BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah:
¾ Eksperimental Synolakis (Perbandingan) – Persamaan St. Venant
¾ Perbandingan Hasil Simulasi St.Venant dengan Boussinesq - Persamaan St. Venant dan Boussinesq
¾ Kontur Artificial - Persamaan St. Venant, terdiri atas:
o Kontur Datar (kemiringan satu arah) o Kontur Miring (kemiringan dua arah) o Kontur Tanjung
o Kontur Teluk Dengan Sungai o Kontur Lurus dengan Vertical Wall
o Kontur dengan adanya Struktur (Overtoping)
¾ Aceh - Persamaan St. Venant
Kontur artificial diberi elevasi awal muka air laut pada +0.00 dengan kedalaman maksimum berada pada -1.50, dan koefisien kekasaran manning 0.01.
Semua simulasi dilakukan dengan input sama, yaitu:
¾ Amplitudo = 1 meter
¾ Periode = 1 menit
¾ dx, dy = 50 meter
¾ dt = 1 detik
¾ running time = 3000 detik
¾ toleransi = 1x 10-30
Pada analisis awal ini, zona 1 dibedakan dengan zona 2 berdasarkan bathimetri.
Jika bathimetri memiliki kemiringan dasar = 0 baik dalam arah x maupun y, maka dianggap sebagai zona 1 dan digunakan persamaan Titov, jika tidak, dimodelkan sebagai zona 2 dengan menggunakan persamaan St. Venant.
Syarat Batas Input Gelombang
-4 -2 0 2 4
0 20 40 60 80 100 120
t (detik)
H (m), V(m/s)
H (m) V (m/s)
Gambar IV-1. Input Gelombang
IV.1 Perbandingan Model dengan Data Ekseperiment dan Model Numerik Lain Untuk KAsus Run Up
Pada skenario ini, model akan dibandingkan dengan solusi analitis dan eksperimental yang dilakukan oleh Synolakis(1986). Gelombang solitair diberikan sesuai dengan persamaan:
...( IV-1) Panjang gelombang diberikan oleh persamaan:
...( IV-2)
Gelombang diberikan pada jarak X1 = L/2 dari dasar X0 seperti terlihat pada skema.
Gambar IV-2. Skema Analisis Synolakis (1986)
Hasil pemodelan ditampilkan dalam bentuk profil aliran terhadap ruang dalam waktu tertentu. Parameter-parameter yang ada dinormalisir sehingga tak berdimensi.
Variabel tak berdimensi diberikan untuk
...( IV-3) Normalisir parameter besaran panjang terhadap kedalaman dilakukan untuk memberikan visualisasi hasil yang lebih baik dan memudahkan untuk dimengerti.
Sedangkan normalisasi parameter waktu dilakukan agar pada setiap t*, output merupakan kelipatan dari periode gelombang.
Pemodelan dilakukan dengan initial condition sebagai berikut:
H = 0.19 meter ho = 1 meter
kemiringan pantai 1:20 Sehingga didapatkan L = 36 meter X1 = 18 meter
Berdasarkan input tersebut, maka kedalaman relatif gelombang adalah d/L = 1/36
= 0.02 <0.05. Gelombang berada pada kategori laut dalam.
Untuk lebih jelasnya, initial condition model dapat dilihat pada gambar berikut ini:
-1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4
-20 0 20 40 60 80
Elevasi
X
Initial Condition
Dasar Muka Air
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
27 32 37 42 47
Elevasi
X
Solitary Wave
Gambar IV-3. Kondisi Awal Solitary Wave
Nilai kecepatan awal untuk gelombang tersebut adalah:
u = (c.η)/(1+ η) ...( IV-4) c = (g.(H+h0) ...( IV-5)
Syarat batas bebas di tetapkan untuk h, u, dan v di ujung yang tidak memiliki kemiringan dasar. Nilai batas untuk kedalaman ditetapkan 10-30
Interval waktu (dt) simulasi dipilih sedemikian sehingga t* = 1. Hal ini dilakukan untuk mempermudah analisis hasil simulasi. Interval waktu yang dipilih adalah 0.031944 detik. Hasil simulasi dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar IV-4. Perbandingan Hasil Simulasi dengan Synolakis (Eksperimen dan Numerik) dan Ying Li (Interval Jarak 1 meter)
-0.1 -0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
X/Ho
Elevasi/Ho
Dasar t* = 5 t* = 10 t* = 15 t* = 20 t* = 25 t* = 30 t* = 35 t* = 40 t* = 45 t* = 50 t* = 55 t* = 60 t* = 65 t* = 70 t* = 75 t* = 80 t* = 85 t* = 90 t* = 95 t* = 100 t* = 105 t* = 110 t* = 115 t* = 120
Gambar IV-5. Hasil Simulasi (Interval Jarak 0.25 meter)
Selain hasil solusi analisis dan eksperimen yang dilakukan oleh Synolakis, diberikan juga hasil pemodelan satu dimensi yang dilakukan oleh Synolakis (1986) sendiri dan juga Ying Li (2000). Persamaan pengatur untuk model numerik yang digunakan oleh Synolakis dan Yingli adalah persamaan St. Venant 1D dengan nilai manning = 0 tanpa adanya gelombang pecah.
Tinggi run up yang terjadi hasil simulasi model yang dikembangkan memberikan komparasi yang lebih baik dengan data eksperimen dibandingkan dengan hasil- hasil dari model yang sudah ada. Hal ini berarti, metode wet/dry yang digunakan sudah baik.
IV.2 Perbandingan Model Boussinesq dan St.Venant Untuk Kasus Rambatan Gelombang Di Laut
Untuk melihat perbedaan antara kedua persamaan pengatur yang digunakan, maka kedua persamaan digunakan untuk memodelkan kasus sederhana rambatan gelombang pada suatu saluran yang lurus.
Saluran dimodelkan sepanjang 2000 meter dengan lebar 200 meter. Sebagai kondisi awal, diberikan kedalaman air di saluran 1 meter dengan elevasi muka air pada +0.00. Interval y dan x ditetapkan sebesar 50 meter. Kekasaran dasar saluran diabaikan.
Kondisi Awal
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1
0 500 1000 1500 2000
L (meter)
Elevasi (meter)
Dasar Muka Air
Gambar IV-6. Kondisi Awal untuk Perbandingan Boussinesq dan St. Venant
Interval waktu yang digunakan untuk kedua model sama, yaitu 0.1 detik dengan waktu simulasi 500 derik. Perlu dicatat disini bahwa interval waktu 1 detik sudah memberikan hasil yang baik untuk persamaan St.Venant.
Syarat batas dinding digunakan pada sisi kiri dan kanan saluran, sedangkan syarat batas bebas digunakan pada sebelah hilir saluran.
Syarat batas gelombang di hulu diberikan seperti pada gambar dibawah ini.
Syarat Batas Gelombang
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 1 2 3 4
t (detik)
elevasi (meter)
Gambar IV-7. Syarat Batas Gelombang untuk Perbandingan Boussinesq dan St. Venant
-0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
0 10 20 30 40 5
X/ho
elevasi/ho
0 t*=0.313
t*=313
t*=626
t*=300 t*=939 t*=1565
Gambar IV-8. Hasil Simulasi untuk Perbandingan Boussinesq dan St. Venant
Pada simulasi yang dilakukan, tidak dimasukkan adanya pengaruh kekasaran dasar dengan asumsi gelombang terjadi di laut dalam. Waktu rambat gelombang tidak berbeda jauh. Puncak gelombang hasil kedua model berada pada waktu yang kurang lebih sama. Akan tetapi, gelombang model boussinesq lebih lama meluruh
dibandingkan gelombang hasil model St. Venant. Selain itu, diamati bahwa pada gelombang hasil model Boussinesq, ekor gelombang turun cukup jauh dibawah elevasi muka air normal (+0.00). Hal ini disebabkan adanya suku dispersi pada persamaan boussinesq.
Waktu real time yang diperlukan untuk simulasi dengan menggunakan model boussinesq 2 kali lebih lama dibandingkan dengan model St. Venant.
Kontur Artificial
IV.3 Run Up Gelombang Pada Pantai Dengan Kemiringan Satu Arah
1 10 19 28 37 46 55 64 73
S1S13
-1.5 -1
-0.5 0 0.5 1 1.5
1-1.5 0.5-1 0-0.5 -0.5-0 -1--0.5 -1.5--1
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73
S1 S5 S9 S13 S17
1-2 0-1 -1-0 -2--1
Gelombang
Gambar IV-9. Kontur Datar
Pada kasus ini, digunakan kontur datar dengan kemiringan 0.0008 pada arah y.
Persamaan pengatur yang digunakan adalah St.Venant. Hasil pemodelan numerik menunjukkan bahwa batas wet/dry yang digunakan bekerja dengan baik.
Gelombang pada zona 1 berjalan lebih cepat dibandingkan ketika merambat di zona 2. Hal ini dikarenakan masukkan faktor gesekan dasar yang mengurangi kecepatan gelombang.
Gelombang datang dengan kecepatan sesuai fungsi gelombang pada boundary.
Sedangkan gelombang balik pada saat surut memiliki kecepatan bervariasi 0.02 – 1 m/s. Gelombang merambat di darat sejauh 4 node (4 x 50 = 200 meter).
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1
0 500 1000 1500
X (meter)
Elevasi (meter) Elevasi Muka
Air t = 450 s
Elevasi Muka Air t = 1200 s
Dasar
Gambar IV-10. Profil Gelombang/Run Up
Diamati adanya perbedaan kecepatan yang cukup besar pada rambatan gelombang seperti pada gambar berikut.
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
500 550 600 650 700 750 800
X (m)
Elevasi Muka Air (m) Elevasi Dasar (m) Kecepatan (m/s)
Gambar IV-11. Perbedaan Kecepatan Pada Gelombang Datang (t= 450s)
Pada saat gelombang datang mencapai pantai, gelombang yang paling depan akan terpantulkan terlebih dahulu sehingga terjadi benturan antara gelombang datang dan gelombang pantul. Akibat kecepatannya yang tinggi, air akan merambat terus ke arah darat hingga seluruh energinya hilang. Setelah itu, air akan mengalir secara gravitasi ke bawah. Hal ini lah yang menyebabkan adanya perbedaan kecepatan yang cukup besar pada gelombang balik.
Pada gambar berikut dapat dilihat perspective view dan velocity/water contour hasil dari pemodelan awal yang telah dilakukan.
Gambar IV-12. Hasil Pemodelan (Kasus 1)
IV.4 Run Up Gelombang Pada Pantai Dengan Kemiringan Dua Arah
1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
6671
76 S1
S5
S9
S13
S17
-1.5 -1
-0.5 0
0.5 1 1.5
1-1.5 0.5-1 0-0.5 -0.5-0 -1--0.5 -1.5--1
Gelombang
Gambar IV-13. Kontur Miring
Pada kasus ini, digunakan kontur datar dengan kemiringan dua arah pada darat masing-masing sebesar 0.0008. Persamaan pengatur yang digunakan adalah St.Venant. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gelombang yang datang dalam arah sumbu y, terpantul dalam 2 arah (x,y) dikarenakan garis pantai tidak berada tegak lurus dengan arah gelombang datang. Batas wet/dry yang digunakan terbukti dapat berlaku dengan baik dalam arah x dan y.
Gelombang datang merambat di darat hingga sejauh kurang lebih 6 node (6 x 50 = 300 meter) dari garis pantai. Gelombang datang dengan kecepatan sesuai fungsi
gelombang pada boundary. Sedangkan gelombang balik pada saat surut memiliki kecepatan bervariasi 0.04 – 1 m/s pada arah y dan x(U dan V). Gelombang pantul menyebabkan adanya kecepatan arah x yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada hasil simulasi berikut ini.
Gambar IV-14. Hasil Pemodelan (Kasus 2)
IV.5 Run Up Gelombang Pada Pantai Dengan Tipologi Tanjung
1 18
35 52
69
S1S7
S13
S19
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1
0.5-1 0-0.5 -0.5-0 -1--0.5 -1.5--1
Gelombang
Gambar IV-15. Kontur Tanjung
Pada kasus ini, digunakan kontur artificial yang dibentuk menyerupai tanjung.
Kemiringan arah x dan arah y adalah 0.001. Persamaan pengatur yang digunakan adalah St.Venant. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gelombang yang datang dalam arah sumbu y, terpantul dalam 2 arah (x,y) kearah kiri dan kanan dikarenakan bentuk garis pantai yang digunakan. Batas wet/dry yang digunakan terbukti dapat berlaku dengan baik dalam arah x dan y.
Gelombang datang merambat di darat hingga sejauh kurang lebih 3 node (3 x 50 = 150 meter) dari garis pantai. Gelombang datang dengan kecepatan sesuai fungsi gelombang pada boundary. Sedangkan gelombang balik pada saat surut memiliki kecepatan bervariasi 0.06 – 1.2 m/s pada arah y dan x(U dan V). Gelombang pantul menyebabkan adanya kecepatan arah x yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada hasil simulasi berikut ini.
Gambar IV-16. Hasil Pemodelan (Kasus 3)
IV.6 Run Up Gelombang Pada Pantai Dengan Tipologi Teluk
1 14
27 40
53
S1S7
S13
S19
-1.5 -1 -0.5
0 0.5
1 1.5
1-1.5 0.5-1 0-0.5 -0.5-0 -1--0.5 -1.5--1
Gelombang
Gambar IV-17. Kontur Teluk Dengan Sungai
Pada kasus ini, digunakan kontur menyerupai teluk dengan sungai di tengahnya.
Persamaan pengatur yang digunakan adalah St.Venant.Elevasi dasar muara sungai berada pada -0.07, dengan kemiringan sebagai berikut:
¾ Soy = 0.002
¾ Sox = 0.0008
¾ Soy sungai = 0.001
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gelombang yang datang dalam arah sumbu y, terpantul dalam 2 arah (x,y) dikarenakan garis pantai tidak berada tegak lurus dengan arah gelombang datang. Air mengalir masuk ke sungai dan kemudian kembali ke laut. Batas wet/dry yang digunakan terbukti dapat berlaku dengan baik dalam arah x dan y.
Gelombang datang merambat di darat hingga sejauh kurang lebih 4 node (4 x 50 = 200 meter) dari garis pantai, khusus di muara sungai, air merambat sejau 6 node (6 x 50 = 300 meter). Gelombang datang dengan kecepatan sesuai fungsi gelombang pada boundary. Sedangkan gelombang balik pada saat surut memiliki kecepatan bervariasi 0.01 – 3 m/s pada arah y dan x(U dan V). Gelombang pantul menyebabkan adanya kecepatan arah x yang cukup besar. Kecepatan arah x berkumpul di tengah dikarenakan bentuk kontur berupa teluk sehingga di bagian tengah ini kecepatan balik yang terjadi cukup besar
Gelombang masuk kedalam sungai dengan kecepatan 0.5-1 m/s. Ketinggian air di dalam sungai naik hingga 0.1 meter di muara. Setelah gelombang hilang, air di sungai mengalir ke laut secara berlahan-lahan dengan kecepatan 0.1-0.2 m/s.