• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 I.1. Latar Belakang

Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan dampak yang luas akibat pemanasan global. Hampir seluruh negara di dunia memberikan perhatian yang besar terhadap isu ini. Lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga ikut andil dengan membentuk United Nations Framework on Climate Change (UNFCC) dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai badan khusus untuk perubahan iklim.

Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut menyebabkan energi radiasi matahari yang seharusnya dipantulkan kembali ke angkasa dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh lapisan GRK tersebut. Akibatnya, energi radiasi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi dan meningkatkan suhu permukaan bumi [1].

Menurut IPCC, telah terjadi peningkatan suhu udara rata-rata 0,74oC selama kurun waktu dari 1906 sampai 2005.

Meningkatnya suhu permukaan bumi mengakibatkan perubahan iklim yang ekstrim di bumi. Berbagai fenomena alam yang tidak lazim seperti durasi musim kemarau dan musim hujan yang tidak seimbang, badai el nino dan la nina, serta mencairnya lapisan es di kutub utara dianggap sebagai akibat langsung dari perubahan iklim tersebut. Beberapa fenomena yang pernah terjadi di dunia misalnya banyak terjadi gempa bumi dan aktivitas gunung berapi di Indonesia,

(2)

Islandia, Turki, dan negara lain. Peristiwa lainnya yaitu seperti timbulnya gelombang panas yang menyebabkan kebakaran hutan sehingga hampir 11.000 penduduk kota meninggal di Rusia pada tahun 2010, atau terjadinya banjir besar di Kathmandu akibat danau es yang terus mencair. Dampak lain akibat pemanasan global adalah terganggunya hutan dan ekosistem, kekeringan, pengasaman air laut, serta timbulnya wabah penyakit dan lainnya [2]. Selain itu, dalam laporan terbaru [3] digambarkan pula dampak-dampak serius dari perubahan iklim pada aspek global dan sektoral serta aspek regional. Laporan tersebut secara terperinci menjelaskan dampak perubahan iklim pada sektor industri, perumahan, kesehatan, sumber daya air, dan sebagainya, yang terjadi di wilayah Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia.

Faktor dominan penyebab terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer [1]. Konsentrasi GRK tersebut cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa gas CO2 memiliki porsi terbesar dalam meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfir bumi, yaitu sekitar 76,6%. Gas CO2 tersebut berasal dari penggunaan bahan bakar fosil (56,6%), penebangan hutan dan pembusukan biomasa (17,3%), dan sisanya berasal dari sumber lainnya. Besarnya CO2 di atmosfer ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Secara lebih terperinci sumber-sumber penyebab emisi gas CO2 diperlihatkan pada Gambar 1.2. Salah satu penyebab emisi GRK adalah sektor bangunan sebesar 7,9%. Sumber utama penyebab emisi GRK dari sektor bangunan disebabkan oleh konsumsi energi fosil, baik secara langsung atau pun tidak langsung melalui penggunaan energi listrik [4]. Gambar 1.3 memperlihatkan macam-macam sumber konsumsi energi dunia pada sektor bangunan. Menurut data dari [4], sejak tahun 1997 hingga 2004, emisi CO2 (termasuk penggunaan energi listrik pada bangunan) tumbuh dengan kecepatan 2,5% per tahun untuk bangunan komersial, dan 1,7% per tahun untuk bangunan rumah tinggal. Dengan melakukan implementasi teknologi bangunan hijau pada bangunan lama (existing building) dan baru (new building) dapat mengurangi konsumsi energi mencapai

(3)

80% [4]. Meskipun sektor bangunan hanya menyumbang 7,9% penyebab emisi GRK, sektor ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk mereduksi konsentrasi GRK di atmosfer melalui penghematan energi.

N2O, 7.9%

F-gases, 1.1%

CO2dari BBM, 56.6%

CO2(selain BBM), 2.8%

CO2(penebang an hutan, pembusukan biomassa, dll),

17.3%

CH4, 14.3%

Gambar 1.1. Emisi GRK secara global pada tahun 2004 [1]

Gambar 1.2. Sektor penyebab emisi GRK tahun 2004 [1]

Selain konsumsi energi listrik yang tinggi, proses konstruksi dan operasi bangunan juga memberi kontribusi pada pemanasan global melalui emisi GRK dalam bentuk gas karbon, metana, atau pun jenis gas tertentu lainnya [5].

Bangunan juga menyebabkan berkurangnya jumlah vegetasi yang berfungsi sebagai penahan radiasi matahari sekaligus penyerap karbondioksida di udara.

Suhu udara di pusat kota yang relatif memiliki jumlah bangunan yang lebih

(4)

banyak akan berbeda jauh dibandingkan dengan suhu udara di pinggiran kota.

Fenomena ini disebut sebagai urban heat island. Urban heat island dapat mengakibatkan peningkatan temperatur udara global [6].

Gambar 1.3. Konsumsi energi dunia pada sektor bangunan tahun 2010 [3]

Melihat uraian di atas, bangunan memiliki potensi yang besar dalam mitigasi pemanasan global. Dewasa ini, berkembang konsep bangunan hijau (green building) yang diprediksi mampu mengurangi emisi GRK. Bangunan hijau adalah bangunan baru yang direncanakan dan dilaksanakan atau bangunan sudah terbangun yang dioperasikan dengan memerhatikan faktor- faktor lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja: bijak guna lahan, kualitas udara dalam ruangan, hemat air, hemat energi, hemat bahan, dan mengurangi limbah [7]. Di beberapa negara, pengembangan konsep green building diikuti dengan terbentuknya sistem rating bangunan hijau untuk mengetahui apakah suatu bangunan layak mendapat sertifikat sebagai bangunan hijau atau tidak.

Beberapa di antaranya adalah LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) dari USA, CASBEE (Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency) dari Jepang, BREEAM (Building Research Establishment’s Environment Assessment Method) dari UK, GRIHA (Green Rating for Integrated Habitat Assessment) dari India, BCA (Building and Construction Authority) Green Mark dari Singapura, Green Building Index dari

(5)

Malaysia, dan lain-lain. Di Indonesia, sistem rating bangunan hijau menggunakan metode GREENSHIP dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Dokumen GREENSHIP terdiri dari 3 tipe, GREENSHIP new building, existing building, dan interior space. GREENSHIP New Building telah mengalami perkembangan, mulai dari GREENSHIP New Building versi 1.0 yang diluncurkan pada Juni 2010, GREENSHIP New Building versi 1.1 yang diluncurkan pada Februari 2012, dan terakhir GREENSHIP New Building versi 1.2 yang diluncurkan pada Februari 2014.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi bangunan gedung pertemuan Grha Wiksa Praniti (GWP). Gedung GWP merupakan gedung pertemuan yang diklaim sebagai green building mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, dan operasional milik Pusat Penelitian dan Perkembangan Permukiman (Puskim), Kementerian Pekerjaan Umum yang berlokasi di Bandung. Sejauh ini, klaim tersebut belum pernah dibuktikan melalui sertifikasi bangunan hijau.

Pemeringkatan gedung GWP menggunakan GREENSHIP New Building versi 1.2 dari GBCI. Alasan penggunaan sistem pemeringkatan GREENSHIP New Building pada gedung GWP adalah karena gedung tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bangunan baru menurut beberapa pengertian sistem pemeringkatan bangunan hijau di dunia. Bangunan baru (new building) merupakan bangunan yang didirikan di atas lahan kosong, atau bangunan lama yang dibongkar dengan peruntukan sebagai perkantoran, pertokoan, dan/atau hotel [8]. Definisi lain, bangunan baru merupakan bangunan yang didirikan dengan desain dan konstruksi sebagai bangunan hijau [9] atau bangunan dengan penggunaan kurang dari 3 tahun [10]. Gedung GWP diklasifikasikan sebagai bangunan baru karena gedung tersebut belum dibangun di atas lahan bekas bangunan pemerintah pusat (gedung Puskim) dan baru diresmikan tahun 2013. Sejak sebelum pembangunan, gedung GWP telah didesain sebagai bangunan hijau dibuktikan dengan beberapa dokumen awal pembangunan sebelum proses konstruksi. Dengan demikian, penggunaan sistem pemeringkatan gedung tersebut menggunakan GREENSHIP kategori bangunan baru (new building).

(6)

Sistem penilaian GREENSHIP digunakan untuk menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplementasikan di Indonesia. Beberapa prinsip yang digunakan dan menjadi dasar penyusunannya adalah sederhana (simple), dapat dan mudah diimplementasikan (applicable), teknologi tersedia (available technology), serta menggunakan kriteria penilaian berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia, seperti Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kriteria penilaian dengan perangkat rating GREENSHIP pada bangunan baru dikelompokkan menjadi 6 aspek, yaitu:

Appropriate Site Development (tata guna lahan yang tepat), Energy Efficiency and Conservation (efisiensi dan konservasi energi), Water Conservation (konservasi air), Material Resource and Cycle (sumber dan siklus material), Indoor Health and Comfort (kualitas udara dan kenyamanan ruangan), dan Building Environmental Management (manajemen lingkungan bangunan).

Dengan dilakukannya sertifikasi gedung pada gedung GWP berdasarkan kriteria-kriteria yang ada dalam sistem penilaian GREENSHIP, dapat diketahui predikat gedung tersebut, apakah memenuhi standar bangunan hijau atau tidak.

Jika GWP memenuhi standar, maka layak menjadi gedung percontohan bagi bangunan serupa di Indonesia, serta dapat mengedukasi industri bangunan dan khalayak umum tentang kriteria apa saja yang dapat dipenuhi untuk mengimplementasikan konsep bangunan hijau. Akan tetapi, jika gedung GWP tidak memenuhi standar akan muncul rekomendasi perbaikan pada bangunan untuk mencapai predikat tersebut.

I.2. Perumusan Masalah

Fenomena peningkatan GRK di atmosfer penyebab terjadinya pemanasan global merupakan permasalahan yang penting untuk segera diselesaikan.

Bangunan merupakan salah satu kontributor penyebab meningkatnya GRK di atmosfer. Salah satu upaya untuk mengurangi konsentrasi GRK di atmosfer adalah mengimplementasikan konsep bangunan berkelanjutan menggunakan sistem rating bangunan hijau. Sistem rating bangunan hijau adalah sistem

(7)

penilaian yang dilakukan oleh sebuah lembaga untuk menentukan apakah sebuah bangunan dapat disebut green building atau tidak dengan predikat tertentu.

Gedung GWP merupakan bangunan yang diklaim sebagai green building mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, dan operasional namun belum pernah dilakukan sertifikasi, sehingga keabsahan status green building gedung tersebut perlu diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan merumuskan langkah teknis untuk mengukur dan menganalisis parameter green building pada gedung pertemuan GWP. Pelaksanaan penelitian ini mengikuti rumusan dalam dokumen sistem rating GREENSHIP untuk bangunan baru yang dibuat oleh GBCI dengan 6 aspek penilaian, yaitu: Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material Resource and Cycle (MRC), Indoor Healt and Comfort (IHC), dan Building Environmental Management (BEM).

I.3. Batasan Masalah

1. Penelitian dilakukan pada bulan Febuari-Maret 2014di musim hujan.

2. Parameter green building yang diidentifikasi mengacu pada parameter yang terdapat dalam GREENSHIP New Building 2010 versi 1.2.

3. Parameter yang dapat dibahas disesuaikan dengan data yang dapat diperoleh di lapangan.

4. Keberhasilan penilaian gedung GWP dibatasi oleh kondisi lapangan, ketersediaan data sekunder, dan ketersediaan alat yang dibutuhkan untuk pengukuran.

I.4. Tujuan Penelitian

1. Mengimplementasikan metode penilaian bangunan hijau GREENSHIP New Building versi 1.2 GBCI pada bangunan gedung GWP Puskim, Kementerian Pekerjaan Umum.

2. Mengevaluasi dan menilai kinerja bangunan gedung GWP Puskim Kementerian Pekerjaan Umum dengan menggunakan metode GREENSHIP GBCI.

(8)

3. Mengevaluasi implementasi metode GREENSHIP GBCI pada studi kasus gedung GWP Puskim Kementerian Pekerjaan Umum.

I.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian dapat memberi rekomendasi perbaikan jika gedung mendapat predikat tidak green (poin rendah).

2. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam penerapan konsep green building pada bangunan serupa di Indonesia.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan evaluasi pada sistem pemeringkatan bangunan hijau GREENSHIP-GBCI.

Gambar

Gambar 1.1. Emisi GRK secara global pada tahun 2004 [1]

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme dalam penanganan pemakaman jenazah terlantar adalah apabila menemukan jenazah terlantar --- ˃ kepolisian / Rumah sakit / LKS / Instansi Sosial kabupaten kota

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran kunci determinasi berpengaruh terhadap

Psikografi : Anak – anak yang senang bermain video game, mempunyai sikap terbuka dengan hal baru, menyukai tantangan, tidak takut untuk mencoba, berorientasi pada pembelajaran

Batasan dan lingkup perancangan adalah mengilustrasikan identitas visual subkultur dan gaya ekspresif pelaku, penonton pertunjukan musik, dan bagaimana gigs berlangsung yang

Setelah melakukan analisis peluang, selanjutnya radio Zora melakukan analisis kompetitif. Analisis kompetitf yang dimaksud merupakan analisis terhadap persaingan

Peningkatan Kinerja Kasubag Umum Program dan Pelaporan melalui Sistem Peendaftaran dan Pelayanan Kartu Pencari Kerja dalam Rangka Pelaksanaan Program PATEN di Kecamatan

Susu merupakan cairan nutrien yang diproduksi dari kelenjar mamae hewani untuk tumbuh besar anak-anaknya Susu berarti sekresi lakteal, praktis bebas dari kolostrum, yang

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya serta adanya fenomena yang menarik untuk dikaji maka penulis mengadakan penelitian yang