• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan Sistem Online Shopping berdasarkan Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penerimaan Sistem Online Shopping berdasarkan Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology

Online Shopping System Acceptance Based On Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology

Syintia Dwiratry Elvandari

Fakultas Rekayasa Industri - Institut Teknologi Telkom E-mail:syintia.elv@gmail.com

Abstrak

Pengguna sistem online shopping sering meninggalkan sistem tanpa melakukan transaksi.

Pengguna juga sering kali enggan untuk mengunjungi kembali situs online shopping, karena sistem gagal memberikan pengalaman belanja yang memuaskan. Adanya pemahaman yang baik tentang dukungan atau penerimaan pengguna terhadap sistem online shopping merupakan faktor penting keberhasilan suatu sistem online shopping. Hasil penelitian terdahulu telah mengidentifikasi faktor-faktor yang menghasilkan penerimaan teknologi.

Sintesa dari penelitian tersebut menghasilkan model UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology). Penelitian ini mengadopsi model UTAUT sebagai model dasar untuk penerimaan sistem online shopping dengan menambahkan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan konteks individu, teknologi, pemasaran, dan implementasi. Penelitian ini menggunakan metode SEM (Structural Equation Modeling) untuk pengujian hipotesa.

Berdasarkan 189 sampel pengguna pada empat sistem online shopping Indonesia, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sistem online shopping adalah attitude toward system use, performance expectancy, effort expectancy, self-efficacy, system quality, information quality, service quality, product quality, price, dan social influence. Delivery service dan facilitating condition tidak mempengaruhi penerimaan sistem online shopping.

Kata Kunci: online shopping, penerimaan sistem, UTAUT Abstract

Consumer often leaves the online shopping system without doing transaction. Consumer also frequently refuses to visit the online shopping website again, because systems are fail to give satisfying shopping experience. Good understanding about consumer support to the usage of online shopping system is an important factor for the success of an online shopping system.

Various models result of former research has identified many factors that yielding technolfogy acceptance. The synthesis from the factors yields UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology) model. This research applies UTAUT model as a basic model and adding other factors based on result of former research about online shopping acceptance that related to individual, technology, commerce, and implementation context. This research applies SEM (Structural Equation Modeling) to examine the hypotheses. Based on 189 samples of four Indonesian online shopping systems consumer, it is concluded that factors influencing online system acceptance are attitude toward system use, performance expectancy, effort expectancy, self-efficacy, system quality, information quality, service quality, product quality, price, and social influence. Delivery service and facilitating condition are not influencing online system acceptance.

Keywords: online shopping, system acceptance, UTAUT

(2)

1. Pendahuluan

Sistem online shopping adalah sistem yang dapat menangani transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan konsumen (Handfield dan Nichols, 1999). Pengembangan sistem online shopping memang tidak selalu memberikan keuntungan bagi perusahaan. Meskipun relatif banyak perusahaan di Indonesia yang sudah memiliki situs, hanya sedikit yang memfungsikannya sebagai sarana perniagaan melalui jaringan internet. Hal tersebut diduga terkait dengan kegagalan bisnis melalui internet yang sering terjadi pada tahun 1990-an. Hausman dan Siekpe (2008) menyatakan bahwa banyak sistem online shopping merugi karena 82% pengguna sistem meninggalkan sistem tanpa melakukan transaksi. Studi lain menyatakan pengguna menolak menggunakan sistem karena sistem online shopping tidak memberikan pengalaman belanja yang memuaskan.

Suatu sistem informasi dapat diterima oleh pengguna apabila perilaku menolak dapat diubah, atau sistem harus dipersiapkan terlebih dahulu agar pengguna mau berperilaku menerima. Mengubah perilaku tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi harus dilakukan melalui anteseden-anteseden atau penentu-penentu perilaku tersebut. Oleh sebab itu, agar sistem online shopping dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, maka perusahaan perlu mengetahui anteseden-anteseden perilaku penerimaan sistem sebelum merancang sebuah sistem online shopping.

2. Teori-teori Penerimaan

Sejak tahun 1980, peneliti-peneliti teknologi informasi telah mencoba mempelajari perilaku bagaimana dan mengapa individu menggunakan teknologi informasi. Tabel 1 menjelaskan beberapa teori dasar yang memfokuskan pada penerimaan, adopsi, dan penggunaan dari teknologi informasi. Model-model tersebut menjelaskan anteseden-anteseden dari perilaku.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan sistem online shopping seperti Pennington et al. (2003), Ahn et al. (2004), Vijayasarathy (2004), Cho dan Agrusa (2006), Ahn et al. (2007), serta Hausman dan Siekpe (2008). Pada dasarnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan model adopsi teknologi informasi, seperti TRA, TAM, SCT dan IDT. Rangkuman penelitian yang terkait dapat dilihat pada Tabel 2.

Pennington et al. (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh trust terhadap penerimaan sistem. Penelitian ini menggunakan TRA sebagai model dasar dan pengujian secara empirik dilakukan melalui hasil kuesioner dari responden pengguna sistem online shopping di Amerika. Penelitian ini menghasilkan keputusan bahwa trust mempengaruhi attitude seseorang, dan attitude pada akhirnya akan mempengaruhi purchase intention.

Ahn et al. (2004) membahas perluasan penggunaan TAM dengan menambahkan variabel-variabel yang berkaitan dengan fitur online dan offline. System quality, information quality, dan sevice quality adalah variabel-variabel yang masuk dalam kategori fitur online, sementara product quality dan delivery service masuk dalam kategori fitur offline. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa fitur online mempengaruhi perceived ease of use dan perceived usefulness, sedangkan fitur offline mempengaruhi perceived usefulness.

Ahn et al. kemudian melakukan penelitian kembali tahun 2007. Penelitian dilakukan untuk menguji kembali pengaruh fitur online terhadap penerimaan sistem. Fitur online yang dalam penelitian ini disebut web quality memiliki pengaruh terhadap perceived ease of use, perceived usefulness, dan playfulness. Penambahan unsur playfulness dirasakan penting karena akan menentukan attitude seseorang untuk menggunakan sistem online shopping. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa playfulness menjadi penentu attitude selain perceived usefulness.

(3)

Tabel 1. Teori-teori Dasar Penerimaan Teknologi Informasi dan Variabel Latennya

Teori Variabel Definisi

Teori of Reasoned Action (TRA) (Fishbein dan Ajzen, 1975) Teori psikologi sosial yang banyak digunakan sebagai dasar teori mengenai human behavior.

Attitude Toward Behavior Perasaan positif atau negatif seseorang mengenai pelaksanaan perilaku tertentu.

Subjective Norm Persepsi seseorang bahwa banyak orang yang penting berfikiran dia tidak atau harus melakukan perilaku yang diminta.

Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1989)

TAM dirancang untuk

memperkirakan penerimaan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu pekerjaan.

Perceived Usefulness Tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem akan

meningkatkan performansi kerja mereka Perceived Ease of Use Tingkatan dimana seseorang percaya

bahwa penggunaan sistem akan bebas dari usaha.

Subjective Norm (Adopsi dari TRA) Theory of Planned Behavior

(TPB) (Ajzen, 1991)

TPB merupakan pengembangan TRA dengan menambahkan perceived behavioral control sebagai penentu tambahan untuk perilaku.

Attitude Toward Behavior (Adopsi dari TRA) Subjective Norm (Adopsi dari TRA) Perceived Behavioral

Control

Perasaan mudah atau sulit untuk menampilkan suatu perilaku. Dalam konteks penelitian Sistem Informasi didefinisikan sebagai batasan internal dan eksternal dari suatu perilaku.

Social Cognitive Theory (SCT) Teori ini dikembangkan di Bandura (1986). Berdasarkan teori ini, Compeau dan Higgins (1995) menerapkannya untuk

memprediksi penerimaan individu terhadap pemanfaatan komputer pribadi.

Outcome expectancy Ekspektasi-ekspektasi hasil yang berhubungan dengan konsukuensi suatu perilaku.

Self-efficacy Kepercayaan-kepercayaan seseorang akan kemampuan dirinya untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Affect Suatu kesukaan individu terhadap perilaku tertentu.

Anxiety Tingkatan kecemasan pengguna saat melakukan suatu perilaku.

Innovation Diffusion Theory (IDT)

Berdasarkan dari ilmu sosiologi, IDT telah digunakan untuk mempelajari berbagai macam inovasi dari pertanian hingga bersifat organisasi. Dalam konteks sistem informasi berdasarkan karakteristik inovasi, Moore dan Benbasat (1996) menggunakan gagasan ini untuk mempelajari penerimaan seseorang terhadap teknologi informasi.

Relative Advantage Tingkatan dimana sebuah inovasi dirasakan lebih baik.

Ease of Use Tingkatan dimana sebuah inovasi dirasakan sulit untuk digunakan.

Visibility Tingkatan dimana seseorang dapat melihat kerja orang lain dalam sistem organisasi.

Compatibility Tingkatan dimana sebuah inovasi dirasakan konsisten dengan nilai yang telah ada, kebutuhan, dan pengalaman sebelumnya.

Result Demonstrability Hasil terhitung dari pemanfaatan inovasi, termasuk kemampuan

mengamati dan kemampuan

komunikasi..

Voluntariness of Use Tingkatan dimana penggunaan inovasi dirasakan sukarela dan bebas dari paksaan.

Sumber: Venkatesh et al., 2003

(4)

Tabel 2. Penelitian-penelitian Penerimaan Sistem Online Shopping

Judul Penelitian

Model Penelitian Objek Konteks

TAM TRA TPB SCT IDT SistemOnline Shopping IT/IS Individu Teknologi Pemasaran Implementasi

User Acceptance of Information Technology:

Toward a Unified View (Venkatesh et al., 2003)

       

The Role of System Trust in Business to Consumer

Transaction (Pennington, Wilcox, dan Grover, 2003)

  

The Impact of the Online and Offline Features on the User Acceptance of Internet Shopping Mall (Ahn, Ryu, dan Han, 2004)

    

Predicting Consumer Intention to Use On-Line Shopping: The Case for An Augmented Technology Acceptance Model (Vijayasarathy, 2004)

     

Assesing Use Acceptance and Satisfaction Toward

Online Travel Agencies (Cho dan Agrusa, 2006)

    

The Impact of Web Quality and Playfulness on User Acceptance of Online Retailing

(Ahn, Ryu, dan Han, 2007)

   

The Effect of Web Interface Features on Consumer Online Purchase Intentions

(Hausman dan Siekpe, 2008)

   

Penerimaan Sistem Online Shopping Berdasarkan Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology

         

Vijayasarathy (2004) melihat TAM kurang dapat menjelaskan penerimaan sistem e-commerce karena hanya didasarkan pada kepercayaan seseorang terhadap sistem. Dalam penggunaan sistem informasi, kepercayaan diri seseorang dan kondisi yang memfasilitasi juga menjadi penentu perilaku menolak atau menerima sistem. Penelitian ini menambahkan variabel self-efficacy dari teori SCT dan compatibility dari teori IDT untuk mengetahui pengaruh kepercayaan diri dan kondisi yang memfasilitasi terhadap penerimaan sistem.

Cho dan Agrusa (2006) juga menggunakan TAM untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sistem online shopping untuk produk tidak nyata (intangible). Penelitian ini mengabaikan variabel behavioral intention karena perilaku menerima akan dirasakan langsung jika seseorang telah memiliki perasaan yang positif terhadap sistem tersebut. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa faktor-faktor pemasaran seperti produk, informasi, dan harga mempengaruhi secara langsung terhadap variabel-variabel TAM (perceived usefulness dan perceived ease of use).

Hausman dan Siekpe (2008) memandang bahwa selain faktor kepercayaan seseorang terhadap kegunaan sistem, penggunaan sistem online shopping akan dipengaruhi oleh kemampuan pengguna (manusia) dan kemampuan komputer. Penelitian ini melakukan beberapa penyesuaian terhadap model TAM. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa faktor komputer dan faktor manusia merupakan variabel yang mempengaruhi penerimaan sistem secara tidak langsung melalui perceived usefulness dan attitude.

Venkatesh et al. (2003) mengkaji teori-teori dasar penerimaan teknologi. Dari berbagai teori yang dikaji, diketahui beberapa faktor memiliki kesamaan di bagian tertentu. Kesamaan faktor tersebut kemudian diseragamkan dengan menggabungkan model-model tersebut sehingga menghasilkan model terintegrasi. Model gabungan (unified model) ini diberi nama model UTAUT (Unified

(5)

Theory of Acceptance and Usage of Technology). Model UTAUT memformulasikan faktor-faktor berikut:

 Performance expectancy, teori-teori yang dipakai untuk memperoleh faktor ini adalah perceived usefulness (TAM), relative advantage (IDT), outcome expectancy (SCT).

 Effort expectancy, teori-teori yang digabungkan untuk memperoleh faktor ini adalah perceived ease of use (TAM) dan ease of use (IDT).

 Social influence, teori-teori yang dipakai untuk memperoleh faktor ini adalah subjective norm (TRA, TAM, TPB) dan image (IDT).

 Facilitating condition, teori-teori yang digabungkan untuk memperoleh faktor ini adalah perceived behavioral control (TPB) dan compability (IDT).

Model penelitian sistem online shopping pada penelitian terdahulu sebagian besar menitikberatkan pada konteks individu. Padahal menurut Chau dan Hu (2002), penerimaan sistem informasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan konteks individu¸teknologi, dan implementasi. Konteks individu berfokus pada proses perencanaan dalam individu pengguna yang diliputi pertimbangan untuk akhirnya memutuskan menggunakan suatu sistem informasi atau tidak.

Konteks teknologi berfokus pada karakteristik teknologi itu sendiri. Sementara konteks implementasi meliputi kondisi lingkungan yang mempengaruhi pengguna untuk menggunakan suatu teknologi.

Penelitian ini menggunakan faktor-faktor yang berkaitan dengan konteks individu, teknologi, pemasaran, dan implementasi. Konteks pemasaran menjadi penting karena sistem online shopping tidak dapat dipandang seperti bentuk sistem informasi pada umumnya. Sistem online shopping memiliki perpaduan karakteristik kualitas sistem informasi dan pemasaran (Hausman dan Siekpe, 2008). Para peneliti pemasaran memandang sistem online shopping sebagai lokasi pasar yang berhubungan dengan kepuasan pengguna dan keinginan membeli, dapat dijelaskan melalui faktor- faktor pemasaran pada umumnya seperti persepsi terhadap produk, layanan antar, dan harga (Ahn et al., 2007).

3. Variabel Penelitian

Berbeda dengan model dasar penelitian-penelitian mengenai penerimaan sistem online shopping sebelumnya, model dasar penelitian ini mengadaptasi variabel-variabel independen dari model UTAUT. Alasan pemakaian model dasar UTAUT adalah:

 Model UTAUT dapat menjelaskan secara signifikan penerimaan suatu teknologi.

 Variabel model UTAUT dihasilkan dari perbandingan sistesis teori–teori yang banyak digunakan untuk mengukur kepuasan pengguna dengan berbagai perspektif (Noviaristanti, 2006).

 Teknologi yang menjadi objek penelitian untuk menghasilkan model UTAUT berorientasi pada pengguna dan merupakan teknologi informasi yang kompleks. Hal ini memiliki kesamaan karakteristik dengan sistem online shopping.

Jika diselaraskan dengan penelitian Chau dan Hu (2002), model UTAUT berfokus pada konteks individu dan implementasi. Penelitian ini melakukan beberapa penyesuaian model UTAUT agar menghasilkan model yang lengkap sesuai dengan karakteristik sistem online shopping. Faktor- faktor yang memunculkan penerimaan terhadap sistem online shopping pada penelitian ini didasarkan pada konteks individu, teknologi, pemasaran, dan implementasi. Model penelitian sistem online shopping dan model dasar UTAUT dapat dilihat pada Gambar 1.

(6)

Gambar 1. Model Penelitian Sistem Online Shopping berdasarkan UTAUT 3.1 Penerimaan Pengguna Sistem Online Shopping

Pada model UTAUT, penerimaan pengguna untuk menggunakan teknologi baru dipengaruhi oleh minat pengguna untuk berperilaku (behavioral intention) positif terhadap sistem. Menurut Song dan Zinkhan (2003), behavior intention terhadap penggunaan website dapat dilihat dari repeat purchases, repeat visit to the website, recommendation to others, dan positive remarks or comments about the website. Dalam penelitian ini, purchase intention dan return intention digunakan sebagai variabel dependen untuk mengukur penerimaan sistem online shopping.

Purchase intention adalah tingkat minat pengguna untuk kembali melakukan transaksi di masa yang akan datang, sedangkan return intention adalah tingkat minat pengguna untuk kembali mengunjungi website online shopping (Chu dan Lu, 2007).

Pemilihan variabel purchase intention dan return intention berdasarkan pertimbangan bahwa sistem online shopping akan memuaskan pengguna dan memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila sistem dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna sehingga akan selalu dikunjugi sebagai tempat berbelanja atau melakukan transaksi (Kaoufaris, 2002; Hausman dan Siekpe, 2008).

Lebih lanjut Koufaris (2002) menyatakan bahwa return intention menjadi penting karena dapat mempengaruhi jumlah pembelian dimasa yang akan datang, yang pada awalnya tidak direncanakan oleh pengguna.

3.2 Konteks Individu

3.2.1 Attitude Toward System Use

Hasil penelitian Venkatesh et al. (2003) menyatakan bahwa attitude toward system use dalam model UTAUT tidak signifikan memprediksi behavioral intention. Namun, dalam penelitian Noviaristanti (2006) yang mengadopsi model dasar UTAUT, diperoleh hasil attitude toward system use terbukti mempengaruhi behavioral intention. Penelitian tersebut mengujicobakan model dasar UTAUT dengan penambahan variabel attitude toward system use untuk lingkungan mandatory.

(7)

Sistem online shopping merupakan sistem yang voluntary, artinya penggunaan terhadap sistem tidak berdasarkan paksaan, tetapi keinginan yang muncul dari diri sendiri. Posisi attitude toward system use yang memunculkan penerimaan pengguna terhadap sistem voluntary diperkuat oleh penelitian Cho dan Agrusa (2006) dan Hausman dan Siekpe (2008), yang menggunakan TAM sebagai model dasar. Pada sistem online shopping, attitude toward system use dapat dipakai untuk mengukur seberapa erat hubungan yang terjalin antara pengguna dengan sistem, yang dikaitakan dengan kesetiaan pengguna, dan kepuasan pengguna terhadap website dan layanan yang diberikan vendor.

Mengacu pada Cho dan Agrusa (2006) dan Hausman dan Siekpe (2008), maka variabel attitude toward system use pada penelitian ini didefinisikan sebagai sikap yang timbul berdasarkan evaluasi secara individual atas hasil yang diperoleh dari penggunaan sistem online shopping, dan perasaan positif atau negatif tentang pembentukan suatu perilaku penerimaan sistem online shopping.

3.2.2 Trust

Jarak jauh yang memisahkan konsumen, situs belanja, dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi sehingga pengguna memiliki resiko kehilangan uang dan privasinya. Pennington et al. (2003) menyatakan trust pengguna online shopping dapat dibangun apabila sistem dapat dipercaya dan sistem dapat memiliki reputasi yang baik. Sistem dapat dipercaya apabila interaksi yang dilakukan antara pengguna dengan sistem berlangsung dengan baik. Sedangkan reputasi membantu meningkatkan trust ketika pengguna belum pernah berinteraksi sebelumnya.

Berdasarkan TRA, attitude toward behavior atau sikap terhadap perilaku ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat akan konsekuensi dari perilaku (Pennington, 2003). Dengan berbasis pada model TRA, kepercayaan (trust) pada perusahaan memiliki pengaruh langsung pada sikap (attittude) terhadap produk dan minat kesetiaan. Dalam konteks online shopping, attitude ditentukan oleh kepercayaan baik pada vendor maupun sistem (Gefen et al., 2003). Didalam penelitian ini definisi trust adalah suatu harapan bahwa pihak yang telah dipercaya tidak akan berlaku curang dengan mengambil keuntungan pribadi dari situasi tertentu.

3.2.3 Performance Expectancy

Performance expectancy didefinisikan sebagai seberapa tinggi seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem online shopping akan membantu untuk mendapatkan keuntungan- keuntungan kinerja (Venkatesh et al., 2003). Berdasarkan pengujian terhadap konstruk UTAUT, performance expectancy merupakan satu-satunya konstruk yang signifikan dari waktu ke waktu dan terbukti memunculkan behavior attention. Dalam konteks sistem online shopping, Ahn et al.

(2003), Vijayasarathy (2004), dan Cho danAgrusa (2006) menyimpulkan bahwa salah satu penentu attitude adalah perceived usefulness. Berdasarkan penelitian Koufaris (2002), perceived usefulness merupakan kostruk yang paling signifikan menjelaskan trust. Performance expectancy dapat diasosiasikan dengan perceived usefulness.

3.2.4 Effort Expectancy

Effort Expectancy didefinisikan sebagai tingkat kemudahan yang dirasakan pengguna dalam menggunakan sistem online shopping (Venkatesh et al., 2003). Effort Expectancy dalam UTAUT merupakan salah satu faktor yang terbukti memunculkan behavior attention. Dalam konteks sistem online shopping, Vijayasarathy (2004) dapat membuktikan bahwa perceived ease of use memberikan pengaruh positif pada attitude. Berdasarkan penelitian Koufaris (2002), perceived ease of use juga merupakan kostruk yang paling signifikan menjelaskan trust. Effort expectancy dapat diasosiasikan dengan perceived ease of use.

(8)

3.2.5 Self-efficacy

Pengoperasian sebuah sistem online shopping pada umumya tidak dapat bergantung pada intuisi dan membutuhkan usaha untuk menggunakannya (Chan dan Lu, 2004). Oleh sebab itu, self- efficacy dalam sistem online shopping didefiniskan sebagai penilaian seseorang akan kemampuan dirinya untuk menggunakan sistem online shopping. Self-efficacy pada penelitian Chan dan Lu (2004) telah terbukti mempengaruhi persepsi kemudahan. Semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap rendahnya usaha yang harus dilakukan.

3.3 Konteks Teknologi 3.3.1 System Quality

Ahn et al. (2004, 2007) menyatakan bahwa kesulitan konsumen untuk menerima sistem online shopping adalah karena sistem berbasis teknologi. Sistem online shopping harus memiliki kualitas sistem yang tinggi, karena kenyamanan, keleluasaan, dan kecepatan respon yang tinggi yang diberikan sistem akan berpengaruh pada kesadaran penggunaan dan kemudahan sistem. Definisi system quality dalam penelitian ini adalah seberapa baik sebuah sistem online shopping jika diukur dari karakteristik operasional seperti efisiensi pemrosesan informasi dan penampilan (Pujani dan Xu, 2005).

3.3.2 Information Quality

Information quality adalah seberapa baik sistem online shopping jika diukur dari output informasi yang dihasilkan (Pujani dan Xu, 2005). Tingkat kualitas informasi sebuah sistem online shopping menentukan seberapa baik sistem dapat membantu pengguna membandingkan produk yang tersedia, meningkatkan kenyamanan, dan memberikan kemudahan dalam menentukan keputusan pembelian.

3.3.3 Service Quality

Service quality adalah seberapa baik layanan yang diberikan oleh sistem online shopping (Pujani dan Xu, 2005). Shih (2004) dan Ahn (2007) menyimpulkan bahwa service quality berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran penggunaan dan kemudahan penggunaan. Kemampuan sistem dalam memberikan layanan yang dapat dipercaya, diandalkan, dan dapat bertindak profesional tentu akan berpengaruh terhadap keuntungan kinerja yang akan diperoleh pengguna dari sistem.

Sedangkan tingkat kemampuan sistem dalam memahami pengguna dan menindaklanjuti permintaan pengguna menjadi faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya usaha yang harus dikeluarkan pengguna dalam menggunakan sistem.

3.4 Konteks Pemasaran 3.4.1 Product Quality

Mengacu pada Ahn et al. (2004) dan Cho dan Agrusa (2006), definisi product quality pada penelitian ini adalah persepsi pengguna terhadap produk yang diberikan sistem online shopping.

Walaupun online shopping berhubungan dengan produk fisik atau digital dan jasa, konsep product quality tidak berbeda dengan perdagangan pada umumnya. Persepsi pengguna terhadap produk akan bergantung pada ekspektasi mereka terhadap suatu produk atau jasa. Jika kualitas produk sesuai dengan ekspektasi, maka pengguna cenderung menganggap sistem online shopping tersebut berguna dan memberikan keuntungan sehingga akan kembali mengunjungi situs tersebut.

3.4.2 Delivery Service

Delivery service atau layanan pengiriman yang tepat waktu adalah salah satu tujuan dasar yang ingin dicapai pembeli online. Pembeli online melakukan pemesanan dari kantor atau rumah agar

(9)

produk yang dibutuhkan lebih cepat diperoleh dibandingkan pembelian secara offline. Pengiriman yang tepat waktu dan dapat diandalkan membuat pengguna sistem online shopping puas karena mendapatkan keuntungan kinerja dari penggunaan sistem, sehingga mereka akan menggunakan sistem terus-menerus (Ahn et al., 2004). Berdasarkan Ahn et al. (2004), delivery service didefinisikan sebagai persepsi pengguna terhadap layanan pengirimiman produk yang diberikan sistem online shopping.

3.4.3 Price

Price atau harga menjadi faktor utama dalam memilih produk dan membuat keputusan pembelian (Cho dan Agrusa, 2006). Menurut Cho dan Agrusa, pengguna seringkali memiliki persepsi negatif terhadap harga yang ditawarkan sistem online shopping karena sistem menyertakan biaya pengiriman pada saat membeli produk. Kenyataannya vendor sistem online shopping sebagian besar menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan harga di pasaran tradisional (offline).

Penawaran harga yang lebih murah diakibatkan karena vendor sistem online shopping mengelola sistem distribusi seefisien mungkin.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa persepsi harga akan mempengaruhi persepsi kesadaran akan kegunaan sistem (Cho dan Agursa, 2006), dan kesadaran akan keuntungan yang dapat diraih (Chu dan Lu, 2007). Konsisten dengan penelitian tersebut, peneliti beranggapan bahwa semakin rendah harga yang ditawarkan, maka akan semakin tinggi kesadaran pengguna akan keuntungan kinerja yang diperoleh dari penggunaan sistem.

3.5 Konteks Implementasi 3.5.1 Social Influence

Social influence didefinisikan sebagai seberapa tinggi seseorang individu mempersiapkan kepentingan yang dipercaya oleh orang-orang lain akan mempengaruhi dia untuk menggunakan online shopping (Venkatesh et al., 2003). Dalam model UTAUT, social influence hanya konsisten pada sistem yang bersifat mandatory. Noviaristanti (2006) yang mengujicoba model dasar UTAUT pada sistem mandatory menyimpulkan bahwa social influence merupakan variabel yang memunculkan acceptance individu terhadap teknologi baik secara langsung maupun tidak langsung yang dimediasi oleh attitude.

Berdasarkan penelitian dengan model UTAUT yang dilakukan Carlsson (2006), diperoleh kesimpulan bahwa variabel ini juga konsisten pada sistem voluntary. Pengujian kembali variabel tersebut dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut terhadap penerimaan sistem online shopping yang bersifat voluntary.

3.5.2 Facilitating Condition

Facilitating condition didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa kemampuan teknis yang tersedia dapat mendukung penggunaan sistem online shopping. Variabel facilitating condition terbukti tidak signifikan dalam menjelaskan behavioral intention dalam model UTAUT.

Namun, menurut Shih (2004), facilitating condition mewakili faktor-faktor kondisi yang mendorong individu untuk menggunakan Sistem Informasi atau Teknologi Informasi.

4. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan studi literatur dan uraian kontruksi model penelitian yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut:

(10)

H1: Attitude toward system use memberikan pengaruh positif terhadap return intention.

H2: Attitude toward system use memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H3: Trust memberikan pengaruh positif terhadap attitude toward system use.

H4: Performance expectancy memberikan pengaruh positif terhadap return intention.

H5: Performance expectancy memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H6: Performance expectancy memberikan pengaruh positif terhadap attitude toward system use.

H7: Performance expectancy memberikan pengaruh positif terhadap trust.

H8: Effort expectancy memberikan pengaruh positif terhadap return intention.

H9: Effort expectancy memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H10: Effort expectancy memberikan pengaruh positif terhadap attitude toward system use.

H11: Effort expectancy memberikan pengaruh positif terhadap trust.

H12: Self-efficacy memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H13: System quality memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H14: System quality memberikan pengaruh positif terhadap effort expectancy.

H15: Information quality memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H16: Information quality memberikan pengaruh positif terhadap effort expectancy.

H17: Service quality memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H18: Service quality memberikan pengaruh positif terhadap effort expectancy.

H19: Product quality memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H20: Delivery service memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H21: Price memberikan pengaruh positif terhadap performance expectancy.

H22: Social influence memberikan pengaruh positif terhadap return intention.

H23: Social influence memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H24: Social influence memberikan pengaruh positif terhadap attitude toward system use.

H25: Facilitating condition memberikan pengaruh positif terhadap return intention.

H26: Facilitating condition memberikan pengaruh positif terhadap purchase intention.

H27: Facilitating condition memberikan pengaruh positif terhadap attitude toward system use.

5. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan (explanatory atau confirmatory) yang menjelaskan hubungan korelasi antar variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross-sectional, yaitu pendekatan dimana pengamatan terhadap sampel hanya dilakukan pada satu saat tertentu saja. Pengumpulan data dilakukan melalui metode survey, dengan tahapan identifikasi sampel penelitian, penyusunan, penyebaran kuesioner awal, pengujian kuesioner awal dengan bantuan perangkat lunak SPSS 13, dan penyebaran kuesioner akhir. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan tahapan persiapan data mentah, transformasi data, validasi konstruk model pengukuran variabel penelitian dan pengujian hipotesa melalui SEM (Structured Equation Model) dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.51.

Pernyataan kuesioner merupakan operasionalisasi dari variabel-variabel penelitian.

Operasionalisasi variabel penelitian dapat terlihat pada Tabel 3. Data yang diinput oleh responden berupa skala likert. Responden diminta memilih salah satu poin dari Sangat Tidak Setuju sampai Sangat Setuju untuk mengukur persepsi responden terhadap pernyataan dalam kuesioner yang diajukan. Penilaian yang diberikan adalah nilai 6 jika responden memilih Sangat Setuju (SS), nilai 5 untuk Setuju (S), nilai 4 untuk Cenderung Setuju (4), nilai 3 untuk Cenderung Tidak Setuju (CTS), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk mengubah skala Likert yang berupa skala ordinal menjadi data yang bersifat interval, pada penelitian ini digunakan metode Succesive Interval (MSI) dengan bantuan Microsoft Excel dan Mini-tab rel 11.

(11)

Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Laten Kode Operasionalisasi

Return Intention RI-1 Merasa yakin akan mengunjungi kembali website online shopping.

RI-2 Berniat untuk mengunjungi kembali website online shopping.

RI-3 Mempertimbangkan untuk mengunjungi website online shopping.

Purchase Intention PI-1 Merasa yakin untuk melakukan transaksi melalui sistem online shopping.

PI-2 Berniat untuk melakukan transaksi melalui sistem online shopping.

PI-3 Mempertimbangkan untuk ber transaksi melalui sistem online shopping.

Attitude toward system use AT-1 Merasa senang saat menggunakan sistem online shopping.

AT-2 Merasa nyaman saat menggunakan sistem online shopping.

AT-3 Merasa puas terhadap layanan yang diberikan sistem online shopping.

AT-4 Penggunaan sistem online shopping merupakan ide dan gagasan yang baik.

Trust T-1 Mempercayai seluruh informasi dan layanan yang diberikan sistem online shopping.

T-2 Mempercayai bahwa sistem online shopping tersebut disediakan oleh vendor yang sah jika dilihat dari penampilan website.

T-3 Tidak memiliki alas an untuk berhati-hati dengan vendor penyedia sistem online shopping.

T-4 Vendor penyedia sistem online shopping dapat dipercaya.

T-5 Sistem online shopping memiliki reputasi yang baik.

Performance expectancy PE-1 Penggunaan sistem online shopping dapat meningkatkan kinerja berbelanja.

PE-2 Penggunaan sistem online shopping membuat proses memilih dan menentukan produk yang akan dibeli berlangsung dengan lebih cepat.

PE-3 Jika menggunakan sistem online shopping tersebut, maka kesempatan untuik mendapatkan produk yang lebih baik akan semakin besar.

PE-4 Penggunaan sistem online shopping tersebut meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam berbelanja.

Effort expectancy EE-1 Merasa interaksi dengan sistem online shopping tersebut jelas dan mudah dipahami.

EE-2 Merasa mudah menjadi mahir/terampil menggunakan sistem online shopping tersebut.

EE-3 Merasa sistem online shopping tersebut mudah digunakan.

EE-4 Merasa mudah mempelajari penggunaan sistem online shopping tersebut.

Self-efficacy SE-1 Menggunakan sistem online shopping tersebut karena sebelumnya telah melihat seseorang menggunakannya.

SE-2 Menggunakan sistem online shopping tersebut karena pernah menggunakan sistem yang serupa.

SE-3 Menggunakan sistem online shopping tersebut karena mudah menghubungi seseorang apabila terjadi kesalahan.

SE-4 Menggunakan sistem online shopping tersebut karena sistem telah dilengkapi dengan panduan.

System quality SY-1 Website online shopping tersebut memiliki fitur-fitur yang dibutuhkan.

SY-2 Website online shopping tersebut memiliki navigasi informasi yang mudah dipahami.

SY-3 Website online shopping tersebut memberikan respon yang cepat pada saat bertransaksi.

SY-4 Sistem online shopping tersebut menjamin keamanan pada saat bertransaksi.

SY-5 Sistem online shopping tersebut menjamin transaksi yang dilakukan akan bebas dari kesalahan.

Information quality IQ-1 Website online shopping tersebut memberikan konten informasi yang dibutuhkan.

IQ-2 Website online shopping tersebut memberikan informasi yang lengkap.

IQ-3 Website online shopping tersebut memberikan informasi yang rinci.

IQ-4 Website online shopping tersebut memberikan informasi yang akurat.

IQ-5 Website online shopping tersebut menyajikan informasi dalam format yang baik.

(12)

Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian (lanjutan)

Variabel Laten Kode Operasionalisasi

Service quality SR-1 Sistem online shopping tersebut menanggapi kebutuhan pengguna dengan cepat.

SR-2 Sistem online shopping tersebut memberikan layanan yang dapat diandalkan.

SR-3 Sistem online shopping tersebut memberikan layanan purna beli kepada pengguna.

SR-4 Sistem online shopping tersebut memberikan layanan professional layaknya toko konvesional/tradisional.

Product quality PQ-1 Sistem online shopping tersebut menyediakan produk berkualitas tinggi.

PQ-2 Sistem online shopping tersebut menyediakan produk yang bervariasi.

PQ-3 Sistem online shopping tersebut selalu dapat memenuhi pesanan pengguna.

Delivery service DS-1 Sistem online shopping tersebut mengirimkan produk yang tepat sesuai dengan pesanan.

DS-2 Sistem online shopping tersebut mengirimkan produk dalam keadaan baik.

DS-3 Sistem online shopping tersebut mengirimkan produk tepat waktu.

Price P-1 Harga produk yang ditawarkan sistem online shopping tersebut lebih murah dari perkiraan.

P-2 Harga produk yang ditawarkan sistem online shopping tersebut lebih murah dari harga di pasaran.

P-3 Secara umum, berbelanja melalui sistem online shopping tersebut tidak membutuhkan biaya besar.

Social influence SI-1 Orang yang berpengaruh terhadap perilaku saya berfikir bahwa saya harus menggunakan sistem online shopping.

SI-2 Orang yang penting bagi saya berfikir bahwa saya harus menggunakan sistem online shopping.

SI-3 Merasa menggunakan trend masa kini jika menggunakan sistem online shopping.

Facilitating condition FC-1 Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengakses internet adalah wajar.

FC-2 Kecepatan jaringan akses internet saat ini adalah wajar.

FC-3 Merasa mudah untuk menemukan lokasi untuk mengakses internet.

6. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama yaitu menyebarkan kuesioner kepada 35 responden dengan tujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas butir-butir pertanyaan.

Setelah alat ukur teruji valid dan reliabel maka barulah pengumpulan data utama dilakukan.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan berbagai cara namun tidak ada cara yang pasti dalam menentukan jumlah sampel penelitian. Semakin besar sampel maka semakin baik. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah biaya dan waktu penelitian yang tersedia. Sekaran (2003) menyatakan bahwa ukuran sampel sebaiknya 10 kali atau lebih dari jumlah variabel penelitian. Maka untuk penelitian ini dengan 15 jumlah variabel diperlukan 150 sampel. Menurut Hair et al. (1998) ukuran sampel yang minimum untuk menjamin penggunaan Maximum Likelihood Estimation yang lebih baik adalah 100. Cohen dalam Noviaristanti (2006) menyatakan bahwa ada dua iterasi dalam menentukan jumlah sampel, yaitu:

Iterasi Pertama: +3 dengan ln (1)

Iterasi Kedua: +3 dengan ln + (2)

Dimana: n: Jumlah minimum sampel

α: Kesalahan tipe I (menolak hipotesis yang harus diterima) β: Kesalahan tipe II (menerima hipotesis yang harus ditolak)

: Perkiraan korelasi terkecil.

(13)

Pada penelitian ini ditetapkan beberapa nilai, diantaranya α=0,05; β=0,95; =0,27; =1,96; dan

=1,645. Dari proses perhitungan didapat hasil akhir sampel minimum untuk kecukupan data penelitian ini adalah sebanyak 171 responden.

Kuesioner disebarkan pada pengguna sistem online shopping yang diambil dengan metode convenience sampling pada beberapa grup diskusi atau mailing list pengguna sistem online shopping milik perusahaan yang berlokasi di Indonesia. Demografi responden penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Kegiatan pengumpulan data akhir dilaksanakan pada pertengahan Juli selama kurang lebih 3 minggu. Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah 200 buah, sedangkan yang dapat diolah (tidak cacat) adalah sebesar 189 buah. Sesuai uji kecukupan data berdasarkan Sekaran (2003), Hair (1998), dan Cohen (Aristanti, 2006), sampel sejumlah 189 dianggap cukup memadai untuk 15 variabel penelitian.

Tabel 4. Demografi Responden Penelitian

No Pertanyaan Jumlah Total

1. Jenis Kelamin

a. Pria 127

b. Wanita 62 189

2. Usia

a. 17-26 tahun 32

189

b. 27-36 tahun 96

c. 37-46 tahun 41

d. 47-56 tahun 16

e. > 56 tahun 4

3. Masa menggunakan sistem online shopping

a. 1-3 tahun 114

b. 4-6 tahun 68 189

c. 7-9 tahun 5

d. > 9 tahun 2

4. Lokasi yang sering dipakai untuk mengakses internet

a. Kantor 107

189

b. Kampus 20

c. Warnet 34

d. Rumah 25

e. Café/Mall 3

5. Transaksi melalui sistem online shopping

a. Pernah 121

b. Tidak Pernah 68 189

Selanjutnya dilakukan pengolahan data yang mencakup kegiatan transformasi data, validasi model pengukuran variabel penelitian, dan validasi model penelitian. Model simultan penelitian ini setelah diuji dengan bantuan LISREL 8.51 tidak mengeluarkan hasil yang diharapkan walaupun telah melalui proses pengolahan data sesuai dengan studi literatur. Pada akhirnya model persamaan struktural dibagi menjadi tiga bagian, dengan pertimbangan sebagai berikut:

 Pembagian model didasari atas hipotesis yang akan di uji, yaitu mengetahui hubungan satu variabel dengan variabel lain (parsial), dengan sebisa mungkin tetap memasukkan beberapa variabel independen yang berfungsi sebagai prediktor dalam satu model untuk mengetahui hubungan simultan variabel-variabel terserbut terhadap variabel yang akan diprediksi.

 Setiap model yang dibangun diusahakan memuat sebanyak mungkin variabel dan mendekati pengujian keseluruhan variabel secara simultan.

6.1 Model Persamaan Struktural 1

Model persamaan struktural 1 menunjukkan pengaruh hubungan antara variabel independen

(14)

terhadap variabel dependen return intention dan purchase intention secara tidak langsung yang dimediasi oleh variabel performance expectancy. Model ini dibangun untuk menguji hipotesis H19, H20, H21, H13, H15, dan H17. Hipotesis H1, H2, H3, H4, H5, H6 dan H7yang ikut teruji dalam model persamaan struktural 1 ini belum dapat diintrepretasikan karena variabel-variabel yang diprediksi tidak hanya dipengaruhi oleh satu variabel prediktor performance expectancy.

Persamaan SEM untuk hubungan ini adalah:

PURCHASE = 0.16*ATTITUDE + 0.93*PERFORMA RETURN = 0.18*ATTITUDE + 0.78*PERFORMA ATTITUDE = 0.48*TRUST – 0.14*PERFORMA TRUST = 0.76*PERFORMA

PERFORMA = 0.40*SYSTEM + 0.32*INFORMAT + 0.16*SERVICE + 0.19*PRODUCT + 0.75*DELIVERY + 0.17*PRICE

Path diagram untuk model struktural 1 dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Path Diagram Model Struktural 1 6.2 Model Persamaan Struktural 2

Model persamaan struktural 2 menunjukkan pengaruh hubungan antara variabel system quality, information quality, service quality, dan self-efficacy terhadap variabel dependen return intention dan purchase intention secara tidak langsung yang dimediasi oleh variabel effort expectancy.

Model ini dibangun untuk menguji hipotesis H12, H14, H16, H13, dan H18. Hipotesis H1, H2, H3, H8, H9, H10 dan H11 yang ikut teruji dalam model persamaan struktural 2 ini belum dapat

(15)

diintrepretasikan karena variabel-variabel yang diprediksi tidak hanya dipengaruhi oleh satu variabel prediktor effort expectancy.

Persamaan SEM untuk hubungan ini adalah:

PURCHASE = 0.14*ATTITUDE + 0.95*EFFORT RETURN = 0.16*ATTITUDE + 0.77*EFFORT ATTITUDE = 0.44*TRUST – 0.093*EFFORT TRUST = 0.75*EFFORT

PERFORMA = 0.24*SELF + 0.36*SYSTEM + 0.38*INFORMAT + 0.19*SERVICE Path diagram untuk model struktural 2 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Path Diagram Model Struktural 2 6.3 Model Persamaan Struktural 3

Model persamaan struktural 3 menunjukkan pengaruh hubungan antara variabel independen performance expectancy, effort expectancy, social influence, dan facilitating condition terhadap variabel dependen return intention dan purchase intention baik secara langsung maupun tidak langsung. Model ini dibangun untuk menguji hipotesis H1, H2, H3, H4, H5, H6, H7, H8, H9, H10, H11, H22, H23, H24, H25, H26dan H27.

(16)

Persamaan SEM untuk hubungan ini adalah:

PURCHASE = 0.31*ATTITUDE + 0.19*PERFORMA + 0.19*EFFORT + 0.34*SOCIAL + 0.12*FACILITA

RETURN = 0.33*ATTITUDE + 0.15*PERFORMA + 0.14*EFFORT + 0.17*SOCIAL + 0.047*FACILITA

ATTITUDE = 0.46*TRUST 0.069*PERFORMA - 0.045*EFFORT + 0.024*SOCIAL + 0.023*FACILITA

TRUST = 0.19*PERFORMA + 0.23*EFFORT

Path diagram untuk model struktural 3 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 3. Path Diagram Model Struktural 3

7. Pembahasan

Dari hasil pengolahan model struktural terhadap variabel model UTAUT yang dipakai sebagai model dasar, diketahui performance expectancy, effort expectancy,dan social influence memiliki lebih dari 1,96. Dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi secara langsung return intention dan purchase intention. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Venkatesh et al. (2003). Semakin banyak manfaat yang diberikan oleh sistem online shopping, semakin tinggi tingkat kemudahan yang dirasakan pengguna dalam menggunakan sisem online shopping, semakin besar pengaruh sosial yang diterima pengguma untuk menggunakan sistem online shopping, maka akan semakin besar penerimaan pengguna terhadap sistem online shopping.

Variabel facilitating condition tidak memberikan pengaruh yang positif yang signifikan terhadap purchase intention dan return intention. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Venkatesh et al. (2003) dan Shih (2004) yang menyatakan bahwa seseorang menerima sebuah teknologi baru apabila didukung oleh kondisi yang memfasilitasi penggunaan sistem. Budaya yang berbeda antara Indonesia dengan negara lain dimana penggunaan internet untuk bertransaksi telah berkembang menjadi suatu kebutuhan dan kebiasaan menjadi pemicu ditolaknya H25dan H26. Sebagian besar

(17)

pengguna sistem online shopping di Indonesia berineraksi dengan sistem online shopping untuk mengisi waktu pada saat-saat senggang ketika berada di kantor atau kampus.

Attitude toward system use memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap purchase intention dan return intention. Hal ini mendukung penelitian Cho dan Agrusa (2006) dan Hausman dan Siekpe (2008). Jika dilihat dari nilai loading terbesar, diketahui sikap senang terhadap sistem online shopping merupakan indikator yang paling dominan. Sedangkan sikap nyaman saat menggunakan sistem online shopping menjadi indikator terkecil. Bagi perusahaan yang akan mengimplementasikan sistem online shopping hendaknya memperhatikan rancangan sistem agar tercipta suasana belanja yang menyenangkan, sedangkan untuk perusahaan yang sudah mengimplementasikan sistem online shopping harus memperhatikan aspek kenyamanan.

Performance expectancy dan effort expectancy tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap attitude toward system use. Hal ini mendukung penelitian Venkatesh et al.(2003) tetapi bertentangan dengan penelitian lain (Ahn et al, 2004; Vijayasarathy, 2004; Cho dan Agrusa, 2006). Jika dilihat dari jawaban responden, diketahui variasi jawaban pada masing-masing variabel tersebut cenderung tinggi. Sikap yang ditunjukkan pengguna terhadap sistem online shopping relatif heterogen sehingga menyebabkan error yang cukup tinggi. Demikian pula facilitating condition dan social influence tidak memiliki pengaruh terhadap attitude toward system use. Hal ini sejalan dengan penelitian Venkatesh et al. (2003). Pengaruh orang-orang disekitar pengguna tidak berpengaruh terhadap sikap pengguna terhadap sistem. Tidak signifikannya hubungan tersebut diduga karena sikap positif atau negatif yang ditunjukkan pengguna terhadap sistem akan timbul apabila pengguna mengevaluasi secara langsung sebuah sistem online shopping. Pengaruh sosial tidak berdampak terhadap sikap senang atau puas terhadap sistem, tetapi mungkin akan berdampak terhadap penerimaan sistem online shopping secara langsung.

Semakin tinggi kepercayaan pengguna terhadap sistem online shopping, maka akan semakin positif sikap pengguna terhadap sistem. Artinya secara tidak langsung kepercayaan (trust) berpengaruh secara tidak langsung terhadap penerimaan sistem online shopping. Perusahaan perlu memperhatikan pola interaksi yang akan terjadi dan aspek interface pada saat membangun sebuah sistem online shopping. Selain itu perusahaan perlu untuk lebih memperhatikan reputasi di masyarakat. Reputasi yang baik akan memberikan keyakinan kepada pengguna mengenai kemampuan dan integritas perusahaan.

Semakin tinggi tingkat keyakinan pengguna bahwa dengan menggunakan sistem akan memberikan keuntungan kinerja, semakin terampil dan mahir seorang pengguna dalam menggunakan sistem, maka akan semakin tinggi kenaikan tingkat kepercayaan pengguna terhadap sistem online shopping. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Koufaris (2002). Dengan demikian perusahaan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas berbelanja dengan menyediakan produk-produk yang berkualitas sehingga pengguna akan cenderung percaya dan bergantung pada sistem online shopping. Perusahaan juga perlu menciptakan suatu sistem yang mudah dipelajari, misalnya dengan pengembangan sistem mengikuti sistem yang sudah dikenal luas sebelumnya.

Variabel self-efficacy berpengaruh terhadap effort expectancy. Hal tersebut mendukung penelitian Chan dan Lu (2004). Tingkat self-efficacy yang tinggi dapat dicapai apabila pengguna telah terbiasa menggunakan sistem online shopping. Oleh sebab itu sosialisasi mengenai penggunaan sistem online shopping perlu ditingkatkan.

Variabel system quality, information quality, dan service quality yang termasuk dalam konteks teknologi berpengaruh secara langung terhadap performance expectancy dan effort expectancy. Hal tersebut mendukung penelitian Chan dan Lu (2004), Ahn et al. (2004, 2007), dan Shih (2004) yang menggunakan TAM sebagai model dasar. Semakin baik kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan, maka secara tidak langsung penerimaan pengguna terhadap sistem online

(18)

Ahn et al. (2004) dan Cho dan Agrusa (2006) menyatakan kemampuan sistem online shopping menyediakan barang yang berkualitas akan meningkatkan keyakinan pengguna bahwa sistem tersebut berguna. Sejalan dengan penelitian tersebut yang menggunakan TAM sebagai model dasar, pada penelitian ini dapat disimpulkan pengguna akan bertransaksi dan mengunjungi kembali sistem online shopping jika kualitas produk sesuai dengan ekspektasi pengguna. Semakin rendah harga juga akan meningkatkan kesadaran pengguna akan keuntungan kinerja yang diperoleh dari penggunaan sistem. Hal ini sejalan dengan penelitian Chu dan Lu (2007).

Hasil pengujian hipotesis 20 menunjukkan hasil yang dapat dikatakan tidak ideal seperti yang diharapkan. Penolakan hipotesis bertentangan dengan penelitian Ahn et al. (2004). Hal ini menunjukkan ternyata delivery service secara signifikan tidak memiliki dampak yang berarti terhadap performance expectancy. Dengan demikian secara logis dapat diketahui bahwa proses penerimaan sistem online shopping saat ini belum diimbangi dengan layanan antar yang baik.

8. Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology) oleh Venkatesh et al. (2003). Model dasar UTAUT hanya fokus pada konteks individu dan implementasi. Berdasarkan pengembangan model UTAUT dan pengujian hipotesis pada penelitian ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa penerimaan pengguna terhadap sistem online shopping dipengaruhi oleh faktor-faktor dari konteks individu, teknologi, pemasaran, dan implementasi. Faktor-faktor dari konteks individu yang mempengaruhi penerimaan sistem online shopping adalah attitude toward system use, performance expectancy, effort expectancy, dan self-efficacy. Faktor-faktor dari konteks teknologi yang mempengaruhi penerimaan sistem online shopping adalah system quality, information quality, dan service quality.

Faktor-faktor dari konteks pemasaran yang mempengaruhi penerimaan sistem online shopping adalah product quality dan price. Faktor dari konteks implementasi yang mempengaruhi penerimaan sistem online shopping adalah social influence.

Faktor delivery service yang berkaitan dengan koteks pemasaran dan faktor facilitating condition yang berkaitan dengan konteks implementasi tidak signifikan mempengaruhi minat pengguna untuk menggunakan sistem online shopping. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh:

 Sebagian besar pengguna sistem online shopping di Indonesia diduga berinteraksi dengan sistem online shopping untuk mengisi waktu pada saat-saat senggang ketika berada di kantor atau kampus. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih suka berbelanja secara langsung (offline) karena sekaligus rekreasi. Berbeda dengan negara maju, berbelanja melalui internet telah berkembang menjadi suatu kebutuhan dan kebiasaan, sehingga faktor delivery service dan facilitating condition berpengaruh secara signifikan baik secara langsung atau tidak langsung terhadap behavioral intention melalui perceived usefulness.

 Jumlah sampel dalam penelitian ini telah memenuhi nilai minimum menurut Hair et al. (1998), Sekaran (2003), dan Cohen (Aristanti, 2006), namun demikian pengolahan data dengan model SEM keseluruhan ternyata tidak dapat dilakukan. Lebih lanjut Hair et al. (1998) menyatakan data yang dibutuhkan untuk analisis multivariat disarankan lima kali jumlah parameter, yang berarti dalam penelitian ini membutuhkan 840 sampel. Namun untuk mengolah data sebanyak 840 tidak dapat menggunakan Maximum Likelyhood Estimation seperti yang digunakan pada penelitian ini. Pengujian kembali model SEM dalam penelitian ini dengan menggunakan 840 sampel dan metode estimasi yang lain dapat menghasilkan kesimpulan analisis yang berbeda.

 Variabel delivery service dan facilitating condition mungkin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention (dalam penelitian ini return intention dan purchase intention) melalui variabel lain yang tidak teridentifikasi dalam penelitian ini.

Mengacu pada kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka dapat dipertimbangkan saran-saran sebagai berikut:

(19)

 Pengambilan sampel yang lebih banyak dengan menggunakan metode estimasi lain dapat dilakukan untuk menguji model SEM secara keseluruhan, dan agar tingkat kesesuaian model menjadi lebih baik.

 Pengembangan model penelitian menjadi model penelitian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor lain yang diduga menjadi intervening antara delivery service dan facilitating condition terhadap purchase intention dan return intention.

 Penelitian dilakukan dengan pendekatan longitudinal study, tidak hanya dilakukan pada satu saat tertentu saja. Dengan demikian peneliti dapat melihat perubahan perilaku seseorang sehingga hasilnya lebih konsisten.

 Bagi perusahaan yang sudah atau belum menjadi vendor sistem online shopping diharapkan agar dapat merancang sistem sedemikian sehingga penggunaan sistem online shopping dapat menjadi trend di masyarakat. Perusahaan juga perlu meningkatkan kepercayaan pengguna tentang sistem online shopping sebagai tempat yang aman, terpercaya, memberikan kemudahan, memberikan manfaat, memberikan layanan yang dapat diandalkan, dan memberikan produk yang berkualitas, sehingga sistem online shopping dapat bertahan dan terus memberikan keuntungan bagi perusahaan.

9. Daftar Pustaka

Ahn, T., Ryu, S., dan Han, I. (2004), “The Impact of the Online and Offline Features on the User Acceptance of Internet Shopping Mall”, Electronic Research and Application, Elsevier, Vol. 3, pp.

405-420.

Ahn, T., Ryu, S., dan Han, I. (2007), “The Impact of Web Quality and Playfulness on User Acceptance of Online Retailing”, Information and Management, Elsevier, Vol. 44, pp. 263-275.

Chan, S., dan Lu, M. (2004), “Understanding Internet Banking Adoption and Use Behavior: A Hong Kong Perspective”, Journal of Global Information Management, Vol. 12(3), pp. 2-43.

Chau, P. Y. K. dan Hu, P. J. (2002), “Examining a Model of Information Technology Acceptance by Individual Professionals: An Exploratory Study”, Journal of Management Information System, Vol. 18(4), pp. 191-229.

Cho, Y. C. dan Agrusa, J. (2006), “Assessing Use Acceptance and Satisfaction Toward Online Travel Agencies”, Information Technology dan Tourism, Vol. 8, pp. 179-195.

Chu, C. dan Lu, H. (2007), “Factors Influencing Online Music Purchase Intention in Taiwan”, Emerald Internet Research, Vol. 17(2), pp. 139-155.

Gefen, D., Karahana, E., dan Straub, D. W. (2003), “Trust and TAM in Online Shopping: An Integrated Model”, MIS Quarterly, Vol. March, pp. 55-90.

Handfield, R. B. dan Nichols E. (1999). “Transforming Supply Chain into Integrated Value System”, Financial Time Press.

Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., dan Black W. C. (1998), “Multivariate Data Analysis”, Fifth Edition, Englewood-Cliffs, Prentice-Hall International, New Jersey.

Hausman, A. V. dan Siekpe, J. S. (2008), “The Effect of Web Interface Features on Consumer Online Purchase Intention”, Journal of Business Research, Elsevier.

Kaufaris, M. (2002), “Customer Trust Online: Examining the Role of Experience with the

(20)

Noviaristanti, Siska (2006), “Model Penerimaan Sistem ERP (System Acceptance) Pada fase Post Project”, Tesis Magister, Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Institut Teknologi Bandung.

Pennington, R., Wilcox, D., dan Grover, V. (2003), “The Role of System Trust in Business to Consumer Transaction”, Journal of Management Information System, Vol. 20(3), pp. 197-226.

Pujani, V. dan Xu, J. (2005), “E-commerce in Indonesian SMEs: Toward a Research Model of Website Success”, IEEE, Vol. 5, pp. 762-767.

Sekaran, Uma (2003), “Research Method for Business”, 4thEdition, John Wiley & Son Inc, New York.

Shih, Hunh-Pin (2004), “An Empirical Study on Predicting User Acceptance of Shopping on the Web”, Journal of Information and Management, Vol. 41, pp. 351-368.

Song, J. H. dan Zinkhan, G. M. (2003), “A New Perspective to Analyze User Technology Acceptance”, Working Paper, Syracuse University.

Venkatesh, V., Morris, M. G., Davis, G. B., dan Davis, F. D. (2003), “User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View”, MIS Quarterly, Vol. 27(3), pp. 425-478.

Vijayasarathy, L. (2004), “Predicting Consumer Intention to Use On-Line Shopping: The Case for an Augmented Technology Acceptance Model”, Information & Management, Elsevier, Vol. 44, pp.

747-862.

Gambar

Tabel 1. Teori-teori Dasar Penerimaan Teknologi Informasi dan Variabel Latennya
Tabel 2. Penelitian-penelitian Penerimaan Sistem Online Shopping
Gambar 1. Model Penelitian Sistem Online Shopping berdasarkan UTAUT 3.1 Penerimaan Pengguna Sistem Online Shopping
Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

tujuan maetri tertentu yang akan dibelajarkan pada siswa, (2) memikirkan lebih mendalam tentang tujuan pembelajaran untuk masa depan siswa, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik

Saya bisa berinteraksi melalui forum online TPI untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan 20.. Saya merasa aman melakukan

Pengaruh Pakan Buatan dan Pengendalian Awal Pakan Alami dengan Diazinon terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), yang

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keterhubungan jumlah plankton didalam saruran penceraan terhadap akumulasi logam berat Timbal (Pb) di dalam organ daging,

data Memuat data secara otomatis Menampilkan data pengajuan berdasarkan identitas user dengan status terakhir Data pengajuan berhasil ditampilkan berdasarkan

Melalui rancangan arsitektur dan desain interior di Taman Ujung, Raja Karangasem ingin menunjukkan kepada dunia Barat, bahwa orang Bali yang masih dijajah oleh

Faktor-faktor tersebut di atas menguatkan bahwa kenampakan diapir pada rekaman seismik pantul dangkal adalah mud diapir atau diapir lumpur seperti halnya

Pemanfaatan tanaman obat dengan khasiat antiinflamasi perlu dilakukan untuk menemukan alternatif pengobatan dengan efek samping yang relatif lebih kecil, seperti ramuan