KATA PENGANTAR
Alhamdulillah peneliti ucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ANALISIS
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR”
ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Dasar Konsentrasi
Matematika SD SPs UPI Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi objektif tentang kemampuan komunikasi matematis siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis masih banyak
kekurangan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman
peneliti. Oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti
harapkan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan, peneliti berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca umumnya.
Peneliti.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti menyadari dan merasakan sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian
tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Porf. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed. selaku Pembimbing I, sekaligus
sebagai Direktur Pascasarjana UPI, yang di tengah-tengah kesibukannya telah
memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat serta selalu memberi motivasi
dengan penuh kesabaran mulai dari awal sampai akhir penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. selaku Pembimbing II yang selalu
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dan
motivasi dengan penuh perhatian dan kesabaran sampai selesai penyusunan
tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A. selaku ketua Program Studi
Pendidikan Dasar, yang telah banyak memberikan kemudahan.
4. Ibu Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd selaku Kepala Sekolah Dasar Laboratorium
UPI Kampus Cibiru yang memberi ijin dan dukungannya atas pelaksanaan
penelitian ini.
5. Ibunda tercinta Hj. Aminah, Suami, anak tercinta, kakak-kakak, dan seluruh
do’a serta dorongan dan bimbingan sejak mengikuti perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.
6. Ibu Aas Hasanah, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Keluarga Besar SDN
Jelegong III Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung, yang telah memberi
dukungan kepada peneliti.
7. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Dasar, dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Teriring doa yang tulus, semoga segala kebaikan yang bapak/ibu, saudara
berikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amien.
Bandung, 10 Juli 2012 Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian/Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
F. Originalitas Penelitian ... 12
G. Definisi Istilah ... H. Sistematika Penulisan ... 15 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17
1. Pengertian ... 17
2. Aspek –aspek Komunikasi Matematika... 19
3. Indikator Komunikasi Matematis... 22
B. Pembelajaran Matematika ... C. Pentingnya Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika ... 24
26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode ... 30
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 32
C. Jenis Data Penelitian ... 33
D. Instrumen Penelitian ... 35
E. Sampel Sumber Data ... 35
F. Teknik Pengumpulan Data ... 36
G. Analisis Data ... 39
H. Pengecekan Keabsahan Temuan ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49
B. Penyajian Data ... 50
C. Temuan Penelitian ... 54
D. Pembahasan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 131
B. Rekomendasi ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 137
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Rencana Pembelajaran ... 141
B. Instrumen Penelitian ... 160
C. Data Hasil Penelitian ... 176
D. Foto Penelitian ... 229
Permohonan Ijin Penelitian ... 233
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Perbedaan dan Persamaan Beberapa Penelitian ... 14
4.1 Hubungan Pertanyaan Penelitian dan Prinsip Triangulasi ... 48
4.2 Kemunculan Indikator Kemampuan Komunikasi ... 55
4.3 Diagram Nilai Lembar Kerja Siswa ... 76
4.4 Diagram Hasil Evaluasi Siswa Pada Konsep Pengukuran Waktu .. 81
4.5 Rata-rata Nilai Siswa ... 119
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Komponen dalam Analisis Data ... 40
3.2 Triangulasi Sumber Data ... 42
3.3 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.4 Triangulasi Waktu Pengumpulan Data ... 43
4.1 Siswa Merespon Pertanyaan Guru ... 57
4.2 Kemampuan siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 59
4.3 Kemampuan siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 60
4.4 Kemampuan siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 60
4.5 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lembar Evaluasi ... 62
4.6 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lembar Kerja Siswa ... 62
4.7 Contoh Lembar Kerja Siswa ... 64
4.8 Lembar Evaluasi Siswa ... ... 65
4.9 Lembar Kerja Siswa tentang menentukan waktu awal dan akhir ... 67
4.10 Lembar Evaluasi tentang menghitung waktu awal dan akhir ... 68
4.11 Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS ... 70
4.12 Aktivitas Siswa saat mendengar penjelasan Guru ... 72
4.13 Aktivitas Siswa dalam kegiatan diskusi ... 73
4.14 Aktivitas Siswa dalam kegiatan Menulis tentang Matematika ... 74
4.15 Aktivitas Siswa saat mengajukan pertanyaan ... 77
4.16 Aktivitas Siswa dalam menjelaskan saat Presentasi ... 78
4.17 Sikap Siswa ketika menanggapi pertanyaan dari Guru ... 82
4.18 Penggunaan Media sebagai Motivasi dalam Pembelajaran ... 85
4.19 Pemberian Bintang keaktifan ... 86
4.20 Aktivitas Siswa dalam diskusi ... 87
4.21 Aktivitas Siswa pada kegiatan Presentasi ... 87
4.22 Hasil Pekerjaan Siswa ... 89
4.23 Lembar Kerja Siswa ... 101
4.24 Aktivitas Siswa saat merespon pertanyaan ... 102
4.25 Kemampuan Siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 103
4.26 Kemampuan Siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 104
4.27 Kemampuan Siswa dalam menyatakan ide secara tulisan ... 104
4.28 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lembar Evaluasi ... 106
4.29 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lembar Kerja Siswa ... 107
4.30 Contoh Lembar Kerja Siswa ... 108
4.31 Lembar Evaluasi Siswa dalam mengungkap kemampuan ... 109
4.32 Lembar Kerja Siswa tentang Perubahan Waktu ... 111
4.33 Lembar Evaluasi tentang Perubahan Waktu ... 111
4.34 Hasil Pekerjaan Siswa pada Lembar Kerja Siswa ... 112
4.36 Aktivitas Diskusi ... 115
4.37 Aktivitas menulis tentang Matematika ... 115
4.38 Aktivitas Siswa dalam menjelaskan saat Presentasi ... 117
DAFTAR LAMPIRAN Halaman A. Rencana Pembelajaran R. 1 Rencana Pembelajaran 1 ... 141
R. 2 Rencana Pembelajaran 2 ... 146
R. 3 Rencana Pembelajaran 3 ... 151
R. 4 Rencana Pembelajaran 4 ... 156
B. Instrumen Penelitian B1 LK 1 Lembar Kerja 1 ... 160
LK 2 Lembar Kerja 2 ... 162
LK 3 Lembar Kerja 3 ... 164
LK 4 Lembar Kerja 4 ... 166
B2 LE 1 Lembar Evaluasi 1 ... 167
LE 2 Lembar Evaluasi 2 ... 168
LE 3 Lembar Evaluasi 3 ... 169
LE 4 Lembar Evaluasi 4 ... 170
B3 FW 1 Format Wawancara Guru ... 171
FW 2 Format Wawancara Siswa ... 173
FOb Format Observasi ... 174
FCL Format Catatan Lapangan ... 175
C. Data Hasil Penelitian C1 D.TW 1 Transkrif Wawancara Siswa ... 176
D.TW 2 Transkrif Wawancara Guru ... 177
C2 D.Ob 1 Transkrif Observasi 1 ... 180
D.Ob 2 Transkrif Observasi 2 ... 183
D.Ob 3 Transkrif Observasi 3 ... 186
D.Ob 4 Transkrif Observasi 4 ... 189
C3 D.AV 1 Transkrif Audio Video ... 191
D.AV 2 Transkrif Audio Video ... 194
D.AV 3 Transkrif Audio Video ... 197
D.AV 4 Transkrif Audio Video ... 199
C4 DT.CL 1 Transkrif Catatan Lapangan ... 201
DT.CL 2 Transkrif Catatan Lapangan ... 204
DT.CL 3 Transkrif Catatan Lapangan ... 207
DT.CL 4 Transkrif Catatan Lapangan ... 210
C5 S.Doc 1 Rekap Nilai Evalusi Akhir ... 213
S.Doc 2 Rekap Nilai Lembar Kerja Siswa ... 214
S.Doc 3 Rekap Penguasaan Konsep Matematika ... 215
S.Doc 4 Rangkuman Hasil Jawaban Siswa pada setiap Soal Test 216 C6 Data Pekerjaan Siswa (LKS) ... 218
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam dunia pendidikan matematika merupakan salah satu mata pelajaran
di sekolah yang mendapatkan porsi perhatian terbesar baik dari kalangan
pendidik, orangtua maupun siswa. Banyak di antara orangtua yang memiliki
persepsi bahwa matematika merupakan pengetahuan terpenting yang harus
dikuasai siswa. Sayangnya, tidak semua siswa memiliki kemampuan cemerlang di
bidang matematika. Bahkan banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika
merupakan pelajaran yang sulit dan menjadi hal yang paling menyeramkan.
Salah satu tujuan diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar
dan menengah, tercantum dalam permen nomor 22 tahun 2006 pada butir ke
empat yaitu “agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah”.
Kalimat tersebut bermakna bahwa komunikasi matematis merupakan salah
satu kemampuan penting yang harus dikembangkan dalam diri siswa, sejalan
dengan kalimat yang terdapat dalam NCTM (2000: 60), bahwa: “Communication
is an essential part of mathematics and mathematics education”. Ini bermakna
bahwa kemampuan komunikasi matematika menjadi hal yang fundamental yang
Lebih lanjut dalam NCTM (2000: 29) dijelaskan bahwa: “The process
standards problem solving, Reasoning and Proof, communication, connections,
and representation highlight ways of acquiring and using content knowledge”.
Maksudnya bahwa komunikasi merupakan salah satu dari lima standar
proses yang ditekankan dalam NCTM, sehingga komunikasi menjadi hal yang
sangat penting dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika, karena
melalui komunikasi inilah siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan
kepada siswa lainnya. Dengan demikian kemampuan berkomunikasi mutlak
diperlukan bagi siswa dalam setiap proses pembelajaran, karena tanpa didukung
kemampuan berkomunikasi proses pembelajaran tidak dapat berlangsung baik.
Brenner (1998: 107) mengemukakan bahwa:
Penekanan atas komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika berasal dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif di dalam suatu konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematika.
Dengan demikian jelas sekali bahwa melalui komunikasilah siswa dapat
menyampaikan ide-idenya dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul
dalam proses pembelajaran, sehingga tercipta aktivitas siswa yang menjadi tujuan
utama dalam proses pembelajaran.
Lebih lanjut Brenner (1998: 104), menyatakan bahwa: “Peningkatan
kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan matematika adalah satu dari tujuan
utama pergerakan reformasi matematika”. Menurut Hulukati (2005: 18)
“Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada
Bahkan menurut Barody yang dikemukakan oleh Hulukati, (2005: 17), ada dua
alasan mengapa kemampuan berbahasa itu sangat penting dibutuhkan dalam
berkomunikasi, yaitu:
Mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu
berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas, dan Mathematics learning as social activity, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, misalnya komunikasi antara guru dan siswa yang merupakan bagian penting untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika siswa.
Dari ketiga pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara kemampuan komunikasi matematis, bahasa dan
pemecahan masalah. Dengan demikian untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika, siswa membutuhkan kemampuan komunikasi
matematis yang ditunjang dengan pemahaman terhadap bahasa.
Oleh karena adanya hubungan antara bahasa dan matematika, maka guru
sebagai tenaga profesional di lapangan harus mampu membuat suatu hubungan
yang membantu siswa mengekspresikan masalah matematika ke dalam bahasa
simbol atau model matematika.
Karakteristik matematika yang abstrak, sarat dengan istilah dan simbol,
mengakibatkan banyak siswa yang hanya menelan mentah saja semua materi
tanpa mencoba untuk memahami informasi yang terkandung di dalamnya,
sehingga penomena yang terjadi di lapangan adalah kebanyakan siswa menerapkan
metode menghafal rumus untuk belajar matematika. Padahal esensi dari
pembelajaran matematika bukanlah untuk menghafal, melainkan lima standar
penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi dan representasi. Artinya bahwa lima
kemampuan tersebut harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis di Indonesia masih kurang baik. Survei yang dilakukakan Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa:
“Penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan
keterampilan dasar, hanya sedikit sekali penekanan penerapan matematika dalam
konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar
secara matematis” (Herman, 2006: 5).
Selanjutnya hasil penelitian Tim Pusat Pengembangan Penataran Guru
Matematika juga mengungkapkan bahwa: “Di beberapa wilayah Indonesia yang
berbeda, sebagian besar siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model
matematika” (Shadiq, 2007: 2-3). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia masih kurang baik.
Hal-hal yang mengindikasikan masih rendahnya kemampuan komunikasi
matematika siswa dalam pembelajaran adalah: Siswa kurang percaya diri dalam
mengomunikasikan gagasannya dan masih ragu-ragu dalam mengemukakan
jawabannya ketika ditanya guru; ketika ada masalah dalam bentuk soal cerita
siswa bingung bagaimana menyelesaikannya, siswa kesulitan membuat model
matematika dari soal cerita tersebut, dan belum mampu untuk mengomunikasikan
ide atau pendapatnya dengan baik, pendapat yang disampaikan oleh siswa sering
Kondisi di atas terjadi karena dalam pembelajaran matematika
konvensional siswa jarang sekali diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya.
Hal ini dikemukakan oleh Silver (Turmudi, 2008) bahwa:
Aktivitas siswa sehari-hari terdiri dari menonton gurunya menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan. Konsekuensinya kalau siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan mereka membuat kesalahan atau mengalami kesulitan dalam mencari penyelesaiannya.
Ini menunjukkan bahwa siswa hanya menghapalkan prosedur penyelesaian
sehingga kemampuan komunikasi siswa tidak akan berkembang. Pendapat ini
didukung oleh Undang (1998: 1) yang mengatakan bahwa: “Guru sebagai subjek
dan siswa sebagai objek masih tetap mendominasi dunia pendidikan”. Guru sama
sekali tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat mengungkapkan rasa
ingin tahunya, melalui pertanyaan atau pemberian tanggapan terhadap konsep
yang sedang dipelajari, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan dan
kebebasan untuk dapat berbuat, mencari tahu dan membangun pengetahuannya
sendiri. Akibatnya siswa menjadi pasif, tidak memiliki motivasi untuk belajar,
kurang bergairah, dan kurang kreatif. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan
komunikasi matematis siswa rendah, demikian pula tujuan pendidikan tidak dapat
dicapai secara optimal. Pendapat yang senada disampaikan oleh Marpaung (2000:
264) bahwa: ”Problem yang muncul pada pembelajaran konvensional adalah
apabila ditanya suatu konsep atau proses siswa tidak menjawab dengan penuh
keyakinan atau malah diam”.
Semua ini merupakan problematika yang harus segera dicari solusinya sehingga
Terdapat beberapa alasan pentingnya kemampuan komunikasi matematis
siswa dikembangkan dalam pembelajaran matematika: Pertama, kemampuan
komunikasi diperlukan untuk mempelajari bahasa dan simbol-simbol matematika
serta mengekspresikan ide-ide matematika. Selanjutnya komunikasi juga
bermanfaat untuk melatih siswa dalam mengemukakan gagasan secara jujur
berdasarkan fakta, rasional, serta meyakinkan orang lain dalam rangka
memperoleh pemahaman bersama.
Dengan demikian kondisi pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai
subjek pasif, atau objek dalam pembelajaran jelas sangat tidak menguntungkan
terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator, mediator dan
motivator dalam proses pembelajaran benar-benar dituntut harus dapat
mengakomondasi dan memfasilitasi ide siswa. Siswa harus dapat
mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan
pernyataan-pernyataan matematika serta dapat menyelesaikan masalah tersebut
menurut aturan atau kaidah matematika.
Kemampuan siswa mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai
masalah dalam bahasa dan pernyataan-pernyataan matematika, serta dapat
menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaidah matematika,
merupakan karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi
matematis. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan dalam Principles and
Standards for School Mathematics dari NCTM (Yonandi, 2010: 276) bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari beberapa indikator
Kemampuan menyatakan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, serta menggambarkan secara visual, kemampuan menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan maupun tertulis, dan kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, simbol-simbol matematika, dan struktur-strukturnya untuk memodelkan situasi atau permasalahan matematika.
Untuk mencapai indikator di atas, guru sebagai ujung tombak di lapangan
memiliki peran sentral, guru perlu menemukan cara bagaimana menyampaikan
berbagai konsep yang diajarkan agar dapat bermakna bagi siswa serta dapat dipahami
dan diingat lebih lama oleh siswa, bagaimana guru dapat berkomunikasi secara
efektif, serta bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari
siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu
mengkaitkannya dengan kehidupan nyata yang mereka lihat dan mereka alami.
Dari gambaran tersebut jelas diperlukan sistem pembelajaran di samping
mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis juga dapat melibatkan
siswa secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya, serta mampu
menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan konteks situasi
kehidupan nyata, agar pembelajaran menjadi bermakna. Hal ini sejalan dengan
pernyataan yang tercantum dalam kurikulum (Depdiknas, 2006:1), bahwa:
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
SD Laboratorium UPI yang beralamat di Desa Cibiru Wetan Kecamatan
Cilenyi Kabupaten Bandung merupakan salah satu SD yang berada di bawah
naungan UPI yang telah menerapkan berbagai model/pendekatan pembelajaran
Di antaranya adalah pembelajaran matematika realistik (PMRI) dan pelaksanaaan
model pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah Laboratorium
UPI pada tanggal 24 April 2012 diperoleh gambaran bahwa model/pendekatan
tersebut diterapkan dan dikembangkan dengan asumsi bahwa model/pendekatan
tersebut fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan dipandang tepat
dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, karena
belajar dengan model tersebut bukan hanya mendengarkan dan mencatat, tetapi
melibatkan proses pengalaman secara langsung, sehingga diharapkan siswa
berkembang secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.
Dengan demikian visi SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru dalam
menciptakan generasi yang unggul, kompetitif dan berbudaya dapat dicapai
melalui misi SD tersebut yaitu mengembangkan program pembelajaran yang
mampu membina kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional sesuai dengan
kebutuhan perkembangan individu peserta didik serta melalui penciptaan
lingkungan yang kondusif dan demokratis dalam upaya membantu perkembangan
bakat, minat, nilai dan kompetensi peserta didik secara optimal.
Tujuan lain yang diharapkan oleh SD laboratorium UPI dalam menerapkan
model pembelajaran tersebut adalah dicapainya harapan pemerintah seperti yang
tercantum dalam kurikulum (Depdiknas, 2006: 1) bahwa:
Studi ini akan mencoba menganalisis kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas IV Sekolah Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru. Analisis
kemampuan komunikasi matematis siswa ini dilakukan secara kualitatif dengan
berbagai alasan, di antaranya:
Pertama, analisis kualitatif jarang sekali dilakukan, selama ini analisis
hanya terfokus pada analisis kuantitatif, padahal pendidikan tidak hanya berkaitan
dengan persoalan angka melainkan dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang
visioner yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Asmani (2011: 151) bahwa :
Pendidikan tidak hanya berkaitan dengan persoalan angka dan statistik, tetapi juga pemikiran-pemikiran progresif yang menjadi ruh pendidikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitian kualitatif untuk membangkitkan pemikiran-pemikiran kreatif dan visioner dalam dunia pendidikan agar cepat berkembang pesat.
Kedua, pendidikan sebagai suatu sistem tidak hanya berorientasi pada
hasil melainkan juga pada proses untuk meraih hasil yang optimal. Hal ini sesuai
dengan esensi dari pendekatan kualitatif yang lebih mementingkan proses
dibanding hasil.
Ketiga, permasalahan yang ada dalam penelitian ini lebih tepat dicarikan
jawabannya dengan metode kualitatif karena dengan metode kualitatif diharapkan
data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
B. Fokus Penelitian/Batasan Masalah
Agar permasalahan di dalam penelitian ini tidak meluas, maka penelitian
1. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah analisis terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa yang belajar melalui model PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia)
2. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas IV sekolah dasar laboratorium UPI
Kampus Cibiru yang berjumlah 23 orang.
C. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang diuraikan di atas,
secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah “Bagaimana kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas IV SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru?”
Permasalahan tersebut dijabarkan lebih khusus ke dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematika siswa kelas IV SD
Laboratorium UPI selama proses pembelajaran berlangsung?
2. Masalah apa saja yang dihadapi siswa dan guru dalam mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis selama proses pembelajaran berlangsung?
3. Bagaimanakah upaya guru dalam mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas IV SD Laboratorium UPI selama proses pembelajaran
berlangsung?
D. Tujuan Penelitian.
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum
matematis siswa kelas IV sekolah dasar, secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Memperoleh gambaran kemampuan komunikasi matematika siswa kelas IV
SD Laboratorium UPI selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Memperoleh gambaran masalah yang dihadapi siswa dan guru dalam proses
pengembangan kemampuan komunikasi selama proses pembelajaran
berlangsung.
3. Memperoleh gambaran upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IV SD Laboratorium UPI
dalam proses pembelajaran?
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
mendalam dan komprehensif terhadap peneliti khususnya dan instansi-instansi
pendidikan yang sedang dan akan mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis di sekolah. Dan secara ideal, penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi beberapa aspek, di antaranya:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
terutama berkenaan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa.
b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan
2. Secara Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar, dan secara khusus diharapkan
bermanfaat bagi berbagai pihak di antaranya:
a. Bagi institusi yang diteliti, sebagai masukan yang konstruktif dalam
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
b. Menjadi bahan masukan dan sekaligus referensi bagi kepala sekolah, beserta
wakil kepala sekolah, guru, komite sekolah dan seluruh warga sekolah dalam
memahami dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
c. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis dalam setiap pembelajaran matematika.
d. Bagi para pengambil kebijakan, sebagai salah satu acuan dalam
mengambil keputusan dan kebijakan tentang pengembangan kemampuan
komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran di sekolah.
F. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan proses analisis terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa sekolah dasar (Studi Kualitatif Pada Siswa Kelas IV Sekolah
Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru). Berdasarkan hasil eksplorasi peneliti,
terdapat beberapa hasil penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian ini,
Penelitian Agustyaningrum (2010), dengan judul “Implementasi Model
Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri Sleman”.
Penelitian ini merupakan upaya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman tahun ajaran 2010-2011.
Adapun hasil temuan menunjukkan tahap-tahap pembelajaran Learning Cycle
yang meliputi tahap engagement, eksploration, explanation, elaboration dan tahap
evaluation dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX
B SMP Negeri 2 Sleman.
Penelitian lain adalah penelitian yang ditulis oleh Sofyan (2008) yang
diberi judul: “Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah
Pertama”. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah model pembelajaran yang lebih
baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Adapun hasil temuan dari penelitiannya
menyimpulkan bahwa: terdapat kaitan yang signifikan antara kemampuan
pemecahan masalah matematika dengan kemampuan komunikasi matematis pada
siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah terbuka daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran berbasis masalah terstruktur dan pembelajaran
konvensional.
Berbeda dengan dua penelitian yang telah disebutkan di atas, penelitian
yang akan peneliti laksanakan ini difokuskan pada Sekolah Dasar. Selain itu
kelas IV Sekolah Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru. Penelitian ini
bertujuan mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang meliputi:
kemampuan komunikasi matematis siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, kesulitan yang dihadapi siswa dan guru dalam mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis, dan upaya yang dilakukan guru dalam
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
Untuk memperjelas posisi penelitian ini, maka peneliti akan menjabarkan
tabel persamaan dan perbedaan dengan beberapa penelitian yang dibahas
sebelumnya. Hal ini menjadi penting agar dapat mengungkapkan celah yang
menjadi perbedaan dan persamaan dari beberapa penelitian tersebut. Secara rinci
tebel perbedaan dan persamaan penelitian dapat dilihat pada halaman berikut:
Tabel 1.1
Perbedaan dan Persamaan Beberapa Penelitian
No. Nama/Tahun dan Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian yang peneliti laksanakan 1 Nina Agustyaningrum,
S.Pd.Si Mahasiswi pada Jurusan Pendidikan Matematika, Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri Sleman”
Sama-sama mengkaji masalah kemampuan komunikasi matematis siswa Lebih menekankan pada implementasi tahapan Learning Cycle dalam meningkatkan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa Kajian difokuskan pada analisis kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IV Sekolah Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru.
Penelitian bersifat grounded theory
G. Definisi Istilah
Definisi istilah merupakan penjelasan atas konsep penelitian yang ada
dalam judul penelitian. Definisi istilah sangat berguna dalam memberikan
pemahaman dan batasan yang jelas agar penelitian ini tetap terfokus pada kajian
yang diinginkan peneliti. Adapun beberapa istilah yang perlu di definisikan antara
lain:
“Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam
bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah
dimengerti” (Yulaelawati, 2007: 72).
“Komunikasi matematis merupakan kesanggupan atau kecakapan siswa
untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan matematis secara lisan, tertulis, atau
mendemonstrasikan apa yang ada dalam persoalan matematika”. (Depdiknas,
2004: 24). Fokus dalam penelitian ini adalah pada kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam menyelesaikan suatu butir soal, sesuai dengan indikator
kemampuan komunikasi yang ingin dicapai dan akan diteliti.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis tentang “Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Dasar (Studi Kualitatif pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Laboratorium UPI Kampus Cibiru Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung),
secara keseluruhan terdiri dari lima bab, masing-masing bab disusun secara rinci
dan sistematis. Adapun sistematika penulisan dan pembahasannya diuaraikan
BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, fokus
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
originalitas penelitian, definisi istilah dan sitematika penulisan.
BAB II : Merupakan kajian teori yang berfungsi sebagai acuan teoritik dalam
melakukan penelitian ini. Pada bab ini dijelaskan tentang
pengertian komunikasi matematis, aspek-aspek komunikasi,
indikator komunikasi, pembelajaran matematika, dan pentingnya
komunikasi dalam pembelajaran matematika.
BAB III : Bab ini mengemukakan metode penelitian yang berisi tentang
metode, lokasi dan subjek penelitian, jenis data penelitian,
instrumen penelitaian, sampel sumber data, tekhnik pengumpulan
data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap
penelitiaan.
BAB IV : Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berisi
gambaran umum subjek penelitian, penyajian data, temuan
penelitian, dan pembahasan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode
Untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah
dasar dengan indikator komunikasi sesuai dengan butir rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif.
Metode ini digunakan karena masalah yang diteliti sangat kompleks
danspeneliti bermaksud memahami situasi sosial lebih mendalam dan terarah
yaitu ingin menganalisis lebih jauh kemampuan komunikasi matematis siswa.
Karena itu situasi tersebut tidak mungkin dijaring dengan mengunakan metode
penelitian kuantitatif.
Hal ini sejalan dengan pendapat Strauss dan Corbin (Creswell, J 1998: 24)
bahwa penelitian kualitatif adalah “Jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran)”.
Pada bagian lain Judith Preissle (Creswell, J. 1998: 24) menyatakan
tentang pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut:
“Qualitative research is a loosely defined category of research designs or models, all of which elicit verbal, visual, tactile, olfactory, and gesture data in the form of descriptive narratives like field notes, recordings, or orther transcriptions from audio-and vidiotapes and other written records and pictures or films”
Bogdan & Biklen, S (1992: 21-22) menjelaskan bahwa: “Penelitian
kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian untuk menyelidiki suatu fenomena sosial
dan masalah manusia secara deskriptif dalam bentuk narasi.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah
grounded theory, dengan penekanan terhadap kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas IV sekolah dasar. Pemilihan metode ini didasarkan atas keingintahuan
peneliti untuk melakukan analisis lebih dalam tentang kemampuan komunikasi
matematik siswa kelas IV sekolah dasar. Sehingga pada akhirnya dapat disusun
suatu teori baru yang didasari oleh teori yang sudah ada yang dapat memberi
gambaran yang jelas tentang kemampuan komunikasi matematis siswa.
Penelitian grounded menawarkan pendekatan yang berbeda dari jenis
penelitian kualitatif yang lain, seperti fenomenologi, etnografi, etnometodologi,
dan studi kasus.
Dalam penelitian kualitatif, grounded theory tidak berangkat dari teori untuk
menghasilkan teori baru (from a theory to generate a new theory), melainkan
berupaya menemukan teori berdasar data empirik, bukan membangun teori secara
deduktif logis.
Karena itu, grounded theory melepaskan teori dan peneliti langsung terjun
ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan kata lain, penelitian model
grounded bergerak dari data menuju konsep. Data yang telah diperoleh dianalisis
menjadi fakta, dan dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi prosesnya adalah
Grounded theory adalah teori yang dikembangkan secara induktif selama
penelitian berlangsung, dan melalui interaksi yang terus menerus dengan data di
lapangan (Alwasilah, 2011: 76).
B.Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Laboratorium UPI kampus Cibiru. Adapun
yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dengan jumlah 23
orang, terdiri atas 9 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswi perempuan pada
tahun pelajaran 2011/2012.
Peneliti tertarik untuk melalukan penelitian di SD Laboratorium UPI
Kampus Cibiru dengan beberapa alasan:
Pertama, Sekolah tersebut merupakan sekolah yang berada di bawah naungan
UPI yang telah menerapkan berbagai model pembelajaran yang menekankan
pada siswa sebagai pembelajar atau subjek dalam pembelajaran sehingga
memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis
siswa. Hal ini dilihat dari visi, misi dan tujuan sekolah yang mengarah pada
pengembangan program pembelajaran yang mampu membina kecerdasan
spiritual, intelektual dan emosional sesuai dengan kebutuhan perkembangan
individu peserta didik dan menciptakan lingkungan kondusif dan demokratis
untuk membantu perkembangan bakat, minat, nilai dan kompetensi peserta didik
secara optimal demi terwujudnya generasi yang unggul, kompetitif dan
berbudaya.
pendidikan S1.
Ketiga, latar belakang peserta didik yang hampir 100% dari TK dan telah
diuji.
C. Jenis Data Penelitian
Jenis data yang diungkap dalam penelitian ini bersifat naratif dan uraian.
Juga data penjelasan dari informan baik lisan maupun data dokumen yang tertulis,
perilaku subjek yang diamati di lapangan juga menjadi data dalam proses
pengumpulan data hasil penelitian ini. Jenis data dalam penelitian ini
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Catatan Lapangan.
Dalam membuat catatan lapangan, peneliti melakukan prosedur dengan
mencatat seluruh peristiwa yang benar-benar terjadi di lapangan sebagai hasil
observasi partisipatif yang dilakukan peneliti.
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang dilihat,
didengar, dialami dan dipikirkankan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi
terhadap data. Catatan lapangan berfungsi sebagai jantungnya penelitian, karena
tanpa catatan lapangan tidak akan diperoleh data yang lengkap dan terpercaya
untuk disusun dalam laporan penelitian (Satori, 2011: 194).
Adapun proses catatan lapangan dalam penelitian ini dideskripsikan
sebagai berikut:
Selesai melakukan kegiatan tersebut (pulang ke rumah) barulah peneliti menyusun
catatan lapangan secara utuh.
Catatan lapangan ini berbeda dengan catatan di lapangan. Ketika di
lapangan saat pengumpulan data catatan yang dibuat berupa coretan seperlunya
pada buku catatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Joukowsky (Satori, 2011: 194)
bahwa, “Catatan di lapangan atau field notes, sesuai dengan namanya, merupakan
catatan yang dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di
lapangan”. Catatan di lapangan ini diubah ke dalam catatan yang lengkap dan
dinamakan catatan lapangan.
Proses penyusunan catatan lapangan terus berlanjut selama ada catatan
dari lapangan sebagai hasil observasi, pengamatan dan studi dokumentasi.
Penulisan catatan lapangan ini bertujuan untuk mencatat segala yang terjadi di
lapangan dengan rinci dan menghindari kemungkinan lupa yang disebabkan
keterbatasan peneliti.
2. Rekaman Audio Video
Peneliti merekam wawancara dengan beberapa pihak terkait, yaitu guru,
siswa dan kepala sekolah. Dari data hasil rekaman tersebut peneliti deskripsikan
dalam bentuk transkrip wawancara. Peneliti juga melakukan rekaman video
terhadap aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
3. Dokumentasi
Data ini dikumpulkan melalui berbagai sumber data tertulis, baik yang
berhubungan dengan masalah kondisi objektif, juga silsilah dan pendukung data
4. Foto.
Foto merupakan bukti yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
namun sangat mendukung kondisi objektif penelitian berlangsung.
D.Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka yang menjadi
instrumennya adalah peneliti sendiri. Pendekatan kualitatif menuntut kehadiran
peneliti di lapangan karena peneliti sebagai instrumen utama penelitian, sekaligus
sebagai perencana tindakan, pengumpul data, penganalisa data, dan pelapor hasil
penelitian. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Moleong
(2011: 53) bahwa: “Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia
sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis,
penafsir, dan akhirnya sebagai pelapor penelitian yang dilaksanakan”.
E.Sampel Sumber Data
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Sugiyono (2008: 218) mengemukakan bahwa purposive sampling
adalah “teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”.
Pertimbanga dimaksudkan untuk memperoleh data atau informasi yang luas, rinci,
dan mendalam tentang kemampuan komunikasi siswa sehingga didapat suatu
kebenaran yang bermakna dan menyeluruh. Sampel diambil dari tiga katagori
Sumber data penelitian terdiri dari unsur manusia sebagai instrumen kunci
yaitu peneliti yang terlibat dalam observasi partisipasi, serta guru dan siswa
sebagai unsur informan. Unsur non manusia digunakan sebagai data pendukung.
F.Teknik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, di
mana data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata dan gambar, bukan
angka-angka. Data tersebut berasal dari catatan observasi, naskah transkif wawancara,
dokumen, foto, dan rekaman audio video, yang dikumpulkan melalui teknik
observasi partisipasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono (2012: 63) bahwa “Ada
empat macam tekhnik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, angket,
dokumentasi dan gabungan keempatnya”.
1. Observasi
Observasi menjadi teknik utama pengumpulan data penelitian ini, karena
peneliti ingin melihat langsung gerak-gerik, sikap, suasana dan kesan secara
menyeluruh dalam penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Alwasilah (2011:
165) bahwa “Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana
yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya”. Hal
senada dikemukakan Asmami (2011: 123) bahwa “Observasi adalah pengamatan
dan pencatatan sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian”.
Peneliti meyakini bahwa suatu objek hanya dapat diungkap datanya apabila
Bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
partisipasi (participant observation) yaitu metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan di mana observer atau peneliti terlibat dalam keseharian responden.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono (2012: 65) bahwa, “Dalam
observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,
mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas
mereka”. Adapun data yang ingin diungkap melalui observasi ini adalah seluruh
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung, terutama yang
berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari guru dan
siswa sebagai sumber data penelitian, maksudnya sambil observasi peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.
Melalui observasi partisipasi ini peneliti berharap data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam dan menyeluruh.
Tujuan peneliti melakukan observasi partisipasi adalah untuk memperoleh
data yang lebih lengkap, tajam, sampai mengetahui tingkat makna dari perilaku
yang nampak, yang tidak terungkapkan oleh responden dalam wawancara,
sehingga dapat menepis kesenjangan antara apa yang dikatakan partisipan dengan
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Maleong
(Satori, 2011: 117), bahwa “Observasi partisipasi pada dasarnya berarti
mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai
2. Wawancara
“Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu” (Sugiyono, 2012: 72).
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal mendalam yang
tidak ditemukan melalui observasi. Adapun data yang ingin diungkap peneliti
melalui wawancara ini meliputi: masalah yang dihadapi siswa dan guru dalam
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis serta upaya guru dalam
mengembangkan kemampuan tersebut.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Menurut
Asmani (2011: 122-123) wawancara mendalam (in–depth interview) adalah:
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama.
Dalam pelaksanaan wawancara peneliti menggunakan instrumen sebagai
pedoman wawancara disertai alat bantu lain yaitu: buku catatan untuk mencatat
semua percakapan dengan sumber data,serta audio video untuk merekam semua
percakapan dan memotret aktivitas pembicaraan peneliti dengan sumber data.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan sebagai pelengkap dari
kredibel/dapat dipercaya apabila didukung oleh dokumen yang terkait dengan
fokus penelitian. Adapun dokumen yang diteliti dalam penelitian ini meliputi:
propil sekolah, Administrasi guru termasuk di dalamnya RPP dan data tentang
perkembangan kemajuan dan nilai siswa.
Menurut Satori (2011: 149) studi dokumentasi adalah “Mengumpulkan dokumen
dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara
intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian
suatu kejadian”. Lebih lanjut Satori (2011: 147) menegaskan bahwa “Dokumen
merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak, dapat berupa
catatan anecdotal, surat, buku harian, dan dokumen-dokumen”.
Melalui studi dokumentasi ini, peneliti berharap memperoleh informasi
bukan hanya dari orang sebagai nara sumber, tetapi memperoleh informasi dari
macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan.
G. Analisis Data.
“Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan
refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis,
dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian” (Creswell, 2010: 274).
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan mulai dari sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Hal ini sejalan
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus menerus sampai penulisan hasil penelitian”.
Sebelum peneliti memasuki lapangan, analisis dilakukan terhadap data
hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk
menentukan fokus penelitian, namun masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti masuk lapangan dan selama di lapangan.
Selama di lapangan analisis dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Jika
setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti melanjutkan lagi
sampai data yang dianggap kredibel.
Hal ini sesuai dengan pendapat Miles and Huberman (Sugiyono, 2011: 91)
bahwa, “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”.
Aktivitas dalam analisis data ini meliputi data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification, seperti tampak pada halaman berikut ini:
Gb. 3.1 Komponen dalam analisis data
Data Collection
Data Reduction
Data Display
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa langkah yang dilakukan dalam
analisis data pada penelitian ini adalah dari data yang sudah terkumpul, peneliti
segera mereduksi data tersebut, dalam hal ini peneliti merangkum, memilih data
yang pokok dan penting, dan membuat katagorisasi berdasarkan huruf besar,
huruf kecil dan angka.
Setelah data direduksi langkah selanjutnya mendisplay data (menyajikan
data) dalam bentuk teks yang bersifat naratif, berupa grafik dan chart. Dalam
mendisplay data, huruf besar, huruf kecil dan angka pada saat reduksi data
disusun ke dalam urutan sehingga strukturnya dapat dipahami.
Langkah ketiga yang dilakukan oleh peneliti dalam analisis data adalah
verification atau membuat kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan
peneliti masil bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
H. Pengecekan Keabsahan Temuan.
Dalam penelitian kualitatif temuan atau data dinyatakan valid apabila tidak
ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya
terjadi pada objek yang diteliti. (Sugiyono, 2008: 268)
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui uji
kredibilitas yang meliputi triangulasi (triangulation), dan penggunaan referensi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. (Sugiyono,
2012: 125) .
Berpijak dari pendapat di atas maka triangulasi yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi : triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
dan triangulasi waktu.
a. Triangulasi sumber.
Triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengecek
data yang diperoleh melalui beberapa sumber yaitu, guru, kepala sekolah dan
siswa.
Data dari ketiga sumber tersebut dideskripsikan, dikatagorisasikan, mana
pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data
tersebut. Setelah data dianalisis dan menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan tiga sumber data tersebut. Secara
[image:38.595.110.511.238.675.2]rinci gambaran triangulasi dapat dilihat pada bagan berikut:
Gambar 3.2. Triangulasi Sumber Data.
Kepala Sekolah
Guru
b. Triangulasi Teknik.
Triangulasi teknik dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya data yang
diperoleh dengan wawancara di cek dengan observasi, dokumentasi atau catatan
lapangan. Gambaran triangulasi teknik ini dapat dilihat dari gambar di halaman
[image:39.595.114.502.243.553.2]berikut:
Gambar 3.3. Triangulasi Teknik Pengumpulan Data.
c. Triangulasi Waktu.
Karena waktu sering mempengaruhi kredibilitas data, maka peneliti
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, dan teknik yang lainnya
dalam waktu atau situasi yang berbeda.
Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara
berulang sehingga sampai ditemukan kepastian gambar datanya. Gambaran
triangulasi waktu yang dilakukan peneliti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 3.4. Triangulasi Waktu Pengumpulan Data.
Observasi Wawancara
Catatan Lapangan
Sore Siang
[image:39.595.161.458.632.716.2]I. Tahap-tahap Penelitian.
Penelitian ini dilakukan secara sistematis dengan tahapan penelitian
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan:
a. Observasi Awal
Peneliti melakukan observasi awal ke lokasi penelitian dengan tujuan
memotret profil sekolah mulai dari gambaran lokasi penelitian, mengetahui
sejarah singkat SD Laboratorium UPI Cibiru, mengenal guru, siswa, latar
belakang pendidikan subjek penelitian dan mengetahui sekilas tentang
pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah tersebut.
b. Merumuskan Masalah.
Rumusan masalah sangat penting dalam sebuah penelitian. Oleh
karena itu peneliti harus merumuskan masalah setelah melakukan beberapa studi
pendahuluan. Dengan adanya rumusan masalah, peneliti lebih terfokus dan mudah
membuat laporan hasil penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan cara melakukan pengamatan secara langsung ke
lapangan (observasi) sesuai dengan acuan pada metode penelitian, wawancara
penelitian, dan mempelajari dokumen yang berhubungan dengan objek
penelitian.
b. Analisis Data
Setelah melakukan persiapan, peneliti mengumpulkan data yang diperoleh
dari lapangan kemudian menganalisis data tersebut untuk dijadikan laporan pada
akhir penelitian dan disusun secara sistematis untuk memudahkan tahap penulisan
laporan penelitian. Analisis data dilakukan setiap saat terutama setelah
memperoleh data baru.
Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas IV SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru, maka langkah konkrit yang
dilakukan peneliti dalam menganalis tentang kemampuan komunikasi matematis
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan indikator komunikasi matematis yang akan dianalisis.
2) Mengumpulkan data mentah (transkrip wawancara, transkrip audio video,
catatan lapangan, tranksrip observasi, dokumentasi, gambar/foto-foto,
sebagai hasil dari kegiatan observasi, wawancara, rekaman audio video,
dan studi dokumentasi yang peneliti lakukan selama proses penelitian
berlangsung, terhadap aktivitas guru dan siswa yang berhubungan dengan
kemampuan komunikasi matematis.
3) Mengolah dan mempersiapkan data tentang kemampuan komunikasi
4) Membaca keseluruhan data yang diperoleh dari lapangan selama
melakukan penelitian.
5) Mengcoding data untuk memudahkan analisis.
6) Menyajikan data dengan teks naratif, gambar dan diagram batang.
7) Menarik kesimpulan tentang analisis kemampuan komunikasi matematis
siswa berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian.
3. Tahap Penyusunan Laporan.
Setelah proses penelitian selesai dilaksanakan, peneliti membuat laporan
penelitian berupa hasil yang sebenarnya yang diperoleh dari lapangan seperti
catatan-catatan hasil observasi, wawancara, studi dokumentasi dan rekaman audio
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Temuan dan pembahasan yang disajikan pada Bab IV, menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang berkaitan dengan masing-masing pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa
dalam memunculkan indikator komunikasi tersebut. Indikator kemampuan
komunikasi matematis tersebut muncul secara epektif melalui pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik yang ditunjang oleh
metode diskusi, tanya jawab dan presentasi. Adapun indikator kemampuan
komunikasi matematis yang muncul pada siswa kelas IV SD Laboratorium
UPI Kampus Cibiru selama proses pembelajaran berlangsung meliputi:
kemampuan menjelaskan ide, situasi atau persoalan matematika secara lisan
maupun tulisan; kemampuan menghubungkan benda nyata dan gambar ke
dalam ide matematika; kemampuan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika; kemampuan membaca dengan pemahaman
suatu presentasi matematika; kemampuan membuat konjektur, menyusun
argumentasi, dan membuat generalisasi (kesimpulan); kemampuan
mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, serta kemampuan
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
Semua indikator kemampuan komunikasi matematis ini muncul pada siswa
kelas IV SD, selama proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI
berlangsung, namun intensitas kemunculan indikatornya berbeda untuk setiap
siswa dan pada tahapan pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru.
2. Semua indikator kemampuan komunikasi matematis siswa muncul dalam
setiap tahapan pembelajaran matematika realistik, tetapi tidak semua siswa
memunculkan semua indikator tersebut. Namun secara umum pada sebagian
besar siswa semua indikator tersebut muncul. Siswa yang berkemampuan
tinggi dan sedang lebih berpeluang untuk memunculkan semua indikator
tersebut, sementara siswa yang tergolong berkemampuan rendah hanya
memunculkan sebagian dari indikator komunikasi matematis tersebut.
3. Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya kemampuan komunikasi
matematis siswa selama pembelajaran berlangsung, antara lain: penggunaan
media, strategi, serta model pembelajaran inovatif PMRI yang ditunjang oleh
metode tanya jawab, diskusi dan presentasi, kemampuan siswa, pemberian
motivasi, dan pembiasaan yang dilakukan guru turut pula menunjang terhadap
pencapaian indikator kemampuan komunikasi tersebut.
4. Di antara jumlah siswa sebanyak 23 orang ada beberapa orang siswa yang
sulit memunculkan semua indikator kemampuan komunikasi matematis
tersebut, di antaranya: indikator kemampuan komunikasi membaca dengan
pemahaman suatu presentasi matematika dan menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika, serta kemampuan membuat
5. Ada beberapa faktor yang membuat siswa kesulitan dalam memunculkan
kemampuan komunikasi matematis, terdiri dari faktor internal yaitu faktor
yang muncul dari dalam diri siswa, meliputi: pembawaan siswa yang memiliki
rasa malu pendapatnya didengar oleh orang lain, dan perbedaan kemampuan
yang dimiliki siswa baik dalam memahami suatu presentasi matematika,
maupun kemampuan siswa dalam berbahasa, serta faktor eksternal yang
muncul dari luar diri siswa yang meliputi: kemampuan guru dalam mengemas
pembelajaran termasuk di dalamnya penggunaan pendekatan/strategi
pembelajaran, media dan sumber belajar yang membangkitkan minat siswa,
pembiasaan, pemberian motivasi, dan pemberian penghargaan turut menjadi
faktor terhadap kemunculan indikator kemampuan komunikasi matematis
siswa.
6. Ada beberapa kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran matematika
terutama dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa di
antaranya: siswa yang kurang konsentrasi, kurang bisa bekerja sama dengan
temannya dan terkadang siswa kurang percaya diri dalam mengemukakan
pendapatnnya, sehingga diperlukan upaya guru dalam mengemas
pembelajaran agar dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa, serta rasa
percaya diri dan sikap kooperatif pada siswa, yang bermuara pada pencapaian
kemunculan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa secara
7. Ada beberapa upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis siswa antara lain: menggunakan model pembelajaran
inovatif yaitu model pembelajaran PMRI didukung dengan penggunaan
metode diskusi, tanya jawab dan presentasi, memberikan kesempatan dan
keleluasaan pada siswa untuk menyampaikan ide/tanggapannya terhadap
permasalahan yang muncul, menggunakan alat peraga dan media
pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa, serta pemberian
penghargaan dengan menggunakan bintang keaktifan juga menjadi stimulan
bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya.
8. Berdasarkan analisis terhadap seluruh data yang diperoleh peneliti selama
penelitian berlangsung, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas IV Sekolah Dasar Laboratorium UPI Kampus Cibiru
cukup baik, walaupun kemunculan indikator komunikasi matematis tersebut
tidak sama untuk setiap siswa. Hal ini dapat terlihat dari kemunculan berbagai
indikator komunikasi matematis pada setiap tahapan dalam pendekatan yang
digunakan guru selama proses pembelajaran berlangsung, yang meliputi:
kemampuan menjelaskan ide baik secara lisan maupun tulisan dengan benda
nyata atau gambar; kemampuan menghubungkan benda nyata dan gambar ke
dalam ide matematika; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau
simbol matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematika; membuat konjektur, dan menyusun argumentasi; mendengarkan,
berdiskusi dan menulis tentang matematika, serta kemampuan menjelaskan
Hal ini ditunjang pula dengan hasil nilai rata-rata siswa selama proses
pembelajaran berlangsung yaitu: 94,24 untuk rata-rata nilai LKS dan 89,89
untuk nilai evaluasi akhir, sehingga diperoleh nilai rata-rata akhir (evaluasi +
LKS) sebesar 92.12.
B. Rekomendasi
Sebagai respon terhadap temuan dan kesimpulan, maka peneliti
merekomendasikan hal-hal berikut ini:
1. Kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran matematika oleh karena itu guru sebagai ujung tombak dan
pemegang kendali utama di lapangan, harus senantiasa mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis dalam setiap pembelajaran matematika
dengan menggunakan berbagai strategi/pendekatan dalam pembelajaran agar
indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis siswa dapat muncul
dan berkembang optimal.
2. Penggunaan model/pendekatan pembelajaran inovatif, salah satunya
Pendekatan Matematika Realistik (PMRI) yang didukung dengan penggunaan
metode tanya jawab, diskusi, dan presentasi disarankan untuk dilaksanakan
dalam pembelajaran matematika sebagai sarana dalam mengembangkan
indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, terutama di sekolah dasar,
3. Pada peneliti selanjutnya disarankan agar pandai mengemas pembelajaran
menjadi sesuatu yang menarik dan bermakna bagi siswa dengan menggunakan
multi media/metode, melakukan pembiasaan dan memberikan penghargaan
sebagai upaya dalam membangkitkan motivasi dan inspirasi dalam
memunculkan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa.
4. Disarankan pula agar pembelajaran difokuskan pada siswa sebagai subjek
pembelajar yang aktif (student centered) bukan teacher centered, sehingga
siswa tidak terbelenggu dan dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan
demikian paradigma lama yang menganggap siswa sebagai objek dalam
DAFTAR PUSTAKA
Agustyaningrum, N. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle
5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Tesis pada Jurusan Pendidikan
Matematika, Pascasarjana UGM Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Alwasilah, C. (2011). Pokoknya Kualitatif.Jakarta: Pustaka Jaya
Ansari, B.I. (2003). Menumbuh Kembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematika Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.
Makalah National Seminar On Science And Mathematics. FMIPA-UPI in
cooperation with JICA. Dirjen Dikti Depdiknas. 25 Agustus 2003.
Asmami, M.J. (2011) Tuntutan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian
Pendidikan. Jogjakarta: DIVA Pres.
Asikin, M. (2002). ”Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui
Pembelajaran Matematiak Realistik”. Jurnal Matematika atau
Pembelajarannya (Proseding Konferensi Nasional Matematika XI). 7, (Edisi khusus), (492-496).
Bogdan, R., & Biklen, S. (1992). Qualitative Research for Education. Boston, MA: Allyn and Bacon.
Brenner, M.E. (1998). Development of Mathematical Communication in Problem
Solving by Language Minority Student. Bilingual Research Journal,
22:2,3&4 Spring, Summer, & Fall.(online). Tersedia: Http://www.(11Juni 2008)
Creswell, J. W. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California.
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantutatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dahar, R. W. (1993). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Darmodjo, H & Kaligis, J. (1993). Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. (2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 3 Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional (2001), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional (2003), Undang-Undang No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Model – Model Pembelajaran yang Efektif. Bahan Sosialisasi KTSP. Jakarta: Depdiknas
Shadiq, F. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran
Matematika 15–16 Maret 2007 di P4TK (PPPG) Matematika.
Yogyakarta.Tersedia di: http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-lapsemlok_limas.pdf (diakses tangga