• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lima Semarang. Kurang lebih 500 meter dari Simpang Lima dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lima Semarang. Kurang lebih 500 meter dari Simpang Lima dan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum BKPM Wilayah Semarang 1. Sejarah BKPM Wilayah Semarang

BKPM Wilayah Semarang berkedudukan di Jl. KHA Dahlan No. 39 Semarang. Letaknya sangat strategis, yaitu disekitar kawasan Simpang Lima Semarang. Kurang lebih 500 meter dari Simpang Lima dan berhadapan dengan sarana pelayanan kesehatan swasta yang lain ( RS. Tlogorejo Semarang)

Didirikan pertama kali pada tanggal 2 September 1962, dengan nama Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4), yang terletak di Jl.

Pandanaran No. 25 Semarang. Tenaga yang melaksanakan pelayanan saat itu sebanyak 23 orang pegawai. Kunjungan BP4 dari tahun ke tahun terus bertambah banyak, sehingga tempat pelayanan kurang mencukupi dan kurang memenuhi syarat untuk pelayanan.

Pada tanggal 4 Februari 1980, BP4 Semarang pindah ke Jl. KH Achmad Dahlan No. 39 Semarang. Pimpinan BP4 sejak berdiri sampai sekarang adalah sebagai berikut :

a. Tahun 1962 – 1970, dipimpin oleh dr. R. Soemartono, Ahli Paru- paru

b. Tahun 1970 – 1984, dipimpin oleh dr. R. Soemanto, Ahli Paru-paru c. Tahun 1984 – 1988, dipimpin oleh dr. Agus Djupri

d. Tahun 1988 – 1992, dipimpin oleh dr. Raharjo, SP

e. Tahun 1992 – 1994, dipimpin oleh dr. Hermawati Anantaraharja f. Tahun 1994 – 2002, dipimpin oleh dr. Endang Merdekaningsih

36

(2)

g. Tahun 2002 – 2010, dipimpin oleh dr. Nurhayati, M.Kes h. Tahun 2010 – 2013dipimpin oleh dr. I.G.A. Trimurti, M.Kes.

i. Tahun 2014 – sekarang sebagai kepala BKPM Wilayah Semarang adalah dr. AA. Sg. Sri Rita Puniwati

Awalnya Pelayanan BKPM Wilayah Semarang mempunyai tujuan sosial, menolong masyarakat yang terkena penyakit paru-paru dengan pelayanan secara Cuma-Cuma. Karena harga obat semakin meningkat dan masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan semakin banyak, sedangkan kondisi keuangan pemerintah tidak mencukupi, maka BP4 diganti nama menjadi Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4), sesuai yang tertuang dalam SK Menkes No. 144/Menkes/SK/IV/1978 tahun 1978. Sejak penggantian nama tersebut maka penderita penyakit paru-paru yang berobat dipungut biaya sekedarnya. Kemudian sebagai dasar tarif pelayanan kesehatan di BP4 maka diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen)Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (RI) No.

958/BM/DJ/KEU/VI/1992, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Tarif Pelayanan Kesehatan di BP4. Pada tahun 2001 diterbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2001 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Dengan adanya Otonomi Daerah, nama BP4 berubah menjadi Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru sesuai dengan Perda Propinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 2002 tentang Pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Perda

(3)

tersebut maka BP4 tidak hanya melaksanakan pelayanan pengobatan saja, tetapi juga melaksanakan pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan pelayanan kesehatan paru dituntut tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan perorangan saja, tetapi juga melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Untuk itu pada bulan Juni 2008 disahkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 42 Tahun 2008 terjadi perubahan nomenklatur dari Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) menjadi Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang.

2. Tujuan, Visi, Misi dan Motto BKPM Wilayah Semarang

a. Tujuan

Meningkatkan status kesehatan paru dan pernafasan bagi masyarakat melalui upaya penanggulangan Penyakit Paru dan Pernafasan secara menyeluruh.

b. Visi :

”BKPM Wilayah Semarang menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan Paru dan Pernafasan yang profesional bagi masyarakat”.

c. Misi :

1) Melaksanakan pelayanan kesehatan paru dan pernafasan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh masyarakat.

2) Meningkatkan profesionalisme, dedikasi dan loyalitas serta kesejahteraan.

(4)

3) Menggerakan peran serta masyarakat untuk melaksanakan pembangunan kesehatan Paru secara terpadu dan berintegrasi dengan lintas sektor.

d. Motto:

“Meningkatkan Produktivitas Bangsa dengan menyehatkan Paru Masyarakat”.

3. Kegiatan Pelayanan BKPM Wilayah Semarang

BKPM wilayah Semarang dapat melakukan pelayanan untuk masyarakat umum, peserta ASKES dan keluarga miskin yang memiliki kartu program jaminan kesehatan masyarakat miskin (PJKMM).

Pelayanan dilaksanakan setiap hari senin s/d sabtu kecuali hari libur.

Jenis Pelayanan:

a. Unit pendaftaran dan rekam medis b. Unit kasir

c. Unit pelayanan darurat d. Klinik umum I (pasien baru) e. Unit farmasi

f. EKG, spirometri g. Klinik spesialis

Klinik spesialis terdiri dari 3 klinik antara lain klinik spesialis paru, spesialis anak, dan klinik rehabilitasi medik.

h. Unit laboratorium i. Unit radiologi

(5)

j. Klinik TB

k. Klinik umum II (pasien lama/non TB) l. Klinik konsultasi berhenti merokok m. Klinik konsultasi gizi

n. Klinik konsultasi sanitasi o. Klinik VCT dan CST p. Klinik one day care

B. Gambaran Umum URM

1. Struktur Organisasi unit Rekam Medis di BKPM wilayah Semarang (terlampir).

2. Tugas Pokok Unit Rekam Medis a. Tugas PokokKepala URMmeliputi :

1) Membuat perencanaan kegiatan kerja unit RM baik harian keluaran.

2) Merencanakan, menyusun dan menerapkan tata cara yang berkaitan dengan RM dan pengaduan kebutuhan sarana dan prasarana kerja.

3) Mengadakan dan memberikan bimbingan / petunjuk bagi pelaksanaan bawahan.

4) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja RM.

5) Mengendalikan pengembangan unit kerja RM.

b. Tugas PokokTPPRJ meliputi : 1) Pendaftaran pasien baru :

a) Dibuatkannya KIB dan berkas RM rawat jalan.

(6)

b) Untuk pasien dinas menunjukkan kartu anggota untuk anak KU 1 / tunjangan keluarga dan untuk istri KPI (kartu penunjuk istri).

c) Untuk pasien ASKES menunjukkan fotocopy ASKES dan menunjukkan kartu ASKES asli.

d) Tanda pasien umum / swasta menunjukkan identitas berupa tanda pengenal (KTP/ SIM).

e) Berkas RM dicatat pada buku register pendaftaran pasien rawat jalan sesuai dengan status pasien (Dinas, Askes, Umum, Jamsostek, Jamkesmas, Jamkesmaskot, In Health, Jampersa).

f) KIB diserahkan kepada pasien dengan berpesan apabila berobat harap dibawa, kemudian pasien dipersilahkan menunggu di poliklinik yang dituju dengan membawa berkas RM.

2) Pendaftaran pasien lama :

Pasien lama yang membawa KIB

a) Pasien menyerahkan KIB kepada petugas untuk dicarikan berkas RM nya.

b) Petugas mencatat tanggal dan poliklinik yang dituju pada berkas RM.

c) Data berkas RM dicatat pada buku register sesuai status pasien (Dinas, Askes, Swasta).

(7)

d) KIB diserahkan kepada pasien dengan berpesan apabila berobat harap dibawa, kemudian pasien dipersilahkan menunggu di poliklinik yang dituju.

3) Pasien lama tidak membawa KIB

a) Mencarikan di komputer sesuai Nama dan Tanggal Lahir.

b) Pasien dibuatkan KIB sesuai No. RM yang ada di KIUP.Petugas mencari berkas RM sesuai No. RM nya.

c) Petugas mencatat tanggal dan poliklinik yang dituju pada berkas RM.

d) Data pasiendiinput kedalam komputer guna mengetahui jumlah pasien rawat jalan maupun rawat inap sesuaidengan status pasien (Dinas, Askes, Jamsostek, Jamkesmas, Swasta).

e) KIB diserahkan kepada pasien dengan berpesan apabila berobat harap dibawa, kemudian pasien dipersilahkan menunggu di poliklinik yang dituju.

c. Tugas PokokTPPRImeliputi :

1) Menerima dan mendaftar pasien dari poliklinik yang akan dirawat baik dari rawat jalan atau UGD.

2) Menyediakan berkas RM yang sesuai dengan ruangan yang akan dituju.

3) Menanyakan kepada pasien berkaitan dengan identitas pasien serta identitas keluarga pasien yang sewaktu-waktu dapat dihubungi.

(8)

4) Mencatat data identitas pasien rawat inap pada dokumen rawat inap.

5) Mencatat di buku register rawat inap.

d. Tugas Pokok Assembling meliputi :

1) Menerima berkas RM dan sensus harian ruangan rawat inap dengan buku ekspedisi.

2) Menyediakan berkas RM baru.

3) Mencatat setiap penggunaan berkas RM kedalam buku pengendalian penggunaan dokumen.

4) Mengendalikan penggunaan No. RM agar tidak terjadi duplikasi dokumen kedalam buku pengguanan No. RM.

5) Melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas RM rawat inap sehingga dapat dipisahkan antara yang lengkap dan belum lengkap.

6) Berkas RM yang lengkap dipisahkan berdasarkan nama dokter yang bertanggung jawab dan dilampiri kartu kendali yang berisi diagnosis utama, resume keadaan waktu pulang, laporan dan anestesi (jika dilakukan tindakan terhadap pasien), laporan sebab kematian (jika pasien meninggal).

7) Berkas RM yang tidak lengkap akan diserahkan kembali kepada unit yang bertanggung jawab untukdilengkapi.

8) Berkas RM yang sudah dilengkapi diserahkan ke bagian koding dan indeksing.

e. Tugas PokokKodingmeliputi :

1) Menerima berkas RM dari bagian Assembling.

(9)

2) Menulis kode diagnosis dan tindakan operasinya sesuai dengan ICD – 10 dan ICOPIM.

3) Berkas RM yang telah dikode diserahkan pada bagian indeksing.

f. Tugas Pokok Indeksing meliputi :

Tugas pokok : Menerima berkas RM dari bagian koding, yang selanjutnya berkas RM akan diindeks masing-masing sesuai jenis penyakit, kematian, operasi dan kebidanan. Setelah dokumen diindeks hasilnya akan dilaporkan kepada bagian Analising / Reporting.

g. Tugas Pokok Analising / Reportingmeliputi :

1) Menerima rekap bulanan dari sensus harian rawat inap dan analisa sensus harian.

2) Menerima laporan bulanan dari ruangan / poliklinik.

3) Mengumpulkan rekap bulanan.

4) Membuat laporan wabah mingguan triwulan.

5) Membuat laporan per ruangan.

6) Membuat surat tagihan ke ruangan / poliklinik.

7) Membuat laporan Depkes, Kanwil, Depkes Dati I, Ka. Dinkes I / II. Ka. RS Bhakti Wira Tamtama Semarang.

8) Menerima laporan Penyakit menular dari ruangan.

9) Melayani permohonan data dari dokter, akademi kesehatan, dan akademi keperawatan.

h. Tugas PokokFillingmeliputi :

(10)

1) Mengambil berkas RM sesuai dengan No. RM yang akan dipinjam oleh peminjam.

2) Mencatat identitas peminjam di buku peminjam berkas RM.

3) Menerima berkas RM dari poliklinik.

4) Memasukkan berkas RM pada rak filling.[18]

C. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Petugas Filing di BKPM wilayah Semarang

No Nama Jenis kelamin Umur Latar belakang pendidikan

1 A Perempuan 32 th D3 RMIK

2 B Laki-laki 38 th SMA

3 C Laki-laki 35 th SMP

4 D Laki-laki 57 th SMP

Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

2. Pelaksanaan Retensi DRM

Tabel 4.2

Hasil Wawancara tentang Pelaksanaan Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

(11)

No Responden Pemahaman

1 A

belum berjalan lancar sesuai dengan waktu yang

ditentukan, dengan cara mengambil DRM sesuai dengan jadwal retensi setelah itu memilah mana DRM yang masih aktif dan sudah tidak aktif, setelah itu mengumpulkan DRM menjadi satu sesuai dengan nomor DRM

2 B mengambil DRM sesuai dengan jadwal retensi DRM 3 C mengambil DRM dan di kumpulkan sesuai nomor DRM

4 D

mengumpulkan DRM yang sudah diretensi menjadi satu sesuai dengan nomor DRM

Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan retensi di BKPM wilayah Semarang belum terlaksana dengan baik, pelaksanaan retensi tidak sesuai dengan jadwal retensi yang ada dan sarana retensi yang kurang memadahi

3. Kebijakan Retensi DRM

Tabel 4.3

Prosentase Hasil Wawancara Terkait Kebijakan Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Pertanyaan

Ada Tidak ada

Frekuansi % Frekuensi %

1

Apakah terdapat kebijakan retensi DRM di BKPM wilayah

3 75% 1 25%

(12)

Semarang?

Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Tabel 4.4

Hasil Wawancara tentang Pemahaman Petugas Mengenai Kebijakan Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Responden Pemahaman

1 A Mengatakan tidak terdapat kebijakan retensi,

2 B

Hanya mengatakan terdapat kebijakan retensi, tidak menjelaskan berbentuk apa kebijakan retensi di BKPM

wilayah Semarang

3 C

Mengatakan terdapat kebijakan retensi berbentuk dokumen instruksi kerja

4 D

Hanya mengatakan terdapat kebijakan retensi, tidak menjelaskan berbentuk apa kebijakan retensi di BKPM

wilayah Semarang Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Berdasarkan hasil observasi di URM BKPM wilayah Semarang tidak terdapat kebijakan mengenai pelaksanaan retensi. Dilaksanakanya kegiatan retensi dikarenakan pada saat itu ruang filing dan rak filing yang kurang memadahi

4. Protap Retensi DRM

Tabel 4.5

(13)

Prosentase Hasil Wawancara Terkait Protap Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Pertanyaan

Ada Tidak

Frekuensi % Frekuensi % 1 Apakah terdapat protap retensi

untuk pelaksanaan retensi DRM dibagian Filing BKPM wilayah

Semarang. Jika ada, apakah kegiatan retensi DRM sudah sesuai dengan protap retensi

yang ada?

4 100%

Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Berdasarkan hasil wawancara frekuensi sebanyak 100%

menyatakan terdapat protap retensi DRM dan pelaksanaan retensi sudah sesuai dengan protap yang ada tetapi pelaksanaan kurang maksimal.

Berdasarkan hasil observasi di BKPM wilayah Semarang sudah ada protap mengenai pelaksanaan retensi, tetapi isi dari protap tersebut kurang terperinci dan kurang detail mengenai langka-langkah pelaksanaan retensi

.

(14)

5. Tatacara Pelaksanaan Retensi DRM

Tabel 4.6

Hasil Wawancara tentang Tatacara Pelaksanaan Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Responden Pemahaman

1 A

retensi dilaksanakan berdasarkan tanggal kunjungan terakhir pasien 5 tahun yang lalu

2 B berdasarkan tanggal kunjungan terakhir pasien

3 C kurang tahu

4 D 5 tahun terakhir kunjungan pasien Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Berdasarkan hasil observasi tatacara pelaksanaan retensi yaitu

a) petugas melihat tanggal terakhir berobat pasien untuk dibuatkan data retensi DRM,

b) setelah itu membuat jadwal retensi,

c) dilakukan retensi memilih DRM aktif dan inaktif, jika DRM masih aktif dimasukan kembali ke rak, sedangkan DRM yang inaktif di coret nomor rekam medisnya.

d) Setelah itu DRM inaktif dikumpulkan jadi satu urut sesuai nomor rekam medis.

(15)

6. Sarana Retensi DRM

Tabel 4.7

Hasil Wawancara tentang Sarana Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Responden

Sarana retensi DRM

KIUP

Indeks Penyakit

Jadwal Retensi

DRM

Ruang Filing Inaktif

Rak Filing Inaktif

Daftar Pemindahan

DRM Inaktif

1 A - - V - - v

2 B - - - - v -

3 C - - - -

4 D - - V - - -

Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Keterangan : v = ada - = tidak ada

Tabel 4.8

Hasil observasi tantang Sarana Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Sarana Retensi DRM Ada Tidak Ada

1 KIUP V

2 Indeks Penyakit V

3 Jadwal Retensi DRM V

4 Ruang Filing Inaktif V

(16)

5 Rak filing inaktif V 6 Daftar pemindahan DRM inaktif V Sumber : Hasil observasi di BKPM wilayah Semarang

7. Tatacara Penyimpanan DRM Inaktif

Tabel 4.9

Hasil Wawancara tentang Tatacara Penyimpanan DRM Inaktif di BKPM wilayah Semarang

No Responden Pemahaman

1 A

disimpan berdasarkan tanggal kunjungan terakhir dan nomor rekam medisnya,

2 B tertata rapi

3 C belum terlaksana cara penyimpanan

4 D belum terlaksana cara penyimpanan DRM inaktif Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

Berdasarkan Hasil Observasi tatacara penyimpanan DRM inaktif belum terlaksana dikarenakan kedala ruang filing dan rak filing inaktif baru- baru ini ada dan kedala pemahaman petugas mengenai tatacara penyimpanan DRM inaktif

(17)

8. Kendala yang Terjadi Selama Kegiatan Retensi DRM

Tabel 4.10

Hasil Wawancara tentang Pelaksanaan Retensi DRM di BKPM wilayah Semarang

No Responden Pemahaman

1 A

ada, jumlah tenaga yang melaksanakan retensi dan ruangan yang belum cukup mamadai sesuai standar penyimpanan DRM

2 B ada, tidak ada rak DRM, dan kurangnya jumlah tenaga

3 C

ada, kurangnya jumlah tenaga dan ruang yang belum cukup memadahi

4 D ada, kurangnya jumlah tenaga Sumber : Hasil Wawancara dengan Petugas Filing

D. Pembahasan

1. Pelaksanaan Retensi DRM

DRM yang siap diretensi adalah DRM yang telah disortir dari dokumen pendukung kegiatan retensi,. Dari KIUP, indeks penyakit, dan register dan kita dapat menemukan DRM yang siap untuk dipisahkan dari DRM yang masih aktif. Setelah mendapatkan DRM yang siap diretensi maka DRM tersebut dicatat dalam buku register sebagai bukti bahwa DRM tersebut telah diretensi.[17]

DI BKPM wilayah Semarang pelaksanaan retensi DRM belum berjalan lancar sesuai dengan waktu yang ditentukan karena kurangnya

(18)

tenaga yang melakukan retensi dan ruangan yang belum cukup memadahi sesuai standar penyimpanan DRM.Kebijakan Retensi DRM.

2. Kebijakan Retensi DRM

Suatu standar atau pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mempermudah pelaksanaan retensi.Kebijakan retensi diadakan untuk mengetahui tatacara pelaksanaan retensi, waktu pelaksanaan retensi dan penanggung jawab pelaksanaan retensi.[8]

Tidak ada kebijakan retensidi BKPM wilayah Semarang, jadi, diadakan retensi karena terjadi penumpukan DRM di ruang penyimpanan DRM yang kurang memadahi.

Artinya, harus ada kebijakan untuk pelaksanaan retensi agar kegiatan retensi terjadual dengan baik dan benar.Jadi, peneliti menyarankan ditetapkan kebijakan retensi sebagaimana terlampir.

3. Protap Retensi DRM

Prosedur tetap adalahsuatuperangkatinstruksi/langkah-langkah yang dibakukanuntukmenyelesaikansuatu proses kerjarutintertentu.[6]

sudah ada protap yang terkait retensi di BKPM wilayah Semarang bernama instruksi kerja tentang pemisahan antara rekam medis aktif dan inaktif. Akan tetapi, isi protap tersebut kurang terperinci dan kurang detail mengenai alat dan bahan yang digunakan untuk pelaksanaan retensi dan langkah- langkah pelaksanaan retensi. Contohnya, jadwal retensi arsip yaitu daftar yang berisi tentang jangka waktu penyimpanan arsip

(19)

yang digunakan sebagai pedoman penyusutan arsip penentuan jangka waktu penyimpanan arsip (retensi arsip) ditentukan atas dasar nilai guna tiap berkas.

Petugas memilih rekam medis inaktif berdasarkan tahun terakhir berobat, Seharusnya dalam prptap dijelaskan cara memilih nomor DRM pasien yang sudah tidak berobat lagi 5 tahun sejak tanggal terakhir berobat untuk pelayanan.[6]

Petugas melakukan penjajaran rekam medis inaktif secara Terminal Digit Filing (TDF). Padahal DRM inaktif disimpan dengan cara

ditumpuk berdasarkan tanggal terakhir berobat serta dikelompokkan setiap jenis penyakitnya. Pengelompokan per jenis penyakit tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam penilaian nilai guna rekam medis dan jika DRM aktif kembali, memudahkan pada saat mengambil DRM tidak memilih- milih lagi.[17]

Petugas melakukan penyusutan rekam medis setiap tahun sekali Agar kegiatan retansi dapat dilakukan secara periodik, maka perlu disusun jadwal retensi untuk menyusun jadwal retensi harus mengetahui tanggal terrakhir berobat seorang pasien.[17]

Petugas bisa mengambil dan mengaktifkan kembali DRM yang sudah inaktif,jika pasien lama datang lagi berkunjung.

Artinya harus ada protap mengenai pelaksanaan retensi yang, isinya lebih terperinci dan detail mengenai langkah-langkah pelaksanaan retensi.Jadi, peneliti menyarankan ditetapkan protap retensi sebagaimana terlampir.

(20)

4. Tatacara Pelaksanaan Retensi DRM

Retensi atau penyusutan DRM yaitu suatu kegiatan memisahkan antara DRM yang masih aktif dengan DRM yang dinyatakan inaktif.DRM aktif yaitu dokumen yang masih digunakan untuk pelayanan pasien.

DRM inaktif adlah dokumen yand sudah tidak digunakan lagi untuk pelayanan pasien.[17]

Cara menyimpan DRM inaktif berbada dengan yang masih aktif.Bagi DRM aktif disimpan berdasarkan nomor rekam medis, sedangkan yang inaktif disimpan bedasarkan anggal terakhir berobat serta dikelompokan setiap jenis penyakitnya.Pengelompokan per jenis penyakit tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam penilaian nilai guna rekam medis.DRM yang telah diretensi harus disimpan pada ruang terpisah dari DRM aktif. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di BKPM wilayah Semarang pelaksanaan retensi dilaksanakan berdasarkan tanggal kunjungan terakhir pasien 5 tahun yang lalu untuk dibuatkan data retensi DRM,Rekam medis rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya 5 Tahun, dihitung dari tanggal terakhir berobat.

Setelah dibuatkan data retensi DRM, membuat jadwal retensi, kemudian dilakukannya retensi memilih DRM aktif dan inaktif kalau yang aktif dimasukan kembali di rak filing jika inaktif dicoret nomor rekam medisnya, Dokumen Rekam medis yang akan disusutkan (diretensi) diamati setiap lembar formulir rekam medis. Formulir rekam medis yang tak terbaca dapat diusulkan untuk dimusnahkan, sedangkan formulir rekam medis tertentu diusulkan untuk diabadikan setelah dinilai guna.formulir- formulir yang harus diabadikan:

(21)

1. Ringkasan masuk dan keluar, 2. Resume penyakit,

3. Lembar operasi,

4. Lembar persetujuan tidakan medis (informed consent),

5. Lembar kematian (laporan sebab kematian, biasanya jsudah menyatu pada formulir ringkasan masuk- keluar),

6. Berkas rekam medis tertentu, sesuaidengan kepentingan pelayanan meliputi:

a) Indeks, b) Register,

c) Formulir rekam medis tertentu yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit.[17]

DRM dijadikan satu sesuai nomer rekam medisnya.Padahal DRM inaktif disimpan dengan cara berdasarkan tanggal terakhir berobat serta dikelompokkan setiap jenis penyakitnya. BKPM wilayah Semarang tidak terdapat DRM yang diabadikan, setelah masa penyimpanan DRM inaktif selama 2 tahun, DRM di kirim ke Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah.

Baru-baru ini terdapat ruang filing inaktif dan rak filing inaktif dan pelaksanaan retensi DRM tidak menggunakan tracer dan indeks penyakit.Pelaksanan retensi tidak sesuai dengan jadual retensi yang dibuat karena terbatasnya tenaga kerja dan kurangnya pemahaman petugas mengenai pelaksanaan retensi.Setelah batas waktu penyimpanan DRM inaktif (minimal 2 tahun) dilampaui, maka DRM dilakukan penilaian nilai guna rekam medis. Bagi formulir rekam medis

(22)

yang berguna selanjurnya diabadikan, sedangan yang tak berguan dimusnahkan.[17]

Artinya harus ada sosialisasi kebijakan dan protap retensi mengenai tatacara pelaksanaan retensi melalui rapat yang selalu diselenggarakan setiap minggu.

5. Sarana Retensi DRM

a. Kartu Indentitas Utama Pasien (KIUP)

Yaitu kartu yang berisi data pokok mengenai identitas pasien untuk mengidentifikasi semua pasien yang pernah datang berobat.

KIUP digunakan untuk mencari kembali data identitas pasien terutama nomor rekam medis pasien apabila datang berobat kembali dan tidak membawa KIB (Kartu Identitas Berobat), KIUP juga bisa digunakan sebagai keperluan dalam pelaksanaan retensi DRM. Dalam mencari data pasien maupun nomor rekam medis pasien dan tanggal terakhir pasien datang berobat. [17]

BKPM wilayah Semarang pelacakan nomor rekam medis menggunakan sistem informasi pendaftaran atau KIUP elektronik.Sistem penomoran yang digunakan yaitu Unit Numbering System (UNS). UNS adalah suatu sitem pemberian nomor rekam medis bagi pasien yang dating mendaftar untuk berobat dan nomor rekam medis tersebut akan tetap digunakan pada kunjungan berikutnya bila pasien dating mendaftar untuk berobat ulang.[17] Sistem informasi pendaftaran berfungsi untuk

(23)

melacak kunjungan terakhir pasien, tetapi empat petugas filing tersebut belum memahami fungsi dari KIUP elektronik tersebut.

Artinya harus ada sosialisasi melalui rapat per minggu bahwa KIUP elektronik biasa digunakan untuk melacak nomor rekam medis pasien guna persiapan retensi.

b. Indeks penyakit

Yaitu indeks tentang jenis penyakit tertentu yang telah ditetepkan diagnosis penyakitnya oleh dokter.

Indeks penyakit berguna untuk :

1) Menelusuri nomor rekam medis dan nama pasien dengan penyakit yang sama untuk disediakan DRMnya guna berbagai keperluan, misalnya untuk audit medik oleh komite medic, 2) Menyusun laporan morbiditas berdasarkan umur, jenis

kelamin, wilayah/alamat, hasil,pelayanan (sembuh, dirujuk, mati < 48 jam dan ≥ 48 jam), dokter yang menangani dan bagaimana cara pembayaran pasien dalam memperoleh pelayanan tersebut,

3) Sebagai sumber data untuk statistik rimah sakit

4) Sebagai sumber data untuk keputusan- keputusan manajemen setelah data tersebut diolah, misalnya perencanaan obat dengan metode morbiditas, perencanaan kebutuhan peralatan medis dan lain- lain.

Indeks penyakit juga berguna untuk menyusuri nomor rekam medis dan nama pasien dengan penyakit yang sama

(24)

disediakan DRM guna melancarkan kegiatan retensi. Apabila terjadi kesalahan tidak ditemukan atau petugas lupa tidak membuat indeks penyakit maka bisa digunakan juga, indeks dokter, indeks pasien, indeks operasi, maupun indeks kematian.[17]

Berdasarkan wawancara dan observasi, pelaksanaan retensi di BKPM wilayah Semarang tidak menggunakan indeks penyakit

Artinya pelaksanaan retensi harus menggunakan indeks penyakit.Jadi, peneliti menyarankan pemakaian indeks penyakit untuk sarana retensi, hal ini dicantumkan dalam rancangan usulan revisi protap sebagaimana terlampir.

c. Jadual Retensi DRM

Jadual retensi DRM adalah daftar yang berisi tentang jangka waktu penyimpanan arsip yang digunakan sebagai pedoman penyusutan arsip penentuan jangka waktu penyimpanan arsip (retensi arsip) ditentukan atas dasar nilai guna tiap berkas. [16]

Berdasarkan wawancara dan observasi di BKPM wilayah Semarang sudah terdapat jadual retensi DRM tetapi pelaksanaan retensi tersebut tidak sesuai dengan jadual retensi DRM yang ada dikarenakan kedala dari petugas yang melaksanakan retensi.

harus ada sosialisasi kebijakan dan protap retensi mengenai jadual retensi DRM melalui rapat yang selalu diselenggarakan

(25)

setiap minggu.Agar pelaksanaan retensi DRM sesuai dengan jadual retensi yang ada.

d. Ruang Filing Inaktif

Ruang filing inaktif adalah ruang untuk penyimpanan DRM inaktif yang sudah di retensi.dan jika sudah tersimpan selama 2 tahun akan dilakukan pemusnahan DRM inaktif.[17]

Berdasarkan wawancara dan observasi di BKPM wilayah Semarang baru- baru ini sudah terdapat ruang filing inaktif, tetapi pelaksanaan penyimapana DRM inaktif ke ruang filing inaktif belum terlaksana.

Artinya harus ada sosialisasi kebijakan dan protap retensi pelaksanaan penyimpanan DRM inaktif di ruang filing inaktif melalui rapat yang selalu diselenggarakan setiap minggu.

e. Rak Filing Inaktif

Rak filing inaktif adalah rak yang digunakan untuk penyimpanan DRM inaktif yang sudah diretensi.[17]

Berdasarkan wawancara dan observasi di BKPM wilayah Semarang baru-baru ini sudah terdapat rak filing inaktif tetapi pelaksanaan penyimapanan DRM inaktif ke rak filing inaktif belum terlaksana.

Artinya harus menyiapkan rak file menurut kasus penyakit dalam jadual retensi arsip dan indeks penyakit. Yakni, rak file yang ada

(26)

secara umum dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelopok penyakit dibagi lagi menjadi 11 kasus menurut kode penyakit.

f. Buku Pencatatan DRM yang dipindahkan dari aktif ke inaktif

Buku yang di buat untuk mencatat DRM yang dipindahkan dari aktif ke inaktif, buku berisi catatan identitas pasien yang telah di retensi. DRM yang telah diambil dari rak file aktif dicacat kedalam buku yang berisikan nomor urut, nomor rekam medis (RM), tanggal pemindahan, diagnose, kode diagnose. Guna untuk mengetahui pengeluaran atau jumlah DRMyang akan dipindahkan dari aktif ke inaktif, selain itu juga sebagai bukti bahwa DRM tersebut telah dipindahkan dari rak file aktif ke inaktif.[9]

Berdasarkan wawancara dan observasi di BKPM wilayah Semarang sudah terdapat buku pencatatan DRM yang dipindahkan dari aktif ke inaktif

6. Tatacara Penyimpanan DRM Inaktif

Untuk DRM inaktif di rumah sakit adalah DRM yang sudah dinyatakan tidak digunakan lagi. Cara mengatahui DRM tersebut inaktif dengan cara melihat tanggal terakhir berobat dihitung minimal 5 tahun.

Cara penyimpanan DRM inaktif disimpan berdasarkan tanggal terakhir berobat pasien serta dikelompokkan per jenis penyakit. Batas waktu penyimpanan DRM inaktif 2 tahun.[6]

Saat ini di BKPM wilayah Semarang penyimpanan DRM inaktif di simpan dengan cara ditumpuk tiap bendel. DRM diikat sesuai

(27)

dengan nomor rekam medis.Penyimpanan DRM inaktif selama 2 tahun.

Artinya harus ada sosialisasi kebijakan dan protap retensi mengenai tatacara penyimpanan DRM inaktif melalui rapat yang selalu diselenggarakan setiap minggu.

Referensi

Dokumen terkait

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan peranan media sosial yang berisikan tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media

Aktivitas penyaluran dana dalam bentuk kredit/pembiayaan pada bank umum di Gorontalo hingga triwulan IV-2011 masih cukup baik yang tercermin dari jumlah

Koordinator Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat bertugas mengkoordinasikan pembahasan dan penyusunan materi tentang Indikator Kinerja Utama (IKU) Provinsi Jawa

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode inkuiri yang diawali dengan strategi ekspositori dan

Diskusikan resiko yang mungkin terjadi apabila nilai, norma, dan etika diabaikan dalam komunikasi interpersonalb. METODE PEMBELAJARAN Presentasi, tanya

“Pesan Begawan pasti akan saya laksanakan dengan baik dan mudah- mudahan tidak ada yang terlupakan jika nanti saya memberikan mangga ini untuk dibagikan dan dimakan oleh

yang akan dikenakan pajak misalnya intensifikasi pajak dari sektor-sektor tertentu?. Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan

Produk sudah diciptakan, harga juga sudah ditetapkan, dan tempat sudah disediakan, artinya produk tersebut telah siap untuk dijual. Agar produk laku di jual