9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Persalinan 2.1.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Diana, 2019). Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks sehingga janin dapat turun ke jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) dengan adanya kontraksi rahim pada ibu. Prosedur secara ilmiah lahirnya bayi dan plasenta dari rahim melalui proses yang dimulai dengan terdapat kontraksi uterus yang menimbulkan terjadinya dilatasi serviks atau pelebaran mulut rahim (Irawati, Muliani, & Arsyad, 2019).
Persalinan adalah suatu kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yangh cukup bulan atau hampirh cukup bulan yang kemudian, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin. Dalam proses persalinan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik yaitu, ibu akan merasa sakit pinggang dan perut bahkan sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan perubahan-perubahan psikis yaitu merasa takut kalau apabila terjadi bahaya atas dirinya pada saat persalinan, takut yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah lalu misalnya mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu (Rinata, 2018).
2.1.2 Jenis-jenis Persalinan
Menurut Kusumawardani (2019) jenis-jenis persalinan dibagi menjadi tiga,
diantaranya:
1. Persalinan yang spontan adalah suatu proses persalinan secara langsung menggunakan kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan buatan adalah suatu proses persalinan yang berlangsung dengan bantuan atau pertolongan dari luar, seperti: ekstraksi forceps (vakum) atau dilakukan operasi section caesaerea (SC).
3. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi ketika bayi sudah cukup mampu bertahan hidup diluar rahim atau siap dilahirkan. Tetapi, dapat muncul kesulitan dalam proses persalinan, sehingga membutuhkan bantuan rangsangan dengan pemberian pitocin atau prostaglandin (Kusumawardani, 2019).
2.1.3 Tanda-Tanda Persalinan
Menurut (Rosyati, 2017) tanda dan gejala persalinan yaitu sebagai berikut.
a. Tanda Inpartu
1. Penipisan serta adanya pembukaan serviks.
2. Kontraksi uterus yang menyebabkan berubahnya serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
3. Keluar cairan lendir yang bercampur dengan darah melalui vagina.
b. Tanda-tanda persalinan
1. Ibu merasa ingin meneran atau menahan napas bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada bagian rectum dan vagina.
3. Perineum mulai menonjol.
4. Vagina dan sfingter ani mulai membuka.
5. Pengeluaran lendir yang bercampur darah semakin meningkat.
2.1 4 Fase-Fase Dalam Persalinan 1. Fase persalinan kala I
Menurut Girsang beberapa jam terakhir dalam kehamilan ditandai adanya kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir normal. Persalinan kala satu disebut juga sebagai proses pembukaan yang dimulai dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (10cm) (Girsang, 2017).
Kala satu persalinan terdiri dari 2 fase, yaitu sebagai berikut.
1. Fase Laten
Fase laten dimulai dari permulaan kontraksi uterus yang regular sampai terjadi dilatasi serviks yang mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase ini berlangsung selama kurang lebih 6 jam. Pada fase ini dapat terjadi perpanjangan apabila ada ibu yang mendapatkan analgesic atau sedasi berat selama persalinan. Pada fase ini terjadi akan terjadi ketidaknyamanan akibat nyeri yang berlangsung secara terus- menerus.
2. Fase Aktif
Selama fase aktif persalinan, dilatasi serviks terjadi lebih cepat, dimulai dari akhir fase laten dan berakhir dengan dilatasi serviks dengan diameter kurang lebih 4 cm sampai dengan 10 cm. Pada kondisi ini merupakan kondisi yang sangat sulit karena kebanyakan ibu merasakan ketidaknyamanan yang berlebih yang disertai kecemasan dan kegelisahan untuk menuju proses melahirkan.
2. Fase persalinan kala II
Kala dua disebut juga kala pengeluaran. Kala ini dimulai dari pembukaan
lengkap (10 cm) hingga bayi lahir. Proses ini berlangsung selama kurang
lebih 2 jam pada ibu primigravida dan kurang lebih 1 jam pada ibu multigravida. Adapun tanda dan gejala yang muncul pada kala dua adalah sebagai berikut: a) Kontraksi (his) semakin kuat, dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik; b) Menjelang akhir kala satu, ketuban akan pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak dan tidak bisa dikontrol; c) Ketuban pecah pada pembukaan yang dideteksi lengkap dengan diikuti rasa ingin mengejan; d) Kontraksi dan mengejan akan membuat kepala bayi lebih terdorong menuju jalan lahir, sehingga kepala mulai muncul kepermukaan jalan lahir, sub occiput akan bertindak sebagai hipomoklion, kemudian bayi lahir secara berurutan dari ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka, dan seluruhnya.
3. Fase persalinan kala III
Kala tiga disebut juga kala persalinan plasenta. Lahirnya plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut: a) Uterus menjadi bundar; b) Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim; c) Tali pusat bertambah panjang; d) Terjadi perdarahan (adanya semburan darah secara tiba-tiba); e) Biasanya plasenta akan lepas dalam waktu kurang lebih 6-15 menit setelah bayi lahir.
4. Fase persalinan kala IV
Kala empat adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan
plasenta lahir yang bertujuan untuk mengobservasi persalinan terutama
mengamati keadaan ibu terhadap bahaya perdarahan postpartum. Pada
kondisi normal tidak terjadi perdarahan pada daerah vagina atau organ
setelah melahirkan plasenta.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut (Saragih, 2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses persalinan normal yang dikenal dengan istilah 5P, yaitu: Power, Passage, Passenger, Psikis ibu bersalin, dan Penolong persalinan yang dijelaskan dalam uraian berikut.
1. Power (tenaga)
Power (tenaga) merupakan kekuatan yang mendorong janin untuk lahir. Dalam proses kelahiran bayi terdiri dari 2 jenis tenaga, yaitu primer dan sekunder.
a. Primer: berasal dari kekuatan kontraksi uterus (his) yang berlangsung sejak muncul tanda-tanda persalinan hingga pembukaan lengkap.
b. Sekunder: usaha ibu untuk mengejan yang dibutuhkan setelah pembukaan lengkap.
2. Passenger (janin)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang meliputi berat janin, letak janin, posisi sikap janin (habilitus), serta jumlah janin. Pada persalinan normal yang berkaitan dengan passenger antara lain:
janin bersikap fleksi dimana kepala, tulang punggung, dan kaki berada dalam keadaan fleksi, dan lengan bersilang di dada. Taksiran berat janin normal adalah 2500-3500 gram dan DJJ normal yaitu 120-160x/menit.
3. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar panggul,
vagina dan introitus vagina (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak,
khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi,
tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Oleh karena
itu, ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.
4. Psikis ibu bersalin
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang menyertai kehidupan hampir setiap wanita. Pada umumnya persalinan dianggap hal yang menakutkan karena disertai nyeri hebat, bahkan terkadang menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa. Nyeri merupakan fenomena yang subjektif, sehingga keluhan nyeri persalinan setiap wanita tidak akan sama, bahkan pada wanita yang samapun tingkat nyeri persalinannya tidak akan sama dengan nyeri persalinan yang sebelumnya. Sehingga persiapan psikologis sangat penting dalam menjalani persalinan. Jika seorang ibu sudah siap dan memahami proses persalinan maka ibu akan mudah bekerjsama dengan petugas kesehatan yang akan menolong persalinannya.
Dalam proses persalinan normal, pemeran utamanya adalah ibu yang disertai dengan perjuangan dan upayanya. Sehingga ibu harus meyakini bahwa ia mampu menjalani proses persalinan dengan lancar. Karena jika ibu sudah mempunyai keyakinan positif maka keyakinan tersebut akan menjadi kekuatan yang sangat besar saat berjuang mengeluarkan bayi. Sebaliknya, jika ibu tidak semangat atau mengalami ketakutan yang berlebih maka akan membuat proses persalinan menjadi sulit.
5. Penolong persalinan
Orang yang berperan sebagai penolong persalinan adalah petugas kesehatan
yang mempunyai legalitas dalam menolong persalinan, antara lain: dokter,
bidan, perawat maternitas dan petugas kesehatan yang mempunyai
kompetensi dalam pertolongan persalinan, menangani kegawataruratan serta
melakukan rujukan jika diperlukan. Petugas kesehatan yang memberi
pertolongan persalinan dapat menggunakan alat pelindung diri, serta melakukan cuci tangan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dari pasien.
Pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga professional di masyarakat masih sangat rendah dibandingkan dengan target yang diharapkan. Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman (Nurhapipa, 2015).
2.2 Kematian Maternal
2.2.1 Definisi Kematian Maternal
Menurut batasan dari The Tenth Revision of the International Classification of Disease (ICD-10) desain kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (World Health Organization, 2013).
Kematian ibu yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan tidak dianggap sebagai kematian maternal karena perbedaan antara kematian yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan sulit dilakukan. Sehingga untuk memudahkan indentifikasi kematian maternal pada keadaan-keadaan dimana sebab-sebab yang dihubungkan dengan kematian tersebut tidak adekuat, maka ICD-10 memperkenalkan istilah yang berkaitan dengan kematian ibu, yaitu:
1. Kematian Terkait Kehamilan (Pregnancy Related Death) adalah kematian
seorang perempuan saat hamil atau dalam waktu 42 hari setelah kehamilan
berakhir terlepas dari apa yang menjadi penyebab kematiannya. Perbedaan dengan definisi kematian maternal adalah kematian terkait kehamilan meliputi semua kematian tanpa melihat penyebabnya termasuk kecelakaan dan insiden.
2. Kematian Ibu Lanjut (Late Maternal Death) adalah kematian seorang perempuan karena penyebab obstetric langsung maupun tidka langsung yang terjadi dalam periode leboh dari 42 hari tetapi kurang dari 1 tahun setelah akhir kehamilan. Mengidentifikasi tentang adanya kematian ibu lanjut yaitu untuk menghitung kemungkinan kasus-kasus perempuan yang mengalami masalah sejak kehamilannya meskipun dia telah melewati 42 hari terminasi kehamilan.
3. Kematian Ibu Langsung (Direct Maternal Death) adalah kematian seorang wanita akibat komplikasi obstetric pada saat kehamilan, persalinan dan nifas, tindak-tindakan, kesalahan-kesalahan, penanganan yang tidak benar atau gabungan kejadian dari berbagai hal diatas. Contohnya kematian seorang wanita akibat perdarahan pada saat proses persalinan, ekslamsia saat hamil, dan sebagainya.
4. Kematian Ibu Tidak Langsung (Indirect Maternal Death) adalah kematian seorang wanita yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah ada sebelumnya atau penyakit yang menjadi berkembang selama kehamilan dan itu bukan karena penyebab obstetric langsung tetapi diperburuk oleh efek fisiologis kehamilan. Contohnya ibu hamil yang meninggal akibat penyakita TBC atau kegagalan jantung.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kematian ibu menunjukkan lingkup
yang luas, tidak hanya terkait dengan kematian yang terjadi saat proses
persalinan, tetapi mencakup kematian ibu yang sedang dalam masa hamil dan
nifas. AKI merupakan angka pengukuran risiko kematian perempuan yang berkaitan dengan peristiwa kehamilan.
2.2.2 Epidemiologi Kematian Maternal
Menurut WHO, setiap tahun terdapat kurang lebih 210 juta wanita hamil di seluruh dunia. Lebih dari 20 juta wanita mengalami kesakitan akibat dari kehamilannya, beberapa diantaranya bersifat menetap. Kehidupan 8 juta wanita di seluruh dunia menjadi terancam dan setiap tahun diperkirakan terdapat 529.000 wanita meninggal sebagai akibat komplikasi yang timbul karena kehamilan dan persalinan, dimana sebagian besar dari kematian ini sebenarnya dapat dicegah.
Menurut United Nations (2020) pada tahun 2000-2017 kematian ibu mengalami penurunan dari 342 kematian menjadi 211 kematian per 100.000 KH di seluruh dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio kematian ibu selama tahun 2000-2017 dapat menurun sekitar 38%. Rata-rata rasio kematian ibu secara global menurun 2,9% per tahun, namun angka tersebut masih jauh dari angka 6,4% angka tahunan yang dibutuhkan untuk mencapai target global >70 kematian ibu per 100.000 KH. Sekitar 86% kematian ibu secara global terjadi di Afrika Sub Sahara dan Asia Selatan. AKI di negara maju berkisar antara 5-30 per 100.000 KH, sedangkan di negara berkembang berkisar antara 50-800 per 100.000 KH. Di negara berkembang, ibu hamil dan bersalin mempunyai risiko kematian 100-200 kali lebih besar daripada di negara maju.
Angka kematian maternal di negara maju dapat diturunkan sejak tahun
1940-an. Penurunan angka kematian maternal yang signifikan di negara-negara
maju berkaitan dengan adanya kemajuan di bidang perawatan kesehatan
maternal, termasuk di dalamnya adalah kemajuan dalam pengendalian sepsis, tersedianya transfuse darah, antibiotika, akses terhadap tindakan sectio caesarea (SC) dan tindakan aborsi yang aman. Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000 kematian maternal setiap tahunnya, sehingga diperoleh angka kematian maternal sebesar 210 per 100.000 KH.
Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Indonesia per 27 Maret 2020 jumlah kematian ibu menurut provinsi pada tahun 2018-2019 terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu. Angka tersebut merupakan kalkulasi dari kematian ibu di setiap provinsi di Indonesia. Data AKI menurut provinsi tahun 2018-2019 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 1 Data AKI Menurut Provinsi 2018-2019
No. Provinsi
2018 2019
Jumlah Lahir Hidup
Jumlah Kematian
Ibu
Jumlah Lahir Hidup
Jumlah Kematian
Ibu
1. Aceh 116.118 141 115.422 157
2. Sumatera Utara 305.935 186 302.555 202
3. Sumatera Barat 110.146 111 109.431 116
4. Riau 154.379 100 154.878 119
5. Jambi 66.106 46 65.762 59
6. Sumatera Selatan 161.571 120 159.908 105
7. Bengkulu 37.277 39 37.103 35
8. Lampung 152.816 102 150.245 111
9. Kepulauan Bangka
Belitung 27.364 43 27.429 36
10. Kepulauan Riau 41.629 51 41.058 41
11. DKI Jakarta 170.265 98 166.696 100
12. Jawa Barat 878.472 700 873.575 684
13. Jawa Tengah 534.242 421 527.433 416
14. DI Yogyakarta 54.193 35 54.127 36
15. Jawa Timur 570.819 522 566.300 520
16. Banten 242.312 247 240.174 212
17. Bali 64.771 35 64.541 45
18. Nusa Tenggara Barat 104.166 99 103.315 97
19. Nusa Tenggara Timur 137.715 141 139.136 118
20. Kalimantan Barat 101.045 86 100.232 117
21. Kalimantan Tengah 53.774 81 53.804 74
22. Kalimantan Selatan 81.296 79 80.440 63
23. Kalimantan Timur 74.904 74 74.937 79
24. Kalimantan Utara 12.140 10 12.139 21
25. Sulawesi Utara 41.125 52 40.802 51
26. Sulawesi Tengah 62.927 82 62.707 97
27. Sulawesi Selatan 169.207 139 168.185 144
28. Sulawesi Tenggara 62.386 60 62.566 66
29. Gorontalo 23.810 29 23.856 40
30. Sulawesi Barat 32.661 68 32.851 49
31. Maluku 44.440 61 44.630 52
32. Maluku utara 29.134 49 29.195 47
33. Papua Barat 21.694 44 21.850 46
34. Papua 71.291 75 71.339 66
Jumlah (Indonesia) 4.810.130 4.226 4.778.621 4.221
Sumber: (Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam Kemenkes RI, 2020) (data per 27
Maret 2020)
Target penurunan AKI di Indonesia melalui tiga model ARR atau angka penurunan rata-rata kematian ibu pertahun yaitu penurunan dengan model
ARR=2,4%, ARR=5,5% atau ARR=9,5% seperti Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Target Penurunan AKI di Indonesia