• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PANCASILA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER BANGSA PADA GENERASI MUDA DI ERA GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANAN PANCASILA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER BANGSA PADA GENERASI MUDA DI ERA GLOBAL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 197

PERANAN PANCASILA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER BANGSA PADA GENERASI MUDA DI ERA GLOBAL

Heryansyah Ginting

Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan [email protected]

Abstrak

Tujuan dari jurnal ini adalah menganalisa pembangunan karakter bangsa Indonesia berdasarkan pada pancasila untuk menjadi bangsa mandiri di era global. Argumen utama dari jurnal ini adalah pembangunan karakter bangsa Indonesia lebih berfokus pada peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia akan pentingnya menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai dasar pancasila. Pemerintah Indonesia bersama seluruh elemen masyarakat lainnya terus berusaha untuk membangun karakter bangsa Indonesia terutama bagi generasi muda agar Indonesia menjadi bangsa mandiri di era global. Jurnal ini akan membuktikan hipotesis bahwa pembangunan karakter bangsa Indonesia berdasarkan pancasila bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sesuai dengan cita-cita pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri dalam menghadapi era global tersebut berfokus pada penanaman nilai-nilai pancasila terhadap generasi muda penerus bangsa yang secara aktif dilakukan oleh seluruh komponen bangsa bekerjasama dengan pemerintah.

Kata Kunci: Karakter Bangsa,Pancasila,Generasi Muda

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah memudarnya semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan generasi muda. Hal ini disebabkan banyaknya pengaruh budaya asing yang banyak masuk di negara kita, akibatnya banyak generasi muda yang melupakan budaya sendiri karena menganggap bahwa budaya asing merupakan budaya yang lebih modern dibanding budaya bangsa sendiri. Hal ini berakibat nilai-nilai luhur bangsa banyak diabaikan hampir terjadi disebagian besar generasi muda. Sejak dahulu dan sekarang ini serta masa datang peranan pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya pembangunan nasional sangat diharapkan. Melalui organisasi dan jaringannya yang luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mengawal jalann pembangunan nasional. Berbagai permasalahan yang timbul akibat rasa nasionalisme dan kebangsaan yang memudar banyak terjadi belakangan ini, banyak generasi muda atau pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan terlibat pada suatu kepentingan yang hanya mementingkan diri pribadi atau sekelompok tertentu dengan mengatasnamakan rakyat sebagai alasan dalam kegiatanya.

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan hasil kesepakatan bapak pendiri bangsa ketika negara Indonesia didirikan, dan hingga sekarang di era global, negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada pancasila sebagai dasar negara. Sebagai dasar negara, Pancasila harus menjadi acuan negara dalam menghadapi berbagai tantangan global dunia yang terus berkembang. Di era globalisasi ini peran Pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia, karena dengan adanya globalisasi batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat. Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa indonesia, jika kita dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia, sedangkan hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan Indonesia. Sehubungan hal tersebut, generasi muda sebagai pilar bangsa diharapkan memiliki jiwa patriotisme dan nasionalisme dengan tetap bertahan pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia meskipun banyak budaya asing masuk di negara Indonesia. Dengan berlandaskan Pancasila diharapkan pengaruh budaya asing bisa disaring sehingga generasi muda bisa menjadi generasi yang benar-benar cinta pada tanah air Indonesia apapun keadaanya. Dalam proses membangun karakter suatu bangsa, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah pendidikan baik itu secara formal maupun non formal sehingga pengaruh negatif dari globalisasi dapat dikurangi terutama bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang menentukan masa depan. Generasi muda sekaligus sebagai generasi yang paling rentan terkena dampak negatif dari globalisasi sehingga peran pendidikan karakter bangsa serta pembangunan karakter bangsa dengan berlandaskan pancasila menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjadikan bangsa Indonesia mandiri di era globalisasi.Terkait dengan hal itu, jurnal ini akan membahas peranan Pancasila dalam menumbuhkan rasa

(2)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 198

nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia di era globalisasi. jurnal ini bertujuan untuk menganalisis masalah- masalah yang tercermin akibat pudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme generasi muda di era global; mengetahui sejauh mana pentingnya Pancasila dalam menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotism generasi muda di era global;

menganalisis peran pemerintah dalam menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda saat ini; dan memberikan gambaran kepada generasi muda akan pentingnya rasa nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

TINJAUAN PUSTAKA

Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa, yang di dalamnya terkandung nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka setidaknya memiliki dua dimensi nilai-nilai, yaitu nilai-nilai ideal dan aktual. Namun nilai-nilai itu kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa globalisasi, sehingga berdampak terjadinya pergeseran peradapan, yang juga membawa perubahan pemaknaan dan positioning Pancasila Pancasila yang memiliki semboyan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, dengan pluralisme dan multikulturalisme yang harus disatukan oleh “rasa bersama” dalam idiom nation-state berikut semangat nasionalisme yang menyertainya. Seperti halnya yang dituliskan oleh Empu Tantular: “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa”.

Menunjukan bahwa Pancasila merupakan alat persatuan dari keanegaraman yang ada di negara Indonesia, multikultural dan juga pluralistik bangsa Indonesia. Dalam hal ini pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu unsur penting karena dengan karakter yang bagus maka bangsa tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat.Hal tersebut juga dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan karakter generasi muda bangsa Indonesia menuju pada kemandirian di era globalisasi yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat. Sementara itu kata global yang maknanya universal.Sekarang lebih dikenal dengan globalisasi.Globalisasi juga diartikan suatu fenomena di mana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia. Dari beberapa landasan teori di atas maka di sini penulis akan mencoba menganalisa sejauh mana peranan Pancasila dalam menumbuhkan karakter bangsa di kalangan generasi muda di era global.

PEMBAHASAN

Pancasila Sebagai Dasar Karakter

Pancasila sejak masa Orde Baru runtuh sampai sekarang ini dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan telah melanggar nilai-nilai dari Pancasila.

Penyimpangan terbesar dan yang paling sulit untuk dibasmi adalah masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), masalah yang seolah-olah sudah menjadi penyakit mendarah daging di Indonesia ini. Pancasila yang sejak dahulu diciptakan sebagai dasar negara dan sudah sejak nenek moyang kita digunakan sebagai pandangan hidup sudah seharusnya dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.

Demikian juga bagi generasi muda, Pancasila yang mulai kehilangan pamornya di kalangan generasi muda diharapkan akan muncul kembali kejayaannya jika generasi muda mulai sadar dan memahami fungsi Pancasila serta melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Akhir-akhir ini mulai banyak dibicarakan atau dipertanyakan tentang wawasan kebangsaan generasi muda. Banyak momentum dilakukan, mulai dari seminar, lokakarya sampai kongres Pancasila yang sampai sekarang sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali (I –IV). Semua momentum tersebut selalu melibatkan generasi muda sebagi subyek pengembang nilai-nilai Pancasila yang diharapkan dapat memberikan peran dan kontribusinya bukan hanya sekarang tapi juga yang akan datang menjadi aktor dan pelaku dalam pembangunan nasional. Menurut Rajasa (2007), generasi muda mengembangkan karakter nasionalisme melalui tiga proses yaitu:

1. Pembangun Karakter (character builder) yaitu generasi muda berperan membangun karakter positifr bangasa melalui kemauan keras, untuk menjunjung nilai-nilai moral serta menginternalisasikannya pada kehidupan nyata.

2. Pemberdaya Karakter (character enabler), generasi muda menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif, dengan berinisiatif membangun kesadaran kolektif denhgan kohesivitas tinggi, misalnya menyerukan penyelesaian konflik.

3. Perekayasa karakter (character engineer) yaitu generasi muda berperan dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta terlibat dalam proses pembelajaran dalam pengembangan karakter positif banmgsa sesuai dengan perkembangan zaman.

Dari konsep Rajasa tersebut dapat dianalisa bahwa generasi muda sebagai pilar bangsa memiliki peran yang sangat penting. Masa depan bangsa tergantung dari para generasi muda dalam bersikap dan bertindak. Menjunjung nilai-nilai moral yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sangat penting dilakukan.

Rasa nasionalisme yang harus ditumbuhkan di kalangan generasi muda bukan nasionalisme yang sempit, akan tetapi nasionalisme yang menjunjung tinggi bangsa dan negara sendiri akan tetapi masih menghargai bangsa lain. Pembangunan

(3)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 199

karakter suatu bangsa tidak cukup dalam esensi pembangunan fisik saja tetapi dibutuhkan suatu orientasi yang lebih kuat yaitu suatu landasan dasar atau pondasi pembangunan karakter bangsa tersebut. Sehingga esensi fisik dari pembangunan berawal pada internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosio-kemasyarakatan dan budaya.

Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan pancasila sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa Indonesia.

Pembinaan Karakter Bangsa

Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang ada di dalamnya.Maksud dari penyataan diatas adalah pembangunan yang dilakukan oleh suatu bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut.Pembangunan yang baik tentu tidak harus mengorbankan keluarga atau bahkan bangsanya sendiri. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan dan pembinaan karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter bangsanya agar menjadi lebih baik pula dengan berlandaskan pada suatu nilai.Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi).(Nurani Soyomukti, 2010) Dan salah satu unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi bangsa Indonesia.Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Keunggulan yang dimaksud dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun penerapan. Keunggulan tersebut dapat diartikan sebagai keunggulan ekonomi, keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Sedangkan, daya saing pada esensinya dapat diartikan sebagai sebuah rantai dari suatu nilai proses yang dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous learning. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:

1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era globalisasi.

2. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas pengetahuan yang terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia.

3. Pemaknaan dari karakter positif bangsa seharusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas.

Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang seharusnya terus ditumbuh- kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi ini. Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut antara lain adalah karakter pejuang yang juga telah diakui oleh masyarakat internasional karena Indonesia mendaparkan kemerdekaannya melalui perjuangan tumpah darah bangsa Indonesia. selain itu, bangsa Indonesia juga memiliki karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya yang harus ditumbuh-kembangkan sebagai bekal untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan mandiri di era globalisasi. Seluruh karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut harus dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing untuk menghadapi globalisasi. Sehingga pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi.Namun disisi lain, bangsa Indonesia masih didera oleh sejumlah permasalahan dalam pembinaan karakter bangsa bahkan yang paling kritis justru yang menyangkut masalah daya saing bangsa Indonesia, sebuah parameter yang semakin meningkat nilai pentingnya di era globalisasi saat ini. Meskipun demikian, pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi. Pembinaan karakter bangsa Indonesia juga dilandasi oleh nilai-nilai dasar pancasila yang akan penulis kaji dalam pembahasan berikutnya.

Munculnya Pendidikan Karakter

Dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat Indonesia dapat merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dari waktu ke waktu. Kenyataan yang dialami oleh bangsa ini menunjukkan kondisi yang berbeda dengan logika kekayaan sosial, budaya, dan alam. Kondisi yang dialami menunjukkan bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran, pembangunan industri terjadi terus-menerus, dan pergantian pemerintah terus berlangsung

(4)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 200

dari waktu ke waktu secara damai, tetapi kebanyakan rakyat Indonesia belum mendapatkan dan mengalami kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Berbagai pengalaman ini menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang unik. Unik merujuk pada kondisi yang dialami bangsa sampai saat ini. Banyak orang dan pihak yang bertanya “Apa yang salah dengan bangsa ini?”

Sejenak kita melihat beberapa indikasi tentang “Apa yang salah dengan bangsa ini?”

1. Kondisi moral/akhlak generasi muda yang hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.

2. Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan (Lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi)

3. Rusaknya moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan, tindakan kriminalitas pada semua sektor pembangunan, dll)

Selanjutnya kagan (2004) mengutip sejumlah angka statistic terkait kenakalan remaja sebagai berikut:

1. 180.000 siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan pemalakan

2. 83% siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan seksual di sekolah beripa disentuh, dicubit, dan digerayangi

3. 54% siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sokolah menengah atas mengaku telah berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya

4. 47% siswa sekolah menengah atas mengaku mereka mencuri di tko swalayan selama 12 bulan terakhir

Fenomena nyata yang dialami dan terjadi pada bangsa ini sebagaimana tergambar dalam paparan diatas menunjukkan bahwa “sungguh unik bangsa ini.” Pandangan tentang keunikan ini harus mengarahkan pandangan dan pikiran untuk menelaah lebih jauh mengenai apa penyebabnya bagaimana memecahkannya, dan bagaimana bangsa ini dibangun untuk masa depan yang lebih baik, serta sukses di dunia dan bahagia di akherat.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karater pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkat peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahkan menegaskan:

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, serta bermatabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun sedang merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-besaran. Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai- nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.

Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dalam arah dan kebijakan dan prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan prioritas pendidikan nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap jenjang pendidikan. Sebagaimana diketahui untuk memantau pelaksanaan pendidikan dan mengukur ketercapaian kompentensi yang ingin diraih pada setiap jenjang pendidikan telah diterbitkan peemendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang SKL. Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit baik pada SKL SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, memuat subtansi nilai/karakter.Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.

(5)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 201

Tidak dapat disangkal bahwa, sekolah memiliki dampak dan pengaruh terhadap karakter siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggugjawab untuk melakukan pendidikan moral dan pembentukan karakter. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan harus terus didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu membangun peradaban yang lebih maju dan modern.

SIMPULAN

Garis pembatas yang tegas untuk menghadapi dampak globalisasi adalah daya saing bangsa (national competitiveness) yang kuat untuk menjadi bangsa yang mandiri dengan berlandaskan pada pancasila. Pembangunan berdasarkan pancasila yang dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui pembangunan di bidang ekonomi, politik, sosial- budaya dan pertahanan-keamanan dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Namun untuk mencapai daya saing yang kuat tersebut dibutuhkan upaya besar dan peran aktif seluruh komponen bangsa Indonesia beserta pemerintah.Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya besar tersebut adalah pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi.Dalam upaya untuk mengaktualisasikan kemandirian tersebut, maka dituntut peran penting dari generasi muda Indonesia sebagaicharacter enabler, character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga peran tersebut, generasi muda masih membutuhkan dukungan serta bantuan dari seluruh elemen bangsa termasuk pemerintah, namun esensi utama dari pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa mandiri adalah pentingnya peran generasi muda sebagai komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai pancasila di era globalisasi.

REFERENSI

Aqib, Zainal. 2011. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung: Yrma Media Darmiyati, Tri. 2011. Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-nilai Nasionalisme. Jakarta.

Edison, 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara. Kumpulan Makalah Kongres Pancasila IV. Yogyakarta: UGM.

Kaelan. 2011. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Jamli

Kesuma, Dharma; Cepi, Triatna; Johar, Permana. 2011. Pendidikan Karakte Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.

Porter, Michael, 1999, Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta

Rajasa,Hatta.2007.Memaknai Kemerdekaan Dari Persepektif Pembinaan Karakter.Disampaikan Pada Pidato Kenegaraan Samani, Muchlas; Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Surono, ed. 2010. Nasionalisme dan Pembangunan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Press.

Kagan. 2004. Pembelajaran Pendidikan IPS di Sekolah Dasar. dalam http://www.pembelajaran.wordpress.com

Referensi

Dokumen terkait

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang

Hal ini pernah diteliti oleh Susan Nauli Silitonga (2016) di dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “ Analisis Kesalahan Ejaan Dalam Karangan Siswa SD

• Dari   sejumlah sampel desa,   hingga bulan Maret ‐ April   sebagian besar desa belum membuat pelaporan pertanggungjawaban penggunaan keuangan desa sesuai dengan standar yang

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten Grobogan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan

Dalam pertimbangan putusan hakim yang menolak gugatan penggugat ( Suselonadi), dikarenakan Suselonadi sebagai bekas pemegang HGB No 9/Gow sudah tidak berhak lagi

Adanya organisasi non struktural dalam susunan organisasi Rumah Sakit Umum Daerah merupakan bagian dari kekhususan karekteristik organisasi rumah sakit yang

Dari banyaknya Tuhan yang dinamai dan dipercayai, masing- masing secara bergiliran (jadi, secara satu persatu) disembah dan ditaati serta dihormati dengan cara yang pantas bagi

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek kesesuaian isi surat dengan topik adalah 56,16 % atau kategori kurang. Adapun rincian data tersebut dijelaskan