MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK DAN ANIMASI
DITINJAU DARI RASA INGIN TAHU
DAN KEMAMPUAN VERBAL
(Studi Kasus pada Materi Sistem Gerak pada Manusia di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sumberlawang, Sragen Tahun Pelajaran 2010/2011)
Disusun oleh :
Amin Zainur S831002005
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dra. Suparmi, MA, Ph.D. ……… …………. NIP. 19520915 197603 2 001
Pembimbing II Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd. ……… …………. NIP. 19580723 198603 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK DAN ANIMASI
DITINJAU DARI RASA INGIN TAHU
DAN KEMAMPUAN VERBAL
(Studi Kasus pada Materi Sistem Gerak pada Manusia di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sumberlawang, Sragen Tahun Pelajaran 2010/2011)
Disusun oleh :
Amin Zainur S831002005
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd ……… ……….
Sekretaris Prof. Dr. H. Ashadi ……… ……….
Anggota Penguji 1. Dra. Suparmi, MA., Ph.D. ……… ……….
2. Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd. ……… ………
Mengetahui Surakarta, ……….
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama : Amin Zainur
NIM : S831002005
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Pembelajara Biologi
dengan Model Kuantum Menggunakan Media Komik dan Animasi Ditinjau dari
Rasa Ingin Tahu dan Kemampuan Verbal (Studi Kasus pada Materi Sistem Gerak
pada Manusia di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sumberlawang, Sragen Tahun Pelajaran
2010/2011) adalah benar-benar karya saya sendiri. hal-hal yang bukan karya saya
dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
tersebut.
Surakarta, April 2011
Yang membuat pernyataan
Amin Zainur
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pembelajaran Biologi dengan Model Kuantum Menggunakan Media Komik dan Animasi Ditinjau dari Rasa Ingin Tahu
dan Kemampuan Verbal”. Penelitian ini disusun dalam rangka mendapatkan legalitas formal untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat magister pada Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana UNS Surakarta. Penelitian ini disusun
atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tinginya kepada :
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan berupa sarana, fasilitas dan kelancaran dalam menempuh pendidikan Program Pascasarjana.
2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, ide dan pemikiran yang berharga dalam penyusunan
laporan penelitian ini.
3. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D. selaku pembimbig I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, ide dan pemikiran yang berharga dalam penyusunan
laporan penelitian ini.
4. Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, ide dan pemikiran yang berharga dalam penyusunan
6. Teman-teman mahasiswa pendidikan sains program pascasarjana angkatan
Februari 2010, yang telah memberikan motivasi dan masukan kepada penulis
dalam menyusun laporan penelitian ini.
7. Kepala Sekolah dan rekan-rekan guru serta karyawan SMP Negeri 2
Sumberlawang yang telah memberikan motivasi dan bantuan pelayanan kepada
penulis utamanya pada saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan
penelitian.
8. Ayah, ibu, istri dan anakku, serta segenap keluarga yang selalu memberikan do’a,
kasih sayang, perhatian, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bila dalam penyusunan penelitian ini masih
terdapat kekurangan. untuk itu kritikan, saran dan masukan dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan penelitian ini. semoga penelitian ini dapat
memberikan kegunaan dan manfaat bagi penulis dan para pembaca.
Surakarta, April 2011
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Perumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 14
A. Kajian Teori ... 14
c. Teori Belajar Sains ... 19
2. Model Pembelajaran Kuantum ... 22
a. Definisi Pembelajaran Kuantum ... 22
b. Strategi Pembelajaran Kuantum ... 25
3. Media Pembelajaran Sains ... 29
4. Media Komik ... 32
5. Media Animasi ... 34
6. Rasa Ingin Tahu ... 36
7. Kemampuan Verbal ... 39
8. Prestasi Belajar ... 41
9. Materi Sistem Gerak pada Manusia ... 44
B. Penelitian yang Relevan ... 54
C. Kerangka Berpikir ... 56
D. Hipotesis ... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 62
A. Tempat dan WaktuPenelitian ... 62
1. Tempat Penelitiaan ... 62
2. Waktu Penelitian... 62
B. Populasi dan Sampel ... 63
1. Populasi ... 63
1. Variabel Bebas ... 65
2. Variabel Moderator ... 66
3. Variabel Terikat ... 67
E. Teknik Pengambilan Data ... 68
F. Instrumen Penelitian ... 68
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian ... 68
2. Instrumen Pengambilan Data ... 69
G. Uji Coba Instrumen ... 70
1. Uji Validitas ... 70
2. Uji Reabilitas ... 71
3. Uji Daya Beda ... 73
4. Uji Taraf Kesukaran ... 74
H. Teknik Analisis Data ... 75
1. Uji Prasyarat Analisis ... 75
a. Uji Normalitas ... 75
b. Uji Homogenitas ... 75
2. Pengujian Hipotesis ... 76
a. Uji Anava ... 76
b. Uji Lanjut Anava ... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79
3. Data Kemampuan Verbal ... 82
4. Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif... 83
5. Data Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik ... 91
B. Uji Prasyarat Analisis... 91
1. Uji Kesamaan Kemampuan Awal ... 91
2. Uji Normalitas ... 91
3. Uji Homogenitas ... 93
C. Uji Hipotesis ... 94
1. Anava Tiga Jalan Isi Sel Tidak Sama... 94
2. Uji Lanjut Anava ... 96
D. Pembahasan ... 99
1. Hipotesis Pertama ... 99
2. Hipotesis Kedua ... 102
3. Hipotesis Ketiga ... 104
4. Hipotesis Keempat ... 106
5. Hipotesis Kelima ... 108
6. Hipotesis Keenam ... 111
7. Hipotesis Ketujuh ... 112
E. Keterbatasan Penelitian ... 113
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 115
Daftar Pustaka ... 120
Lampiran ... 124
IPA Kelas VIII Tahun 2009/2010 ... 4
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 62
Tabel 3.2 Desain Penelitian... 64
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 70
Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda ... 73
Tabel 3.5 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 75
Tabel 4.1 Data Kemampuan Awal Sebelum Perlakuan ... 79
Tabel 4.2 Distribusi Kemampuan Awal Kelas Komik... 79
Tabel 4.3 Distribusi Kemampuan Awal Kelas Animasi ... 80
Tabel 4.4 Data Rasa Ingin Tahu... 81
Tabel 4.5 Data Kemampuan Verbal ... 82
Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif ... 83
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Media Komik ... 83
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Media Animasi ... 84
Tabel 4.9 Deskripsi Data Prestasi Berdasarkan Rasa Ingin Tahu ... 85
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Rasa Ingin Tahu Tinggi ... 86
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Rasa Ingin Tahu Rendah ... 87
Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Kemampuan Verbal ... 88
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Tinggi ... 88
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Rendah ... 89
Tabel 4.15 Deskripsi Sebaran Data Keseluruhan ... 90
Tabel 4.19 Uji Normalitas Prestasi Belajar Berdasarkan Kemampuan Verbal ... 93
Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas ... 93
Tabel 4.21 Hasil Uji Anava ... 94
Tabel 4.22 Uji Lanjut Pembelajaran Kuantum Menggunakan Media ... 96
Tabel 4.23 Uji Lanjut Rasa Ingin Tahu ... 97
Tabel 4.24 Uji Lanjut Kemampuan Verbal ... 98
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 30
Gambar 2.2 Rangka Manusia ... 45
Gambar 2.3 Persendian ... 50
Gambar 2.4 Otot Polos, Otot Lurik, Otot Jantung ... 51
Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Awal Kelas Komik ... 80
Gambar 4.2 Histogram Kemampuan Awal Kelas Animasi ... 81
Gambar 4.3 Histogram Rasa Ingin Tahu... 81
Gambar 4.4 Histogram Kemampuan Verbal ... 82
Gambar 4.5 Histogram Prestasi Belajar Kelas Komik ... 84
Gambar 4.6 Histogram Prestasi Belajar Kelas Animasi ... 85
Gambar 4.7 Histogram Prestasi Belajar Rasa Ingin Tahu Tinggi ... 86
Gambar 4.8 Histogram Prestasi Belajar Rasa Ingin Tahu Rendah ... 87
Gambar 4.9 Histogram Prestasi Belajar Kemampuan Verbal Tinggi ... 89
Gambar 4.10 Histogram Prestasi Belajar Kemampuan Verbal Rendah ... 90
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 125
Lampiran 3 Kisi-kisi Angket Rasa Ingin Tahu ... 173
Lampiran 4 Angket Rasa Ingin Tahu ... 174
Lampiran 5 Kisi-kisi Kemampuan Verbal ... 179
Lampiran 6 Tes Kemampuan Verbal ... 180
Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar ... 186
Lampiran 8 Tes Prestasi Belajar ... 187
Lampiran 9 Kisi-kisi Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 192
Lampiran 10 Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 193
Lampiran 11 Uji Validitas, Reliabilitas Angket Rasa Ingin Tahu ... 194
Lampiran 12 Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda, dan Taraf Kesukaran Tes Kemampuan Verbal ... 197
Lampiran 13 Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda, dan Taraf Kesukaran Tes Prestasi Belajar ... 199
Lampiran 14 Hasil Uji T Kemampuan Awal ... 201
Lampiran 15 Uji Normalitas ... 202
Lampiran 16 Data Keterampilan Proses Sains ... 205
Lampiran 17 Data Induk Penelitian ... 206
Lampiran 18 Dokumentasi Penelitian ... 208
Lampiran 19 Media Komik ... 212
Kemampuan Verbal” (Studi Kasus pada Materi Sistem Gerak pada Manusia di Kelas VIII SMP Negeri 2 Sumberlawang, Sragen Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis, Program Studi Pendidikan Sains Pasca sarjana Universitas Sebelas maret Surakarta 2011. Pembimbing I : Dra. Suparmi, M.A, Ph.D, Pembimbing II : Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : (1) perbedaan prestasi belajar antara pembelajaran kuatum menggunakan media komik dan animasi, (2) perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu tinggi dan rendah, (3) perbedaan prestasi belajar antara peserta didikyang memiliki kemampuan verbal tinggi dan rendah, (4) interaksi antara pembelajaran kuantum menggunakan media dengan rasa ingin tahu terhadap prestasi belajar, (5) interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan media dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar, (6) interaksi antara rasa ingin tahu dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar, (7) interaksi antara pembelajaran kuantum menggunakan media, rasa ingin tahu, dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2. Populasi pe nelitian adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Sumberlawang. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari dua kelas. Kelas eksperimen I diberi perlakuan menggunakan media komik terdiri dari 36 peserta didik dan kelas eksperimen II diberi perlakuan menggunakan media animasi terdiri dari 37 peserta didik. Pengumpulan data menggunakan teknik tes untuk data prestasi belajar dan kemampuan verbal, angket untuk data rasa ingin tahu dan lembar observasi untuk data keterampilan proses sains. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software SPSS 12.
Hasil penelitian didapatkan bahwa : (1) pembelajaran menggunakan media animasi menghasilkan prestasi yang lebih baik dari pada komik,(2) peserta didik dengan rasa ingin tahu tinggi memiliki prestasi yang lebih baik dari pada rasa ingin tahu rendah, (3) peserta didik dengan kemampuan verbal tinggi memiliki prestasi yang lebih baik dari pada kemampuan verbal rendah, (4) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran kuantum menggunakan media dengan rasa ingin tahu terhadap prestasi belajar, (5) terdapat interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan media dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar, (6) tidak terdapat interaksi antara rasa ingin tahu dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar, (7) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran kuantum menggunakan media, rasa ingin tahu, dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar.
(A Case Study on Human Movement System on VIII Grade at SMP N 2 Sumberlawang, Sragen Academic Year 2010/2011). Thesis, Science Education of Post Graduate Program Sebelas Maret University Surakarta, 2011. Advisor I : Dra. Suparmi, M.A, Ph.D, Advisor II : Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd.
The aims of this research were to know : (1) the different of students achievement between student who learnt using comic and animation media, (2) the different of students achievement between students who had high and low curiosity, (3) the different of students achievement between students who had high and low verbal ability, (4) the interaction between learning media and curiosity toward students achievement, (5) the interaction between learning media and verbal ability toward students achievement, (6) the interaction between curiosity and verbal ability toward strudents achievement, (7) the interaction among learning media, curiosity and verbal ability toward students achievement.
The method of the research usesd experiment method with factorial design of 2x2x2. Population of the research was all students in grade VIII SMP N 2 Sumberlawang Academic Year 2010/2011. The sample of the research was determined by cluster random sampling that consisted of two classes. The first experiment class was treated using comic media consisted of 36 students and the second class experiment was treated quantum using animation media consisted of 37 students. The data was collected using test for student achievement and verbal ability, questionere for curiosity, observation for sciens process skills. The research hypothesis were analyzed by with unequal cell number using software SPSS 12.
The research result showed that : (1) learnt using animation media get better achievement than using comic media, (2) student who had high curiosity get better achievement than low curiosity, (3) student who had high verbal ability get better achievement than low verbal ability, (4) there was no interaction between learning media and curiosity toward students achievement, (5) there was an interaction between learning media and verbal ability toward students achievement, (6) there was no interaction between curiosity and verbal ability toward achievement, (7) there was no interaction among learning media, curiosity and verbal ability toward students achievement.
Keywords : Biologi learning, quantum learning, comic, animation, curiosity, verbal ability, students achievement, human movement system.
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembelajaran yang diamanatkan dalam sistem pendidikan
nasional bertujuan agar peserta didik dapat belajar untuk beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar
untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (Depdiknas, 2007:5). Guna mewujudkan hal tersebut, maka
pembelajaran di sekolah harus mampu memberdayakan peserta didik untuk
membangun pengetahuan sendiri dengan difasilitasi oleh guru.
Sementara itu dalam KTSP 2006 dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau sains adalah untuk membantu peserta
didik agar mampu menguasai pengetahuan tentang keteraturan sains. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses ilmiah sehingga peserta didik memiliki sikap ilmiah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini relevan dengan hakikat pembelajaran sains yang mengacu pada tiga aspek yaitu produk, proses, dan sikap.
Dalam Depdiknas (2007:46) sains dipandang sebagai produk artinya peserta
didik diharapkan mampu menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi serta
fenomena yang terjadi lingkungan sekitarnya. Fakta, konsep, dan generalissi tersebut
tidak diberikan begitu saja kepada peserta didik, tetapi harus ditemukan dan dibentuk
perpustakaan.uns.ac.idSains dipandang sebagai suatu proses artinya pembelajaran sains biologi di digilib.uns.ac.id sekolah harus dapat memberikan suatu pengalaman nyata bagi peserta didik. Pengalaman dapat menjadikan otak bekerja membangun persepsi dan kemapuan memecahkan masalah. Untuk itu guru sains dituntut mampu menciptakan sebuah proses pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Lingkungan belajar harus dirancang sedemikain rupa agar peserta didik memiliki kesempatan untuk berlatih memecahkan masalah yang dilakukan melalui aktivitas nyata, sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri pengetahuan.
Penciptaan lingkungan belajar sains khususnya biologi hendaknya disesuaikan
dengan karakteristik materi pelajaran dan cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Materi biologi mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan berbagai fenomena
makhluk hidup pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan
lingkungan dengan cara mencari tahu tentang alam yang sistematis, bukan hanya
penguasaan kumpulan konsep saja. Sains dipandang sebagai sikap artinya dalam
pembelajaran sains harus ditumbuhkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena
alam, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan permasalahan baru dan
dipecahkan melalui prosedur yang tepat. Pembelajaran juga harus menumbuhkan
rasa tanggung jawab, jujur, terbuka, obyektif, toleransi, kerja keras, cermat, disiplin,
percaya diri, dan terbuka.
perpustakaan.uns.ac.iddidik hanya menghafal konsep dan teori tetapi tidak memahami maknanya dalam digilib.uns.ac.id kehidupan. Sains diajarkan hanya sebatas pada penguasaan konsep saja tanpa memperhatikan keterampilan prosesnya, sehingga yang berkembang hanya kemampuan aspek kognitifnya saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotornya kurang berkembang.
Saat ini kecenderungan guru sains di SMP Negeri 2 Sumberlawang masih
menerapkan metode pembelajaran yang terpusat pada guru dengan metode ceramah.
Guru belum menerapkan berbagai model pembelajaran yang dapat mengembangkan
keterampilan proses sains sesuai dengan karakrteristik sains. Peserta didik kurang
terlibat bahkan terkesan pasif dan tidak bebas untuk mengembangkan pemikirannya.
Peserta didik harus mengikuti dan menerima alur pemikiran guru, menerima apa
adanya yang disampaikan guru, tanpa ada kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan ide-idenya.
perpustakaan.uns.ac.idpengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu hasil bentukan oleh digilib.uns.ac.id peserta didik sendiri..
Hal ini berpengaruh pada hasil belajar peserta didik menjadi tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Banyak peserta didik memiliki nilai di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Hasil belajar peserta
didik terutama mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Sumberlawang Kabupaten
Sragen belum sesuai harapan, sebagaimana yang tercantum dalam tabel 1.1 di bawah
ini:
Tabel 1.1 Rata-Rata Nilai Ulangan Kenaikan Kelas Mata Pelajaran IPA Kelas VIII Tahun 2009/2010.
Mata Pelajaran
Nilai Ulangan Kenaikan Kelas Tahun 2009/2010
Rata-rata VIII A VIII B VIII C VIII D
IPA 53 47 41 40 45,25
Sumber : Leger SMP Negeri 2 Sumberlawang Sragen tahun 2009/2010.
Hasil penelusuran menunjukkan bahwa rendahnya prestasi belajar tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti lingkungan belajar. Interaksi antara peserta didik
dengan semua unsur di dalam kelas tidak tercipta, sedangkan interaksi berperan
menciptakan hubungan dinamis dalam lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang
kurang kondusif berpengruh pada kemampuan berinteraksi, motivasi, minat, rasa
percaya diri, rasa ingin tahu peserta didik terhadap pelajaran, kemampuan
memproses hasil belajar dan kemampuan mengkomunikasikan hasil belajar termasuk
perpustakaan.uns.ac.idpembelajaran didominasi oleh guru, sedangkan partisipasi peserta didik sangat digilib.uns.ac.id rendah.
Rasa ingin tahu menjadi salah satu unsur pribadi peserta didik yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Menurut Erick Fromm (dalam Asrori,
2008:176) “ rasa ingin tahu sesungguhnya dapat dikatakan sebagai suatu proses
pencarian makna”. Tanpa ada rasa ingin tahu peserta didik tidak akan memiliki
motivasi untuk belajar. Tentu saja jika rasa ingin tahu terhadap pelajaran rendah,
dapat berdampak pada respon yang kurang positif dan cenderung acuh dalam
menerima pelajaran sehingga dapat menurunkan prestasi belajar dan pada akhirnya
tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Masalah lain yang sering dijumpai adalah rendahnya kemampuan peserta didik
meyerap informasi atau pengetahuan, serta mengkomunikasikannya dalam bentuk
bahasa baik secara lisan maupun tertulis atau yang disebut kemampuan verbal.
Pengetahuan verbal penting bukan hanya untuk keterampilan berkomunikasi
melainkan juga untuk mengungkapkan pikiran, keinginan dan pendapat (May Lwin
dkk, 2008:12). Seseorang yang memiliki kemampuan verbal mampu menuangkan
pengetahuannya dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat
mengkomunikasikannya kepada orang lain. Rendahnya kemampuan verbal tersebut
mengakibatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik sekiranya menjadi tidak
banyak gunanya karena tidak adanya kemampuan mengolah serta
mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain secara berarti.
perpustakaan.uns.ac.iddengan filosofi belajar menurut teori konstruktivisme, “bahwa peserta didik harus digilib.uns.ac.id mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata sehingga menjadi lebih bermakna” (Baharudin dan Esa, 2008:116). Guru harus memahami bahwa pada dasarnya peserta didik sudah memiliki pengetahuan yang harus dikembangkan oleh
guru dengan berbagai metode.
Peserta didik bukan lagi kertas kosong yang siap menerima segala sesuatu
yang disampaikan guru, melainkan sebagai pelaku utama dan mengalami langsung
apa yang dipelajari. Apabila peserta didik mengalami apa yang dipelajari, serta
mampu mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata atau
belajar secara alamiah, dapat menjadikan belajar lebih bermanfaat dan bermakna
(Ausubel dalam Ratna Wilis,1989:111). Kondisi tersebut akan lebih memotivasi
Peserta didik untuk mengkaji dan mendalami materi, karena konsepnya dapat
langsung diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini, peranan guru bukan
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, melainkan sebagai fasilitator bagi peserta
didik untuk menggali, menemukan dan mengembangkan pengetahuan.
Berbagai masalah belajar tersebut pada akhirnya akan bermuara pada
rendahnya prestasi belajar peserta didik. Rendahnya prestasi belajar akan menjadi
indikator ketidak berhasilan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi
kejenuhan peserta didik selama proses pembelajaran, dan untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang alamiah dalam upaya meningkatkan prestasi belajar dibutuhkan
suatu strategi dan model pembelajaran yang tepat dan inovatif misalnya dengan
pembelajaran kuantum, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah,
perpustakaan.uns.ac.idPembelajaran kuantum dengan karakteristik keunggulan yang dimilikinya digilib.uns.ac.id merupakan salah satu model pembelajaran yang dianggap tepat untuk memecahkan
berbagai masalah pembelajaran Biologi di SMP Negeri 2 Sumberlawang.
Pembelajaran kuantum merupakan pembelajaran yang menekankan pada penciptaan
lingkungan belajar yang efektif dengan memadukan potensi yang dimiliki peserta
didik dan lingkungan sekitar melalui interaksi di dalam kelas. Interaksi yang terjalin
diharapkan akan dapat menciptakan hubungan emosional yang baik selama
pembelajaran. Model pembelajaran kuantum tersebut akan semakin efektif dan
menyenangkan serta mampu menarik perhatian peserta didik terutama rasa ingin tahu
dan kemampuan verbal peserta didik apabila dikombinasikan dengan media
pembelajaran yang statis misalnya komik, charta, model maupun yang dinamis
misalnya animasi dan video.
Media komik dan animasi sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran biologi khususnya materi sistem gerak pada manusia yang sifat materinya abstrak. Bentuk dan susunan tulang yang tidak dapat diamati secara langsung, menyebabkan peserta
didik sulit untuk memahami. Melalui penggunaan media komik dan animasi dapat menjadikan materi tersebut lebih konkrit. Komik merupakan bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dalam suatu cerita dengan urut yang berhubungan erat
dengan gambar statis (diam). Sedangkan media animasi karakteristiknya berbeda dengan gambar yang diam, animasi dapat dengan leluasa mensimulasikan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dihadirkan secara nyata
perpustakaan.uns.ac.idpejelasan yang panjang. Danie Beaulieu (2008:17) menyatakan bahwa: “bagi anak-digilib.uns.ac.id anak dan remaja, gambar mampu berbicara, meringkas, sekaligus mengingatkan kembali mereka pada inti sebuah informasi baru”. Berangkat dari pandangan inilah, dapat dikembangkan sebuah media pembelajaran dalam bentuk komik dan animasi.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kuantum dengan media komik dan animasi, sangat tepat untuk mengatasi masalah pembelajaran khususnya dalam upaya meningkatkan prestasi belajar. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan
penelitian pembelajaran model kuantum menggunakan media komik dan animasi pada materi sistem gerak pada manusia semester I tahun 2010/2011 di SMP Negeri 2 Sumberlawang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat berbagai masalah yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 2 Sumberlawang masih terpusat pada guru, sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk terlibat aktif membangun, dan membentuk sendiri pengetahuannya.
2. Saat ini sudah banyak berkembang bebagai model pembelajaran inovatif yang
dapat dipilih oleh guru sesuai dengan karakter materi pelajaran seperti model
pembelajaran kuantum, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran aktif, tetapi guru belum menerapkannya.
3. Guru belum menggunakan media pembelajaran statis misalnya komik, carta,
model maupun yang dinamis misalnya animasi dan video sebagai alat bantu
perpustakaan.uns.ac.idtersebut sangat sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik digilib.uns.ac.id tingkat SMP yang cenderung menyukai komik maupun gambar animasi.
4. Suasana pembelajaran di kelas cenderung tidak nyaman, tidak menyenangkan
dan mengekang kebebasan peserta didik, menyebabkan rasa ingin tahu peserta
didik kurang berkembang.
5. Kemampuan verbal peserta didik kurang berkembang, peserta didik cenderung
kurang terampil berkomunikasi dan mengungkapkan pikirannya secara verbal,
karena peserta didik belum terlibat aktif dalam pembelajaran.
6. Kegiatan pembelajaran masih sebatas pencapaian penguasaan konsep, sehingga
proses pembelajaran hanya mengembangkan aspek kognitif saja tanpa
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Guru belum menerapkan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses yang merupakan
karakteristik pembelajaran IPA
7. Prestasi belajar Biologi peserta didik masih relatif rendah dan belum sesuai
dengan yang diharapkan. Masih banyak peserta didik yang memperoleh nilai
IPA dibawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah.
8. Materi biologi kelas VIII meliputi pertumbuhan dan perkembangan, sistem gerak
pada manusia, sistem pernafasan, dan sistem peredaran darah merupakan materi
yang sebagian besar besifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung,
sehingga peserta didik mengalami kesulitan untuk memahaminya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan agar penelitian lebih terfokus,
perpustakaan.uns.ac.id1. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah digilib.uns.ac.id pembelajaran model kuantum.
2. Media pembelajaran dibatasi dengan penggunaan media komik dan animasi
3. Rasa ingin tahu peserta didik meliputi kriteria tinggi dan rendah.
4. Kemampuan verbal peserta didik meliputi kriteria tinggi dan rendah.
5. Prestasi belajar peserta didik yang diteliti adalah aspek kognitif dan psikomotor.
6. Materi belajar dibatasi pada Kompetensi Dasar 2.1 mendeskripsikan sistem gerak
pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
D. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitin ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diberi
pembelajaran model kuantum menggunakan media komik dan animasi?
2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang memiliki rasa
ingin tahu tinggi dan rendah?
3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang memiliki
kemampuan verbal tinggi dan rendah?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan
media dengan rasa ingin tahu terhadap prestasi belajar?
5. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan
media dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar?
6. Apakah terdapat interksi antara rasa ingin tahu dan kemampuan verbal terhadap
perpustakaan.uns.ac.id7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kuantum menggunakan media, digilib.uns.ac.id rasa ingin tahu dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diberi pembelajaran model
kuantum menggunakan media komik dan animasi.
2. Perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu
tinggi dan rendah.
3. Perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang memiliki kemampuan verbal
tinggi dan rendah.
4. Interaksi antara pembelajaran model kuantum mengguakan media dan rasa ingin
tahu terhadap prestasi belajar.
5. Interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan media dan
kemampuan verbal terhadap prestasi belajar.
6. Interaksi antara rasa ingin tahu dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar.
7. Interaksi antara pembelajaran model kuantum menggunakan media, rasa ingin
tahu dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar.
F. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak berupa:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif penggunaan model dan
perpustakaan.uns.ac.idmengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki peserta didik dalam proses digilib.uns.ac.id pembelajaran IPA khususnya biologi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peserta didik
Manfaat penelitian ini bagi peserta didik adalah memberikan suasana
pembelajaran yang nyaman, menyenangkan dan memberikan kesempatan agar dapat
membangun dan membentuk pengetahuannya sendiri, terlibat aktif serta dapat
berinteraksi dalam pembelajaran sehingga peserta didik mampu menggali segala
potensi yang dimilikinya. Memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam
memahami materi pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkrit dengan
menggunakan media pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar.
b. Bagi Guru
Manfaat praktis penelitian ini bagi guru adalah memberikan masukan kepada
guru bahwa pembelajaran kuantum menggunakan media komik dan animasi sangat
efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran biologi karena bersifat interaktif,
menyenangkan dan menciptakan suasana pembelajaran yang membangun hubungan
yang baik selama pembelajaran. Memberi motivasi guru dalam mengembangkan
rancangan pembelajaran yang berkualitas dan mampu memberikan pengalaman
belajar nyata bagi peserta didik. Memberikan alternatif kepada guru untuk
mengembangkan media pembelajaran yang dapat membuat materi pelajaran biologi
perpustakaan.uns.ac.idmasukan kepada guru mengenai pentingnya memperhatikan faktor internal peserta digilib.uns.ac.id didik yaitu rasa ingin tahu dan kemampuan verbal, sehingga kegiatan pembelajaran
dapat berjalan maksimal.
c. Bagi Sekolah
Memberikan masukan kepada sekolah khususnya dalam penerapan model
pembelajaran dan menggunakan media pembelajaran yang inovatif. Sekolah dapat
merancang dan mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dikelola secara kreatif,
dinamis, dan menerapkan berbagai pendekatan untuk menciptakan suasana dan
proses pembelajaran yang kondusif. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang
dapat menjadikan peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri,
A.Kajian Teori
1. Hakikat Belajar Sains
a. Belajar Sains
Definisi belajar menurut Winkel (1991:36) adalah “ suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap”. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila terjadi perubahan dalam pola
perilaku yang dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu.
Perubahan-perubahan yang dimaksud dapat berupa sesuatu yang baru, atau dapat
pula berupa penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh sebelumnya.
Menurut Lukmanul Hakim (2008:27) “belajar adalah proses perubahan
perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan”. Artinya seseorang dikatakan
telah belajar jika dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.
Perilaku tersebut meliputi aspek pegetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar
aspek pengetahuan adalah dari tidak tahu menjadi tahu, pada aspek sikap dari tidak
mau menjadi mau, dan pada aspek keterampilan dari tidak mampu menjadi mampu.
perpustakaan.uns.ac.idSains didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan digilib.uns.ac.id data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu
penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Depdiknas, 2006:7). Sains
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan
hanya penguasaan konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Oleh karena itu, sains bukan hanya merupakan kumpulan
pengetahuan saja, melainkan juga merupakan suatu proses penemuan. Melalui
pembelajaran sains diharapkan peserta didik dapat mempelajari alam sekitar,
mengembangkan, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan
didasarkan pada metode ilmiah.
Sains tumbuh dan berkembang dengan langkah-langkah yang sistematis sesuai
dengan metode ilmiah. Menurut Herawati (2000:3) “sains meliputi tiga aspek yaitu
produk, proses dan sikap ilmiah”. Produk sains meliputi berbagai pengetahuan yang
terdiri dari fakta, konsep, teori, prinsip, dan hukum. Proses sains diwujudkan dalam
bentuk ketrampilan proses untuk mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan.
Sedangkan sikap ilmiah sebagai sikap atau perilaku ilmiah yang dimiliki seseorang.
Belajar sains bukan pada banyaknya siswa untuk menghafal konsep, tetapi lebih kepada bagaimana agar siswa berlatih menemukan konsep-konsep sains melalui metode ilmiah. Siswa dapat melakukan kerja ilmiah, termasuk dalam hal
meningkatkan kreativitas dan mengapresiasi nilai-nilai. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.idBelajar sains adalah belajar berproses, untuk mewujudkannya maka dalam digilib.uns.ac.id proses belajar harus menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk
membantu peserta didik memperoleh pemahaman secara lebih mendalam.
Pembelajaran sains didesain dengan menempatkan aktivitas nyata peserta didik
dengan berbagai objek yang dipelajari.
Menurut Suciati (2010: 237) keterampilan proses sains yang perlu
dikembangkan diantaranya adalah “keterampilan mengamati, mengelompokkan, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, melakukan percobaan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan”. Keterampilan proses sains
harus dikaji secara bertahap mulai dari kemampuan yang paling sederhana sampai kepada kemampuan yang tertinggi sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik dan karakteristik materi pelajaran.
Melalui keterampilan proses sains dapat dikembangkan berbagai sikap ilmiah
diantaranya tanggug jawab, rasa ingin tahu, jujur, tekun, obyektif, terbuka terhadap
pendapat orang lain, toleransi, kerja keras, kecermatan, disiplin, percaya diri, dan
konsep diri positif. Sikap ilmiah dan cara berpikir merupakan dasar dalam
pembentukan karakter peserta didik.
Sumaji dkk (2003:35) menyebutkan bahwa “tujuan pendidikan sains di SMP
adalah agar siswa memahami dan menguasai konsep sains dan saling keterkaitannya,
serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya”. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pembelajaran harus mengembangkan keterampilan proses
peserta didik untuk mengkomunikasikan, mengembangkan konsep dasar secara
perpustakaan.uns.ac.idb. Konstruktivisme dalam Belajar Sains digilib.uns.ac.id Menurut pandangan konstrukstivisme, pengetahuan merupakan hasil bentukan
sendiri dari peserta didik sebagai pelaku pembelajar. Sebagaimana yang diungkapkan
Paul Suparno (2007:9) “pengetahuan merupakan konstruksi seseorang yang sedang
mengolahnya”. Melalui belajar peserta didik dapat membentuk suatu konsep atau
pengetahuan tertentu. Oleh karenanya, untuk mendapatkan pengetahuan peserta didik
harus aktif sendiri mengkonstruksi bahan belajar. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah jadi, melainkan sesuatu yang harus dibentuk sendiri dalam pikiran.
Belajar merupakan proses yang aktif dimana peserta didik membangun sendiri
pengetahuannya, mencari makna dari yang dipelajari, peserta didik sendiri yang
bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Wartono dkk (2004:9) menyebutkan bahwa “konstruktivisme memiliki
pandangan-pandangan dalam kaitannya dengan pengalaman belajar”. Pandangan
tersebut adalah bahwa belajar sains adalah penyusunan pengetahuan, mengajar sains
adalah menciptakan lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali
makna, serta pemahaman peserta didik terhadap pengetahuan dapat berbeda
tergantung pada pengalaman dan bagaimana cara menerapkannya.
Menurut Herawati (2003:42) “ide pokok teori pembelajaran konstruktivis
adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri”.
Implementasinya dalam pembelajaran biologi adalah pembelajaran akan mencapai
sasaran apabila peserta didik berpartisi aktif. Proses pembelajaran harus dirancang
dengan cermat agar peserta didik benar-benar memahami dan dapat menerapkan
perpustakaan.uns.ac.idBaharudin dan Esa (2008:115) menjelaskan tentang hakikat belajar digilib.uns.ac.id konstruktivisme bahwa “belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuan
sesuai pengalamannya”. Belajar adalah membangun pengetahuan sedikit demi
sedikit, peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member makna
melalui pengalaman nyata. Implementasinya dalam pembelajaran sains di sekolah
adalah dengan cara membiasakan peserta didik memecahkan masalah, kemudian
dengan ide-ide yang dimilikinya berusaha menemukan suatu pengetahuan baru yang
berguna bagi dirinya.
Wenno (2008:30) menyebutkan bahwa ”KTSP tahun 2006 yang berbasis
kompetensi dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme, berorientasi pada
proses dan hasil belajar”. Oleh karena itu guru sains harus mampu membantu peserta
didik bagaimana belajar sains. Pembelajaran harus menciptakan peserta didik mampu
mengembangkan dirinya secara maksimal melalui serangkaian proses yang dialami
selama proses pembelajaran di sekolah. Belajar hendaknya dilakukan oleh peserta
didik dengan membangun sendiri pengetahuan secara ilmiah, menumbuhkan
kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah.
Produk sains khususnya biologi, diperoleh melalui keterampilan proses yang
dimiliki peserta didik dan selanjutnya dapat mengembangkan sikap ilmiah. Oleh
karena itu dalam pembelajaran biologi haruslah melalui aktivitas yang aktif,
membangun pengetahuannya sendiri sebagaimana yang dianjurkan dalam teori
konstriktivisme. Pembelajaran bukan lagi memberi perintah atau perlakuan kepada
perpustakaan.uns.ac.idPeran seorang guru sains bukanlah mentransfer pengetahuan kepada peserta digilib.uns.ac.id didik, melainkan lebih sebagai fasilitator dan mediator yang membantu peserta didik
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri secara efektif. Guru sains harus
menyediakan pengalaman belajar yang nyata bagi peserta didik, dan menumbuhkan
kegiatan yang membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat belajar peserta didik.
Guru sains harus mampu merencanakan susana kelas sedemikian rupa sehingga
peserta didik memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berinteraksi.
Pembelajaran sains harus menjadikan peserta didik mampu menemukan, membentuk
dan mengembangkan kemampuan atau pengetahuan secara aktif.
c. Teori Belajar Sains
1) Teori piaget
Jean Piaget mengungkapkan tentang teori pembelajaran kognitif. Menurut
Piaget (dalam Baharudin dan Esa, 2008:118) “pada saat manusia belajar telah terjadi
dua proses dalam dirinya yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi”.
Proses organisasi merupakan proses pada saat seseorang menghubungkan informasi
yang diterimanya dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya atau akomodasi.
Proses adaptasi meliputi asimilasi dan ekuilibrium. Asimilasi merupakan
penggabungan antara informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada
sebelumnya, sedangkan ekuilibrium merupakan keadaan terciptanya keseimbangan
atau penyesuaian kembali antara proses asimilasi dan akomodasi secara terus
menerus.
Prinsip pemikiran Piaget dalam pembelajaran sains menekankan pada
perpustakaan.uns.ac.idbaik melaui alat, bahan, atau media pembelajaran (Wartono, 2004:110). Dalam hal digilib.uns.ac.id inilah pentingnya diperlukan media pembelajaran untuk membantu peserta didik
mendapatkan pengalaman nyata. Melalui media, peserta didik menggabungkan
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru yang
diperoleh dari media komik dan animasi. Selain itu, terkait dengan peranan guru
mempersiapkan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik dapat
memperoleh pengalaman nyata, yaitu dengan menerapkan pembelajaran kuantum.
Menurut perkembangan kognitif Piaget, peserta didik tingkat SMP berada pada
masa transisi dari tahap konkrit menuju ke arah operasi formal. Oleh karena itu
dalam pembelajaran sains, untuk membantu megkonkritkan materi pelajaran yang
bersifat abstrak diperlukan media pembelajaran misalnya komik dan animasi.
2) Teori Vygotsky
Teori Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dalam pembelajaran.
Vygotsky mengemukakan bahwa pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik
terjadi tidak hanya melalui interaksi dengan obyek-obyek fisik, tetapi juga melaui
suatu interaksi sosial. Menurut Vygotsky, interaksi sosial yang berkaitan langsung
dengan memanipulasi obyek akan memberi kesempatan peserta didik untuk
mengkonstruksi pengetahuan (Wartono dkk, 2004:9). Vygotsky menemukan hal
penting berkaitan dengan pembelajaran pada anak diantaranya adalah
mengkonstruksi pengetahuan dan perkembangan kognitif terkait erat dengan
interaksi sosial yang dapat dihadirkan dalam dalam bentuk kerja sama antar peserta
perpustakaan.uns.ac.idImplikasi pandangan Vygotsky dalam pembelajaran kuantum adalah digilib.uns.ac.id pengaturan ruang kelas yang memungkinkan peserta didik dapat berinteraksi dalam
pemecahan masalah. Melalui interaksi yang terjadi selama proses belajar, akan
berpengaruh kepada keberhasilan peserta didik. Interaksi dapat mengubah
kemampuan dan bakat alamiah menjadi pengalaman belajar yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain. Sementara itu, interaksi dengan media komik dan animasi
memungkinkan peserta didik dapat memepelajari fenomena alam yang dihadirkan
melalui media komik dan animasi.
3) Teori Bruner
Belajar menurut Bruner adalah belajar penemuan. Peserta didik belajar melaui
keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip, sedangkan guru mendorong peserta
didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan. Belajar
penemuan terjadi apabila peserta didik terlibat secara aktif dalam menggunakan
proses mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan peserta
didik menemukan konsep atau prinsip tersebut.
Menurut Bruner (dalam Herawati, 2003:33) “ pada proses belajar penemuan,
siswa didorong oleh rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri”. Rasa
ingin tahu menjadikan peserta didik berada pada masalah atau situasi yang
membingungkan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Belajar mencari dengan sendiri pemecahan dari
masalah akan menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Implementasi pandangan
perpustakaan.uns.ac.idketerlibatan aktif untuk mendapatkan pengalaman yang memungkinkan peserta didik digilib.uns.ac.id menemukan pengetahuan sendiri.
Melalui pengalaman yang dimiliki, peserta didik mencoba untuk memecahkan
masalah tersebut dan menemukan pengetahuan yang baru. Proses pemecahan
masalah dilaksanakan melalui kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran
kuantum. Guru bertugas memberikan masalah kepada peserta didik yang dapat
mendorongnya untuk melakukan penemuan. Sains khususnya biologi diperoleh
melalui proses penemuan dengan menerapkan keterampilan proses sains dan sikap
ilmiah, oleh karena itu dalam belajar sains peserta didik mengembangkan
keterampilan proses sains untuk dapat menemukan fakta atau teori baru bagi diri
mereka sendiri.
Belajar penemuan memiliki beberapa kelebihan antara lain pengetahuan yang
diperoleh dengan belajar penemuan dapat bertahan lama atau mudah diingat
dibandingkan dengan cara belajar yang lain. Melalui belajar penemuan peserta didik
dituntut untuk terlibat aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Belajar
penemuan dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan memotivasi peserta didik untuk
menemukan dan memecahkan masalah.
2. Model Pembelajaran Kuantum
a. DefinisiPembelajaran Kuantum
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan belajar
adalah kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran. Model yang
dipilih guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberi
perpustakaan.uns.ac.idmenemukan dan membangum pengetahuannya. Aunurrahman (2009:146) digilib.uns.ac.id mengartikan model pembelajaran sebagai “pola yang digunakan untuk merancang
bahan pelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran”. Model pembelajaran
yang digunakan oleh guru hendaknya dapat mendorong peserta didik untuk belajar
dengan mendayagunakan potensinya, menyenangkan, sehingga dapat meraih hasil
belajar yang lebih baik. Salah satu model pembelajarn yang dianggap mampu
mewujudkan kondisi tersebut adalah model pembelajaran kuantum.
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2003:4) menyebutkan bahwa “quantum
learning merupakan pembelajaran yang menggabungkan rasa percaya diri,
keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang
menyenangkan”. Falsafah pembelajaran kuantum didefinisikan sebagai interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya. Falsafah ini memiliki kemiripan dengan teori
fisika kuantum yang dikemukakan oleh Albert Einstein dalam rumus E = mc2.
Pembelajaran kuantum memandang semua aktifitas kehidupan adalah energi,
sedangkan tubuh secara fisik diibaratkan sebagai massa, dan interaksi atau hubungan
yang tercipta diibaratkan sebagai cahaya. Jadi, pembelajaran kuantum dapat
didefinisikan bahwa sebuah interaksi. Hubungan dan inspirasi yang tercipta dalam
proses pembelajaran sangat berbengaruh terhadap aktivitas dan efektifitas belajar di
dalam kelas.
perpustakaan.uns.ac.idmasyarakat. Melalui kemampuan tersebut diharapkan peserta didik mampu digilib.uns.ac.id mengatasi situasi yang menantang dan mudah mempelajari informasi baru.
Beberapa pemikiran yang turut melandasi pembelajaran kuantum adalah teori
sugestologi yang dikemukakan oleh Lozanov. Menurut Lozanov (dalam DePoter
dan Mike Hernacki, 2003:14) “pada prinsipnya sugesti dapat mempengaruhi hasil
belajar”. Teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah dengan
mendudukkan peserta didik secara nyaman, memasang musik dalam kelas,
meningkatkan partisipasi, menyampaikan informasi dengan poster, dan menyediakan
guru yang berpotensi. Lozanov (dalam Dave Meier 2005:50) menyebutkan “bahwa
kombinasi musik, sugesti dan permainan memungkinkan pelajar untuk belajar jauh
lebih cepat dan jauh lebih efektif”.
Pembelajaran kuantum dapat mengembangkan keseimbangan antara belahan
otak kiri dan otak kanan, karena kedua belahan otak tersebut memiliki peran yang
sama pentingnya. Proses berfikir antara otak kiri dan otak kanan memiliki perbedaan.
Otak kiri lebih condong berfikir dalam hal angka, logika, matematis dan hal-hal yang
memerlukan pemikiran yang rasional dan analitis. Sedangkan otak kanan cenderung
berkaitan dengan hal-hal yang abstrak, imajinatif, warna, seni, musik, perasaan,
emosi dan pemikiran yang lebih santai.
Orang-orang yang memanfaatkan kedua belahan otak ini cenderung seimbang
dalam setiap aspek mereka. Belajar akan tersa lebih mudah karena memiliki pilihan
untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan. Oleh karena itu untuk
menyeimbangkan kecenderungan belajar yang banyak menggunakan otak kiri, perlu
perpustakaan.uns.ac.idpembelajaran. Hal ini akan berdampak positif pada kekuatan otak untuk berfikir digilib.uns.ac.id secara efektif dan emosi yang positif. Jadi, suasana pembelajaran harus bersifat
menyenangkan bagi peserta didik.
Pembelajaran kuantum berlandaskan pada asas utama yaitu “ bawalah dunia
mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka “ (DePorter et all,
2007:6). Maksudnya adalah sebagai seorang guru dituntut mampu memasuki dunia
pembelajar sebagai langkah pertama dalam pembelajaran. Melalui cara ini guru akan
lebih mudah membimbing peserta didik memperoleh pemahaman baru dengan cara
mengaitkan apa yang dipelajari dengan peristiwa di kehidupan sehari-hari. Setelah
kaitan terbentuk, peserta didik dibawa kedunia guru dengan diberi pemahaman
tentang isi pelajaran. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan
mendalam, peserta didik dapat menerapkan yang dipelajari ke dalam dunia nyata.
b. Strategi Pembelajaran Kuantum
Kerangka rancangan pembelajaran kuantum menurut DePorter et all (2007:88)
adalah Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Untuk
memudahkan mengingatnya DePorter menyingkatnya dengan akronim “TANDUR”.
1) Tumbuhkan
Memberikan apersepsi yang menarik perhatian peserta didik, menumbuhkan
minat dengan hal-hal yang menarik. Jadi, sejak awal dimulai kegiatan pembelajaran
peserta didik telah termotivasi untuk belajar. Buatlah peserta didik tertarik atau
penasaran terhadap materi pelajaran misalnya dengan menggunkan media komik dan
animasi. Adanya rasa penasaran akan memunculkan hasarat bertanya sebagai bentuk
perpustakaan.uns.ac.id2) Alami digilib.uns.ac.id Memberikan pengalaman nyata yang dialami sendiri oleh peserta didik
berkaitan dengaan konsep pengetahuan yang akan dipelajari. Pengalaman yang
dialami akan memberikan jalan untuk penamaan sebuah konsep. Pengalaman belajar
dalam pembelajaran sains dapat tercermin dalam keterampilan proses mengamati,
mengklasifikasi, menyimpulkan, bertanya, dan berkomunikasi.
3) Namai
Penamaan merupakan informasi, fakta, rumus, pemikiran, tempat dan lain-lain.
Penamaan dibangun atas dasar pengetahuan dan rasa ingin tahu peserta didik. Tahap
inilah konsep baru, keterampilan berfikir dan strategi belajar diterapkan. Berikan
data atau konsep-konsep pokok dari pelajaran tepat saat minat, motivasi dan rasa
ingin tahu dalam kondisi puncak. Tahap ini dapat dikembangkan keterampilan proses
membuat kesimpulan sebagai wujud mengkode suatu konsep dalam pikiran.
4) Demonstrasikan
Peserta didik diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuan, pemahaman
dan penguasaan terhadap materi atau pengetahuan yang baru. Kesempatan
mendemonstrasikan apa yang dipelajari akan memperkuat pengalaman dan
pengetahuan dalam memori ingatan. Berikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengaitkan pengalamn dengan konsep baru, sehingga mampu menghayati dan
membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Mendemonstrasikan dapat dengan
menyelesaikan masalah, menganalisis data, mempraktikkan materi dalam situasi
perpustakaan.uns.ac.id5) Ulangi digilib.uns.ac.id Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi apa yang
telah dipelajarinya. Sehingga setiap peserta didik dapat merasakan langsung
kesulitan dan keberhasilan yang diperoleh dan menunjukkan “aku tahu bahwa aku
memang tahu”. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara mengkomunikasikan
pengetahuan kepada orang lain, atau dapat pula menggunakan pertanyaan post test
untuk memastikan bahwa pengetahuan baru telah dikuasai.
6) Rayakan
Merupakan pengakuan untuk setiap usaha, partisipasi, dan menguasai
pengetahuan baru. Setiap usaha dan keberhasilan layak untuk dirayakan dengan
memberikan pujian, bernyanyi bersama, pemberian reward atau minimal tepuk
tangan. Perayaan diberikan untuk menghormati setiap usaha, ketekunan, kesuksesan
yang dapat memberikan kepuasan dan kegembiraan. Akhir pembelajaran yang
menyenangkan dapat menjadikan peserta didik semakin termotivasi untuk belajar
lebih lanjut.
Kerangka belajar ini memastikan bahwa dalam kegiatan belajar peserta didik
benar-benar mengalaminya, menjadikan pengetahuan bermanfaat bagi dirinya serta mencapai kesuksesan dari hasil belajar. Lingkungan kelas tempat pembelajaran turut mempengaruhi kemampuan peserta didik untuk menyerap dan fokus pada materi.
Beberapa hal yang menunjukkan lingkungan pembelajaran kuantum adalah lingkunagan belajar yang meliputi lingkungan sekeliling, alat bantu, pengaturan bangku, kehadiran tumbuhan, aroma, dan musik. Pembelajaran harus memperhatikan hal-hal yang mampu membuat pembelajaran menjadi optimal. Misalnya dengan
perpustakaan.uns.ac.idLozanov (dalam Dave Meier 2005:50) menunjukkan bahwa “ belajar yang digilib.uns.ac.id paling baik melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera dan segenap kedalaman
serta keluasan pribadi”. Sedangkan menurut Drydan dan Vos (2000:351) “
lingkungan fisik jelas mempengaruhi proses belajar. Suara, cahaya, suhu, tempat
duduk dan sikap tubuh semuanya penting”. Dapat dijelaskan bahwa pembelajaran
akan berhasil dengan baik jika peserta didik melibatkan semua inderanya. Semakin
banyak alat indera yang digunakan, semakin besar pula kemungkinan peserta didik
mampu menerima, mengolah dan mengingat pelajaran.
Menurut DePorter, musik dapat berpengaruh pada guru dan peserta didik.
Musik dapat digunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental
peserta didik, dan mendukung lingkungan belajar. Irama, ketukan, dan
keharmonisan musik mempengaruhi gelombang otak dan detak jantung, disamping
membangkitkan perasaan dan ingatan. Musik dapat membantu peserta didik masuk
ke dalam keadaan belajar optimal, musik juga dapat memungkinkan guru
membangun hubungan dengan peserta didik dengan bahasa peserta didik yang
senang dengan musik.
Guru yang baik harus mampu merancang ruang kelas yang menyediakan
fasilitas belajar yang menyenangkan. Crister Gudmendson dalam Dryden dan Vos
(2005:301) menyatakan “suasana sejak peserta didik memasuki ruang kelas haruslah
benar-benar menyenangkan”. Kondisi ruangan yang dihias dengan poster berwarna
mampu menstimulus peserta didik yang memiliki gaya belajar visual. Iringan
lantunan musik dapat membangkitkan gaya belajar auditorial, dan aktivitas yang
perpustakaan.uns.ac.id3. Media Pembelajaran Sains digilib.uns.ac.id Menurut Sri Anitah (2008:11) media adalah “ setiap orang, bahan, alat atau
peristiwa yang adapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar
menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap “. Berdasarkan definisi tersebut
maka media memiliki makna yang luas, yaitu media tidak hanya mencakup alat
bantu belajar saja tetapi termasuk di dalamnya adalah guru, bahan pelajaran dan
lingkungan.
Sedangkan Syiful Bahri dan Azwan Zain (2006:121) menyebutkan bahwa “
media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guru
untuk mencapai tujuan pengajaran“. Oleh karena itu media meliputi manusia, benda,
dan peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan dan
keterampilan. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005:2) “media pengajaran
dapat mempertinggi proses belajar peserta didik yang pada gilirannya dapat
mempertinggi hasil belajar”. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran
memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan hasil belajar.
Beberapa definisi dapat disimpulakan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan oleh guru dalam membantu dan mempermudah
berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Media dapat
berupa benda, alat, manusia, peristiwa, tempat, yang dapat membantu proses
pembelajaran.
Pembelajaran sains khususnya biologi, kehadiran media memiliki peran yang
sangat penting. Di dalam media pembelajaran terkandung informasi yang dapat
perpustakaan.uns.ac.idnyata, bersifat abstrak, berukuran mikroskopis, dan sulit disampaikan dengan kata-digilib.uns.ac.id kata akan menjadi mudah disampaikan dan menarik bagi peserta didik. Selain
membantu guru dalam menyampaikan informasi, media juga dapat menimbulkan
umpan balik dan respon yang positif dari peserta didik, media dapat menambah
motivasi belajar dan meningkatkan perhatian serta konsentrasi terhadap proses
pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
Hasil belajar yang paling besar diperoleh dari pengalaman langsung, kemudian
melalui benda tiruan hingga yang terakhir adalah lambang kata. Hal ini digambarkan
dalam kerucut pengalaman Edgar Dale dalam (Azhar Arsyad, 2007:11) berikut :
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale Abstrak
Konkrit
Gambar diam, Rekaman radio
Gambar hidup/ film
Televisi
Wisata Lambang
visual
Demonstrasi
Benda Tiruan
Pengalaman Langsung
Abstrak
Iconik
perpustakaan.uns.ac.idGambar di atas menunjukkan bahwa pengalaman langsung akan memberikan digilib.uns.ac.id kesan yang paling utuh dan bermakna dibandingkan dengan pengalaman yang lain.
Selanjutnya Edgar Dale dalam Wina Sanjaya (2010:165) menyatakan bahwa
“semakin konkrit siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyak
pengalaman yang diperoleh”. Melalui pengalaman langsung dapat diperoleh
informasi dan gagasan yang terkandung di dalam pengalaman tersebut.
Tidak semua obyek di lingkungan dapat digunakan sebagai media
pembelajaran, karena ada sebagian obyek biologi yang sulit dijangkau, diamati
secara langsung atau berbahaya. Misalnya, di dalam tubuh manusia terdapat tulang,
otot, dan sendi, tetapi sangat sulit bagi peserta didik untuk mengamati secara
langsung. Sifat obyek biologi yang demikian menyebabkan peserta didik sulit untuk
memahaminya. Kehadiran media pembelajaran sangat diperlukan untuk menjadikan
obyek yang abstrak atau sulit diamati menjadi konkret atau nyata, sehingga mudah
dipahami oleh peserta didik.
Selain sebagai alat bantu pembelajaran, media juga dapat berperan sebagai
sumber atau bahan belajar bagi peserta didik. Lingkungan berperan sebagai bahan
untuk belajar biologi dan tempat untuk mendapatkan informasi. Melalui media
lingkungan nyata, peserta didik dapat mempelajari proses nyata suatu obyek biologi,
menimbulkan kebutuhan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung.
Menurut Martinis Yamin (2007:201) “media dapat membangkitkan keingintahuan
siswa”. Artinya melalui media yang digunakan oleh guru, akan meunculkan
keingintahuan peserta didik untuk mempelajari atau mengetahui pesan apa yang
perpustakaan.uns.ac.idKehadiran media pembelajaran dapat digunakan untuk membangun suatu digilib.uns.ac.id pengetahuan melalui serangkaian ketarampilan proses sains. Peserta didik dapat
mengamati media, menginterpretasi media untuk menemukan makna yang
terkandung di dalamnya. Selanjutnya peserta didik membuat suatu kesimpulan
sebagai wujud pengetahuan baru telah diperoleh yang pada akhirnya pengetahuan
tersebut dikomunikasikan kepada orang lain agar lebih bermakna.
4. Media Komik
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan
bagi peserta didik merupakan suatu keharusan dalam pembelajaran. Guru harus
menyiapkan strategi dan media yang mampu menarik perhatian peserta didik. Salah
satu media sebagai alat bantu dan sumber belajar yang sangat dekat dengan
kebiasaan peserta didik adalah media komik. Komik atau cerita bergambar
merupakan salah satu bentuk bacaan yang akrab dan tidak asing bagi anak-anak,
bahkan orang dewasapun menyukainya. Tetapi yang berkembang saat ini adalah
bacaan komik yang lebih cenderung bersifat hiburan saja tanpa ada inovasi yang
bersifat pendidikan.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005:64) mendefinisikan “komik sebagai
bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam
urutan yang erat dihubungkan dengan gambar”. Komik berisikan cerita yang
sambung-menyambung dan ceritanya mengenai karakter diri atau perwatakan dari
tokoh utama yang terlibat di dalamnya.
Menampilkan bahan pelajaran sekolah dalam bentuk komik dirasa dapat
perpustakaan.uns.ac.idmotivasi belajar. Tentunya rasa rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap isi digilib.uns.ac.id komik menjadikan peserta didik akan terlibat secara total dalam pembelajaran.
Ditinjau dari segi jenis media, komik merupakan salah satu media pembelajaran yang
bersifat visual. Artinya dalam pembelajaran komik lebih mengutamakan segi visual
atau bersarkan penglihatan untuk mempelajarinya.
Eko Wurianto (2009) dalam sebuah artikelnya mengutip yang dianjurkan oleh
Bruce Bocka agar menggunakan komik dalam pembelajaran sebagai benteng
pertahanan terhadap alat yang mengancam budaya membaca misalnya televisi. Salah
satu upaya menempatkan budaya populer dalam pembelajaran adalah dengan komik
yang sudah dikenal dan disukai oleh banyak kalangan baik anak-anak maupun orang
dewasa.
Beberapa kelebihan komik sebagai media pembelajaran adalah dapat
membantu memotivasi, meningkatkan partisipasi individu dan membuat pelajaran
menjadi sangat mudah. Komik bersifat permanen sehingga mampu menjadikan
peserta didik dapat mengulang-ulang mempelajari isi komik sesuai dengan yang kita
inginkan dengan lebih mudah. Gambar dan cerita dalam komik mampu menimbulkan
daya tarik, komik dapat menjadi salah satu perantara untuk membuat peserta didik
membaca pelajaran dengan seksama.
Peranan komik dalam pembelajaran mampu membangkitkan kemauan peserta
didik untuk membaca. Tatalovic (2009) menyebutkan bahwa "komik sangat efesien digunakan untuk mengembangkan literasi sains melalui pendidikan dan komunikasi”. Gambar dalam komik dapat meningkatkan perhatian peserta didik jika dibandingkan
perpustakaan.uns.ac.idtulang yang tidak dapat dihadirkan jika hanya menggunakan teks saja atau dengan digilib.uns.ac.id diungkapkan melalui kata-kata verbal.
Penerapan komik sebagai media pembelajaran yang bersifat menyenangkan
sebaiknya dipadukan dengan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
komik misalnya pembelajaran kuantum. Melalui model tersebut, komik dapat
menjadi media pembelajaran yang efektif dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar peserta didik..
5. Media Animasi
Komputer merupakan salah satu teknologi inforamsi yang penting bagi dunia
pendidikan. Kehadiran komputer sangat membantu para guru untuk menyampaikan
materi-materi pelajaran. Pembelajaran yang menggunakan media komputer dapat
dirancang sesuai dengan kebutukan guru maupun peserta didik. Salah satu media
pembelajaran yang memanfaatkan teknologi komputer adalah media animasi atau
gambar bergerak. Animasi merupakan teknik penggerakan gambar yang dapat
digunakan untuk mensimulasikan suatu peristiwa, kejadian, proses maupun
percobaan laboratorium. Animasi dalam bentuk simulasi komputer melibatkan
interaksi antara manusia dengan program.
Dwi Astuti (2010:111) menyebutkan bahwa “animasi adalah susunan obyek
yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu gerakan”. Animasi
merupakan salah satu bentuk media pembelajaran berbasis komputer yang bersifat
interaktif dan menarik. Melalui penggunaan media animasi guru dapat menghadirkan
sebuah proses kejadian yang tidak mungkin dihadirkan secara nyata menjadi hal