• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perbudakan pada zaman sekarang, yang dilakukan pada tingkat nasional dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perbudakan pada zaman sekarang, yang dilakukan pada tingkat nasional dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan pada zaman sekarang, yang dilakukan pada tingkat nasional dan internasional. Dengan cara-cara tertentu seperti dari kejahatannya yang terselubung dan ilegal berupa penipuan bujukan, ancaman, atau rayuan, korban dibawa ke daerah lain bahkan ke luar negeri untuk dipekerjakan dengan upah rendah bahkan diperjualbelikan.

Jumlah kasus perdagangan orang semakin meningkat karena banyaknya laki-laki, perempuan bahkan anak-anak yang banyak mencari kerja di luar daerah tempat tinggalnya. Seseorang rentan menjadi korban perdagangan orang karena kurangnya informasi dan pendidikan.1

Tindak pidana perdagangan orang dengan obyek wanita maupun anak-anak merupakan persoalan yang cukup serius di Indonesia. Wanita maupun anak-anak tersebut dipekerjakan dengan waktu yang relatif panjang dan rawan akan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual.

Kesehatan dari korban tindak pidana perdagangan orang juga terancam oleh infeksi penyakit seksual, dan konsumsi alkohol, atau obat-obatan terlarang.2 Korban tindak pidana perdagangan orang membutuhkan perlindungan dan

1 Farhana, 2012, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 4.

2 Syaifullah Yophi Ardianto, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Kota Pekanbaru”, Ilmu Hukum, III, (2015), hlm. 5.

(2)

2

dukungan penuh dari lingkungan sekitar dan membutuhkan jaminan perlindungan dari aparat penegak hukum.

Perdagangan orang merupakan bentuk kejahatan yang perolehan keuntungannya besar tetapi resikonya rendah. Sifat dari kejahatannya sangatlah sistematis, menggunakan mekanisme-mekanisme yang canggih dan banyak negara belum mempunyai aturan hukum untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang. Di sisi lain negara yang sudah mempunyai aturan hukum tentang tindak pidana perdagangan orang, penegakan hukumnya masih kurang efektif sehingga banyak pelaku tindak pidana perdagangan orang yang dilepaskan sedangkan korbannya dibiarkan dan diperlakukan dengan tidak baik.3

Korban tidak begitu diperhatikan, karena hanya fokus kepada hukuman yang akan diberikan kepada pelaku yang jika pelaku sudah menerima hukuman maka menandakan persoalannya selesai. Padahal dengan dihukumnya pelaku belum tentu korban merasa aman dan sudah puas akan hukuman tersebut. Banyak korban tindak pidana perdagangan orang masih belum merasakan keadilan dan kembalinya korban ke tengah masyarakat sulit untuk merubah dirinya karena adanya trauma dan serangan psikis yang tajam sehingga sangatlah penting melakukan perlindungan bagi korban tindak pidana.4

3 Abdul Rahman Prakoso, Putri Ayu Nurmalinda “Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, IV, (2018), hlm. 2.

4 Alfan Alfian, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Ilmu Hukum, IX (2015), hlm. 333.

(3)

3

Orang yang paling rentan menjadi korban trafficking ialah perempuan terutama yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan berpendidikan rendah yang berasal dari pedesaan. Faktor-faktor tersebut menjadi pendorong meningkatnya tindak pidana perdagangan orang.

Tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan cara perekrutan, pengangkutan, penyembunyian, pemindahan atau penerimaan orang dengan tujuan menjebak atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktek eksploitasi yang menggunakan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.5 Korban tidak hanya diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, tetapi mencakup bentuk eksploitasi lain, seperti pelayanan paksa (kerja paksa), atau perbudakan.

Perdagangan orang menjadi isu global terutama sejak ditandatanganinya Convention on Traffic in Person tahun 1949. Perhatian dunia terhadap isu ini semakin membesar seiring makin banyaknya laporan tentang kasus perdagangan perempuan. Pembahasan tentang isu perdagangan orang juga dilakukan di Beijing Plat Form of Action di Convention on Elimination of All Forms of Descrimination Against Women

5 Dadang Abdullah, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Trafficking Anak dan Perempuan”, Media Hukum, IX (2017), hlm. 232.

(4)

4

(CEDAW),6 kemudian semakin dipertegas dengan agenda Global Alliance Against Traffic in Women atau disingkat dengan GAATW di Thailand tahun 1994.7

Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang mendefinisikan perdagangan orang sebagai:8

“tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Pada tahun 2018, KPAI mencatat 329 laporan yang terdiri dari 65 kasus perdagangan orang, 80 kasus kekerasan seksual, 93 kasus kejahatan prostitusi, dan 91 kasus eksploitasi pekerja. Hingga pada pertengahan tahun 2019, KPAI menerima 15 laporan yang terdiri dari 5 kasus perdagangan orang, 1 korban prostitusi, 5 korban kekerasan seksual, dan 4 korban eksploitasi pekerja anak.9

Perlindungan, pencegahan, pemberantasan, serta penanganan tindak pidana perdagangan orang bukan hanya tugas kepolisian, hakim atau para penegak hukum lain, tetapi memerlukan kerja sama antar instansi ataupun

6 Convention on Elimination of All Forms of Descrimination Against Women (CEDAW) telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

7 Novianti, “Tinjauan Yuridis Kejahatan Perdangan Manusia (Human Trafficking) Sebagai Kejahatan Lintas Batas Negara”, Ilmu Hukum, I, (2015), hlm. 52.

8 Syaifullah Yophi Ardianto, Op.Cit., hlm. 6.

9 Adhi Wicaksono, Menulis Referensi dari Internet, 10 Juli 2019, https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20190710031148-12-410730/kpai-beberkan-12-modus- perdagangan-manusia-di-Indonesia, (24.00).

(5)

5

lembaga,10. Selain itu peran serta masyarakat juga dibutuhkan baik dalam mencegah terjadinya perdagangan orang di lingkungan masing-masing maupun dalam melindungi korban.

Kasus perdagangan orang juga ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebanyakan dalam bentuk kejahatan prostitusi dimana korban setuju untuk diperdagangkan oleh orang yang menyalurkan pekerjaannya.

Korban kebanyakan adalah anak yang masih di bawah umur, seperti yang terjadi di daerah Sleman dimana Pratik prostitusi dijalankan dengan berkedok “salon plus”. Dalam kasus ini, korban yang masih di bawah umur direkrut dengan dijanjikan pekerjaan bergaji besar tetapi faktanya justru dipekerjakan sebagai pekerja seksual komersial (PSK)11.

Korban tindak pidana perdagangan orang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan restitusi atas apa yang telah mereka alami.

Walaupun masih menyisakan rasa sedih, tertekan, dan takut, setidaknya mereka merasa lebih dilindungi oleh negara.12 Perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah diatur didalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

10 Moh. Hatta, 2012, Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Teori Dan Praktek, Yogyakarta, Liberty, hlm. 3.

11 Dwi Nourma Handito, menulis Referensi dari Internet, 17 Oktober 2017,

https://www.tribunnews.com/regional/2017/10/17/terungkap-kasus-perdagangan-orang-di-diy-ini- kedokny , (23. 00).

12 Anggie Rizqita Herda Putri, Ridwan Arifin, “Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Indonesia”, Res Judicata, II, (2019), hlm.174.

(6)

6

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik meneliti dan membahas isu Perdagangan Orang (Human Trafficking) dalam skripsi dengan judul

“Perlindungan Hukum bagi Korban Perdangan Orang (Human Trafficking) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Faktor Penyebab terjadi Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Daerah Istimewa Yogyakarta ?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum bagi Korban Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Daerah Istimewa Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya Perdagangan orang (Human Trafficking) di Daerah Istimewa Yogyakarta ?

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang (Human Trafficking) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum terutama yang terkait dengan perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang.

b. Dapat digunakan sebagai bahan bacaan (literatur) disamping literatur lain yang sudah ada untuk menambah referensi di bidang perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang.

(7)

7 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi terkait Perlindungan Hukum Bagi Korban Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Daerah Istimewa Yogyakarta bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat yang ingin mengetahui mengenai perdagangan orang (Human Trafficking) di Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Perdagangan orang atau lebih dikenal human trafficking selalu dikaitkan dengan perempuan dan anak, padahal hal itu bisa terjadi pada laki-laki juga. Konsep human trafficking lebih dipusatkan pada anak dan perempuan karena hak asasi manusia (HAM) memposisikan perempuan dan anak dalam bentuk perlindungan instrumen hukum.13

Perdagangan orang (trafficking) menurut definisi dari Pasal 3 Protokol Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Tahun 2000 untuk mencegah, menanggulangi dan menghukum pelaku perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak-anak, yaitu:14

“Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau menfaat atau memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi”.

13 Erna Dyah Kusumawati. 2005. “Penerapan Prinsip Global Dalam Hukum Nasional Untuk Melawan Perdagangan Perempuan dan Anak” (Majalah Hukum Yustisia. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret), Surakarta, hal 1460.

14 Riswan, Munthe, “Perdagangan Orang (Trafficking) Sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia”, Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, VII, (2015).

(8)

8

Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia, bentuk perlakuan terburuk dan pelanggaran harkat martabat manusia.15. Pelanggaran hak asasi pada kasus perdagangan orang bukan hanya terlihat dari bentuk tindakannya tetapi juga akibat yang ditimbulkan pada korban khususnya pada anak.16 Anak mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta mempunyai hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Tindak pidana perdagangan orang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu:

“Segala tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dan orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Ada tiga unsur-unsur yang terkandung dalam perdagangan orang, Pertama, unsur perbuatan yang meliputi: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima. Kedua, unsur sarana (cara) untuk mengendalikan korban yang meliputi: ancaman,

15 Nurhenny H, 2010, Tindak Pidana Perdagangan Orang Kebijakan Hukum Pidana dan Pencegahannya, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 307.

16 Nelsa Fadilla, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Hukum dan Pendidikan, V (2016), hlm. 190.

(9)

9

penggunaan, paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. Ketiga, unsur tujuannya yang meliputi: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya kerja paksa, perbudakan, penghambaan, dan pengambilan organ tubuh.17

Dari definisi di atas disimpulkan bahwa unsur-unsur perdagangan orang yaitu adanya suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan berbagai cara dan adanya tujuan atau maksud untuk eksploitasi dengan maksud mendapatkan keuntungan dari orang.

2. Perlindungan Hukum terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan sudah diberikan oleh negara jika pelaku kejahatan tersebut telah dihukum, namun perlindungan tersebut hanya mengejar kepastian hukum sedangkan manfaatnya belum dirasakan oleh korban.

Perlindungan hukum seharusnya memberikan pengayoman kepada pihak yang dirugikan atas tindakan jahat orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh hukum. Perlindungan hukum meliputi berbagai upaya hukum yang diberikan aparat penegak hukum

17 Farhana, Op. Cit., hlm. 16-17.

(10)

10

untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan ancaman dari pihak manapun.18

Menurut Setiono, perlindungan hukum ialah suatu tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari adanya kesewenang-wenangan penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, agar mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga manusia bisa menikmati martabatnya sebagai manusia.19

Perlindungan hukum menjadi gambaran fungsi hukum yang memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, dan ketentraman bagi kepentingan manusia. Perlindungan hukum diartikan dalam suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum dalam bentuk suatu perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun bersifat represif, baik tertulis maupun tidak tertulis. 20

Perlindungan korban melingkupi perlindungan yang bersifat abstrak dan konkrit. Perlindungan abstrak merupakan bentuk perlindungan yang bisa dinikmati atau dirasakan secara emosional (psikis). Sementara perlindungan yang dapat dinikmati secara konkrit, seperti pemberian yang bersifat materi maupun non materi. Pemberian materi seperti pemberian kompensasi.21

18 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke V, hlm. 53.

19 Setiono, 2004, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, hlm. 3.

20 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Ui Press, hlm 133.

21 Muslimin Lagalung, 2013, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kejahatan Perdagangan Orang (Trafficking In Person), (Skripsi sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hlm. 11.

(11)

11

Perlindungan bagi korban dan saksi suatu kejahatan telah diatur yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban. Undang-undang ini mengatur hak saksi atau korban seperti memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya dan bebas dari ancaman. Saksi dan korban juga berhak memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.

Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.

Perlindungan bagi korban perdagangan orang dimulai dari seseorang dapat diidentifikasikan sebagai korban perdagangan manusia, proses beracara mulai penyidikan hingga pengadilan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga kepada proses pemulangan korban perdagangan orang dan reintegrasi sosial. Perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah melalui aturan hukumnya seperti Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, dan Undang-undang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang.

(12)

12 F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati, memperhatikan, dan meninjau secara langsung pola perilaku masyarakat yang didukung dengan studi pustaka.22 Penelitian yuridis empiris ini digunakan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Sumber Data

Sesuai dengan jenis penelitiannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang diperoleh penelitian lapangan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.

Ketiga jenis bahan hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut::

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yang mencakup peraturan perundang-undangan yang berkaitan

22 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, Hlm. 51.

(13)

13

dengan topik masalah yang dibahas. Peraturan perundang- undangan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi:

a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

c) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban;

d) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang.

e) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer meliputi buku- buku teks, literatur-literatur, jurnal ilmiah, internet dan lain- lain yang relevan seperti:

a) Buku-buku yang terkait dengan perlindungan hukum khususnya perlindungan hukum bagi korban;

b) Buku-buku tentang Perdagangan Orang (Human Trafficking);

c) Hasil Penelitian yang terkait dengan masalah;

d) Jurnal-jurnal nasional;

e) Doktrin, pendapat dari para ahli hukum baik tertulis

(14)

14

maupun tidak tertulis terkait dengan perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang;

f) Media masa cetak dan internet.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasannya terhadap hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan kamus hukum Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan (studi pustaka).

a. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan dengan metode wawancara yakni tanya jawab dengan narasumber dan responden baik secara langsung maupun tidak langsung terkait isu perdagangan orang (human trafficking).

b. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji secara cermat bahan-bahan hukum sekunder sebagaimana telah disebutkan.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

(15)

15 5. Narasumber dan Responden

a. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat yang terkait dengan objek penelitian dan seseorang yang memahami terkait objek penelitian. Narasumber dalam penelitian ini antara lain:

1) Ibu Ita Denie Setyawaty, S.H.,M.H, Hakim pada Pengadilan Negeri Sleman;

2) Bondan Subrata, S.H, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Sleman;

3) Briptu Berti Kurnia, S.E, anggota Unit Trafficking pada POLDA Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aipda Zazan Putra, S.H Penyidik pada POLDA Daerah Istimewa Yogyakarta;

4) Bripka Mustafa Kamal, S.H, Penyidik bagian Unit PPA pada Polres Bantul;

5) Ibu Ika, Anggota dari Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.

6) Ibu Novia Munalisa, S.H,.M.Hum, Konselor Hukum pada Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

“Rekso Dyah Utami” dan ibu Linda Ekawati Konselor Pelayanan Terpadu pada Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan “Rekso Dyah Utami”.

b. Responden adalah seseorang yang akan memberikan respon atau jawaban terhadap pertanyaan yang akan diajukan peneliti terhadap

(16)

16

permasalahan dari objek peneltian.23 Responden dalam penelitian ini korban tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) yang berinisial WD dan VIA.

6. Teknik Pengambilan sampel

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampelnya adalah Non Random Sampling dimana peneliti telah menentukan/ menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya, maka yang menjadi sample dalam penelitian ini terdiri yaitu 2 (dua) orang korban tindak pidana perdagangan orang di Daerah Istimewa Yogyakarta.

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis deskriptif kualitatif. Data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, guna menghasilkan sebuah kesimpulan. Selanjutnya kesimpulan disajikan secara deskriptif untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dan terarah dari hasil penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Skirpsi ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I, pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan tinjauan pustaka.

23Ibid, Hlm. 174

(17)

17

BAB II adalah tinjauan tentang tindak pidana perdagangan orang, yang menjelaskan tentang pengertian perdagangan orang, bentuk-bentuk perdagangan orang, dan unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang.

BAB III adalah tinjauan umum tentang perlindungan hukum bagi korban tindak pidana, yang menjelaskan tentang pengertian perlindungan hukum, bentuk-bentuk perlindungan hukum, pengertian korban tindak pidana, jenis- jenis korban kejahatan, dan hak-hak korban

BAB IV adalah uraian tentang hasil penelitian yang membahas faktor penyebab terjadi perdagangan orang di Daerah Istimewa Yogyakarta dan perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perdagangan orang di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bab V adalah kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Gasoline murni pada 300,15–318,15 K juga dianalisa untuk mengetahui komposisi penambahan alkohol yang tepat dalam menurunkan tekanan uap campuran. Perubahan tekanan uap paling

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah seberapa signifikan dan seberapa besar persentase

Arikunto (1996:126) ”Berdasarkan masalah-masalah yang akan dibahas, maka dalam menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampel wilayah (Area Probability

Namun demikian, makalah ini akan mencoba melihat jejak- jejak strukturalisme dalam pemikiran Foucault, khususnya yang berhubungan dengan konsep- konsepnya tentang épistémè ,

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa proses produksi pada pengrajin pandai besi di Desa Carikan Sukoharjo mempunyai tahapan

HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini untuk menentukan bentuk fisik mantra Banjar peneliti merujuk pada teori bentuk fisik mantra Banjar sebagaimana yang

Indikator maklumat pelayanan dalam kepuasan masyarakat pada program sehat dengan layanan welas asih di RSUD Dr R Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro memiliki