• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pengendalian yang baik (Nabila dan Daljono, 2013). Dibutuhkan tata kelola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pengendalian yang baik (Nabila dan Daljono, 2013). Dibutuhkan tata kelola"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian Terdahulu

Praktik manajemen laba dapat dihindari dengan pengawasan dan pengendalian yang baik (Nabila dan Daljono, 2013). Dibutuhkan tata kelola perusahaan yang baik untuk mencapai hal tersebut. Sihombing dan Laksito (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberadaan dewan komisaris, komite audit, auditor eksternal dan peraturan yang berlaku dapat mencapai pengawasan dan pengendalian yang baik.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 33/POJK.34/2014

menyatakan bahwa tugas komisaris independen melakukan pengawasan dan

bertanggung jawab terhadap kebijakan pengurusan pada umumnya, dan

memberikan nasihat kepada direksi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Nabila dan Daljono (2013) yang menyatakan bahwa komisaris independen

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Alasan yang mendasari dari

hasil penelitian ini yaitu pihak komisaris independen tidak memiliki ikatan

terhadap pihak manajemen, sehingga terbebas dari tekanan dan intervensi

manajerial, dalam menjalankan tugasnya dapat dilakukan dengan baik, yang

berdampak dapat mengurangi praktik manajemen laba. Hasil yang sama

ditunjukkan oleh penelitian Anggraeni dan Hadiprajitno (2013) meneliti

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Praktik

Corporate Governance terhadap manajemen laba menyatakan bahwa

komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. hal tersebut

(2)

8

berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Amelia dan Hernawati (2016) meneliti pengaruh komisaris independen, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap manajemen laba menyatakan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal tersebut menunjukkan bahwa komisaris independen didalam suatu perusahaan belum bekerja secara independen.

Prastiti dan Meiranto (2013) menyatakan bahwa independensi komite audit berbengaruh negatif terhadap manajemen laba. Aji dan Pamudji (2012) menguji pengaruh karakteristik komite audit terhadap manajemen laba dan kualitas laba menyatakan bahwa independensi komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwikusumowati dan Rahardjo (2013) tentang pengaruh karakteristik komite audit dan karakteristik perusahaan terhadap manajemen laba menyatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal tersebut dikarenakan pembentukan komite audit yang independen hanya sebagai syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah dalam peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) Nomor 55/POJK.04/2015.

Sihombing dan Laksito (2017) dan Pamudji dan Trihartati (2010)

menyatakan bahwa ukuran komite audit memiliki pengaruh negatif dan

signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan karena perusahaan

sampel memiliki komite audit dengan rata-rata jumlah anggota komite audit

yang terdiri dari 3 orang anggota. Hal ini sejalan dengan POJK Nomor

55/POJK.04/2015 yang mensyaratkan komite audit minimal terdiri dari 3 orang

(3)

anggota yang berasal dari komisaris independen dan pihak luar perusahaan publik. Komite audit dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan mempunyai beragam pengetahuan dan keahlian yang dapat menunjang fungsi pengawasan yang dilakukan oleh komite audit dalam perusahaan. Prabowo (2014) menguji Pengaruh Komisaris Independen, Independensi Komite Audit, Ukuran dan Jumlah Pertemuan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dengan hasil yang menunjukkan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nabila dan Daljono (2013) yang menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan banyaknya perusahaan menggunakan komite audit hanya untuk memenuhi syarat yang diajukan pemerintah.

B. Tinjauan Pustaka

1. Teori Akuntansi Positif

Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa positive accounting theory memberikan keleluasaan manajerial atas pilihan metode akuntansi di perusahaan. Dengan keleluasaan tersebut, manajer akan cenderung untuk melakukan tindakan opportunistic, dimana manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri.

Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa Positive accounting theory memiliki tiga hipotesis utama, berikut penjelasannya:

a. Bonus Plan Hypothesis

Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada

manajer, tidak hanya memotivasi manajer untuk memperbaiki

(4)

kinerjanya, tetapi juga akan memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Kecurangan ini bisa menggunakan pemilihan metode-metode akuntansi yang bisa mempermainkan besar kecilnya angka dalam laporan keuangan perusahaan sehingga membuat laba yang dilaporkan menjadi tinggi.

b. Debt (Equity) Hypothesis

Perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dan ekuitas lebih besar, akan memilih menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban utang- piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya.

c. Political Cost Hypothesis

Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, manajer akan mempermainkan laba dengan metode-metode akuntansi yang di pilihnya, sehingga pembayaran pajak kepada pemerintah tidak terlalu tinggi.

Menurut Sulistyanto (2008) ketiga hipotesis diatas sebenernya

merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan pentingnya

penyerahan wewenang pengelolaan perusahaan dari pemilik kepada pihak

lain yang mampu menjalankan perusahaan dengan baik. Sebagai penerima

wewenang untuk mengelola perusahan, manajer seharusnya bekerja untuk

(5)

pemilik. Sebaliknya, manajer bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Manajer akan menyajikan informasi yang diubah sesuai keinginannya, meski membuat pihak yang menerima informasi menjadi keliru dalam memahami dan membuat keputusan ekonomi.

2. Manajemen Laba

Menurut Wiryadi dan Sebrina (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa manajemen laba merupakan upaya manajer untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Pendapat lain dari Setiawati dan Na'im (2000) menyatakan manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Ada beberapa pola manajemen laba menurut Scott (2009) antara lain:

a. Taking a Bath

Taking a Bath terjadi ketika perusahaan mengangkat pimpinan baru.

Jika perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen akan terpaksa

melaporkan kerugian yang besar. Akibatnya, manajemen harus

menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang

(6)

akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk . sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat. Dengan kata lain, taking a bath dilakukan untuk mendapatkan laba yang tinggi di periode berikutnya dari seharusnya.

b. An Income Minimization

Pola ini mirip dengan Taking a Bath, tetapi tidak sama persis dengan taking a bath. Pola ini bisa di pilih ketika perusahaan melaporkan keuntungan yang tinggi pada periode tersebut. Kebijakan pendapatan yang di minimalisasi termasuk dengan penghapusan modal aset dan aset takberwujud, biaya iklan dan biaya penelitian & pengembangan, dan lain-lain. Dengan kata lain, income minimization dilakukan untuk mendapatkan laba yang lebih rendah dari seharusnya.

c. Income Maximization

Pola ini digunakan ketika manajer akan mendapatkan bonus pada periode ini, selain itu digunakan ketika perusahaan sudah dekat dengan kontrak hutangnya, sehingga laba akan di tingkatkan untuk melanggar kontrak hutang. Hal tersebut sesuai dengan teori akuntansi positif.

Dengan kata lain, Income Maximization dilakukan untuk mendapatakan laba yang tinggi dari seharusnya.

d. An Income Smoothing

Pola ini paling menarik dari prespektif kontrak. Manajer lebih memilih

resiko yang tidak disukai untuk mendapat bonus yang sedikit berbeda.

(7)

Akibatnya, perataan laba dilakukan oleh manajer sepanjang waktu untuk mendapatkan kompensasi tetap.

Pada penelitian ini menggunakan pola an income smoothing dilihat dari kinerja Garuda Indonesia yang tertekan beberapa tahun terakhir.

Dimulai pada tahun 2014 sampai tahun 2018 laba Garuda mengalami naik turun secara terus menerus (cnnindonesia.com, 2018). Puncaknya pada tahun 2018 Garuda Indonesia melaporkan laba yang cukup tinggi dikarenakan tranksasi dengan PT. Mahata Aero Teknologi (Mahata).

3. Komisaris Independen

Komisaris independen menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) adalah komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (Launa dan Respati, 2017).

4. Komite audit

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 55/PJOK.04/2015 menyatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris.

Komite audit merupakan salah satu unsur kelembagaan dalam konsep

Good Corporate Governance yang diharapkan mampu memberikan

kontribusi tinggi dalam level penerapannya. Keberadaannya diharapkan

(8)

mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan perlindungan yang optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder lainnya. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 55/PJOK.04/2015 mensyaratkan bahwa komite audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen. Kriteria independen menurut PJOK yaitu :

1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir

2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik tersebut;

3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan

Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pemegang

Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut; dan

(9)

4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.

5. Hubungan komisaris independen terhadap manajemen laba

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 57 tahun 2017 pasal 21 ayat 1 Dewan Komisaris bertugas dan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan Perusahaan Efek pada umumnya, dan pemberian nasihat kepada Direksi.

Menurut Nabila dan Daljono (2013) menyatakan bahwa semakin banyaknya pihak independen dalam komisaris maka proses pengawasan yang dilakukan akan semakin berkualitas seiring dengan banyaknya tuntutan pihak independen yang menginginkan adanya transparansi.

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi pengawasan agar tercipta perusahaan dengan tata kelola yang baik (good corporate governance).Sehingga pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen mampu mengurangi kemungkinan penyimpangan yang dilakukan oleh manajer untuk mempercantik laba.

6. Hubungan independensi komite audit terhadap manajemen laba

Independensi komite audit merupakan hal terpenting yang harus

dimiliki oleh anggota komite audit. Kinerja komite audit menjadi efektif

jika para anggotanya memiliki independensi dalam menyatakan sikap dan

pendapat (Pamudji dan Trihartati, 2010). Dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan (PJOK) Nomor 55/PJOK.04/2015 dinyatakan bahwa Komite

(10)

Audit bertindak secara independen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Syarat komite audit dikatakan independen salah satunya, yaitu tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa semakin independen komite audit, semakin efektif pula pengawasan terhadap kemungkinan penyimpanagan yang dilakukan oleh manajer untuk mempercantik laba.

7. Hubungan ukuran komite audit terhadap manajemen laba

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 55/PJOK.04/2015 menyatakan bahwa Komite Audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik. Menurut Baxter dan Cotter (2009) Komite audit dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan mempunyai beragam pengetahuan dan keahlian yang dapat menunjang fungsi pengawasan yang dilakukan oleh komite audit dalam perusahaan (Sihombing dan Laksito, 2017). Semakin banyak anggota komite audit, semakin efektif pengawasan yang dilakukan oleh komite audit tehadap kemungkinan penyimpangan yang dilakukan manajer untuk mempercantik laba.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba

Komisaris independen merupakan bagian dari perusahaan, yang

memiliki tugas untuk mengawasi manajer dalam melakukan tugasnya

dalam melaporkan laporan keuangan, dan untuk menjalankan serta

(11)

menerapkan standar sistem Good corporate governance dalam perusahaan dengan baik dan benar. Komisaris independen harus dapat bersikap independen, dewan komisaris independen dipilih langsung oleh para pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) Amelia dan Hernawati (2016). Teori akuntansi positif menjelaskan bahwa pihak manajerial diberikan keleluasaan dalam menentukan kebijakan akuntansi perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1990). Hal ini mengakibatkan peluang para manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pribadinya. Komisaris independen mampu menahan tekanan dari perusahaan untuk memanipulasi laba dan mampu mengawasi proses laba perusahaan Busirin et al. (2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) menyatakan dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen telah memberikan kontribusi yang efektif dalam perusahaan. Mansor et al.

(2013) menyatakan bahwa Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal tersebut dikarenakan komisaris independen tidak memiliki kepentingan secara langsung kepada perusahaan, sehingga akan bertindak secara langsung atas nama pemegang saham dalam mengurangi masalah keagenan.

Berdasarkan pembahasan diatas, keberadaan dewan komisaris sangat

penting dan dapat mengurangi manajemen laba dalam perusahaan.

(12)

Semakin tinggi tingkat komisaris independen di perusahaan, semakin baik untuk mengawasi manajer dalam melakukan tindak kecurangan.

Sebaliknya apabila semakin sedikit tingkat dewan komisaris independen di perusahaan, semakin lemah pula pengawasan terhadap praktek kecurangan yang dilakukan manajer berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini :

H

1

: Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba

2. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Komite Audit Independen, sebagai Sub- Komite dewan direksi memiliki tanggung jawab untuk mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan. Komite audit independen menjadi perantara komunikasi antara dewan direksi, system pengendalian internal dan auditor eksternal (Binti dan Khairi, 2015). Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan dalam teori akuntansi positif bahwa manjerial diberi kebebasan pemilihan metode akuntansi, sehingga mengakibatkan adanya peluang seorang manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingannya sendiri. Hal tersebut dapat dihindari dengan adanya pengawasan proses pelaporan keuangan oleh komite audit sebagai pihak independen perusahaan, sehingga tindakan mempercantik laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimalisir.

Penelitian yang dilakukan oleh Prastiti dan Meiranto (2013) dan

Pamudji dan Trihartati (2010) menyatakan bahwa independensi komite

(13)

audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukka independensi komite audit harus dimiliki oleh anggota komite audit, karena kinerja komite audit menjadi efektif apabila anggotanya memiliki independensi dalam menyatakan sikap dan pendapat.

Berdasarkan pembahasan diatas, komite audit yang memiliki independensi, maka akan mengurangi praktik manajemen laba. Hal ini dikarenakan semakin independen anggota komite audit, semakin efektif pula dalam pengawasan terhadap pelaporan keuangan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini : H

2

: Independensi Komite Audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba

3. Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 55/PJOK.04/2015

menyatakan bahwa Komite Audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang

anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar

Emiten atau Perusahaan Publik, diketuai oleh komisaris independen

perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap

perusahaan. Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa Teori

akuntansi positif membebaskan manjerial memilih kebijakan akuntansi di

perusahaan, sehingga hal ini dapat memberikan peluang para manajer

untuk bertindak sesuai kepentingannya sendiri. Dengan banyaknya

anggota komite audit, akan meningkkatkan tranparansi pelaporan

(14)

keuangan perusahaan, sehingga dapat mengurangi peluang manajer untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri seperti mempercantik laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dan Laksito (2017) menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa Komite audit dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan mempunyai beragam pengetahuan dan keahlian yang dapat menunjang fungsi pengawasan yang dilakukan oleh komite audit dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Mansor et al. (2013) menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran komite audit memungkinkan transaksi bisnis perusahaan menjadi transparan dan pasti akan membantu menjaga keamanan kepentingan pemegang saham.

Berdasarkan pembahasan diatas, komite audit dengan anggota minimal 3 (tiga) orang, maka akan mengurangi praktik manajemen laba.

Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah komite audit, semakin menunjang fungsi pengawasan terhadap praktik manajemen laba.

Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini:

H

3

: Ukuran Komite Audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba

(15)

D. Kerangka Pemikiran

H

1

(-)

H

2

(-)

H

3

(-) Komisaris Independen

(X1)

Independensi Komite Audit

(X2)

Ukuran Komite Audit (X3)

Manajemen Laba (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Ayat (2), bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut

[r]

.) G$%n Ke5en'u'u2n.. 'ampai dengan akhir tahun 2016 Puskesmas Perawatan Pantoloan masih membawahi tiga wilayah kerja yaitu &elurahan aiya, &elurahan

Indikator TB/U atau untuk menilai status gizi stunted memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung misalnya kemiskinan,

.oliami!i su termolasti sa !uga5kim lan5astim molekulama formiranih reak&ijom izmeu sla4ih kiselina 7sa!rže gruu 89::H; i amino grue 7<H2;% =laknasti i

Ini adalah contoh tampilan dari proses kalkulasi hasil trace terhadap routing overhead dan delivery ratio yang dijalankan melalui terminal, dengan menggunakan script pearl..

Untuk anda yang ingin keluar dari bbm dan ganti akun bbm dengan email baru, silahkan anda simak sajian tips trik dan turorial dari kami yang mengulas langkah- langkah logut

Dan kesalahan teringgi kedua pada kalimat pasif langsung jenis mochinushi no ukemi (benda milik) dengan pernyataan subjek dengan benda milik subjek. Selain itu jenis kesalahan yang