• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Guru Pendidikan Agama Islam a. Pengertian guru PAI

Sebelum menjelaskan pengertian mengenai guru PAI secara khusus, terlebih dahulu penulis uraikan siapa yang dimaksud dengan guru secara umum.Dalam Peraturan Pemerintah R.I nomor 74 tahun 2008 tentang guru, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.1 Guru merupakan orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membentuk anak didik mencapai kedewasaan masing-masing.2

Di dalam literatur pendidikan agama Islam, seorang guru pendidikan agama Islam disebut sebagai ustadz, muallim, murraby, mursyid, mudarris, dan muaddib. Kata “ustadz” biasanya digunakan untuk

memanggil seorang profesor, ini mengandung makna bahwa seorang guru PAI adalah orang yang dituntut untuk selalu berkomitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik dan

1 Peraturan Pemerintah R.I nomor 74 tahun 2008, Tentang Guru, (Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2009), hlm. 1

2 Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, (Ar-Ruzz Media Group, 2009), hlm. 142

(2)

22

pengajar ilmu-ilmu keislaman.3 Profesional bagi seorang guru dimasa kini juga perlu di iringi dengan usaha untuk memperbaiki dan memperbarui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman.

Kata “muallim” berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu. Dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliyah. Ini mengandung makna bahwa seorang guru pendidikan agama Islam adalah orang yang dituntut untuk mampu memperjelas hakekat ilmu pengetahuan yang diajarkannya serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkanya.4

Kata “Muraby” berasal dari kata “rabb” yang berarti menciptakan, memelihara dan mangatur.5Kata ini mengandung makan bahwa guru pendidikan agam Islam adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta diidk agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya.6

Kata “Mursyid” berasal dari kata “arsayada-yursyidu-irsyadan-wa mursyadan-fahuwa mursyidun” yang berarti mencapai kedewasaan. Dalam konteks pendidikan mengandung makna bahwa guru pendidikan agama

3Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustakan Pelajar, 2004), hlm. 209.

4Ibid., 210.

5Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm 2.

6Muhaimin, Op.Cit., 211.

(3)

23

Islam adalah orang yang dijadikan model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahwa konsultan bagi peserta didiknya.7

Kata “Mudarris” berasal dari kata “darrosa-yudarrisu-darsan wa durusan wa dirasatan”, yang berarti terhapus, hilang bekasnya,

menghapus, menjadi usang, melatih, dan mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau membrantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuanya.

Kata “Muaddib” berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan. Guru dalam konteks ini adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.8

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, bahwa guru pendidikan agama Islam merupakan guru agama disamping melaksanakan tugas pengajaran yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian dan pembinaan akhlak, juga menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik.9

7E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 37.

8Muhaimin, Op. Cit, hlm. 213.

9Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhana, 1995), hlm. 99.

(4)

24

Dari beberapa literatur di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya guru pendidikan agama Islam adalah orang yang secara sadar melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam serta bertanggung jawab atas ilmu yang telah diamalkannya baik pada peserta didiknya, pada masyarakat, pada diri sendiri serta pada Allah swr kelak.

b. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam

Guru memiliki persyaratan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 8. Pasal ini menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

1. Persyaratan Kualifikasi Akademik.

Mencermati pasal 9 undang undang ini tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1) atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP atau guru pada jenjang pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, Persyratan ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.

(5)

25 2. Persyaratan Kompetensi.

Kompetensi yang wajib dimiliki guru disebutkan dalam pasal 10 yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

3. Persyaratan Sertifikat Pendidik.

Pada tuhun 70-an, pengangkatan menjadi guru rujukan utamanya adalah ijazah keguruan. Awal tahun 80-an Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) membuka program baru, yaitu program diploma (D1, D2, D3) dan program strata satu (S1). Lulusan program ini selain ijzah juga mendapat sertifikat akta. Persyaratan untuk menjadi guru berubah, selain ijazah akta mengajar merupakan rujukan pokok lulusan perguruan tinggi non guru yang ingin menjadi guru harus memiliki akta mengajar, baru bisa diangkat menjadi guru.

Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005.

Program akta yang selama ini telah berjalan, berganti nama menjadi program sertifikasi. Program ini akan memberikan sertifikat pendidik kepada calon guru dan guru yang lulus uji kompetensi.

4. Persyaratan Kesehatan

Persyaratan ini meliputi kesehatan jasmani dan rohani. Guru harus sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama penyakit menular. Hal ini penting karena pekerjaan guru sehari hari berinteraksi dengan peserta didik. Selain tidak berpenyakit, guru juga tidak cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan

(6)

26

tugas. Termasuk ke dalam persyaratan kesehatan jasmani adalah buta warna. Guru seharusnya tidak buta warna. Guru juga harus sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit jiwanya (psychose). Tugas guru tidak mungkin dilaksanakan oleh orang orang yang mengidap neurose dan psychose.

5. Persyaratan Kemampuan Untuk Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.

Persyaratan ini lebih mengarah pada tugas guru sebagai pengajar. Guru harus mampu mengutarakan peserta didiknya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang pada herarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti tercapainya tujuan kurikuler. Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna tercapainya tujuan pendidikan nasional.10

c. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Banyak peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Berikut adalah berbagai peran yang diharapkan dari seorang guru.

10Uandang-Undang nomor 14 tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: BP. Media Pustaka mandiri, 2006), hlm. 46-48

(7)

27 1. Korektor

Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul- betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat.

2. Inspirator

Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberi petunjuk bagaimana cara belajar yang baik.

3. Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.

4. Organisator

Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan, kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.

5. Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru

(8)

28

dapat menganalisi motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah.

6. Inisiator

Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

7. Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak.

8. Pembimbing

Peran ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.

9. Demonstrator

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami, maka guru harus berusaha membantunya dengan cara memperagakan apa yang diajarkan.

10. Pengelola kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif.

11. Mediator

(9)

29

Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukuptentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil.

12. Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus dikuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.

13. Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik.11

d. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Sebagai guru agama maka ia diberikan kewenangan dalam menjalanakan tugasnya. Tugas guru agama sebenarnya sama saja dengan guru umum hanya dalam aspek-aspek tertentu ada perbedaan terutama yang erat kaitanya dengan misinya sebagai guru pada umumnya.

Diantara tugas-tugas agama adalah:

1. Sebagai pembimbing, guru agama harus membawa peserta didik ke arah kedewasaan berpikir yang kreatif dan inovatif.

2. Sebagai penghubung, antara sekolah dan masyarakat, setelah peserta didik tamat belajar di suatu sekolah, guru agama harus membantu agar

11Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2000), hlm. 43

(10)

30

alumninya mampu mengabdikan dirinya dalam lingkungan masyarakat.

3. Sebagai penegak disiplin, guru agama harus menjadi contoh dalam melaksanakan peraturanyang sudah ditetapkan oleh sekolah.

4. Sebagai administator seorang guru agama harus pula mengerti dan melaksanakan urusan tata usaha terutama yang berhubungan dengan administrasi pendidikan.

5. Sebagai suatu profesi, seorang guru agama harus bekerja profesional dan menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai amanah dari Allah swt.

6. Sebagai perencana kurikulum, maka guru agama harus berpartisipasi aktif dalam setiap penyusunan kurikulum, karena ia yang lebih tahu kebutuhan peserta didik dan masyarakat tentang maslaha keagamaan.

7. Sebagai pekerja yang memimpin, (guidance worker) guru agama harus berusaha membimbing peserta didik dalam pengalaman belajar.

8. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru agama bertugas membimbing dalam mendapatkan pengelaman belajar, memonitor kemajuan belajar, membantu kesulitan belajar (melancarkan pembelajaran).

9. Sebagai motivator, guru agama harus dapat memberikan dorongan dan niat yang ikhlas karena Allah swt dalam belajar.

11. Sebagai organisator, guru agama harus dapat mengorganisir kegiatan belajar peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.

(11)

31

12. Sebagai manusia sumber, maka guru agama harus menjadi sumber nilai keagamaan, dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik terutama dalam aspek keagamaan.

13. Sebagai manager, guru agama harus berpartisipasi dalam managemen pendidikan di sekolahnya baik yang bersifat kurikulum maupun di luar kuirikulum.12

e. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Undang-undang Guru Dosen nomor 14/2005 Pasal 10 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah nomor 19/2005 Pasal 28 ayat 3, guru wajib memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substansi, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian

12Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Op. Cit., 55

(12)

32

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Guru merupakan makhluk sosial. Kehidupan kesehariannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bersosial, baik di sekolah ataupun di masyarakat. Maka dari itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial yang memadai.

4. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.13

f. Kode Etik Guru

Sistem pendidikan di setiap negara adalah sama, termasuk di negera Republik Indonesia. Pendidikan tidak hanya dituntut untuk

13E. Mulyasa, Menjadi Guru profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4

(13)

33

menguasai ilmu, tetapi juga memiliki landasan moral dalam melaksanakan tugas pengabdian sebagai guru baik dalam maupun luar sekolah, serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan mewujudkan seorang pendidik teladan yang harus mematuhi etika- etika kependidikan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah RI menetapkan kode etik guru sebagai berikut:

a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

(14)

34

i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.14

Penerapan kode etik guru Indonesia, diharapkan dapat memajukan pendidikan Nasional sebab kode etik guru ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dari para anggota profesi guru. Maka dari itu guru dalam menjalankan profesi, baiknya memiliki jiwa profesionalisme yaitu seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada agar dapat mewujudkan kinerja profesionalisme secara tepat dan efektif.15

B. Pengendalian Diri

a. Pengertian Pengendalian Diri

Pengendalian diri (Self Control) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dari lingkungannya.

Setelah itu, juga kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola faktor- faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan megubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Calhoun dan Acocella sebagimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri (self control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan

14 Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm.

95.

15Ibid., 184

(15)

35

Merbaum sebagaimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Pengendalian diri juga mengambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Menurut Mahoney dan Thoresen dalam Robert sebagaimana dikutip oleh M. Nur Ghufron mendefinisikan pengendalian diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan pengendalian diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka.16

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengendalian diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan- pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk

16M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 21

(16)

36

bertindak. Semakin tinggi pengendalian diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.17

b. Jenis dan Aspek Pengendalian Diri

1. Pengendalian Perilaku (Behavior Control)

Pengendalian perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaaan yang tidak meyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjdai dua komponen, yaiut mengatur pelaksanaan (regulated adminiatration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilau dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

2. Pengendalian Kognitif (Cognitive Control)

Pengendalian kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh

17Ibid., hlm. 25

(17)

37

informasi (information gain) dan melakuklan penilaian (appraisal).

Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenagkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

3. Mengendalikan Keputusan (Decesional Control)

Mengendalikan keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilik hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Pengendalian diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Berdasarkan uraian diatas dan penjelasan diatas, maka untuk mengukur pengendalian diri biasanya digunakan aspek-aspek seperti di bawah ini:

1. Kemampuan mengendalikan perilaku.

2. Kemampuan mengendalikan stimulus.

3. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian.

4. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.

5. Kemampuan mengambil keputusan.18

c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Diri

Sebagaimana faktor psikologis lainya, pengendalian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor

18Ibid., hlm. 29

(18)

38

yang memengaruhi pengendaliandiri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu).

1. Faktor Internal

Faktor internal yang diikuti andil terhadap pengendalian diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengendalikan diri seseorang itu.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengendalikan diri seseorang.19

C. Peserta Didik

1. Pengertian Peserta Didik

Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah peserta didik. Dalam dunia pendidikan peserta didik merupakan subyek pendidikan dan obyek pendidikan. Oleh karena itu, aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa adanya peserta didik didalamnya. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang perlu dikembangkan. Disini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun pertimbangan pada bagian-

19Ibid., hlm. 32

(19)

39

bagian lainya. Dari segi rohaniyah peserta didik memiliki bakat, kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.20

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.21Menurut perspektif pedagogis, peserta didik adalah sejenis makhluk yang menghajatkan pendidikan. Hal ini, peserta didik disebut “homo educandum”. Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada peserta didik. Peserta didik sebagai manusia yang berpotensi perlu dibina dan dibimbing dengan perantaraan guru. Potensi peserta didik yang bersifat laten perlu diaktualisasikan agar peserta didik tidak lagi dikatakan sebagai “animal educable”, sejenis bintanag yang memungkinkan untuk dididik, tetapi ia harus dianggap sebagai manusia secara mutlak, sebab anak didik memang manusia.

Menurut uraian tersebut dapat dipahami bahwa peserta didik adalah seseorang yang memerlukan bimbingan dan pengarahan dari seseorang atau sekelompok orang dalam jenjang, jalur dan jenis pendidikan untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Dimana dalam diri seorang peserta didik ada potensi yang belum mampu untuk mengembangkan sendiri dan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengembangkannya, sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan dalam

20Al-Rasyidin, H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 47

21Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003,Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Media Pustaka Mandiri, 2006), hlm. 113

(20)

40

diri untuk menjalani hidup. Selain potensi yang dikembangkan peserta didik juga harus mencari nilai-nilai hidup untuk bertahan mengahdapi kehidupan.

Peserta didik dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari orang yang membimbing dalam pendidikan atau yang sering disebut pendidik. Hal ini disebabkan karena menurut ajaran Islam tatkala anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan memiliki fitrah yang harus dikembangkan, sedangkan alam sekitar akan memberikan corak terhadap nilai hidup atas pendidikan agama yang diterima oleh peserta didik.22

2. Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.23

a. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi khas yang dimilikinya ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal.

b. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya, peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya

22Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Press, 2009), hlm. 102

23Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 25

(21)

41

secara wajar, baik yang ditunjukkan kepada dirinya sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.

c. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembanganya.

d. Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembanganya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Disamping itu, dalam diri peserta didik juga terdapat kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain.24

Samsul Nizwar mendiskripsikan karakteristik peserta didik, sebagai berikut:

a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi memiliki dunianya sendiri.

b. Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.

c. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

d. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani.

24Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm 40

(22)

42

e. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.25

3. Perkembangan Peserta Didik

Dalam tahap perkembangannya, peserta didik usia SMP berada pada periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan tersebut yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

a. Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Piaget anak-anak SMP, yaitu usia 11-15 tahun berada pada periode formal operasional. Pada tahap ini operasi mental pada anak tidak lagi terjadi pada objek konkret, tetapi juga dapat diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika. Yaitu, yang tidak hanya menjangkau kenyataan, tetapi juga kemungkinan serta tidak hanya menjangkau masa kini, tetapi juga masa depan.

Dengan demikian, pada tahap ini peserta didik sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotesis sehingga mereka mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi yang merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Peserta didik pada tahap formal operasional dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga mampu berfikir secara sistematik, mampu

25Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cetakan VII, hlm. 77- 78

(23)

43

berfikir bukan hanya dalam apa yang terjadi, melainkan berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi. Mereka memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.

b. Perkembangan Aspek Afektif

Keberhasilan proses pendidikan juga ditentukan oleh keberhasilan dalam perkembangan aspek afektif peserta didik. Bloom memberikan definisi tentang aspek afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang berimplikasi pada peserta didik di SMP sebagai berikut:

1. Sadar akan situasi, fenomena di masyarakat dan objek disekitarnya.

2. Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada dilingkungan mereka.

3. Mampu menilai.

4. Sudah mulai bisa mengorganisasi nilai-nilai dalam suatu sistem dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada.

5. Sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut.

c. Perkembangan Aspek Psikomotorik

Perkembangan aspek psikomotorik ini juga merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui oleh guru. Perkembangan aspek-aspek psikomotorik peserta didik SMP melalui tahap-tahap berikut ini:

1. Tahap Kognitif

(24)

44

Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Mereka harus berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan suatu gerakan.

Pada tahap ini peserta didik sering membuat kesalahan yang kadang-kadang membuat mereka merasa frustasi.

2. Tahap Asosiatif

Pada tahap ini peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakan yang akan dilakukannya. Mereka mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenalnya.

Tahap ini merupakan tahap pertengahan dalam perkembangan aspek psikomotorik peserta didik.

3. Tahap Otonomi

Pada tahap ini peserta didik telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun mereka tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi disebabkan peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan

(25)

45

mereka telah dilakukan secara spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakuknnya tidak harus dipikirkannya terlebih dahulu.26

26Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 158-161

Referensi

Dokumen terkait

Dengan model sistem dinamik diharapkan dapat menentukan preskripsi pengaturan hasil pada hutan tidak seumur yang optimal dipandang dari aspek kelestarian produksi, dan aspek

Pemerintah Kabupaten Badung menyetujui rencana tersebut dan mengeluarkan Rekomendasi Nomor 603 Tahun 2006 yang isinya menyerahkan pengelolaan kepariwisataan di Pantai

Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan... Ciri-ciri ini

Pendekatan fungsi merupakan pendekatan studi pemasaran dari aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem pemasaran yang akan

Jawa Barat Tahun 2014, This PDF book provide nama pemenang osn kabubaten asahan thn 2014 information.. To download free bab iv-lkpj ata 2012.pdf pemerintah provinsi jawa barat you

Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif

Studi Komparasi Efektifitas Metode Sarrus, Ekspansi Kofaktor, dan Reduksi Baris dalam Pencarian Nilai Determinan Matriks Berordo 3X3 (Studi Eksperimen pada

Penelitian yang akan dilakukan adalah terfokus pada implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik