• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR UNI EROPA Strategy for Developing Indonesian Coffee Export to the European Union Market

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR UNI EROPA Strategy for Developing Indonesian Coffee Export to the European Union Market"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Perspektif, Rev.Pen. Tan. Industri Vol. 20 No. 2 /Des 2021. Hlm 63-79 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v20n1.2021. 63-79 ISSN: 1412-8004 e-ISSN: 2540-8240

STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR UNI EROPA

Strategy for Developing Indonesian Coffee Export to the European Union Market

BEDY SUDJARMOKO, ABDUL MUIS HASIBUAN, dan RISFAHERI Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Indonesian Industrial and Beverage Crops Research Institute

Jl. Raya Pakuwon Km. 2, Parungkuda, Sukabumi 43357, Jawa Barat, Indonesia Telp. (0266) 7070941, Faks. (0266) 6542087

e-mail: bedysdm@yahoo.com

ABSTRAK

Uni Eropa merupakan importir kopi terbesar di dunia yang menyerap hampir setengah produksi kopi dunia, dan menjadi pasar global terbesar untuk kopi berbasis keberlanjutan yang bernilai tinggi. Namun sebagai salah satu produsen kopi terbesar dunia yang mengekspor produk kopi ke lebih dari 60 negara, pangsa Indonesia di pasar Uni Eropa masih sangat kecil jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah standar pasar Uni Eropa dikenal sangat tinggi terhadap mutu dan keamanan kopi, bahkan seringkali melebihi standar internasional pada umumnya. Di sisi lain, kemampuan Indonesia untuk memproduksi kopi yang sesuai standar tersebut relatif masih kecil yang diakibatkan oleh produsen kopi yang didominasi oleh petani kecil dengan kapasitas dan kapabilitas yang terbatas untuk memenuhi standar keberlanjutan yang menjadi tuntutan pasar, sehingga perlu upaya khusus untuk meningkatkan pangsa ekspor kopi Indonesia ke wilayah tersebut. Untuk itu, Indonesia membutuhkan beberapa terobosan yang perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan di dalam negeri, mulai dari level usahatani hingga strategi ekspor. Pada level usahatani, peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani, kualitas produk dan resiliensi petani perlu diperkuat, khususnya terkait dengan sistem produksi kopi yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia di pasar Uni Eropa, langkah utama yang harus dilakukan adalah memperhatikan aspek keberlanjutan. Sedangkan strategi ekspor yang harus dilakukan sesuai dengan prioritasnya adalah:

pemilihan saluran distribusi dan penetapan harga produk, pemilihan pedagang dan rekanan dagang, mengoptimalkan peran industri pengolahan dan asosiasi kopi, layanan daring, mengikuti pameran dagang dan pelatihan ekspor yang sering diselenggarakan oleh negara-negara Uni Eropa.

Kata kunci: kopi, strategi ekspor, pangsa pasar, Uni Eropa

ABSTRACT

European Union (EU) is the world's largest coffee importer that takes up more than half of global coffee production, as well as the largest global market for high value and sustainability-based coffee products.

However, as one of the main coffee producers which supply coffee products to more than 60 countries, Indonesian share to the EU coffee market was relatively low, compared to other main producing countries (i.e. Brazil and Vietnam). It is caused by the very high and strict standard for coffee quality and safety in EU market which often exceeds the international standards in general. On the other hand, Indonesian coffee production that meet the EU standard relatively low as the result of the domination of small-scale coffee producers in Indonesia which have low capacity and capability in fulfilling the sustainability and export standard so that it needs to reformulate the strategies to expand the Indonesian coffee market in the EU region. Therefore, strategic and action plans are needed and supported by policy makers and stake holders (i.e. on-farm level through increasing productivity, efficiency, quality and farmers resiliency in order to meet the sustainability and export quality standard), the selection of distribution channels and product pricing, the selection of traders and trading partners, empowering specialty roasters, small- scale roasters, coffee associations, online services, as well as coffee trade exhibition and exports training which often organized by European Union countries.

Keywords: coffee, export strategy, market share, European Union

(2)

PENDAHULUAN

Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional.

Indonesia menjadi negara pengekspor kopi ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Pada tahun 2019, luas areal kopi Indonesia tercatat sebesar 1.245.358 hektar, produksi 752.511 ton dan ekspor sebanyak 359.053 ton dengan nilai US$ 883.123 (Ditjenbun, 2020). Sementara itu, menurut International Coffee Organization (ICO), komposisi ekspor kopi Indonesia 85% berupa kopi robusta dan 15% kopi arabika (ICO, 2015a). Indonesia mengekspor kopi ke lebih dari 60 negara dengan tujuan utama USA, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris (Ditjenbun, 2020).

Uni Eropa menjadi importir kopi terbesar di dunia, menyerap lebih dari setengah produksi kopi dunia pada tahun 2019 (ITC, 2020a).

Pemasok utama permintaan pasar kopi Uni Eropa adalah Brazil dan Vietnam dengan pangsa pasar mencapai 55,5 persen. Sedangkan Indonesia hanya mampu memasok kurang dari 3 persen pada tahun 2018(ECF, 2019). Laporan dari The European Coffee Federation (ECF) menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun ini, Brazil, Vietnam, dan Honduras konsisten bertahan menjadi tiga negara utama pemasok kopi ke Uni Eropa. Posisi ketiga pernah diduduki Indonesia selama periode 2009-2012. Ini membuktikan bahwa Indonesia juga dapat menjadi salah satu pengekspor kopi andalan untuk pasar Uni Eropa (ECF, 2019). Fakta ini seharusnya menjadi dorongan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan pangsa pasar kopi di Uni Eropa.

Apalagi setelah terbentuknya Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Uni Eropa dan Indonesia, sebuah perjanjian kemitraan ekonomi yang komprehensif antara Uni Eropa dengan Indonesia. Melalui perjanjian tersebut, Indonesia memperoleh keuntungan karena ditopang oleh arsitektur segitiga berupa akses pasar, pengembangan kapasitas dan fasilitasi perdagangan serta investasi, yang dapat dimanfaatkan untuk ekspansi ekspor produk- produk kopi ke negara-negara tersebut.

Indonesia meskipun merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia, tetapi hanya sebagian kecil yang diproduksi berdasarkan standar keberlanjutan (Dradjat et al., 2007; Dubois, 2001). Di sisi lain, pasar Uni Eropa untuk kopi berbasis keberlanjutan terus berkembang dengan sangat pesat dan berpotensi memberikan keuntungan yang lebih baik kepada petani dan juga lingkungan (Ibnu et al., 2018;

Wahyudi et al., 2020). Terkait dengan produksi kopi berbasis keberlanjutan dan keterlacakan produk kopi mulai dari sumber awal hingga tersedia di meja konsumen menjadi komponen penting (Latynskiy and Berger, 2017; Neilson et al., 2018). Di sisi lain, persyaratan dan standar tersebut ternyata menjadi kendala bagi produsen dan pengekspor kopi Indonesia, terutama terkait dengan daya saing kopi Indonesia dibanding produsen kopi lainnya. Pemenuhan standar keberlanjutan dan keterlacakan yang merupakan bentuk skema sertifikasi sosial dan ekologis yang menjadi syarat utama dari proses sertifikasi dan seharusnya menjadi potensi dan peluang bagi Indonesia justru sering menjadi hambatan dalam menembus pasar Uni Eropa. Oleh karena itu, aspek keberlanjutan dan keterlacakan ini perlu diperhatikan dengan serius jika Indonesia ingin meningkatkan pangsa pasar kopi di Uni Eropa (Bager and Lambin, 2020; Renckens, 2021).

Terlebih lagi mayoritas rantai produksi kopi Indonesia dikelola oleh petani kecil yang umumnya memiliki keterbatasan pendidikan dan pengetahuan ((Byrareddy et al., 2019).

Sebagai pasar utama kopi bernilai tinggi, berbagai kendala yang dihadapi produk kopi Indonesia dalam menembus pasar Uni Eropa terutama dibandingkan dengan negara-negara produsen utama kopi dunia dapat dipandang sebagai belum optimalnya pengekspor kopi nasional dalam menggarap peluang pasar di kawasan tersebut (Manalu et al., 2019). Tulisan ini memberikan gambaran umum tentang kondisi kopi Indonesia, syarat ekspor kopi Indonesia, potensi pasar dan regulasi produk kopi di Uni Eropa, serta strategi untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia di pasar Uni Eropa.

(3)

POTENSI PENINGKATAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOPI INDONESIA

Pada tahun 2019, luas areal kopi Indonesia tercatat sebesar 1.245.358 hektar, produksi 752.511 ton dan ekspor sebanyak 359.053 ton dengan nilai US$ 883.123 (Ditjenbun, 2020)(Tabel 1). Produksi kopi Indonesia sebagian besar adalah kopi robusta dan hanya sebagian kecil kopi arabika. Ekspor kopi robusta Indonesia didominasi kopi kualitas rendah, sedangkan kopi robusta kualitas tinggi yang diperdagangkan di pasar dunia biasanya berasal dari Amerika Selatan. International Trade Centre mencatat, pada periode 2015-2019, Indonesia menyuplai produk kopi ke lebih dari 60 negara dengan tujuan utama Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Italia, Mesir, Jerman, Belgia dan Inggris (ITC, 2020b).

Daerah penghasil utama kopi Robusta di Indonesia adalah Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan; sedangkan daerah penghasil utama kopi Arabika adalah Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Timur (Ditjenbun, 2020; Mawardi, 2009). Ragam kopi di Indonesia (Robusta dan Arabika)

disebabkan oleh karakteristik kondisi geografis tempat kopi ditanam (Quiñones-Ruiz et al., 2021).

Perbedaan ini memberikan kekhasan dan cita rasa yang berbeda antara kopi dari daerah yang satu dengan daerah yang lain (Mawardi, 2008a, 2008b). Walaupun demikian, pengaruh teknologi budi daya dan proses pengolahan yang diterapkan berpengaruh terhadap mutu dan cita rasa kopi yang dihasilkan. Hal ini tidak saja berlaku bagi kopi yang ada di Indonesia (Juwita, 2013; Prastowo et al., 2010), tetapi juga kopi yang ada di negara – negara produsen lainnya (Poudel et al., 2010).

Laporan ICO (2015b) menyebutkan bahwa pada tahun 2009-2011, produksi kopi Indonesia sempat menurun akibat pengaruh cuaca yang tidak menentu. Bahkan, pada tahun 2011, produksi kopi Indonesia berkurang hingga 35,95% dibanding produksi tahun 2009. Namun sejak tahun 2012, dengan kondisi cuaca yang lebih sesuai untuk perkembangan tanaman kopi, produksi Indonesia kembali mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan negara- negara produsen utama lainnya, dalam periode 2008-2018, Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan produksi tahunan paling terendah, yakni 0,5%, disusul Kolombia 2,21%, Brazil 3,4%,

Tabel 1. Luas Areal, Produksi, Ekspor dan Impor Kopi Indonesia, Tahun 2000 – 2018

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton) Ekspor (ton) Impor (ton)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

1.260.687 1.313.383 1.372.184 1.291.910 1.303.943 1.255.272 1.308.732 1.295.912 1.295.110 1.266.235 1.210.365 1.233.698 1.235.289 1.241.712 1.230.495 1.230.001 1.246.657 1.238.598 1.252.825

554.574 569.234 682.019 671.255 647.386 640.365 682.158 676.476 698.016 682.690 686.921 638.646 691.163 675.881 643.857 639.355 663.871 717.962 756.051

340.887 250.818 325.009 323.520 344.077 445.829 413.500 321.404 468.749 433.600 433.595 346.493 448.591 534.023 384.816 502.021 414.651 467.790 279.961

13.748 8.294 7.637 4.396 5.690 3.195 6.404 49.994

7.582 19.760 19.755 18.108 52.645 15.800 19.111 12.462 25.172 14.221 78.847

2019 1.245.358 752.511 359.053 32.102

Sumber: (Ditjenbun, 2020)

(4)

dan Vietnam 4,4%. Sementara itu, Ethiopia mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 7,8%/tahun (FAO, 2020). Hal ini seharusnya menjadi pemicu bagi Indonesia untuk terus dapat meningkatkan produksi kopi pada tahun – tahun yang akan datang.

Sampai dengan tahun 2019, negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat dan Malaysia. Tetapi secara bersama- sama bila ekspor ke tiga negara Eropa (Inggris, Italia, dan Jerman) digabung, maka tiga negara Eropa tersebut tetap menjadi negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia. Pada tahun 2019, ekspor ke tiga negara Eropa itu mencapai 72.828 ton, sementara ekspor ke Amerika Serikat dan Malaysia, masing-masing sebesar 58.672 ton dan 36.895 ton (ITC, 2020b). Data tersebut memperlihatkan bahwa Uni Eropa termasuk salah satu tujuan utama ekspor kopi Indonesia, terutama ke negara Jerman, Italia, dan Inggris.

Besarnya volume ekspor ke negara-negara Uni Eropa ini, menunjukkan bahwa sesungguhnya Uni Eropa sangat membutuhkan produksi kopi Indonesia (AKSI, 2010). Potensi pasar Uni Eropa harus dapat dimanfaatkan oleh produsen kopi Indonesia terutama petani, untuk selalu meningkatkan kualitas produksi dan memenuhi sertifikasi yang disyaratkan oleh Uni Eropa (Hadi and Mardianto, 2004).

REGULASI PERDAGANGAN KOPI INDONESIA DAN UNI EROPA Posisi Indonesia dan Uni Eropa dalam struktur pasar kopi dunia memiliki peran yang saling melengkapi dalam kaitannya sebagai pengekspor dan importir utama kopi. Fakta bahwa Indonesia relatif masih tertinggal dalam mengoptimalkan potensi pasar di kawasan tersebut dibandingkan dengan produsen utama kopi lainnya (Zuhdi and Yusuf, 2021) menyiratkan perlunya upaya yang lebih serius untuk menggarap pasar Uni Eropa bagi produk kopi Indonesia. Bahkan, (Lord et al., 2010) mengelompokkan kopi Indonesia sebagai produk ekspor yang memiliki skala besar, namun gagal memanfaatkan peluang di pasar Uni Eropa.

Untuk itu, perlu ada penataan regulasi dan strategi dalam upaya meningkatkan daya saing produk kopi Indonesia di kawasan tersebut, terutama dalam mengatasi kendala-kendala yang selama ini terjadi. Walaupun pasar Uni Eropa menjanjikan peluang yang sangat besar, namun mereka memiliki persyaratan-persyaratan yang cukup ketat dalam upaya melindungi konsumen dan lingkungan (Quiñones-Ruiz et al., 2021), sehingga produk kopi Indonesia yang diekspor ke kawasan tersebut harus memenuhi persyaratan keamanan pangan, teknis, sanitary Gambar 1. Pertumbuhan produksi kopi tahunan 5 negara produsen utama kopi dunia, 2008-2018

(Sumber: FAO (2020), diolah)

(5)

and phytosanitary (SPS), keberlanjutan lingkungan dan lain-lain (Lord et al., 2010; Madiga Bala et al., 2020). Untuk itu, perlu ditelaah lebih jauh mengenai regulasi yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia terkait dengan produk kopi serta bagaimana Uni Eropa memper- syaratkan produk-produk kopi bisa menembus pasar di kawasan tersebut sehingga dapat dirumuskan strategi untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa.

Regulasi Ekspor Kopi Indonesia

Persyaratan ekspor kopi di Indonesia mengacu pada peraturan Kementerian Perdagangan. Ketentuan tentang ekspor kopi diatur beberapa kali dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia, yaitu Permendag Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005 dan telah beberapa kali mengalami perubahan dan yang terbaru pada tahun 2019 melalui Permendag Nomor 80 tahun 2019 (Kemendag, 2019). Namun demikian, peraturan tersebut masih cenderung bersifat administratif sehingga persyaratan-persyaratan teknis maupun lingkungan yang sering menjadi hambatan ekspor ke negara-negara Uni Eropa tidak diatur secara spesifik. Adapun produk kopi yang diatur tataniaga ekspornya adalah yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia dengan kode HS 09.01 dan 21.01 (Tabel 2).

Dalam Permendag tersebut, ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang

Tabel 2. Daftar HS Code produk kopi dengan tujuan ekspor di Indonesia, 2019

No Kode HS Uraian

09.01 KOPI

Kopi, digongseng atau dihilangkan kafeinnya maupun tidak; sekam dan kulit kopi; pengganti kopi mengandung kopi dengan perbandingan berapapun

- Kopi tidak digongseng 0901.11 - Tidak dihilangkan kafeinnya 1 0901.11.10 - Arabika WIB atau Robusta OIB 2 0901.11.90 - Lain-lain

0901.12 - Dihilangkan kafeinnya:

3 0901.12.10 - Arabika WIB atau Robusta OIB 4 0901.12.90 - Lain-lain

- Kopi digongseng

0901.21 - Tidak dihilangkan kafeinnya:

5 0901.21.10 - Tidak ditumbuk 6 0901.21.90 - Ditumbuk

0901.22 - Dihilangkan kafeinnya 7 0901.90.10 - Tidak ditumbuk 8 0901.90.20 - Ditumbuk

0901.90 - Lain-lain:

9 0901.90.10 - Sekam dan selaput kopi

10 0901.90.20 - Pengganti kopi mengandung kopi 21.01 PRODUK OLAHAN KOPI

Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate dan olahan dengan dasar produk ini atau dengan dasar kopi, teh, atau mate; chiory digosongkan dan pengganti kopi yang digosongkan lainnya, dan ekstrak, esens dan konsentratnya

- Ekstrak, esens dan konsentrat kopi, serta olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat kopi atau olahan dengan kopi:

2101.11 - Ekstrak, esens dan konsentrat 11 2101.11.10 - kopi instan

12 2101.11.90 - Lain-lain

2101.12 - Olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat atau olahan dengan dasar kopi 13 2101.12.10 - Campuran dalam bentuk pasta dengan bahan kopi gongseng ditumbuk, mengandung lemak

sayuran - Lain-lain

14 2101.12.91 Olahan kopi dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat, mengandung tambahan gula, mengandung krimer maupun tidak

15 2101.12.92 Olahan kopi dengan dasar kopi gongseng ditumbuk mengandung tambahan gula, mengandung krimer maupun tidak

16 2101.12.99 - Lain-lain Sumber: (Kemendag, 2019)

(6)

telah diakui dan mendapatkan penetapan untuk melakukan ekspor kopi, yaitu Pengekspor Terdaftar Kopi (ETK) dari Kementerian Perdagangan. Penetapan pengekspor kopi sebagai ETK merupakan syarat mutlak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap dalam kepabeanan. Badan usaha yang dapat mendaftar ETK adalah perusahaan yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) di bidang pertanian/industri atau perdagangan kopi. Bagi pemegang Pengekspor Kopi Sementara (EKS) seperti yang tertuang dalam Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/5/ 2011 masih tetap berlaku hingga ijinnya berakhir (Kemendag, 2019).

Regulasi Produk Kopi di Uni Eropa

Uni Eropa terkenal dengan standar yang tinggi terhadap mutu dan keamanan kopi yang dikonsumsi, bahkan standar Uni Eropa sering kali melebihi standar internasional pada umumnya. Regulasi produk impor di Uni Eropa tidak hanya berupa regulasi pemerintah atau regulasi resmi, tetapi ada juga regulasi tidak resmi berupa regulasi dari sektor swasta dan LSM. Regulasi-regulasi ini kerap menjadi hambatan bagi pengekspor untuk memasuki pasar Uni Eropa karena produsen dihadapkan pada beberapa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi secara ketat.

Regulasi untuk produk kopi di Uni Eropa dibagi menjadi dua, yaitu regulasi resmi dan

regulasi tidak resmi. Regulasi resmi merupakan sertifikasi yang harus dipenuhi produsen berdasarkan peraturan atau legislasi komisi Uni Eropa. Regulasi resmi ini menjadi syarat minimum yang harus dipenuhi produsen untuk memasuki pasar Uni Eropa. Regulasi tidak resmi merupakan persyaratan tambahan yang diajukan oleh importir di Uni Eropa untuk dipenuhi.

Persyaratan regulasi tidak resmi ini merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh sektor swasta ataupun NGO yang berafiliasi di Uni Eropa dan memiliki perwakilan di hampir seluruh negara- negara produsen kopi. Adapun ketentuan atau persyaratan, baik resmi maupun tidak resmi, penerapannya akan berbeda di masing-masing negara Uni Eropa.

Secara umum, regulasi resmi yang ditetapkan oleh Komisi Uni Eropa menjadi syarat dasar yang digunakan oleh semua negara.

Namun demikian, tiap negara juga berwenang untuk menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan kebijakan dan kebutuhan negara masing- masing. Demikian pula dengan regulasi tidak resmi, setiap konsumen di tiap negara anggota akan memberlakukan sertifikat yang berbeda, tergantung kebutuhan dan permintaan konsumen. Uni Eropa melalui website Export Helpdesk menjabarkan regulasi resmi yang harus dipenuhi oleh pengekspor. Regulasi resmi yang mendasar adalah yang ditentukan oleh Komisi Uni Eropa berdasarkan kode HS produk kopi.

Tabel 3. Persyaratan Resmi Produk Kopi di Uni Eropa

Kode HS Kontaminan Residu

pestisida

Kontrol kesehatan

Pelabelan Keterlacakan Organik

0901.11 V V V V V V

0901.12 V V V V V V

0901.21 V V V V V V

0901.22 V V V V V V

0901.90.10 V V V V V V

0901.90.90 V V V V V V

2101.11 V - V V V V

2101.12.92 V - V V V V

2101.12.98 V - V V V V

Sumber: (European Commission, 2014) Keterangan:

Kontaminan: kontaminasi; pengawasan terhadap kontaminasi produk pangan

Residu Pestisida : residu pestisida; pengawasan terhadap residu pestisida pada produk tumbuhan dan hewan yang dikonsumsi manusia

Kontrol Kesehatan: kontrol kesehatan untuk bahan makanan yang berasal bukan dari hewan Pelabelan : label; pelabelan untuk produk makanan

Keterlacakan: pelacakan; pelacakan rekam jejak sesuai aturan dan pertanggungjawaban dalam produksi produk pangan Organik : organik; produk yang diproduksi secara organik

(7)

Regulasi resmi yang ditetapkan oleh Komisi Uni Eropa ini sama dengan kode HS untuk produk kopi yang juga ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.

Setelah mengetahui kode HS produk kopi yang dijadikan dasar regulasi resmi oleh Komisi Uni Eropa, maka akan lebih mudah untuk mengelompokkan regulasi yang ditetapkan oleh Uni Eropa, baik regulasi resmi lainnya, maupun regulasi tidak resmi termasuk kebijakan dan besarnya tarif. Regulasi resmi lainnya yang ditentukan oleh Komisi Uni Eropa pada produk kopi dapat dilihat pada Tabel 3. Terdapat enam regulasi resmi yang menjadi fokus perhatian Komisi Uni Eropa terhadap produk kopi yang akan masuk ke pasar Uni Eropa, yaitu:

kontaminasi, residu pestisida, pengawasan kesehatan, label, pelacakan, dan organik. Tiap fokus ini memiliki landasan hukum dalam

peraturan perundang-undangan Komisi Uni Eropa (Bacon et al., 2008).

Untuk mempermudah memahami regulasi resmi produk kopi di Uni Eropa, maka pengekspor kopi Indonesia dapat mempelajari rangkuman regulasi dan undang-undang yang berlaku di pasar Uni Eropa (Tabel 4). Untuk informasi yang lebih lengkap, diharapkan produsen dan pengekspor kopi menggunakan referensi yang sudah diberikan seperti Export Helpdesk Uni Eropa, CBI, dan SIPPO. Ketiga layanan online tersebut secara khusus disediakan oleh Uni Eropa dan negara-negara anggotanya untuk membantu produsen dari negara berkembang memasuki pasar Uni Eropa atau mengekspor produknya ke Uni Eropa.

Selain ketentuan dari Komisi Uni Eropa, tiap negara anggota juga memberlakukan ketentuan tambahan yang berbeda terkait regulasi resmi.

Ketentuan tersebut berupa pajak yang ditetapkan

Tabel 4. Deskripsi legal requirements EU untuk produk kopi

Legislasi Dasar Hukum

Kontaminasi Council Regulation (EEC) 315/93

Regulation (EC) 1881/2006

Peraturan yang dirancang untuk memastikan bahwa makanan yang masuk ke pasar

EU aman dikonsumsi dan tidak mengandung kontaminan pada tingkat yang dapat mengancam kesehatan

Residu pestisida Regulation (EC) 1107/2009 Regulasi ditentukan guna memastikan perlindungan terhadap konsumen, jika terdapat kandungan residu dalam tanaman dan hewan atau bagian yang digunakan untuk konsumsi, hanya diperbolehkan diimpor jika sesuai dengan ketetapan undang- undang Uni Eropa yang dirancang untuk mengontrol keberadaan zat kimia dan residu dari hewan hidup, produk hewani dan produk yang berasal dari tumbuhan

Kontrol kesehatan

Regulation (EU) 852/2004 Ketentuan umum dan ketentuan khusus yang didesain untuk mencegah risiko terhadap kesehatan konsumen dan melindungi kepentingan konsumen

Label Council Directive 2000/13/EC Semua bahan makan yang dipasarkan di Uni Eropa harus mematuhi aturan pelabelan di Uni Eropa, bertujuan untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan semua informasi penting dalam memilih saat membeli bahan makanan tersebut.

Traceability (keterlacakan)

Regulation (EU) 178/2002 UU Pangan Uni Eropa tidak hanya melindungi kehidupan dan kesehatan manusia (konsumen), tetapi juga kesehatan dan kesejahteraan hewan, tanaman, dan lingkungan. Oleh karena itu, peraturan ini diberlakukan bahwa produk yang dikonsumsi memenuhi kaidah-kaidah perlindungan tersebut dan memastikan bahwa produk tersebut aman untuk dipasarkan di EU

Organik Council Regulation (EC) 834/2007

Commission Regulation (EU) 889/2008

Pasar Uni Eropa untuk produk pertanian yang masih hidup (live) atau belum diproses atau produk pertanian olahan yang digunakan untuk makanan, pakan ternak, benih, maupun material vegetasim diwajibkan memenuhi aturan produksi secara organik dan peraturan EU

Sumber: (European Commission, 2014)

(8)

oleh negara tersebut untuk setiap produk impor.

Tiap negara memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) yang berbeda. Namun demikian tarif awal untuk masuk ke pasar Uni Eropa adalah sama per kode HS di setiap negara (Tabel 5).

Mengingat Indonesia termasuk dalam negara yang terlibat dalam skema Generalised Scheme of Preferences (GSP), tarif yang diberlakukan sesuai dengan Tabel 5 merupakan tarif yang disesuaikan dengan skema tersebut.

Tarif ini cukup menguntungkan karena tereduksi dari tarif yang seharusnya diberlakukan ke semua negara atau yang secara umum disebut Most-Favored Nation (MFN). Sedangkan untuk PPN, besarannya bergantung pada kebijakan masing-masing negara. Namun demikian, ada lima negara Uni Eropa (Belgia, Denmark, Jerman, Latvia, dan Romania) yang menambahkan ketentuan khusus terkait pemberlakuan bea cukai untuk produk kopi dan turunannya (Tabel 6).

Dengan demikian, ketentuan ini penting untuk dijadikan sebagai acuan atau pedoman tambahan jika ingin melakukan ekspor ke negara-negara tersebut.

Selain aturan hukum yang dikeluarkan oleh Komisioner Uni Eropa, terdapat juga persyaratan tambahan yang disebut dengan non-legal requirements. Persyaratan-persyaratan tambahan tersebut sering dianggap sebagai upaya Uni Eropa untuk menetapkan regulasi tambahan melalui para pembeli. Persyaratan tambahan tersebut umumnya berupa sertifikasi yang disertakan bersamaan dengan produk untuk menunjukkan jaminan kualitas yang telah dipenuhi produk kopi tertentu yang diukur berdasarkan sertifikat yang dimiliki. Proses sertifikasi tersebut pada dasarnya sertifikasi ditujukan agar produsen dan pengekspor kopi memiliki kepedulian terhadap lingkungan, keberpihakan pada petani, dan turut menjaga kelestarian satwa.

Selain itu, para importir kopi di Uni Eropa sering memiliki persyaratan sertifikasi yang berbeda-beda. Dengan demikian, produsen kopi yang memiliki lebih dari satu sertifikasi akan memiliki peluang pasar yang lebih besar dengan adanya fleksibilitas ke beberapa importir. Hal ini juga akan menunjukkan kredibilitas produsen Tabel 5. Tarif yang berlaku di negara-negara Uni Eropa

No Negara Pajak Pertambahan Nilai per Kode HS (%)

09011 090112 090121 090122 09019010 09019090 210111 21011292 21011298

1 Austria 10 10 10 10 10 10 10 10 10

2 Belgia 6 6 6 6 6 6 6 6 6

3 Bulgaria 20 20 20 20 20 20 20 20 20

4 Kroasia 25 25 25 25 25 25 25 25 25

5 Cyprus 5 5 5 5 5 5 5 5 5

6 Ceko 15 15 15 15 15 15 15 15 15

7 Denmark 25 25 25 25 25 25 25 25 25

8 Estonia 20 20 20 20 20 20 20 20 20

9 Finlandia 14 14 14 14 14 14 14 14 14

10 Perancis 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5

11 Jerman 7 7 7 7 7 7 7 7 7

12 Yunani 13 13 13 13 13 13 13 13 13

13 Hungaria 27 27 27 27 27 27 27 27 27

14 Irlandia 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 Italia 22 22 22 22 22 22 22 22 22

16 Latvia 21 21 21 21 21 21 21 21 21

17 Lithuania 21 21 21 21 21 21 21 21 21

18 Luxembourg 3 3 3 3 3 3 3 3 3

19 Malta 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 Belanda 6 6 6 6 6 6 6 6 6

21 Polandia 23 23 23 23 23 23 23 23 23

22 Portugal 23 23 23 23 23 23 23 23 23

23 Rumania 24 24 24 24 24 24 24 24 24

24 Slovikia 20 20 20 20 20 20 20 20 20

25 Slovenia 9.5 9.5 9.5 9.5 9.5 9.5 9.5 9.5 9.5

26 Spanyol 10 10 10 10 10 10 10 10 10

27 Swedia 12 12 12 12 12 12 12 12 12

28 Inggris 0 0 0 0 0 0 20 20 20

Tarif (%) 0 4.8 26 3.1 0 8 3.1 8 55

Sumber: (European Commission, 2014)

(9)

dalam memproduksi kopi dan meningkatkan kepercayaan rekan dagang di pasar Uni Eropa bahwa produk kopi yang dijual aman dan berkualitas.

Terdapat empat perusahaan besar di Uni Eropa, yaitu: Nestlé, Sara Lee, Mondelēz International, dan Tchibo, yang kebijakannya terhadap keberlanjutan menjadi acuan pemberlakuan standar keberlanjutan di Uni Eropa. Inisiatif keempat perusahaan tersebut penting untuk diketahui guna mendapatkan gambaran terbaru terkait standar keberlanjutan di Uni Eropa, sehingga standar yang mereka gunakan dapat dijadikan sebagai rujukan mempersiapkan produk-produk kopi yang akan diekspor.

POTENSI PASAR KOPI DI UNI EROPA Negara-negara Uni Eropa bergantung sepenuhnya pada impor dari negara-negara

produsen kopi, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor kembali.

Pemasok utama Uni Eropa adalah Brazil dan Vietnam. Negara berkembang lainnya juga menjadi pemasok kopi di pasar Uni Eropa, tetapi dengan volume ekspor yang sangat kecil dibanding Brazil dan Vietnam. Pada tahun 2010, jumlah kebutuhan kopi di Uni Eropa mencapai 3.712.386 ton dan Indonesia hanya mampu memasok sebesar 161.976 ton atau hanya 4,362%

dari total kebutuhan Uni Eropa. Bahkan, pada tahun 2019, pangsa kopi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pasar Uni Eropa hanya 2,41 persen. Sedangkan dalam periode tahun 2010 – 2019, kontribusi Indonesia dalam memenuhi permintaan impor kopi Uni Eropa masih sangat kecil bila dibanding total pemasok negara lainnya, yaitu hanya sebesar 3,26%

(Gambar 2).

Tabel 6. Pemberlakuan tambahan bea cukai di lima negara Uni Eropa

No. Negara Bea Cukai

1 Belgia Kopi tidak digongseng: EUR 0.1983/kg berat bersih Kopi digongseng (roasted coffee): EUR 0.2479/kg berat bersih

Ekstrak, esens dan konsentrat kopi, padat atau cair, olahan dengan dasar produk ini dan olahan kopi:

EUR 0.694/kg berat bersih

Pengecualian dari bea cukai diberikan jika kopi digunakan untuk keperluan industri, selain kopi digongseng atau kopi ekstrak.

2 Denmak - Kopi mentah: KDK 5.95/kg - Kopi digongseng: DKK 7.14/kg

- Ekstak kopi tanpa bahan selain kopi dan bubuk kopi: DKK 15.47/kg - Pengganti kopi atau D8 kopi: DKK 0.71/kg

3 Germany Kopi digongseng: EUR 2.19/kg Kopi intstan: EUR 0.43/kg

Untuk produk yang mengandung kopi digongseng (roasted coffee), tariff yang berlaku tergantung kandungan roasted coffee per kilogram, sebagai berikut:

10g – 100g: EUR 0.12/kg

100g – 300g: EUR 0.43/kg

300g – 500g: EUR 0.86/kg

500g – 700g: EUR 1.32/kg

700g – 900g: EUR 1.76/kg

Untuk produk yang mengandung instan kopi, tariff yang berlaku tergantung pada kandungan kopi instan per kilogram, sebagai berikut:

10g – 100g: EUR 0.26/kg

100g – 300g: EUR 0.94/kg

300g – 500g: EUR 1.91/kg

500g – 700g: EUR 2.86/kg

700g – 900g: EUR 3.83/kg

4 Latvia EUR 142.29/100kg untuk kopi mumi 5 Romania Biji kopi: EUR 153/ton

Roasted coffee EUR 225/ton Soluble coffee EUR 900/ton Sumber: (European Commission, 2014)

(10)

Uni Eropa mengimpor kopi dalam jumlah yang sangat besar dan merupakan target penting komoditas kopi dunia. Kalkulasi ICO menunjukkan sekitar setengah dari total impor kopi dunia dan 30% dari total konsumsi kopi dunia ada di Uni Eropa. Fakta ini seharusnya mendapat perhatian khusus bagi pemangku kepentingan karena Indonesia merupakan negara pengekspor kopi ketiga terbesar di dunia, namun tidak cukup mampu mendominasi pangsa pasar kopi Uni Eropa. Di samping kompetisi dengan produsen dan pengekspor kopi yang menjadi kompetitor di pasar Uni Eropa, produsen dan pengekspor kopi Indonesia harus memperhatikan dua aspek penting lainnya, yaitu saluran distribusi perdagangan dan segmentasi konsumen kopi di Uni Eropa.

Saluran Distribusi Perdagangan Kopi di Uni Eropa

Secara singkat, saluran distribusi perdagangan untuk sampai ke industri kopi di pasar Uni Eropa harus melalui suatu rantai yang berbeda bagi produsen kecil (petani, koperasi), maupun produsen besar (perusahaan). Pedagang, agen, dan pialang menjadi perantara bagi produsen kopi Indonesia dengan konsumen di Eropa. Asosiasi Pengekspor Kopi Indonesia (AEKI) dan Gabungan Pengekspor Kopi Indonesia (GAEKI) merupakan organisasi yang menjadi wadah bagi produsen yang hendak melakukan ekspor kopi. Keberadaan kedua organisasi tersebut perlu dioptimalkan mengingat pengekspor dengan skala kecil akan

sulit melakukan distribusi langsung ke Uni Eropa, selain juga tidak efisien dalam proses transportasi dan distribusinya.

Bagi petani, maka harus melalui mata rantai ke asosiasi atau koperasi atau pedagang pengumpul terlebih dahulu sebelum dapat meneruskan ke pialang atau agen. Sedangkan bagi produsen besar, mereka dapat langsung mengekspor kopi ke pialang atau agen.

Segmentasi Konsumen Kopi di Uni Eropa Informasi tentang segmentasi konsumen kopi di Eropa diperlukan untuk mengetahui konsumen yang akan dituju oleh produsen.

Centre for the Promotion of Import from Developing Countries (CBI) telah membantu menjabarkan hal ini kepada negara-negara produsen kopi termasuk Indonesia. Segmentasi konsumen kopi di Uni Eropa didasarkan atas tiga kriteria, yaitu:

geografis, kualitas dan tempat mengonsumsi kopi.

a. Segmentasi berdasarkan geografis wilayah Segmentasi geografis berdasarkan wilayah mengindikasikan preferensi konsumen kopi di negara-negara Uni Eropa. Misalnya, kopi arabika secara umum cenderung diminati di Eropa Utara, sedangkan wilayah selatan Eropa lebih meminati kopi Robusta. Untuk Kawasan Eropa Timur, seperti Polandia, Rumania, Slovakia, Bulgaria, dan Republik Ceko, tingkat konsumsi cenderung lebih sedikit. Sementara itu, negara-negara yang terkenal sebagai konsumen kopi dengan tingkat konsumsi kopi yang relatif tinggi adalah Jerman, Gambar 2. Volume impor kopi Uni Eropa dari dunia dan Indonesia, 2010 – 2019

(Sumber: ITC (2020a))

(11)

Italia, Inggris, dan Belgia (Akiyama et al., 2005).

Dengan melihat pola konsumsi berdasarkan segmen geografis tersebut, pemangku kepentingan kopi di Indonesia seharusnya mampu memetakan target pasar yang akan dituju sesuai dengan jenis kopi yang diproduksi.

b. Segmentasi berdasarkan tempat konsumsi Tempat mengonsumsi kopi juga menciptakan kelompok jenis kopi yang dikonsumsi (Alamsyah et al., 2010). Berdasarkan tempat mengonsumsi kopi, segmentasi pasar kopi di Uni Eropa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kopi yang dikonsumsi di rumah dan di luar rumah.

Konsumsi di rumah

Simamora (2014) melaporkan bahwa segmen pasar konsumsi rumah tangga di negara-negara Uni Eropa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Konsumen yang berada dalam segmen ini cukup mengerti kualitas kopi terbaik atau kopi spesial di mana mereka memberikan perhatian terhadap aspek keberlanjutan kopi.

Konsumsi di rumah juga berdampak pada jenis kopi yang dikonsumsi. Konsumen di segmen ini memiliki kecenderungan untuk konsumsi biji kopi yang digongseng.

Konsumsi di luar rumah

Diperkirakan sebanyak 30% dari total konsumsi kopi di Uni Eropa berada di luar rumah, di antaranya restoran, kafe, atau di tempat lain (Simamora, 2014). Banyak kafe yang menyediakan berbagai macam varietas kopi dari kualitas medium hingga kualitas tinggi. Selain itu, konsumsi kopi di tempat kerja juga semakin meningkat. Banyak perkantoran yang memiliki mesin penyaji kopi sendiri untuk para pekerja.

Untuk segmen pasar ini, perusahaan-perusahaan besar masih mendominasi karena harganya bersaing.

c. Segmentasi berdasarkan kualitas kopi

Berdasarkan kualitas kopi yang dikonsumsi, konsumen kopi di Uni Eropa dapat dibagi menjadi tiga segmen, yaitu konsumen penikmat kopi kualitas rendah, menengah, dan tinggi.

Pengelompokan kualitas kopi yang dikonsumsi ini didasarkan pada kopi. Selain itu, sertifikasi

produk kopi juga merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kelas kualitas kopi. Sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk menilai sejauh mana produk kopi tersebut mengadopsi konsep keberlanjutan, semakin banyak sertifikasi yang disertakan dalam produk kopi, maka produk tersebut dapat dinilai pada kelas yang lebih tinggi. Meningkatnya kepedulian konsumen di kawasan tersebut terhadap kelestarian lingkungan menyebabkan semakin banyak konsumen kopi yang menuntut jaminan keberlanjutan dalam proses produksi produk kopi yang tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan sosial.

Semula dengan menerapkan sertifikasi tersebut, produsen kopi mengharapkan terjadinya peningkatan penjualan dengan tingginya permintaan terhadap produk bersertifikasi. Selain itu, pasar kopi bersertifikat diharapkan menawarkan harga premium lebih tinggi dan tingkat pendapatan yang lebih baik. Pada kenyataannya harga premium kopi besertifikat tidaklah seperti yang diharapkan oleh produsen. Bahkan produk bersertifikat tidak selalu memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan produk yang tidak bersertifikat. Pengalaman Vietnam dalam menerapkan sertifikasi kopi 4 C (Doutriaux et al., 2008; Mussatto et al., 2011), harga premium yang diterima pada awalnya dirasa cukup untuk menutup biaya produksi dan biaya sertifikasi, tetapi pada akhirnya secara riil harga premium yang diterima semakin berkurang karena rumitnya prosedur sertifikasi. Dalam hal ini sertifikat tidak diterima oleh masing-masing perusahaan pengekspor, tetapi diterima oleh pihak Pemerintah Vietnam. Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh Brasil (Moreira et al., 2008) dan beberapa produsen kopi di negara Amerika Latin (Lyngbæk et al., 2001; Méndez et al., 2010; Valkila, 2019).

Faktor lain yang perlu dikritisi, tidak ada jaminan konsumen untuk membayar dengan harga yang lebih tinggi. Konsumen biasanya membeli produk kopi berdasarkan kebiasaan atau merek, dan tidak terlalu peduli pada sertifikasi. Oleh karena itu, kebanyakan produsen kopi mulai memandang sertifikasi

(12)

sebagai penyebab peningkatan biaya dan hambatan pasar (Pichop and Kemegue, 2005).

STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR KOPI KE UNI EROPA

Mengingat kompetisi yang sangat ketat untuk memasuki pasar Uni Eropa, maka setelah mengetahui kondisi pasar dan peraturan yang berlaku, pemilihan strategi sangat penting untuk dapat meningkatkan ekspor kopi di pasar Uni Eropa. Mengingat kondisi pasar Uni Eropa yang heterogen dan ketatnya persyaratan produk-produk kopi yang dapat masuk ke Kawasan tersebut, strategi yang disusun seharusnya tidak hanya fokus pada pengekspor saja, namun juga harus mempertimbangkan peran dari pemangku kepentingan lainnya terutama petani dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standar Uni Eropa. Dalam hal ini, peran pemerintah juga penting dalam memfasilitasi setiap pemangku kepentingan sehingga lebih memiliki daya saing dalam melakukan ekspor ke Uni Eropa. Peran tersebut dapat berupa penerbitan regulasi-regulasi pendukung dalam kaitannya dengan harmonisasi regulasi dengan negara-negara importir, dan juga iklim usaha agrobisnis kopi yang mendukung pengembangan ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa. Petani merupakan aktor utama dalam sistem agrobisnis kopi. Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan ekspor ke Uni Eropa, petani perlu didorong untuk menghasilkan kualitas kopi yang sesuai dengan standar mutu ekspor serta memenuhi persyaratan produk yang dapat masuk ke kawasan tersebut. Demikian juga dengan pentingnya sertifikasi seperti yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya, upaya mengadvokasi petani ke arah tersebut perlu didorong. ICO (2019)menggarisbawahi bahwa upaya perbaikan usahatani kopi merupakan strategi yang sangat penting dan vital dalam pengembangan, terutama dalam mengupayakan agrobisnis kopi menjadi menguntungkan dan mampu meningkatkan taraf hidup petani.

Upaya perbaikan usahatani kopi dapat ditempuh setidaknya melalui 3 komponen utama. Pertama peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani. Produktivitas yang tinggi dan

usahatani yang efisien merupakan salah satu kunci utama dalam menciptakan usahatani kopi yang menguntungkan bagi petani sehingga mereka tetap bergairah dalam mengelola usahataninya. Untuk memperoleh pertanaman kopi yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi, adopsi teknologi budi daya anjuran menjadi hal yang mutlak, seperti penggunaan benih unggul dan aplikasi input yang seimbang dan efisien. Kedua, peningkatan kualitas produk kopi yang dihasilkan oleh petani. Kualitas kopi merupakan salah satu faktor utama yang sangat menentukan harga kopi, terutama dalam menembus pasar Uni Eropa yang memiliki persyaratan yang sangat ketat dalam hal kualitas.

Perbaikan kualitas di tingkat petani juga meningkatkan peluang produk kopi mereka dalam menembus pasar bernilai tinggi, seperti pasar-pasar khusus kopi di Kawasan Uni Eropa.

Ketiga, peningkatan daya tahan petani terhadap berbagai risiko terkait dengan usahatani kopi.

Usahatani kopi sangat rentan terhadap berbagai risiko, seperti serangan hama dan penyakit, perubahan iklim, fluktuasi harga dan lain-lain.

Dalam menghadapi risiko-risiko tersebut, petani perlu memiliki sumber daya dan pengetahuan yang memadai. Strategi yang dapat ditempuh untuk meningkatkan daya tahan petani antara lain diversifikasi pendapatan sehingga petani tidak hanya menggantungkan pendapatan pada usahatani kopi sehingga petani dapat tetap bertahan pada kondisi iklim yang kurang baik atau ketika harga kopi jatuh. Strategi lain yang dapat ditempuh adalah penyediaan asuransi usahatani, sehingga petani memiliki “jaminan”

dalam menghadapi risiko-risiko usahatani tersebut.

Dari sisi pengekspor, berbagai analisis menunjukkan bahwa setidaknya ada 11 strategi yang dapat ditempuh dalam upaya meningkatkan ekspor kopi ke Kawasan Uni Eropa. Beberapa strategi berikut ini disintesis dari beberapa sumber, yaitu Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Centre for the Promotion of Import for Developing Countries, EU Comission, ICO dan beberapa sumber lainnya (European Commission, 2014; GAEKI, 2015, 2014;

ICO, 2019, 2015a; Kemendag, 2019, 2015).

(13)

Strategi Distribusi Produk

Pengekspor memiliki kompetensi yang berbeda-beda terkait dengan produk kopi yang dimiliki seperti jenis kopi yang akan diekspor, sertifikasi yang dimiliki, dan koneksi pembeli potensial di Uni Eropa. Ada tiga strategi distribusi yang dapat dipilih oleh pengekspor kopi Indonesia. Pertama, Distribusi Eksklusif, yaitu distribusi produk kopi yang hanya terbatas antara pengekspor dengan pembeli tunggal di Uni Eropa. Strategi ini cocok digunakan untuk kopi yang dijual dengan harga tinggi dan jarang di pasaran. Strategi ini menawarkan eksklusivitas karena membutuhkan kerja sama yang lebih intens antara pengekspor dengan pembeli, karena pembeli ikut mengeluarkan investasi untuk menjual produk tersebut pada tahap selanjutnya.

Pada distribusi eksklusif ini biasanya pembeli tidak menjual produk sejenis atau produk kompetitornya. Kedua, Distribusi Selektif, yaitu strategi ini biasa digunakan jika pembeli potensial terbatas dan tidak bersedia melakukan perjanjian yang bersifat eksklusif. Strategi ini paling sering digunakan untuk segmen menengah hingga atas, seperti kopi bersertifikat organik dan Fair Trade. Ketiga, Distribusi intensif, yaitu pola distribusi yang paling sering digunakan karena terdapat banyak pembeli potensial. Strategi ini relevan digunakan untuk kopi di segmen bawah dan menengah, sehingga lebih mencakup kualitas yang standar. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa pengekspor perlu melakukan investasi pada sistem manajemen mutu, misalkan terkait keamanan pangan agar mampu berkoneksi dengan pembeli potensial yang lebih banyak. Pada distribusi ini biasanya digunakan sertifikasi keberlanjutan yang umum, seperti UTZ Certified, Rainforest Alliance, dan 4C. Memiliki beberapa sertifikasi yang berbeda atau bahkan sertifikasi yang lebih tinggi dapat menjadi keunggulan komparatif dari pengekspor lain.

Strategi penetapan harga

Penetapan harga sangat penting, di satu sisi mampu meningkatkan daya saing, dan di sisi lain agar pengekspor tidak rugi karena harga yang terlalu murah atau tidak mendapatkan pembeli

karena harga yang terlalu mahal. Dua strategi yang dapat diadopsi oleh pengekspor kopi Indonesia adalah cost-plus pricing dan value-based pricing. Cost-plus pricing adalah penetapan harga dengan mengikuti harga komoditas yang berlaku di pasar sehingga pengekspor harus mengikuti tren harga di bursa internasional. Umumnya strategi ini banyak digunakan pengekspor yang memasok kualitas rendah dan menengah.

Strategi harga ini cukup efektif untuk melihat apakah produsen memiliki daya saing dalam menembus pasar internasional pada tingkat harga kopi yang berlaku. Strategi ini adalah kurang memperhitungkan kualitas produk dan atau biaya produk, hanya mengacu pada harga pasar dan pengekspor dituntut untuk bersaing dengan mengikuti harga tersebut. Strategi penetapan harga dengan metode ini dapat juga dijadikan sebagai alat untuk mengelola biaya dari produk, untuk memastikan biaya produksi tidak melebihi biaya maksimum, sehingga perusahaan masih memperoleh margin keuntungan dengan harga pasar yang telah ditentukan. Strategi ini menuntut produsen untuk mempertimbangkan semua biaya yang akan dikeluarkan (produksi, promosi, transportasi, asuransi, bea cukai, dan biaya – biaya lain).

Value-based pricing merupakan strategi penetapan harga yang umum digunakan untuk produk kopi eksklusif di segmen kualitas tinggi yang tidak mengikuti tren harga di bursa pasar internasional. Cara ini dapat dilakukan karena tidak ada kompetisi atau produk yang diekspor dianggap unik atau eksklusif, ditandai dengan volume kecil dan margin yang tinggi.

Selanjutnya, produsen dapat memilih untuk menurunkan harga lalu meningkatkan volume penjualan. Penetapan harga value-based juga harus mempertimbangkan permintaan atas produk. Pengekspor perlu mengetahui harga maksimum yang bersedia dibayarkan oleh pembeli. Hal tersebut perlu untuk memperkirakan untung yang masuk akal dengan volume penjualan tertentu.

Gambaran penetapan harga ini dapat menjadi saran dan dipertimbangkan dalam struktur biaya produksi. Mungkin produsen juga dapat melakukan kalkulasi terperinci dengan membagi total biaya yang dihabiskan dan

(14)

keuntungan yang diharapkan per unit produk yang dijual untuk menganalisis apakah pasar akan bersedia menerima harga tersebut. Tingkat harga dinegosiasikan bergantung pada alat pembayaran, persyaratan kredit dan risiko mata uang, kuantitas produk, dan alat transportasi (ICO, 2015).

Pemilihan Traders

Perdagangan kopi di pasar Uni Eropa didominasi oleh traders. Beberapa traders besar yang hampir setengah dari perdagangan di Uni Eropa antara lain Neumann Gruppe (Jerman), Volcafe–ED & F Man (Swiss), ECOM (Swiss), Ef co (Belgia), Supremo (Belgia), Inter American (Jerman), Daarnhouwer (Belanda), dan Benecke Coffee (Jerman) (Simamora, 2014). Dalam beberapa tahun terakhir, pada trader ini sudah mengarahkan pembelian produk kopinya ke sustainability-coffee sebagai pasar dan pembeli utama mereka (roaster). Dengan demikian, para trader tersebut berkomitmen untuk menggunakan bahan yang sustainable dalam produk mereka. Oleh karena itu, trader mengimpor kopi sustainability-sourced dalam jumlah yang besar dan menjadi rekan dagang pengekspor Indonesia yang mampu memasok kopi sustainability-sourced dalam jumlah banyak, khususnya untuk pasar mainstream. Roaster yang berkomitmen untuk kopi sustainability-sourced diantaranya adalah DE Masterblenders (Belanda) dan Tchibo (Jerman).

Pemilihan Rekanan

Integrasi vertikal antara roaster dan trader internasional di Uni Eropa masih terbatas.

Meskipun roaster-roaster besar meningkatkan impor kopi dari negara produsen, umumnya struktur perdagangan kopi masih menggunakan cara tradisional, yaitu dari pengekspor ke importir, dan kemudian ke roaster. Struktur ini terjadi biasanya pada pengekspor Indonesia dengan skala kecil. Untuk pengekspor dengan skala besar, kuantitas permintaan dalam jumlah banyak akan sangat sulit untuk dilakukan distribusi langsung. Beberapa roaster Uni Eropa yang menjadi rekan pengekspor Indonesia adalah Nestlé (Swiss), DE Masterblenders (Belanda),

Tchibo (Jerman), Lavazza (Italia), Aldi (Jerman), dan Segafredo (Italia).

Memanfaatkan Peran Roaster

Tingkat konsentrasi sektor roasting pada tiap negara di Uni Eropa berbeda, tetapi masih terdapat banyak roaster lokal yang merupakan roaster-roaster kecil yang tradisional, seperti di Prancis dan Italia. Roaster-roaster ini pada umumnya menggunakan merek sendiri atau memasok ritel dengan label sendiri. Ada juga roaster yang berspesialisasi di kopi organik seperti Lebensbaum (Jerman) dan Simon Levelt (Belanda).

Bagi pengeskpor Indonesia yang memasok kopi dalam volume kecil, roaster kecil mungkin bisa jadi pembeli yang menarik. Roaster ini sering membeli kopi dari rumah dagang internasional atau spesialis trader yang menjadi perwakilan negara-negara produsen termasuk Indonesia.

Beberapa roaster kecil tersebut adalah Kopi Dua (Belanda), Indotatis (Jerman), Fascino Coffee (Belanda), dan Schamong Kaffee (Jerman).

Memanfaatkan Asosiasi-Asosiasi Kopi

Asosiasi mungkin menjadi salah satu target atau tujuan pengekspor Indonesia untuk mempermudah atau membuka jalan untuk ekspor ke Uni Eropa. Asosiasi menyediakan informasi terkait pasar Uni Eropa dan tambahan informasi spesifik mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk melakukan ekspor, termasuk juga berperan dalam pembinaan produsen dalam negeri, khususnya petani kopi.

Memanfaatkan Layanan Daring

Perkembangan teknologi informasi memberikan peluang kepada pengekspor untuk memanfaatkan semaksimal mungkin beberapa layanan daring yang disediakan oleh Uni Eropa maupun negara-negara anggotanya. Layanan daring tersebut menyediakan informasi yang cukup lengkap untuk melakukan ekspor kopi ke negara – negara Uni Eropa.

Memanfaatkan Pameran Dagang dan Pelatihan Ekspor

Pemerintah cukup aktif dalam mempromosikan produk-produk ekspor dalam

(15)

upaya meningkatkan ekspor nasional. Untuk itu, partisipasi aktif pada beberapa pameran dagang yang diselenggarakan oleh beberapa negara di Uni Eropa dapat menjadi salah satu Langkah penting untuk meningkatan ekspor kopi nasional. Selain itu, untuk lebih dapat meningkatkan kualifikasi para pengekspor, khususnya dalam memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan ekspor ke negara-negara Uni Eropa, mengikuti pelatihan ekspor yang diselenggarakan oleh beberapa institusi di Eropa menjadi sangat penting.

Pasar kopi di Uni Eropa sangat dinamis, tuntutan konsumen terus berkembang, oleh karena itu beberapa strategi tersebut di atas harus terus diperbaharui dan disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan yang ada. Bila Indonesia akan meningkatkan pangsa pasar kopi di Uni Eropa, maka pemerintah, pengekspor kopi dan seluruh pemangku kepentingan kopi domestik harus mencari lebih banyak informasi lainnya, khususnya menyangkut peluang dan perkembangan regulasi kopi di pasar Uni Eropa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Uni Eropa merupakan pasar global terbesar didunia, termasuk untuk produk-produk kopi yang berbasis keberlanjutan. Penerapan standar yang sangat tinggi terhadap mutu dan keamanan kopi yang dikonsumsi oleh Uni Eropa sering menjadi penghambat produk kopi dari Indonesia dapat menembus pasar di Kawasan tersebut.

Akibatnya, pangsa pasar Indonesia masih sangat kecil dari total kebutuhan kopi di Uni Eropa dibandingkan dengan produsen utama kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam karena masih kecilnya produksi kopi Indonesia yang diproduksi berdasarkan standar keberlanjutan.

Untuk dapat meningkatkan ekspor kopi di pasar Uni Eropa, pemerintah dan pengekspor kopi Indonesia harus melakukan beberapa terobosan strategi yang didukung oleh semua pemangku kepentingan kopi di dalam negeri mulai dari hulu (usahatani) hingga hilir (pengolahan dan perdagangan). Disamping memperhatikan keberlanjutan, keterlacakan, dan sertifikasi kopi, strategi yang dapat dimanfaatkan antara lain: pemilihan saluran distribusi dan

penetapan harga produk, pemilihan traders dan rekanan dagang, memanfaatkan peran roaster dan asosiasi – asosiasi kopi, layanan daring mengikuti beberapa pameran dagang dan pelatihan ekspor yang sering diselenggarakan oleh negara-negara Uni Eropa.

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama, M., Murakami, K., Ikeda, M., Iwatsuki, K., Kokubo, S., Wada, A., Tokuno, K., Onishi, M., Iwabuchi, H., Tanaka, K., 2005.

Characterization of Flavor Compounds Released During Grinding of Roasted Robusta Coffee Beans. Food Science and Technology Research 11, 298 –307.

AKSI, 2010. The 1st Indonesia Specialty Coffee Auction. Asosiasi Kopi Spesialty Indonesia.

URL http://www.sca-indo.org

Alamsyah, Z., Sumarwan, U., Hartoyo, dan E.Z.Y., 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Jenis Minuman pada Situasi Konsumsi Hang-Out dan Celebration. Jurnal Manajemen dan Organisasi 1, 40–55.

Bacon, C., v. E. Méndez, M. E. F. Gómez, D.S Stuart, S. R. D. Flores., 2008. Are Sustainable Coffee Certifications Enough to Secure Farmer Livelihoods? The Millenium Development Goals and Nicaragua’s Fair Trade Cooperatives. Globalizations 5, 259–

274.

Bager, S.L., Lambin, E.F., 2020. Sustainability strategies by companies in the global coffee sector. Business Strategy and the Environment 29, 3555–3570.

https://doi.org/10.1002/bse.2596.

Byrareddy, V., Kouadio, L., Mushtaq, S., Stone, R., 2019. Sustainable Production of Robusta Coffee under a Changing Climate: A 10- Year Monitoring of Fertilizer Management in Coffee Farms in Vietnam and Indonesia.

Agronomy 9.

Ditjenbun, 2020. Statistik Perkebunan Unggulan Nasional: 2019-2021. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.

Doutriaux, S., Geisler, C., Shively, G., 2008.

Competing for Coffee Space: Development Induced Displacement in the Central

Gambar

Tabel 1. Luas Areal, Produksi, Ekspor dan Impor Kopi Indonesia, Tahun 2000 – 2018
Tabel 2. Daftar HS Code produk kopi dengan tujuan ekspor di Indonesia, 2019
Tabel 3. Persyaratan Resmi Produk Kopi di Uni Eropa
Tabel 4. Deskripsi legal requirements EU untuk produk kopi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Trafo Arus ( Current Transformer-CT ) yaitu peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran besaran arus pada intalasi tenaga listrik di sisi primer (TET, TT dan TM)

Tekanan Hidrostatik Pada zat padat, tekanan yang di hasilkan hanya ke arah bawah (jika pada zat padat tidak diberikan gaya luar lain, pada zat padat hanya bekerja gaya gravitasi)

Upaya untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan media oleh penyuluh dapat ditempuh melalui: (a) memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai

memperkenalkan mereka pada aspek militer sebuah sejarah, yang lebih dikenal sebagai sejarah militer. Pelajar dengan usia 8-14 tahun juga diberi perkenalan mengenai salah

Dengan mengasumsikan bahwa audit internal pada persediaan barang dagang, Standar profesi pemeriksaan internal yang dibuat oleh Institute of Internal Auditors (IIA) untuk dapat

Siswa yang memiliki kemampuan penalaran spasial yang baik akan memahami bahwa susunan kubus satuan pada pembelajaran volume juga berarti dalam menentukan luas permukaan

Puji dan syukur pertama saya selaku penulis ucapakan kepada Tuhan YME yang atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

Faktor yang menyebabkan perubahan kontribusi pajak hotel menurun dalam meningkatkan Pendpatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar pada tahun 2012-2016 yaitu, pertama tingkat