• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Pengembangan Permukiman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Akhir Pengembangan Permukiman"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

B B a a b b 6 6

A A s s p p e e k k T T e e k k n n i i s s P P e e r r S S e e k k t t o o r r

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti rencana pengembangan permukiman, rencana penataan bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan lingkungan permukiman (PLP). Pada setiap sektor dijelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan, dan tantangan daerah, analisis kebutuhan, serta usulan program dan pembiayaan masing-masing sektor.

6.1. Pengembangan Permukiman

Memasuki era otonomi daerah kegitan pembangunan gedung di kabupaten terus meningkat baik kuantitas, kualitas maupun kompleksitasnya. Fenomena yang berlangsung sejalan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut terlihat kecenderungan daerah berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain dengan menarik investor sebanyak mungkin. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, bertambahnya jumlah investor di daerah yang berkiprah dalam kegitan pembangunan tanpa ditunjang peraturan perundangan yang memadai, dikuatirkan tingkat laju pembangunan bangunan gedung yang tidak memenuhi persyaratan baik administratif maupun persyaratan teknis akan semakin tinggi.

Meningkatnya kegitan pembangunan gedung di kabupaten perlu diantisipasi dengan pengaturan pembangunan gedung yang seimbang antara pengaturan yang bersifat administratif dan teknis sehingga proses pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat berlangsung tertib, dan terwujud bangunan gedung yang andal, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Kemajuan pembangunan yang pesat tidak hanya berdampak positif terhadap kemakmuran masyarakat dan perkembangan ruang kota, tetapi disisi lain juga membawa dampak negatif sebagai implikasi ikutan. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam hal permasalahan tersebut adalah ketidakteraturan pembangunan gedung, baik bentuk, keselamatan, estetika, keandalan maupun kelayakan fungsi.

Pemerintah daerah sebagai regulator pembangunan memiliki kewajiban menyediakan perangkat ketentuan yang mampu memberikan arahan dan ketentuan sekaligus perlindungan serta keadilan dalam pelaksanaan pembangunan gedung yang dilaksanakan pemerintah, swasta maupun masyarakat secara umum.

Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu Selatan saat ini belum memiliki peraturan bangunan gedung ditingkat daerah, sehingga kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi. Oleh sebab ini untuk melaksanakan amanat undang-undang, kebutuhan pembangunan dan perlindungan masyarakat dan mengarahkan perkembangan kota serta untuk mengadopsi berbagai standar dan pedoman teknis yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

(2)

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain pemenuhan kebutuhan papannya. Sebagai dampak urbanisasi, saat ini kota-kota di dunia termasuk di Indonesia menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang kompleks. Kota- kota menanggung beban dengan tumbuhnya permukiman kumuh, meningkatnya kemiskinan dan pengangguran, serta semakin lebarnya kesenjangan sosial, karena lebih kurang 50% penduduk dunia saat ini tinggal di perkotaan

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan.

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di pedesaan pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan. Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola,dan struktur, serta bahan material yang digunakan.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Kegiatan pengembangan permukiman ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal infrastruktur permukiman dan mendukung pengembangan wilayah. Keterpaduan pengembangan permukiman dengan sektor lain untuk lebih mendorong terwujudnya permukiman layak huni dan berkelanjutan. Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Millenium Development Goals (MDGs) Target 7D.

Permukiman kumuh telah menjadi agenda global. Adapun target MDGs yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020.

(3)

2. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2015-2019.

Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang terpenuhinya penyediaan air minum untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur pedesaan mendukung pertanian, pemenuhan kebutuhan hunian didukung sistem pembiayaan jangka panjang; terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

3. RPJMN 3 2015-2019.

Tema besar RPJMN 3 (tiga) tahun 2015-2019 adalah daya saing (competitiveness) dengan demikain selayaknya ketersediaan layanan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar (jalan, air dan listrik) sudah terpenuhi terlebih dahulu. Beberapa arahan dalam bidang Permukiman adalah:

 Terpenuhinya penyediaan air minum dan sanitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat menjadi 100% akses air minum dan sanitasi;

 Dengan indikator meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak menjadi 100% dan sanitasi layak menjadi 100%;

 Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel serta kota tanpa permukiman kumuh;

 Dengan Indikator Berkurangnya Proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak layak menjadi 0%;

 Pengembangan infrastruktur perdesaan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian.

4. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

5. Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

6. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(4)

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

8. RPJMD Kabupaten Labuhan Batu Selatan (2011-2015)

RPJMD tahun ke-5 (tahun 2015) untuk bidang infrastruktur lebih diarahkan dan diprioritaskan pada pemantapan, evaluasi pembangunan dan pengembangannya antara lain :

1. Lanjutan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana wilayah;

2. Lanjtan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana permukiman, antara lain, air bersih, drainase, listrik, dan persampahan;

3. Lanjutan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung perekonomian.

Peningkatan kemampuan dukungan pemerintah terhadap pembangunan perumahan dan prasarana dasar pemukiman. Arah kebijakan yang mendukung peningkatan strategi ini adalah :

a) Peningkatan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau.

b) Membuat data base air bersih,sanitasi,air limbah,persampahan, dan drainase.

c) Peningkatan pelayanan air minum, sanitasi, air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase yang memadai.

d) Menyediakan 30 persen luas Kabupaten sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).

e) Peningkatan kuantitas dan penataan areal pemakaman.

9. Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung

Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW) Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Fungsi bangunan gedung ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan gedung. Pemerintah daerah misenetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, dalam izin mendirikan bangunan berdasarkan RTRW, RDTR, dan/atau RTBL.

(5)

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan 6.1.2.1. Isu Strategis

Penyerahan kewenangan pembangunan perumahan yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah belum disertai dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan. Selain itu koordinasi antar lembaga masih belum berjalan dengan baik, salah satunya ditunjukkan dengan belum efektinya fungsi Badan Koordinasi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N).Berbagai isu strategis sektor pengembangan permukiman yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman di Kabupaten Labuhan Batu Selatan dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Labuhanbatu Selatan

No. Isu Strategis Ket.

1

Pada 2 (dua) tahun terakhir pembangunan di pusat kota seperti Kotapingan dan Torgamba sangat pesat oleh karena perlu ditetapkan peraturan daerah mengenai bangunan gedung untuk penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Labuhan Batu Selatan

2 Status Kepemilikan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Dominan milik Sultan Kerajaan Melayu

3.

Peruntukkan Guna Lahan dalam RTRW Kabupaten Labuhanbatu Selatan Khususnya peruntukkan hutan masih dalam proses dan menunggu keputusan Menteri Kehutanan

4 Pemukiman di bantaran sungai 5

Belum semua bangunan mempunyai IMB dan banyak yang melanggar Perda Kabupaten Labuhanbatu Selatan Nomor 29 Tahun 2011 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

6

Dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan yang dilakukan masih banyak bangunan tidak sesuai atau melanggar peraturan daerah yang telah ditetapkan dan pembongkaran tidak bisa dilakukan karena tidak mempunyai persyaratan bangunan gedung secara teknis

7 Masih rendahnya sarana dan prasarana lingkungan permukiman penduduk 8 Sarana dan prasarana sanitasi lingkungan masih kurang,

jangkauanpelayanan air bersih yang terbatas dan saluran drainase yang kurang berfungsi optimal

Penambahan luas permukiman mengakibatkan pengurangan luas lahan lainnya seperti lahan pertanian dan perkebunan. Bertambah luasnya kawasan permukiman berarti bertambah luas pula permukaan lahan yang kedap air sehingga limpasan air hujan (run off) akan bertambah besar. Kondisi ini mengakibatkan daerah pertanian/perkebunan, bila berkembang menjadi kawasan permukiman/perkotaan akan memiliki permasalah serius yakni rentan terhadap bahaya banjir terutama pada kawasan perkotaan.

(6)

6.1.2.2. Kondisi Eksisting

A. Kondisi Eksisting Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Kondisi penyelenggaraan yaitu pengawasan dan pengendalian Bangunan Gedung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan berupa atau telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan Nomor 29 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Kelembagaan Penyelengaraan Bangunan Gedung

Penertiban Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Labuhanbatu Selatan di Badan Pelayanan Perijinan pada Bidang Perizinan Investasi sedangkan penegakkan Perda di Satpol PP Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Pemahaman Aparatur, Pekerja Konstruksi dan Masyarakat

Perlunya pemahaman tentang pentingnya peraturan bangunan gedung ini bagi aparatur, pekerja konstruksi dan masyarakat adalah untuk terciptanya kualitas lingkungan dan keandalan bangunan gedung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ini dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kabupaten Labuhanbatu Selatan saat ini masih tingginya bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan atau melanggar peraturan yang telah ditetapkan, untuk itu perlu dibentuk tim teknis eksekusi untuk mengevaluasi bangunan yang melanggar Perda Bangunan Gedung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Tabel 6.2

Peraturan Daerah Mengenai Tata Bangunan Gedung

No. Peraturan Daerah

Jenis Produk Pengaturan Nomor/Tahun Perihal

1 Peraturan Daerah No.11 Tahun 2011 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 2 Peraturan Derah No. 29 Tahun 2011 Retribusi IMB 3 Peraturan Daerah

4 Peraturan Daerah

Sumber: Peraturan Darah Kab. Labuhabatu Selatan

B. Rencana Perwujudan Kawasan Permukiman B.1. Permukiman Perkotaan :

Pembangunan kawasan permukiman perkotaan di Kotapinang, Langga Payung, Sikampak, Silangkitang dan Tanjung Medan, dilaksanakan melalui program :

(7)

a. Pengembangan kegiatan permukiman kepadatan tinggi b. Pengembangan kegiatan permukiman kepadatan sedang c. Pengembangan kegiatan permukiman kepadatan rendah d. Pembangunan kasiba dan lisiba

e. Pembangunan dan peningkatan fasilitas permukiman; dan f. Pembangunan dan peningkatan utilitas permukiman.

Pembangunan permukiman dikembangkan dengan komposisi 1:3:6, artinya bila dibangun sebuah rumah mewah harus sebanding dengan pembangunan 3 rumah sedang dan 6 rumah sederhana. Komposisi tersebut sekaligus menggambarkan pemetakan kelompok tingkatan kepadatan rumah, yaitu kepadatan tinggi, sedang dan rendah.

B.2. Permukiman Perdesaan;

Ciri permukiman perdesaan adalah tersebar secara mengelompok disepanjang jalan utama dan sebagian lainnya berada pada kawasan yang mempunyai akses yang rendah. Program perwujudan permukiman perdesaan yang dilakukan adalah :

a. Identifikasi kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan perdesaan melalui bantuan pemerintah dan pembangunan perumahan swadaya;

b. Identifikasi kelompok permukiman perdesaan yang berada pada kawasan lindung dan budidaya. Bila terdapat permukiman (kelompok rumah) yang berada pada kawasan lindung, maka direkomendasikan jalan keluarnya, baik melalui pelepasan hak hutan atau relokasi;

c. Identifikasi bangunan fasilitas umum dan perumahan yang berada pada kawasan rawan bencana dan merekomendasikan mitigasi ataupun relokasi terhadap bangunan tersebut;

d. Identifikasi bangunan fasilitas umum dan perumahan yang tidak memenuhi konstruksi tahan gempa dan merekomendasikan rencana penanganannya secara teknis;

e. Klasifikasi kelompok permukiman yang berada pada kawasan budidaya yang mempunyai akses tinggi, sedang dan rendah (remote area);

f. Identifikasi kelengkapan prasarana dan sarana permukiman pada masing-masing kelompok permukiman dan rekomendasikan rencana pembangunannya.

B.3. Kawasan Peruntukan Lainnya

Kawasan peruntukan lainnya yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Selatan meliputi kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan yang berupa koramil di Kotapinang.

(8)

6.2. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia.

Oleh karenanya air minum mutlak harus tersedia dalam kuantitas (jumlah) dan kualitas yang memadai (Permen PU Nomor 20, 2006). Penyediaan air minum sangat berhubungan dengan jumlah air baku yang tersedia, karena air baku tersebut yang akan diolah menjadi air minum dan selanjutnya didistribusikan kepada pelanggan. Jumlah air baku tersebut harus memenuhi berbagai syarat, salah satunya adalah syarat kontinuitas, dimana air baku di suatu lokasi harus selalu tersedia untuk diolah menjadi air minum.

Penyelenggaraan pelayanan air minum merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang diterapkan. Namun, pemerintah pusat dapat mendukung pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik terutama pelayanan penyediaan air minum sehingga tujuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 dapat tercapai yaitu terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan, serta meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

6.2.1. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Dalam penyusunan RPI2JM bidang Air minum harus memperhatikan Rencana Induk Pengembangan Sistem Pneyediaan Air Minum (RI-SPAM) yang ada di Kabupaten/Kota untuk daerah yang belum mempunyai RISPAM hendaknya dilakukan penyusunan RISPAM terlebih dahulu untuk jangka waktu sekurang – kurangnya selama 15 tahun. RISPAM merupakan rencana jangka panjang suatu wilayah baik di dalam kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dan antar propinsi. Hal ini dimungkinkan karena dalam pengembangan dan penyelenggaraan air minum tergantung dengan posisi dan letak unit – unit SPAM dan cakupan pelayannya, contohnya sebuah kabupaten/kota tergantung pada sumber yang dimiliki oleh kabupaten/kota lain yang berada di daerah hulu.

Sesuai pedoman Buku Panduan Pengembangan Air Minum yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya – Kementerian (d/h Departemen) Pekerjaan Umum, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan SIstem Pengadaan Air Minum antara lain ;

1. Peran Kabupaten/Kota dalam pengembangan wilayah 2. Rencana Pembangunan Kabupaten/kota

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya.

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelnajutan dan berwawasan lingkungan 5. Dalam penyusuan RPI2JM harus memperhatian Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum

6. Logical Framework (Kerangka Logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan Air Minum, Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada

(9)

setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan

7. Sekurang – kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik

8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia

9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektifitas dan efisiensi pengelolaan air minum pada kota yang bersangkutan 10. Sebgai suatu Prasana dan Sarana yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga

sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan

11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasata 12. Kelembagaan yang mengelola air minum

13. Investasi PS air minum dengan memperhatikan kelayakan terutama dala hal pemulihan biaya operasi dan pemeliharaan

14. Jika ada keterllitan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan sarana dan prasaran air minum, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut

15. Safeguard Sosial dan Lingkungan

A. Isu strategis pengembangan SPAM tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;

2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat, dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

1) Aspek Teknis

 Saat ini pengadaan air bersih sebagai pelayanan publik oleh pemerintah di ibukota kabupaten belum dapat melayani masyarakat secara prima. Kabupaten Labuhanbatu Selatan belum mendapat pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan walaupun prasarana jaringan perpipaan sudah ada. Hal ini disebabkan belum beroperasinya PDAM di kelurahan Kota Pinang. Penyediaan air minum saat ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat berupa sumur gali, sumur pompa dan air permukaan (sungai).

(10)

 Prasarana bukan jaringan perpipaan yang ada di Ibukota Kabupaten Labuhanbatu Selatan sampai saat ini adalah berasal dari air permukaan seperti sungai dan mata air dan juga sumur bor yang berdekatan dengan tempat tinggal dan dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

 Kawasan pedesaan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan didalam memenuhi kebutuhan air minum menggunakan sungai, mata air dan sumur bor. Beberapa desa sudah mendapkan bantuan air minum melalui kegiatan PNPM mandiri yang dikelola secara swadaya. Pada umumnya air minum atau air bersih yang disediakan berbentuk kran umum untuk kegiatan MCK di kawasan permukiman penduduk.

 Prasarana jaringan perpipaan untuk Penyediaan Air Minum yang melayani pedesaan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan belum tersedia.

 Menurut data Biro Pusat Statistik tahun 2009 bahwa jumlah sambungan rumah sekitar 2.459 sambungan, sedangkan menurut data MDGS tahun 2011 sebanyak 2.565 sambungan atau sekitar 10.670 jiwa. Jadi hingga 28 September 2011 jumlah penduduk terlayani sebesar 10.670 jiwa

Gambar 6.1

Kondisi PDAM Yang Belum Beroperasi

Gambar 6.2

Jaringan Perpipaan Menuju Ke Rumah masyarakat Yang Ada Di Kelurahan Kotapinang

Gambar 6.3

Kondisi Sumur Bor Di Desa Godang

Gambar 6.4

Kondisi Sumur Bor Yang Dibangun PPIP Tahun 2013

(11)

atau sekitar 8,08% dari jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan;

 Jumlah produksi air PDAM pada tahun 2014 adalah 28,60 lt/detik dengan jumlah air terjual sebanyak 22,88 lt/detik, sedangkan kehilangan air sebanyak 20%

 Alokasi dana yang terbatas, belum adanya rencana induk pengembangan SPAM untuk menentukan skala prioritas dari segi kepentingan serta belum tersedianya sarana dan prasarana PDAM yang memadai.

2) Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM

Beberapa permasalahan yang terdapat mengenai kondisi air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, antara lain:

1. KecamatanTorgamba

Terdapat beberapa sumur bor yang dibangun oleh pemerintah di beberapa desa di Kecamatan Torgamba, salah satunya sumur bor yang terletak di Masjid Raya Torgamba. Sumur bor tersebut setelah dibangun oleh pemerintah sampai sekarang tidak berfungsi lagi, sehingga tidak bisa digunakan oleh masyarkat sebagai sumber air bersih mereka. Kondisi ini jauh berbeda dengan sumur bor yang terletak di SMA 1 Torgamba yang kondisinya masih baik.

2. Kecamatan Kota Pinang

Di Kelurahan Kota Pinang terdapat bangunan PAM milik BUMD yang dibangun pada tahun 2012/2013, namun PAM tersebut belum berfungsi sampai sat ini.

C. Sistem Jaringan Air Bersih

Sistem jaringan sumber daya air di Kabupaten Labuhanbatu Selatan meliputi Jaringan Air Bersih dan Jaringan Irigasi. Secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jaringan Air Bersih

Pelayanan air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan saat ini masih sangat minim. Saat ini belum ada perusahaan air minum yang mengelola air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Untuk itu dimasa yang akan datang maka Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan harus membuat perusahaan daerah untuk mengelola air minum di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Hal ini dimungkinkan karena sumber-sumber air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan cukup melimpah yang dapat diambil dari air permukaan. Dengan demikian maka rencana pengembangan sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan antara lain adalah :

A. Rencana pengembangan sistem jaringan air bersih yang dilayani Non PDAM (swadaya)

 Penyusunan Masterplan Sistem Penyediaan Air Bersih

(12)

 Pembentukan kelembagaan Badan Pengelola Air Bersih Desa (BPABD)

 Pelatihan sumber daya manusia pengelola Badan Pengelola Air Bersih Desa (BPABD)

 Detail Desain (DED) Sistem Penyediaan Air Bersih Desa dengan teknologi tepat guna di masing-masing daerah layanan Badan Pengelola Air Bersih Desa (BPABD)

 Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih Sederhana dengan kapasitas pengolahan 5 liter/detik di masing-masing sumber mata air desa

 Pembangunan Kran Umum

 Pemasangan pipa distribusi air bersih di masing-masing daerah layanan Badan Pengelola Air Bersih Desa (BPABD)

B. Rencana Pengembangan sistem jaringan air bersih yang dilayani PDAM

 Peningkatan cakupan pelayanan PDAM di Kecamatan Kotapinang mencapai 90% dari penduduk Kecamatan Kotapinang pada tahun 2031

 Perencanaan sistim penyediaan air bersih seperti sumur bor disetiap kecamatan

 Peningkatan kapasitas pengolahan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAB) yang sudah ada

 Peningkatan kualitas pelayanan dan pemeliharaan sistem PDAM

 Peningkatan manajemen kelembagaan dan sumber daya manusia PDAM.

 Kabupaten Labuhanbatu Selatan tidak memiliki penggunaan air minum atau air bersih, penduduk umumnya memanfaatkan sumur terlindung, sumur bor, dan air hujan, dapat dilihat pada Tabel 6.3

(13)

Tabel 6.3

Persentase Rumahtangga Menurut Sumber Air Minum Kabupaten Labuhanbatu Selatan Tahun 2009 (Persen)

NO SUMBER AIR MINUM PERSEN

1 Air kemasan Bermerk 1,99

2 Air Isi Ulang 2,71

3 Leding Meteran 2,42

4 Leding Eceran 2,17

5 Sumur Bor/Pompa 19,07

6 Sumur Terlindung 37,73

7 Sumur tak Terlindung 7,26

8 Mata Air Terlindung 0,15

9 Mata Air tak Terlindung 0,39

10 Air Sungai 6,83

11 Air Hujan 19,13

12 Lainnya 0,13

Sumber : Kabupaten Labuhanbatu Selatan Dalam Angka 2010

Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI SPAM) sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI (Permen PU) No.18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM. "Rencana Induk Pengembangan SPAM merupakan suatu rencana komprehensif jangka panjang antara 15 sampai 20 tahun yang muatannya mencakup perencanaan air minum jaringan perpipaan atau bukan jaringan perpipaan Penyediaan air minum, menurutnya, merupakan kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu ketersediaan air minum menjadi salah satu penentu dalam peningkatan kesehatan, kesejahteraan, dan produktivitas masyarakat di bidang ekonomi. Rencana Induk SPAM merupakan jawaban bagi pengembangan SPAM daerah. Keberadaan RI SPAM dapat mendasari penyusunan sejumlah program pengembangan SPAM di daerah secara berkelanjutan, termasuk membangun jaringan distribusinya.

(14)

Tabel 6.4

Proyeksi volume kebutuhan air bersih di kabupaten labuhanbatu selatan dari tahun 2011 sampai 2031

No Tahun

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kebutuhan Air Bersih

Tingkat Kebocoran

20%

Jumlah Total (m3/Hr) Rumah

Tangga (m3/Hr)

Komersial/

Industri (m3/Hr)

Pelayanan Sosial (m3/Hr)

Hidran Umum (m3/Hr)

Jumlah (m3/Hr)

1 2010 277,549 41,632 8,326 8,326 8,326 66,612 13,322.35 146,546 2 2015 313,528 47,029 9,406 9,406 9,406 75,247 15,049.34 165,543 3 2020 344,071 51,611 10,322 10,322 10,322 82,577 16,515.41 181,669 4 2025 372,965 55,945 11,189 11,189 11,189 89,512 17,902.32 196,926 5 2030 400,728 60,109 12,022 12,022 12,022 96,175 19,234.94 211,584

Sumber : Data diolah

Asumsi:

Domestik: 150 ltr/org/hr

Hidran Umum:40 ltr/org/hr

Komersial/Industri: 30 ltr/org/hr

Pelayanan Sosial: 15 ltr/org/hr

Rencana pengembangan air bersih di Kabupaten Labuhanbatu Selatan berupa:

a. Peningkatan kapasitas pengolahan instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAB) di Kecamatan Kotapinang, Kecamatan Torgamba, Kecamatan Kampung Rakyat dan Kecamatan Sungai Kanan; dan Kecamatan Silangkitang

b. Pengembangan jaringan distribusi air bersih di 5 Kecamatan meliputi: Kecamatan Kotapinang, Kecamatan Langga payung, Kecamatan Cikampak, Kecamatan Aek Goti dan Kecamatan Tanjung Medan.

6.3. Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)

Mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 01/Prt/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Adapun SPM untuk penyehatan lingkungan permukiman di Kabupaten adalah:

1. Penyediaan air minum dengan indikator persentase penduduk yang mendapatkan akses air minum yang aman sebesar 81,77%;

2. Penyediaan sanitasi dengan indikator:

a) Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah yang memadai: 60%;

b) Persentase pengurangan sampah di perkotaan: 20%;

c) Persentase pengangkutan sampah: 70%;

(15)

d) Persentase pengoperasian Tempat Pembuangan Akhir (TPA): 70%;

e) Persentase penduduk yang telayani sistem jaringan drainase skala kota sehingg tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun 50%.

6.3.1. Air Limbah

6.3.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran

(16)

Kebijaksanaan dalam pengelolaan sistem penyaluran air limbah Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah sebagai berikut :

a. Secara bertahap system pembuangan air limbah baik limbah rumah tangga maupun limbah industry akan diarahkan pada system saluran tertutup

b. Pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi akan diprioritaskan untuk mendapatkan jaringan pelayanan terlebih dahulu

c. Pembangunan kawasan perumahan baru, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta harus disertai dengan pembangunan saluran pembuangan air limbah

d. Industri – industry yang telah ada maupun yang akan dibangun harus memiliki Waste Water Treatment pada skala tertentu sesuai jenis industrinya.

B. Lingkup Kegiatan Pengolahan Air Limbah.

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan. Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite).

Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

6.3.1.2. Analisis Kebutuhan Air Limbah

Penanganan air limbah terkait juga dengan kondisi social ekonomi masyarakat, oleh karena itu anallisis kebutuhan juga harus mempertimbangkan factor ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka analisa kebutuhan yang diperlukan adalah :

1. Jaringan air limbah

Perbaikan jaringan air limbah terutama untuk pembuangan air limbah pada kawasan perkotaan, inijuga menghindari terjadinya buangan air limbah pada saluran drainase

2. Kendaraan Pengangkut Tinja

Untuk peningkatan pelayanan air limbah di masa mendatang, penambahan armada diperlukan mengingat sampa saat ini untuk pelayanan air limbah masih dilayani oleh 1 (satu unit mobil penyedot.

(17)

3. Perbaikan bangunan IPLT

Semaikin meningkatnya jumlah penduduk serta jumlah limbah yang dibuang untuk menghindari terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh limbah maka tersedianya instalasi pengolahan limbah terpadu yang dapat dimanfaatkan, secara optimal menjadi kebutuhan yang harus diperhatikan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Berikut ini tabel analisis kebutuhan air limbah.

Tabel 6.5

Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah

No. Uraian Kondisi

Eksisting

Kebutuhan (Thn) 2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

A. Peraturan Terkait Sektor Air Limbah

Ketersediaan Peraturan Bidang Air LImbah Belum ada B. Kelembagaan

 Bentuk Organisasi

 Tata Laksana (Tupoksi, SOP, Dll

 Kuantitas dan Kualitas SDM

 Ada

 Ada C. Pembiayaan

 Sumber Pembiayaan (APBD Prov/Kab/Kota/Swasta/Masyarakat/dll)

 Tarif Retribusi

 Realisasi Penarikan Retribusi (% terhadap target)

 Ada

 Belum ada

 Belum ada D. Peran Serta dan masyarakat

(sudah ada/belum ada/bentuk kontribusi, dll Masih terbatas E. Sistem Setempat (Onsite)

 Ketersediaan dan kondisi IPLT

 Kapasitas IPLT

 Tingkat Cakupan Pelayanan IPLT

 Ketersediaan dan Kondisi Truck Tinja)

 Biaya O & P

 Kualitaas Efluen IPLT (BOD & COD)

 Ketersediaan sistem pengolahan air limbah skala kecil/kawasan/

 Komunitas

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada F. Sistem Terpusat (Off site)

 Ketersediaan IPAL

 Kapasitas IPAL

 Tingkat Cakupan Pelayan IPAL

 Biaya O & P

 Tidak ada

 Belum ada

 Belum ada

 Belum ada

(18)

Catatan:

Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan ini belum mempunyai Sistem Setempat (Onsite) dan Sitem Terpusat (Off site), untuk itu 5 (lima) kedepan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan akan mempunyai Sistem Setempat (Onsite) dan Sitem Terpusat (Off site).

Penyaluran air buangan direncanakan dengan system pipa tertutup dengan sasaran :

 Mengurangi pemakaian septic tank dan cubluk sebagai saran penyaluran air buangan yang konvesional dan butuh lahan terutama di kawasan pusat kota

 Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan adanya system penyaluran air limbah yang relative aman serta tertutup

 Peningkatan pelayanan agar tercapai target pelayanan sebesar 60 % untuk wilayah kota Rencana Pengembangan Peraturan

Untuk menunjang keberhasilan pengelolaan air limbah di area studi, maka harus didukung oleh peraturan- peraturan yang bersifat mengikat dan mempunyai sanksi-sanksi hokum dan merekomendasikan pada pemerintah daerah agar diatur dalam peraturan daerah.

Rencana Pengembangan Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah maka dilakukan langkah- langkah beriku :

a. Penyelenggaraan sosialisasi perlunya perilaku hidup bersih dan sehat.

Secara umum proses perubahan masyarakat yang diharapkan dari suatu kampanye publik adalah sebagai berikut:

Meningkatnya kesadaran (Awareness)

Meningkatnya minat (Interest)

Tumbuhnya kebutuhan (Demand)

Adanya partisipasi dan tindakan (Action)

Pelaksanaan kampanye publik tersebut, harus direncanakan secara berkesinambungan agar proses perubahan masyarakat tersebut dapat berlangsung hingga terwujudnya partisipasi (Action) masyarakat secara luas dalam mendukung terwujudnya sistem pengelolaan air limbah yang efektif dan efisien.

b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah, melalui pemberian penghargaan dan sanksi.

c. Melibatkan peran serta badan usaha swasta dan koperasi dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah.

(19)

d. Sosialisasi untuk merubah perilaku supaya tidak membuang tinja di sembarang tempat (open defecation free)

Kerjasama dengan pihak swasta perlu ditingkatkan baik dalam pelayanan pengumpulan, penyaluran, pengolahan, maupun pembuangan akhir; jasa konsultansi, kontraktor, maupun pengadaan barang khususnya kendaraan;

dengan menyeimbangkan prinsip pengusahaan dalam pelayanan umum. Selain itu, swasta dapat dilibatkan secara langsung untuk membantu masalah pembiayaan, operasional dan pemeliharaan melalui program “community development” yang umumnya menjadi fokus utama untuk perusahaan berskala besar.

Rencana Pengembangan Kelembagaan

Penyusunan kelembagaan adalah untuk menentukan bentuk badan pengelola air limbah yang efektif dan efisien, sedangkan dasar pemilihan bentuk organisasi pengelola adalah dari dinas atau lembaga yang sudah ada yang mempunyai banyak kesamaan atau jika terpaksa membuat lembaga baru apabila dipandang lebih layak.

Pengembangan prasarana dan sarana air limbah selalu berdampak pada kebutuhan peningkatan kapasitas kelembagaan, khususnya pada lembaga operator yang bertanggung jawab mengelola prasarana dan sarana terbangun tersebut. Kebutuhan peningkatan kapasitas kelembagaan tersebut, umumnya berkorelasi langsung dengan peningkatan luas wilayah layanan dan peningkatan teknologi yang dioperasikan. Bentuk lembaga operator pengelolaan air limbah dapat berbasis masyarakat (swadaya) untuk skala komunal didalam kawasan dan berbasis lembaga (formil) untuk berbagai skala pengelolaan.

6.3.1.3. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah

Program penanganan air limbah difokuskan di Ibukota Kabupaten yaitu Kota Pinang tepatnya di kawasan Pusat Kota serta Kawasan Sosopan, dimana kawasan ini direncanakan Perkantoran Bupati dan SKPD. Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Untuk daerah – daerah kumuh di perkotaan terutama di Ibukota Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Penanganan air limbah direncanakan dengan program sanimas.

(20)

Tabel 6.6

Prioritas Program Sub Sektor Air Limbah

No. Rencana Program Sub Sektor Air Limbah

1. Program Pembinaan Sistem Pengelolaan Air Limbah 2. Penyusunan DED Air Limbah Kota Pinang

3. Pembangunan Pengolahan Limbah Kota Pinang

4. Rencana Induk Infrastruktur Air Limbah dengan Sistem Terpusat Skala Kota 5. Penyusunan dokumen lingkungan pembangunan IPAL Kawasan RSH 6. Pembangunan IPAL Komunal di Kawasan RSH

7. Pembangunan IPAL Komunal di Kawasan RSH 8. Pembangunan IPAL Komunal di Kawasan RSH

9. Rencana Induk Infrastruktur Air Limbah dengan Sistim Setempat dan Sistem Komunal 10. Pengawasan Teknik dan Supervisi

11. Penyusunan dokumen lingkungan pembangunan Sanimas 12. Pembangunan Sanimas pada lokasi di 5 Ibukota Kecamatan

A. Target dan Sasaran Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) 2015-2019

 Akses Pelayanan pengelolaan air limbah 100% : Perkotaan 100% dan Perdesaan 100%.

o 2015: 64 %;

o 2016: 72 %;

o 2017: 85 %;

o 2018: 92 %;

o 2091: 100 %.

B. Program Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah

 Strategi Pelaksanaan.

o Peningkatan Kesadaran masyarakat;

o Peningkatan kepedulian dan komitmen Pemda;

o Peningkatan kelembagaan dan kompetensi SDM;

o Peningaktan akses air limbah layak;

o Kerjasama lintas sektor dan kemitraan;

o Pengembangan skala penanganan;

o Peningkatan kualitas perencanaan air limbah.

(21)

 Program Non Fisik 2015-2019.

o Kampanye, edukasi dan promosi;

o Advokasi pemda (eksekutif dan Legislatif);

o Bantuan Teknis kelembagaan;

o Pendampingan Pemutakhiran SSR;

o Sinkronisasi Lintas Sektor (Implementasi/Pendanaan);

o Peningkatan Kapasitas SDM.

 Program Fisik 2015-2019.

1. SPAL Setempat:

o Tangki Septik Individual;

o Tangki Septik Komunal;

o Sarana Pengangkutan.

o IPLT.

2. SPAL Terpusat:

o Skala Komunal;

o Skala Kawasan;

o Skala Kota.

6.4. Sektor Persampahan

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18/2008). Sampah berasal dari sumber permukiman dan non permukiman.

Sumber sampah non permukiman misalnya kantor, pasar, sekolah, jalan, hotel, restoran, dan industri (SNI, 1995). Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mewajibkan pemerintah propinsi dan tingkat II harus menyediakan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.

Seiring peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan termasuk di perumahan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik merupakan salah satu penyebab makin meningkatnya pencemaran air, tanah dan udara serta meningkatkan potensi banjir di perkotaan. Di sisi lain, pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh dinas terkait hanya berfokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa melalui pengolahan tertentu.

(22)

6.4.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiata Pengelolaan Persampahan

A. Arah Kebijakan Pengelolaan Persampahan

Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Berdasarkan undang-undang Nomor 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masihrendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:

o Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

o Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

o Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

o Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan o Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 ini.

4. Peraturan Menteri PU Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.

Peraturan ini merupakan pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan baik bagi pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, swasta dan masyarakat.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga .

(23)

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.

7. Peraturan Mendagri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah

Peraturan ini mensyaratkan perlu dilakukan penanganan sampah secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir dan dalam rangka penanganan sampah secara komprehensif dan terpadu, perlu melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha secara proporsional, efektif, dan efisien.

8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum,Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 yaitu:

a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja);

b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;

c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah

Secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan. Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

(24)

6.4.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Persampahan

A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan

Arahan pengelolaan persampahan bertujuan untuk merubah kebiasaan masyarakat yang selalu membuang sampah secara sembarang dan membuang limbah cair melalui aliran air/sungai. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat diarahkan menggunakan system daur ulang sampah dengan fungsi fermentasi untuk menghasilkan serta mengembangkan instalasi septic tank. Alternatif kedua adalah menimbun sampah ke TPS sebelum dibuang ke TPA sampah.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan

Kondisi prasarana dan sarana yang terkait dengan pengelolaan persampahan adalah : 1. Prasarana pengangkut

Prasarana pengangkut yang saat ini belum ada 2. Tempat Pembuangan sampah

Pada saat ini tempat pembuangan akhir sampah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan sistem open dumping, untuk ini dipilih satu tempat pengolahan dari air sungai dan jauh dari Kota Pinang dengan lahan yang sudah ada.

Dimasa mendatang perlu dipersiapkan tempat pembuangan akhir yang sesuai dengan teknis dan kesehatan

C. Permasalahan Persampahan

Pengelolaan sampah merupakan suatu permasalahan yang cukup kompleks yang melibatkan pelaku utamanya yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. Permasalahan yang timbal saling terkait sehingga diperlukan pendekatan secara komprehensif dan melibatkat semua pelaku utamanya. Adapun permasalahan persampah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan sebagai berikut:

1. Kesadaran masyarakat masih kurang yaitu untuk membuang sampah ke bak penampungan/tempat pembuangan sampah sementara yang telah disediakan

2 . Produk sampah meningkat, hal ini disebabkan sampah jenis organik dan anorganik cenderung meningkat, baik dari segi volume maupun vairasi sejenisnya

3. TPA masih dikelola secara open dumping dan belum lengkapnya sarana pendukung

4. Kondisi TPA yang sudah ada seharusnya menggunakan system sanitasi landfill, dimana seharusnya sampah yang telah terkumpul langsung di timbun dengan pasir timbun, namun kenyataannya sampah di lokasi TPA tetap saja terbuka sehingga menimbulkan aroma yang sangat menyengat hidung dan tumpukan yang menggunung. Hal ini dikarenakan system

5 . Belum ada usaha yang optimal untuk memisahkan dan memanfaatkan sampah.

Kemajuan teknologi ikut memacu pertambahan volume sampah yang dihasilkan akibat peningkatan kebutuhan

(25)

masyarakat. Pengelolaan persampahan di Kabupaten Labuhan batu Selatan ini belum dapat dikatakan memenuhi syarat dikarenakan :

a. Kesadaran masyarakat masih kurang yaitu untuk membuang sampah ke bak penampungan/tempat pembuangan sampah sementara yang telah disediakan

b. Produk sampah meningkat, hal ini disebabkan sampah jenis organik dan anorganik cenderung meningkat, baik dari segi volume maupun variasi sejenisnya

c. TPA masih dikelola secara open dumping dan belum lengkapnya sarana pendukung

d. Kondisi TPA yang sudah ada seharusnya menggunakan sistem sanitasi landfill dimana seharusnya sampah yang telah terkumpul langsung di timbun dengan pasir timbun, namun kenyataannya sampah di lokasi TPA tetap saja terbuka sehingga menimbulkan aroma yang sangat menyengat hidung dan tumpukan yang menggunung, Hal ini dikarenakan sistem pengelolaannya yang belum benar dan peralatan yang sangat kurang memadai.

e. Belum ada usaha yang optimal untuk memisahkan dan memanfaatkan sampah

6.4.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan

A. Analisis Kebutuhan

Usulan lokasi TPA yang ada sekarang berada di kawasan lindung, sehingga harus dilakukan feasibility study (studi kelayakan) untuk memilih lokasi TPA berdasarkan Zona Layak TPA yang sudah dianalisis sehingga dalam waktu dekat dapat dilakukan pemindahan lokasi TPA yang sesuai kriteria teknis (SNI – 03 – 3241 – 1994). Berdasarkan SNI – 03 – 3241 – 1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, perlu dilakukan studi lebih lanjut yaitu dalam bentuk feasibility study (studi kelayakan) terhadap Zona Layak TPA, untuk menentukan lokasi tepat dan sesuai kriteria layaknya suatu TPA. antara lain adalah :

1. TPA tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut 2. Kondisi geologi

 tidak berlokasi di zona Holocene fault

 tidak boleh di zona bahaya geologi 3. Kondisi hidrogeologi

 tidak boleh mempunyai muka air tanah < 3 meter

 tidak boleh kelulusan tanah > 10-6 cm/detik

 jarak terhadap sumber air minum harus > 100 meter di hilir aliran

(26)

 dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masukan teknologi

4. Kemiringan zona harus kurang dari 20%

5. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1500 meter untuk jenis lain

6. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun

Tabel 6.7

Proyeksi Kebutuhan Sarana Sampah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

No. Kebutuhan Sarana Standard (l/org/hari)

Kebutuhan Sarana Persampahan (Unit)

2010 2015 2020 2025 2030

1 Kebutuhan Bak/ Tong

Sampah 1 unit/50 L 15,265 17,244 18,924 20,513 22,040

2 Kebutuhan Gerobak Sampah 1 unit/2m3 382 431 473 513 551

3 Kebutuhan TPS 1 unit/6 m3 127 144 158 171 184

4 Kebutuhan Truk Sampah 1 unit/18 m3 42 48 53 57 61

Keterangan: Asumsi bahwa 1 unit truk sampah mengangkut sampah 3 trip per hari

Untuk mengelola meningkatnya volume sampah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada masa-masa yang akan datang, maka diperlukan adanya perhitungan dan penganalisaan kebutuhan sarana pengangkutan maupun sistem pembuangan sampah yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi wilayahnya.

Mempertimbangkan berbagai hal (kondisi tanah, kelerengan dan jarak dengan sungai), diarahkan timbulan sampah tersebut diolah menjadi bahan pupuk, agar tidak terjadi peluang pencemaran air tanah, air sungai dan udara. Untuk mengelola meningkatnya volume sampah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada masa- masa yang akan datang, maka diperlukan adanya perhitungan dan penganalisaan kebutuhan sarana pengangkutan maupun sistem pembuangan sampah yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi di wilayahnya .

(27)

6.4.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Persampahan

Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam rangka mencapai kualitas dan tingkat pelayanan sektor persampahan sebesar 100 % pada tahun 2019 di Kab. Labuhanbatu Selatan, perkiraan besarnya kebutuhan infrastruyktur dan kegiatan non infrastruktur (non fisik) adalah sebagai berikut :

A. Target dan Sasaran 2015-2019:

o Program Fisik 2015-2019

1. Pengelolaan di Sumber: Sarana Pengumpulan, TPS 3R dan TPST;

2. Pengelolaan Akhir: Sarana Pengangkutan dan TPA Sampah.

o Program Non Fisik 2015-2019 1. Kampanye, edukasi dan promosi;

2. Advokasi Pemda (eksekutif dan legislatif);

3. Bantuan Teknis Kelembagaan;

4. Peningkatan Kapasitas SDM;

5. Sikronisasi Lintas Sektor (implementasi/pendanaan).

Rencana pengembangan sistem persampahan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan antara lain adalah :

(28)

Tabel 6.8

Prioritas Program Sub Sektor Persampahan

NO. PROGRAM SUB SEKTOR PERSAMPAHAN

1 Penyusunan Rencana Teknis (Master Plan Persampahan)

2. Studi Kelayakan (Feasibility Study) Zona Layak TP. Rencana pengembangan TPA di Kabupaten Labuhanbatu Selatan berada di Desa Asam Jawa Kecamatan Torgamba.

3. DED (Detail Engineering Design) TPA

4.

Pembangunan TPA dengan sistem kontrol landfiil dengan perangkat seperti dump truck, pengadaan buldozer dan truck – truck sampah yang direncakan di setiap ibukota kecmatan. Lokasi – lokasi pembuatan TPA adalah di Kota Pinang, Cikampak, Silangkitang, Tanjung Medan dan Langga Payung

5. Pembangunan jalan akses dari setiap TPS menuju ke TPA

Pembangunan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak 210 unit yang tersebar di masing – masing kecamatan

6. Penerapan sistem kompos disetiap TPS

7.

Sosialisasi program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan disetiap Keluraha/desa melibatkan tenaga kesehatan lingkungan masing-masing kelurahan :

pemilahan sampah basah dan kering sampai tingkat RT

pengelolaan sampah secara composting (kompos) untuk tingkat kelurahan/desa

meminimalkan sampah dari sumbernya (reduce) pemilahan sampah yang bisa didaur ulang (recycle) pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali (reuse)

menggunakan barang yang tidak menimbulkan sampah, misalnya belanja menggunakan tas yang bisa dipakai lagi seperti keranjang rotan, tas pakai ulang, bukan menggunakan kantong plastik (replace)

8. Sosialisasi program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan di setiap kelurahan/desa :

9 Penertiban pemisahan sampah Non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dari pemukiman, industri, bangunan komersil, rumah sakit, hotel dan bangunan penghasil sampah lainnya

10 Pengawasan ketat pada pengolahan sampah rumah sakit dan rumah bersalin.

Referensi

Dokumen terkait

ikan cakalang dan implikasi nya dalam pakan terhadap kualitas internal telur (berat kuning telur,warna kuning telur, shape index , haugh unit ) dapat digunakan jenis KIP,

Kriteria penilaian sungai diperoleh dengan 3 kategori berdasarkan penilaian fungsi rata-rata aspek yaitu BAIK dengan rata-rata fungsi 80% - 100%, CUKUP dengan

Tepat dibawah grafik terdapat tabel yang menampilkan rata-rata data CPU Load dan juga terdapat tabel yang menampilkan data CPU Load berdasarkan waktu dengan interval 1

Dalam program pengembangan ilmu, baik dalam ilmu alam, ilmu sosial humaniora, maupun ilmu keislaman, tidak bisa dinafikan keberadaan “asumsi dasar” yang dalam taraf tertentu bersifat

Dalam karya tafsirnya Annahu’l Haq Yunan Yusuf menyampaikan salah satu motifasi yang menjadikannya tergerak untuk menulis sebuah karya tafsir ialah karena ia

Berbagai macam krisis dapat membuat perusahaan macet, dan iklan darurat mungkin diperlukan untuk meredakan pengaruhnya. Berikut ini adalah situasi-situasi kritis yang paling

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 2011- 2013”.. 1.2

kesetaraan antar nilai dari variabel orientasi masa depan pada.. remaja pengguna Napza dan remaja bukan