(STUDI KASUS PENCAPAIAN KEUNGGULAN DI MAN
INSAN CENDEKIA SERPONG)
Disertasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Dalam bidang Administrasi Pendidikan
Oleh:
Opik Abdurrahman Taufik
NIM : 0800804
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA DISERTASI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI:
Promotor merangkap Ketua,
Prof. H. Udin
Syaefudin Sa’ud, M.Ed., Ph.D.
Ko-Promotor merangkap Sekretaris,
Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE
Anggota,
Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd.
Diketahui Oleh,
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
(Studi Kasus Pencapaian Keunggulan di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong). Opik Abdurrahman Taufik NIM. 0800804
ABSTRAK
Reformasi pendidikan di kawasan Asia dijelaskan dengan adanya tiga gelombang pergerakan keunggulan pada sekolah-sekolah dengan model school
effective dan school improvement. Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan
Islam yang penting di Indonesia memerlukan pengelolaan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Salah satu Madrasah Aliyah unggulan program Kementerian Agama adalah MAN Insan Cendekia Serpong. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan, kepemimpinan kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus pada penyelenggaraan pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong. Peneliti sebagai instrumen utama, dengan teknik pengumpul data melalui wawancara mendalam (dengan komponen pimpinan madrasah, guru, tenaga kependidikan), observasi dan studi dokumen. seluruh data tersebut dianalisis dengan model interaktif dengan alur: pencatatan data, reduksi data, penyajian data, analisis data dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Kompetensi Sumber daya manusia madrasah MAN Insan Cendekia Serpong linear dengan kebutuhan sebuah lembaga pendidikan, sehingga berdampak baik pada pelaksanaan program dan kegiatan madrasah. Kedua, Partisipasi Orang tua di MAN Insan Cendekia cukup baik, baik yang diwadahi tingkat kelas (FKOT) sampai tingkat sekolah (Komite Madrasah). Ketiga, Kepemimpinan kepala madrasah menggunakan pendekatan yang kondusif dalam menciptakan suasana peningkatan mutu madrasah.
Keempat, Budaya madrasah Insan Cendekia Serpong berbanding lurus dengan
pencapaian hasil belajar siswa.
Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah calon kepala madrasah membekali diri dengan kemampuan teknis dan manajerial sebuah madrasah, Kegiatan pemilihan guru dan karyawan teladan salah satu kegiatan pilihan partisipasi orang tua, desain kurikulum dengan bencmarking market place, menciptakan budaya madrasah dengan mengedepankan reward daripada punisment.
(Case Study Achieving Excellence in Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong). Opik Abdurrahman Taufik NIM. 0800804
ABSTRACT
Education reform in the region described by the three-wave movements excellence in schools with effective school models and school improvement. Madrasah is one of the important institutions of Islamic education in Indonesia requires management to suit the demands of the times. One of the Madrasah Aliyah is the flagship program of the Ministry of Religious MAN Insan Cendekia Serpong. The purpose of this study was to analyze the relationship of competence and commitment of human resources (The Principal, teachers and education personnel), monitoring student achievement in academic and non-academic, parent participation, policy orientation, principal leadership, curriculum and evaluation, Islamic culture, and achievements students' academic and non-academic fields in MAN Insan Cendekia Serpong.
This study used descriptive qualitative approach with the case study method of education in MAN Insan Cendekia Serpong. Researcher as the main instrument, the technique of collecting data through in-depth interviews (with component madrasah leaders, teachers, staff), observation and document study. all the data are analyzed with an interactive model of the flow: data recording, data reduction, data presentation, data analysis and conclusions.
The results of this study can be summarized as follows: First, human resource competencies MAN Insan Islamic Scholar Serpong linearly with the needs of an educational institution, so the impact both on the implementation of the program and activities of madrasas. Second, participation in MAN Insan Cendekia Parents pretty good, both housed on grade level (FKOT) up to the level of school (Madrasah Committee). Third, principal leadership approach in creating an atmosphere conducive madrasah quality improvement. Fourth, MAN Insan Cendekia Serpong proportional to the achievement of student learning outcomes.
Recommendations resulting from this study is the principal candidate to equip themselves with the technical and managerial capabilities of a madrasah, activities and teacher selection model employee option activity one parent participation, curriculum design with bencmarking market place, creating a madrasah culture by promoting reward than punisment.
viii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Penelitian ……….. 1
B. Identifikasi dan Fokus Masalah ………. 11
C. Pertanyaan Penelitian ……… 15
D. Tujuan Penelitian ……….. 16
E. Manfaat Penelitian ……… 17
F. Sistematika Penyajian ……… 17
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Madrasah Efektif dalam Administrasi Pendidikan………...
1. Tujuan Madrasah……….………
B. Karakteristik Madrasah Efektif………
1. Kompetensi Guru Madrasah ………...
2. Komitmen SDM Madrasah ……….
3. Monitoring Prestasi Siswa ……….
4. Partisipasi Orang tua ………..
36
36
46
50
ix
5. Kebijakan di Madrasah ………..
6. Kepemimpinan Kepala Madrasah ……….
7. Kurikulum madrasah ……….
8. Sistem Evaluasi di madrasah ……….
9. Budaya dan iklim madrasah ………..
69
74
90
92
95
C. Mutu Madrasah.. ……… 118
D. Hasil Penelitian Terdahulu ……… 130
E. Kerangka Berfikir Penelitian ……… 137
BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Deskripsi Objek Penelitian ……… 139
B. Desain Penelitian ……….. 140
C. Metode Penelitian ……….. 141
D. Instrumen Penelitian ……….. 143
E. Teknik Pengumpulan Data ……… 146
F. Analisis dan Penafsiran Data ………. 148
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 151
1. Kompetensi SDM madrasah ………... 154
2. Komitmen SDM ………. 158
3. Monitoring Prestasi Siswa ……….. 160
4. Partisipasi Orang tua……….………….. 172
5. Kebijakan madrasah……… 176
6. Kepemimpinan …..………..… 179
7. Kurikulum ……… 182
8. Evaluasi ……… 206
9. Budaya madrasah ………. 210
10.Prestasi siswa ……….. 213
x
1. Kompetensi ………. 220
2. Komitmen ……… 222
3. Monitoring prestasi siswa ………... 226
4. Partisipasi orang tua………. 228
5. Kebijakan madrasah ……… 231
6. Kepemimpinan…..……….. 234
7. Kurikulum ……….. 241
8. Evaluasi ………..……… 244
9. Budaya madrasah………... 246
10. Prestasi……… 248
C. Model Hipotetik Peningkatan Madrasah Efektif……….. 249
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 257
B. Rekomendasi……….. 262
Daftar Pustaka……… 265
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tujuan pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, termuat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yaitu bahwa
pendidikan nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yangg beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain pengembangan Sumber
Daya manusia berkualitas merupakan tujuan pendidikan nasional.
Ignas Kleden (2004:150) memberikan analisa kritis tentang pendidikan
nasional. Pertama, harus menciptakan masyarakat yang mempunyai kemampuan
berfikir logis dan bertindak logis. Kedua, pendidikan humaniora harus dibedakan
dari ilmu-ilmu humaniora dalam pengertian epistemologis, sehingga pendidikan
humaniora menekankan kualitas-kualitas manusiawi dari peserta didik. Ketiga,
pendidikan bukan hanya menciptakan orang dengan keahlian, tetapi orang-orang
dengan kemampuan belajar tinggi.
Belum ajegnya pencapaian mutu, khususnya sekolah tingkat menengah di
Indonsia dapat di lihat dari salah satu indikatornya, yaitu fluktuasi hasil UN
(Ujian Nasional) seperti terlihat dalam tabel berikut:
Table 1.1
Perkembangan UN Sekolah/Madrasah
Komponen SMP/MTS SMA/MA SMK
2009 2010 2009 2010 2009 2010
Peserta 3.437.117 3.605.163 1.517.013 1.522.156 706.832 863.679
Kelulusan (%) 94.82 90.27 93.74 89.88 93.85 88.82
Rerata Nilai 7.33 7.21 7.25 7.29 7.44 7.02
Perkembangan teknologi dan bidang lain, menuntut sebuah lembaga
pendidikan (sekolah/madrasah) harus mampu menyeimbangkannya. Menurut
A.Wahab (2011:58) kehadiran sekolah unggul lebih disebabkan oleh tuntutan
kebutuhan masyarakat yang berkualitas karena (1) sekolah yang ada sekarang
dirasakan masih kurang dapat mengembangkan potensi dan kemampuan anak
secara optimal. (2) tuntutan dan tantangan terhadap kemampuan bersaing,
bersanding yang akan dihadapi anak dalam kehidupan pada millennium ketiga
(abad 21).(3) perubahan orientasi dan paradigma pembangunan yang kesemuanya
itu menjadi alasan yang kuat bagi kehadiran sistem sekolah unggulan. (4) era
globalisasi yang penuh dengan harapan dan sekaligus tantangan yang menuntut
setiap bangsa untuk berusaha keras untuk maju.
Menurunnya kualitas lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, erat
kaitannya dengan kurang berfungsinya lembaga-lembaga pendidikan dalam
menyiapkan masa depan generasi bangsa secara optimal. Kenyataan ini juga tidak
terlepaskan dari semua unsur pendidikan itu sendiri seperti peran orang tua murid,
guru, sarana prasarana, para manajer pendidikan dan stakeholders pendidikan
lainnya. Oleh karena itu perlu mempertimbangkan kemungkinan mencari
terobosan baru yang mampu mengangkat mutu pendidikan kita, khususnya
pendidikan menengah model yang merupakan input ke jenjang pendidikan
selanjutnya yang bermutu.
Cheng dan Tam (2007:245) menggambarkan bahwa reformasi pendidikan
di kawasan Asia dijelaskan dengan adanya tiga gelombang pergerakan
keunggulan pada sekolah-sekolah dengan model school effective dan school
improvement. Gelombang pertama berfokus pada keefektifan internal sekolah,
gelombang kedua pada antar muka keefektifan sekolah, dan gelombang ketiga
menekankan pada masa depan keefektifan sekolah. Ketiganya digambarkan
Gambar 1.1
Tiga gelombang perubahan paradigma sekolah Sumber : Cheng dan Tam (2007:268)
Efektifitas sekolah menunjukkan adanya proses perekayasaan berbagai
sumber dan metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah
secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan semua komponen
sekolah sebagai organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing dalam struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan
mencapai hasil yang telah ditetapkan yaitu memiliki kompetensi.
Tuntunan zaman dan perkembangan pengetahuan memunculkan
lembaga-lembaga pendidikan tingkat menengah yang sering disebut dengan sekolah
unggulan. Menurut Fatah (2012:113) yang disebut sekolah unggulan adalah
sekolah yang efektif menggunakan strategi peningkatan budaya mutu, strategi
pengembangan kesempatan belajar, stategi memelihara kendali mutu (quality
control), strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan dan informasi secara
sekolah unggul tersebut yaitu : (1) sekolah memiliki visi dan misi untuk meraih
prestasi/mutu yang tinggi, (2) semua personil sekolah memiliki komitmen yang
tinggi untuk berprestasi, (3) adanya program pengadaan staf sesuai dengan
perkembangan iptek, (4) adanya kendali mutu yang berkelanjutan (continus
quality improvement), serta (5) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari
orang tua murid dan masyarakat.
Mengapa madrasah perlu mendapat perhatian yang memadai? Di samping
alasan-alasan etis dan tuntutan moral dalam berbangsa dan bernegara seperti
diamanatkan oleh UUD 1945, terdapat juga alasan praktis-pragmatis, yaitu bahwa
perbaikan terhadap madrasah lebih mudah dan murah (Rahim, 2003 : xv).
Setidaknya bila dilihat dari perspektif teori pendidikan Yunani Kuno, terdapat tiga
aspek pendidikan yaitu : Etika (akhlak), civic dan pengetahuan. Menurut Tafsir
(2003) kalau kita bandingkan madrasah dan sekolah umum pada tiga aspek
tersebut, maka madrasah, setidaknya secara teoritis, memenuhi dua aspek pertama,
sedangkan sekolah umum hanya aspek ketiga. Selanjutnya Tafsir menggambarkan
kondisi di atas sebagai berikut :
Table 1.2
Perbedaan aspek pendidikan
Lembaga Akhlak Civic Pengetahuan
Madrasah + + -
Sekolah Umum - - +
Sejalan dengan perkembangan Indonesia, madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam terus berkembang. Namun perkembangan itu cukup eksklusif, di
mana aksentuasi pada pengetahuan keagamaan (Islam) lebih diutamakan. Hal ini
yang menyebabkan perkembangan madrasah hanya ada pada kantong-kantong
masyarakat Islam. Ekspansi yang dilakukan pun hanya berkisar di daerah
pedesaan sedangkan di perkotaan sangat jarang. Oleh karena itu hingga saat ini
keberadaan madrasah lebih banyak di pedesaan daripada di perkotaan. Hal ini
memicu lambannya perkembangan madrasah, madrasah seakan jauh dari atmosfir
pembaruan sistem pendidikan, baik secara kelembagaan maupun sistem
Di samping konsekuensi di atas, eksistensi madrasah sebagai sebagai
lembaga pendidikan Islam pun mulai dipertanyakan masyarakat. Madrasah yang
pada awalnya akan mampu memunculkan ahli-ahli agama dan para pemimpin
Islam mulai diragukan.
Perbedaan mencolok antara madrasah dan sekolah-sekolah umum selain
dapat dilihat dari tradisi proses pembelajaran juga akses para alumni terhadap
perguruan tinggi dan dunia kerja. Tradisi proses pembelajaran di madrasah yang
lebih memperhatikan gaya-gaya tradisional di mana proses pembelajaran lebih
didominasi oleh para pendidik atau guru, juga diwarnai dengan kualitas tenaga
pengajar yang kurang memadai. Masih banyak tenaga pengajar yang mengajar
tidak sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil penelitian Tim Studi pengembangan Sub-sektor
Madrasah Kementerian Agama tahun 2003 ditemukan bahwa ada beberapa
ungkapan umum yang menunjukkan perbandingan keuntungan Madrasah
dibandingkan sekolah umum, yaitu :
1. Berakar kuat. Madrasah memiliki akar sejarah yang kuat dalam filosofi pendidikan Indonesia, dengan alasan sejarah istilah Madrasah masih belum ditingkatkan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, terlebih dalam pengajaran agama Islam.
2. Madrasah di Indonesia adalah unik. Keunikan dari Madrasah bisa dilihat dari sudut internasional maupun nasional. Secara internasional, Madrasah berbeda dari Madrasah di luar negeri karena menyediakan pendidikan Islam secara umum dibanding hanya pendidikan keagaamaan sendiri. Secara nasional, mereka unik karena isinya, metodologinya, pendiriannya dan bantuan keuangan yang berbeda dari sekolah umum.
3. Berkembang di masa krisis. Madrasah telah menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar daripada sekolah umum dalam mengatasi permasalahan krisis moneter yang berkepanjangan. Sejumlah masyarakat yang signifikan mengganggap bahwa Madrasah sebagai penyediaan jenis sekolah yang lebih menarik untuk anak anak mereka selama tiga tahun, yang diindikasikan dengan meningkatnya rata-rata jumlah murid di tiap tingkat Madrasah daripada sekolah umum.
4. Pro miskin. Walaupun popularitas Madrasah semakin berkembang di kalangan menengah maupun keatas masyarakat Islam, mayoritas Madrasah menyediakan pendidikan dasar untuk masyarakat miskin dengan biaya yang sangat rendah. 5. Mendukung gender. Madrasah menyediakan pendidikan dengan bagian yang
6. Menyediakan nilai dan norma kesholehan sebagai jawaban terhadap tuntutan keluarga. Sebagian besar muslim menganggap bahwa Madrasah menyediakan pendidikan yang unggul karena kurikulum berbasis keagamaan dijadikan sarana untuk mengilhami anak anak mereka dengan nilai dan norma kesholehan, yang dianggap sebagai alat untuk melawan pengaruh negatif dari globalisasi abad 21.
Dari keterangan-keterangan di atas nampak adanya persoalan mendasar
yang dihadapi madrasah. Persoalan-persoalan tersebut mulai dari kurikulum,
manajemen, tenaga pengajar, proses pembelajaran, sarana prasarana, adanya
persoalan atau konflik antara tradisi pemikiran dan pendidikan Islam dengan
modernitas, adanya anggapan negatif masyarakat terhadap madrasah, persoalan
kelembagaan hingga pada persoalan legalitas hukum keberadaan madrasah.
Hal di atas senada dengan laporan Ditjen Pendis (2011) yang menyatakan
bahwa tidak bisa dipungkiri madrasah mempunyai kekuatan dan potensi yang luar
biasa untuk menjadi lembaga pendidikan unggulan tetapi juga kelemahan di sisi
lainnya. Keunggulan yang dimiliki madrasah di antaranya adalah kekuatan di
lingkungan internalnya. Kekuatan internal dalam pendidikan madrasah yang
tersebar sampai ke pelosok terpencil adalah sifat kemandirian, muatan pelajaran
agama yang lebih banyak, tingginya semangat berkompetensi bagi pengelola
madrasah, dan mulai meningkatnya kualifikasi dan kompetensi guru.
Kelemahannya adalah sarana dan prasarana yang dirasa masih kurang memadai,
keterbatasan ruang kelas,kurang tersedianya sumber pembelajaran, perpustakaan
dan laboratorium, keterbatasan sumber dana, masih perlu ditingkatkannya
wawasan guru dalam bidang pedagogis dan pengembangan kurikulum, dan masih
ada guru yang miss match antara latar belakang pendidikan dengan pelajaran yang
diampunya. (Ditjen Pendis:2011)
Selain persoalan di atas jumlah madrasah yang begitu besar menjadi salah
satu pemicu keterpurukan kualitas madrasah itu sendiri. Berdasarkan data dari
Kementerian Agama RI tahun 2009/2010, jumlah lembaga yang terdata
Table 1.3
Jumlah madrasah tahun 2009/2010
No Nama Satuan Pendidikan Jumlah lembaga keterangan 1 Raudlatul Athfal (RA) 23.007 -
2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 22.239 (Negeri dan swasta) 3 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 14.024 (Negeri dan swasta) 4 Madrasah Aliyah (MA) 5.897 (Negeri dan swasta)
Sumber : Ditjen Pendis Kemenag RI tahun 2011
Seperti lembaga pendidikan pada umumnya, madrasah juga merupakan
suatu institusi pendidikan yang didalamnya terdapat komponen guru, siswa, dan
staf administrasi yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dalam
melancarkan program. Sebagai institusi pendidikan formal, madrasah dituntut
menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu,
keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan
pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya.
Keberhasilan madrasah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan
pada tujuan dan sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode
tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian
dikenal madrasah efektif dan efisien yang mengacu pada sejauh mana sekolah
dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata
lain, madrasah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah
direncanakan. Pengertian umum madrasah efektif juga berkaitan dengan
perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga
suatu madrasah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa
sekolah, sebaliknya madrasah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut
rendah (Getzel, dalam Azra, 2003)
Di samping itu madrasah sebagai salah satu lembaga penyedia jasa
pendidikan harus mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat, walaupun
perhatian pemerintah terhadap keberadaan madrasah masih kurang. Berdasarkan
data base EMIS (Education Management System) pada tahun 2008 jumlah
Madrasah Aliyah sebanyak 4.678 dengan 86% swasta (Supriyoko, 2008). Kondisi
status kelembagaan madrasah ini dapat digunakan untuk membaca kualitas
madrasah secara keseluruhan, seperti keadaan guru, siswa, fisik dan fasilitas, serta
sarana pendukung lainnya, karena keberadaan lembaga-lembaga pendidikan dasar
dan menengah di tanah air pada umumnya tergantung kepada pemerintah.
Perkembangan jumlah siswa madrasah yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat rata-rata sebesar 4,3%, sehingga berdasarkan data CIDES pada tahun
2006/2007 saja diperkirakan jumlah siswanya mencapai 5,5 juta orang dari sekitar
67 juta jumlah penduduk usia sekolah di Indonesia (Tobroni, 2007). Hal ini
disebabkan madrasah sebenarnya merupakan model lembaga pendidikan ideal
yang menawarkan keseimbangan hidup : iman-taqwa (imtaq) dan ilmu
pengetahuan-teknologi (iptek). Di samping itu, madrasah juga merupakan
lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di
masyarakat serta memiliki basis sosial yang jelas.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama RI tahun 2012 menyebutkan bahwa 91,4 % madrasah berstatus swasta,
dan hanya 8,6 % berstatus negeri. Ditambah lagi sebagian besar madrasah swasta
tersebar di daerah pedesaan dan hanya sebagian kecil yang ada di daerah
perkotaan. Dari dari madrasah swasta yang jumlahnya banyak tadi hanya sedikit
yang berstatus sebagai madrasah unggulan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah, Kementerian Agama
RI telah melakukan langkah-langkah pengembangan pendidikan melalui tiga pilar
yaitu : Pertama, perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Kedua, peningkatan
mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Dan ketiga, penguatan tata kelola dan
Aliyah Program Khusus (MAPK), Madrasah Model, Madrasah Unggulan,
Madrasah Terpadu, dan sebagainya.
Di samping itu upaya yang dilakukan oleh Negara/pemerintah, di samping
memberikan perhatian dalam pembiayaan dan subsidi juga menerbitkan sejumlah
kebijakan publik, baik berupa TAP MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan SKB tingkat
Menteri. Beberapa kebijakan yang diterbitkan pemerintah itu, ada yang dinilai
oleh masyarakat sebagai kontroversial. Bahkan dari kebijakan Pemerintah
terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam itu dinilai sebagai memuat agenda
untuk mengubah lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi lembaga sekuler.
Tetapi kontroversi dan kesalah pahaman itu dapat diselesaikan, dicarikan solusi
melalui dialog dan musyawarah di antara Pemerintah dan komponen-komponen
masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaan pendidikan Islam (Saridjo, 2011 :
86)
Data kualifikasi guru Madrasah Aliyah yang ada sampai tahun 2010 dapat
dilihat dalam table berikut :
Table 1.4
Kualifikasi guru Madrasah Aliyah
Tahun Madrasah Aliyah < S1 ≥ S1 2004 25.369 65.073 2005 25.368 65.073 2006 26.913 69.791 2007 22.091 75.895 2008 25.885 86.525 2009 29.282 83.441 2010 28.760 93.147
Selain hal di atas, berdasarkan data EMIS tahun 2009/2010 angka putus
sekolah dan drop-out tingkat Madrasah Aliyah masih cukup tinggi, yakni sebesar
3.405 orang. Walaupun angka ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4.290 orang. Hal ini memerlukan
perhatian serius dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan
Peran kepemimpinan madrasah dalam rangka meningkatkan keefektifan
madrasah tidak hanya terfokus pada pengelolaan pembelajaran saja, akan tetapi
harus menyeluruh termasuk dimensi sosial budaya madrasah. Penelitian mengenai
peran kepemimpinan dalam mengembangkan budaya mutu yang mengarah pada
terbentuknya budaya madrasah yang kuat ternyata belum banyak dilakukan.
Sedangkan menurut Covey (2009:47) siswa sebagai objek dan sekaligus
subjek membutuhkan suatu pendidikan yang memenuhi kebutuhan pokok, yaitu :
1. Kebutuhan fisik : Keselamatan, kesehatan, makanan, latihan, tempat perlindungan, dan kebersihan;
2. Kebutuhan Emosi social: Penerimaan, kebaikan, persahabatan dan hasrat untuk mencintai dan dicintai;
3. Kebutuhan mental: pertumbuhan kecerdasan, kreativitas, dan tantangan yang membangkitkan semangat;
4. Kebutuhan spiritual : sumbangan, arti dan keunikan
Kurang berfungsinya prinsip-prinsip manajemen dan lemahnya
kepemimpinan menjadikan pengelolaan di banyak madrasah Aliyah (terutama
swasta) kurang efektif. Begitu juga masih rendahnya komitmen SDM guru dan
staf Madrasah terhadap program pendidikan serta rendahnya partisipasi
masyarakat pada lembaga pendidikan, menjadikan madrasah seolah-olah hanya
formalitas saja. Hal ini berdampak sangat signifikan terhadap motivasi dan
prestasi siswa itu sendiri. Hal ini terlihat dalam raihan event-event internasional,
belum banyak yang berasal dari siswa Madrasah, walaupun beberapa event telah
diraih khususnya oleh MAN Insan cendekia. Seperti :
Table 1.5
Siswa Madrasah Berprestasi
No Nama Siswa Prestasi 1 Thariq Salafi
(MAN Insan Cendekia Serpong)
Peraih Medali Perak bidang Biologi pada Olimpiade Tingkat Internasional di Taiwan
2 Nabila Oktaviola
(MAN Insan Cendekia Serpong)
Peraih Medali Perak bidang Matematika pada Olimpiade Tingkat Internasional di Taiwan
3 Ahmad Faizi Ibadurrahman (MAN Insan Cendekia Serpong)
Peraih Medali Emas bidang Kimia pada Olimpiade tingkat Nasional di Manado 4 Gianlogi Grimaldi Maliar
(MAN Insan Cendekia Serpong)
Manado 5 M. Ali Muharram
(MAN Insan Cendekia Serpong)
Peraih medali Emas bidang Komputer pada Olimpiade Tingkat Nasional di Manado
6 Reza Putri Mahardika (MTs N II Kediri)
Juara III Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI ke-42 tahun 2011
Salah satu Madrasah Aliyah unggulan program Kementerian Agama
adalah MAN Insan Cendekia Serpong. Dalam pengantar buku Pedoman
Akademiknya (2012) disebutkan bahwa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia
Serpong bertekad hadir sebagai bagian dari solusi bangsa yang menyiapkan kader
dengan pemimpin bangsa di masa depan yang sarat dengan keunggulan IPTEK
dan IMTAK. Dengan demikian MAN Insan Cendekia Serpong dapat memasok
kader bangsa yang siap membangkitkan kejayaan Indonesia masa depan dengan
keunggulan kehidupan di berbagai bidang.
Lebih dari itu MAN Insan Cendekia Serpong juga akan memberikan
sumbangsih kebangkitan bangsa dengan tetap terjaganya konservasi nilai
kebangsaan dan keagamaan. MAN Insan Cendekia Serpong setiap tahun
meluluskan siswanya dengan rata-rata nilai yang diraih dalam Ujian Akhir
Nasional (UAN) dengan grade A. Di samping itu MAN Insan Cendekia Serpong
aktif mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional,
dan internasional.
Di samping itu Madrasah Insan Cendekia Serpong Tangerang Selatan
Provinsi Banten, selain MAN Insan Cendekia di Gorontalo Sulawesi Utara,
merupakan proyek percontohan madrasah tingkat Aliyah (menengah atas) dari
Kementerian Agama Pusat. Di mana semua anggaran dan pengadaan serta
pemeliharaan fasilitasnya masuk dalam anggaran DIPA Kementerian Agama
pusat.
Madrasah efektif dan unggul khususnya model Madrasah Aliyah Negeri
Insan Cendekia Serpong, menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada saat
ini. Walaupun secara makro ada permasalahan eksternal dan internal yang
B. Identifikasi dan Fokus Masalah
Mengelola pendidikan secara umum, lebih khusus lagi pendidikan Islam,
bukanlah pekerjaan mudah, apalagi yang dimaksud dengan mengelola tidak
sekadar dalam pengertian “mempertahankan” yang sudah ada, tetapi melakukan
pengembangan secara sistematik dan sistemik, yang mengikuti aspek ideologis
(visi dan misi) kelembagaan dan langkah operasionalnya serta mencerminkan
pertumbuhan (growth), perubahan (change), dan pembaruan (reform) (Fadjar,
1998 : 91). Kemudian menurut A.Fadjar juga, ketiga hal ini harus terus-menerus
dilakukan untuk mendinamiskan pendidikan Islam agar tetap relevan dengan
perubahan yang berlangsung dengan cepat.
Sebagaimana dalam kaidah yang sering dikutip untuk masalah ini yaitu:
ْ اـْصأا دـْيدـ ـلا ىلع دـْخأاو ْ لاـصـلا مْـيدـق ىلع ةـظـفاحـملا
DzMelestarikan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baikdz.
Meskipun dalam perkembangan sampai saat ini, madrasah tidak lagi
ekslusif dengan menerima fiqh dan hadis saja (Rahim, dkk, 2012: 20) tetapi
berbagai disiplin ilmu lainnya juga diterima. Namun dalam pelaksanan
pendidikannya masih sangat perlu dikembangkan.
Madrasah atau sekolah harus dipahami sebagai satu kesatuan sistem
pendidikan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling bergantung satu
sama lain. Dengan demikian, pengembangan kompetensi pada diri siswa tidak
dapat diserahkan hanya pada kegiatan belajar-mengajar (KBM) di kelas,
melainkan juga pada iklim kehidupan dan budaya sekolah secara keseluruhan.
Setiap sekolah sebagai suatu kesatuan diharapkan mampu memberikan
pengalaman belajar kepada seluruh siswanya untuk menguasai keempat
kompetensi di atas sesuai dengan jenjang pendidikannya dan misi khusus yang
Secara teoritik, penilaian efektivitas sekolah perlu dilakukan dengan cara
mengkaji bagaimana seluruh komponen sekolah itu berinteraksi satu sama lain
secara terpadu dalam mendukung keempat kompetensi yang harus dikuasai oleh
siswa. Namun, pada praktiknya, pandangan yang holistik ini sulit
diimplementasikan secara sempurna karena keterbatasan pendekatan penilaian
yang dapat digunakan. Oleh karena itu, pengertian penilaian sekolah efektif
dirumuskan sebagai penilaian terhadap keoptimalan berfungsinya setiap
komponen sekolah dalam mendukung penguasaan kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa.
Kajian sejumlah literatur yang membahas tentang sekolah efektif akan
dijumpai rumusan pengertian yang bermacam-macam. Sekolah efektif adalah
sekolah yang semua sumber dayanya diorganisasikan dan dimanfaatkan untuk
menjamin semua siswa, tanpa memandang ras, jenis kelamin, maupun status
sosial-ekonomi, dapat mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah itu.
Rumusan pengertian ini lebih diorientasikan pada pengoptimalan pencapaian
tujuan pendidikan sebagaimana termuat kurikulum.
Pengertian lain tentang sekolah efektif yakni sekolah efektif menunjukkan
pada kemampuan sekolah dalam menjalankan fungsinya secara maksimal, baik
fungsi ekonomis, fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya
maupun fungsi pendidikan. Fungsi ekonomis sekolah adalah memberi bekal
kepada siswa agar dapat melakukan aktivitas ekonomi sehingga dapat hidup
sejahtera. Fungsi sosial kemanusiaan sekolah adalah sebagai media bagi siswa
untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat. Fungsi politis sekolah adalah
sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan tentang hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Fungsi budaya adalah media untuk melakukan transmisi
dan transformasi budaya.
Berikut ini sebuah model sekolah yang efektif yang ditawarkan Jaap
Gambar. 1.2
Aspek-aspek yang berkaitan dengan sekolah efektif
Dari beberapa identifikasi berkaitan dengan model sekolah efektif di atas,
peneliti menetapkan fokus masalah penelitian ini tentang: Bagaimana menjadikan
sebuah madrasah ideal sehingga menjadi sekolah efektif? Peneliti mengambil
studi kasus di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong yang banyak
dijadikan rujukan oleh madrasah-madrasah lain.
Konteks
Hasil dorongan dari tingkat administrasi yang lebih tinggi
Pembangunan pembiayaan pendidikan Variabel (ukuran sekolah, sarana,
prasarana, komposisi OSIS, kategori sekolah, kota/desa
Tingkat Sekolah
Tingkat hasil orientasi kebijakan Kepemimpinan pendidikan
Konsensus, rencana kerjasama guru-guru Kualitas isi kurikulum sekolah dan
susunan formal
Waktu latihan (termasuk PR) Susunan pengajaran Kesempatan belajar
Harapan yang tinggi akan kemajuan siswa
Tingkat evaluasi dan pengawasan perkembangan siswa
C. Pertanyaan Penelitian
Secara sederhana dapat dipahami bahwa kata efektif itu sendiri mengandung
pengertian tentang derajat pencapaian tujuan yang ditetapkan, maka upaya
perumusan konstruk dan indikator efektivitas sekolah tidak dapat dilepaskan dari
konsep tentang kemampuan (kompetensi) yang hendak dikembangkan melalui
pendidikan di sekolah. Dengan memperhatikan keberadaan madrasah sebagai
sebuah lembaga pendidikan, berbagai kelemahan yang berkembang di masyarakat,
dan dengan mempertimbangkan akar budaya masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Agama, maka madrasah di Indonesia seharusnya dikembangkan untuk
membantu siswanya menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupannya di
masa depan, yaitu: (1) Kompetensi keagamaan, meliputi pengetahuan, sikap dan
keterampilan keagamaan yang diperlukan untuk dapat menjalankan fungsi
manusia sebagai hamba Allah Yang Mahakuasa dalam kehidupan sehari-hari (2)
Kompetensi akademik, meliputi pengetahuan, sikap, kemampuan, dan
keterampilan yang diperlukan untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sesuai dengan jenjang pendidikannya. (3) Kompetensi
ekonomi, meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan ekonomi agar dapat hidup layak di dalam masyarakat.
(4) Kompetensi sosial pribadi, meliputi pengetahuan, sistem nilai, sikap dan
keterampilan untuk dapat hidup adaptif sebagai warga negara dan warga
masyarakat internasional yang demokratis.
Efektivitas sekolah pada dasarnya menunjukkan tingkat kesesuaiannya
antara hasil yang dicapai (achievements atau observed output) dengan
hasil-hasil yang diharapkan (objective targeta intended output) sebagaimana telah
ditetapkan. Abin Syamsuddin Makmun (1999:11)
Terkait dengan fokus penelitian tentang sekolah di atas, maka peneliti
merumuskan pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah tujuan madrasah dinyatakan secara jelas dan dapat diraih ?
2) Bagaimana kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf)
3) Bagaimana cara monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non
akademik di MAN Insan Cendekia Serpong?
4) Bagaimanakah partisipasi orang tua terhadap MAN Insan Cendekia Serpong?
5) Bagaimana tingkat orientasi kebijakan di MAN Insan Cendekia?
6) Bagaimana kepemimpinan kepala madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong?
7) Bagaimanakah kurikulum dan evaluasi MAN Insan Cendekia Serpong?
8) Bagaimana budaya madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong?
9) Bagaimana prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan
Cendekia Serpong?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan amanat Undang-undang, pendidikan mempunyai posisi
strategis untuk meningkatkan kualitas, harkat dan martabat setiap warga negara
sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dalam konteks tersebut pendidikan harus dilihat sebagai “alat sekaligus sarana” yang signifikan untuk kemajuan sebuah bangsa.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memverifikasi,
melukis-jelaskan dan memaknai determinasi madrasah efektif di MAN Insan Cendekia
Serpong dalam mencapai keefektifan sekolah, terutama yang terkait dengan
hal-hal sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan
staf) MAN Insan Cendekia Serpong, monitoring prestasi siswa dalam bidang
akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong, partisipasi
orang tua, orientasi kebijakan MAN Insan Cendekia, kepemimpinan kepala
madrasah, kurikulum dan evaluasi MAN Insan Cendekia Serpong, budaya
madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN
Insan Cendekia Serpong.
2. Menganalisis keterkaitan aspek kompetensi dan komitmen SDM (Kepala
Sekolah, guru dan staf), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik
kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi
siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong.
3. Merekomendasikan strategi peningkatan kualitas madrasah efektif di masa
depan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Secara teoritis, dapat memberikan masukan terhadap
pengembangan manajemen pendidikan khususnya di Indonesia dalam
merumuskan dan mendesain sekolah yang berkualitas.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
unsur pendidikan yang terkait dengan kondisi nyata yang dihadapi bersama dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan, di samping mendorong dan memotivasi
lembaga-lembaga pendidikan lain dalam menerapkan manajemen pendidikan
berkualitas.
Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan berdampak
positif bagi peningkatan kualitas sekolah, khususnya bagi madrasah-madrasah
yang ada di Indonesia.
F. Sistematika Penyajian
Penelitian ini disusun menjadi lima bab dan beberapa sub bab di dalamnya
dengan berpedoman pada buku Pedoman penulisan Karya Ilmiah, Tesis, dan
Disertasi yang diterbitkan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia tahun 2012.
Pada bab kesatu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan
perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi
penelitian, dan sistematika penyajian penelitian.
Kemudian bab kedua menjelaskan tentang Kajian teori yang berkaitan
dengan determinasi madrasah efektif menuju keunggulan sebuah madrasah, yang
meliputi kajian tentang kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru
partisipasi orang tua, orientasi kebijakan kepemimpinan kepala madrasah,
kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik
dan non akademik dan teori-teori yang dianggap korelasional dengan penelitian,
serta kerangka pemikiran
Bab dua mengenai Metode Penelitian, terdiri atas uraian dan penjelasan
tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, tehnik
pengumpulan data serta analisis data.
Bab empat mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri
dari temuan di lapangan tentang kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah,
guru dan staf), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non
akademik, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan kepemimpinan kepala
madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang
akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong
Bab lima terdiri dari kesimpulan dan saran yang merupakan penafsiran dan
pemaknaan peneliti terhadap hasil pembahasan temuan penelitian. Pada bagian
akhir dari penulisan dicantumkan pula daftar pustaka serta berbagai lampiran yang
135
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Salah satu madrasah unggulan program Kementerian Agama adalah MAN
Insan Cendekia Serpong. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong
bertekad hadir sebagai bagian dari solusi bangsa yang menyiapkan kader dengan
pemimpin bangsa di masa depan yang sarat dengan keunggulan IPTEK dan
IMTAK. Dengan demikian MAN Insan Cendekia Serpong dapat memasok kader
bangsa yang siap membangkitkan kejayaan Indonesia masa depan dengan
keunggulan kehidupan di berbagai bidang. Lebih dari itu MAN Insan Cendekia
Serpong juga akan memberikan sumbangsih kebangkitan bangsa dengan tetap
terjaganya konservasi nilai kebangsaan dan keagamaan. MAN Insan Cendekia
Serpong setiap tahun meluluskan siswanya dengan rata-rata nilai yang diraih
dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan grade A. Di samping itu MAN Insan
Cendekia Serpong aktif mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat kabupaten/kota,
provinsi, nasional, dan internasional
Gagasan pendirian SMU Insan Cendekia (sebelum jadi MAN) dilatar
belakangi cita-cita Pak Habibie untuk membuka jalan (akses) bagi anak-anak dari
madrasah dan pondok pesantren agar bisa memasuki perguruan tinggi umum
dalam negeri atau dikirim keluar negeri dengan beasiswa yang diusahakan oleh
BPPT atau oleh Pak Habibie sendiri (Saridjo, 2011:158).
Pada tahun 90-an ada ratusan atau ribuan siswa tamatan SMU/SMA yang
memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dikirim Pak Habibie ke berbagai
Negara di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada untuk melanjutkan studinya atas
biaya Negara-negara donor atau yayasan-yayasan di Negara Barat.
Entah atas kesadaran Pak Habibie sendiri atau atas rekomendasi ICMI,
yang kebetulan ketuanya Pak Habibie juga, (waktu itu) dalam rangka
pesantren, maka dipandang perlu mendirikan sebuah SMA yang calon-calon
siswanya 75%-80% berasal dari madrasah dan pesantren.
Atas dasar pemikiran itu, maka didirikanlah dua SMA, satu SMA Insan
Cendekia Serpong Tangerang dan satu lagi SMA Insan Cendekia Gorontalo.
Sistem rekruitmen calon siswa dan bentuk pembelajaran dari kedua SMA itu
sama, dan siswanya diasramakan.
Sejak tahun 2000, SMA Insan Cendekia, baik di Serpong maupun di
Gorontalo tidak lagi diurus BPPT dan pengelolaannya diserahkan kepada
Kementerian Agama. Dan sejak itu pula, nama Insan Cendekia diubah menjadi
Madrasah Insan Cendekia dan statusnya menjadi MAN negeri.
Dewasa ini, pembiayaan kedua MAN Insan Cendekia di Serpong dan
Gorontalo, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. Karena
sistem berasrama (boarding school) biayanya cukup mahal dibanding dengan
biaya MAN biasa.
Misinya adalah Menyiapkan calon pemimpin masa depan yang menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai daya juang tinggi, kreatif, inovatif
dan mempunyai landasan iman dan takwa yang kuat.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini berfokus pada determinasi (faktor-faktor) dominan menjadi
madrasah efektif dengan sub fokus pencapaian keunggulan madrasah di MAN
Insan Cendekia Serpong Tangerang Selatan Provinsi Banten.
Strategi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Peneliti beranggapan bahwa penelitian ini akan lebih mudah dijawab
dengan desain studi kasus. Rancangan studi kasus, juga digunakan karena peneliti
ingin mempertahankan keutuhan subjek penelitian.
Di samping itu, pemilihan strategi ini juga terkait dengan peristiwa
kontemporer yang menjadi obyek penelitian. Studi kasus lebih dikehendaki untuk
melacak peristiwa-peristiwa kontemporer yang tidak dapat dimanipulasi.
berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti, yaitu dokumen, peralatan,
wawancara, dan observasi (Yin, 2008: 12).
Studi kasus diartikan sebagai : an intensive, holistic description, and
analysis of a single instance, phenomenon or social unit (Ozbarlas:2008:60). Dari
pengertian ini memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya studi kasus
merupakan strategi penelitian yang mengkaji secara rinci atas suatu latar atau satu
orang subjek atau satu peristiwa tertentu (lihat Ary, 2007:449)
Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, di mana batas-batas antara fenomena dan konteks
tidak tampak tegas, dan memanfaatkan beragam sumber bukti. Pemilihan
pendekatan ini terkait dengan bentuk pertanyaan yang diajukan, yaitu
“bagaimana”. Seperti dikatakan Yin (2008: 9), pertanyaan-pertanyaan
“bagaimana” dan “mengapa” pada dasarnya lebih eksplanatoris dan lebih
mengarah pada strategi-strategi studi kasus, historis, dan eksperimen. Hal ini
karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu berkenaan dengan masalah-masalah
operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri, bukan sekedar frekuensi
atau kemunculan.
Adapun tipe desain studi kasus yang digunakan adalah studi kasus tunggal
terjalin. Alasan digunakannya tipe ini karena keunikan dan kemampuannya untuk
mengetengahkan suatu kontribusi yang signifikan kepada pengembangan teori dan
pengetahuan (Yin, 2008: 47-48).
Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yaitu penyajian
pandangan subjek yag diteliti sehingga dapat ditemukan konsistensi internal yang
tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga
keterpercayaan (trusthworthiness) (Mulyana, 2003:201)
C. Metode Penelitian
Terkait dengan kajian manajemen yang menjadi subyek penelitian ini,
sebagaimana dikatakan Séville dan Perret dalam Firmanzah (2003), sampai
kunjung menemukan kesimpulan tentang mana yang terbaik dan harus digunakan
dalam penelitian ilmu manajemen dan organisasi. Selama ini, sebagian besar
penelitian di dominasi oleh paradigma positivist. Sementara banyak kalangan
yang melihat paradigma ini melahirkan teori dan model yang over-generalis.
Padahal, semakin dibuktikan bahwa realitas berjalan begitu dinamis dan
kompleks, dan tidak semua kasus bisa dijelaskan oleh teori universal. Sehingga
hal ini membuat sebagian peneliti menggunakan metode yang lebih kualitatif
dalam menganalisa variabel, seperti penggunaan metode studi kasus.
Berdasarkan fokus kajian, penelitian, subyek dan karakteristik datanya,
maka metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
penelitian kualitatif disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Ia disebut sebagai metode
penelitian etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan
untuk penelitian bidang antropologi budaya. Ia juga disebut sebagai metode
kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif
(Djam’an dan Aan, 2010; Sugiyono, 2008).
Obyek alamiah sebagaimana dimaksudkan di atas adalah obyek yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti, dan kehadiran peneliti
tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Makna sentral masalah
dalam penelitian kualitatif lebih bersifat eksplorasi pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, atau pengembangan model dari suatu praktk terbaik yang
dilakukan sebuah institusi untuk ditemukan makna dibaliknya. Menurut Sarwono
(2003) dalam Djam’an dan Aan (2010), pendekatan kualitatif lebih mementingkan
proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh karena itu, urut-urutan kegiatannya
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan. Tujuan utamanya adalah mengembangkan pengertian, konsep-konsep,
yang pada akhirnya menjadi sebuah teori.
Alasan lain digunakannya pendekatan kualitatif sebagai pendekatan
penelitian ini adalah karena peneliti melihat dari sifat masalah yang diteliti dapat
juga berkeyakinan bahwa dengan pendekatan alamiah, penelitian ini akan
menghasilkan informasi lebih kaya
D. Instrumen Penelitian
Konsep dasar penelitian menyatakan, bahwa pada prinsipnya meneliti
adalah melakukan tindakan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam.
Untuk itu harus ada alat ukur yang baik dan sesuai untuk mengukur
variabel-variabel yang ada dalam fenomena-fenomena yang tersebut. Dalam kegiatan
penelitian, alat ukur itu biasanya dinamakan instrumen penelitian.
Ada dua hal yang bisa mempengaruhi kualitas hasil sebuah penelitian,
yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Semenarik
apapun masalah yang dihadapi atau ada di tengah-tengah masyarakat tentu tidak
akan ada artinya jika si peneliti tidak mampu mengungkap apa yang terjadi dalam
fenomena itu. Instrumen penelitian merupakan tumpahan teori dan pengetahuan
yang dimiliki si peneliti mengenai fenomena yang diharapkan mampu
mengungkapkan informasi-informasi penting dari fenomena yang diteliti.
Sedangkan efektivitas proses penggunaan instrumen itu akan sangat tergantung
pada proses pengumpulan data yang nota bene menggunakan instrumen yang
dibuat peneliti (Sugiyono, 2008: 250).
Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah orang (human
instrument), yaitu peneliti itu sendiri. Dengan kata lain, alat penelitian adalah
peneliti sendiri. Kategori instrumen yang baik dalam penelitian kualitatif adalah
instrumen yang memiliki pemahaman yang baik tentang metodologi penelitian,
penguasaan wawasan bidang yang diteliti, kesiapan untuk memasuki objek
penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya (Djam’an Satori, 2007: 10).
Hal ini dilakukan agar instrumen mampu menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas
temuannya. Dalam hal ini, Sugiyono (2008: 251) menyebutkan bahwa peran
peneliti merupakan key instrument dalam proses penelitian kualitatif. Oleh karena
maka peneliti dituntut untuk memiliki bekal teori dan wawasan yang luas,
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret serta mengkonstruksi situasi
sosial yang diteliti sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna.
Keuntungan peneliti sebagai instrument kunci penelitian adalah karena
sifatnya yang responsive dan adaptable. Peneliti sebagai instrument akan dapat
menekankan pada keholistikan (holistic emphasis), mengembangkan dasar
pengetahuan (knowledge bases expantion), kesegeraan memproses (processual
immediacy), dan dapat meringkas (opportunity for clarification and
summarization), serta dapat menyelidiki respon yang istimewa atau khas.
(Lincoln, 1985:192-194).
Sebagai instrument kunci, kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan
lebih memungkinkan untuk menemukan makna dan tafsiran dari subjek penelitian
dibandingkan dengan penggunaan alat nonhuman (seperti instrument angket)
sebab dengan demikian peneliti dapat mengkonfirmasi dan melakukan
pengecekan kembali kepada subjek apabila informasinya kurang atau tidak sesuai
dengan tafsiran peneliti melalui pengecekan anggota (member checks)
Sebagai instrument kunci, peneliti menyadari bahwa dirinya merupakan
perencana, pengumpul dan penganalisa data, sekaligus menjadi pelapor dari hasil
penelitiannya sendiri. Karenanya peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi lapangan. Hubungan baik antara peneliti dan subjek penelitian
sebelum, selama maupun sesudah memasuki lapangan merupakan kunci utama
dalam keberhasilan pengumpulan data. Hubungan yang baik dapat menjamin
kepercayaan dan saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi akan
membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat
dengan mudah dan lengkap. Peneliti harus menghindari kesan-kesan yang
merugikan informan. Kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan diketahui
secara terbuka oleh subjek penelitian.
Sehubungan dengan hal di atas, peneliti menempuh langkah-langkah
sebagai berikut : 1) sebelum memasuki lapangan, peneliti meminta izin kepada
pihak sekolah yang bersangkutan dan mempersiapkan segala peralatan yang
menghadap kepala madrasah MAN Insan Cendekia dan menyampaikan surat izin
penelitian, memperkenalkan diri serta menyampaikan tujuannya. 3) membuat
jadwal penelitian berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan subjek penelitian.
4) memperkenalkan diri kepada warga sekolah melalui pertemuan formal maupun
non formal. 5) melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal
yang telah disepakati. 1. Bagaimanakah kompetensi dan
komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf) MAN Insan
Cendekia Serpong ?
2. Bagaimanakah monitor prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong?
7. Bagaimana budaya madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong?
E. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai
situasi sosial pendidikan yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat
triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara
gabungan.
Penelitian kualitatif secara inheren merupakan multi-metode di dalam satu
fokus, yaitu yang dikendalikan oleh masalah yang diteliti. Penggunaan
multi-metode atau yang lebih dikenal triangulation, mencerminkan suatu upaya untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang
diteliti. Yang bernama realitas obyektif sebetulnya tidak pernah bisa ditangkap.
Triangulation bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian, tetapi hanyalah suatu
alternatif terhadap pembuktian. Kombinasi yang dilakukan dengan multi-metode,
bahan-bahan empiris, sudut pandang dan pengamatan yang teratur tampaknya
menjadi strategi yang lebih baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan
kedalaman suatu penelitian. (Agus Salim, 2001)
Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dengan
tujuan tertentu. Maksud wawancara antara lain untuk membuat suatu konstruksi
"sekarang dan di sini" mengenai orang, peristiwa, aktivitas, motivasi, perasaan
dan lain sebagainya. (Lincoln dan Guba, 1985: 268).
Lebih jelas mengenai penggunaan wawancara sebagai salah satu teknik
pengumpulan data ini, berikut kutipan dari Nasution (2003: 92):
“Dalam penelitian naturalistik kita ingin mengetahui bagaimana persepsi responden (informan, pen.) tentang dunia kenyataan. Untuk itu kita harus
berkomunikasi dengan dia melalui wawancara. Observasi saja tidak memadai
dalam melakukan penelitian. Mengamati kegiatan dan kelakuan orang saja tidak
observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Dengan melakukan wawancara
kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden (informan, pen.).”
Tehnik wawancara terdiri dari tiga jenis, yaitu : wawancara terstruktur
(structured interview), wawancara semiterstruktur (semistructured interview) dan
wawancara tidak terstruktur (unstructured interview). (Sugiono, 2008:233).
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan sesuai dengan
pedoman penelitian, apabila muncul kejadian di luar pedoman tersebut maka hal
itu tidak perlu diperhatikan. Adapun wawancara semiterstruktur adalah
wawancara yang dilakukan dengan mengembangkan instrument penelitian.
Wawancara semiterstruktur ini sudah masuk dalam kategori wawancara
mendalam, di mana pelaksanaannya lebih bebas dan terbuka dibanding dengan
wawancara terstruktur. Wawancara yang sebenarnya adalah jenis wawancara
ketiga. Kerena itu wawancara mendalam sering juga disebut dengan wawancara
tak terstruktur yang menerapkan metode interview secara lebih mendalam, luas,
dan terbuka dibanding dengan wawancara terstruktur. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pendapat, persepsi, pengetahuan dan pengalaman seseorang.(Sugiono,
2008).
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
jenis kedua dan ketiga yaitu semiterstruktur (semistructure interview)dan
wawancara tidak terstruktur (unstructured interview). Dipilihnya jenis wawancara
ini dimaksudkan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan gagasan-gagasannya
mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2008: 302)
2. Observasi Partisipatif
Observasi adalah cara yang memungkinkan peneliti berhubungan secara
langsung dengan subyek penelitian. Dengan hubungan langsung tersebut peneliti
dapat melihat langsung apa yang terjadi di lapangan. Patton seperti yang dikutip
Nasution (2003: 59-60) mengemukakan beberapa manfaat yang diperoleh melalui
teknik observasi dalam mengumpulkan data. Dengan berada di lapangan, peneliti
langsung memungkinkan peneliti menggunakan teknik induktif, sehingga tidak
dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Peneliti dapat
melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang
yang berada di lingkungan itu, karena telah dianggap biasa, dan karena itu tidak
akan terungkap dalam wawancara. Peneliti juga dapat menemukan hal-hal yang
sedianya tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif
atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Selanjutnya, peneliti
dapat menggunakan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti
memperoleh gambaran yang komprehenshif. Di lapangan, peneliti tidak hanya
dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.
Adapun jenis observasi yang diguanakan adalah partisipasi pasif (passive
participation). Dalam hal ini peneliti mendatangi institusi yang menjadi subyek
penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen dan catatan (Document and Record) merupakan sumber
informasi yang sangat berguna. Beberapa alasan digunakan analisis dokumen ini,
antara lain; 1) dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena
mudah diperoleh dan relatif murah, 2) merupakan sumber informasi yang mantap,
baik dalam merefleksikan situasi secara akurat maupun untuk melakukan
dianalisis ulang tanpa membuat perubahan di dalamnya, 3) dokumen dan catatan
merupakan sumber informasi yang kaya, 4) keduanya merupakan sumber resmi
yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan pernyataan formal dan 5) tidak
seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan tidak terpengaruh
oleh perlakuan peneliti. (Lincoln and Cuba, 1985: 276-277).
F. Analisis dan Penafsiran Data
Analisis data dilakukan dalam dua tahap waktu, yaitu analisis selama dalam
proses pengumpulan data selama berada di lapangan, dan analisis pasca
pengumpulan data.
Analisis selama dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan cara (1)
analitik-korektif, (3) mengembangkan rencana pelengkapan data sesuai
kebutuhan, (4) menjaga konsistensi relevansi data dengan fokus penelitian, (5)
membuat catatan sistematis hasil pengamatan, (6) mempelajari rujukan yang
relevan selama di lapangan, (7) menggunakan konsep, analogi yang
divisualisasikan.
Sedangkan analisis data pasca pengumpulan data dilakukan melalui
kegiatan (1) reduksi data untuk menyelaraskan data dengan masalah penelitian
berdasar prinsip ketersesuaian data, (2) menyajikan tampilan (display) dalam
bentuk tabel, gambar, matrik, bagan, dan diagram yang menggambarkan keutuhan
atau totalitas data penelitian, (3) penarikan kesimpulan hasil penelitian.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh
dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi, dan analisis dokumentasi yang
sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi, dokumen pribadi, gambar,
foto dan sebagainya. Langkah berikutnya adalah melakukan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, berupa upaya membuat rangkuman
inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun makna yang bulat dan dapat
berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorikan sesuai dengan tema yang dibahas. Kategori ini dilakukan sambil
membuat pengkodean. Tahap akhir analisis data adalah mengadakan pemeriksaan
terhadap keabsahan data untuk kemudian dilakukan penafsiran data. Dalam
mengolah data sementara menjadi teori substantif digunakan beberapa metode
tertentu.
Penafsiran data memberikan arti yang signifikan kepada analisis,
menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Tujuan utama penafsiran data dalam penelitian ini adalah untuk mencapai teori
substantif, teori baru dari dasar, yaitu teori mengenai implementasi manajemen
mutu terpadu di sekolah.
Adapun tahap awal yang dilakukan peneliti untuk menafsirkan data adalah
menemukan kategori dengan kawasannya. Kemudian memaknai data sehingga
penyusunan teori yang berasal dari data (teori substansif) yang dilakukan melalui
analisis komperatif (Moleong, 1990: 190-214).
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa karena penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang telah terkumpul akan
dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan untuk memasukkan perhatian
terhadap data-data yang dianggap penting, dan data-data mana yang harus
ditinggalkan agar memudahkan dalam mengendalikan data.
2. Display data, yaitu upaya untuk menyajikan data agar dapat melihat secara
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu yang menjadi fokus dari
penelitian ini.
3. Mengambil kesimpulan dengan cara melakukan verifikasi, penyelarasan,
dan perumusan hasil penelitian. (Miles & Huberman, 1992 :17)
Berikut bagan teknik analisa data dalam penelitian kualitatif model
interaktif :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan Akhir
253
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Pengelolaan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong sudah
menggunakan pendekatan-pendekatan model madrasah efektif mulai dari input,
proses, dan outputnya.
Berdasarkan analisis data hasil penelitian di lapangan dan pembahasannya,
dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut;
1. Dalam memilih, menunjuk, dan mengangkat SDM sebuah lembaga pendidikan
diperlukan penyeleksian yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga akan
berfungsi optimal dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kompetensi Sumber daya manusia madrasah MAN Insan Cendekia Serpong
linear dengan kebutuhan sebuah lembaga pendidikan, sehingga berdampak baik
pada pelaksanaan program dan kegiatan madrasah.
Begitu juga komitmen kerja SDM warga madrasah MAN Insan Cendekian
dapat dikatakan sangat memuaskan. Tidak ada keluhan atau komplain yang
signifikan dari warga madrasah berhubungan dengan kinerja dan partisipasi
mereka. Hampir semuanya mengatakan betah kerja atau belajar di IC karena
nyaman, terbuka, dan kebersamaan. Di samping sebagai formalitas ada kontrak
kerja tertulis yang ditandatangani awal tahun pelajaran.
Berkenaan dengan hal ini terlihat bahwa pada kegiatan yang dilakukan setiap
awal tahun ajaran, khususnya pimpinan, guru dan staf madrasah selalu
mengadakan musyawarah kerja guna membahas program dan kegiatan yang sudah