• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SUNGAYANG KABUPATEN TANAH DATAR

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar

OLEH:

NISA AQILA NIM : 153 012 100 75

JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

1441 H/2019M

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Nisa Aqila, NIM 15301210075, Judul Skripsi “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar” Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah masih kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau).

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan) metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar di Nagari Minangkabau sebanyak 1.836 orang wajib pajak, dan diambil sampel sebanyak 95 orang wajib pajak dengan teknik pengambilan Sampling Insidental. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan uji asumsi klasik, uji regresi linear berganda, uji statistik deskriptif dan uji hipotesis.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, sedangkan pengetahuan perpajakan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2.

Secara simultan variabel kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan tehadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Nagari Minangkabau.

Kata kunci: Kesadaran wajib pajak, pengetahuan perpajakan, kepatuhan wajib pajak.

(6)

ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori... 10

1. Pajak ... 10

2. Pajak Bumi dan BangunanPerdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ... 21

3. Kepatuhan Wajib Pajak ... 26

4. Kesadaran Wajib Pajak ... 30

5. Pengetahuan Perpajakan ... 33

B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berfikir ... 37

D. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

C. Populasi dan Sampel ... 41

(7)

iii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Teknik Analisi Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Sejarah Nagari Minangkabau ... 49

1. Gambaran Umum Asal Mula Nagari Minangkabau ... 49

2. Gambaran umum Nagari Minangkabau ... 51

B. Gambaran Umum Responden ... 58

1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

2. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur Wajib Pajak ... 58

3. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 59

C. Analisis Data ... 59

1. Uji Asumsi Klasik ... 59

2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 64

3. Uji Statistik Deskriptif ... 67

4. Uji Hipotesis ... 68

D. Pembahasan Penelitian... 71

1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ... 71

2. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ... 73

3. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan ... 75

BAB V PENUTUP ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

(8)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB- P2) di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah

Datar Tahun 2016-2018 ... 5

Tabel 3. 1 Tahap Penelitian ... 40

Tabel 3. 2 Penentuan Sampel Per Jorong ... 42

Tabel 3. 3 Skor Penilaian Berdasarkan Skala Liker ... 43

Tabel 3. 4 Kisi-kisi Kuesioner ... 43

Tabel 4. 1 Luas Wilayah Jorong di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang 52 Tabel 4. 2 Luas Lahan Menurut Penggunaan di Nagari Minangkabau ... 52

Tabel 4. 3 Hasil Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 4. 4 Hasil Deskripsi Berdasarkan Umur Wajib Pajak ... 58

Tabel 4. 5 Hasil Deskripsi Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 59

Tabel 4. 6 Hasil Uji Normalitas ... 60

Tabel 4. 7 Hasil Uji Multikolineritas ... 62

Tabel 4. 8 Hasil Uji Autokorelasi ... 63

Tabel 4. 9 Rangkuman Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 65

Tabel 4. 10 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 67

Tabel 4. 11 Hasil Koefisien Determinasi ... 68

Tabel 4. 12 Hasil Uji t ... 69

Tabel 4. 13 Uji Simultan F ... 70

(9)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Berfikir ... 38

Gambar 4. 1 Struktur Pemerintahan Nagari Minangkabau ... 57

Gambar 4. 2 Hasil Uji Normalitas Grafik Normal P-P Plot ... 61

Gambar 4. 3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya mengatur tentang pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Di samping itu ada hal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk pembangunan itu sendiri, karena dalam melaksanakan pembangunan di negara ini membutuhkan dana yang besar. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah berasal dari pajak.

Seperti yang telah disebutkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1 Ayat 1, pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Prof.

Dr. P.J.A Adriani pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah (Rahayu, 2017:26).

Adapun salah satu jenis pajak yang wajib dibayar oleh masyarakat sebagai wajib pajak adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas Bumi dan Bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang

(11)

digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Mardiasmo, 2016:406).

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan salah satu jenis pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Namun sejak diberlakukan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15 September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Pusat memberikan pelimpahan kewenangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah/Kota. Penyerahan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ke pada pemerintahan Kabupaten/Kota dimulai 1 Januari 2011 dan paling lambat 1 Januari 2014 (Mardiasmo, 2016:406).

Dengan adanya pengalihan ini maka kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan atau penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau/Kota. Tujuan dari pengalihan ini adalah untuk membangun kemandirian Pemerintah Daerah dalam mengelola pajaknya sendiri sehingga tidak terus mengalami ketergantungan yang tinggi dengan Pemerintah Pusat (Setyowati, 2017:2).

Meskipun Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dianggap sebagai sumber dana yang potensial bagi pembiayaan negara, namun dalam realisasinya pemungutan pajak masih sulit dilakukan oleh negara. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan konstribusi bagi pembangunan yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Rahayu (2017:193) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan / kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi seluruh kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak dibutuhkan untuk kelancaran penarikan pajak. Begitu pula dalam pemungutan Pajak Bumi dan

(12)

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan juga dibutuhkan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak. Kepatuhan dapat meningkat apabila wajib pajak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sistem perpajakan sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku serta kesadaran akan pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Namun dalam kenyataanya negara sering mengalami kesulitan dalam pemungutan pajak yang salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Pemerintah daerah dalam melaksanakan penarikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkoaan masih banyak menghadapi kendala yaitu masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Menurut Laksito (2014), pada dasarnya faktor yang menghambat pembayaran pajak adalah masalah kesadaran masyarakat, dimana masyarakat perlu diberi pengarahan bahwa pajak merupakan kewajiban dan hak setiap warga negara untuk serta dalam pembangunan. Selain itu pengetahuan tentang peraturan perpajakan juga akan meningkatkan kemauan wajib pajak untuk membayar pajak (Suyono, 2016). Karena wajib pajak yang sudah mengerti peraturan perpajakan akan berpikiran untuk lebih baik membayar pajak dari pada terkena sanksi pajak.

Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan hal mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, wajib pajak akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Seperti yang terjadi pada wajib pajak di Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar khususnya di Nagari Minangkabau, masih banyak kendala dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan pegawai yang bertugas sebagai pemungut Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan Bapak Sudir pada tanggal 17 Oktober 2018 jam 10.30 di kantor Wali Nagari Minangkabau bahwa masih kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikarenakan kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi

(13)

dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini dapat ditandai dengan ketidak tepatan wajib pajak dalam pembayaran pajak dan wajib pajak merasa enggan dalam membayar pajak karena wajib pajak akan membayar pajaknya apabila wajib pajak tersebut memiliki suatu urusan yang harus di urus dengan pemerintah setempat, seperti beasiswa untuk sekolah anaknya dan hal tersebut harus melampirkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sebenarnya jika wajib pajak memiliki pengetahuan perpajakan, mengetahui pemanfaatan uang pajak dan sadar bahwa pajak itu dibayarkan dengan sendirinya tanpa adanya paksaan dari orang lain, pembangunan-pemangunan desa tidak terlantar (Sudir Wawancara pra-riset, 17 Oktober 2018).

Bapak Sudir juga mengatakan bahwa di Nagari Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah.

Harta pusaka tinggi merupakan harta turun-temurun yang dimiliki suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut hukum Islam. Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga. Harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam dan hutan. Untuk wajib pajaknya di bebankan kepada kaum bukan kepada pribadi. Sehingga anggota didalam kaum tidak memiliki rasa kepemilikan pribadi dan membuat wajib pajak tersebut enggan untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Berdasarkan wawancara tersebut data yang diperoleh dari kantor Wali Nagari Minangkabau bahwa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan tiap tahun tidak sesuai dengan target yang diharapkan seperti yang terlihat pada tabel 1.1 mengenai data penerimaan PBB-P2 di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar tiga tahun terakhir (2016- 2018).

(14)

Tabel 1. 1

Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar

Tahun 2016-2018 No

Tahun

PBB Tidak

Terialisasi (Rp) Target (Rp) Realisasi(Rp)

1 2016 18.302,726 4.930,000 13.372,726 2 2017 24.256,239 5.654,300 18.601,939 3 2018 24.347,280 1.776,057 22.571.223 Total 66.906,245 12.360,357 54.545,888

Sumber: Kantor Wali Nagari Minangkabau

Berdasarkan data di atas penerimaan PBB-P2 di Nagari Minangkabau dari tahun 2016-2018 tidak pernah mencapai target, hal ini dapat dilihat dari realisasinya yang kurang dari target, dengan kata lain kurang dari 100%.

Pada tahun 2016 pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan target yang akan diinginkan sebesar Rp.18.302,726,- dan realisasinya sebesar Rp.4.930,000,-. Pada tahun 2017 target yang diharapkan sebesar Rp.24.256,239,- dan sudah terealisasi sebesar Rp.5.654,300,- begitu juga pada tahun 2018 target yang diharapkan adalah Rp.24.347,280,- dan realisasinya sebesar Rp.1.776,057,- sehingga tidak mencapai target yang diinginkan. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa, masih ada wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar PBB-P2.

Untuk itu perlu diperhatikan kembali kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB- P2) di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar”.

(15)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

2. Masih kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

3. Ketidak tepatan wajib pajak dalam membayar pajak.

4. Enggan dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan karena wajib pajak akan membayar pajak apabila wajib pajak tersebut memiliki suatu urusan yang harus di urus dengan pemerintahan setempat.

5. Penerimaan PBB-P2 di Nagari Minangkabau dari tahun 2016-2018 tidak pernah mencapai target.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dapat diambil batasan masalah sebagai berikut:

1. Pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

2. Pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

3. Pengaruh kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

D. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:

(16)

1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

2. Apakah pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

3. Apakah kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

2. Untuk mengetahui apakah pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

3. Untuk mengetahui apakah kesadaran wajib pajak dan pegetahuan perpajakan berpengaruh secara bersama-sama terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Nagari Minangkabau.

F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a) Bagi penulis

(1) Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ekonomi (SE) pada Jurusan Ekonomi Syariah Konsentrasi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

(17)

(2) Sebagai wadah untuk aplikasi teori-teori yang telah diperoleh dibangku perkuliahan dan dijadikan alat sebagai pembahasan.

(3) Dapat menambah pemahaman mengenai pengaruh kesadaran dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

b) Bagi wajib pajak

penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru, kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan lebih meningkat untuk melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak di Nagari Minangkabau.

c) Bagi Pemerintahan Nagari

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil oleh pihak Nagari Minangkabau serta memberikan informasi tambahan dalam mengambil kebijakan yang menyangkut dalam pengambilan kebijakan pengelolaan PBB-P2 dimasa yang akan datang.

2. Luaran Penelitian

Yang igin peneliti capai adalah diterbitkan sebagai jurnal dan bermanfaat sebagai bacaan di perpustakaan IAIN Batusangkar.

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah dibawah ini:

1. Kesadaran wajib pajak

Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesanggupan dan kemauan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Selain itu kesadaran wajib pajak juga merupakan rasa yang timbul dari dalam diri wajib pajak atas kewajiban membayar pajak dengan ikhlas tanpa adanya unsur paksaaan.

Kesadaran wajib pajak disimbolkan dengan (X1).

(18)

2. Pengetahuan perpajakan

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seseorang dalam mengetahui peraturan wajib pajak baik itu soal tarif maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan wajib pajak. Sehingga pengetahuan perpajakan dapat disimbolkan (X2).

3. Kepatuhan wajib pajak

Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajibannya dan melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang ada. Sehingga kepatuhan wajib pajak dapat disimbolkan (Y).

(19)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undan-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Proft.Dr.Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2016:3)

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak adalah:

1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3) Pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.

(20)

b. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui unsur-unsur yang telah melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi terlihat adanya beberapa fungsi pajak sebagai berikut (Rahayu, 2017:31-45).

1) Fungsi anggaran (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari rakyatnya tanpa imbal balik secara langsung dari negara kepada masyarakatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi ini merupakan fungsi yang secara historis muncul pertama kali dalam suatu kekuasaan atau negara yang mengandalkan penerimaan pajak sejak zaman sebelum masehi.

2) Fungsi mengatur (Regulerend)

Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi regulerend merupakan fungsi lain dari pajak sebagai fungsi budgetair. Di samping usaha untuk memasukan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur perekonomian masyarakat maupun tatanan sosial masyarakat dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan masyarakat.

3) Fungsi stabilitas

Pajak berfungsi sebagai alat kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga di masyarakat sehingga inflasi dapat dikendalikan sesuai kebutuhan perekonomian negara. Dengan pajak maka pemerintah dapat mengatur peredaran uang di masyarakat melalui pemungutan pajak dari masyarakat kepada negara dan selanjutnya menggunakan pajak dengan efektif dan efisiensi.

(21)

4) Fungsi redistribusi pendapatan

Paja merupakan salah satu penerimaan negara terbesar yang digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum dan untuk membiayai pembangunan. Pembiayaan pembangunan dapat membuka kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

c. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil.

Adil dalam perundang-undang di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis).

3) Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisiensi (syarat financial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan (Thomas, 2017: 7).

(22)

d. Pengelompokan Pajak 1) Menurut golongannya

Berdasarkan golongannya (pembayaran) pajak dibedakan atas:

a) Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang pembayaran atau pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

b) Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayaran atau pembebanannya dapat dilimpahkan kepada orang lain.

2) Menurut sifatnya

Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan atas:

a) Pajak subjektif

Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

b) Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

3) Menurut lembaga pemungutannya

Berdasarkan organisasi penggolongannya (pemungutan), maka pajak dapat dibedakan atas:

a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan bea matrai.

b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Yang terdiri dari pajak daerah adalah:

(1) Pajak Provinsi yaitu: Pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

(23)

(2) Pajaka Kabupaten/Kota yaitu: Pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan (Mardiasmo, 2016:7-8).

e. Asas Pengenaan Pajak

Dalam pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini negara memberi hak kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya. Asas-asas tersebut yaitu:

1) Asas Domisili

Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib pajak. Wajib pajak tinggal disuatu negara maka negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki wajib pajak yang menurut undang- undang dikenakan pajak.

2) Asas Sumber

Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber dimana obyek pajak diperoleh. Jika disuatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal.

3) Asas Kebangsaan

Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara. (Rahayu, 2017:45-46).

f. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak antara lain adalah:

1) Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak- hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

(24)

2) Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya pelindungan) masing-masing orang.

Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara maka semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

3) Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.

4) Teori Bakti

Dasar keadilan pemugutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5) Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.

Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Sealanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan (Mardiasmo, 2016:5-6).

g. Tata CaraPemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasrkan 3 stelsel yaitu:

1) Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhirtahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

(25)

2) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak yang berjalan.

3) Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya (Mardiasmo, 2016:8).

h. Jenis Penerimaan dari Pungutan di Indonesia

Penerimaan negara Indonesia didominasi oleh penerimaan paja.

Pajak yang dipungut dikelompokan menjadi pajak negara (pajak pusat) dan pajak daerah. Adapun bagian dari masing-masing pajak tersebut adalah:

1) Pajak Negara (Pajak Pusat)

Pajak negara adalah pajak yang administrasi pemungutannya diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Jenis-jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat adalah:

(a) Pajak penghasilan (PPh).

(b) Pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

(c) Bea Meterai.

(d) Penerimaan negara yang berasal dari migas.

2) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

(26)

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ruang lingkup pajak daerah terbatas pata obyek yang belum dikenakan pajak pusat.

(a) Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi)

(1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan dia atas air.

(2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

(3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

(4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

(5) Pajak rokok.

(b) Pajak Daerah Tingkat II (Kota dan Kaupaten) (1) Pajak Hotel

(2) Pajak Restoran (3) Pajak Hiburan (4) Pajak Reklame

(5) Pajak Penerangan Jalan

(6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (7) Pajak Parkir

(8) Pajak Sarang Burung Walet (9) Pajak Bumi dan Bangunan 3) Retribusi Daerah

Pajak retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pajak Retribusi daerah dapat digolongkan menjadi:

(a) Retribusi jasa umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa umum adalah:

(27)

(1) Retribusi pelayanan kesehatan

(2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

(3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil

(4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat (5) Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum

(6) Retribusi pelayanan pasar

(7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor

(8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran (9) Retribusi penggantian biaya cetak peta

(b) Retribusi jasa usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha adalah:

(1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah (2) Retribusi pasar grosir dan pertokoan (3) Retribusi tempat pelelangan

(4) Retribusi terminal

(5) Retribusi tempat khusus parker

(6) Retribusi tempat penginapan/pesanggaran/villa (7) Retribusi penyedotan khusus

(8) Retribusi rumah potong hewan (9) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal (10) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga (11) Retribusi penyeberangan di atas air (12) Retribusi pengolahan limbah cair

(13) Retribusi penjualan prouksi usaha daerah (c) Retribusi perizinan tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin

(28)

kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis perizinan tertentu adalah:

(1) Retribusi izin mendirikan bangunan

(2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol (3) Retribusi gangguan

(4) Retribusi izin trayek 4) Bea dan Cukai

(a) Bea

Bea adalah pungutan yang dikenakan atas suatu kejadian atau perbuatan berupa lalu lintas barang dan perbuatan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(b) Cukai

cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan undang-undang.

5) Penerimaan Negara Bukan Pajak

Yang dimaksud dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari peneriman pajak. (Rahayu, 2017:49-55).

i. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

1) Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

a) Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

(29)

b) Ajaran Materil

Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang.

Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.

Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.

2) Hapusnya utang pajak dapat disebabkan karena beberapa hal:

a) Pembayaran b) Kompensasi c) Kedarluasa

d) Pembebasan dan penghapusan(Mardiasmo, 2016:10).

j. Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi:

1) Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:

a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarkat.

c) Sistem tidak kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh wajib pajak dengan tujuan untuk menghindari pajak.

a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak) (Mardiasmo, 2016:11)

(30)

2. Pajak Bumi dan BangunanPerdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) a. Latar Belakang Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan Menjadi Pajak Daerah

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan berlaku secara efektif pada tanggal 1 januari 2010. Latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun antara lain untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengatur pajak daerah dan retribusi daerah, meningkatkan akuntabilitas dan penyediaan layanan dan pemerintah, memperkuat otonomi daerah, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha.

Pada awalnya PBB-P2 merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat sedangkan seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proses tertentu. Namun guna meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khususnya dari penerimaan PBB-P2, maka paling lambat tanggal 1 januari 2014 seluruh proses pengelolaan PBB-P2 akan dilakukan oleh pemda. Adapun dasar pemikiran dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah antara lain:

1) Berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal, vasibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah, dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut.

2) Pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dan sekaligus memperbaiki struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah.

3) Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan PBB-P2.

4) Berdasarkan praktek di banyak negara, PBB-P2 atau property tax termasuk dalam jenis local tax (KemenKeu, 2014:1-2).

(31)

b. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Menurut Wilson Gustiawan (2012:166), bumi adalah Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan perairan.

Sedangkan menurut Mardiasmo (2016,381), bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada dibawanya. Permukan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/ atau laut. Bangunan terdiri dari:

1) Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut:

(a) Jalan tol (b) Kolam renang (c) Pagar mewah (d) Tempat olahraga

(e) Galangan kapal, dermaga (f) Taman mewah

(g) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan

(h) Menara

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan hak atas bumi dan bangunan yang ada di atasnya yang nilai di atas nilai jual objek pajak tidak kena pajak.

Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan

(32)

yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan usaha tertentu lainnya masih dipungut oleh pemerintah pusat (Mardiasmo, 2016:406).

c. Objek Pajak

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan (Resmi, 2015:243).

d. Pengecualian Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

1) Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintah.

2) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk mmperoleh keuntungan.

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.

4) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

5) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

6) Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. (Seri peraturan perpajakan, 2017:38).

e. Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempuanyai suatu hak atas Bumi dan memperoleh manfaat atas bumi, dan memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas Bangunan. Wajib Pajak

(33)

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan memperoleh manfaat atas Bumi, dan memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan (Seri peraturan perpajakan, 2017:39).

f. Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dihitung dengan cara:

1) Tarif

Tarif pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah 0,3% dan dapat ditentukan secara bervariasi sesuai masing-masing daerah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Sebagai contoh : Kabupaten X menetapkan tarif PBB secara bergradasi sebagai berikut:

a) Untuk objek pajak dengan NJOP sampai dengan Rp500.000.000, tarifnya 0,12%.

b) Untuk objek pajak dengan NJOP lebih dari Rp500.000.000 sampai dengan Rp1000.000.000, tarifnya 0,14%.

c) Untuk objek pajak yang dengan NJOP lebih dari 1000.000.000, tarifnya 0,24%.

2) Nilai jual objek pajak (NJOP)

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap periode tertentu (misalnya 3tahun) kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan:

a) Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak

PBB-P2 = Tarif X (NJOP-NJOPTKP)

(34)

dengan cara memandingkan dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

b) Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi pisik objek tersebut.

c) Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasrkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

NJOP PBB-P2 ditetapkan oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota). Apabila Kabupaten/ kota belum menetapkan sendiri NJOP, dapat menggunakan acuan penetapan NJOP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 Lampiran II (klasifikasi NJOP untuk objek pajak sektor perdesaan dan sektor perkotaan).

3) Nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP)

Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.

NJOPTKP ditentukan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Mardiasmo, 2016:408).

g. Mekanisme Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikenakan setiap tahun. PBB-P2 terutang dihitung menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari. Tempat PPB-P2 terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.

Pendataan terhadap objek PBB dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada

(35)

Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Kepala Derah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT sebagai berikut:

1) SPOP tidak disampaikan dan setelah wajib pajak ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

2) Berdasrkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasrkan SPOP yang di sampaikan oleh wjib pajak (Mardiasmo, 2016:409).

3. Kepatuhan Wajib Pajak

a. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh adalah taat pada aturan. kepatuhan adalah ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan perpajakan dibagi menjadi:

1) Kepatuhan Perpajakan Formal

Kepatuhan Perpajakan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi:

(36)

a) Tepat waktu dalam mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP maupun untuk ditetapkan memperoleh NPPKP.

b) Tepat waktu dalam menyetorkan pajak yang terutang.

c) Tepat waktu dalam melaporkan pajak yang sudah dibayar dan perhitungan perpajakannya (Rahayu, 2017:193).

2) Kepatuhan Perpajakan Material

Kepatuhan perpajakan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtansi/hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan material meliputi:

a) Tepat dalam menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perpajakan.

b) Tepat dalam memotong maupun memungut pajak (Rahayu, 2017:194).

b. Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tidak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

4) Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa

(37)

pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya, kepatuhan wajib pajak dapat diukur dan pemahaman terhadap semua ketentuan perundang- undangan perpajakan, mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, membayar dan melaporkan pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal. Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari diri wajab pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Faktor Internal yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah faktor pendidikan, faktor kesadaran beragama, kesadaran wajib pajak, faktor rasional, faktor pemahaman terhadap undang-undang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri wajib pajak (Cindi & Yenni:2013).

Indikator dari kepatuhan wajib pajak menurut (Salma, 2018) adalah:

1) Wajib pajak selalu melakukan kewajiban pajak tepat waktu.

2) Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

3) Setelah menerima SPPT wajib pajak segera membayarnya.

4) Selalu bersedia memberikan informasi kepada pihak fiskus mengenai harta kekayaan yang dimiliki.

c. Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh

Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih dibandingkan dengan pemberian palayanan pada wajib pajak yang belum atau tidak patuh. Fasilitas yang diberikan dirjen pajak terhadap wajib pajak patuh adalah sebagai berikut:

(38)

1) Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan wajib pajak diterima untuk pajak penghasilan (PPh), tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh dirjen pajak.

2) Adanya kebijakan percepatan penerbitan surat keputusan pengembalian pandahuluan kelebihan pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat 2 bulan untuk PPh dan 7 hari untuk PPN (Rahayu, 2017:195).

d. Faktor – Faktor Yang Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaa dan Perkotaan.

Kepatuhan perpajakan adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi Negara Maju maupun Negara Berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyeludupan dan pelalaian pajak. Pada akhirnya penerimaan pajak negara akan berkurang. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu Negara

Sistem administrasi perpajakan suatu Negara akan efektif apabila didukung oleh instansi pajak yang efektif, sumber daya pegawai pajak yang mampu, prosedur perpajakan yang baik pula.

2) Kualitas pelayanan perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak.

Dengan sistem administrasi perpajakan yang efektif akan memberikan dampak pada peningkatan kualitas pelayanan pajak yang diberikan instansi pajak kepada Negara, sehingga mengharapkan kontraprestasi secara langsung.

3) Kualitas penegakan hukum perpajakan.

Kepatuhan perpajakan dapat ditingkatkan melalui tekanan kepada Wajib Pajak untuk tidak melakukan pelanggaran atau tindakan

(39)

illegal dalam usahanya untuk menyeludupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi apabila Wajib Pajak diketahui melakukan pelanggaran perpajakan melalui adanya sistem administrasi pajak yang baik dan terintegrasi, serta melalui pemeriksaan pajak yang berkualitas baik.

4) Tinggi rendahnya tarif pajak yang ditetapkan

Tarif pajak yang tinggi tentunya memberikan dorongan Wajib Pajak untuk berupaya mengurangi jumlah utang pajaknya melalui tindakan penghindaran maupun penyeludupan pajak. Disisi lain Negara membutuhkan penerimaan pajak sesuai dengan target yang telah ditetapkan untuk menjalankan fungsi pemerintahan. Hal ini membutuhkan kebijakan-kebijakan penetapan tarif pajak yang tetap dapat berpihak kepada wajib pajak.

5) Kemauan dan kesadaran wajib pajak

Kemauan dan kesadaran wajib pajak akan memberikan pemahaman tentang arti, dan tujuan pembayaran pajak yang diberikan kepada Negara. Sehingga apabila kemauan dan kesadaran Wajib Pajak tinggi akan memberikan dampak kepada kepatuhan perpajakan yang lebih baik lagi, sehingga penerimaan pajak diharapkan dapat mencapai target yang telah ditetapkan (Rahayu, 2017:196-198).

4. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran Menurut (Rahayu:191) adalah keadaan mengetahui, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak, sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak.

Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajiban dan memeberikan konstribusi kepada negara yang menunjang pembangunan Negara. Kesadaran wajib pajak berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar pajak tepat waktu dan tepat jumlah.

(40)

Kesadaran wajib pajak berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan diantaranya adalah:

a) Sebagai orang yang memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan wajib pajak memiliki kewajiban dalam membayar pajak atas objek pajak mereka miliki/manfaatkan.

b) Wajib pajak sadar bahwa pajak merupakan sumber pendapatan daerah, jadi sebagai warga negara yang merupakan bagian dari sebuah daerah kesadaran membayar pajak juga dapat diartikan kesadaran untuk turut serta dalam pembangunan daerah (Johan, Sunarti, Arik : 2015).

Wajib pajak yang memiliki kesadaran tinggi tidak menganggap membayar pajak merupakan suatu beban namun mereka menganggap hal ini adalah suatu kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara sehingga mereka tidak keberatan dan membayar pajaknya dengan sukarela. Hal ini terjadi karena mereka memiliki pandangan bahwa membayar pajak merupakan salah satu cara untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui pajak sehingga mendukung kebijikan pajak oleh pemerintah. Kesadaran wajib pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat muncul persepsi terhadap pajak. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakannya masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan secara intensif dan kontinyu akan meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintah dan pembangunan nasional (Zumrotun, 2018).

Khasan & Adibatun (2017) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak.

(41)

a) Sadar bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan.

b) sadar bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

c) Sadar bahwa pajak ditetapkan dengan undang – undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak didasari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Kesadaran membayar pajak dapat timbul karena adanya pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai perpajakan. Sehingga wajib pajak yang memiliki pendidikan semakin tinggi cenderung akan semakin patuh dalam membayar pajak karena mereka memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya membayar pajak bumi dan bangunan.

Indikator dari kesadaran wajib pajak meurut (Salma, 2018) adalah:

a) Kesadaran adanya hak dan kewajiban pajak memenuhi kewajiban membayar pajak.

b) Kepercayaan dalam membayar pajak bahwa hasilnya akan kembali kepada masyarakat.

c) Akan meingkatkan sumber pembiayaan pembangunan.

d) Membayar Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan negara.

e) Kepercayaan yang tinggi terhadap kinerja aparat.

(42)

f) Adanya pemahaman yang disosialisasikan kepada masyarakat.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesadaran Wajib Pajak yaitu (Rahayu, 2017:191).

a) Sosialisasi perpajakan.

b) Kualitas pelayanan.

c) Kualitas individu Wajib Pajak.

d) Tingkat pengetahuan Wajib Pajak.

e) Tingkat ekonomi Wajib Pajak

f) Persepsi yang baik atas sistem perpajakan yang diterapkan.

Faktor-faktor yang dapat menghambat kesadaran Wajib Pajak adalah (Rahayu, 2017:192).

a) Prasangka negative kepada fiskus.

b) Barrier dari instansi di luar pajak.

c) Informasi mengenai korupsi yang semakin tinggi.

d) Wujud pembangunan dirasa kurang.

e) Adanya anggapan pemerintah tidak transparan mengenai penggunaan penerimaan dari sektor pajak.

Tingginya tingkat kesadaran Wajib Pajak dapat dilihat dari (Rahayu, 2017:192).

a) Target penerimaan pajak tercapai.

b) Tingkat kepatuhan pajak tinggi.

c) Tax Ratio Tinggi.

d) Jumlah Wajib Pajak meningkat sejalan dengan jumlah masyarakat usia produktif.

e) Jumlah tagihan pajak rendah.

f) Tingkat pelanggaran rendah.

5. Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar maupun manfaat

(43)

pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat (Putri, 2017).

Konsep pengetahuan pajak menurut Rahayu (2017:139) yaitu wajib pajak harus meliputi pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pengetahuan mengenai sistem perpajakan di Indonesia dan pengetahuan mengenai fungsi perpajakan.

Pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak ini sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil. Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak, karna pengetahuan perpajakan merupakan pengetahuan hal yang paling mendasar harus dimiliki wajib pajak (Winda, 2015).

Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat. Pada umumnya seseorang yang memiliki pendidikan akan sadar dan patuh terhadap hak dan kewajibannya tanpa harus dipaksakan dan diancam oleh beberapa sanksi dan hukum wajib pajak yang berpengetahuan secara sadar diri akan patuh membayar pajak. Mereka telah mengetahui bagaimana alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan. Hingga akhirnya manfaat membayar pajak tersebut dapat dirasakan (Utomo, 2011).

Indikator dari pengetahuan perpajakan ini menurut (Salma, 2018) adalah:

a) Dasar pengenaan pajak Bumi dan Bangunan.

b) Pengetahuan wajib pajak terhadap fungsi pajak.

(44)

c) Pengetahuan wajib pajak terhadap tanggal jatuh tempo pembayaran PBB.

d) Pengetahuan wajib pajak mengenai pelanggaran undang-undang PBB.

e) Pengetahuan mengenai tata cara mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

f) Pengetahuan mengenai tata cara pembayaran PBB.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dhinar tahun 2018 dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Wonogiri”. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh pengetahuan pajak, kesadaran wajib pajak, sanksi pajak, sosialisasi pajak, SPPT dan pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini menggunakan teknik pegambilan sampel menggunakan convenience sampling dan diperoleh sampel sebanyak 100 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan pajak, sanksi pajak dan pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan kesadaran wajib pajak, sosialisasi pajak dan surat pemberitahuan wajib pajak (SPPT) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah tempat penelitiannya penulis melakukan penelitian di Nagari Minangkabau Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar dengan mengambil 2 variable yaitu kesadaran wajib pajak dan pengetahuan wajib pajak.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Faizah tahun 2009 dengan judul “Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendapatan, pelayanan pajak, pengetahuan perpajakan, dan penegakan hukum pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

(45)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 363 sampel wajib pajak yang berada di kecamatan Dukuhuri Kabupaten Tegal tepatnya wajib pajak di pangangan dan sampel diambil dengan teknik cluster proportional sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor pendapatan berpangaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, Pelayanan perpajakan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, hasil perhitungan uji persial menunjukan bahwa variable pengetahuan perpajakan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, hukum pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Bedanya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian ini mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan dengan variable pendapatan, pelayanan pajak, pengetahuan pajak, dan hukum pajak sementara peneliti hanya mengambil variable yang akan di uji pengaruhnya yaitu variable pengetahuan perpajakan dan kesadaran wajib pajak.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Budhiartama tahun 2016 di dalam E- Jurnal Akuntansi Universitas Udayana tentang “Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) sikap wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Artinya semakin baik sikap wajib pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi;

2) pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Artinya semakin mengerti dan paham wajib pajak dalam pentingnya membayar pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi; 3) kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam

(46)

membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Artinya semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka kepatuhan pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi. Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penulis meneliti dua variable yaitu kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan dan peneliti tidak meneiti sikap wajib pajak.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Yulsiati tahun 2015 di dalam E-Jurnal Akuntanika tentang “Analisis Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan dan Pemahaman Peraturan Perpajakn Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kemuning Kota Palembang”. Penelitian ini menggunakan teknik pegambilan sampel menggunakan sampel random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 100 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial sikap wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bnagunan, Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan, Pengetahuan Perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan, dan secara simultan sikap wajib pajak, kesadaran wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.

Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penulis meneliti dua variable yaitu kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan dan peneliti tidak meneiti sikap wajib pajak serta pemahaman peraturan perpajakan.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang akan diidentifikasi sebagai

(47)

hal yang penting, jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian (Sugyono, 2016:68). Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, dan kajian penelitian relevan, kerangka berfikir penelitian ini di gambarkan pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Kerangka Berfikir

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2016:70). Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis dapat mengambil hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Kesadaran wajib pajak

H01: Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Ha1: Kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)..

2. Pengetahuan perpajakan Kesadaran Wajib Pajak (x1)

Pengetahuan Perpajakan (x2)

Kepatuhan Wajib Pajak (y)

(48)

H02: Pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)..

Ha2: Pengetahuan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)..

3. Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan

H03: Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)..

Ha3: Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari proses wawancara yang dilakukan peneliti, keseluruhan jawaban yang di dapatkan peneliti dari informan mengerucut pada satu titik yaitu faktor kebiasaan setelah perkuliahan

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan judul :“ ANALISIS PENGARUH HARGA, LOKASI, KUALITAS PRODUK, DAN KUALITAS PELAYANAN

Untuk variabel Motivasi, dimensi yang paling kuat hubungannya adalah Dimensi Kebutuhan Kekuasaan terhadap Dimensi Kerja Sama pada variabel Kinerja Karyawan karena

Pengujian dilakukan pada 5 spesimen dan setiap spesimen di tekan pada 5 titik yang berbeda, yaitu pada bagian atas, tengah, bawah. Pada uji kekerasan kali ini menggunakan gaya

menstabilisasikan pendapatan desa dan kota. Memperkecil perbedaannya dengan cara memperbanyak kesempatan kerja yang produktif di pedesaan, khususnya memadukan kegiatan

[r]

Tentukan bilangan bulat positif a dan b dengan sifat banyaknya bilangan bulat positif n yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk ax + by untuk suatu bilangan bulat non-negatif x,