• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga atau organ vestibulokoklear terbagi atas tiga bagian anatomi, yakni telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga memiliki dua fungsi utama yaitu dalam keseimbangan dan pendengaran (Martini, 2006).

Gambar 1. Telinga tersusun atas tiga bagian utama, yakni telinga luar, tengah, dan dalam (Emory Health Care, 2014)

Telinga tengah adalah suatu ruangan berisi udara yang terhubung ke belakang hidung oleh sebuah tabung panjang dan tipis yang dikenal dengan tuba Eustachius (Alberti, 2006). Telinga tengah atau disebut juga rongga timpani, dengan saluran telinga luar dipisahkan oleh membrana timpani. Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring atau bagian superior dari faring melalui tuba auditori dan dengan sel udara mastoid melalui banyak hubungan kecil. Tuba

(2)

auditori disebut juga dengan tuba faringotimpani atau tuba Eustachius (Martini, 2006).

Dinding terluar dari telinga tengah adalah membrana timpani, sedangkan dinding terdalam telinga tengah adalah koklea. Batas atas telinga tengah dibentuk oleh tulang di bawah lobus medial otak, sedangkan dasar telinga tengah menyelubungi permulaan vena besar yang mengalirkan darah dari kepala, yakni bulbus jugularis. Pada ujung anterior telinga tengah terdapat awal dari tuba Eustachius, sedangkan ujung posteriornya adalah sebuah jalur menuju ke sekelompok sel udara di antara tulang temporal, dikenal sebagai sel udara mastoid. Telinga tengah merupakan perpanjangan dari rongga udara pernapasan di hidung dan sinus. Ketika di dekat tuba Eustachius, organ ini dilapisi oleh membran pernapasan yang tebal, sedangkan ketika menuju mastoid, organ ini dilapisi oleh membran pernapasan yang tipis. Telinga tengah memiliki kemampuan untuk mensekresi mukus (Alberti, 2006).

Ruangan dalam telinga tengah merupakan tempat bagi tiga tulang kecil atau tulang auditori, yakni maleus, inkus, dan stapes yang berfungsi untuk mengkonduksikan suara dari membrana timpani ke telinga dalam (Alberti, 2006).

Tulang maleus atau palu menempel di tiga titik pada permukaan interior membrana timpani. Tulang inkus atau landasan menghubungkan maleus dan stapes atau sanggurdi. Ujung dasar stapes terhubung dengan ujung oval window, sebuah bukaan pada tulang yang mengelilingi telinga dalam. Persendian antar tulang auditori merupakan sendi sinovial terkecil di tubuh manusia (Martini, 2006).

(3)

Di dalam telinga tengah, terdapat dua otot kecil yang berfungsi melindungi membrana timpani dan tulang auditori dari gerakan kekerasan akibat kondisi lingkungan yang sangat bising, yakni otot tensor timpani dan otot stapedius. Otot tensor timpani memiliki origo pada bagian keras dari tulang temporal dan tuba auditori serta memiliki insersi pada pegangan dari maleus. Ketika otot ini berkontraksi, maleus akan terdorong ke arah medial dan menyebabkan membrana timpani tegang sehingga gerakannya berkurang. Otot ini diinervasi oleh serat motorik dari cabang mandibular nervus trigeminalis (V). Otot stapedius diinervasi oleh nervus fasialis (VII), memiliki origo pada dinding posterior telinga tengah dan insersi pada stapes. Kontraksi otot ini menarik stapes sehingga mengurangi gerakan stapes pada oval window (Martini, 2006).

2.2 Hukum Boyle

Robert Boyle pada tahun 1660 berdasarkan penemuannya menyatakan bahwa volume udara berbanding terbalik dengan tekanan udara pada suhu yang konstan. Berdasarkan hukum tersebut, volume gas akan berkurang separuhnya jika dibawa menuju kedalaman 10 m di bawah permukaan laut asalkan dinding yang mengelilingi gas tersebut bersifat elastis (Nordahl, 2003).

(1)

Persamaan di atas merupakan rumus Boyle dimana P1 adalah tekanan awal, V1 adalah volume awal, P2 adalah tekanan akhir, dan V2 adalah volume akhir.

Volume gas akan memuai seiring bertambahnya ketinggian karena tekanan udara berkurang, begitu juga sebaliknya volume gas akan berkurang seiring menurunnya

P1 V1 = P2 V2

(4)

ketinggian karena tekanan udara meningkat. Kadar air dari gas mempengaruhi derajat ekspansinya dimana cairan tubuh membasahkan gas di dalam tubuh. Gas basah memiliki volume lebih besar dibandingkan gas kering. Hukum Boyle mempengaruhi gas basah di dalam tubuh bahkan lebih dari hukum ini mempengaruhi gas atmosfer yang kering (Alaska Department of Health and Social Services, 2012).

2.3 Hukum Dalton

Ilmuwan Inggris, Dalton menemukan bahwa tekanan total campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan parsial masing-masing gas yang menyusun campuran tersebut. Tekanan gas parsial ini sebanding dengan jumlah molekul masing-masing gas di dalam volume total campuran gas. Hal ini relevan dengan keadaan saat penyelaman maupun penerbangan, dimana berhubungan dengan komponen oksigen dan gas inert dari gas pernapasan dan gas ambien. Pada penyelaman, kedua komponen akan mencapai level toksik sedangkan hipoksia lebih relevan terjadi pada penerbangan (Nordahl, 2003).

(2)

Persamaan di atas merupakan hukum Dalton mengenai tekanan gas parsial dimana Pt adalah tekanan total dari campuran gas, P1 adalah tekanan parsial dari gas ke-1, P2 adalah tekanan parsial dari gas ke-2, dan seterusnya, hingga Pn adalah tekanan parsial dari gas ke-n. Oksigen menyusun 21% atmosfer sehingga menyebabkan 21% dari tekanan total atmosfer. Pada permukaan laut, tekanan parsial oksigen 160 mmHg yang merupakan 21% dari tekanan total atmosfer 760

Pt = P1 + P2 + P3 + ... Pn

(5)

mmHg. Seiring penurunan tekanan atmosfer karena peningkatan ketinggian, tekanan parsial oksigen juga akan berkurang, meskipun akan tetap 21%.

Penurunan tekanan parsial oksigen menyebabkan molekul oksigen semakin sulit untuk melalui membrana alveolar dan menuju aliran darah. Persentase molekul oksigen di udara tidak berubah karena ketinggian, tetapi molekul oksigen lebih menyebar sehingga lebih sedikit molekul oksigen yang terhirup saat bernapas (Alaska Department of Health and Social Services, 2012).

2.4 Daerah Ketinggian

Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut digolongkan menjadi tiga, yakni daerah tinggi 1.500-3.500 m atau 5.000-11.500 kaki, sangat tinggi 3.500- 5.500 m atau 11.500-18.000 kaki, dan daerah dengan ketinggian ekstrem di atas 5.500 m atau di atas 18.000 kaki (Taylor, 2011). Tekanan atmosfer pada permukaan laut adalah 1 atmosfer (atm). Udara memiliki densitas yang lebih rendah pada tempat yang lebih tinggi karena komponen gas memuai (Prasad, 2011).

Pada permukaan laut atau ketinggian 0 m diketahui tekanan barometrik atau tekanan atmosfer adalah 760 mmHg, dimana tekanan parsial oksigen yang terhirup (PO2) adalah 149 mmHg atau sebesar 100%. Seiring dengan bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukaan laut, tekanan barometrik dan tekanan parsial oksigen terhirup akan terus berkurang. Pada ketinggian 1.000 m, tekanan barometrik turun menjadi 678,7 mmHg dan tekanan parsial oksigen terhirup turun menjadi 132 mmHg atau hanya 89% terhadap nilai tekanan pada

(6)

permukaan laut. Hingga pada ketinggian 8.850 m, tekanan barometrik jatuh menjadi 252,7 mmHg dan tekanan parsial oksigen terhirup menjadi 43,1 mmHg atau hanya 28% terhadap nilai tekanan pada permukaan laut (Gallagher, 2004;

Taylor, 2011).

Pada ketinggian di atas 5.800 m, seseorang akan sangat sulit melakukan aklitimasi sehingga dapat menimbulkan perburukan secara bertahap dan kronis.

Daerah ketinggian dapat mempengaruhi proses fisiologis tubuh dengan menurunkan tekanan dan kandungan oksigen dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hipobarik hipoksia (Batchelor, 2002). Respon gas terhadap perubahan tekanan juga berpengaruh pada perilaku gas di dalam telinga tengah dan sinus paranasalis. Ketika naik menuju ketinggian, gas pada telinga tengah akan memuai, sedangkan ketika turun, volume gas akan berkurang (Prasad, 2011). Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ketinggian, meliputi peningkatan ketinggian yang cepat, penggunaan fisik yang berat, usia muda, tinggal pada daerah ketinggian rendah, dan riwayat penyakit ketinggian sebelumnya (Fiore, 2010).

2.5 Anatomi dan Fisiologi Tuba Eustachius

Lumen tuba Eustachius pada ujung proksimal atau nasofaringeal dan distal atau telinga tengah lebih lebar dibandingkan dengan bagian tengahnya atau ismus.

Pada dinding lateral nasofaring terdapat torus tubarius, yakni sebuah bagian yang menonjol ke nasofaring. Tonjolan ini terbentuk dari banyak jaringan lunak di atas tulang rawan tuba Eustachius. Dari torus, terdapat bubungan membran mukosa

(7)

yang meninggi atau lipatan salpingofaringeal kemudian menurun secara vertikal (Bailey, 1993).

Pada dinding posterior nasofaring terdapat adenoid atau tonsil faringeal yang tersusun atas banyak jaringan limfoid. Di atas tonsil terdapat depresi variabel di dalam membran mukosa yang disebut bursa faringeal. Di belakang torus terdapat kantung yang dalam dan memperluas nasofaring ke arah posterior sepanjang batas medial tuba Eustachius. Kantung ini atau fossa Rosenmuller memiliki tinggi yang bervariasi sekitar 8-10 mm dan kedalaman 3-10 mm.

Jaringan adenoid biasanya meluas hingga kantung ini dan memberikan sokongan jaringan lunak bagi tuba Eustachius (Bailey, 1993).

Tuba Eustachius terbagi atas dua bagian, yakni bagian yang dekat dengan hubungan ke telinga tengah dan bagian yang dekat dengan bukaan ke nasofaring.

(Martini, 2006). Tuba Eustachius memiliki kisaran panjang 31-38 mm dimana sepertiga posterior atau 11-14 mm tuba orang dewasa bertulang dan duapertiga anterior atau 20-25 mm tersusun atas fibrokartilago. Bagian bertulang tuba Eustachius yang normal selalu terbuka, sebaliknya bagian fibrokartilago akan tertutup saat istirahat dan terbuka selama menelan atau dipaksa terbuka misalnya melalui manuver Valsava. Dinding medial bagian bertulang terdiri dari dua bagian, posterolateral atau labirin dan anteromedial atau carotid yang bentuk, ukuran, dan hubungannya tergantung dari posisi arteri carotid interna. Pada orang dewasa, tuba Eustachius terletak pada sudut 45o terhadap bidang horizontal sedangkan pada bayi sudut ini hanya 10o (Bailey, 1993).

(8)

Terdapat empat otot yang mempengaruhi fungsi tuba Eustachius, yakni : tensor veli palatini, levator veli palatini, salpingofaringeus, dan tensor timpani.

Walaupun masih terdapat kontroversi mengenai mekanisme dilatasi tuba, tetapi berdasarkan anatomi dan fisiologi membuktikan bahwa dilatasi aktif diinduksi oleh otot tensor veli palatini. Sedangkan penutupan tuba merupakan mekanisme pasif dinding tuba oleh gaya ekstrinsik yang diberikan oleh jaringan pembentuk di sekelilingnya, mekanisme rekoil serat elastin di dalam dinding tuba, atau kombinasi keduanya (Bailey, 1993).

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada spesimen histopatologi dari tulang temporal manusia yang normal, lateral lamina tulang rawan tuba Eustachius pada bagian superior lumen merupakan bagian yang berdilatasi terbesar selama kontraksi tensor veli palatini sedangkan bagian inferior lumen tuba lebih cenderung untuk fungsi proteksi dengan adanya lipatan mukosa, kelenjar, dan sel goblet (Society for Middle Ear Disease, 2005).

Terdapat tiga fungsi tuba Eustachius yang utama, meliputi ventilasi, drainase, dan proteksi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaringeal. Dari ketiga fungsi tersebut, fungsi terpenting adalah regulasi tekanan di dalam telinga tengah atau ventilasi karena fungsi pendengaran optimal jika tekanan gas pada telinga tengah relatif sama dengan tekanan udara di saluran telinga luar yakni ketika terjadi penyesuaian optimum membrana timpani dan telinga tengah.

Ventilasi menyediakan ekualisasi tekanan atmosfer pada kedua sisi membrana timpani (Boies, 1989). Akan tetapi, tuba Eustachius juga dapat menjadi jalur bagi mikroorganisme untuk masuk melalui nasofaring menuju ke telinga tengah

(9)

sehingga menyebabkan infeksi di telinga tengah yang dikenal dengan otitis media (Martini, 2006).

Berdasarkan hasil pemeriksaan radiografi pada manusia dan hewan, tuba Eustachius yang normal tertutup saat keadaan istirahat, kemudian terbuka pertama kali pada bagian proksimal yang bertulang rawan selama menelan karena kontraksi otot tensor veli palatini yang selanjutnya diikuti oleh dilatasi tuba bagian distal. Setelah dilatasi aktif, tuba secara pasif kolaps dan kembali pada posisi istirahat dimulai dari ujung distal ke ujung proksimal yang sangat penting bagi fungsi clearence otot tuba (Society for Middle Ear Disease, 2005). Tuba terbuka oleh aktivitas otot tensor veli palatini ketika perbedaan tekanan mencapai 20-40 mmHg. Sebuah otot tensor veli palatini yang intak sangat penting untuk melakukan fungsi tersebut (Boies, 1989). Waktu pembukaan tuba Eustachius normal sekitar 400 ms. Manusia menelan selama terbangun sekitar satu kali setiap menit dan selama tertidur menelan satu kali setiap lima menit (Society for Middle Ear Disease, 2005).

Gas dalam nasofaring yang menimbulkan ventilasi telinga tengah adalah 79,2% nitrogen, 14,7% oksigen, 1% argon, dan 5,1% karbon dioksida. Ini merupakan komposisi yang sama dalam fase ekspiratori siklus pernapasan. Dalam kondisi fisiologis, fluktuasi tekanan ambien bersifat dua arah, yaitu baik menuju dan dari telinga tengah serta relatif kecil. Fluktuasi ini mencerminkan peningkatan dan penurunan tekanan barometrik yang dihubungkan dengan perubahan kondisi cuaca dan ketinggian ataupun keduanya (Society for Middle Ear Disease, 2005).

(10)

Sistem telinga tengah dan sel udara mastoid merupakan kantung gas yang relatif kaku atau non-kolapsibel dikelilingi oleh membrana mukosa dimana terjadi pertukaran gas antara rongga telinga tengah dan mukosanya. Perbedaan tekanan melampaui 54 mmHg antara rongga telinga tengah pada tekanan atmosfer dan mikrosirkulasi di mukosa membran. Hal ini menyebabkan terjadi gradien yang dipengaruhi oleh difusi dari rongga telinga tengah menuju mukosa sehingga menghasilkan tekanan telinga tengah menjadi di bawah tekanan ambien mencapai lebih dari 600 mm H2O selama ekualisasi. Pada hewan coba monyet yang telah dianestesi dan tidak ada respon menelan, didapatkan informasi bahwa dalam keadaan normal tekanan gas pada telinga tengah mendekati equilibrium dengan gas pada jaringan mukosa darah ataupun gas pada telinga dalam. Pada keadaan ini laju penyerapan gas kecil karena gradien tekanan parsial juga kecil (Society for Middle Ear Disease, 2005).

Pada tuba Eustachius yang berfungsi secara normal, pembukaan tuba yang sering akan menyeimbangkan perbedaan tekanan antara telinga tengah dan nasofaring dengan cara masuknya udara bervolume kecil yaitu sekitar 1-5 l ke telinga tengah. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal dapat mengubah mekanisme ini. Regulasi tekanan telinga tengah dijelaskan oleh mekanisme refleks feedback neural dimana mekanoreseptor pada membrana timpani dan atau rongga telinga tengah membentuk informasi aferen kepada pusat pernapasan di batang otak yang menyebabkan aktivasi eferen otot yang bertanggung jawab terhadap pembukaan tuba Eustachius (Society for Middle Ear Disease, 2005).

Ventilasi tuba Eustachius dapat dinilai dengan mencari perpindahan lateral membrana timpani menggunakan otoskop atau jika terdapat perforasi, dengan cara

(11)

mendengar melalui sebuah tuba auskultasi sembari pasien memencet nostril dan menelan atau manuver Toynbee ataupun dapat pula dengan cara memencet hidung dan berhembus keras melawan hidung yang disumbat, dengan mulut tertutup, mengizinkan telinganya untuk meletup atau manuver Valsava. Gangguan yang mempengaruhi tuba Eustachius meliputi tabung paten abnormal, palatal myoclonus, obstruksi, cleft palate (Boies, 1989).

2.6 Barotrauma

Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh perubahan tekanan barometrik yang terjadi selama menyelam atau terbang. Hukum Boyle menyatakan bahwa penurunan ataupun peningkatan tekanan lingkungan akan meningkatkan ataupun menekan volume gas tertutup. Jika gas yang terkandung dalam struktur fleksibel, maka struktur tersebut dapat rusak akibat pengembangan atau penekanan ini. Barotrauma dapat terjadi ketika ruang yang terisi gas di dalam tubuh yaitu pada telinga tengah, sinus, ataupun paru-paru menjadi tertutup karena jalur ventilasi normal terhalang (Boies, 1989).

Telinga tengah merupakan tempat yang paling umum terjadi barotrauma karena fungsi tuba Eustachius yang kompleks. Tuba Eustachius secara normal tertutup, tetapi akan terbuka melalui menelan, mengunyah, menguap, dan manuver Valsava. Pilek, rinitis alergi, dan variasi anatomi individu menjadi faktor predisposisi dari disfungsi tuba Eustachius (Boies, 1989).

Peningkatan tekanan membutuhkan aksi untuk menyeimbangkan tekanan, tetapi menurunnya tekanan biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Ketika

(12)

tekanan lingkungan menurun, udara pada telinga tengah akan menguap dan secara pasif keluar melalui tuba Eustachius. Ketika tekanan lingkungan meningkat, udara pada telinga tengah dan tuba Eustachius akan tertekan sehingga dapat terjadi kolaps. Sekali perbedaan tekanan antara lingkungan dan rongga telinga tengah terlalu tinggi atau sekitar 90-100 mmHg, maka bagian yang bertulang rawan akan rusak permanen. Jika udara tidak dapat ditambahkan melalui tuba Eustachius untuk mengembalikan volume telinga tengah, maka struktur telinga tengah dan jaringan di sekitarnya dapat rusak dan perbedaan tekanan akan terus meningkat.

Hal ini pada awalnya akan menyebabkan membrana timpani retraksi ke dalam sehingga akan meregangkan genderang telinga dan menimbulkan ruptur pembuluh kecil, terjadi penampakan seperti disuntik dan gelembung pendarahan di dalam genderang telinga. Ketika tekanan terus meningkat, pembuluh kecil di dalam mukosa telinga tengah dilatasi dan ruptur menyebabkan hemotimpanum (Boies, 1989).

Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelaman ataupun penerbangan. Perubahan tekanan pada 17 kaki pertama di air sama dengan perubahan tekanan pada 18.000 kaki pertama di ketinggian. Oleh karena itu, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada penyelaman dibandingakan dengan penerbangan. Gejala barotrauma telinga tengah meliputi nyeri, telinga terasa penuh, dan berkurangnya pendengaran. Diagnosis dikonfirmasi dengan otoskopi. Pengobatan terdiri dari dekongestan dan pengistirahatan menyelam atau terbang hingga pasien dapat menyeimbangkan tekanan telinga tengahnya kembali.

Kasus berat membutuhkan sekitar 4-6 minggu untuk sembuh, tetapi sebagian besar sembuh dalam 2-3 hari. Antibiotik tidak diindikasikan terkecuali jika

(13)

perforasi terjadi pada air kotor. Sekali nyeri muncul, tuba Eustachius kemungkinan sudah kolaps. Terkadang barotrauma telinga tengah dapat menyebabkan kerusakan pada telinga dalam (Boies, 1989).

2.7 Timpanometri

Timpanometri merupakan sebuah metodologi uji yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi telinga tengah. Pemeriksaan ini memberikan representasi grafis hubungan tekanan udara pada saluran telinga luar dengan impedansi atau resistensi terhadap gerakan genderang telinga dan sistem telinga tengah.

Pengukuran impedansi ini menilai resistensi akustik dari telinga tengah. Jika genderang telinga terkena suara, bagian dari suara tersebut akan diserap dan dikirim melalui telinga tengah menuju telinga dalam, sedangkan bagian lain dari suara tersebut akan direfleksikan (Mikolai, 2006).

Hasil timpanometri memberikan dokter informasi tambahan mengenai fungsi telinga tengah pasien. Pada populasi anak-anak, pemeriksaan ini sangat khas dilakukan untuk membuktikan adanya otitis media, perforasi membrana timpani, ataupun disfungsi tuba Eustachius. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif dan tidak membutuhkan respon apapun dari pasien. Pemeriksaan pada kedua telinga biasanya berlangsung kurang dari dua menit (Mikolai, 2006).

Timpanometer memiliki sebuah probe genggam yang dimasukkan ke dalam telinga. Di dalam probe terdapat tiga pipa yang terdiri atas loudspeaker, microphone, dan pompa. Probe tersebut dimasukkan ke dalam saluran telinga dan membentuk segel kedap udara dari tekanan ujung telinga terhadap dinding

(14)

saluran. Sebuah suara diberikan melalui loudspeaker sementara tekanan berubah di dalam saluran yang tersegel. Kemudian microphone mengukur jumlah suara yang direfleksikan kembali dari genderang telinga selama menyapu tekanan.

Informasi ini kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai timpanogram (Mikolai, 2006).

Sebuah timpanogram menyediakan beberapa bagian informasi meliputi penyesuaian sistem telinga tengah termasuk gerakan genderang telinga, volume saluran telinga, tekanan telinga tengah yang secara normal harus sama dengan tekanan atmosfer, dan pola yang sesuai dengan penyakit tertentu. Penyesuaian sistem telinga tengah digambarkan secara vertikal pada timpanogram.

Penyesuaian maksimum sistem telinga tengah terjadi ketika tekanan pada rongga telinga tengah sama dengan tekanan saluran telinga luar. Nilai penyesuaian maksimum terjadi pada puncak tertinggi kurva pada grafik. Tekanan telinga tengah digambarkan secara horizontal pada timpanogram. Tekanan pada saluran telinga luar bervariasi antara -200 daPa hingga +400 daPa ketika mengamati impedansi. Impedansi terendah atau penyesuaian maksimal terjadi ketika tekanan pada saluran sama dengan tekanan pada rongga telinga tengah. Menurut aturan umum, nilai volume saluran telinga berkisar antara 0,2 hingga 2 ml pada anak- anak dan dewasa. Variasi tergantung dari usia dan struktur telinga individu tersebut (Mikolai, 2006).

(15)

Gambar 2. Tiga pipa di dalam probe timpanometri yang terdiri atas (A) loudspeaker, (B) microphone, dan (C) pompa (Mikolai, 2006)

Pola kurva timpanogram dikategorikan menjadi tiga berdasarkan inspeksi visual sederhana. Tipe A yakni timpanogram normal dengan puncak mendekati 0 daPa. Subkategori tipe A yakni subtipe A bentuk normal menunjukkan mekanisme telinga tengah yang normal, subtipe As puncak dangkal mengindikasikan sistem yang kaku dan subtipe Ad kurva dalam dengan puncak yang tinggi mengindikasikan penyesuaian sistem telinga tengah yang abnormal.

Timpanogram tipe As berhubungan dengan otosklerosis atau penebalan membrana timpani, sedangkan tipe Ad berhubungan dengan diskontinuitas osikular atau jaringan parut atropi dari genderang telinga (Shanks, 2008).

Timpanogram tipe B dengan tanpa puncak atau datar dan tipe C dikarakteristikkan dengan tekanan puncak negatif atau biasanya kurang dari -200 daPa. Tipe B mengindikasikan terdapat cairan non-kompresibel di dalam rongga telinga tengah, perforasi membrana timpani, atau debris di dalam saluran telinga luar atau serumen. Tipe C mengindikasikan tekanan negatif di dalam rongga

(16)

telinga tengah. Gambaran ini berhubungan dengan disfungsi tuba Eustachius atau cairan dalam telinga tengah (Shanks, 2008).

Gambar 3. Dua metode menganalisis timpanogram, analisis kualitatif (A) bentuk timpanogram pada unit yang berubah-ubah yang dikenal sebagai tipe A, B, dan C;

dan analisis kuantitatif (B) berdasarkan kesetaraan volume saluran telinga (Vea

dalam cm3), puncak static acoustic admittance (puncak Ytm dalam mmho), tekanan puncak timpanogram (TPP dalam daPa), dan lebar timpanogram (TW dalam daPa) (Shanks, 2008)

Pada telinga normal, tekanan atmosfer atau ambien yaitu 0 daPa dipertahankan di dalam rongga telinga tengah dengan pembukaan tuba Eustachius secara berkala melalui menelan. Sebaliknya ketika tuba Eustachius tidak dapat terbuka sebagaimana mestinya, tekanan negatif akan terbentuk di dalam rongga telinga tengah dan tidak jarang terbentuk efusi telinga tengah (Shanks, 2008).

Gambar

Gambar 1. Telinga tersusun atas tiga bagian utama, yakni telinga luar,  tengah, dan dalam (Emory Health Care, 2014)
Gambar 2. Tiga pipa di dalam probe timpanometri yang terdiri atas (A)  loudspeaker, (B) microphone, dan (C) pompa (Mikolai, 2006)
Gambar 3. Dua metode menganalisis timpanogram, analisis kualitatif (A) bentuk  timpanogram pada unit yang berubah-ubah yang dikenal sebagai tipe A, B, dan C;

Referensi

Dokumen terkait

Datang terlambat ke tempat bekerja, mengambil jam istrahat untuk sesuatu yang tidak perlu, menunda nunda pekerjaan dan meninggalkan tempat bekerja lebih awal dari jam kerja

Sokrates dari sudut pandang sejarah filsafat Yunani Klasik. Dalam tulisan

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian, bahwa Desa Cikaso memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi home industry dengan memanfaatkan tanaman lokal yang ada di lingkungan

AJAX merupakan singkatan dari Asynchronous JavaScript and XML. AJAX merupakan teknologi baru dalam dunia web yang menggunakan teknologi dari JavaScript untuk

Hasil uji statistik yang telah dilakukan dalam penelitian pengaruh lingkungan tempat tinggal dan ketaatan beribadah terhadap kesehatan mental mahasiswa ini

senam nifas dapat dilihat dari nilai efikasi diri responden. Efikasi diri positif bertanggung jawab terhadap kebutuhan responden dan responden beradaptasi dan

Adapun susunan Pimpinan DPRD Kabupaten Labuhanbatu dijabat oleh Dahlan Bukhari (PDI-P) sebagai Ketua, Suriana (Demokrat) sebagai Wakil Ketua I, Hj Meika Riyanti Siregar (Golkar)