• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan utama sumber minyak nabati yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, pemicu dari pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, kelapa sawit juga berperan dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak sawit di Indonesia (Departemen Pertanian, 2007).

Salah satu produk turunan dari kelapa sawit adalah Crude Palm Oil (CPO). CPO diolah dari daging buah kelapa sawit. Dari CPO dapat diolah lagi menjadi produk setengah jadi yaitu : RBD Stearin, RBD Olein, dan Fatty Acid. RBD Stearin dapat diolah menjadi margarine, deterjen, sabun, shortening. RBD Olein dapat diolah menjadi minyak goreng dan minyak salad. Fatty Acid dapat diolah menjadi oleochemical, fatty alcohol, fatty amine, glycerol, dan methyl ester (Antara, 2008).

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional (Amang, dkk, 1996).

(2)

Permintaan terhadap minyak goreng terus meningkat dari tahun ke tahun. Di dalam negeri, pertumbuhan permintaan dari rumah tangga tidak hanya bersumber dari pertumbuhan penduduk tetapi juga konsumsi per kapita. Sementara itu, seiring dengan makin tumbuh dan berkembangnya perekonomian nasional permintaan dari industri pengolahan maupun industri makanan juga semakin tinggi (Amang, dkk, 1996).

Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng adalah untuk konsumsi rumah tangga. Tingginya tingkat permintaan terhadap minyak goreng kelapa sawit disebabkan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh, seperti mengandung beta karoten atau pro-vitamin A serta E yang dapat berguna untuk menurunkan kolesterol dan menghambat penuaan. Berbagai kelebihan inilah yang dimanfaatkan oleh para industri minyak goreng dalam memasarkan produk- produknya (Wahyono, 2006).

Dari sisi penawaran, yang menjadi produsen utama minyak goreng Indonesia adalah perusahaan-perusahaan skala besar dan sedang. Dengan kondisi seperti itu, pasar minyak goreng cenderung oligopoli. Peranan industri minyak goreng skala kecil semakin terdesak seiring dengan menurunnya peranan minyak kelapa sebagai pemasok bahan baku minyak goreng nasional (Amang, dkk, 1996).

Di Indonesia industri minyak goreng sawit pada umumnya berada di kota-kota besar yang dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan. Penyebaran lokasi industri minyak goreng berada di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (BPS, 2008).

(3)

Besarnya permintaan terhadap minyak goreng dapat dilihat dari jumlah konsumsi atau kebutuhan terhadap minyak goreng. Pada Tabel 1 memperlihatkan kebutuhan minyak goreng di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan tren/kecendrungan yang meningkat dimana terjadi peningkatan kebutuhan minyak goreng dari tahun 2010 hingga 2012 sebesar 57.306 ton atau 45,3%. Namun kebutuhan minyak goreng di Provinsi Sumatera Utara masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ketersediaannya sehingga mengakibatkan terjadinya surplus minyak goreng setiap tahunnya.

Tabel 1. Kebutuhan, ketersediaan, produksi ,dan surplus minyak goreng provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2012

Tahun Kebutuhan (Ton)

Ketersediaan (Ton)

Produksi (Ton)

Surplus (Ton) 2010 126.522 2.296.710 2.186.044 2.170.188

2011 183.828 387.704 2.281.020 203.876

2012 183.828 964.758 2.509.122 780.930

Jumlah 494.178 3.649.172 6.976.186 3.154.994 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2012

Peningkatan kebutuhan/jumlah permintaan akan minyak goreng tentunya akan mengakibatkan peningkatan dari sisi produksi. Peningkatan produksi minyak goreng di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1 dimana pada tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan produksi minyak goreng sebesar 94.976 ton atau sebesar 4,34%. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2011 hingga tahun 2012 dimana terjadi peningkatan produksi minyak goreng sebesar 228.102 atau sebesar 10%. Hal ini menujukkan bahwa provinsi Sumatera Utara memiliki potensi yang cukup besar dalam memproduksi minyak goreng sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan minyak goreng yang cenderung meningkat tiap tahunnya.

(4)

Pada saat ini minyak goreng kelapa sawit dipasarkan dalam dua bentuk, yaitu secara curah dan dalam kemasan dengan merek/label tertentu. Minyak goreng curah dan minyak goreng bermerek merupakan sama-sama hasil dari proses industri namun memiliki perbedaan dari segi kualitas. Perbedaan dari segi kualitas ini diakibatkan dari perbedaan tahapan proses produksi dalam pembuatannya.

Minyak goreng curah hanya melalui 1 kali proses penyaringan, berwarna kuning keruh, dan didistribusikan dalam bentuk non kemasan. Sementara minyak goreng bermerk melalui 3-4 proses penyaringan, berwarna kuning jernih, dan dikemas dengan label atau merek tertentu. Perbedaan dalam proses produksi juga mengakibatkan kandungan kadar lemak dan asam oleat pada minyak goreng curah juga lebih tinggi dibandingkan minyak goreng bermerek yang mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan (Sitekno, 2012).

Dilihat dari aspek kebersihan dan higienitas, minyak goreng curah tidak sebaik minyak goreng bermerek. Minyak goreng curah biasanya didistribusikan ke warung-warung grosir penjual kebutuhan bahan pokok dengan menggunakan truk tangki dan kemudian dituangkan ke dalam drum-drum minyak yang kurang terjamin kebersihannya. Selain dari aspek kebersihan dan higenitas, perbedaan pun dapat dilihat dari segi harga. Harga minyak goreng curah relatif lebih murah daripada minyak goreng bermerek. Saat ini, harga minyak goreng curah di beberapa pasar tradisional berkisar Rp. 10.000/kg sedangkan untuk minyak goreng dalam kemasan/bermerek berada pada kiraran harga Rp 11.500-12.500/kg (Antaranews, 2011).

(5)

Pada tabel 2 dapat dilihat perbedaan harga antara minyak goreng curah dengan harga beberapa produk minyak goreng bermerek di Kota Medan, dimana harga minyak goreng curah per kilogram relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga minyak goreng bermerek.

Tabel 2.Perkembangan Harga Eceran Minyak Goreng di Kota Medan Tahun 2011

Bulan

Jenis Minyak Goreng Curah

Kuning/Kg Bimoli 2 liter Sania 2 liter

Januari 11.064 24.660 22.940

Februari 11.050 24.850 23.300

Maret 10.760 25.560 23.660

April 9.700 25.850 24.300

Mei 9.680 25.900 24.500

Juni 9.800 25.900 24.500

Juli 9.235 25.900 24.550

Agustus 9.324 26.260 24.880

September 9.675 26.250 25.050

Oktober 9.385 26.150 24.900

November 9.420 25.960 24.900

Desember 9.525 25.800 24.900

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Meskipun minyak goreng bermerek memiliki banyak keunggulan dan kian marak beredar di pasaran Kota Medan, namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari pedagang di beberapa pasar tradisional di Kota Medan permintaan terhadap minyak goreng curah masih tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan selain karena harga minyak goreng curah yang masih lebih murah jika dibandingkan harga minyak goreng bermerek, konsumen pun dapat dengan mudah memperoleh dan membeli minyak goreng curah secara eceran di pasar tradisional terdekat.

Sebagai akibat dari masih tingginya permintaan terhadap minyak goreng curah, pedagang di pasar tradisional masih gencar berjualan minyak goreng curah. Hal

(6)

ini dikarenakan keuntungan dari penjualan minyak goreng curah bisa lebih besar jika dibandingkan dengan penjualan minyak goreng bermerk. Padahal pemerintah sudah berencana dan mulai melakukan sosialisasi untuk menghapus peredaran minyak goreng curah dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen.

Berangkat dari fenomena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran minyak goreng curah di Kota Medan.

Identifikasi Masalah

Setelah menguraikan latar belakang maka dapat disimpulkan beberapa masalah yang akan diidentifikasi, yaitu :

1. Apakah ada pengaruh faktor harga beli konsumen, pendapatan rata-rata per bulan, dan jumlah tanggungan terhadap permintaan minyak goreng curah di Kota Medan ?

2. Apakah ada pengaruh faktor harga beli pedagang, keuntungan, dan harga barang lain terhadap penawaran minyak goreng curah di Kota Medan ?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh faktor harga beli konsumen, pendapatan rata- rata per bulan, dan jumlah tanggungan terhadap permintaan minyak goreng curah di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis pengaruh faktor harga beli pedagang, keuntungan, dan harga barang lain terhadap penawaran minyak goreng curah di Kota Medan.

(7)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan kemudian hari dapat digunakan sebagai :

1. Sebagai bahan informasi bagi konsumen dan produsen/pedagang minyak goreng yang terkait dengan permintaan dan penawaran minyak goreng curah.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan minyak goreng.

3. Sebagai bahan referensi dan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan, ketersediaan, produksi ,dan surplus minyak goreng  provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2012
Tabel 2.Perkembangan Harga Eceran Minyak Goreng di Kota Medan Tahun  2011

Referensi

Dokumen terkait

PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 58 - A TAHUN 2 01 23. TENTANG PERLIN

Ini dikarenakan jahe emprit memiliki kandungan nutrisi yang lebih banyak dibanding jahe gajah dan memiliki rasa yang tidak terlalu pedas dibandingkan dengan jahe merah.. amarum

In this research, it has been performed carbon activation of oil palm shells (CAC) prepared by chemical treatment as adsorbents of phenol and methylene blue (MB) in solution either

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lembar validasi ahli, lembar observasi literasi matematika, angket respon peserta didik, dan pedoman

pati sagu maka salah satu strateginya adalah setiap pegawai negeri sipil di kabupaten Sorong Selatan mendapatkan jatah sagu setiap bulannya sebesar 10 kg sebagai bentuk

dengan alat bantu papan tulis, laptop, dan LCD, Skoring Diskusi kelompok 10 Pustaka 5, 6, 7 14 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami drama tari topeng Korea

Oleh karena itu di daerah penelitian jenis ini dijumpai dalam persentase yang tinggi, baik yang menggigit maupun yang hinggap di dalam dan di luar rumah malam

ketiganya berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dengan tingkat pengaruh dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah masing – masing adalah kepuasan