• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERT (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERT (1)"

Copied!
290
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

OLEH

OSWAR MUADZIN MUNGKASA 860 0000 067

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

(2)

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

OLEH

OSWAR MUADZIN MUNGKASA 860 0000 067

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi

pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(3)

PERSETUJUAN DISERTASI

Nama : OSWAR MUADZIN MUNGKASA

N.P.M. : 860 0000 067

Kekhususan : Ekonomi Publik

Judul Disertasi : DAMPAK INVESTASI AIR MINUM

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

Depok, 15 Agustus 2006

Promotor, Ketua tim penguji,

Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto Prof. Dr. Moh. Arief Djanin

Kopromotor, Penguji,

Dr. Mohamad Ikhsan Dr. B. Raksaka Mahi

Dr. Montty Girianna Dr. Arindra A. Zainal

Ketua Program Studi, Dr. Luky Alfirman

(4)

ABSTRAK DISERTASI

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

OSWAR MUNGKASA 860 0000 067

Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia

Klasifikasi JEL : C68, D31, D58, E22, E62

Kata Kunci: 1. Investasi air minum 4. Pertumbuhan pro poor 2. Pertumbuhan ekonomi 5. DKI Jakarta

3. Distribusi pendapatan 6. Computable General Equilibrium

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang terkait dengan penyediaan air minum bagi penduduk miskin di perkotaan dengan mengambil kasus DKI Jakarta. Pemerintah belum mampu menyediakan prasarana dan sarana pelayanan publik yang memadai, diantaranya, dalam bentuk pelayanan kebutuhan air minum. Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk melalui air minum perpipaan khususnya penduduk miskin perkotaan, ditengarai dapat mengurangi beban pengeluaran air minum, beban pengeluaran bagi biaya pengobatan akibat penggunaan air minum yang tidak layak, dan mengurangi jumlah hari nonproduktif. Kondisi ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan tabungan rumah tangga miskin yang mengarah pada meningkatnya pendapatan per kapita dan membaiknya kesenjangan pendapatan, yang akhirnya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian secara keseluruhan.

(5)

ekonomi yang dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Dikaitkan dengan kondisi DKI Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro poor merupakan suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan diantaranya (i) tingkat urbanisasi yang masih tinggi, dan (ii) proporsi penduduk yang belum mendapat akses air minum perpipaan masih cukup tinggi.

Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor; (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disertasi ini menggunakan model komputasi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium/CGE) atau disingkat model CGE. Model CGE adalah suatu sistem persamaan simultan tak-linier yang mensimulasikan perilaku optimal dari semua konsumen dan produsen yang ada di dalam suatu perekonomian. Tiga skenario simulasi diterapkan dalam studi ini dengan menggunakan data SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 untuk mengetahui skenario pembangunan air minum yang dapat mengarah pada pertumbuhan pro-poor, yaitu (i) simulasi investasi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan dan air minum nonperpipaan, (ii) simulasi subsidi berupa penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin yang bersumber dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat, (iii) simulasi investasi dan subsidi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan yang disertai penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin, baik dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat.

(6)

Beberapa rekomendasi penting, yaitu (i) pemerintah daerah sebaiknya menjadikan akses air minum bagi penduduk miskin sebagai salah satu target dan indikator keberhasilan pembangunan DKI Jakarta, (ii) penyediaan subsidi bagi rumah tangga miskin masih diperlukan jika proporsi rumah tangga miskin yang belum mendapat akses air minum perpipaan masih relatif besar. Sumber dana subsidi yang potensil diantaranya adalah dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan (iii) mengembangkan program pembangunan air minum berbasis masyarakat, (iv) air minum nonperpipaan masih dapat menjadi alternatif sumber air minum jika dilakukan pembenahan aspek regulasi, penyediaan sumber dana investasi, dan peningkatan jumlah sumber air seperti kran umum sehingga harga air minum nonperpipaan menjadi terjangkau, dan (v) pembenahan kendala akses bagi rumah tangga miskin seperti biaya pemasangan yang terjangkau.

Background of this study is the existence of a number of problems in relation to provision of drinking water for poor people in urban area by taking case of the Jakarta Special Territory Administration (DKI Jakarta). Government is not yet able to provide proper public service facilities and infrastructures, among others are in the form service of drinking water need. Fulfillment of drinking water need for people through piped water especially poor people in urban area, is assumed to reduce drinking water expenses burden, medication costs are resulted from the use of unreasonable drinking water, and minimizing the number of non-productive days. This condition will boost productivity and poor family saving directing to the rise of income per capita and improving gap of income which finally produced impact on improvement of economic condition entirely.

(7)

and poverty. In relation to DKI Jakarta’s conditions, investment on drinking water which is pro-poor in nature is a certainty, with a number of considerations (i) urbanization level that remains high, and (ii) the number of people who have not yet obtained access of piped water remains high.

Thus, the questions revealed are (i) does investment on piped water in DKI Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (ii) does investment on non-piped water in DKI Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (iii) does the government subsidy on provision of drinking water in DKI Jakarta trigger pro-poor economic growth?

To answer those questions, this dissertation uses a Computable General Equilibrium (CGE) or shortened with CGE Model. CGE model is a non-linier simultaneous equation that simulates optimal attitude of all consumers and producers within economy. Three scenarios of simulation is implemented in this study using data of SNSE (social accounting matrices/SAM) DKI Jakarta year 2000 to know scenario of development of drinking water that directs to a pro-poor growth, that is (i) investment simulation in the form of increasing investment on piped water and non-piped water, (ii) subsidy simulation in the form of provision of drinking water subsidy for poor family derived from increasing piped water tax and the central government transfer, (iii) investment simulation and subsidy in the form of increasing investment of piped water along with provision of drinking water subsidy for poor family either from increasing tax on piped water or the central government transfer.

Result of simulation indicates that drinking water investment increase in DKI Jakarta resulted on economic growth but it did not influence on income gap reduction, meaning that the drinking water development in DKI Jakarta has not yet reached a pro-poor nature. Besides, in order to establish a pro-poor growth, the piped water investment should be supported with provision of subsidy from the central government. The higher investment value, the more subsidy needed.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas perkenanNya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.

Bagi penulis, disertasi ini merupakan kulminasi dari kerja keras dan dukungan dari banyak pihak. Perjalanan penyusunannya melewati rentang waktu yang cukup lama, hampir 1,5 tahun sejak masih berbentuk pemikiran awal. Dikerjakan pada berbagai tempat dan kesempatan, mulai dari sepanjang malam setelah jam kantor di kantor Kelompok Kerja Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), di tengah rapat yang membosankan, di bandara ketika menunggu pesawat yang sering terlambat, di mall sambil menunggu anak main game, di sela-sela kunjungan lapangan, di kampus pada akhir pekan, dan tentu saja di rumah ketika memungkinkan khususnya di akhir pekan.

Disertasi ini merupakan buah dari bantuan berbagai pihak. Pertama-tama saya ucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, selaku promotor, yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi saran dan masukan bagi perbaikan disertasi ini, baik secara langsung maupun melalui email. Penghargaan dan rasa terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mohamad Ikhsan, selaku kopromotor I, yang dengan tekun memberi kritik dan saran bagi perbaikan disertasi saya, selain menyangkut model dan teori ekonomi, juga menyangkut tata cara penulisan, bahkan berkenan secara khusus membaca keseluruhan rancangan final disertasi ini sebelum menjadi naskah disertasi seperti saat ini. Selain itu, Bapak Dr. Montty Girianna, selaku kopromotor II, yang banyak memberi saran dan masukan terutama ketika penulis dalam kondisi mulai ‘putus asa’ dengan penyelesaian model yang tidak kunjung mendapatkan solusi serta penyempurnaan materi narasi.

(10)

tersebut, terdapat Tim Penguji yang melakukan evaluasi terhadap materi yang disampaikan oleh penulis. Tim penguji terdiri dari promotor, Kopromotor ditambah dengan empat penguji lain. Untuk itu, terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Moh. Arief Djanin, selaku ketua Penguji, yang dengan sabar memimpin sesi sidang dan memberi masukan penyempurnaan khususnya kesimpulan disertasi, Bapak Dr. Luky Alfirman, selaku anggota Penguji, yang banyak memberi masukan dari aspek ekonomi publik, Bapak Dr. B. Raksaka Mahi, selaku anggota Penguji, yang banyak memberi saran dan masukan bagi perbaikan model, Bapak Dr. Arindra A. Zainal, selaku anggota Penguji, yang memberi masukan perbaikan terutama pada materi kesimpulan dan juga selaku Ketua Program yang banyak memberi kemudahan bagi penyelesaian studi penulis. Selain itu, juga kepada Bapak Dr. Suahasil Nazara dan Bapak Dr. Sugiharso Safuan yang memberi masukan penyempurnaan proposal penulis pada saat ujian proposal.

Bersekolah di UI pada awalnya tidak secara sengaja menjadi pilihan penulis. Ketika pada tahun 2000, setelah menyelesaikan tugas mengembangkan proyek Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) sebagai bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS), penulis terdorong mengambil kuliah setelah melihat sahabat penulis Hanggono T. Nugroho yang telah terlebih dahulu menjadi mahasiswa program S-3 Ekonomi UI. Proses kuliah kemudian tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, ternyata terasa sangat menyenangkan ditengah tugas dan beban kuliah yang berat terutama karena fakultas ekonomi UI terkenal dengan pameo ‘sulit masuk apalagi keluarnya’. Kesenangan ini terutama disumbangkan oleh keberadaan rekan-rekan program pascasarjana ekonomi angkatan 2000, yang sangat kompak dan saling mendukung. Beberapa diantara teman-teman tersebut adalah Edy Suratman, Djoni Hartono, ‘Mas Iwan’, Wildan, Tauhid, Pak Bambang, Esa, Ratna, Syarkawi, Mawardi, Bintoro dan banyak lagi yang lain. Masa bersama mereka semua menjadi bagian yang indah untuk dikenang.

(11)

perkuliahan penulis. Tanpa bantuan dan dorongan mereka, masa-masa kuliah S-3 akan terasa sangat kering dan bahkan mungkin disertasi ini tidak terwujud. Terima kasih atas tahun-tahun yang penuh warna tersebut.

Keeratan hubungan diantara rekan-rekan mahasiswa S-3 juga tentunya sangat membantu proses penyelesaian perkuliahan. Masa-masa belajar bersama menghadapi ujian preliminary sangat menyenangkan, bersama-sama kita saling mengisi kekurangan masing-masing. Penulis yang sangat tertolong dalam proses ini, karena latar belakang penulis yang bukan ekonomi menjadikan penulis sebagai ‘anak bawang’ dalam proses persiapan tersebut. Beberapa diantara rekan S-3 tersebut diantaranya Edy Suratman, Hanggono T. Nugroho, Sony, Pak Hasman, Willem, Andi Alfian, Beta, Jenny, Widyono, Wanto, dan banyak lagi yang lain. Terselesaikannya disertasi ini melengkapi kebersamaan kita yang menyenangkan tersebut.

(12)

Bekerja dan bersekolah ternyata bukan sesuatu yang mudah. Namun, dorongan dan dukungan dari atasan, rekan sejawat, mitra kerja, dan sesama staf menjadikan hidup lebih mudah. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Herman Haeruman, yang pada saat itu selaku Deputi Regional Bappenas, dan Bapak Max Pohan yang pada saat itu selaku Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah Bappenas, yang memberi kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan S-3 Pascasarjana Ekonomi UI. Walaupun secara resmi sebenarnya penulis tidak mendapat tugas belajar dari Bappenas, tetapi hal tersebut tidak mengurangi semangat menyelesaikan perkuliahan. Kemudian di tengah proses perkuliahan, penulis berpindah tugas ke Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas, yang menjadikan penulis lebih sibuk lagi terutama dengan tugas baru untuk juga menjadi anggota Pokja AMPL. Kerelaan dan dorongan Bapak Basah Hernowo selaku atasan penulis memberi kesempatan menyelesaikan sekolah sangat membantu mempercepat terselesaikannya disertasi ini. Tentunya termasuk juga kerelaan dan dorongan semangat kadang disertai ‘sindiran kapan selesainya’ dari rekan-rekan kantor Nugroho Tri Utomo, Pungki Sumadi, Bastary Pandji Indra, Salusra ‘Ilus’ Widya, Anti, Ita, Nurul, Andre, Mbak Mia, Sali yang ternyata memicu semangat penulis. Sindiran membawa berkah.

Sebagian besar waktu penulisan disertasi ini dilakukan di kantor sekretariat Pokja AMPL. Pada beberapa kesempatan ketika sedang sibuk sekali, terpaksa penulis meminta bantuan rekan-rekan staf sekretariat Pokja. Untuk itu, terima kasih buat Rudi yang membantu merapikan grafik, Meddy, Adi, Puput yang merapikan tampilan narasi, Agus Suhada yang ketambahan tugas mengantar rancangan disertasi dan undangan ke pembimbing dan penguji, Andri yang selalu setia menemani ketika penulis begadang di kantor, Aini yang sibuk menghubungi pusat bahasa Depdiknas dalam rangka perbaikan tata bahasa disertasi ini, dan Reski yang membaca seluruh naskah disertasi sebelum dijilid. Terima kasih juga atas kesabaran semua staf sekretariat Pokja AMPL dan WASPOLA yang sedikit terganggu ritme kerjanya oleh kesibukan penulis menyelesaikan disertasi.

(13)

perhatian pengambil keputusan. Menjadikan air minum sebagai topik disertasi merupakan upaya penulis untuk meningkatkan profil air minum di Indonesia. Disamping itu, kekompakan dan kegembiraan yang selalu penulis rasakan selama bergabung dengan Pokja AMPL secara tidak langsung juga mendorong penulis menyumbang pemikiran bagi sektor air minum dan penyehatan lingkungan. Dorongan dan pengertian dari rekan-rekan anggota Pokja AMPL untuk menyelesaikan disertasi ini sangat terasa terutama kerelaan rekan pokja untuk sedikit terbebani tugas rutin pokja yang seharusnya menjadi porsi saya, sangat saya hargai.

Dalam proses penetapan hari sidang, maupun proses administrasi lainnya, penulis sangat merasakan dukungan dari sekretariat program pascasarjana ekonomi UI khususnya bantuan dari Mirna. Tak lupa Ibu Niken, Sekretaris Pak Prijono di Jamsostek, juga sangat berperan membantu dalam proses penentuan waktu sidang tertutup, yang dapat terlaksana ditengah-tengah kepulangan Pak Pri dari Jepang untuk keperluan RUPS Jamsostek. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.

Salah satu hal yang menjadi prioritas dalam hidup penulis adalah dapat membahagiakan orang tua. Penulis berharap, terselesaikannya disertasi ini dapat melengkapi kebahagian bagi Ibu Mungkasa, nenek penulis, yang selalu berpuasa setiap kali penulis dapat melewati ujian, Bapak dan Mama yang selalu berdoa bagi keberhasilan penulis, adik-adik penulis yang selalu mendorong dan membantu dikala penulis sedang butuh bantuan, serta Mertua penulis yang selalu menemani cucunya di rumah ketika penulis harus berkutat dengan tugas sekolah. Semuanya pengorbanan tersebut sangat penulis hargai.

Terakhir, yang paling utama bagi penulis adalah adanya dorongan dan dukungan dari istriku Verosya ‘Ade’ Zaina dan anakku Fakhrie Fadhlullah Mungkasa yang dengan sabar menunggu penulis dapat menyelesaikan sekolah S-3 ini. Setelah ini, Insya Allah tidak ada lagi hari-hari sibuk di akhir pekan.

Depok, Agustus 2006.

(14)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR KOTAK ………... DAFTAR SINGKATAN ………...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………... 1.2 Masalah Penelitian ……… 1.3 Tujuan dan Hipotesis Penelitian ……… 1.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian ……… 1.5 Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian ……….. 1.6 Sistematika Penulisan ………

BAB II KONDISI SEKTOR AIR MINUM DKI JAKARTA

2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta ………. 2.1.1 Administrasi ………. 2.1.2 Kependudukan ………. 2.2 Kondisi Perekonomian DKI Jakarta ……… 2.2.1 Pangsa dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi ………….. 2.2.2 Pendapatan per Kapita ………. 2.2.3 Tingkat Kemiskinan ………. 2.2.4 Distribusi Pendapatan ……….. 2.2.5 Kebijakan Sektor Air Minum DKI Jakarta ………….. 2.2.6 Pola Penyediaan Air Minum di DKI Jakarta ………… 2.3 Perkembangan dan Rencana Pengembangan Penyediaan Air

Minum DKI Jakarta ………. 2.3.1 Praprivatisasi Pengeloalaan Air Minum DKI Jakarta . 2.3.2 Privatisasi Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta …….

iii viii xiii xvii xxi xxvi xxvii

1 5 6 9 10 12

14 14 14 15 15 17 17 19 21 21

(15)

2.3.3 Kinerja Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Setelah Privatisasi ………... 2.3.4 Sistem Distribusi Pelayanan Air Minum Nonperpipaan 2.3.5 Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi

Energi untuk Penyediaan Prasarana Air Bersih ………..

BAB III PENYEDIAAN AIR MINUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN: SUATU TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karakteristik Air Minum ……….. 3.2 Penyediaan Air Minum (Publik, Swasta, Penyedia Skala Kecil)

dan Penanggulangan Kemiskinan ……… 3.2.1 Penyediaan Air Minum oleh Pemerintah dan Privatisasi 3.2.2 Privatisasi Air Minum dan Penanggulangan Kemiskinan 3.3 Penyedia Air Minum Skala Kecil: Salah Satu Alternatif ……… 3.3.1 Keterbatasan Penyediaan Air Minum Skala Besar …….. 3.3.2 Kategori Penyedia Air Minum Skala Kecil ………. 3.3.3 Peran Penyedia Air Minum Skala Kecil ………. 3.3.4 Beberapa Pengalaman Pengelolaan ………. 3.3.5 Masa Depan Pelayanan Air Minum Skala Kecil …….... 3.4 Kaitan Pembangunan Air Minum terhadap Kemiskinan,

Distribusi Pendapatan, dan Pertumbuhan Eonomi ………. 3.4.1 Pembangunan Air Minum dan Kemiskinan ……… 3.4.2 Pembangunan Air Minum dan Pertumbuhan Ekonomi .. 3.4.3 Pembangunan Air Minum dan Kesenjangan …………... 3.5 Pertumbuhan Pro Poor ………

3.6 Rangkuman ……….

BAB IV PEMODELAN DAMPAK INVESTASI AIR MINUM

4.1 Teori Keseimbangan Umum ………... 4.2 Model Komputasi Keseimbangan Umum (CGE) ………... 4.2.1 Prinsip dan Kerangka Dasar ………

Hal

28 33

34

36

38 38 42 48 48 49 50 51 53

54 54 60 61 61 63

(16)

4.2.2 Model Standar Komputasi Keseimbangan Umum ……. 4.3 Model CGE Air Minum DKI Jakarta ………. 4.3.1 Kebutuhan Data ………... 4.3.2 Penyesuaian SNSE dalam Model CGE ……….. 4.3.3 Beberapa Prinsip Dasar ……….. 4.3.4 Aktor dan Perilakunya ……….... 4.3.5 Variabel dan Skalar ………. 4.3.6 Persamaan Model ………... 4.4 Perubahan Kesejahteraan ………...

BAB V SKENARIO KEBIJAKAN DAN HASIL SIMULASI

5.1 Validasi Model CGE ... 5.2 Skenario Simulasi ... 5.3 Hasil Simulasi ………. 5.3.1 Simulasi I: Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 5.3.2 Simulasi II: Peningkatan Investasi Air Minum Non Perpipaan ……… 5.3.3 Simulasi III: Penyediaan Subsidi dari Peningkatan

Pajak Air Minum ………..……….. 5.3.4 Simulasi IV: Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat …….. 5.3.5 Simulasi V: Peningkatan Investasi Air Minum

Perpipaan dan Penyediaan Subsidi dari Pajak Air Minum Perpipaan ……… 5.3.6 Simulasi VI: Peningkatan Investasi Air Minum

Perpipaan dan Penyediaan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat …...………….. 5.4 Rangkuman ……….

5.4.1 Pertumbuhan Ekonomi ……… 5.4.2 Distribusi Pendapatan ………. 5.4.3 Kelompok Penerima Manfaat ………. 5.4.4 Pertumbuhan Pro Poor ………...

Hal

69 82 82 82 84 84 89 89 98

100 100 109 109

111

112 118

120

(17)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan ……….. 6.2 Rekomendasi ………..……….. 6.3 Beberapa Catatan ………. 6.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Model CGE ………. 6.3.2 Kelemahan Model CGE Air Minum DKI Jakarta …... 6.4 Studi Lanjutan ………..

DAFTAR PUSTAKA ………..

Lampiran 1 Konsep dan Definisi ……….. Lampiran 2 Fungsi Penting dalam Model CGE ……….. Lampiran 3 Sistem Neraca Sosial Ekonomi ………. Lampiran 4 Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 (45x45,

Jutaan Rupiah) ... Lampiran 5 Penyesuaian Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 Lampiran 6 Deklarasi Indeks ... Lampiran 7 Ukuran Distribusi Pendapatan ...

BIOGRAFI SINGKAT ...

Hal

157 160 164 164 166 168

169 181 185 187

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam persen) ……….. Tabel 2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun

1980-2004 ……… Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta Tahun

2000 dan 2003 (Berdasar Harga Konstan 1993) dalam Rp. Juta …. Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita DKI Jakarta

Periode 1996-2003 ………... Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000 dan 2003 Tabel 2.5 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan

Rumah Tangga, Tahun 2000 ……….... Tabel 2.6 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 2000 ……….... Tabel 2.7 Target Teknis Tahun 1998-2002 ……….. Tabel 2.8 Rencana Investasi PT. Thames PAM Jaya dan PT. PAM

Lyonnaise Jaya, 1998-2002………... Tabel 2.9 Kinerja Privatisasi Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Tahun

2004 ……… Tabel 2.10 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 …………... Tabel 2.11 Klasifikasi Rumah Tangga Berdasar Sumber Air Minum Tahun

2003 ……… Tabel 2.12 Peningkatan Layanan Air Minum bagi Penduduk Miskin di Jakarta

(1998-2002) ……….. Tabel 2.13 Sistem Tarif Air Minum DKI Jakarta, Tahun 2005 ……….. Tabel 2.14 Realisasi Dana Program Subsidi Energi Air Bersih (SE-AB) Tahun

2001-2004 ………. Tabel 3.1 Rangkuman Kaitan Ekonomi Makro antara Peningkatan Partisipasi

Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur dan Kesejahteraan Penduduk Miskin ...………. Tabel 3.2 Rangkuman Kaitan Ekonomi Mikro antara Peningkatan Partisipasi

Swasta dalam Pembangunan Infrastuktur dan Kesejahteraan

Penduduk Miskin ……….………. hal

4

15

16

17 18

19

20 27

28

29 29

30

31 32

35

43

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3 Model Kemitraan Pemerintah Swasta yang Potensial Melayani Penduduk Miskin …..……….... Tabel 3.4 Tipe dan Karakteristik Penyedia Air Minum Skala Kecil . ... Tabel 3.5 Perbandingan Harga Air Minum Penjaja Keliling dan Perpipaan di

Kota Besar Dunia .……….... Tabel 3.6 Proporsi Pengeluaran Air Minum Rumah Tangga Miskin Perkotaan Tabel 4.1 Struktur Dasar SAM pada Model CGE ………... Tabel 4.2 Penyesuaian Klasifikasi SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 Ukuran

103x103 ..……… Tabel 4.3 Persamaan Produksi ……….……….. Tabel 4.4 Persamaan Ekspor dan Impor ………….……….. Tabel 4.5 Persamaan Modal ……….. Tabel 4.6 Persamaan Pendapatan ……….………. Tabel 4.7 Persamaan Pengeluaran ………. Tabel 4.8 Persamaan Kliring Pasar ……… Tabel 5.1 Skenario Simulasi I dan II ………. Tabel 5.2 Skenario Simulasi III ..………... Tabel 5.3 Skenario Simulasi IV ……….………... Tabel 5.4 Skenario Simulasi V ... Tabel 5.5 Skenario Simulasi VI ... Tabel 5.6 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar

Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan ……….... Tabel 5.7 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar

Peningkatan Investasi Air Minum Non Perpipaan …..……….. Tabel 5.8 Pengaruh Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan terhadap

Indikator Ekonomi ...…….……….. Tabel 5.9 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………...

hal

47 50

56 57 69

83 91 92 93 94 96 97 106 106 106 106 107

110

111

114

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.10 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar

Penyediaan Subsidi dari Pemerintah Pusat ...……… Tabel 5.11 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum

Perpipaan... Tabel 5.12 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………. Tabel 5.13 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum

Perpipaan ……….. Tabel 5.14 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………. Tabel 5.15 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………. Tabel 5.16 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………. Tabel 5.17 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Peningkatan

Investasi Air Minum …….………... Tabel 5.18 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Subsidi ………….. Tabel 5.19 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ………. Tabel 5.20 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum

Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat ……….. Tabel 5.21 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Peningkatan Investasi Air Minum ……….

hal

119

121

123

125

127

129

131

133 138

144

145

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.22 Rekapitulasi Dampak Subsidi terhadap Distribusi Pendapatan ... Tabel 5.23 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum

Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ... Tabel 5.24 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum

Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat ... Tabel 5.25 Rekapitulasi Pertumbuhan Pro Poor ...

hal

149

(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 PDRB DKI Jakarta 2000-2003 Harga Konstan 1993 …………... Gambar 2.2 Pertumbuhan PDRB/Kapita DKI Jakarta Harga Konstan 1993

Tahun 1996-2002 ……….. Gambar 2.3 Penyebaran Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000,

2003 …... Gambar 2.4 Distribusi Pendapatan DKI Jakarta 2000 ………... Gambar 2.5 Produksi dan Air Terjual PAM Jaya 1993-1997 ……….. Gambar 2.6 Penerimaan dan Biaya Operasional PAM Jaya 1993-1997 …….. Gambar 2.7 Jumlah Sambungan PAM Jaya 1993-1997 ……….. Gambar 2.8 Sistem Jaringan Pipa Distribusi Air Minum DKI Jakarta ………. Gambar 2.9 Distribusi Air Minum Nonperpipaan dari Sumber Air Minum

Perpipaan Tahun 2005 ……….. Gambar 3.1 Pengaruh Ketersediaan Air Minum terhadap Beragam Dimensi

Kemiskinan ………... Gambar 3.2 Jalur Utama Penularan Penyakit melalui Air ……….... Gambar 3.3 Kebijakan, Pertumbuhan, Perubahan Distribusi dan Penurunan

Kemiskinan ………... Gambar 4.1 Struktur Dasar Model CGE ... Gambar 4.2 Teknologi Produksi …..………. Gambar 4.3 Aliran Komoditas yang Dipasarkan ……….. Gambar 4.4 Struktur Fungsi Sektor Produksi ………... Gambar 4.5 Struktur Fungsi Konsumsi ……….... Gambar 4.6 Keterkaitan Antarsektor dalam Wilayah ………... Gambar 4.7 Struktur Fungsi Sektor Produksi ………... Gambar 5.1 Bagan Alir Skenario Simulasi ...……….. Gambar 5.2 Bagan Alir Simulasi ...

hal

15

16

18 20 24 24 25 25

33

55 58

(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan ..……….. Gambar 5.4 Peningkatan Pendapatan per Kapita Skenario Peningkatan

Investasi Air Minum Perpipaan ...…………... Gambar 5.5 Pangsa Pendapatan per Kelompok RT Miskin Skenario

Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan ... Gambar 5.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan

Pajak Air Minum Perpipaan Bersumber dari Pajak …………... Gambar 5.7 Perubahan Pendapatan RT berdasar Skenario Peningkatan Pajak

Air Minum Perpipaan...…………..………….. Gambar 5.8 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak

Air Minum Perpipaan ... Gambar 5.9 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………. Gambar 5.10 Perubahan Pendapatan RT berdasar Penyediaan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum ... Gambar 5.11 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat . Gambar 5.12 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat ...…. Gambar 5.13 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Subsidi

dari Pemerintah Pusat ... Gambar 5.14 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi

dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan …………... Gambar 5.15 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………... Gambar 5.16 Perubahan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (10%) dan

Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ...……... Gambar 5.17 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi

dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………... Gambar 5.18 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………...…. Gambar 5.19 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (25%)

dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .…………... hal

110

110

110

112

112

117

117

117 119 119

119

121

121

121

123

123

(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.20 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ... Gambar 5.21 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………..……. Gambar 5.22 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .………… Gambar 5.23 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi

dari Dana Pemerintah Pusat ... Gambar 5.24 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari Dana

Pemerintah Pusat ………..………... Gambar 5.25 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi

(10%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat .……… Gambar 5.26 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi

dari Dana Pemerintah Pusat ………... Gambar 5.27 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari Dana

Pemerintah Pusat ………..………... Gambar 5.28 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi

(25%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………... Gambar 5.29 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi

dari Dana Pemerintah Pusat ………... Gambar 5.30 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Dana

Pemerintah Pusat ………..………... Gambar 5.31 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi

(50%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………... Gambar 5.32 Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... Gambar 5.33 Keterkaitan Investasi Air Minum dengan Pertumbuhan Ekonomi

dan Distribusi Pendapatan (Simulasi I dan II) ... Gambar 5.34 Dampak Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... Gambar 5.35 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan dengan

Distribsui Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi ... hal

125

125

125

127

127

127

129

129

129

131

131

131 133

137 138

(25)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.36 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan yang Dialokasikan untuk Subsidi dengan Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi (Simulasi III) ... Gambar 5.37 Keterkaitan Peningkatan Transfer Dana Pusat yang Dialokasikan

untuk Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi Pendapatan (Simulasi IV) ... Gambar 5.38 Keterkaitan Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan dan

Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi

Pendapatan (Simulasi V - VI) ... Gambar 5.39 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ………...……. Gambar 5.40 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ………..……. Gambar 5.41 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ………..…. Gambar 5.42 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ………... Gambar 5.43 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ………... Gambar 5.44 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ………... Gambar 5.45 Dampak Investasi Air Minum terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.46 Dampak Subsidi dari Pajak Air Minum Perpipaan terhadap

Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.47 Dampak Subsidi dari Pemerintah Pusat terhadap Distribusi

Pendapatan ... Gambar 5.48 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.49 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.50 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ... hal

141

141

141

144

144

144

145

145

145 146

150

150

152

152

(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.51 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.52 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari

Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.53 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari

Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ... Gambar 5.54 Pertumbuhan Pro Poor Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan

dan Subsidi ... hal

153

153

153

(27)

DAFTAR KOTAK

hal

(28)

DAFTAR SINGKATAN

ADB = Asian Development Bank

APF = Aggregate Production Function

Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BBM = Bahan Bakar Minyak

BOT = Build Operate Transfer

Bodetabek = Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi BPS = Badan Pusat Statistik CES = Constant Elasticity of Substitution CET = Constant Elasticity of Transformation CGE = Computable General Equilibrium

CPI = Costumer Price Index

DKI = Daerah Khusus Ibukota

FOC = First Order Condition

FGT = Foster-Greer-Thorbecke

HU = Hidran Umum

KK = Kepala Keluarga

LES = Linear Expenditure System

LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat

MCK = Mandi, Cuci, Kakus

MDG = Millenium Development Goals MPS = Marginal Propensity to Save

PAM Jaya = Perusahaan Air Minum Jakarta Raya PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum PDB = Produk Domestik Bruto

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto

PP = Peraturan Pemerintah

PPD-PSE = Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi

(29)

PTO = Penyesuaian Tarif Otomatis

ROW = Rest of the World

RT = Rumah Tangga

SAM = Social Accounting Matrix

SE-AB = Subsidi Energi-Air Bersih

SIPAS = Sistem Penyediaan Air Bersih Sederhana SNSE = Sistem Neraca Sosial Ekonomi

TA = Terminal Air

TFP = Total Factor Production

TK = Tenaga Kerja

TPJ = Thames Pam Jaya

UGM = Universitas Gajah Mada

USD = United State Dollar

VA = Value Added

WHO = World Health Organization

(30)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memasuki Milenium baru, hampir setengah dari total penduduk dunia bertempat tinggal di daerah perkotaan1. Percepatan pertambahan penduduk perkotaan melampaui kemampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan dasar penduduk. Akibatnya, sejumlah penduduk mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar untuk perumahan, air minum2, sanitasi, kesehatan, pekerjaan dan pendidikan. Mendekati 1,3 miliar penduduk dunia di negara berkembang, mayoritas penduduk miskin, kekurangan akses terhadap kecukupan air.

Dampak ketidakcukupan air dan sanitasi terutama dirasakan oleh penduduk miskin. Akibat kualitas air minum yang tidak memadai, penduduk miskin kota menanggung dampak berupa berjangkitnya penyakit diare dan kolera3 yang mengharuskan mereka mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis. Lebih lanjut, hal itu mengakibatkan anak-anak tidak sekolah, dan orang dewasa kehilangan waktu kerja. Akibatnya, selain berdampak pada besarnya pengeluaran untuk membeli air, kurangnya akses ke air minum yang memadai, aman, terjangkau juga berdampak langsung pada penghidupan dan pendapatan penduduk miskin kota4.

1

Pada tahun 2015, penduduk perkotaan akan bertambah dua kali lipat sehingga mencapai 3,5 miliar penduduk. Selain itu, 1 dari 5 penduduk akan berlokasi di kota besar berpenduduk lebih dari 10 juta dibanding 1 dari 9 saat ini (Dasgupta, 2002) Sementara sekitar 95 persen dari pertambahan penduduk perkotaan tersebut akan berlokasi di negara berkembang dan separuhnya merupakan penduduk miskin, serta bertempat tinggal di daerah kumuh (Annez, 1996).

2

Definisi air minum yang dipergunakan adalah air minum rumah tangga baik yang langsung dapat

diminum maupun yang masih perlu diolah, yang berasal dari sumber yang aman dari pencemaran.Pengertian air minum disini sama dengan istilah air bersih yang sering dipergunakan ditambah dengan air yang langsung bias diminum tetapi tidak termasuk air kemasan maupun air isi ulang.

3

Diperkirakan 10 ribu penduduk meninggal setiap hari disebabkan penyakit terkait air dan sanitasi dan ribuan lainnya menderita.

4

(31)

Ketika penduduk termiskin tidak mendapat akses ke air sistem perpipaan, air dari penyedia air minum skala kecil (small scale water provider) atau air nonperpipaan5 menjadi alternatifnya. Besarnya tarif air minum nonperpipaan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan menjadi jauh lebih mahal, sehingga ketidaktersediaan air minum menjadi salah satu penentu utama tingkat kemiskinan bagi sebagian besar rumah tangga. Sebagai contoh, Okun (1988) memperkirakan bahwa rumah tangga miskin yang tidak terlayani oleh sistem perpipaan menghabiskan sekitar 10-30 persen dari pendapatannya untuk kebutuhan air, sementara rumah tangga kaya umumnya hanya mengeluarkan kurang dari dua persen (Satterwaithe, 1998)6. Akibatnya, air diperoleh dengan biaya mahal dalam jumlah jauh dari kebutuhan normal. Jadi, ketika kebutuhan air minum penduduk miskin terpenuhi, mereka terpaksa membayar dengan harga yang jauh lebih mahal7.

Hal ini kemudian berujung pada penurunan kualitas hidup, pengurangan produktivitas, penambahan beban biaya kesehatan, dan polusi lingkungan yang tak terhindarkan. Keseluruhannya mengarah pada peningkatan kemiskinan di perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2010 penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen dari total penduduk miskin Indonesia, meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun 2000 (Dasgupta, 2002).

Segala keuntungan dari keberadaan kota menjadi terhalangi oleh merebaknya kemiskinan di perkotaan. Mexico City, Beijing, dan Jakarta merupakan contoh nyata dengan permasalahan tidak memadainya akses air minum, khususnya bagi penduduk miskin (Black, 1996). Kondisi ini mempengaruhi langsung sebagian penduduk, tetapi pada akhirnya secara tidak langsung dapat berdampak pada keseluruhan kota.

5

Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air minum skala

kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam jumlah kecil; (ii) melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi keuntungan; (iii) menggunakan modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv) menyediakan air minum merupakan kegiatan utamanya (Conan, 2002).

6

Pada negara industri, pengeluaran air berkisar 0,5 sampai dua persen dari pendapatan rata-rata (1,3 persen di Jerman dan Belanda, 1,2 persen di Perancis) dan air minum dianggap mahal ketika

pengeluaran melampaui tiga persen dari pendapatan rata-rata penduduk (Water Academy, 2004).

7

(32)

Kemampuan mengatasi kondisi ini akan menentukan kelangsungan kota dan perekonomian. Hal ini didasari pada pertimbangan dampak utama pengurangan kemiskinan di perkotaan tidak hanya pada penduduk miskin, tetapi terjadi juga pada keseluruhan penduduk kota, dalam hal (i) mengurangi ketimpangan sosial, (ii) menghindari masalah lingkungan dan kesehatan skala besar, (iii) mendorong pembangunan ekonomi lokal, (iv) membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Ketimpangan sosial dapat mengarah pada ketegangan sosial yang bermuara pada benturan antarkelompok. Masalah kesehatan dan lingkungan pada daerah kumuh dapat berdampak pada keseluruhan kota seperti merebaknya diare, kolera, demam berdarah. Ketidakcukupan air dan sanitasi dapat berdampak pada penurunan kualitas air permukaan dan air tanah dangkal. Perkembangan ekonomi lokal dapat membantu meningkatkan kondisi kehidupan penduduk miskin sehingga mendukung produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan kota yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi nasional, karena kota berfungsi sebagai pusat pertumbuhan (Baharoglu, 2000)

Jakarta sebagai salah satu kota yang dalam waktu dekat akan menjadi megacity8, juga mengalami masalah dengan akses air minum, khususnya bagi penduduk miskin. Meningkatnya urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan layanan infrastruktur termasuk air minum. Pada tahun 1996, sebelum privatisasi penyediaan air minum9, cakupan pelayanan air minum di Jakarta mencapai 41 persen dengan tingkat kebocoran 57 persen dan penggunaan air tanah berlebihan. Setelah empat tahun privatisasi (2002), mengabaikan banyaknya keluhan terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan, kedua operator telah mencapai perkembangan yang nyata. Pelayanan telah bertambah menjadi 44 persen di bagian barat, dan 62 persen di bagian timur, yang secara keseluruhan mencapai 52,4 persen untuk seluruh Jakarta.

8

Megacity didefinisikan sebagai metropolitan dengan penduduk lebih dari 10 juta.

9

(33)

Tabel 1.1

Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam persen)

Terlayani Air Perpipaan

Tak Terlayani Air

Perpipaan Total

Tidak Miskin 39,7 36,9 76,6

Miskin 12,7 10,7 23,4

Total 52,4 47,6 100,0

Sumber: Anwar (2003)

Keberhasilan peningkatan cakupan tersebut masih menyisakan proporsi sekitar 10,7 persen penduduk miskin yang belum terlayani oleh air perpipaan. Penduduk miskin yang tidak terlayani oleh air perpipaan menggunakan beragam bentuk pelayanan air minum untuk memenuhi kebutuhannya, diantaranya berupa sumur dangkal, air tanah dalam, kran umum, penjaja keliling, sebagian penduduk menjual air ke tetangganya, truk air, dan air kemasan isi ulang.

Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena ternyata sebagian besar penduduk miskin menggunakan sumur tidak terlindungi dan fasilitas umum yang merupakan sumber pencemaran dan terjangkitnya wabah diare dan kolera. Selain itu, penduduk miskin yang tidak terlayani membeli air dengan harga jauh lebih mahal sampai 15 kali tarif air perpipaan (Anwar, 2003).

Ketika tidak segera ditanggulangi, kondisi ini akan berdampak pada semakin terperangkapnya penduduk dalam kemiskinan, yang selanjutnya dapat berdampak tidak hanya pada penduduk miskin, tetapi berdampak juga pada seluruh penduduk kota dalam berbagai bentuk.

(34)

sampai 3,5 persen. Ketika pertumbuhan ekonomi menghasilkan penurunan kemiskinan, pertumbuhan tersebut disebut pro-poor.10

Berkaitan dengan permasalahan kemiskinan perkotaan yang terkait dengan masih rendahnya ketersediaan air minum bagi penduduk miskin DKI Jakarta, dan investasi air minum yang secara teori dan empiris dapat berdampak pada penanggulangan kemiskinan, disertasi ini berusaha menjawab pertanyaan apakah investasi air minum di DKI Jakarta menghasilkan pertumbuhan pro-poor sehingga dapat dijadikan salah satu bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan khususnya di perkotaan.

1.2 Masalah Penelitian

Perkembangan perkotaan dunia dan Indonesia menunjukkan perubahan yang pesat. Dalam waktu singkat jumlah penduduk perkotaan meningkat tajam, bahkan dalam waktu tidak lama lagi proporsi penduduk perkotaan akan melampaui penduduk perdesaan. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan Indonesia akan mencapai 54,2 persen, meningkat dari sekitar 35 persen (1990) dan 42 persen (2000) (Bappenas, 2005). Kondisi itu berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan perkotaan, diantaranya berupa tidak terpenuhinya kebutuhan air minum. Sebagian terbesar penduduk yang tidak terlayani adalah penduduk miskin.

Telah menjadi kesepakatan bahwa peningkatan akses air minum dapat menjadi jalan menuju penanggulangan kemiskinan. Investasi yang ditanamkan di sektor air minum dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan.

Dikaitkan dengan kondisi Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro-poor merupakan suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan di antaranya (i) tingkat

10

(35)

urbanisasi yang mengarah pada peningkatan jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi, (ii) proporsi penduduk miskin yang belum terlayani oleh air minum masih cukup besar. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor, (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.

1.3 Tujuan dan Hipotesis Penelitian

Tujuan umum dari studi ini adalah menjawab pertanyaan apakah investasi air minum di DKI Jakarta sudah bersifat pro-poor yang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan yang mengurangi kesenjangan.

Tujuan khusus dari studi adalah (i) mengembangkan model komputasi keseimbangan umum air minum, (ii) menganalisis dampak investasi air minum perpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, (iii) menganalisis dampak penyediaan air minum nonperpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, (iv) menganalisis dampak penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga berpendapatan rendah, dan (v) memberikan rekomendasi kebijakan pembangunan air minum di DKI Jakarta.

Secara teoritis, terdapat empat faktor pertumbuhan, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Nordhaus, 2004). Oleh karena itu, investasi infrastruktur, termasuk air minum yang berupa penambahan modal, merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi.

(36)

penambahan kapasitas pelayanan infrastruktur sebesar satu persen akan meningkatkan nilai produktivitas faktor total (TFP) sebesar 0,12. (v) Estache dkk (2002) menunjukkan bahwa penambahan stok infrastruktur sebesar 10 persen menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,5 persen. (vi) Kajian Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM (2003) menunjukkan bahwa investasi infrastruktur meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pemerataan. (vii) Kajian Bappenas (2004) menunjukkan bahwa penambahan kapasitas pelayanan infrastruktur memberikan dampak positif pada perekonomian nasional.

Sementara kajian WHO (2004) melalui the Swiss Tropical Institute menyimpulkan bahwa investasi air minum dan sanitasi sebesar USD.1 akan memberikan pengembalian sebesar antara USD.3 sampai USD.34, bergantung pada lokasinya. Selain itu, beberapa analisis terbaru menunjukkan bahwa pengelolaan air berada pada peringkat kedua terbesar dalam investasi infrastruktur bagi kebangkitan ekonomi (Tan, 2000).

Debat kaitan antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan kesenjangan diprakarsai oleh Kutznets (1955) yang menemukan bahwa terdapat hubungan U terbalik antara pendapatan dan kesenjangan berdasar penelitian antarnegara. Pertumbuhan terjadi dahulu, kesenjangan melebar, lalu kemudian kesenjangan menurun (Anand dan Kanbur, 1993).

Di pihak lain, literatur empiris terkini, seperti oleh Deininger dan Squire (1996), Chen dan Ravallion (1997), Easterly (1999), dan Dollar dan Kraay (2002), seluruhnya menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai dampak pada kesenjangan (World Bank Poverty Net).

Pada kenyataannya, perbedaan pendapat tentang kaitan pertumbuhan dan kesenjangan lebih terlihat pada literatur teoritis, sementara literatur empiris secara seragam menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai dampak sistematik pada kesenjangan.

(37)

2001; Megginson dan Netter, 2001; Shirley dan Walsh, 2001), dampaknya di negara berkembang tetap kontroversial (Parker, 2003).

Debat tentang peran swasta dalam penyediaan air minum telah berlangsung lama, sebagian mendukung dan selebihnya menentang. Pihak pendukung menyatakan privatisasi meningkatkan efisiensi (misalnya tingkat kebocoran air menurun dan tagihan macet berkurang), dan mendorong bertambahnya investasi. Pihak penentang menyatakan bahwa swasta hanya mementingkan keuntungan dengan mengabaikan kesejahteraan dan meningkatkan tarif tanpa mempedulikan kualitas layanan.

Jika dikaitkan dengan pembangunan air minum di DKI Jakarta yang sejak tahun 1997 dilaksanakan oleh swasta melalui skema konsesi, hasilnya telah cukup memadai, seperti menurunnya tingkat kebocoran dan meningkatnya investasi yang tentunya mendorong pertumbuhan ekonomi. Di pihak lain, masih banyak penduduk miskin yang belum terlayani. Hal ini ditengarai oleh tidak tersedianya insentif yang memadai bagi perusahaan ketika penyediaan air minum diarahkan pada penduduk miskin. Bahkan, dalam tujuan kerja sama pemerintah dan swasta tersebut tidak secara eksplisit dicantumkan keberpihakan pada penduduk miskin.

Kondisi ini kemudian mendasari hipotesis pertama dari studi ini yang menyatakan bahwa peningkatan investasi air minum perpipaan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya akan memperburuk distribusi pendapatan.

(38)

sehingga kesejahteraan penduduk menjadi relatif berkurang. Tentunya pengurangan kesejahteraan itu menjadi suatu pilihan yang relatif lebih baik ketika pilihan lainnya, seperti sumur, dan air sungai, berpotensi menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan akibat serangan penyakit yang diakibatkan oleh air (water-borne disease) yang jauh lebih besar dampaknya.

Dalam memperhatikan kondisi itu, hipotesis kedua dari studi ini menjadi peningkatan penyediaan air minum nonperpipaan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperburuk distribusi pendapatan

Sebagaimana diketahui bahwa dari sisi pengeluaran, penanggulangan kemiskinan dan redistribusi pendapatan oleh pemerintah dapat dilaksanakan secara langsung melalui tiga instrumen, yaitu (i) subsidi langsung atau individual yang ditargetkan pada rumah tangga miskin, (ii) subsidi harga yang berupa pemberian subsidi harga pada kebutuhan dasar, dan (iii) pengeluaran pemerintah pada infrastruktur dan layanan publik khususnya kesehatan dan pendidikan, yang menguntungkan masyarakat miskin (Damuri, 2003).

Ketika ketiadaan akses air minum menjadi salah satu penyebab semakin besarnya kemiskinan perkotaan, pemerintah dapat melakukan terobosan dengan memberikan subsidi penyediaan air minum kepada penduduk miskin yang belum memperoleh akses yang layak.

Secara teoritis, terlepas dari besarnya kemungkinan kebocoran di lapangan, pemberian subsidi dalam jangka pendek akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin. Pengaruh subsidi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan sebesar pengaruh investasi air minum, tetapi dampaknya terhadap kesejahteraan akan signifikan. Hal ini akan memunculkan hipotesis ketiga yaitu subsidi pemerintah akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki distribusi pendapatan.

1.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian

(39)

pendapatan. Diharapkan pengambil kebijakan dapat memahami bahwa investasi air minum bukan sekadar alat pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan juga sebagai alat penanggulangan kemiskinan melalui pembenahan distribusi pendapatan.

Kontribusi utama dari studi ini adalah sebagai berikut.

(i) Pengembangan basis data (data base) SNSE Air Minum DKI Jakarta Tahun 2000. Basis data ini merupakan pengembangan dari SNSE DKI Jakarta 2000 skala 103x103.

(ii) Pengembangan model komputasi keseimbangan umum air minum DKI Jakarta. Telah banyak studi yang meneliti dampak investasi infrastruktur dengan menggunakan model komputasi keseimbangan umum di Indonesia, tetapi belum terdapat model komputasi kesetimbangan umum yang secara khusus meneliti dampak investasi air minum di tingkat subnasional.

(iii) Saran dan masukan bagi kebijakan pembangunan air minum DKI Jakarta. Hasil studi dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan kebijakan terkait dengan pembangunan air minum di DKI Jakarta.

1.5 Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini menggunakan model komputasi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium). Pemilihan model ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan model untuk menyimulasikan, baik dampak langsung maupun tidak langsung, dari suatu kebijakan terhadap kondisi ekonomi makro dan kondisi sosial sehingga akibat suatu kebijakan dapat dievaluasi secara lebih baik dan menyeluruh.

Penerapan model komputasi kesetimbangan umum (CGE) melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.

a. Studi literatur.

(40)

b. Pengembangan basis data yang diperlukan.

Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini sebagian besar akan berasal dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta Tahun 2000. SNSE ini kemudian dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan studi dengan melakukan (i) pembagian klasifikasi pada faktor produksi bukan tenaga kerja menjadi dua yaitu investasi air minum perpipaan (PAM Jaya) dan investasi air minum nonperpipaan dan investasi lainnya, dan (ii) pemecahan sektor produksi air bersih menjadi dua yaitu air minum perpipaan (PT. Thames Jaya dan PT. Palyja) dan air minum nonperpipaan (small scale provider, dan lainnya). SNSE ini kemudian disebut SNSE Air Minum DKI Jakarta 2000, yang kemudian diverifikasi dengan menggunakan data-data tambahan seperti data perekonomian DKI Jakarta (PDRB), data kemiskinan, dan lainnya.

c. Pengembangan model.

Pengembangan model mengadopsi Model Donny Azdan11 dengan melakukan beberapa perubahan yang mengacu pada perbedaan (i) sumber data yang dipergunakan. Model Azdan menggunakan basis data SNSE DKI Jakarta Tahun 1993, sementara model pada studi ini menggunakan SNSE DKI Jakarta Tahun 2000, (ii) dampak yang akan dihitung. Model Azdan menjelaskan dampak perubahan kebijakan harga air minum dan penggunaan air tanah sebagai sumber air minum terhadap pendapatan rumah tangga, sementara studi ini menjelaskan pengaruh peningkatan investasi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan, (iii) simulasi kebijakan yang akan dilakukan. Simulasi model Azdan difokuskan pada aspek harga air minum dan substitusi air tanah. Sementara model dalam studi ini difokuskan pada investasi air minum perpipaan, air minum nonperpipaan, dan subsidi pemerintah.

d. Pelaksanaan simulasi.

Terdapat enam simulasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut. (i) peningkatan investasi air minum perpipaan.

11

(41)

(ii) peningkatan investasi air minum nonperpipaan.

(iii) peningkatan penyediaan air minum melalui subsidi pemerintah. Dalam hubungan dengan simulasi (iii), terdapat dua skenario pada simulasi ini, yaitu (a) sumber subsidi dari peningkatan pajak air minum dan (b) sumber subsidi dari pemerintah pusat.

(iv) peningkatan investasi air minum perpipaan disertai penyediaan subsidi. Dalam hubungan dengan simulasi (iv), terdapat dua skenario pada simulasi ini, yaitu (a) sumber subsidi dari peningkatan pajak air minum perpipaan dan (b) sumber subsidi dari pemerintah pusat.

Selain itu, khusus untuk simulasi (iii) dan (iv), dilakukan pembedaan hasil simulasi berdasarkan kelompok penerima subsidi yaitu kelompok penerima rumah tangga termiskin (RT sangat miskin I) dan kelompok penerima seluruh RT miskin (kelompok rumah tangga sangat miskin I, sangat miskin II, miskin I, dan miskin II).

e. Perumusan rekomendasi.

Dalam menindaklanjuti hasil simulasi, beberapa rekomendasi kebijakan dapat dihasilkan.

Lingkup studi adalah mengkaji dampak investasi air minum, baik perpipaan maupun nonperpipaan, dan dampak subsidi air minum di DKI Jakarta terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Sebagaimana dipercayai selama ini, investasi merupakan pemicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang kemudian diharapkan dapat menjadi alat dalam menanggulangi kemiskinan. Secara harafiah, ketika penduduk miskin lebih banyak mendapat manfaat jika dibandingkan dengan yang lainnya dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan disebut ‘pro-poor’. Selain itu, untuk dapat disebut pertumbuhan pro-poor, pertumbuhan harus disertai pengurangan kesenjangan. Dengan kata lain, studi ini akan menguji apakah investasi air minum mendorong terjadinya pertumbuhan pro-poor. Untuk itu, dampak investasi difokuskan pada pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan.

1.6 Sistematika Penulisan

(42)

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, masalah penelitian, tujuan dan

hipotesis penelitian, manfaat dan kontribusi penelitian, pendekatan dan ruang lingkup, serta sistematika penulisan

Bab II Kondisi Sektor Air Minum DKI Jakarta, yang menjabarkan kondisi umum

dan perekonomian DKI Jakarta, kebijakan sektor air minum, sumbangan sektor air minum terhadap perekonomian DKI Jakarta, kondisi pelayanan air minum praprivatisasi dan pascaprivatisasi DKI Jakarta.

Bab III Penyediaan Air Minum, Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi

Pendapatan, yang memerinci, baik tinjauan teoritis maupun empiris, tentang

penyediaan air minum perpipaan dan nonperpipaan, keterkaitan kemiskinan perkotaan dan ketersediaan air minum, dampak ketersediaan air minum terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan, keterkaitan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan penanggulangan kemiskinan.

Bab IV Pemodelan Dampak Investasi Air Minum, yang menguraikan SNSE dan

model komputasi keseimbangan umum (termasuk riset terdahulu yang menggunakan model dan bidang yang sama), menjabarkan proses pemodelan dampak investasi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan di DKI Jakarta.

Bab V Skenario Kebijakan dan Hasil Simulasi. Pada bagian ini dijelaskan tentang

skenario kebijakan, simulasi, dan hasil simulasi.

Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi. Sebagai bagian akhir diuraikan kesimpulan

(43)

Sumber: Situs Pemda DKI

Peta DKI Jakarta

BAB II

KONDISI SEKTOR AIR MINUM DKI JAKARTA

2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta

2.1.1 Administrasi

Luas DKI Jakarta mencapai 662 km2 dan terbagi dalam 6 wilayah administrasi, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu.

2.1.2 Kependudukan

Penduduk DKI Jakarta pada tahun 2004 sebanyak 8,72 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan 1,01 persen per tahun selama periode 2000 – 2004. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta pada periode 1980-1990 mencapai 2,42 persen per tahun, kemu-dian menurun tajam selama periode 1990-2000 yang menjadi hanya 0,16 persen per tahun. Laju pertumbuhan periode 2000-2004 relatif lebih besar daripada periode 1990-2000 walaupun masih lebih kecil daripada pertumbuhan periode 1980-1990.

Jumlah penduduk sangat berbeda antara siang hari dan malam hari. Siang hari penduduk DKI Jakarta mencapai sekitar 11 juta sebagai akibat banyaknya penduduk pendatang khususnya asal Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Bodetabek) yang bekerja di Jakarta.

(44)

21 persen di Jakarta Selatan. Selebihnya, sekitar 10 persen bertempat tinggal di Jakarta Pusat dan 0,27 persen di Kepulauan Seribu.

Kepadatan penduduk rata-rata DKI Jakarta tahun 2004 mencapai 13 ribu jiwa/km2. Jakarta Pusat mempunyai tingkat kepadatan tertinggi (18 ribu jiwa/km2), sementara daerah lainnya bervariasi antara 9 ribu sampai 15 ribu jiwa/km2.

Tabel 2.1

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 1980 - 2004

Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%) Kota

1980 1990 2000 2004 1980-1990

1990-2000

2000-2004

Jakarta Utara 981.272 1.369.630 1.444.027 1.423.845 3,39 0,55 -0,36

Jakarta Barat 1.234.885 1.822.762 1.906.385 2.020.030 3,97 0,46 1,50

Jakarta Timur 1.460.068 2.067.222 2.353.023 2.473.200 3,54 1,35 1,27

Jakarta Pusat 1.245.030 1.086.568 893.198 899.460 -1,35 -2,01 0,17

Jakarta Selatan 1.582.194 1.913.084 1.789.006 1.885.785 1,92 -0,69 1,34

Kepulauan Seribu -** -** -** 23.310 -** -** -**

DKI Jakarta 6.503.440 8.259.266 8.385.639 8.725.630 2,42 0,16 1,01

Sumber: BPS DKI Jakarta berbagai tahun Keterangan: ** belum terbentuk

2.2 Kondisi Perekonomian DKI Jakarta

2.2.1 Pangsa dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi

Sektor PDRB yang dominan di DKI Jakarta pada tahun 2003 berdasar-kan sumbangannya terhadap perekonomian adalah Perda-gangan, Hotel dan Restoran (24,3 persen); Industri Peng-olahan (21,1 persen); Keu-angan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (22,2 persen).

S umber: Tabel 2.2

Gambar 2.1

PDRB DKI Jakarta 2000-2003 Harga Konstan 1993 (Rp. Triliun)

0 5 10 15 20

Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

(45)

Gambar 2.2

Pertumbuhan PDRB/Kapita DKI Jakarta Harga Konstan 1993 Tahun 1996-2002

-20.00 -15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00

96/97 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02

P

erse

n

Sementara Listrik, Gas dan Air Bersih hanya menyumbang sebesar 2,2 persen terhadap total PDRB. Pangsa tersebut relatif stabil jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2000.

Pertumbuhan PDRB DKI Jakarta periode 2000-2003, berdasar harga konstan 1993, mencapai sekitar 4,17 persen per tahun. Ada tiga sektor yang pertumbuhannya relatif tinggi. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencapai 6,17 persen per tahun. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih mencapai 5,49 persen per tahun. Kemudian, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mencapai 5,1 persen per tahun. Ketiga sektor tersebut mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata PDRB DKI Jakarta pada periode yang sama.

Tabel 2.2

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta Tahun 2000 dan 2003 (Berdasar Harga Konstan 1993) dalam Rp. Juta

2000 2003

No Lapangan Usaha

Absolut (%) Absolut (%)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 115.742 0,2 107.430 0,2 2 Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 3 Industri Pengolahan 12.875.191 21,6 14.172.360 21,1 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.245.846 2,1 1.450.360 2,2 5 Bangunan 6.535.392 10,9 7.068.180 10,5 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.166.037 23,7 16.334.370 24,3 7 Pengangkutan dan Komunikasi 5.736.012 9,6 6.797.170 10,1 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 13.285.022 22,3 14.946.130 22,2 9 Jasa-Jasa 5.735.176 9,6 6.286.710 9,4 Total 59.694.418 100,0 67.162.710 100,0

Sumber: BPS, berbagai tahun

(46)

2.2.2 Pendapatan per Kapita

PDRB per Kapita DKI Jakarta Tahun 2002 berdasarkan harga konstan 1993 mencapai sekitar Rp. 7,6 juta. Pertumbuhan PDRB per Kapita me-nunjukkan peningkatan yang stabil sejak tahun 1999, dengan angka pertumbuhan sekitar 3,08 sampai 3,99 persen per tahun. PDRB per kapita DKI Jakarta berdasarkan harga konstan 1993 sempat mengalami pertumbuhan negatif sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, dengan pertumbuhan negatif tertinggi mencapai –17,62 persen per tahun (1998/1999). Walaupun demikian tingkat pertumbuhan beberapa tahun terakhir belum menyamai tingkat pertumbuhan sebelum krisis. Hal itu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita DKI Jakarta Periode 1996-2002

PDRB/Kapita (Rp.)

Tahun Harga Berlaku

Harga Kons- tan 1993

Pertumbuh-an PDRB/

Kapita*

Periode

1996 9.983.491 7.998.277

1997 11.664.943 8.393.272 4.94 96/97

1998 16.696.695 6.914.252 - 17.62 97/98

1999 19.767.326 6.883.322 - 0.45 98/99

2000 22.425.675 7.095.199 3.08 99/00

2001 26.172.486 7.364.777 3.80 00/01

2002 30.184.176 7.658.911 3.99 01/02

Sumber: BPS DKI Jakarta, 2003 Keterangan: * harga konstan

2.2.3 Tingkat Kemiskinan

(47)

Daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi melampaui tingkat kemiskinan rata-rata DKI Jakarta (3,7 persen) adalah Jakarta Utara (9,2 persen), Jakarta Pusat (5,2 persen), dan Kepulauan Seribu (11,3 persen).

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000 dan 2003

Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Tingkat Kemiskinan*) (%)

Kota

1996 2000 2003 1996 2000 2003

Jakarta Utara 73.300 103.570 129.196 4,6 5,3 9,2

Jakarta Barat 31.500 68.957 59.159 1,4 3,1 3,0

Jakarta Timur 54.100 44.014 55.486 2,2 1,9 2,3

Jakarta Pusat 32.000 37.135 45.333 3,3 3,8 5,2

Jakarta Selatan 24.800 31.033 23.392 1,2 1,5 1,3

Kepulauan Seribu -** -** 2.136 -** -** 11,3

DKI Jakarta 215.700 284.709 314.702 2,4 2,9 3,7

INDONESIA 34.500.000 38.700.000 37.400.000 11,3 19,1 17,4

Sumber: BPS DKI Jakarta, 2004.

Keterangan: *) Jumlah Penduduk Miskin dibagi Jumlah Penduduk ( x 100%) **) Belum terbentuk

Penduduk miskin terdistribusi tidak merata di DKI Jakarta, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta Utara yang mencapai sekitar 41 persen dari total penduduk kin. Sementara konsentrasi penduduk mis-kin di Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Ja-karta Pusat relatif berimbang. Kepulauan Seribu mempunyai tingkat kemiskinan ter-tinggi di DKI Jakarta tetapi jumlahnya re-latif kecil terhadap total jumlah penduduk miskin DKI Jakarta (0,7 persen) (Gambar 2.3). Namun, jumlah penduduk miskin sebagaimana yang dinyatakan oleh BPS masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa angka penduduk miskin dengan menggunakan indikator yang berbeda.

Indikator lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan perkotaan di Jakarta adalah jumlah penduduk yang tinggal di kampung atau permukiman liar. Meskipun tidak semua yang tinggal pada lokasi tersebut miskin, terdapat

kecen-Gambar 2.3

Penyebaran Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000 dan 2003

0 10 20 30 40 50

Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Timur

Jakarta Pusat Jakarta Selatan

Kepulauan Seribu

persen

(48)

derungan penduduk miskin berlokasi di permukiman liar dan padat. Dengan meng-gunakan indikator ini diperkirakan sekitar 20-25 persen penduduk Jakarta dapat dika-tegorikan sebagai penduduk miskin. Termasuk dalam kategori ini adalah penduduk yang tinggal di tepi sungai (McCarthy, 2003). Perbedaan angka penduduk miskin pada dua indikator itu kemungkinan berasal dari banyaknya penduduk yang tidak tercatat sebagai penduduk DKI Jakarta walaupun kenyataannya mereka bertempat tinggal di DKI Jakarta.

2.2.4 Distribusi Pendapatan

Data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta Tahun 2000 mengklasifikasikan tingkat pendapatan ke dalam 10 kategori. Pada kategori terendah dengan tingkat pendapatan dibawah Rp1.691.380,00 per kapita per ta

Gambar

Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta
Tabel 2.5 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta
Gambar 2.5Produksi dan Air Terjual PAM Jaya 1993-1997
Gambar 2.7 Jumlah Sambungan PAM Jaya 1993-1997
+7

Referensi

Dokumen terkait

i.OV dan PliRDON (1984) menyatakan bahwa pada teknik ginogenesis se-baiknya kejutan panas diiakukan pada waktu yang tepat setelah pembuahan, yang bertujuan untuk

Atap stadion disusun oleh space frame baja didukung oleh 4 struktur lengkung melalui kabel-kabel baja pada jarak tiap enam meter. Struktur lengkung ditumpu oleh

Berdasarkan hasil analisis statistic dengan berbagai uji regresi mengenai pengaruh volume, frekuensi perdagangan serta interest rate terhadap volatilitas harga saham

Tabel 4 memperlihatkan bahwa penilaian skor Skala Analog Visual antara kelompok kelola dan kelompok kontrol pada hari sebelum perlakuan tidak didapatkan perbedaan

Untuk menjaga keandalan dan ketersediaan reaktor terutama dari aspek termohidraulik telah dibuat program manajemen keselamatan dan perawatan dalam bentuk program

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah - Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP

Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pertanian di Provinsi Kalimantan Tengah, BPTP Kalimantan Tengah telah melakukan pengkajian dan diseminasi paket teknologi spesifik

di Kabupaten Temanggung maka untuk melakukan langkah antisipasi dan penanganan penularan Corona Vidus Disease 2019 { Covid - 19) , perlu pedoman penyediaan dan pengelola ruang