• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan 2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Diana, 2019). Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks sehingga janin dapat turun ke jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) dengan adanya kontraksi rahim pada ibu. Prosedur secara ilmiah lahirnya bayi dan plasenta dari rahim melalui proses yang dimulai dengan terdapat kontraksi uterus yang menimbulkan terjadinya dilatasi serviks atau pelebaran mulut rahim (Irawati, Muliani, & Arsyad, 2019).

Persalinan adalah suatu kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yangh cukup bulan atau hampirh cukup bulan yang kemudian, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin. Dalam proses persalinan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik yaitu, ibu akan merasa sakit pinggang dan perut bahkan sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan perubahan-perubahan psikis yaitu merasa takut kalau apabila terjadi bahaya atas dirinya pada saat persalinan, takut yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah lalu misalnya mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu (Rinata, 2018).

2.1.2 Jenis-jenis Persalinan

Menurut Kusumawardani (2019) jenis-jenis persalinan dibagi menjadi tiga,

diantaranya:

(2)

1. Persalinan yang spontan adalah suatu proses persalinan secara langsung menggunakan kekuatan ibu sendiri.

2. Persalinan buatan adalah suatu proses persalinan yang berlangsung dengan bantuan atau pertolongan dari luar, seperti: ekstraksi forceps (vakum) atau dilakukan operasi section caesaerea (SC).

3. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi ketika bayi sudah cukup mampu bertahan hidup diluar rahim atau siap dilahirkan. Tetapi, dapat muncul kesulitan dalam proses persalinan, sehingga membutuhkan bantuan rangsangan dengan pemberian pitocin atau prostaglandin (Kusumawardani, 2019).

2.1.3 Tanda-Tanda Persalinan

Menurut (Rosyati, 2017) tanda dan gejala persalinan yaitu sebagai berikut.

a. Tanda Inpartu

1. Penipisan serta adanya pembukaan serviks.

2. Kontraksi uterus yang menyebabkan berubahnya serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).

3. Keluar cairan lendir yang bercampur dengan darah melalui vagina.

b. Tanda-tanda persalinan

1. Ibu merasa ingin meneran atau menahan napas bersamaan dengan terjadinya kontraksi.

2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada bagian rectum dan vagina.

3. Perineum mulai menonjol.

4. Vagina dan sfingter ani mulai membuka.

5. Pengeluaran lendir yang bercampur darah semakin meningkat.

(3)

2.1 4 Fase-Fase Dalam Persalinan 1. Fase persalinan kala I

Menurut Girsang beberapa jam terakhir dalam kehamilan ditandai adanya kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir normal. Persalinan kala satu disebut juga sebagai proses pembukaan yang dimulai dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (10cm) (Girsang, 2017).

Kala satu persalinan terdiri dari 2 fase, yaitu sebagai berikut.

1. Fase Laten

Fase laten dimulai dari permulaan kontraksi uterus yang regular sampai terjadi dilatasi serviks yang mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase ini berlangsung selama kurang lebih 6 jam. Pada fase ini dapat terjadi perpanjangan apabila ada ibu yang mendapatkan analgesic atau sedasi berat selama persalinan. Pada fase ini terjadi akan terjadi ketidaknyamanan akibat nyeri yang berlangsung secara terus- menerus.

2. Fase Aktif

Selama fase aktif persalinan, dilatasi serviks terjadi lebih cepat, dimulai dari akhir fase laten dan berakhir dengan dilatasi serviks dengan diameter kurang lebih 4 cm sampai dengan 10 cm. Pada kondisi ini merupakan kondisi yang sangat sulit karena kebanyakan ibu merasakan ketidaknyamanan yang berlebih yang disertai kecemasan dan kegelisahan untuk menuju proses melahirkan.

2. Fase persalinan kala II

Kala dua disebut juga kala pengeluaran. Kala ini dimulai dari pembukaan

lengkap (10 cm) hingga bayi lahir. Proses ini berlangsung selama kurang

(4)

lebih 2 jam pada ibu primigravida dan kurang lebih 1 jam pada ibu multigravida. Adapun tanda dan gejala yang muncul pada kala dua adalah sebagai berikut: a) Kontraksi (his) semakin kuat, dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik; b) Menjelang akhir kala satu, ketuban akan pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak dan tidak bisa dikontrol; c) Ketuban pecah pada pembukaan yang dideteksi lengkap dengan diikuti rasa ingin mengejan; d) Kontraksi dan mengejan akan membuat kepala bayi lebih terdorong menuju jalan lahir, sehingga kepala mulai muncul kepermukaan jalan lahir, sub occiput akan bertindak sebagai hipomoklion, kemudian bayi lahir secara berurutan dari ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka, dan seluruhnya.

3. Fase persalinan kala III

Kala tiga disebut juga kala persalinan plasenta. Lahirnya plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut: a) Uterus menjadi bundar; b) Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim; c) Tali pusat bertambah panjang; d) Terjadi perdarahan (adanya semburan darah secara tiba-tiba); e) Biasanya plasenta akan lepas dalam waktu kurang lebih 6-15 menit setelah bayi lahir.

4. Fase persalinan kala IV

Kala empat adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan

plasenta lahir yang bertujuan untuk mengobservasi persalinan terutama

mengamati keadaan ibu terhadap bahaya perdarahan postpartum. Pada

kondisi normal tidak terjadi perdarahan pada daerah vagina atau organ

setelah melahirkan plasenta.

(5)

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut (Saragih, 2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses persalinan normal yang dikenal dengan istilah 5P, yaitu: Power, Passage, Passenger, Psikis ibu bersalin, dan Penolong persalinan yang dijelaskan dalam uraian berikut.

1. Power (tenaga)

Power (tenaga) merupakan kekuatan yang mendorong janin untuk lahir. Dalam proses kelahiran bayi terdiri dari 2 jenis tenaga, yaitu primer dan sekunder.

a. Primer: berasal dari kekuatan kontraksi uterus (his) yang berlangsung sejak muncul tanda-tanda persalinan hingga pembukaan lengkap.

b. Sekunder: usaha ibu untuk mengejan yang dibutuhkan setelah pembukaan lengkap.

2. Passenger (janin)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang meliputi berat janin, letak janin, posisi sikap janin (habilitus), serta jumlah janin. Pada persalinan normal yang berkaitan dengan passenger antara lain:

janin bersikap fleksi dimana kepala, tulang punggung, dan kaki berada dalam keadaan fleksi, dan lengan bersilang di dada. Taksiran berat janin normal adalah 2500-3500 gram dan DJJ normal yaitu 120-160x/menit.

3. Passage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar panggul,

vagina dan introitus vagina (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak,

khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi,

tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Oleh karena

itu, ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

(6)

4. Psikis ibu bersalin

Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang menyertai kehidupan hampir setiap wanita. Pada umumnya persalinan dianggap hal yang menakutkan karena disertai nyeri hebat, bahkan terkadang menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa. Nyeri merupakan fenomena yang subjektif, sehingga keluhan nyeri persalinan setiap wanita tidak akan sama, bahkan pada wanita yang samapun tingkat nyeri persalinannya tidak akan sama dengan nyeri persalinan yang sebelumnya. Sehingga persiapan psikologis sangat penting dalam menjalani persalinan. Jika seorang ibu sudah siap dan memahami proses persalinan maka ibu akan mudah bekerjsama dengan petugas kesehatan yang akan menolong persalinannya.

Dalam proses persalinan normal, pemeran utamanya adalah ibu yang disertai dengan perjuangan dan upayanya. Sehingga ibu harus meyakini bahwa ia mampu menjalani proses persalinan dengan lancar. Karena jika ibu sudah mempunyai keyakinan positif maka keyakinan tersebut akan menjadi kekuatan yang sangat besar saat berjuang mengeluarkan bayi. Sebaliknya, jika ibu tidak semangat atau mengalami ketakutan yang berlebih maka akan membuat proses persalinan menjadi sulit.

5. Penolong persalinan

Orang yang berperan sebagai penolong persalinan adalah petugas kesehatan

yang mempunyai legalitas dalam menolong persalinan, antara lain: dokter,

bidan, perawat maternitas dan petugas kesehatan yang mempunyai

kompetensi dalam pertolongan persalinan, menangani kegawataruratan serta

melakukan rujukan jika diperlukan. Petugas kesehatan yang memberi

(7)

pertolongan persalinan dapat menggunakan alat pelindung diri, serta melakukan cuci tangan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dari pasien.

Pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga professional di masyarakat masih sangat rendah dibandingkan dengan target yang diharapkan. Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman (Nurhapipa, 2015).

2.2 Kematian Maternal

2.2.1 Definisi Kematian Maternal

Menurut batasan dari The Tenth Revision of the International Classification of Disease (ICD-10) desain kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (World Health Organization, 2013).

Kematian ibu yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan tidak dianggap sebagai kematian maternal karena perbedaan antara kematian yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan sulit dilakukan. Sehingga untuk memudahkan indentifikasi kematian maternal pada keadaan-keadaan dimana sebab-sebab yang dihubungkan dengan kematian tersebut tidak adekuat, maka ICD-10 memperkenalkan istilah yang berkaitan dengan kematian ibu, yaitu:

1. Kematian Terkait Kehamilan (Pregnancy Related Death) adalah kematian

seorang perempuan saat hamil atau dalam waktu 42 hari setelah kehamilan

(8)

berakhir terlepas dari apa yang menjadi penyebab kematiannya. Perbedaan dengan definisi kematian maternal adalah kematian terkait kehamilan meliputi semua kematian tanpa melihat penyebabnya termasuk kecelakaan dan insiden.

2. Kematian Ibu Lanjut (Late Maternal Death) adalah kematian seorang perempuan karena penyebab obstetric langsung maupun tidka langsung yang terjadi dalam periode leboh dari 42 hari tetapi kurang dari 1 tahun setelah akhir kehamilan. Mengidentifikasi tentang adanya kematian ibu lanjut yaitu untuk menghitung kemungkinan kasus-kasus perempuan yang mengalami masalah sejak kehamilannya meskipun dia telah melewati 42 hari terminasi kehamilan.

3. Kematian Ibu Langsung (Direct Maternal Death) adalah kematian seorang wanita akibat komplikasi obstetric pada saat kehamilan, persalinan dan nifas, tindak-tindakan, kesalahan-kesalahan, penanganan yang tidak benar atau gabungan kejadian dari berbagai hal diatas. Contohnya kematian seorang wanita akibat perdarahan pada saat proses persalinan, ekslamsia saat hamil, dan sebagainya.

4. Kematian Ibu Tidak Langsung (Indirect Maternal Death) adalah kematian seorang wanita yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah ada sebelumnya atau penyakit yang menjadi berkembang selama kehamilan dan itu bukan karena penyebab obstetric langsung tetapi diperburuk oleh efek fisiologis kehamilan. Contohnya ibu hamil yang meninggal akibat penyakita TBC atau kegagalan jantung.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa kematian ibu menunjukkan lingkup

yang luas, tidak hanya terkait dengan kematian yang terjadi saat proses

persalinan, tetapi mencakup kematian ibu yang sedang dalam masa hamil dan

(9)

nifas. AKI merupakan angka pengukuran risiko kematian perempuan yang berkaitan dengan peristiwa kehamilan.

2.2.2 Epidemiologi Kematian Maternal

Menurut WHO, setiap tahun terdapat kurang lebih 210 juta wanita hamil di seluruh dunia. Lebih dari 20 juta wanita mengalami kesakitan akibat dari kehamilannya, beberapa diantaranya bersifat menetap. Kehidupan 8 juta wanita di seluruh dunia menjadi terancam dan setiap tahun diperkirakan terdapat 529.000 wanita meninggal sebagai akibat komplikasi yang timbul karena kehamilan dan persalinan, dimana sebagian besar dari kematian ini sebenarnya dapat dicegah.

Menurut United Nations (2020) pada tahun 2000-2017 kematian ibu mengalami penurunan dari 342 kematian menjadi 211 kematian per 100.000 KH di seluruh dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio kematian ibu selama tahun 2000-2017 dapat menurun sekitar 38%. Rata-rata rasio kematian ibu secara global menurun 2,9% per tahun, namun angka tersebut masih jauh dari angka 6,4% angka tahunan yang dibutuhkan untuk mencapai target global >70 kematian ibu per 100.000 KH. Sekitar 86% kematian ibu secara global terjadi di Afrika Sub Sahara dan Asia Selatan. AKI di negara maju berkisar antara 5-30 per 100.000 KH, sedangkan di negara berkembang berkisar antara 50-800 per 100.000 KH. Di negara berkembang, ibu hamil dan bersalin mempunyai risiko kematian 100-200 kali lebih besar daripada di negara maju.

Angka kematian maternal di negara maju dapat diturunkan sejak tahun

1940-an. Penurunan angka kematian maternal yang signifikan di negara-negara

maju berkaitan dengan adanya kemajuan di bidang perawatan kesehatan

(10)

maternal, termasuk di dalamnya adalah kemajuan dalam pengendalian sepsis, tersedianya transfuse darah, antibiotika, akses terhadap tindakan sectio caesarea (SC) dan tindakan aborsi yang aman. Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000 kematian maternal setiap tahunnya, sehingga diperoleh angka kematian maternal sebesar 210 per 100.000 KH.

Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Indonesia per 27 Maret 2020 jumlah kematian ibu menurut provinsi pada tahun 2018-2019 terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu. Angka tersebut merupakan kalkulasi dari kematian ibu di setiap provinsi di Indonesia. Data AKI menurut provinsi tahun 2018-2019 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 1 Data AKI Menurut Provinsi 2018-2019

No. Provinsi

2018 2019

Jumlah Lahir Hidup

Jumlah Kematian

Ibu

Jumlah Lahir Hidup

Jumlah Kematian

Ibu

1. Aceh 116.118 141 115.422 157

2. Sumatera Utara 305.935 186 302.555 202

3. Sumatera Barat 110.146 111 109.431 116

4. Riau 154.379 100 154.878 119

5. Jambi 66.106 46 65.762 59

6. Sumatera Selatan 161.571 120 159.908 105

7. Bengkulu 37.277 39 37.103 35

8. Lampung 152.816 102 150.245 111

9. Kepulauan Bangka

Belitung 27.364 43 27.429 36

10. Kepulauan Riau 41.629 51 41.058 41

11. DKI Jakarta 170.265 98 166.696 100

12. Jawa Barat 878.472 700 873.575 684

13. Jawa Tengah 534.242 421 527.433 416

(11)

14. DI Yogyakarta 54.193 35 54.127 36

15. Jawa Timur 570.819 522 566.300 520

16. Banten 242.312 247 240.174 212

17. Bali 64.771 35 64.541 45

18. Nusa Tenggara Barat 104.166 99 103.315 97

19. Nusa Tenggara Timur 137.715 141 139.136 118

20. Kalimantan Barat 101.045 86 100.232 117

21. Kalimantan Tengah 53.774 81 53.804 74

22. Kalimantan Selatan 81.296 79 80.440 63

23. Kalimantan Timur 74.904 74 74.937 79

24. Kalimantan Utara 12.140 10 12.139 21

25. Sulawesi Utara 41.125 52 40.802 51

26. Sulawesi Tengah 62.927 82 62.707 97

27. Sulawesi Selatan 169.207 139 168.185 144

28. Sulawesi Tenggara 62.386 60 62.566 66

29. Gorontalo 23.810 29 23.856 40

30. Sulawesi Barat 32.661 68 32.851 49

31. Maluku 44.440 61 44.630 52

32. Maluku utara 29.134 49 29.195 47

33. Papua Barat 21.694 44 21.850 46

34. Papua 71.291 75 71.339 66

Jumlah (Indonesia) 4.810.130 4.226 4.778.621 4.221

Sumber: (Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam Kemenkes RI, 2020) (data per 27

Maret 2020)

(12)

Target penurunan AKI di Indonesia melalui tiga model ARR atau angka penurunan rata-rata kematian ibu pertahun yaitu penurunan dengan model

ARR=2,4%, ARR=5,5% atau ARR=9,5% seperti Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Target Penurunan AKI di Indonesia

Sumber: (BPS, SDKI 1991-2012 dalam Kemenkes RI, 2020)

*AKI tahun 2015 merupakan hasil SUPAS 2015

Dari ketiga model tersebut, Kementrian Kesehatan menggunakan model kedua dengan rata-rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja.

Berdasarkan model tersebut diperkirakan pada tahun 2024 AKI di Indonesia turun menjadi 183 per 100.000 KH dan di tahun 2030 turun menjadi 131 per 100.000 KH.

Angka kematian maternal merupakan ukuran yang mencerminkan risiko obstetric yang dihadapi oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut hamil.

Risiko ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah kehamilan

yang dialami. Tingginya angka kematian maternal di negara berkembang sebagian

besar berkaitan dengan masalah politik dan sosial, khususnya masalah

kemiskinan dan status wanita. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu

(13)

terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus), infeksi (207 kasus) (Kemenkes RI, 2020).

Kematian maternal tidak hanya berfungsi untuk faktor-faktor pelayanan kesehatan saja. Hal lain yang ikut berperan dalam kematian maternal yaitu kehamilan dan persalinan yang terlalu dini, kemiskinan, kurangnya pengetahuan, transportasi yang sulit, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik, serta pantangan tertentu pada wanita hamil. Kematian ini dapat dicegah apabila para ibu memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan keluarga berencana, dan apabila abortus tidak dilarang secara hukum, maka abortus dapat dilakukan dengan pemberian pelayanan abortus secara aman.

2.2.3 Penyebab Kematian Maternal

Menurut (Kemenkes RI, 2020) penyebab kematian maternal di Indonesia yang tercatat per 27 Maret 2019 dengan kasus tertinggi yaitu perdarahan sebanyak 1.280 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.066 kasus, dan infeksi sebanyak 207 kasus. Penyebab kematian maternal dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penyebab utama dan penyebab akhir kematian. Penyebab utama dan penyebab akhir dari kematian perlu diketahui terlebih dahulu karena erat kaitannya dengan ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap penyebab utama kematian agar tidak terjadi komplikasi yang fatal dan/atau untuk mengatasi penyebab akhir kematian.

1. Penyebab Utama

Penyebab utama merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan kematian

ibu. Misalnya jika seorang ibu hamil mengalami eklamsia sehingga meninggal

maka penyebab utama kematian adalah kejang. Begitu juga jika seorang ibu

sehabis melahirkan kemudian mengalami perdarahan karena atonia uteri dan

(14)

mengakibatkan kematian maka penyebab utamanya adalah perdarahan post- partum. Penyebab utama kematian harus diketahui karena dapat membantu mengenali kondisi-kondisi medis yang dapat dicegah dan praktik-praktik klinik yang perlu diperbaiki. Adapun klasifikasi penyebab utama kematian maternal, yaitu: a) Penyebab yang terjadi secara kebetulan seperti kecelakaan kendaraan bermotor, bunuh diri maupun penganiayaan; b) Kondisi medis yang sudah ada sebelum terjadinya kehamilan seperti penyakit jantung kardiologis dan diabetes; c) Infeksi non kehamilan seperti penyakit AIDS, TBC, malaria dan kolera; d) Kehamilan ektopik; e) Abortus, termasuk abortus septik; f) Infeksi selama kehamilan dan setelah persalinan, termasuk sepsis puerperalis; g) Perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan sulosia plasenta; h) Perdarahan post partum akibat retensio plasenta dan rupture uteri; i) Hipertensi kehamilan seperti pre eklamsi, eklamsia dan sindrom HELLP; j) Faktor dari akibat anesthesia seperti pada masalah anestesi umum maupun spinal; k) Emboli seperti emboli paru-paru atau cairan ketuban; l) Kehilangan kesadaran yang serius karena sebab yang tidak diketahui; m) Hal- hal yang tidak diketahui, seperti kematian yang terjadi di rumah dimana penyebab utamanya tidak ditemukan.

2. Penyebab Akhir Kematian

Penyebab akhir kematian merupakan peristiwa akhir yang berakibat pada kematian ibu (komplikasi akhir dari suatu penyakit) atau bisa dikatakan bagaimana pasien itu meninggal. Misalnya seorang ibu yang melahirkan dengan SC dan meninggal karena syok septik.

Klasifikasi penyebab akhir kematian maternal adalah karena syok

hipovolemik, syok septik, kegagalan sistem pernafasan, gagal jantung, gagal

(15)

ginjal, kegagalan fungsi hati, komplikasi otak, kegagalan fungsi metabolisme, DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminata), kegagalan fungsi berbagai organ tubuh (multi organ failure), kegagalan sistem kekebalan tubuh dan alasan yang tidak diketahui.

Menurut Fibriana (2016) faktor-faktor yang terbukti menjadi penyebab terhadap kematian maternal, yaitu:

A. Determinan Dekat

Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian ibu yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan, dan nifas (komplikasi obstetri). Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi kehamilan maupun komplikasi dalam persalinan sedangkan wanita yang tidak hamil tidak akan memiliki risiko tersebut.

1. Komplikasi Kehamilan

Adanya komplikasi pada kehamilan, terutama perdarahan hebat yang terjadi secara tiba-tiba, akan mengakibatkan ibu kehilangan banyak darah dan akan mengakibatkan kematian maternal dalam singkat.

Hipertensi dalam kehamilan, yang sering dijumpai yaitu preeklamsia dan eklamsia, apabila tidak segera ditangani akan dapat mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran yang berlanjut pada terjadinya kegagalan pada jantung, gagal ginjal atau perdarahan otak yang akan mengakibatkan kematian maternal.

2. Komplikasi Persalinan

Adanya komplikasi persalinan, terutama perdarahan postpartum

memberikan kontribusi 25% untuk terjadinya kematian maternal.

(16)

Perdarahan ini akan mengakibatkan ibu kehilangan banyak darah, dan akan mengakibatkan kematian maternal dalam waktu yang singkat.

Preeklamsia ringan dapat dengan mudah berubah menjadi preeklamsia berat dan keadaan ini akan mudah menjadi eklamsia yang mengakibatkan kejang. Apabila keadaan ini terjadi pada proses persalinan akan dapat mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran, dan dapat mengakibatkan kematian maternal. Partus lama atau persalinan tidak maju adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam sejak inpartu. Partus lama dapat membahayakan jiwa ibu, karena pada partus lama risiko terjadinya perdarahan postpartum akan meningkat dan bila penyebab partus lama adalah akibat disproporsi kepala panggul, maka risiko terjadinya rupture uteri akan meningkat, dan hal ini akan mengakibatkan kematian ibu dan juga janin dalam waktu singkat. Partus lama dapat mengakibatkan terjadinya infeksi jalan lahir, infeksi ini dapat membahayakan nyawa ibu karena dapat mengakibatkan sepsis.

3. Komplikasi Nifas

Adanya komplikasi pada masa nifas terutama adanya infeksi dapat

menyebabkan kematian maternal akibat menyebarnya kuman ke dalam

aliran darah (septicemia), yang dapat menimbulkan abses pada organ-

organ tubuh, seperti otak dan ginjal, sedangkan perdarahan pada masa

nifas dapat melanjut pada terjadinya kematian maternal terutama bila

ibu tidak segera mendapat perawatan awal untuk mengendalikan

perdarahan.

(17)

B. Determinan Antara

Determinan antara mencakup status kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan/penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga.

1. Riwayat Penyakit Ibu

Riwayat penyakit ibu didefinisikan sebagai penyakit yang sudag diderita oleh ibu sebelum kehamilan atau persalinan atau penyakit yang timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetric langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologis akibat kehamilan sehingga keadaan ibu menjadi lebih buruk. Kehamilan maternal akibat penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab kematian tidak langsung (indirect obstetric death).

2. Keterlambatan

Keterlambatan pertama merupakan keterlambatan dalam mengambil

keputusan. Dari hasil indepth interview yang dilakukan pada saat

penelitian, diperoleh informasi bahwa ketika terjadi kegawatdaruratan,

pengambilan keputusan masih berdasar pada budaya „berunding‟, yang

berakibat pada keterlambatan rujukan. Peran suami sebagai

pengambilan keputusan utama juga masih tinggi, sehingga pada saat

terjadi komplikasi yang membutuhkan keputusan ibu segera dirujuk

menjadi tertunda karena suami tidak berada ditempat. Kendala biaya

juga merupakan alasan terjadinya keterlambatan dalam pengambilan

keputusan. Pada beberapa kasus dimana ibu dari pihak keluarga tidak

mampu jika dilakukan rujukan, keluarga tidak berani membawa ibu ke

(18)

rumah sakit sebagai tempat rujukan, walaupun pihak kepala desa akan membuatkan surat keterangan tidak mampu, karena pihak keluarga beranggapan bahwa meskipun biaya pendaftaran diberikan secara gratis oleh pihak rumah sakit, namun keluarga tetap harus mengeluarkan biaya untuk transportasi ke rumah sakit, biaya ekstra untuk obat-obatan tertentu, dan biaya tidak terduga yang akan menimbulkan beban keuangan keluarga.

Keterlambatan kedua merupakan keterlambatan mencapai tempat rujukan, setelah pengambilan keputusan untuk merujuk ibu ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap diambil. Hal ini dapat terjadi akibat kendala geografi, kesulitan mencari alat transportasi, sarana jalan dan sarana alat transportasi yang tidak memenuhi syarat. Kasus kematian maternal yang terjadi pada umumnya terjadi pada saat dan setelah persalinan, sehingga keterlambatan kedua sebenarnya tidak perlu terjadi bila sarana transportasi untuk mengantisipasi keadaan gawatdarurat telah dipersiapkan sejak dini.

Keterlambatan ketiga pada kasus kematian maternal terjadi akibat

keterlambatan penanganan kasus di tempat rujukan. Keterlambatan

yang terjadi pada beberapa kasus kematian maternal di rumah sakit

tempat rujukan kekurangan persediaan darah, sehingga keluarga

diminta mencari darah ke tempat lain yang membutuhkan waktu cukup

lama. Pada kasus lain juga terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan

medis akibat tenaga ahli tidak berada di tempat dan terjadi penanganan

medis yang membutuhkan waktu >30 menit sejak ibu sampai di rumah

sakit.

(19)

3. Riwayat KB

Riwayat KB memiliki peranan yang besar dalam mencegah kematian maternal. Dengan memakai alat kontrasepsi, seorang ibu akan dapat merencanakan kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari terjadinya kehamilan pada umur tertentu (usia terlalu muda maupun usia terlalu tua) dan dapat mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga mengurangi praktik pengguguran yang illegal berikut kematian maternal yang ditimbulkannya. Penggunaan alat kontrasepsi akan mencegah keadaan “4 terlalu” yaitu, terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak yang merupakan faktor risiko terjadinya kematian maternal. Jika seorang ibu dalam masa reproduksinya tidak menggunakan alat kontrasepsi, maka ia akan dihadapkan pada risiko untuk terjadinya kehamilan beserta risiko untuk terjadinya komplikasi baik pada masa kehamilan, persalinan maupun nifas, yang dapat melanjut menjadi kematian maternal.

Hal tersebut berarti bahwa jika ibu memiliki riwayat penyakit, mengalami komplikasi kehamilan, komplikasi persalinan, komplikasi nifas, tidak mengikuti program KB dan mengalami keterlambatan rujukan saat terjadi komplikasi akan memiliki probalitas atau risiko mengalami kematian maternal sebesar 99%.

C. Determinan Jauh

Determinan jauh adalah faktor tidak langsung yang mempengaruhi terjadinya determinan dekat meliputi tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan dan wilayah tempat tinggal (Hatmoko, 2015).

Determinan jauh terdiri dari:

(20)

1) Tingkat Pendidikan Ibu

Kondisi kesehatan individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang tinggi, akan mudah menerima informasi- informasi kesehatan dari berbagai media dan biasanya ingin selalu berusaha untuk mencari informasi terbaru tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan. Informasi kesehatan yang cukup terutama pada ibu hamil terkait masalah kehamilan dan persalinan diharapkan akan dapat merubah perilaku hidup sehat termasuk dalam perilaku pemeriksaan kehamilan atau ANC.

2) Status Pekerjaan

Status pekerjaan perempuan dan suami mendukung dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Namun, pada penelitian yang dilakukan di Indonesia membuktikan bahwa status perempuan yang bekerja dan pekerjaan suami tidak mempunyai dampak signifikan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

2.2.4 Masalah yang Berkontribusi Dalam Kematian Maternal

Faktor yang berkontribusi dalam kematian maternal antara lain adalah hal- hal yang berhubungan dengan pasien itu sendiri, administrasi maupun petugas yang melakukan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan lebih mendalam untuk melakukan antisipasi pada kejadian yang disebabkan oleh faktor penyebab yang sama. Beberapa masalah yang berkontribusi dalam kematian maternal yaitu sebagai berikut.

1. Masalah yang berhubungan dengan pasien

(21)

Pasien sebagai obyek utama dalam kejadian/kasus kematian ibu juga memiliki andil sebagai penyumbang kasus kematian maternal. Hal-hal yang mendorong terjadinya gangguan kesehatan/kematian maternal, antara lain:

a. Tidak mau melakukan upaya untuk mendapatkan pertolongan segera atau telah terlambat menerima pelayanan antenatal. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health seeking behavior) merupakan upaya seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan. Perilaku tersebut mencakup tindakan-tindakan yang diambil untuk memperoleh kesembuhan ke tempat atau fasilitas kesehatan. Banyak ibu hamil yang telah melakukan ANC dengan bidan dan petugas kesehatan, namun sebagian dari mereka telah merencanakan persalinan di dukun sehingga tujuan mengikuti ANC tersebut hanya untuk memastikan bahwa kehamilannya aman dan lancar jika pada saat bersalin dibantu dengan dukun. Sikap negative dalam pemanfaatan ANC tersebut dikarenakan kurangnya kepercayaan ibu hamil terhadap petugas kesehatan dan lebih memilih petugas non-kesehatan (dukun). Selain tingkat kepercayaan, jarak tempat tinggal juga berhubungan dengan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang kemudian mempengaruhi frekuensi ANC, dan transportasi yang sulit atau waktu tempuh yang lama mengakibatkan munculnya perasaan malas atau enggan untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan dan memeriksakan kehamilannya (Yunawati, 2017).

b. Tidak mengenali adanya tanda-tanda bahaya pada pasien

Ketika ibu hamil mengalami komplikasi kebidanan, misalnya seperti kejang

(ekslampsia) maka orang pintar/kyai yang akan diminta keluarga untuk

(22)

mengobatinya karena dianggap sedang dirasuki oleh roh jahat. Etiologi tersebut masih banyak terjadi di masyarakat sehingga mengakibatkan lambannya mencari pertolongan ke pertugas kesehatan. Hal tersebut sering dijumpai akibat kurangnya pengetahuan akan kesehatan (health knowledge) terhadap fasilitas kesehatan yang professional dan tindakan kesehatan (health practice).

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh sikap, pengetahuan, kepercayaan, tradisi, ketersediaan fasilitas, dan perilaku petugas kesehatan. Hal itu didukung oleh tingkat pendidikan seseorang atau kelompok masyarakat, karena jika tingkat pendidikan dan pengalaman yang semakin tinggi maka akan semakin luas wawasannya dan semakin kritis dalam menentukan pilihan. Tingkat pendidikan tersebut sangat mempengaruhi seseorang untuk mengenal penyakit dan mencari pengobatan secara dini.

c. Tidak segera memperoleh pertolongan saat tanda bahaya muncul

Selain pasien/keluarga yang berada di fasilitas kesehatan, petugas kesehatan juga harus memberikan pelayanan sesuai dengan standar. Jika pelayanan yang diberikan adalah dibawah standar maka akan membahayakan keselamatan jiwa ibu yang akan melahirkan. Pelayanan dibawah standar merupakan pelayanan yang tidak memenuhi syarat-syarat minimal sehingga memiliki potensi yang besar terhadap kematian. Oleh karena itu setiap fasilitas kesehatan harus mempunyai standar operasional dalam melaksanakan pelayanan dan tindakan agar mendapat hasil yang maksimal.

2. Masalah Administratif

(23)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah administrasi mencakup masalah/hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan dan supervise maternal.

Selain itu masalah administrasi mempunyai kontribusi terhadap kematian maternal, yaitu:

a. Kurangnya jumlah petugas kesehatan

Jumlah petugas yang kurang terutama terjadi pada saat jumlah pasien melonjak. Ketidakseimbangan antara jumlah petugas dengan beban kerja menyebabkan buruknya pelayanan yang diberikan. Penyebabnya antara lain yaitu: 1) Persalinan masih dianggap bukan suatu prioritas sehingga dana terbatas/tidak disediakan; 2) Kurangnya jumlah petugas yang dilatih atau adanya petugas yang pindah; 3) Petugas banyak yang tidak mau bekerja di tempat yang jauh dari kota, tempat yang angka kriminalitasnya tinggi dan minim fasilitas umum, serta; 4) Ketidakseimbangan proporsi antara aktifitas klinis dan non-klinis yang dilakukan petugas kesehatan di fasilitas kesehatan.

b. Kurangnya pelatihan klinik yang memadai

Kurangnya pelatihan yang memadai dibatasi oleh keadaan antara lain yaitu:

1) Pendidikan dan pelatihan dasar tenaga kesehatan yang rendah; 2) Petugas kesehatan selama menempuh pendidikan tidak mendapatkan banyak pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan maternal; 3) Tidak ada kesempatan mengikuti pelatihan tingkat lanjut bagi tenaga kesehatan.

Hal ini bisa disebabkan forum/dana yang tidak tersedia; 4) Dokter

spesialis kebidanan, dokter umum dan bidan terlatih tidak mau/tidak

memiliki keterampilan untuk mengajarkan pengetahuan / keterampilan

klinik kepada sejawat junior mereka; 5) Petugas kesehatan yang telah

(24)

mengikuti kursus tingkat lanjut sering ditempatkan di lokasi /fasilitas yang tidak tepat, dan; 6) Adanya rotasi berkala sehingga dapat menghambat petugas kesehatan tersebut menjadi ahli atau sangat berpengalaman dalam memberikan asuhan maternal.

c. Sarana transportasi yang kurang memadai

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu: 1) Transportasi sering tidak tersedia saat akan merujuk dari klinik antenatal ke rumah sakit saat terjadi persalinan atau tanda-tanda bahaya mulai terlihat; 2) Buruknya transportasi di daerah pedesaan dan/atau pada waktu malam hari; 3) Dalam keadaan darurat ongkos transportasi biasanya lebih mahal dibandingkan biasanya; 4) Tidak tersedia/tertundanya sarana transportasi karena jumlah kendaraan/petugasnya yang kurang sehingga skala prioritasnya kalah dengan jumlah kasus gawat darurat yang lain; 5) Tidak tersedianya sarana komunikasi untuk mencari transportasi; 6) Tidak mau menempuh rute atau waktu tertentu, misal waktu malam pada daerah yang rawan kejahatan.

d. Lokasi Klinik / Rumah Sakit yang kurang tepat

Rumah sakit seharusnya terletak pada lokasi yang strategis, mudah dan cepat di jangkau oleh masyarakat. Pada kenyataannya di daerah tertentu rumah sakit di bangun jauh dari permukiman masyarakat. Selain itu pertimbangan untuk mendirikan rumah sakit di daerah pegunungan/jarang penduduk sangat mahal.

e. Unit Perawatan Intensif (ICU) tidak tersedia

ICU merupakan tempat perawatan bagi pasien yang mengalami

komplikasi/penyakit serius. Pasien yang mengalami komplikasi/penyakit

(25)

serius tidak mendapatkan perawatan yang sesuai karena tidak tersedianya unit perawatan yang intensif. Penyebabnya adalah harga peralatan dan biaya pemeliharaan yang mahal serta harus dilakukan oleh petugas yang terampil. Realita yang terjadi peralatan tersebut sudah tersedia tetapi tidak semuanya dapat berfungsi dengan baik.

3. Masalah yang Berhubungan dengan Petugas Kesehatan

Selain faktor pasien dan administrasi, faktor petugas kesehatan juga

mempunyai kemungkinan penyebab kematian maternal. Hal-hal yang

berasal dari faktor petugas kesehatan, antara lain yaitu: 1) Kelalaian atau

penyediaan layanan di bawah standar yaitu petugas tahu apa yang harus

dilakukan namun tidak mampu melakukannya; 2) Adanya honest errors yaitu

petugas kesehatan telah melakukan tugasnya dengan baik namun ternyata

diagnosa maupun perawatan yang diberikan kurang/tidak tepat sehingga

mengakibatkan kematian pasien; 3) Kurangnya pelatihan yang sesuai

sehingga menyebabkan petugas tidak tahu harus berbuat apa; 4) Kurangnya

motivasi individu dan komitmen untuk melayani pasien dengan sebaik-

baiknya.

Gambar

Tabel 2. 1 Data AKI Menurut Provinsi 2018-2019
Gambar 2.1 Target Penurunan AKI di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 1 di atas bisa dikelompokkan bahwa nama yang memiliki kesamaan karakteristik dengan tulisan pada teks terjemahan adalah Selinuntius dan Zeus saja, sedangkan yang

Untuk memperoleh luasan sisi samping dari Flash Drum yang tertutup liquid maka didekati dengan menggunakan pendekatan luasan kotak dengan persamaan :. dA = f D dh

Menurut Hansen dan Moven (2005:274) mengemukakan bahwa analisis volume laba adalah suatu metode analisis terhadap hubungan biaya, harga jual dan tingkat output atau

Pencemaran lingkungan adalah merupakan suatu proses masuknya bahan atau energi ke dalam lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak dikehendaki baik dari

Lebih lanjut Sudaryanto menyatakan peranan dan fungsi labortorium ada tiga, yaitu sebagai (1) sumber belajar, artinya laboratorium digunakan untuk memecahkan masalah yang

asal Pakistan dan Quraish Shihab. Muhammad Abdul Fatah, dalam penelitiannya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an tentang Poligami, mencoba membandingkan penafsiran Muhammad

Dari kondisi tersebut diperlukan suatu perancangan sekolah yang dapat mewadahinya, sehingga dapat diharapkan musisi yang muncul dapat lebih berkualitas dan lebih

Manfaat praktis, bagi siswa hasil penelitian ini bermanfat untuk memberikan pengalaman pada anak, sehingga kemandirian dapat ditingkatkan, bagi guru penelitian ini dapat