• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Entertainment

2.1.1. Pengertian Entertainment

“Entertainment atau bisa diartikan sebagai hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran” (Lubis, 2010, p.124). hal yang sama dijelaskan oleh Haupert (2006, p.vii) “entertainment is amusement. Its purpose to create a relaxing, enjoyable environment in which to escape the stresses of daily life for a while”, yang artinya adalah, entettainment merupakan hiburan yang bertujuan untuk menciptakan suasana santai, nyaman yang digunakan untuk sementara waktu menghilangkan stres akibat kegiatan sehari-hari.

Sedangkan Rachman (2009), mengatakan bahwa entertainment dianggap sebagai kegiatan untuk menyajikan kesenangan atau hiburan. Pada umumnya hiburan dapat berupa musik, film, opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan sebagai upaya hiburan dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikatagorikan sebagai hiburan.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa hiburan (entertainment) adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur dan menyenangkan hati dan pada umumnya hiburan direalisasikan dengan mendengarkan musik, menonton film, melihat pertunjukan opera, dan seluruh kegiatan yang dapat menciptakan suasana santai serta memberikan kenyamanan bagi penikmatnya.

2.1.2. Dimensi Entertainment

Barreto and Konarski (1996) menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi yang dapat dimasukkan ke dalam entertainment yang ada dalam pusat perbelanjaan atau biasanya disebut dengan shopping center entertainment. Ketiga

(2)

dimensi tersebut adalah specialty entertainment, special event entertainment, dan food entertainment (dalam Sit dan Birch, 2003 p.2121 dan Sit dan Merrilees, 2005 p.106). Perbedaan utama dari setiap kategori hiburan tersebut adalah frekuensi dan lamanya operasi masing-masing hiburan.

1. Specialty entertainment

Menurut Adiwijaya (2008) specialty entertainment umumnya menjadi bagian dari properti pusat perbelanjaan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan special event entertainment. Sit dan Merrilees (2005) juga menyatakan bahwa perbedaan yang menonjol antara Special event entertainment (SEE) dan specialty entertainment terletak pada lamanya durasi atau rentang operasi di keduanya. Specialty entertainment merupakan hiburan (entertainment) yang spesifik pada pusat perbelanjaan, memiliki kecenderungan lebih lama dan lebih bersifat tetap berada di pusat perbelanjaan, seperti bioskop dan pemutaran video (video arcades).

2. Special event entertainment (SEE)

Getz menyatakan bahwa special event merupakan suatu event yang diselenggarakan satu kali atau tidak sering yang terjadi di luar program atau aktivitas normal dari badan yang terorganisir ataupun sponsor, di mana bagi konsumen atau tamu, special event merupakan peluang untuk menikmati pengalaman di luar dari pilihan yang biasa ditemui atau di luar pengelaman sehari-hari (dalam Carpenter dan Blandy, 2008, p.145). Selanjutnya, menurut Sit dan Merrilees (2005) dan Sit dkk. (2006), special event entertainment merupakan hiburan khusus yang ditawarkan oleh pusat perbelanjaan dengan frekuensi sesekali (kadang-kadang), bersifat sementara, dan memiliki karakteristik yang berlainan antara SEE yang satu dengan yang lain, meliputi fashion show dan jumpa artis.

Pengadaan suatu event atau pameran di pusat perbelanjaan memiliki tujuan untuk menarik pengunjung supaya datang ke pusat perbelanjaan tersebut, contohnya fashion show, mini concert dan lain sebagainya.

Sebagaimana dinyatakan oleh Parsons (2003), bahwa tujuan pusat perbelanjaan menyelenggarakan special event entertainment adalah untuk meningkatkan jumlah kunjungan konsumen, meningkatkan lama kunjungan,

(3)

dan meningkatkan peluang komersial bagi tenant yang ada di pusat perbelanjaan, seperti pengunjung akan makan malam di café atau mencari barang di specialty outlet (dalam Sit dkk, 2006, p.1).

3. Food entertainment

Hiburan yang ada dalam dimensi ini berkaitan dengan pengadaaan cafe maupun food court untuk kenyamanan pengunjung dalam pusat perbelanjaan, dimana sifat keberadaannya dalam pusat perbelanjaan cenderung lama dan menetap (Sit dan Merrilees, 2005). Dewasa ini, outlet makanan dituntut untuk melakukan inovasi melalui penawaran makanan dan minuman, hiburan, promosi, dan dekorasi. Penawaran pengalaman baru terkait dengan penyajian makanan dan minuman pada industri makanan mutlak diperlukan seiring dengan kebutuhan konsumen. Sebagaimana diungkapkan oleh Ajami dan Bear (2007, p.156) bahwa:

As society has changed, restaurants also have changed from providing just food to combining food and entertainment in an ’experience offering’. An experience offering is one in which a company

’intentionally uses services as the stage, and good as the props, to engage individual customers in a way that creates a memorable event’

for which customers are willing to pay a premium.

Artinya adalah bahwa masyarakat telah berubah, sehingga restaurant atau bisnis makanan juga harus melakukan perubahan dalam menawarkan makanan dan minuman, dalam hal ini bisnis tidak sekedar menawarkan makanan dan minuman, tetapi melakukan kombinasi antara makanan dan huburan dalam sebuah ’penawaran pengalaman’ (experience offering).

Experience offering merupakan penggunaan layanan secara disengaja sebagai satu tahapan, dan makanan sebagai satu alat peraga, untuk mengikat pelanggan secara individual dengan cara yang bisa menciptakan peristiwa yang dapat diingat oleh konsumen dan bersedia membayar dengan harga mahal.

Sebagaimana dikatakan oleh Barreto dan Konarsky (1996, p.5) bahwa

”Unlike SEE, specialty entertainment and food entertainment generally contribute to the permanent tenant mix of a shopping center.” Artinya bahwa

(4)

tidak seperti SEE (special event entertainment), specialty entertainment dan food entertainment secara umum lebih berkontribusi terhadap tenant permanen yang ada pada pusat perbelanjaan. Hal ini disebabkan durasi atau lama oprasi pada specialty entertainment dan food entertainment lebih lama da bersifat menetap pada sebuah pusat perbelanjaan sedangkan SEE (special event entertainment) bersifat diselenggarakan satu kali atau tidak sering dan di luar aktivitas normal sehari-hari.

2.2. Citra Pusat Perbelanjaan (Shopping Center Image) 2.2.1. Shopping Center

2.2.1.1. Pengertian Pusat Perbelanjaan (Shopping Center)

Pusat perbelanjaan merupakan salah satu lokasi yang dijadikan bahan pertimbangan penting bagi bisnis ritel dalam merencanakan strategi penempatan bisnisnya. Bagi para retailer, lokasi pusat perbelanjaan yang baik akan mendukung peningkatan skala bisnisnya, serta guna menciptakan daya saing yang tinggi dibandingkan dengan kompetitor sejenisnya. Dennis et.al (2004) mendefinisikan pusat perbelanjaan sebagai suatu pengelolaan terpusat, dimana ketentuan ritel yang direncanakan memiliki paling sedikit tiga took di dalamnya.

Menurut International Council of Shopping Center (ICSC) yang merupakan organisasi paling besar dan paling berpengaruh untuk pusat perbelanjaan dunia, definisi pusat perbelanjaan adalah sekelompok usaha ritel dan usaha komersil lainnya yang direncanakan, dikembangkan didirikan, dimiliki, dan dikelolah sebagai suatu property tunggal (Sollner, 2008).

Sedangkan menurut Arifin (2007), pusat perbelanjaan dengan berbagai sebutan seperti pasar, pasar raya, mal, pusat grosir, atau pusat perdagangan pada dasarnya tempat menjual bagi para pedagang dan tempat membeli bagi para konsumen.

Selain itu pusat perbelanjaan merupakan salah satu alternative wisata bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan untuk menikmati suasana dan hiburan di dalam sebuah mal (Adiwijaya, 2010). Kemudian Adiwijaya (2010) juga menambahkan bahwa kondisi tersebut menciptakan traffic pengunjung yang

(5)

tinggi, khususnya di akhir minggu, serta membawa keuntungan tersendiri bagi anchor tenant (penyewa utama).

Dengan adanya beberapa pendapat di atas maka peneliti mendefinisikan pusat perbelanjaan (shopping center) merupakan suatu pusat belanja yang dibangun pada sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah unit operasi, berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe toko, dan area perbelanjaan dari unit tersebut serta berfungsi sebagai tempat bertemu antara pedagang dengan konsumen dan sebagai tempat untuk menikmati suasana dan hiburan yang ada dalam shoppimg center tersebut. Selain itu, pusat perbelanjaan merupakan pengkombinasian berbagai jenis took ritel di dalam satu area yang direncanakan, dikembangkan, dan dikelolah secara terpusat oleh satu property tunggal. Sehingga, jika terjadi peningkatan skala bisnis ritel di dalamnya, maka akan berpengaruh pula pada peningkatan kinerja pusat perbelanjaan. Hal ini dikarenakan fungsi bisnis ritel itu sendiri dan pusat perbelanjaan yang saling mempengaruhi.

2.2.1.2. Macam-macam Pusat Perbelanjaan (Shopping Center)

Menurut Zimerer (2009) ada beberapa jenis pusat pembelanjaan, diantaranya:

a. Pusat Belanja Lokal

Pusat perbelanjaan yang relatif kecil, terdiri dari 3 sampai 12 toko dan melayani populasi sampai dengan 40.000 orang yang hanya memerlukan waktu 10 menit untuk berkendara dari tempat tinggalnya. Toko inti dari pusat- pusat perbelanjaan semacam ini biasanya adalah toko serba ada atau toko obat.

Pusat perbelanjaan lokal pada umumnya adalah ruko baris dengan tempat parkir yang disediakan di bagian depan dan terutama melayani kebutuhan belanja harian para pelanggan yang berdomisili di wilayah sekitarnya.

b. Pusat Belanja Komunitas

Pusat perbelanjaan yang terdiri dari 12 sampai 50 toko dan melayani populasi yang jumlahnya berkisar antara 40.000 sampai 150.000 jiwa. Pedagang utamanya seringkali adalah departemen store atau variety store besar, toko barang besar, atau supermarket. Pusat perbelanjaan komunitas biasanya lebih

(6)

banyak menjual produk seperti baju dan barang-barang mewah lainnya daripada pusat perbelanjaan lokal.

c. Pusat Gaya Hidup

Pusat perbelanjaan ini adalah sebuah pusat perbelanjaan yang memiliki jaringan nasional dan skala tinggi. Pusat perbelanjaan ini melayani pelanggan yang memiliki skala populasi yang berkisar antara 40.000-100.000 jiwa, tetapi bias lebih kecil atau lebih besar. Yang biasanya termasuk dalam pusat perbelanjaan ini adalah toko buku, bioskop multipleks, dan ada department store skala kecil.

d. Power Center

Power center menggabungkan daya tarik yang dimiliki mal regional yang besar dengan kenyamanan pusat perbelanjaan lokal. Diisi oleh paritel khusus yang besar, pusat perbelanjaan ini menyasar pelanggan dari generasi baby boomers yang lebih senior dan lebih mapan, yang menginginkan barang- barang terpilih lengkap dengan kenyamanan berbelanja. Luas daripada pusat perbelanjaan ini mencapai 250.000-600.000 m2.

e. Pasar Festival atau Tematis

Pusat perbelanjaan ini memiliki orientasi untuk menarik turis lokal maupun internasional yang biasanya menawarkan jasa layanan terhadap pelanggannya.

Luas dari pusat perbelanjaan ini mencapai 80.000-250.000m2. Dalam pengadaannya pasar festival kebanyakan menawarkan hiburan serta makanan.

f. Pusat Gerai

Pusat gerai, adalah pusat perbelanjaan yang memiliki luas area 50.000- 400.000 m2. Konsep yang ada dalam pusat gerai adalah pusat gerai permanufaktur yang biasanya disewa oleh pihak PT (perseroan terbatas) atau pabrikan untuk menjual produk yang mereka miliki.

g. Mal (Pusat-pusat Belanja Regional)

Mal yang merupakan pusat perbelanjaan regional memiliki luas pusat perbelanjaan antara 480.000 – 800.000 m2 yang berada pada tempat tertutup (gedung) dan pada umumnya produk yang dijual adalah busana.

(7)

h. Mal (Pusat-pusat Belanja Superregional)

Tidak berbeda jauh dengan mal regional, mal yang merupakan superregional merupakan pusat perbelanjaan yang memiliki luas pusat perbelanjaan 800.000 m2, tetapi barang yang ditawarkan lebih banyak variasinya daripada mal regional, serta konsumen yang ada bukan hanya berasal dari daerah sekitar mal, tetapi juga lebih luas jangkauannya.

2.2.2. Pengertian Citra Pusat Perbelanjaan

Citra merupakan penghargaan yang didapat oleh perusahaan karena adanya keunggulan yang ada pada perusahaan tersebut, seperti kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan akan terus mengembangkan dirinya untuk terus menciptakan hal-hal yang baru lagi bagi pemenuhan kebutuhan konsumen (Herbig dan Milewicz, 1993). Dalam teori komunikasi dikemukakan bahwa citra akan sesuatu merupakan persepsi dasar yang menentukan kearah mana kita bertindak (Joedo, 2006). Selain itu, citra juga dapat didefinisikan sebagai image. Image dapat didefinisikan sebagai penglihatan secara keseluruhan atas sebuah toko dan serangkaian gambaran mental dan perasaan yang ditimbulkan. Newman dan Sheth (1999) menjelaskan bahwa bagi retailer, mengembangkan image yang berkualitas memberikan peluang untuk bertahan dari persaingan dan selalu diingat oleh konsumen (dalam Hines dan Bruce, 2007, p.90). Image juga dapat dijelaskan sebagai 3 besar peritel nasional yang menjanjikan produk lengkap dan bermutu dengan harga yang wajar di gerai yang ditata secara nyaman di lokasi prima dengan pelayanan pramuniaga yang sopan dan terlatih dan akrab dengan lingkungan.

Store image merupakan hal yang kritis dalam kesuksesan sebuah merek retailer, dan sering merupakan titik perbedaan yang khusus dalam pangsa pasar yang dikembangkan. Newman dan Sheth (1999) mengatakan bahwa “Store image is the mental picture that consumens bring to mind when they think of the store or its name is mentioned” (dalam Hines dan Bruce, 2007, p.90). Store image merupakan gambaran mental yang mana konsumen membawa pikirannya ketika berpikir tentang sebuah toko atau ketika sebuah nama toko disebutkan.

(8)

Konsep store image bisa dipandang sebagai komposisi sikap konsumen di dalam segmen pasar tertentu yang dimiliki oleh toko ritel terkait dengan harapan- harapan mereka. Perceived personality pada sebuah toko merupakan pengembangan dari persepsi, emosi, dan sikap konsumen terhadap karakteristik yang dimiliki oleh toko. Posisi pasar merupakan sejumlah pencitraan yang diberikan oleh konsumen tentang sebuah retailer, meliputi merchandise, ambience, personal communications, dan nonpersonnal communication baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor ini selanjutnya harus dikaitkan dengan store image yang akan menarik jenis konsumen yang akan dijadikan sebagai target pasar dan mengembangkan keunggulan bersaing yang diferensiatif (Michman dan Mezze, 2003).

2.2.3. Dimensi Citra Pusat Perbelanjaan

Ada 4 dimensi yang memberikan pengaruh dominan terhadap citra pusat perbelanjaan (shopping center image), keempat dimensi tersebut adalah merchandise mix, accessibility, services, dan atmospherics (Sit dan Birch, 2003).

1. Merchandise mix

Dimensi ini berkaitan dengan bagaimanan suatu pusat perbelanjaan mengelolah suatu shopping center tersebut sebagai shopping center yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan dari konsumen atau pengunjung.

Dimensi ini juga berkaitan dengan bagaimana cara mengelolah dan menentukan bauran produk yang nantinya akan disesuaikan dengan selera masyarakat, menciptakan informasi produk jasa yang dimiliki sampai menciptakan program promosi yang efektif dan menguntungkan bagi pusat perbelanjaan tersebut. Macam-macam atribut merchandising dalam pusat perbelanjaan:

a. Assortment: keanekaragaman barang yang ada dalam pusat perbelanjaan, seperti toko baju, toko olahraga, toko buku, toko CD dan music, salon, toko elektronik, dan lain sebagainya

b. Price: harga merupakan faktor bersaing utama bagi untuk para pengecer dan mencerminkan kualitas dari produk yang dijual serta dari pelayanan yang diberikan

(9)

c. Quality: atribut ini berkaitan dengan kualitas barang yang diperdagangkan atau diperjualbelikan dalam pusat perbelanjaan, konsumen akan memilih pusat perbelanjaan yang menjual barang-barang yang berkualitas

2. Accessibility

Kemudahan dalam pencapaian suatu pusat perbelanjaan menjadi salah satu andalan dari pengelolah pusat perbelanjaan dalam menarik pengunjung, karena apabila suatu pusat perbelanjaan sulit untuk dicapai, maka secara otomatis masyarakat enggan untuk mengunjunginya. Akses masuk dalam suatu tempat sama pentingnya dengan arus lalu lintas, adalah kemudahan bagi konsumen untuk masuk dan keluar tempat lokasi. Akses masuk lebih besar untuk tempat yang dekat dengan jalur jalan utama yang tidak macet. Selain itu kemudahan dalam pencapaian kendaraan umum juga merupakan hal yang sangat penting, biasanya ada beberapa pengunjung yang tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai pusat perbelanjaan maka harus ada akses kendaraan umum untuk memudahkan pengunjung mencapai pusat perbelanjaan tersebut.

3. Services

Layanan (service) yang diberikan oleh pihak manajemen shopping center diukur berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan yang bertugas dalam pusat perbelanjaan tersebut, seperti kesopanan (courtesy), pengetahuan (knowledge), dan juga termasuk keramahan karyawan pusat perbelanjaan tersebut.

4. Atmospherics

Suasana pusat perbelanjaan merupakan suatu faktor penting yang berperan dalam menstimulasi konsumen dan mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan pembeliannya. Adapun menurut Levy (2007) bahwa atmosfir dapat diartikan desain suatu lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, music serta wewangian untuk merangsang persepsi dan respon emosi konsumen serta khususnya untuk mempengaruhi perilaku pembelian mereka.

Atmosfir pusat perbelanjaan dapat meningkatkan shopping experience konsumen melalui perubahan lingkungan yang mempengaruhi mereka secara emosional.

(10)

2.3. Hubungan Antarkonsep

Dalam persaingan pasar yang sangat kompetitif sekarang ini menyebabkan aspek rekreasi dalam bisnis ritel semakin diakui menjadi alat persaingan yang sangat kuat. Oleh karena itu, pemilik ritel harus menawarkan seperangkat benefit yang memberikan pengalaman belanja yang menyenangkan dalam lingkungan belanja yang menyenangkan pula. Salah satu cara untuk menciptakan suasana belanja yang menyenangkan adalah dengan menciptakan entertainment di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Menurut Sit dan Birch (2003) hiburan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman pusat perbelanjaan (shopping center experience). Shopping experience yang menarik sangat penting bagi konsumen, karena keberadaann konsumen di suatu pusat perbelanjaan selain untuk memenuhi kebutuhan juga untuk mencari pengalaman sosial. Pengalaman ini akan didapat jika pengelolah pusat perbelanjaan dapat menawarkan berbagai suasana dan fasilitas yang dapat menciptakan suasana belanja yang menyenangkan.

Dengan adanya pengalaman berbelanja yang menyenangkan maka pengunjung akan semakin menikmati kegiatan berbelanjanya dan akan memiliki persepsi yang positif terhadap pusat perbelanjaan tersebut. Dengan adanya persepsi yang positif dari pengunjung maka citra yang dimiliki oleh perusahaan akan semakin baik. Sebagaimana disebutkan oleh Curtis dkk. (2009) bahwa budaya, hiburan, dan program special events merupakan faktor yang berpengaruh dalam membangun citra yang menarik dari sebuah lokasi yang menjadi pusat kota di mana masyarakat akan menjadi ingin memiliki, dan bukan hanya sebagai tempat untuk bekerja atau berbelanja saja.

Menurut Sit dan Birch (2003), dalam berbagai studi, citra sebuah pusat perbelanjaan difokuskan pada 4 dimensi dominan citra pusat perbelanjaan yaitu merchandise mix, accessibility, services, dan atmospherics. Namun hanya sedikit pada beberapa studi yang mempertimbangkan bahwa di samping empat dimensi di atas, hiburan (entertainment) merupakan faktor yang juga memiliki pengaruh terhadap citra pusat perbelanjaan. Dengan adanya persaingan yang makin meningkat dalam industri pusat perbelanjaan, citra sebuah pusat perbelanjaan

(11)

tidak bisa dibatasi dari merchandise mix, accessibility, services, dan atmospherics saja. Namun saat ini diperlukan tempat untuk memperoleh pengalaman, tempat untuk bersosialisasi dan memperoleh kesenangan (experience, socialization and leisure) untuk meningkatkan citra suatu pusat perbelanjaan dibandingkan dengan pusat perbelanjaan lainnya. Hal ini dapat diperoleh dari faktor hiburan (entertainment) yang terdiri dari special event entertainment (fashion show, mini concert, dan jumpa artis), specialty entertainment (bioskop dan video arcades), dan food entertainment (cafe, restaurant dan food court).

Citra menunjukkan suatu kesan suatu obyek terhadap obyek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya. Sebagaimana diungkapkan oleh Sit dan Birch (2003) bahwa entertainment dalam pusat perbelanjaan memberikan informasi positif sehingga pengunjung pusat perbelanjaan tersebut mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam kegiatan berbelanjanya, sehingga persepsi atau kesan pengunjung terhadap pusat perbelanjaan tersebut juga positif.

(12)

2.4. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

(13)

2.5. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah:

1. Diduga bahwa special event entertainment, specialty entertainment, dan food entertainment berpengaruh signifikan secara parsial terhadap citra Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah sebagai pusat perbelanjaan di Suarabaya Barat.

2. Diduga bahwa special event entertainment, specialty entertainment, dan food entertainment berpengaruh signifikan secara simultan terhadap citra Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah sebagai pusat perbelanjaan di Suarabaya Barat.

3. Diduga bahwa food entertainment berpengaruh secara dominan terhadap citra Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah sebagai pusat perbelanjaan di Suarabaya Barat?

4. Diduga terdapat perbedaan antara citra pusat perbelanjaan Pakuwon Trade Center dengan Supermall Pakuwon Indah.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis uji uji efektivitas dependen (dependent sample t-test) pada skor pre-test dan post-test kelompok control, diperoleh t hitung = 8,12 > t tabel =

yang berkembang di Jawa umumnya berarah barat-timur, maka secara teoritis dapat diinterpretasikan kelu- rusan struktur dengan arah barat- timur sebagai sesar naik

Road Map penelitian yang berjudul “Pembuatan Matriks Hidroksiapatit-Kitosan untuk Bahan Baku Filamen Tulang Buatan dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus Pelagicus) dengan

Agar petunjuk teknis ini dapat tepat guna dan sesuai dengan pencapaian indikator kinerja kegiatan DAK Bidang Sarana Perdagangan Tahun Anggaran 2011,

Bank Royal Indonesia telah memiliki kebijakan dan prosedur kerja sebagai pedoman kerja yang memungkinkan Satuan Kerja Kepatuhan dapat menetapkan langkah-langkah yang diperlukan

Diagram lingkaran di bawah menyajikan jenis ekstrakuri- kuler di suatu SMK yang diikuti oleh 500 orang siswa.. Banyak siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler

Dari hasil perhitungan CROPWAT 8, air irigasi padi yang dibutuhkan umumnya jauh lebih rendah dari KP-01, karena hujan efektif yang terjadi (dengan metode CROPWAT

Untuk data yang disusun dalam bentuk distribusi frekuensi, untuk memperoleh ukuran pemusatan biasa digunakan rumus-rumus sebagai berikut... Kuartil dan Desil dari