• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan Pengertian Sistem Informasi Akuntansi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Romney dan Seinbart (2006, p.6) ”Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data untuk menghasilkan informasi bagi pengambil keputusan.”

Menurut Horngren, Harrison dan Bamber (2002, p.227) ”Sistem Informasi Akuntansi adalah kombinasi dari orang, catatan-catatan, dan prosedur yang dipergunakan oleh perusahaan untuk menyediakan data keuangan.”

Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p.1) ”Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah kumpulan dari sumber daya- sumber daya, seperti orang dan peralatan, yang dirancang untuk mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini dikomunikasikan kepada beragam pengambil keputusan. Sistem Informasi Akuntansi menampilkan perubahan ini apakah secara manual atau terkomputerisasi.”

2.1.2 Pengertian Penggajian dan Pengupahan

Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.552) “Dalam akuntansi, istilah gaji diartikan sebagai jumlah tertentu yang dibayarkan kepada karyawan untuk jasa yang diberikan selama periode tertentu.”

(2)

Menurut Horngren, Harrison dan Bamber (2002, p.430) “Gaji merupakan pendapatan yang jumlahnya dihitung per tahun, per bulan, atau per minggu, sedangkan upah merupakan pendapatan yang dihitung berdasarkan tarif per jam.

Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.552) “Gaji merupakan hal yang penting karena :

1. Para karyawan sangat sensitif terhadap kesalahan atau ketidakwajaran dalam gaji.

2. Untuk menjaga moral karyawan dengan cara membayar gaji tepat waktu dan dengan jumlah yang akurat.

3. Merupakan hal yang diatur dengan berbagai peraturan pemerintah federal atau negara bagian.

4. Mempunyai efek yang signifikan terhadap besar laba bersih pada sebagian besar usaha.”

2.1.3 Dokumen yang Digunakan

Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.558) “Dokumen yang digunakan dalam proses penggajian dan pengupahan adalah:

ƒ Time card atau job-time ticket.

ƒ Payroll register.

ƒ Employee paychecks.

ƒ Disbursement voucher.

ƒ Payroll transfer check.

(3)

2.1.4 Fungsi yang Terkait

Menurut Boockholdt (1999, p.677) “Fungsi atau bagian yang terkait dalam proses penggajian dan pengupahan adalah bagian kepegawaian, bagian penggajian, bagian keuangan dan bagian akuntansi.”

2.1.5 Unsur Pengendalian Internal

Menurut Boockholdt (1999, p.400) “Lima komponen pengendalian internal perusahaan adalah control environment, risk assessment, control activities, information and communication, dan monitoring.”

2.2 Pajak Penghasilan Pasal 21

2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Muhammad Rusjdi (2006, p.2) “Pajak Penghasilan adalah : 1. Pajak sebagai Pajak Subjektif

Pajak Penghasilan (PPh) tergolong sebagai Pajak Subjektif yaitu pajak yang mempertimbangkan keadaan pribadi Wajib Pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak.

2. PPh sebagai Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang yang harus menanggung dan membayarnya.

3. PPh sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara

Menurut Undang-Undang 1945 pasal 23A ditentukan bahwa : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.”

(4)

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 1 yang disadur oleh Aritonang (2002, p.48) “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.”

2.2.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat 1 yang disadur oleh Aritonang (2002, p.83) “Pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :

1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.

4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

(5)

5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.”

2.2.3 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Muhammad Rusjdi (2006, p.9) ”Yang menjadi subjek pajak adalah :

1. 1). Orang pribadi.

2). Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Badan.

3. Bentuk Usaha Tetap.”

2.2.4 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1 yang disadur oleh Aritonang (2002, p.53) dan Muhammad Rusjdi (2006, p.29) ”Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

(6)

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan dalam Undang-Undang ini.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 4.1 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

4.2 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengaliha harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

4.3 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4.4 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penugasan antara pihak- pihak yang bersangkutan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

(7)

6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.”

2.2.5 Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Diperbolehkan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat 3 yang disadur oleh Aritonang (2002, p.64) ”Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.”

(8)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 yang disadur oleh Muhammad Rusjdi (2006, p.172) ”Pemerintah melakukan penyesuaian besarnya PTKP yang diberlakukan sejak tahun pajak 2006 menjadi sebagai berikut :

1. Rp.13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.

2. Rp.1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

3. Rp.13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

4. Rp.1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)orang untuk setiap keluarga.”

2.2.6 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat 4 yang disadur oleh Muhammad Rusjdi (2006, p.9) ”Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian, mingguan dan pegawai tidak tetap yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2006 adalah sebesar Rp.110.000 (seratus sepuluh ribu rupiah) sehari, tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan. Tetapi apabila jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai

(9)

harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya melebihi Rp.1.100.000 (satu juta rupiah) per bulan maka dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 5 %.”

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 1a yang disadur oleh Aritonang (2002, p.79) dan Muhammad Rusjdi (2006, p.303) ”Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima

juta rupiah) 5 % (lima persen)

Di atas Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta

rupiah) s.d Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

10 % (sepuluh persen) Di atas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15 % (lima belas persen) Di atas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d

Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

25 % (dua puluh lima persen) Di atas Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 35 % (tiga puluh

lima persen) Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

2.3 Metode Analisis dan Desain Berorientasi Objek 2.3.1 Paradigma Orientasi Objek

Menurut Lars Mathiassen et al. (2000, p.8) ”Pertama kali metode analisis ada, tidak berdasarkan orientasi objek tetapi berdasarkan orientasi fungsi. Pada analisis terstruktur lebih difokuskan pada kebutuhan, menganalisa tugas dari tiap personil dan bagaimana sistem harus bekerja dan memproses data.”

(10)

Menurut Marakas (2006, p.6) “Kemudian metode analisis berorientasi fungsi dilengkapi dengan metode berorientasi data yang terinspirasi dari database. Hasilnya disajikan dengan entity relationship diagram. Fokusnya pada objek dan state. Selanjutnya muncullah versi terbaru dari analisis terstruktur yang disebut dengan analisis terstruktur modern dimana mengkombinasikan orientasi fungsi dan data.”

Menurut Yeates (2004, p.201) “Analisis berorientasi objek tidaklah terlalu berbeda dari analisis terstruktur modern. Perbedaannya secara umum hanya pada penyajiannya. Pada analisis berorientasi objek, state dan behavioral pattern objek digambarkan secara berkaitan sedangkan pada analisis terstruktur modern, hal yang berkaitan digambarkan dengan beberapa model yang berbeda.”

Menurut Marakas (2006, p.408) “Pada analisis berorientasi objek, objek dan class digunakan sebagai konsep kunci dan dibangun diatas empat prinsip umum untuk analisa dan perancangan, yaitu model keadaan sistem, menegaskan pertimbangan secara arsitektur, menggunakan kembali pola yang menggambarkan ide perancangan yang telah dibangun dan menggabungkan metode pada setiap perkembangan keadaan. Prinsip- prinsip tersebut merupakan dasar untuk analisa dan perancangan berorientasi objek dan mempererat hubungannya.”

Menurut Valacich (2004, p.405) “Dalam analisa objek mengidentifikasi gambaran bagaimana pengguna membedakan dengan objek lainnya dalam konteks sedangkan perancangan objek mengidentifikasikan bagaimana objek lainnya dalam sistem dapat

(11)

dikenalikan kemudian memperoleh keuntungan darinya. Analisa dan perancangan objek menjelaskan dua permasalahan yang berbeda. Analisa objek menggambarkan fenomena diluar sistem seperti manusia dan benda simana secara tipikal bebas sedangkan perancangan objek menggambarkan fenomena didalam sistem yang dapat dikendalikan.”

Menurut Lars Mathiassen et al. (2000, p.5) “Keuntungan orientasi objek adalah :

ƒ Objek, state dan behavior merupakan konsep umum dan sesuai untuk menggambarkan fenomena yang diekspresikan dalam bahasa sehari-hari.

ƒ Encapsulation

ƒ Information hiding

ƒ Inheritance

ƒ Reuseable

ƒ Maintanable”

Menurut Bennett (2006, p.85) “Metode pengembangan sistem berorientasi objek berbeda dengan teknik pengembangan tradisional dimana pada teknik tradisional melihat software sebagai kumpulan dari program (fungsi) dan data yang terisolasi sedangkan pada pengembangan sistem berorientasi objek berfokus pada objek yang mengkombinasikan data dan fungsionalitas. Pada lingkungan berorientasi objek, software adalah kumpulan objek yang masing-masing meng-encapsulate data seperti fungsinya memodelkan objek dunia nyata. Setiap objek mempunyai atribut(data) dan metode (fungsi).”

(12)

Menurut Marakas (2006, p.22) “System Development Life Cycle (SDLC) adalah metodologi tradisional yang umum digunakan untuk pengembangan sistem dalam perusahaan. SDLC terdiri dari tahapan seperti air terjum sehingga dikenal dengan Waterfall model. Tahapan tersebut adalah identifikasi dan pemilihan proyek, inisiasi dan perencanaan proyek, analisis, perancangan logika, perancangan fisik, implementasi dan pemeliharaan. Tetapi dengan SDLC, sistem tidak sesuai untuk proyek yang besar serta membutuhkan waktu dan biaya lagi ketika kebutuhan berubah (tidak efisien dan efektif).”

Menurut Yeates (2004, p.38) “Kemudian muncul analisis dan perancangan terstruktur dengan menggunakan data flow diagram.

Pendekatan terbaru yang selanjutnya populer adalah analisis dan perancangan berorientasi objek (OOAD) yang sering disebut dengan pendekatan ketiga setelah pendekatan berorientasi proses dan pendekatan berorientasi data. Pada pendekatan berorientasi objek mengkombinasikan data dan proses (methods) menjadi sebuah entities (objek). Tujuan OOAD adalah membuat elemen sistem dapat digunakan kembali untuk menyempurnakan kualitas sistem dan produktifitas dari analisis dan perancangan sistem. Secara umum, tugas utama analisis berorientasi objek adalah mengidentifikasi objek dan menggambarkannya ke dalam model.

Sedangkan tugas utama perancangan berorientasi objek adalah membuat model perbaikan secara terinci sehingga kebutuhan sistem terpenuhi.”

(13)

2.3.2 Aktivitas Orientasi Objek

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.14) “Analisa dan perancangan berorientasi objek meliputi empat pandangan melalui empat kegiatan utama yang terdiri dari dua tahap analisa dan dua tahap perancangan.” Ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kegiatan Orientasi Objek

2.3.2.1 Analisis Problem Domain

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.6)

“Problem domain adalah keadaan nyata yang dapat diatur, dimonitor atau dikendalikan oleh sistem. Tujuan dari analisa problem domain adalah mengidentifikasi dan membuat model atau tiruan dari problem domain yang dituangkan dalam bentuk event table, class diagram dan statechart diagram.”

(14)

Cara membuat event table adalah dengan menentukan objek dan event-nya yang diperoleh berdasarkan abstraksi problem domain.

Gambar 2.2 Contoh Event Table

Selanjutnya, class-class yang terdapat pada event table digambarkan dalam bentuk class diagram.

Dua jenis struktur berorientasi objek yaitu :

ƒ Structure between classes Terbagi menjadi dua yaitu :

a. Generalization b. Cluster

ƒ Structure between objects Terdiri dari dua bagian yaitu :

a. Aggregation b. Association

(15)

Gambar 2.3 Contoh Class Diagram

Dari masing-masing class dijelaskan pola behavior dan atributnya dan digambarkan dalam bentuk statechart diagram.

Tiga jenis notasi dalam menggambarkan pola behavior yaitu :

ƒ Sequence

ƒ Selection

ƒ Iteration

(16)

Gambar 2.4 Contoh Statechart Diagram

2.3.2.2 Analisis Application Domain

Kegiatan yang dilakukan pada analisis application domain adalah mengkonfirmasikan kembali hasil yang diperoleh dari kegiatan analisis problem domain kepada para pengguna sistem.

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.6)

“Application domain adalah organisasi yang mengatur, mengawasi atau mengendalikan sebuah problem domain. Hasil dari analisa application domain dituangkan dalam bentuk usecase, sequence diagram, function list dan interface.”

Use case adalah sebuah pola untuk berinteraksi antara sistem dan actor sedangkan actor adalah sebuah abstraksi dari pengguna atau sistem lainnya yang berinteraksi dengan sistem.

(17)

Sistem Penjualan Soto Sipit

Kasir

Delivery_Man

Tukang_Masak

Mencatat_data_tran saksi

Menerima_pembayara n

Mencatat_data_peme san

Membuat_laporan

Mengirim_hasil_pen jualan

Memesan_bahan_baku

*

*

*

*

* *

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

Gambar 2.5 Contoh Use Case Diagram

Function adalah sebuah daftar yang berisi rincian kegiatan dari setiap use case disertai dengan penjelasannya terhadap tingkat kesulitannya dan jenisnya sehingga membuat sebuah model menjadi berguna untuk actors.

Empat jenis functions :

ƒ Update

ƒ Signal

ƒ Read

ƒ Compute

(18)

Gambar 2.6 Contoh Function List

Interface adalah fasilitas perantara sehingga model dan function model dapat digunakan oleh actors.

Dua jenis interface :

ƒ User interface

ƒ System interface

Empat jenis pola dialog dalam menjelaskan user interface yaitu :

ƒ Menu-selection pattern

ƒ Form fill-in

ƒ Command-language pattern

ƒ Direct-manipulation pattern

(19)

2.3.2.3 Architectural Design

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.173)

“Bagus tidaknya perancangan arsitektur menentukan keberhasilan sistem tersebut. Struktur arsitektur berfungsi sebagai kerangka kegiatan perkembangan. Tujuan dari perancangan arsitektural adalah menyusun sebuah sistem terkomputerisasi. Hasilnya dituangkan dalam bentuk daftar kriteria, component architecture dan deployment diagram.”

Pada tahap membuat daftar kriteria, yang dilakukan adalah menentukan property yang diinginkan dari sebuah arsitektur.

Daftar beberapa kriteria umum untuk kualitas perangkat lunak dapat dilihat pada tabel 2.2.

Criterion Measure of

Useable Kemampuan sistem untuk

menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis.

Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk.

Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem.

Tabel 2.2 Daftar kriteria umum untuk kualitas perangkat lunak

(20)

Component architecture adalah sebuah struktur sistem yang disusun dari komponen yang saling berhubungan. Tujuan utama dari arsitektur komponen adalah membuat sturktur sistem yang fleksibel dan mudah dimengerti.

Beberapa pola umum perancangan arsitektur komponen yaitu :

ƒ Layered architecture pattern

ƒ Generic architecture pattern

ƒ Client-server architecture pattern

Pada deployment diagram digambarkan distribusi dan kolaborasi dari komponen program dan objek yang aktif pada prosesor. Terdapat 3 pola ditribusi yaitu :

ƒ Centralized pattern

ƒ Distributed pattern

ƒ Decentralized pattern

2.3.2.4 Component Design

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.231)

“Tujuan merancang komponen adalah untuk menetapkan implementasi kebutuhan didalam kerangka arsitektur. Hasil dari kegiatan ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling terhubung dan dituangkan dalam bentuk revised class diagram yang diawali dengan membuat event table untuk revised class diagram dan function component.”

(21)

Tujuan dari function component adalah memberikan akses user interface dan komponen sistem lainnya ke model. Function component adalah penghubung antara model dan usage.

Tiga bentuk penghubung antar komponen yaitu :

ƒ Class aggregation

ƒ Class specialization

ƒ Operation call

2.3.2.5 Dokumentasi

Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.300)

“Dalam pengembangan sistem, dokumentasi memegang peranan penting karena menyimpan informasi mengenai system requirements dan perancangan.”

Kerangka standar dokumentasi : 1. Dokumen analisis

1.1 Uraian singkat dengan kriteria FACTOR 1.2 Problem Domain

1.2.1 Event Table 1.2.2 Class Diagram 1.2.3 Statechart Diagram 1.3 Application Domain

1.3.1 Actor table 1.3.2 Usecase Diagram 1.3.3 Sequence Diagram

(22)

1.3.4 Function List 1.3.5 Interface 2. Dokumen perancangan

2.1 Architectural Design 2.1.1 Criteria

2.1.2 Architecture component 2.1.3 Deployment Diagram 2.2 Component Design

2.2.1 Event Table

2.2.2 Revised Class Diagram 2.2.3 Function Component

Gambar

Gambar 2.1 Kegiatan Orientasi Objek
Gambar 2.2 Contoh Event Table
Gambar 2.3 Contoh Class Diagram
Gambar 2.4 Contoh Statechart Diagram
+4

Referensi

Dokumen terkait

- berilah tanda pada kolom Tugas /Jabatan, sesuai tugas saat ini - berilah tanda status keaktifan sesuai kondisi saat ini.. - Isi Tempat Tugas & Mapel

Perilaku moralis Indonesia yang membiarkan lautnya dieksplorasi serta fakta bahwa laut Indonesia memiliki potensi sedemikian besar dinilai telah membuat Amerika Serikat

Atas kehendak-Nya penyusunan skripsi dengan judul “APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI LOMPAT JAUH

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Yulianti (2005) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara pria dan wanita terhadap etika penyusunan laporan keuangan.. Perbedaan

peringkat ( rating ) yang menjadi modal untuk menarik para pemasang iklan. Bisnis media tidak dibatasi oleh sumber daya dalam menghasilkan produknya,. atau sumber daya bisnis

Pada pra siklus, peningkatan keterampilan membaca yang memperoleh katagori BSH (Berkembang Sesuai Harapan) sebanyak 1 siswa dengan nilai 75 dari 10 siswa seluruhnya. Dengan

Judul : Perbandingan Kepercayaan Diri dan Motivasi Berprestasi Mahasiswa yang Berlatar Belakang orang tua PNS dan non PNS pada Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas

Oleh sebab itu, diwajibkan bagi orang yang beriman untuk membersihkan diri dari perilaku syirik dan tradisi khurafat (Ridha, VII, 1947, p. Alhasil dari beberapa