteladanan yang diberikan oleh guru, sangat besar

pengaruhnya bagi siswa itu sendiri, karena mereka melihat seseorang yang mereka hormati melakukan suatu hal yang baik yang patut mereka contoh.

Mengenai faktor pendukung yang ada di SMP Negeri 43 Bandung sangat

membantu guru pendidikan agama Islām dalam mendukung tercapainya disiplin ibadah şalat siswa. Faktor pendukung yang mendidik siswa dalam şalat adalah

(43)

selesai. Selain itu, tersedia tempat praktek şalat untuk menunjang siswa dalam melakukan kegiatan praktek şalat. Adapun faktor pendukung lainnya adalah SMP Negeri 43 Bandung bekerja sama dengan Departemen Agama pada bagian penyuluh pembinaan keagamaan, serta dengan lingkungan sekolah atau kelas yang dimana terdapat bacaan-bacaan seperti potongan ayat-ayat al-Qur`ān,

Asmāul Husna, dan lain sebagainya.

Adapun mengenai faktor penghambat dalam mendidik disiplin beribadah

şalat siswa antara lain dalam pelaksanaan budaya cinta, masih banyaknya siswa

yang terlambat hadir dalam kegiatan program budaya cinta sehingga membuat program tersebut sedikit terganggu, selain itu juga sulitnya program keagamaan lainnya untuk dikembangkan sehingga dikhawatirkan siswa menjadi bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi faktor

penghambat yang dialami oleh guru pendidikan agam Islām, guru hanya memberikan teguran-teguran atau sanksi yang sifatnya mendidik bagi siswa, serta selalu memberikan motivasi bagi siswa.

Hasil yang diperoleh dalam mendidik kedisiplinan beribadah şalat siswa

menunjukkan hasil yang cukup baik, walau pun masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajarannya. Hasil yang diperoleh oleh

peneliti menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang dalam hal şalat tidak lagi

tertinggal, maksudnya adalah mereka melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu dengan şalat lima kali dalam sehari semalam. Selain itu,

mereka terkadang mengerjakan şalat uḥā tidak hanya ketika di sekolah saja, tetapi ketika mereka sedang berada di rumah. Dalam hal membaca al-Qur`ān pun mereka menjadi lebih sering dan teratur dalam sehari-harinya, dan diantara mereka juga menyebutkan bahwa kegiatan atau program keagamaan di SMP Negeri 43 Bandung membuatnya menjadi sering mengerjakan puasa Senin-Kamis.

(44)

lebih termotivasi dan bersemangat dalam mengerjakan hal-hal yang dicontohkan oleh guru mereka khususnya dalam ibadah şalat.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis memberikan saran yang ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam penelitian yang dilakukan, serta saran kepada peneliti selanjutnya, yaitu:

1. Guru pendidikan agama Islām di SMP Negeri 43 Bandung hendaknya lebih

mengoptimalkan program keagamaan yang sudah ada di sekolah tersebut, sehingga program keagamaan tersebut tidak hanya sebagai pelengkap dari program keagamaan yang ada di sekolah-sekolah.

2. Guru pendidikan agama Islām hendaknya bekerja sama dengan guru mata pelajaran lain, sehingga tidak terlalu kerepotan dalam menjalankan program keagamaan yang sudah ada.

3. Guru pendidikan agama Islām hendaknya membuat daftar harian şalat siswa,

sehingga dapat terlihat lebih jelas hasil yang diperoleh oleh sekolah tentang

proses mendidik kedisiplinan beribadah şalat siswa.

4. Guru pendidikan agama Islām hendaknya lebih meningkatkan hubungan

kedekatan antara guru dengan murid, sehingga tujuan dari program-program yang diberikan dapat tercapai dengan baik.

5. Siswa hendaknya melakukan kegiatan yang ada pada program keagamaan tidak hanya di sekolah saja, tapi dapat diterapkan pada kehidupan sehari-harinya.

6. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mendeskripsikan mengenai pelaksanaan

pembelajaran pendidikan agama Islām dalam mendidik kedisiplinan

(45)

Daftar Pustaka

_____________. (2004). Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Tim Penerjemah Al-Hikmah Departemen Agama RI. Bandung: CV Diponegoro

Ali, Z. (2010). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Amiruddin, A. (2011). Melangkah ke Surga dengan Şalāt Sunat Sesuai dengan

Contoh Rasūlullah Saw.Bandung: KhaŻānah Intelektual.

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ar-Raisy, S. (2008). Success With Şalāt. Yogyakarta: Pro-You.

Asmani, J. M. (2012). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Jogjakarta: Buku Biru.

Ayyas, M. A. (2008). Keajaiban Şalāt Dhuha. Jakarta: Qultum Media.

Ayyub, S. H. (2008). Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Azzam, A. A., & Hawwas, A. W. (2009). Fiqh Ibadah Thaharah, Şalāt, Zakāt, Puasa, dan Haji. Jakarta: AMZAH.

Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Daradjat, Z., & dkk. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Daradjat, Z., & dkk. (2008). Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

El-Ma'rufie, S. (2009). Dahsyatnya Şalāt Dhuha. Bandung: Mizan.

Faizi, M. (2012). Tiru Cara-cara Ampuh Mendidik Anak Ala Pendidikan Orang Hebat. Jogjakarta: FlashBooks.

Referensi

Dokumen terkait

Dikutip dari laman  Kemdikbud.go.id, pada klasterisasi tahun 2020 ini indikator yang digunakan untuk menilai kinerja perguruan tinggi pada aspek input antara lain

Berdasarkan hal tersebut, maka metode ini merupakan salah satu metode yang bisa digunakan guru khususnya pada keterampilan membaca pemahaman, sehingga peserta didik bisa lebih

Sehingga dapat diketahui bagaimana kodisi lalu lintas (titik jenuh) ruas Jalan A. Mallombasang dan Jalan Usman Salengke apabila tidak dilakukan upaya penanganan

Bahwa dalam eksepsi ini pihak Penggugat, telah melakukan kesalahan pula terhadap Para Tergugat, yang seenaknya mempersalahkan Para Tergugat di dalam surat gugatannya, tetapi

Tingkat Mean Aspek Hasil Jadi Tas Dari diagram batang diatas dapat dijelaskan bahwa mean kerapian pada hasil jadi tas dengan jarak 1cm sebesar 3,5667 termasuk kategori terbaik

Untuk memperoleh hasil yang baik digunakan sistem kendali multivariabel robust, dengan beberapa tahap penelitian meliputi: (1) pemodelan dan analisis kestabilan, (2) rancang

masing-masing bagian merupakan salah satu usaha perusahaan dalam mengendalikan biaya, karena apabila ada biaya yang berlebihan maka kepala produksi atau kepala

berlapis karet membantu Saya menggenggam dengan erat untuk kontrol yang lebih baik saat menyikat gigi. Saya tidak takut behel