BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepercayaan Diri
2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berfungsi
untuk mendorong individu dalam meraih kesuksesan yang terbentuk melalui
proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam
interaksinya, individu mendapat umpan balik yang dapat berupa reward dan
punishment. Individu yang mempunyai rasa kepercayaan diri adalah individu yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan
bertanggungjawab.
Kepercayaan diri menurut Bandura (dalam Martani dan Adiyanti, 1991)
merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Kepercayaan diri menurut Branden
(dalam Walgito, 1993) adalah kepercayaan seseorang pada kemampuan yang ada
dalam dirinya. Hambly (1989) menambahkan bahwa kepercayaan diri adalah
keyakinan diri yang dimiliki individu dalam menangani segala situasi.
Frieda (dalam Jatman, 2000) menerangkan kepercayaan diri adalah
seseorang yang tidak meyakini mempunyai kelebihan di semua hal, akan tetapi
juga tahu mengenai kekurangan yang ada tetapi tidak terganggu, sehingga dapat
menerima kelebihan dan kekurangan tersebut sebagai bagian dari dirinya yang
kepercayaan diri merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang
dibutuhkan dalam kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya
dengan orang lain.
Angelis (2003) menjelaskan bahwa kepercayaan diri adalah suatu
keyakinan dalam hati bahwa dalam tantangan hidup apapun harus dihadapi
dengan berbuat sesuatu. Hakim (2002) menambahkan bahwa kepercayaan diri
adalah suatu keyakinan seseorang tentang segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut mampu mencapai berbagai tujuan di dalam
hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kepercayaan diri
adalah keyakinan seseorang pada kemampuan yang dimilikinya, dalam mencapai
berbagai tujuan di dalam hidupnya, sehingga ia tidak perlu membandingkan
dirinya dengan orang lain.
2.1.2. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri
Sobur (1985) menyatakan individu yang mempunyai kepercayaan diri
adalah yang berani menghadapi resiko dan bertanggungjawab yang harus
diterima dari tindakan yang dilakukan yaitu kemungkinan mengalami kegagalan.
Anthony (Irawati, 2002) mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri meliputi:
a. Bertanggung jawab berarti mau menerima dan menanggung resiko dari perbuatannya.
b. Rasa aman berarti tidak memiliki ketakutan dan kecemasan yang menghambat kepercayaan
dirinya.
c. Harga diri berarti mampu menyadari segala kekurangan dan kelebihan
sehingga tidak memiliki perasaan rendah diri.
d. Mandiri berarti hidup tidak tergantung pada orang lain dan selalu dapat
e. Optimis berarti menyadari kemampuan yang dimiliki dan berusaha untuk memperoleh yang terbaik dalam kehidupannya.
f. Tidak mudah putus asa berarti memiliki mental yang kuat untuk dapat
menghadapi hal-hal yang terburuk dan berani mencoba lagi setelah mengalami kegagalan.
Lauster (dalam Afiatin dan Martianah, 1998) mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah optimis, bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya, bersikap tenang dan berani mengemukakan pendapatnya. Menurut Lauster (1978) rasa percaya diri merupakan sikap atau perasaan yakin terhadap kemampuan diri sehingga individu yang bersangkutan tidak akan berhati-hati secara berlebihan, yakin terhadap kebebasannya/kemandiriannya, tidak mementingkan diri secara berlebihan, cenderung menjadi toleran dan ambisinya normal. Aspek kepercayaan diri menurut Lauster (1978) adalah:
a. Memiliki rasa aman : perasaan aman adalah terbebas dari perasaan takut dan ragu-ragu terhadap situasi atau orang-orang disekelilingnya.
b. Yakin pada kemampuan diri sendiri : yakin pada kemampuan diri sendiri adalah merasa tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah untuk terpengaruh dengan orang lain.
c. Tidak mementingkan diri sendiri dan toleran : tidak mementingkan diri sendiri dan toleran adalah mengerti kekurangan yang ada pada dirinya dan dapat menerima pandangan dari orang lain.
d. Ambisi normal : ambisi yang normal adalah ambisi yang disesuaikan dengan kemampuan, tidak ada kompensasi dan ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan bertanggungjawab.
e. Mandiri : mandiri adalah tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu.
f. Optimis : optimis adalah memiliki pandangan dan harapan yang positif mengenai diri dan masa depannya.
Suryanto (2000) mengatakan bahwa remaja atau orang dewasa yang
memiliki rasa percaya diri yang kuat biasanya populer dalam lingkungan
keluarga maupun pergaulannya. Individu tersebut sering diminta menjadi
pimpinan kelompok yang bersikap mawas diri. Proyeksi ambisinya ke arah
keberhasilan, sehingga masa depannya akan penuh dengan keberhasilan. Rasa
percaya diri dapat berpengaruh pada hasil prestasi belajar, penerimaan oleh
lingkungan, penampilan dan budi pekerti. Sebaliknya pada individu yang gagal,
rasa percaya dirinya rendah, individu kurang populer dalam pergaulan, lebih
mengalami kesulitan untuk berperan dalam lingkungan, bahkan mungkin
seolah-olah dikucilkan di lingkungannya.
Individu dengan kepercayaan diri yang rendah sering bersikap
menyalahkan orang lain atas kegagalannya, prestasi akademiknya menurun dan
akhirnya menjadi individu yang mudah mengalami frustasi, agresif, murung dan
bingung. Aziz (dalam Kumara, 1988) mengemukakan ciri-ciri orang yang kurang
percaya diri diantaranya adalah merasa tidak aman, ada rasa takut, tidak bebas,
ragu-ragu, di hadapan orang lain lidah seperti terkunci, murung, pemalu dan
kurang berani, pengecut, cenderung menyalahkan suasana luar sebagai penyebab
masalah yang dihadapi. Individu yang memiliki rasa percaya diri akan percaya
pada kemampuan yang dimiliki, sanggup bekerja sendiri, bersikap optimis dan
dinamis.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis memberikan penekanan pada
keenam ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri yang dikemukakan
oleh Anthony (dalam Irawati, 2002) yaitu bertanggung jawab, rasa aman, harga
diri, mandiri, optimis, dan tidak mudah putus asa.
2.1.3. Faktor-faktor yang Membentuk Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri (di posting oleh Maz Bow pada bulan Agustus 2009 )
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal:
1. Faktor internal, meliputi: 1.1.Konsep diri
konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
1.2.Harga diri
Meadow (dalam Kusuma, 2005 ) Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan dengan individu lain.
Orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.
1.3.Kondisi fisik
Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Lauster (1997) juga berpendapat bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang kentara.
1.4.Pengalaman hidup
Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.
2. Faktor eksternal meliputi
2.1.Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony (1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan. 2.2.Pekerjaan
Rogers (dalam Kusuma,2005) mengemukakan bahwa bekerja dapat
mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga di dapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.
2.3.Lingkungan dan Pengalaman hidup
Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang (Centi, 1995). Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri (Drajat, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor
yang mempengaruhi rasa percaya diri pada individu, yaitu faktor internal dan
Faktor eksternal meliputi pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalaman
hidup.
2.2. Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling 2.2.1. Pemanfaatan
Pemanfaatan diambil dari kata manfaat yang berarti guna. Sedangkan
dalam kamus bahasa inggris, manfaat digunakan kata use yang juga dapat diartikan menggunakan. KBBI (2002) mendefinisikan pemanfaatan ialah proses
atau perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan adalah proses atau
perbuatan memanfaatkan atau menggunakan sesuatu hal.
2.2.2. Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Suryana (2004) pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling
adalah suatu proses memanfaatkan atau menggunakan jasa langsung dalam
kaitannya dengan upaya layanan bimbingan dan konseling melalui guru
pembimbing. Kegiatan bimbingan dan konseling dinamakan layanan bila
kegiatan tersebut dilakukan melalui hubungan langsung dengan sasaran layanan
dan secara langsung berkaitan dengan kebutuhan masalah tertentu dari sasaran
layanan tersebut, sehingga layanan tersebut dirasakan oleh individu yang
ditolong atau dibantu. Berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling di
sekolah saling terkait dan menunjang satu sama lainnya, sesuai dengan asas
keterpaduan dalam bimbingan dan konseling yang dapat dimanfaatkan oleh
siswa untuk mengentaskan masalahnya dan dalam memenuhi kebutuhan siswa
Saat ini ada yang beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah cukup memperbaiki bahkan meningkatkan
prestasi siswa. Dugaan ini tidak sempurna benar, yang dibuktikan oleh hasil
penelitan dari Suryana (2004) bahwa siswa dalam hal ini sebagai pengguna jasa
langsung dalam kaitannya dengan upaya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah melalui guru pembimbing. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak sedikit
dari siswa yang menggunakan atau memanfaatkan layanan bimbingan dan
konseling untuk mengerti tentang kemampuan dirinya sehingga dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya
2.2.3. Macam-macam Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling Oleh Siswa
Pelaksanaan pelayanan BK yang baik dan terprogram memlaui dengan
pemahaman tentang layanan dan dilaksanakan oleh tenaga ahli (konselor).
Dalam prosesnya layanan BK diarahkan untuk pengembangan individu yang
akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
Dalam Depdiknas (2008) bidang bimbingan dan konseling untuk sekolah
menengah atas dibagi atas empat bidang yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar
dan karier. Berdasarkan empat bidang bimbingan diatas macam-macam
pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh siswa
meliputi:
a. Bidang Bimbingan Pribadi
1) Pemanfaatan layanan BK dalam memantapkan sikap dan kebiasaan diri yang positif.
2) Pemanfaatan layanan BK dalam pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa
3) Pemanfaatan layanan BK dalam pemantapan bakat dan minat yang dimiliki.
4) Pemanfaatan layanan BK dalam penyesuaian diri.
5) Pemanfaatan layanan BK dalam penyelenggaraan hidup sehat jasmani dan rohani.
6) Pemanfaatan layanan BK dalam mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil.
b. Bidang Bimbingan Sosial
1) Pemanfaatan layanan BK dalam penempatan kemampuan berkomunikasi secara efektif.
2) Pemanfaatan layanan BK dalam kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat
serta berargumentasi
3) Pemanfaatan layanan BK dalam kemampuan bertingkah laku sosial di rumah, sekolah dan masyarakat.
4) Pemanfaatan layanan BK dalam pemahaman tentang kondisi dan peraturan sekolah.
5) Pemanfaatan layanan BK dalam penyelesaian konflik dengan lingkungan sosial dan
orientasi keluarga.
c. Bidang Bimbingan Belajar
1) Pelaksanaan layanan BK dalam memantapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif,
efisien serta produktif.
2) Pelayanan layanan BK dalam penguasaan materi program belajar (pengenalan program
kurikulum di sekolah)
3) Pelayanan layanan BK dalam pemahaman dan pemanfaatan lingkungan fisik di sekolah
4) Pelayanan layanan BK dalam pemilihan jurusan dan orientasi belajar di perguruan tinggi.
5) Pelayanan layanan BK dalam pemantapan disiplin belajar dan berlatih.
d. Bidang Bimbingan Karier
1) Pemanfaatan layanan BK dalam proses memperoleh informasi tentang pendidikan yang
lebih tinggi.
2) Pemanfaatana layanan BK dalam memperoleh informasi dan orientasi terhadap dunia kerja.
3) Pemanfaatan layanan BK dalam memperoleh informasi tentang pengembangan karier.
4) Pemanfaatan layanan BK tentang pemahaman diri yang sesuai dengan karier yang
hendak dikembangkan.
2.2.4. Kebutuhan Siswa Akan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pemahaman kebutuhan bersifat mendasar bagi kelangsungan hidup
manusia pada umumnya siswa itu sendiri pada khususnya. Jika siswa berhasil
dalam memenuhi kebutuhannya maka siswa merasa puas dan sebaliknya,
kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah
sehingga akan menggangu aktifitas siswa dalam belajar dan kesehariannya.
Teori Kebutuhan A. Maslow (di posting oleh Hariyanto, S.Pd pada tanggal 18 Oktober 2010)
1. Kebutuhan Fisiologis
diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif.Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas).Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul.Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan.Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
4. Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia.Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang
musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.”Kebutuhan ini
membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan.Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2.2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Slameto (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling diantaranya:
a) Banyak diantara anak-anak kita tidak mengetahui kemana harus melanjutkan sekolahnya yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
b) Akibat pilihan sekolah yang tidak sesuai itu, banyak anak-anak yang terpaksa harus keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau selalu pindah sehingga memboroskan waktu dan biaya, sedangkan hasilnya dapat dikatakan nol.
c) Banyak anak-anak dan pemuda mengalami kesulitan belajar, dalam mengisi atau
Banyak pengangguran dan perbuatan asusila dan asocial yang diderita
dan dilakukan anak-anak dan para pemuda kita seperti adanya “ kumpul kebo”
dan lain-lain.
2.3. Penelitian Yang Relevan
Terdapat penelitian yang relevan dari Aziza Fitriah (2007) dengan judul
Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Sosial pada Remaja di
Kelas II SMP Muhammadiyah 1 Malang. Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat
diperoleh data bahwa antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial ada
hubungan yang signifikan rxy = 0,467; sig = 0,000<0,05. Hal ini sesuai dengan
data yang telah diperoleh dari program SPSS 11.5 for windows, menyatakan bahwa r tabel 0,254 dan r xy (r hit) 0,467, Dikatakan signifikan apabila r xy =
0,467 > r tabel = 0,254. Dengan kata lain semakin tinggi kepercayaan diri remaja
maka semakin mudah pula remaja melakukan penyesuaian sosial terhadap
lingkungan sosial disekitar mereka.
Serta penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Basrimah (2012)
dengan judul Perbedaan Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Ditinjau Dari Sikap Siswa Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling Siswa
Kelas XI SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Analisis data dengan
menggunakan rumus Uji Beda Friedman Test dimana Uji Beda Friedman Test
digunakan untuk mencari perbedaan dengan menggunakan Program SPSS 16.0 for window. Hasil uji coba Friedman Test didapat tingkat signifikansi 0,000 <
0,05 , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, artinya ada perbedaan yang
diperkuat dengan melihat nilai mean pada siswa yang memanfaatkan layanan
bimbingan dan konseling sebesar 58,29 dan sikap siswa terhadap layanan
bimbingan dan konseling sebesar 1,288. Hasil dari penelitian ini adalah ada
perbedaan yang signifikan perbedaan pemanfaatan layanan bimbingan dan
konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling.
Semakin tinggi sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling, maka
semakin tinggi pula pemanfaatannya.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada hubungan yang
signifikan antara pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling dengan
kepercayaan diri pada siswa kelas IX D SMP Negeri 4 Batang Semester II Tahun