• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR. Kesehatan merupakan suatu hal yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGANTAR. Kesehatan merupakan suatu hal yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGANTAR

Kesehatan merupakan suatu hal yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia.

Perilaku sehat sering didefinisikan sebagai perilaku seseorang yang terlibat dalam pemeliharaan atau peningkatan kesehatan mereka saat ini dan untuk menghindari penyakit termasuk beberapa perilaku seseorang untuk melindungi, mempromosikan, atau memelihara kesehatannya baik tidaknya perilaku secara objektif efektif sampai akhir (Conner & Norman, 1996: Schwarzer & Renner, 2000; Ranner & Schwarzer, 2003; Rahmadian, 2011). Perilaku sehat mencakup semua hal-hal yang dilakukan mempengaruhi fisik, mental, psikologis, dan spiritual Individu (Hayden, 2009).

Belloc dan Breslow menemukan tujuh kebiasaan yang baik bagi kesehatan, yaitu tidur 7-8 jam di malam hari, tidak merokok, sarapan setiap hari, mengkonsumi tidak lebih dari 2 atau tiga minuman beralkohol setiap hari, olahraga teratur, tidak makan berlebihan, dan tidak melebihi 10% dari berat badan (Taylor, 1995). Kasl and Cobb di tahun 1966 (Odgen, 2007) mengenalkan tiga tipe perilaku yang terkait dengan kesehatan. Mereka menyebutkan bahwa : 1) Perilaku kesehatan (health behaviour) adalah Perilaku yang ditujukan untuk mencegah penyakit (makan diet yang sehat ); 2) Perilaku penyakit (illness behaviour) yaitu sebuah perilaku yang ditujukan untuk mencari pengobatan (pergi ke dokter); 3) Perilaku peran yang sakit (a sick role behaviour) yaitu setiap kegiatan yang bertujuan untuk sembuh. (menjalani pengobatan, beristirahat).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa mahasiswa, permasalahan yang sering muncul adalah pola makan yang kurang baik serta pola tidur yang buruk. Banyak mahasiswa yang lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji seperti mie instant sebagai makanan pengganti pada saat

(2)

2

tertentu seperti waktu pagi dan malam hari. Sebagian mahasiswa memberi alasan mengkonsumsi mie instant karena harga yang relatif murah dibandingkan dengan membeli sebungkus nasi. Kejadian tersebut juga dapat mengakibatkan adanya gangguan kesehatan jika berlangsung terus menerus. Adapun pola tidur mahasiswa yang kurang baik diakibatkan kegiatan di kampus seperti organisasi atau mengerjakan tugas hingga larut malam. Selain pola makan dan pola tidur didapatkan juga mengenai kebiasaan mahasiswa untuk merokok. Di kampus, merokok seakan menjadi pemandangan umum. Sering kita temui beberapa mahasiswa merokok di sela-sela kegiatan kuliahnya. Bagi mahasiswa, merokok seperti kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Adapun beberapa penyakit yang sering di alami oleh beberapa mahasiswa yaitu maag, sakit kepala, pegal linu serta penyakit lainnya dimulai pada saat mahasiswa mulai sibuk dengan aktivitasnya. Kurangnya olahraga juga sangat berpengaruh pada perilaku sehat, dengan alasan mahasiswa tidak memiliki waktu karena aktivitas lain yang dijalani.

Perilaku sehat yang terbentuk pada masa dewasa awal mungkin memiliki dampak pada kesehatan selama hidupnya nanti. Memasuki perguruan tinggi dapat menjadi peristiwa menarik namun juga stres pada remaja dan dewasa muda dimana mereka mencoba untuk beradaptasi dengan perubahan beban kerja akademik, jaringan pendukung, dan lingkungan baru mereka. Ditambah dengan perubahan ini dan tanggung jawab yang baru, mereka memiliki kebebasan yang lebih besar dan kontrol atas gaya hidup mereka daripada sebelumnya. Namun, para peneliti telah menunjukkan secara global banyak mahasiswa terlibat dalam berbagai perilaku sehat beresiko (Von, Ah D. dkk., 2004, Rahmadian, 2011). Selama ini mahasiswa masih kurang memiliki perilaku

(3)

3

gaya hidup sehat, sering tidur larut malam, makan asal- asalan, kurang olahraga dan berbagai macam aktivitas buruk lainnya (Istinigtyas, 2010).

Penelitian Shah., dkk (2015) terhadap 385 mahasiswa di Khyber Medical University menemukan bahwa, perilaku risiko kesehatan yang paling lazim yaitu tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dari buah segar ( 90.4 % ), susu ( 84.4 % ), sayuran berdaun segar ( 80.2 % ) dan jus buah segar ( 75.1 %), fisik yang tidak aktif ( 72.3 % ), melewati sarapan ( 40 % ), menonton tv berlebihan ( 19,3 % ) dan penyalahgunaan benzodiazepine ( 9 % ).

Penelitian mengenai perilaku sehat pada mahasiswa di Suan Unandha Rajabhat University menghasilkan, menyikat gigi setelah bangun tidur dan sebelum tidur sebesar 85.6 %, makan dari yang dimasak dan bersih yaitu 48.4

%, perawatan diri dengan kesejahteraan dalam kesehatan mental sebesar 42.7%, buang air besar setiap hari yaitu 41.1%, memiliki beberapa kegiatan untuk mengurangi stres sebesar 37.5%, mencuci tangan sebelum makan sebesar 28.5 %, minum air sebanyak 6-8 gelas per-hari yaitu 27.2%, konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk pencuci mulut yaitu 24.6%, waktu tidur 6-8 jam setiap malam yaitu 19.9% and olahraga secara teratur yaitu 3.6% (Thongmuang

& Suwannahong, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Karin (2016) mengenai gambaran pola perilaku hidup sehat pada mahasiswa keperawatan di Universitas Udayana mendapatkan hasil aktivitas fisik, tanggung jawab kesehatan, nutrisi, dan manajemen stres memiliki nilai yang rendah, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perkembangan spiritual diikuti oleh hubungan interpersonal.

Istiningtyas (2010) dalam penelitiannya terhadap mahasiswa PSIK UNDIP menyatakan 67% mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang hidup

(4)

4

sehat, 55% mahasiswa memiliki sikap positif terhadap gaya hidup sehat, dan 52,3% memiliki perilaku gaya hidup sehat yang cukup baik.

Menurut Taylor (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sehat yaitu, demografis, usia, nilai (values), kontrol pribadi (personal control), pengaruh sosial, tujuan pribadi (personal goals), perceived symptoms, akses pelayanan kesehatan, dan faktor kognitif. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrol pribadi memiliki pengaruh terhadap baik buruknya perilaku sehat mahasiswa dan secara tidak langsung berhubungan dengan kepribadian. Menurut Thompson (1991; Smet, 1994) adalah keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakan dia sendiri.

Kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi persepsi kontrol terletak pada pribadi individu tersebut bukan pada situasi, ketika individu memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol lewat tindakan pribadi, dan ketika individu yakin bahwa individu memiliki kemampuan agar supaya berperilaku dengan sukses.Hal tersebut juga dapat menjelaskan seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan tekanan yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang diperolehnya. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap situasi yang dihadapi.

Menurut Feist dan Feist (2010) kepribadian meliputi semua sifat atau karakteristik yang relatif permanen yang menyebabkan konsistennya perilaku manusia. Ada banyak penelitian dalam psikologi yang menekankan peran kepribadian dalam memprediksi kesehatan dan terkait dengan perilaku kesehatan (Vollrath & Toergersen 2002; Odgen, 2007). Pola dalam kepribadian meliputi banyak Trait. Trait merupakan suatu gambaran dari perilaku yang ditampakkan individu. Walaupun para ahli masih memperdebatkan jumlah yang

(5)

5

pasti dari trait kepribadian utama ini, sebagian besar ahli setuju akan keberadaan lima ‘faktor besar’ yang dikenal sebagai Big Five (Jang dkk., 1998; Paunonen, 2003; McCrae dkk., 2005, 2006, Wade & Travis, 2007). Selanjutnya, model kepribadian Big Five meliputi Extraversion, Neuroticism, Agreeableness, Conscientiousness, Openness to experiences (Feist & Feist, 2011).

Extraversion menggambarkan seseorang yang supel, banyak bicara, suka bersosialisasi, suka berpetualang, dan ingin tampil di depan umum.

Neuroticism menggambarkan tingkat kecemasan seseorang, ketidakmampuannya mengontrol dorongan, dan kecenderungannya merasakan emosi negatif. Agreeableness menggambarkan seseorang yang santai, kooperatif, merasa aman, dan kecenderungan untuk memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Conscientiousness menggambarkan seseorang bertanggung jawab, pantang menyerah, tegas, rapi, disiplin. Openness to experiences menggambarkan seseorang dipenuhi rasa ingin tahu, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal, dan kreatif (Wade & Travis, 2007). Belum ada efek secara langsung terhadap perilaku sehat berdasarkan gambaran tentang kelima dimensi tersebut. Pervin dan John (1999; Sinaj, 2015) menjelaskan kelima sifat kepribadian ini menurut beberapa ahli psikologi dianggap sebagai dasar dari perbedaan kepribadian masing-masing individu.

Banyak ahli psikologi beranggapan bahwa perilaku seseorang ditentukan dari sifat dalam diri, memberikan situasi sekecil mungkin peranan dalam penetapan perilaku.

Ciri-ciri kepribadian dan perilaku individu yang secara nyata berkelanjutan juga berakibat pada pengembangan banyak penyakit kronis yang menjadikan hidupnya lebih sulit. Ciri-ciri kepribadian ini dapat mengarahkan individu menuju

(6)

6

perilaku yang tidak sehat. Individu yang sering stres, cemas dengan kualitas kepribadian seperti ini lebih beresiko untuk mewujudkan perilaku berbahaya yang bisa terkait dengan penyakit berat. Banyak masalah kepribadian secara nyata cukup berdampak pada kesehatan individu, seperti seseorang yang menunjukkan kualitas humor yang stabil, seseorang yang terus-menerus tegang, yang memiliki kecederungan depresi, individu yang juga lebih beresiko untuk mengembangkan kualitas hidup yang rendah akan lebih beresiko untuk terinfeksi penyakit dan hal ini terjadi karena lemahnya kekebalan individu sebagai suatu kepribadian, juga individu dengan kategori seperti ini lebih berkemungkinan untuk punya masalah dengan gaya makan (Lakhan, 2006; Sinaj, 2015).

Teori mengenai big five personality traits juga dijelaskan oleh Lewis R.

Goldberg (Larsen & Buss, 2008) yang meliputi Surgency/ Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional stability, dan Openness. Temuan meta-analitik mengkonfirmasi hubungan antara conscientiousness dan berbagai perilaku yang terkait kesehatan termasuk diet dan olahraga, perilaku penggunaan zat, kekerasan,dan perilaku seksual berisiko (Bogg & Roberts 2004, Mirnics et al 2013). Adapun, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmadian (2011) diperoleh bahwa, variabel extraversion dan agreebleness secara negatif mempengaruhi perilaku sehat tetapi tidak signifikan. Variabel conscientiousness dan neoriticism secara positif mempengaruhi perilaku sehat tetapi tidak siginifikan. Variabel openness secara positif mempengaruhi perilaku sehat dan siginifikan. Selanjutnya, Sirois dan Hirsch (2015) juga telah melakukan penelitian variabel conscientiousness dan agreeableness secara siginifikan berkorelasi positif dengan perilaku sehat. Sedangkan variabel neuroticism secara siginifikan berkorelasi negatif terhadap perilaku sehat. Hasil penelitian Sinaj

(7)

7

(2015) yaitu extraversion secara signifikan berhubungan positif dengan perilaku sehat, terdapat hubungan positif yang signifikan antara neuroticsm dan perilaku sehat. Pentingnya studi tentang keyakinan dan perilaku sehat yaitu berhubungan dengan fakta bahwa hal tersebut dapat berubah atau dimodifikasi, karena hal tersebut memiliki proses yang berbeda, di mana perubahan atau modifikasi dapat melalui psiko-sosial (Sinaj, 2015). Kepribadian merupakan hal yang kompleks, ada banyak teori terkait kepribadian salah satunya yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah trait (sifat). Walaupun telah ada penelitian mengenai kepribadian terhadap perilaku sehat, hasil yang ditujukan oleh penelitian tersebut berbeda satu sama lain dikarenakan terdapat konteks perbedaan budaya pada setiap penelitian. Oleh karena itu, peneliti masih ingin meneliti tentang big five dan perilaku sehat pada mahasiswa salah satu universitas swasta di Indonesia dengan pertimbangan masih kurangnya penelitian mengenai big five dan perilaku sehat di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara Big Five Personality Traits dan perilaku sehat pada mahasiswa. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, openness to experience dengan perilaku sehat pada mahasiswa? Pertanyaan penelitian tersebut akan dijawab dengan menggunakan kuantitatif korelasional karena ingin menguji hubungan antara variabel-variabel tersebut Responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari empat fakultas yang ada di universitas X.

(8)

8

METODE PENELITIAN A. Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini melibatkan mahasiswa di empat fakultas Universitas X Yogyakarta, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan rentang usia 18-23 tahun.

B. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert, yaitu skala perilaku sehat dan skala big five personality.

1. Skala Perilaku Sehat

Skala yang digunakan merupakan skala perilaku sehat yang dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku sehat yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007). Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat perilaku sehat pada mahasiswa dengan mengukur tiga aspek, yaitu :

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Sikap terhadap kesehatan (health attitude) c. Praktik kesehatan (health practice)

2. Skala Big Five personality Traits

Skala yang digunakan oleh peneliti yaitu modifikasi dari penelitian Sari (2010), merupakan adaptasi alat ukur International Personality Item Pool (IPIP) yang dikembangkan oleh Lewis R. Goldberg. Skala ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan kepribadian pada subjek melalui lima domain trait kepribadian, yaitu:

a. Extraversion b. Agreeableness

(9)

9 c. Conscientiousness

d. Emotional Stability e. Openness to Experience C. Metode Analisis Data

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara extraversion, agreeableness, cosncientiousness, emotional stability, dan openness to experience dengan perilaku sehat pada mahasiswa. Untuk membuktikan hipotesis, peneliti melakukan serangkaian uji statistik. Data yang akan diuji secara statistik yaitu: (a) uji internal consistency dengan melihat skor Item-total correlation (r ≥ 0,3), (b) uji reliabilitas melalui Chronbach Alpha (p ≤ 0,05; α ≥ 0,7), (c) uji normalitas dengan analisis statistik Kolmogorov-Smirnov (p ≥ 0,05), (d) uji linieritas menggunakan Analisis Varians (p ≤ 0,05), dan (e) uji hipotesis melalui analisis statistik Non- Parametrik Spearman’s Rho (p ≤ 0,05). Seluruh penghitungan dalam penelitian ini menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 18.0 for windows.

HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi

Uji asumsi dalam sebuah penelitian perlu dilakukan sebagai prasyarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengambilan keputusan atau uji hipotesis, yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Uji asumsi ini dilakukan dengan bantuan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 18.0 for windows.

(10)

10 a. Uji Normalitas

Peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan Test of Normality Kolmogorov-Smirnov dari SPSS versi 18.0 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan skor p=0,000 (p < 0,05) pada variabel perilaku sehat yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara tidak normal, skor p=0,024 (p < 0,05) pada dimensi extraversion yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara tidak normal, skor p=0,000 (p < 0,05) pada dimensi agreeableness yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara tidak normal, skor p=0,028 (p <

0,05) pada dimensi conscientiousness yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara tidak normal, skor p=0,051 (p < 0,05) pada dimensi emotional stability yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara normal, dan skor p=0,000 (p < 0,05) pada dimensi openness to experience yang berarti data variabel penelitian terdistribusi secara tidak normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas ini menggunakan tes Compare Means dari SPSS versi 18.0 for windows. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka diperoleh hasil bahwa variabel perilaku sehat dan extraversion memiliki nilai F = 4,603 dengan nilai p = 0,035 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan linier. Variabel perilaku sehat dan agreeableness memiliki nilai F = 17,278 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang linier. Variabel perilaku sehat dan conscientiousness memiliki nilai F = 25,655 dengan nilai p =

(11)

11

0,000 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang linier. Variabel perilaku sehat dan emotional stability memiliki nilai F = 0,010 dengan nilai p = 0,921 (p > 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan yang linier. Variabel perilaku sehat dan openness to experience memiliki nilai F = 5,529 dengan nilai p = 0,021 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang linier.

B. Uji Hipotesis

Berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa lima variabel memiliki distribusi data yang tidak normal dan hanya satu variabel yang memiliki distribusi data normal, sehingga uji hipotesis menggunakan teknik korelasi Non-Parametrik Spearman’s Rho.

Hasil uji analisis pertama menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku sehat dan extraversion pada mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai R = 0,189 dengan nilai p = 0,030 (p < 0,05) yang berarti terdapat tanda positif pada koefisien korelasi tersebut bahwa semakin tinggi tingkat extraversion yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah extraversion yang dimiliki mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat diterima. Diketahui juga bahwa nilai koefisien determinasi (r2) = 0,036 atau sebesar 3,6%, hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku sehat pada mahasiswa dipengaruhi

(12)

12

oleh 3,6% faktor extraversion dan 96,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor- faktor lainnya.

Hasil uji analisis kedua menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku sehat dan agreeableness pada mahasiswa.

Hal ini terlihat dari nilai R = 0,376 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat tanda positif pada koefisien korelasi tersebut bahwa semakin tinggi tingkat agreeableness yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah agreeableness yang dimiliki mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat diterima.

Diketahui juga bahwa nilai koefisien determinasi (r2) = 0,141 atau sebesar 14,1%, hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku sehat pada mahasiswa dipengaruhi oleh 14,1% faktor agreeableness dan 85,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

Hasil uji analisis ketiga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku sehat dan conscientiousness pada mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai R = 0,452 dengan nilai p = 0,000 (p <

0,05) yang berarti terdapat tanda positif pada koefisien korelasi tersebut bahwa semakin tinggi tingkat conscientiousness yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah conscientiousness yang dimiliki mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat diterima. Diketahui juga bahwa nilai koefisien

(13)

13

determinasi (r2) = 0,204 atau sebesar 20,4%, hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku sehat pada mahasiswa dipengaruhi oleh 20,4% faktor conscientiousness dan 79,6% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

Hasil uji analisis keempat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara perilaku sehat dan emotional stability pada mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai R = 0,009 dengan nilai p = 0,466 (p >

0,05) yang berarti hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini tidak diterima, bahwa semakin tinggi tingkat emotional stability yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah emotional stability yang dimiliki mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa. Diketahui juga bahwa nilai koefisien determinasi (r2) = 0,000081 atau sebesar 0,0081%, hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku sehat pada mahasiswa dipengaruhi oleh 0,0081% faktor emotional stability dan 99,9919% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

Hasil uji analisis kelima menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku sehat dan openness to experience pada mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai R = 0,257 dengan nilai p = 0,005 (p <

0,05) yang berarti terdapat tanda positif pada koefisien korelasi tersebut bahwa semakin tinggi tingkat openness to experience yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah openness to experience yang dimiliki mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat diterima. Diketahui juga bahwa nilai

(14)

14

koefisien determinasi (r2) = 0,076 atau sebesar 7,6%, hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku sehat pada mahasiswa dipengaruhi oleh 7,6%

faktor openness to experience dan 92,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor- faktor lainnya.

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara big five perosonality traits dan perilaku sehat pada mahasiswa. Penelitian ini melibatkan 100 mahasiswa sebagai responden penelitian. Hasil yang diperoleh hanya dimensi emotional stability yang berdistrubusi data normal sedangkan hasil dari dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience, dan variabel perilaku sehat menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribrusi dengan tidak normal. Dimensi kepribadian emotional stability tidak memiliki korelasi linier dengan perilaku sehat, namun dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience memiliki korelasi linier dengan perilaku sehat. Hal tersebut menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik korelasi Non- Parametrik Spearman’s Rho.

Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan menggunakan korelasi Non- Parametrik Spearman’s Rho, diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience dengan perilaku sehat pada mahasiswa (lihat tabel 18, 19, 20, 21, 22). Korelasi positif ini menunjukkan arah hubungan yang positif antara extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience dan perilaku sehat, yang berarti semakin tinggi extraversion, agreeableness,

(15)

15

conscientiousness, openness to experience pada mahasiswa makan semakin tinggi juga perilaku sehat pada mahasiswa. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience pada mahasiswa maka semakin rendah juga perilaku sehat yang dimiliki mahasiswa. Dengan demikian, empat hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian dapat dikatakan terbukti atau dapat diterima. Sebaliknya, pada hasil analisis antara dimensi emotional stability dan perilaku sehat menunjukkan tidak terdapat korelasi positif yang signifikan diantara kedua variabel yang berarti hipotesis tidak dapat diterima.

Pada tabel 10 diketahui bahwa mayoritas perilaku sehat pada mahasiswa berada pada kategori tinggi. Hasil yang menunjukkan tingginya persentase perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa mampu mempraktekan berbagai kegiatan yang bisa menunjang kesehatannya. Perilaku sehat merupakan salah satu hal yang sangat perlu ditanamkan oleh individu guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya kelak.

Taylor (2006) menyatakan, semakin baik mempraktekan kebiasaan sehat, semakin kecil kemungkinan penyakit yang akan didapat, semakin baik yang individu rasakan, maka semakin sedikit kemungkinan terjadi ketidakberfungsian pada tubuh. Menurut Sarafino dan Smith (2012), ketika individu memasuki fase dewasa, besar kemungkinan individu cenderung kurang mengadopsi perilaku tidak sehat dibandingkan pada masa remaja.

Pada penelitian ini, individu yang extraversion berada pada kategori tinggi (lihat tabel 11) digambarkan sebagai seseorang yang banyak bicara, tegas, giat, berani, dan tidak sabar. Pada hipotesis penelitian ini dikatakan bahwa semakin tinggi extraversion maka akan semakin tinggi pula perilaku sehat pada

(16)

16

mahasiswa dan begitu juga sebaliknya. Individu dengan sifat extraversion akan lebih berorientasi pada lingkungan sekitarnya, dengan seseorang yang mudah bersosialisasi ada kemungkinan bahwa perilaku sehat individu dipengaruhi berdasarkan lingkungan individu bergaul. Namun,ciri khusus seorang extravert adalah individu memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan sosialnya dan hal tersebut sering menjadikan orang extravertion sebagai seorang pemimpin. Bukti terbaru menunjukkan bahwa perhatian sosial merupakan pokok keistimewaan dari extraversion (Larsen & Buss, 2008). Berdasarkan penelitian terbaru dari Sinaj (2015) menyatakan bahwa extraversion berhubungan secara positif dengan perilaku sehat. Hasil yang sama didukung oleh penelitian dari (Jenkins, 2013) bahwa tidak terdapat hubungan antara extraversion dengan perilaku yang tidak sehat. Begitu juga penelitian dari Cheng, Weiss, dan Siegel (2015) bahwa extraversion secara positif berhubungan dengan perilaku sehat. Dampak dari pengaruh kepribadian extraversion terhadap perilaku sehat adalah aktivitas yang dijalani individu seperti olahraga.

Adapun agreeableness yang berada pada kategori sedang dan tinggi ( lihat tabel 12) pada penelitian ini digambarkan dengan individu yang baik hati, suka bekerja sama, ramah, suka menolong, dan kooperatif. Individu dengan sifat agreeableness pada perilaku sehatnya akan lebih berorientasi pada kegiatan yang akan individu lakukan bersama dengan orang lain disekitarnya. Walaupun hal tersebut merupakan sebagian kecil, namun akan sangat menonjol pada individu dengan sifat agreeableness. Individu akan melakukan kegiatan sehat yang pada umumnya dilakukan oleh banyak orang, dan menghindari yang namanya konflik sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Sirois dan Hirsch (2015) menjelaskan bahwa stabilitas sosial melekat pada agreeableness dan

(17)

17

memberikan lebih banyak efek positif yang terhubung dengan keberhasilan dari perilaku yang dapat mendorong kesehatan.

Concientiousness yang berada pada kategori tinggi (lihat tabel 13) pada penelitian ini digambarkan dengan individu yang teratur, disiplin, kaku, sungguh- sungguh, pekerja keras. Individu dengan conscientiousness Pada hipotesis penelitian ini dikatakan bahwa semakin tinggi conscientiousenss maka akan semakin tinggi pula perilaku sehat pada mahasiswa dan begitu juga sebaliknya.

Individu dengan sifat conscientiousness tinggi akan lebih mudah tergambarkan perilaku sehatnya. Concientiousness dengan individu yang bertanggung jawab, terencana, terorganisir, rajin merupakan karakteristik dari sifat yang terkait dengan banyak mempraktekan perilaku kesehatan (Sarafino & Smith, 2012).

Sebagai contoh, conscietiousness yang tinggi berkemungkinan mengadopsi olahraga rutin dan makan buah serta sayur untuk mencegah terjadinya resiko penyakit kardiovaskular dan kanker (Raynor & Levine, 2009).

Emotional stability yang berada pada kategori tinggi (lihat tabel 14) pada penelitian ini digambarkan dengan individu yang tidak emosional, santai, tenang sekali, tidak cemburu, tidak mudah marah. Penjelasan mengenai sifat emotional stability pada penelitian ini adalah kebalikan dari sifat neuroticism, yang berarti rendahnya neuroticism dapat berhubungan positif dengan perilaku sehat. Oleh karena itu, pada hipotesis penelitian ini dikatakan semakin tinggi emotional stability maka akan semakin tinggi pula perilaku sehat pada mahasiswa. Individu dengan emotional stability yang tinggi berarti kecil kemungkinan untuk memiliki kecemasan, temperamental dan rentan terhadap stres. Individu yang mengalami masalah dalam mengendalikan emosinya dapat mencari efek-efek yang dapat menstimulasi atau menenangkannya seperti rokok, alkohol, obat terlarang, dan

(18)

18

bahkan makanan siap saji, dalam upaya mengubah mood-nya yang dipengaruhi kondisi fisiologis (Wood, dkk., 1995; Friedman & Schustack, 2008). Dengan kata lain, semakin rendah emotional stability maka akan semakin rendah juga perilaku sehat pada mahasiswa. Akan tetapi, dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa emotional stability tidak berhubungan dengan perilaku sehat individu atau hipotesis tidak diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak mendukung penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Sirois dan Hirsch (2015) bahwa neuroticism secara signifikan berhubungan negatif dengan perilaku sehat. Serta tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cheng, Weiss, dan Siegel (2015), menyatakan bahwa tingginya neuroticism akan berhubungan dengan rendahnya perilaku sehat. Tidak terbuktinya hipotesis pada penelitian ini, bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu adanya kemungkinan landasan teori yang mendasari hipotesis kurang sesuai dengan kondisi penelitian ini. Faktor lainnya yaitu pada metode penelitian, yang mengakibatkan ketidaksesuain terdapat di lapangan, serta pada saat pengambilan sampel penelitian. Kemudian, salah satu yang menyebabkan mengapa temuan dalam penelitian berbeda satu sama lain karena tidak dilibatkannya variabel ekstra (Intervening) pada penelitian (Baron & Kenny, 1986; Urbayatun & Widhiarso, 2012)

Openness to experience yang berada pada kategori tinggi (lihat tabel 15) pada penelitian ini digambarkan dengan individu yang memiliki rasa ingin tahu, minat yang luas, yang mengacu pada besarnya minat seseorang dalam melakukan penyesuaian dengan situasi yang baru. Pada hipotesis penelitian ini dikatakan bahwa semakin tinggi openness to experience maka akan semakin tinggi pula perilaku sehat pada mahasiswa dan begitu juga sebaliknya. Individu

(19)

19

dengan sifat opennes to experience yang tinggi cenderung berani untuk mengambil resiko, inovatif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Sehingga individu akan berusaha menjaga dan meningkatkan perilaku sehat apapun hambatannya (Rahmadian, 2011).

Perilaku sehat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, di mana menurut Taylor (2006) yaitu demografik, usia, nilai,kontrol pribadi, pengaruh sosial, tujuan pribadi, perceived symtoms, akses pelayanan kesehatan, dan faktor kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa big five personality traits bukanlah faktor satu-satunya yang mempengaruhi baik atau tidaknya perilaku sehat yang dimiliki oleh individu.

Penelitian ini juga mengungkap variabel demografik yang mempengaruhi perilaku sehat dan big five personality traits pada mahasiswa yaitu, jenis kelamin dan ada atau tidaknya penyakit yang diderita oleh individu.

Penelitian-penelitian serupa dengan hasil penelitian ini meskipun variabel yang diteliti tidak persis sama dengan penelitian ini. Penelitian yang hampir sama oleh Sirois & Hirsch (2015), yang walaupun hanya membahas tentang tiga kepribadian yaitu conscientiousness, agreeableness, dan neoriticsm yang memiliki hubungan dengan perilaku promosi tentang kesehatan berdasarkan perspektif regulasi diri. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa conscientiousness, agreeableness, dan neoriticsm secara signifikan berkorelasi dengan perilaku sehat. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh rahmadian (2011), hanya openness to experience secara signifikan mempengaruhi perilaku sehat dan extraversion, agreeableness, neuroticism, conscientiousness secara tidak signifikan mempengaruhi perilaku sehat. Penelitian selanjutnya oleh Cheng, Weiss, dan Siegel (2015), yaitu extraversion berhubungan positif dengan perilaku sehat, namun neuroticism berhubungan positif dengan perilaku tidak sehat.

(20)

20

Penelitian dari sinaj (2015) yang menyatakan, terdapat korelasi yang positif antara extarversion dengan perilaku sehat dan korelasi positif antara neuroticism dan perilaku sehat. Berdasarkan hasil yang ada maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya.

Peneliti menyadari bahwa secara keseluruhan dalam pelaksanaan penelitian ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Kekurangan dan kelemahan pada penelitian ini yaitu adanya variabel moderator yang menjadi faktor penentu apakah variabel bebas berperan terhadap variabel tergantung. Oleh karena itu, variabel emotional stability memiliki peran yang tidak langsung terhadap variabel perilaku sehat karena adanya mediasi dari variabel moderator. Kemungkinan munculnya bias dan faking good yang dilakukan oleh responden penelitian dalam menjawab kuisioner yang dibagikan oleh peneliti. Perbedaan budaya menjadikan salah satu pertimbangan terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Munculnya bias dan faking good ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya seperti konsentrasi responden yang kurang pada saat mengisi setiap aitem pernyataan di dalam kuisioner, adanya faktor kesengajaan dalam memberikan jawaban yang terlihat ideal sehingga tidak menggambarkan kondisi responden yang sebenarnya. Selain itu, pengambilan data dilakukan diluar kelas dengan situasi dan kondisi yang kurang kondusif dimana situasi tersebut tidak dapat dikontrol penuh oleh peneliti sehingga ditemukan beberapa responden tidak mengisi kuisioner secara lengkap. Peneliti menitipkan beberapa angket untuk diisi oleh responden sehingga proses pengisian kuisioner oleh responden tidak di awasi langsung oleh peneliti dan terdapat beberapa pertanyaan dari responden terkait aitem-aitem dalam kuisioner tidak dapat dijelaskan dan dijawab langsung oleh peneliti sehingga terdapat beberapa yang tidak diisi oleh

(21)

21

responden. Kemudian, kurang kayanya referensi dan penelitian yang mendukung digunakan dalam penelitian ini sehingga peneliti kesulitan untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience dan perilaku sehat pada mahasiswa.

Korelasi positif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience yang dimiliki oleh mahasiswa maka akan semakin tinggi perilaku sehat pada mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini diterima.

Begitu juga sebaliknya, semakin rendah extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience pada mahasiswa makan akan semakin rendah perilaku sehat pada mahasiswa. Akan tetapi, tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara emotional stability dan perilaku sehat pada mahasiswa, oleh karena itu hipotesis yang diajukan peneliti tidak diterima.

(22)

22

SARAN

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini dan dengan menyadari keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka peneliti menyadari keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Subjek Penelitian (Mahasiswa Universitas X)

Peneliti mengharapkan agar para mahasiswa mampu mengembangkan kepribadiannya agar memiliki kepribadian yang lebih baik dan sehat, sehingga mahasiswa mampu mengembangkan perilaku sehat pada dirinya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman kepada mahasiswa tentang kecenderungan tipe kepribadian terhadap perilaku sehat.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti mengharapkan agar peneliti selanjutnya lebih cermat dalam memilih subjek sehingga hasil penelitiannya lebih baik lagi.

(23)

23

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2008. Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_____. (2013). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_____. (2014). Penyusunan Skala Psikologi (edisi 2). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Cervone, D., & Pervin, L.A. (2012). Kepribadian: teori dan penelitian( edisi 10) buku 2. Jakarta: Salemba Humanika

Cheng, C.E., Weiss, J.W., & Siegel, J.M. (2015). Personality traits and health behaviors as predictors of subjective wellbeing among a multiethnic sample of university-attending emerging young adults. International Journal of Wellbeing, 5(3), 21-43

Damayanti, M.R., & Karin, P.S. (2016). Gambaran pola perilaku hidup sehat pada mahasiswa program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran universitas udayana. Jurnal Keperawatan Coping NERS. 1, 18-35

Feist, J., & Feist, G. J. (2011). Teori kepribadian (Vol. 2). Jakarta: Salemba Humanika

Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian teori klasik dan riset modern. Jakarta: Erlangga.

_____. (2008). Kepribadian teori klasik dan riset modern (jilid 2). Jakarta:

Erlangga.

Glantz, K., Rimer, B.K., & Viswanath, K. (Eds.) (2008). Health behavior and health education: Theory, research and practice. San Francisco, CA:

Jossey-Bass

Goodwin, R.D., & Friedman, H.S. (2006). Health status and the five-factor personality traits in nationally respresentive sample. Journal of Health Psychology, 11(5), 643-654

Hall, C.S., & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 3 teori-teori sifat dan behavioristik. Yogyakarta: Kanisius

Hayden, J.A. (2009). Introduction to health behavior theory.USA: Jones & Bartlett Publishers

(24)

24

Istiningtyas, A. (2010). Hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang gaya hidup sehat dengan perilaku gaya hidup sehat mahasiswa di PSIK UNDIP semarang. Jurnal KesMaDasKa, 1(1), 18-25

Jenkis, E.P. (2013). The Influence of extraversion, religiosity, and spirituality on health behaviors. (Master’s Thesis). Retrieved from Proquest Dissertations and Thesis. (UMI 1524972)

Larsen, R.J., & Buss, D.M. (2008). Personality psychology: domains of knowledge about human nature. New York: McGraw-Hill

Mirnics, Z., Heinez, O., et al.(2013). The relationship between the big five personality dimensions and acute psychopathology: mediating and moderating effects of coping strategies. Psychiatria Danubina, 25(4), 379- 388

Notoatmodjo, S.(2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta

Ogden, J. (2007). Health psychology : a textbook (fourth edition). New York : Open University Press

Rahmadian, S. (2011). Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku sehat mahasiwa beberapa perguruan tinggi di tangerang selatan. Skripsi:

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Raynor, D.A., & Levine, H. (2009). Associations between the five-factor model of personality and health behaviors among college students. Journal of American College Health, 58(1), 73-81

Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2012). Health psychology: biopsychosocial interactions (7th ed). Hoboken : J. Wiley & Sons

Sari, D.A.(2010). Uji validitas ukur big five personality (adaptasi dari IPIP) pada mahasiswa universitas islam negeri syarif hidayatullah Jakarta. Skripsi:

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Shah, S., Imtiaz, A., Mahsood, N., Ahmad, N., Basit, A., & Ayub, A. (2015).

Prevalence and predictors of health risk behaviors in undergraduate health sciences students of khyber medical university. Value In Health. 18, A1- A307

Sinaj, E. (2015). Associations between the five-factor model of personality and health behaviors among adult in albania. Europan Journal of Psychological Research. 2(3), 1-6

(25)

25

Sirois, F. M., & Hirsch, J., K. (2015). Big Five traits, affect balance and health behaviors: a self-regulation resource perspective. Personality and Individual Differences, 87, 59-64

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta : PT Grasindo

Taylor, S.E. (1995). Health Psychology. Third edition. Singapore : McGraw-Hill Taylor, S E. (2006). Health Psychology (sixth edition). Singapore : McGraw Hill Thongmuang, P., & Suwannahong, K. (2015). Health behaviours of

undergraduate students in Suan Sundandha Rajabhat University.Social and Behavioral Sciences, 195, 973-976

Urbayatun, S., & Widhiarso, W. (2012). Variabel mediator dan moderator dalam penelitian psikologi kesehatan di masyarakat. Jurnal Psikologi, 39(2), 180- 188

Wade, C., & Travis, C. (2007). Psikologi. Edisi ke-9. Jilid 2. Jakarta: ERLANGGA

(26)

26

Identitas Penulis

Nama : Meitri Lupitasari

Alamat Rumah : Jl. DC. Manoppo, RT/RW: 008/003, Kelurahan Pobundayan, Kecamatan Kotamobagu Selatan, Kota Kotamobagu, Sulawesi utara

Alamat di Yogyakarta : Jl. Degolan, Kupatan, Kab. Sleman, Yogyakarta Alamat e-mail : meitri.lupita@yahoo.com

No kontak : 085342316147

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pengaruh dari parameter non- geologi yang berasal dari kuat tekan uniaksial dan air tanah, sangat kecil yaitu sebesar 16,97%, walaupun pengaruh non- kekar ini

Simulasi ini bertujuan mengetahui jika sistem ini dapat digunakan dengan baik sebagai sumber STS, kerena profil tegangan pada kedua sumber yaitu 13,8 kV.Baik sumber-A maupun

informasi publik ini dibatasi dengan hak individual dan privacy seseorang terkait dengan data kesehatan yang bersifat rahasia (rahasia medis). Jadi dalam hal ini dapat dianalisis

Pengusaha-pengusaha tambang di Australia bergerak melalui komunitas pertambangan yang ada di Australia melalui saluran-saluran seperti misalnya demonstrasi, media massa serta

Menurut Gagne, Wager, Goal, &amp; Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

Instrumen penelitian pada metode wawancara yakni pedoman wawancara mencakup daftar pertanyaan kepada guru Bahasa Indonesia terkait data yang diperoleh yaitu

Perumusan Kebijakan: Perumusan Sasaran Permusan Kebijakan Implementasi Kebijakan Monitoring Kebijakan Evaluasi Kebijakan •Politik •Ekonomi •Administr asi •Teknologi •Sosial,

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia