i
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG
INFUSA KULIT Persea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ALKALI FOSFATASE
PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Maria Desita Putri
118114035
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“
I am sure that neither death nor life, nor angles,
nor principalities, nor power, nor things present,
nor things to come, not height, nor depth,
nor any creature shall separate me from the love of God
”
(Doug Nolk & Tom Fettke dalam lagu He Loved Me)
“
There can be miracles when you believe
”
(Whitney Houston dalam lagu When You Believe)
“The one that can make you happy is you, yourself.
Don’t put your happiness in someone else”
(Anastasia Kinanti)
Kupersembahkan karya ini untuk:
Yesus yang selalu menopang dan setia menemaniku
Bapak, Ibu, Mas, Alma, alm. Mbah Lukas,
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa yang Maha Baik atas segala
kasih dan karunia, berkat, serta anugerah yang setiap hari diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN
JANGKA PANJANG INFUSA KULIT Persea americana Mill. TERHADAP
AKTIVITAS ALKALI FOSFATASE PADA TIKUS JANTAN
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik dan lancar. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan
skripsi ini ada banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan
penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi
yang telah setia membimbing, mendampingi, memberikan saran dan
semangat selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji pada skripsi ini
yang telah memberikan saran kepada penulis.
4. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK., selaku Dosen Penguji pada skripsi ini, atas saran
viii
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi.
6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi Persea americana Mill.
7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, Bapak Kayat, Mas Andi, Mas Sigit, Mas
Otok selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan
dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.
8. Bapak Aloysius Dominikus Sutarto, Ibu Rosalia Catharina Surajini, Mas
Ignatius Mariandrianto Saputra, Pudensiana Alma Nugrahaeni, alm. Mbah
Andrea Bukur Tuminem atas segala cinta, doa, motivasi, dan bantuan yang
selalu menghangatkan.
9. Teman-teman “Tim Persea americana Mill.” atas kerjasama dan bantuannya.
10. Seluruh anggota “Rempong Family” Yosef Yudha, Anastasia Kinanti, Kris
Rahardian, Trisona Agustina, Elisabeth Okta, dkk yang memberi warna dan
kisah unik yang selalu penulis rindukan.
11. Puteri Lokastithi dan Tyas Bani Pamerdi kawan SMA yang tak terlewatkan.
12. Para anggota Mendes Sejati Jolinna Michelia Bitti, Angeline Syahputri, dan
Marcellina Avistya yang banyak memberikan cerita.
13. Seluruh anggota “Syalala Family” Reri, Ci Henny, Koko Rendy, Papa John,
Detta Detto, dan Princess Sisca atas doa dan kiriman malaikatnya.
14. Teman-teman FKK A 2011, FSM A 2011, dan seluruh teman-teman angkatan
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
xi
B. Karbon Tetraklorida ... 11
C. Persea americana Mill. ... 14
BAB III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19
1. Variabel utama ... 19
2. Variabel pengacau ... 19
3. Definisi operasional ... 19
xii
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill. ... 21
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill. ... 21
5. Pembuatan infusa kulit Persea americana Mill. ... 22
6. Pembuatan larutan CCl4 ... 22
7. Uji pendahuluan ... 22
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 25
9. Pembuatan serum ... 25
10. Pengukuran aktivitas ALP ... 26
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Determinasi Persea americana Mill. ... 27
B. Penetapan Kadar Air ... 27
C. Penentuan Dosis Infusa ... 28
D. Penentuan Dosis Hepatotoksik Karbon Tetraklorida ... 28
E. Penentuan Waktu Pencuplikan Darah ... 29
xiii
G. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Infusa Kulit Persea americana Mill. ... 31
H. Kontrol Olive Oil Dosis 2 mL/kgBB ... 33
I. Kontrol Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB ... 34
J. Kontrol Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 1600 mg/kgBB... 34
K. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB ... 35
L. Rangkuman Pembahasan ... 38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
A. Kesimpulan... 40
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN... ... 45
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Abbott 20
Tabel II. Rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24,
dan 48 jam 29
Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas serum tikus paska
induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam 30
Tabel IV. Rata-rata ± SE aktivitas ALP serum tikus pada kelompok
perlakuan 32
Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas ALP serum tikus pada
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur lobulus hati. 6
Gambar 2. Metabolisme karbon tetraklorida di hati. 12
Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum tikus paska
induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada
selang waktu 0, 24, dan 48 jam. 30
Gambar 4. Diagram batang rata-rata ± SE aktivitas ALP
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto buah Persea americana Mill. 45
Lampiran 2. Foto serbuk kulit Persea americana Mill. 45
Lampiran 3. Foto infusa kulit Persea americana Mill. 46
Lampiran 4. Hasil uji determinasi Persea americana Mill. 47
Lampiran 5. Hasil uji kadar air serbuk kering kulit Persea
americana Mill. 48
Lampiran 6. Surat Ethical Clearance 49
Lampiran 7. Analisis statistik data aktivitas ALT uji
pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji
setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB 50
Lampiran 8. Analisis statistik data aktivitas ALP kelompok perlakuan 53
Lampiran 9. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa kulit Persea
americana Mill. pada kelompok perlakuan 57
xvii
INTISARI
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase (ALP) serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida serta mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana
Mill. dengan penurunan aktivitas ALP.
Jenis penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dan olive oil (1:1) dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil sebanyak 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol sediaan) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB setiap hari secara berturut-turut selama 6 hari. Kelompok IV, V, dan VI (perlakuan) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dengan seri dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB selama 6 hari secara berturut-turut, kemudian setelah pemberian infusa dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Pada jam ke-24 paska induksi karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALP. Aktivitas ALP serum dianalisis secara statistik dengan One Way ANOVA.
Berdasarkan hasil penelitian, infusa kulit Persea americana Mill. memberikan pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida, serta tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
xviii
ABSTRACT
The aim of study research is to find out the influence of administer long term Persea americana Mill. peel infusion for the alkaline phosphatase (ALP) activity in rat induced by carbon tetrachloride and to find out the correlation between dose of Persea americana Mill. peel infusion and the decline in ALP activity.
This study purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used male rats of Wistar strain as subjects, aged 2-3 months, and 150-250 for its weights. 30 male rats were divided randomly into 6 groups. Group I (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride and olive oil (1:1) at a dose of 2 ml/kgBW in i.p. Group II (negative controlled-group) was given olive oil at a dose of 2 ml/kgBW in i.p. Group III (infusion controlled-group) was given Persea americana Mill. peel infusion at a dose 1600 mg/kgBW for 6 days. Group IV, V and VI (treatment group) were given Persea
americana Mill. peel infusion at a dose 362,81; 761,90; and 1600 mg/kgBW for 6
days, then at 7th day, 2 ml/kgBW of carbon tetrachloride was administered intraperitonially. At the 24th hours after carbon tetrachloride administration, blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the ALP activity. The data were analyzed by one way ANOVA.
The result of this research showed that Persea americana Mill. peel infusion had effect to decline ALP activity in rat induced by carbon tetrachloride, and there is no correlation between dose of Persea americana Mill. peel infusion and the decline of ALP activity in rat induced by carbon tetrachloride.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang berperan penting dalam metabolisme, seperti
metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino (Mader, 2010). Hati memiliki
berat 1400 g dan terletak di kuadran kanan atas abdomen di ruang peritoneum
tepat di bawah sisi kanan diafragma dan di bawah rongga dada. Hati menerima
hampir 25% curah jantung, yaitu sekitar 1500 mL darah per menit (McPhee dan
Ganong, 2010). Jaringan hati dapat rusak oleh infeksi dan zat beracun yang
mengalir lewat aliran darah (Singh, 2008). Insiden kerusakan hati di
Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2004-2009 berkisar 10,7 kasus per tahun
pada pasien yang menerima terapi antiretroviral (Mirira, 2011). Kerusakan hati
ada berbagai jenis, beberapa di antaranya adalah steatosis, nekrosis, kolestasis,
dan sirosis. Berdasar penelitian Lesmana, Lesmana, Pakasi, dan Krisnuhoni
(2012), kasus steatosis di Indonesia terjadi pada 30% pasien hepatitis B.
Prevalensi kolestasis pada sepsis neonatorum adalah 38,9% di RSUP Sanglah
Denpasar (Karyana, Putra, dan Yanti, 2012), sedangkan prevalensi sirosis hati di
Jawa dan Sumatera berkisar antara 3,6-8,4% (Mondrowinduro, 2014).
Kerusakan membran sel dan organel di hati menyebabkan enzim-enzim
hati intrasel masuk ke dalam pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan kadar
atau aktivitas. Enzim-enzim tersebut, yaitu aspartat dan alanin aminotransferase
adalah protein yang ada di jaringan tubuh dan dapat ditemukan di hati, saluran
empedu, dan tulang (Dudgale, 2013). Di hati, ALP mengkatalisasi hidrolisis ester
fosfat organik dalam suasana basa. Aktivitas ALP dalam darah dapat meningkat
melalui kebocoran kanalikuli dan membran plasma pada kerusakan sel hati
(Pramushinta, 2008). Berdasarkan alasan tersebut, peneliti menggunakan aktivitas
enzim ALP serum sebagai parameter kerusakan hati.
Tanaman herbal di sekitar kita sering digunakan sebagai pengobatan,
baik pencegahan atau penyembuhan, termasuk pengobatan penyakit hati. Persea
americana Mill. adalah tanaman yang mengandung senyawa fenolik dan
flavonoid sehingga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit hati karena
mampu menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan steatosis (Vinha,
Moreira, and Barreira, 2013).
Vinha, et al., (2013) melaporkan bahwa kandungan total fenolik dan
flavonoid pada biji dan kulit Persea americana Mill. relatif hampir sama. Pada
penelitian Putri (2013), dilaporkan bahwa pemberian jangka panjang infusa biji
Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALT-AST serum sebagai
indikator kerusakan hati pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2
mL/kgBB. Berdasarkan dua penelitian tersebut, peneliti ingin melihat pengaruh
pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. dengan dosis yang
sama, dalam mencegah kerusakan hati dengan melihat penurunan aktivitas ALP
serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Pada umumnya, masyarakat menggunakan herbal dalam pengobatan
infusa, karena metode tersebut merupakan metode yang paling mendekati
kebiasaan masyarakat. Selain itu, senyawa yang dituju adalah senyawa fenolik
dan flavonoid yang dapat diekstrak dengan air panas (Singh, Verma, and Singh,
2012).
1. Perumusan masalah
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah pemberian infusa kulit Persea americana Mill. mempunyai
pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan
terinduksi karbon tetraklorida?
b. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian dengan penurunan aktivitas
ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Sebelumnya pernah dilakukan penelitian yang berhubungan dengan Persea
americana Mill., diantaranya:
a. Putri (2013) melaporkan bahwa pemberian jangka panjang infusa biji
Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALT-AST serum
terinduksi karbon tetraklorida.
b. Vinha, et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan flavonoid dan fenolik
c. Torres, Garbo, and Walde (2014) melaporkan bahwa ekstrak heksana dan
etanol dari kulit Persea americana Mill. dapat digunakan sebagai larvasida
alami untuk mengontrol vektor dengue.
d. Servillon, Dingal, Lusica, Yamson, and Balonebro (2014) melaporkan
bahwa ekstrak kulit Persea americana Mill. memiliki aktivitas antimikroba
seperti antibiotik Vancomycin dan Cefepime.
e. Carpena, Morcuende, Andrade, Kylli, and Estévez (2011) melaporkan
bahwa kulit Persea americana Mill. mengandung fenolik, memiliki
aktivitas antioksidan dan antimikroba, serta mampu menghambat oksidasi
lipid dan protein pada daging roti.
Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, belum pernah ada
penelitian mengenai pengaruh pemberian infusa kulit Persea americana Mill.
terhadap aktivitas Alkali Fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon
tetraklorida.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini mampu memberikan informasi yang berhubungan dengan
pengaruh pemberian infusa kulit Persea americana Mill.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini mampu memberikan informasi kepada masyarakat
Mill. dengan penurunan aktivitas ALP sebagai salah satu pengobatan
alternatif kerusakan hati.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea
americana Mill. terhadap penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan
terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea
americana Mill. terhadap aktivitas ALP serum pada tikus jantan terinduksi
karbon tetraklorida.
b. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea
americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hati
1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di ruang peritoneum tepat di
bawah sisi kanan diafragma dan di bawah rongga dada (McPhee dan Ganong,
2010). Hati pada orang dewasa memiliki berat 1400-1600 gram, yaitu sekitar
2.5% berat badan. Hati menerima darah dari vena porta (60% sampai 70%) dan
arteri hepatica (30% sampai 40%) (Robbins dan Cotran, 2010).
Gambar 1. Struktur lobulus hati (McPhee dan Ganong, 2010).
Hati terdiri dari dua jenis sel utama, yaitu hepatosit dan sel Kupffer
(Gambar 1). Hepatosit aktif secara metabolis dan berasal dari epitel, sedangkan
sel Kupffer merupakan sel makrofag yang berada di lapisan dalam sinusoid
hepatik. Makrofag ini membunuh bakteri atau partikel asing yang masuk ke
satuan anatomik yang disebut lobulus, ditunjang oleh kerangka retikulin di
sekitar pembuluh vaskular yang disebut sinusoid. Antara sinusoid dengan
lempeng hepatosit terdapat ruang yang mengandung cairan interstisium (tanpa
eritrosit), tempat zat gizi dan produk sisa berdifusi untuk berpindah antara
darah sirkulasi dan hati (Sacher and McPherson, 2002; Shier, Butler, and
Lewis, 2006).
Darah masuk ke hati melalui dua sumber, yaitu arteri dan vena. Arteri
hepatika membawa darah arteri langsung dari aorta yang kaya oksigen dan
membawa produk sisa metabolik dari seluruh tubuh. Vena porta mengalirkan
darah yang sebelumnya mengalir melalui jaringan perifer limpa dan dari
saluran cerna. Cabang arteri hepatika dan vena porta mencapai bagian perifer
setiap lobulus melalui triad porta agar tercapai distribusi zat gizi yang
maksimum ke hapatosit. Dengan demikian, darah sinusoid adalah campuran
darah arteri dan vena. Vena sentral menerima semua darah dan mengambalikan
ke sirkulasi sistemik melalui vena hepatika yang besar, yang mengalirkannya
ke vena kava inferior. Dua pertiga darah yang beredar melalui hati berasal dari
vena porta, sisanya dari aorta, sehingga darah sinusoid mengandung lebih
sedikit oksigen dibanding darah yang masuk ke sebagian besar organ lain
(McPhee dan Ganong, 2010; Sacher and McPherson, 2002).
Empedu merupakan produk sekretori hati yang disekresikan oleh
hepatosit ke tubulus-tubulus halus, yang disebut kanalikulus biliaris.
Kanalikulus biliaris yang menyatu membentuk duktulus, yang menempati
Duktulus-duktulus empedu menyatu membentuk saluran empedu intrahati yang
semakin besar, akhirnya membentuk duktus ekstrahepatik yang mengalirkan
empedu dari hati ke kandung empedu (Sacher and McPherson, 2002).
2. Fungsi hati
Hati berperan penting dalam aktivitas metabolik. Hati berfungsi untuk
merombak sel darah merah yang tua; mengekskresi bilirubin sebagai produk
perombakan hemoglobin di empedu; detoksifikasi racun; menyimpan Fe2+ dan
vitamin A, D, E, dan K yang larut air; memproduksi protein plasma seperti
albumin dan fibrinogen; menyimpan glukosa sebagai glikogen setelah makan;
merombak glikogen menjadi glukosa untuk menjaga kadar glukosa dalam
darah; memproduksi urea hasil perombakan asam amino; dan membantu dalam
regulasi kolesterol dalam darah serta mengubahnya menjadi garam empedu
(Mader, 2010).
3. Jenis Kerusakan Hati
Toksin dapat merusak hati dengan berbagai jenis kerusakan seperti:
a. Perlemakan hati (Steatosis). Perlemakan hati dapat timbul karena konsumsi
berlebih dari alkohol atau racun dengan bahan kimia seperti CCl4,
dimetilnitrosamin, polyhalogenated biphenyls, atau fosfor. Steatosis
dikarakterisasi dengan penumpukan droplet trigliserida di sitoplasma, yang
dapat mengganggu sintesis dan transport lipoprotein (trigliserida, fosfolipid,
dan glikoprotein). Trigliserida dilepaskan di darah dalam bentuk VLDL.
Namun apabila sintesis lipoprotein terganggu, maka lipopreotein tersebut
(Timbrell, 2009). Pemeriksaan yang dilakukan pada kerusakan ini adalah
pemeriksaan enzim alanin aminotransferase (ALT), aspartat
aminotransferase (AST), dan ALP (Dudgale, 2013).
b. Kematian hepatosit (Necrosis). Penampakan morfologi nekrosis merupakan
hasil denaturasi protein intraselular dan digesti enzimatik dari hepatosit
yang mati, ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil di sitoplasma dan
tampak homogen dibanding sel normal karena telah kehilangan glikogen
(Robins dan Cotran, 2010). Keparahan sel ini bergantung pada senyawa
toksik, dimana nekrosis bisa terjadi secara lokal maupun menyebar hingga
seluruh bagian hati. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kerusakan ini
adalah pemeriksaan enzim ALT, AST, glutamate dehydrogenase (GLDH),
ornithine-carbonyl-transferase, γ-glutamyl transpeptidase, dan sorbitol
dehydrogenase (Timbrell, 2009).
c. Kolestasis. Kolestasis merupakan kondisi patologis karena gangguan
pembentukan maupun aliran cairan empedu, yang menyebabkan
penumpukan zat warna empedu pada parenkim hepatik. Pembentukan
empedu terjadi tergantung pada transportasi ATP empedu ke lumen
kanalikuli. Pada beberapa senyawa kimia tertentu yang dapat mempengaruhi
permeabilitas membran dan mengganggu gradien Na+ dan K+, senyawa
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kolestasis. Gangguan pembentukan
maupun aliran cairan empedu dapat terjadi akibat kerusakan kanal empedu
baik ekstra maupun intra hepatik, atau gangguan sekresi cairan empedu
peningkatan serum ALP dan GGT, enzim yang ada pada selaput hepatosit
dan sel epitel saluran empedu (Robins dan Cotran, 2010).
d. Sirosis. Akibat adanya inflamasi pada sel hati, maka sel hati memperbaiki
dengan membentuk bekas luka atau parut kecil yang disebut fibrosis.
Adanya fibrosis menyebabkan fungsi hati terganggu. Padahal, semakin
rusak hati, semakin banyak fibrosis yang terbentuk dan mulai menyatu, dan
disebut sirosis. Area hati yang rusak akibat sirosis dapat menjadi permanen
dan sikatriks sehingga darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan
hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).
4. ALP
Alkaline phosphatase (ALP) adalah protein yang ada di jaringan tubuh,
mengkatalisis hidrolisis ester fosfat organik dalam suasana basa (Pramushinta,
2008). Di mitokondria, ALP menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi (Zhang,
Buchet, Azzar, 2004). ALP kadar tinggi terdapat dalam sel-sel yang cepat
membelah atau aktif secara metabolis, seperti di hati, saluran empedu, dan
tulang (Sacher and McPherson, 2002). Di hati, ALP dapat ditemukan di
mitokondria hepatosit dan membran plasma sel kanalikuli biliaris (Talwar and
Srivastava, 2003).
Untuk mengetahui aktivitas ALP dapat dilakukan pengukuran uji dengan
darah. Nilai normal aktivitas ALP manusia adalah 53-128 U/L pada pria dan
42-98 U/L pada wanita (Dudgale, 2013). Peningkatan aktivitas ALP memiliki
biasanya terjadi pada wanita hamil dan anak-anak pada masa pertumbuhan.
Peningkatan tidak normal dapat terjadi karena obstruksi biliaris, tumor tulang
osteoblastik, osteomalasia, gangguan hati atau hepatitis, hiperparatiroid,
leukimia, atau limfoma (Dudgale, 2013).
Meningkatnya aktivitas ALP serum dari hati biasanya berkaitan dengan
kolestasis, tetapi tidak sepenuhnya spesifik untuk kolestasis. Peningkatan
kurang dari tiga kali lipat dapat dijumpai pada hampir semua jenis penyakit
hati (Longo dan Fauci, 2013). Peningkatan aktivitas ALP 3-10x dari nilai
normal menunjukkan adanya obstruksi biliaris ekstrahepatik oleh batu, oklusi
inkomplit, duktus intrahepatik atau ekstrahepatik, sedangkan peningkatan lebih
dari 10x nilai normal menunjukkan adanya sirosis biliaris primer,obstruksi
duktus biliaris ekstrahepatik oleh tumor, infiltrasi granulomatosa atau
neoplastik daerah porta, serta atresia kongenital duktus biliaris intrahepatik
(Sacher and McPherson, 2002). Aktivitas enzim ALP digunakan sebagai
indikator adanya gangguan sistem sekresi hati (Ernawati, 2006).
B. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak
berwarna, dengan aroma yang manis, berbau menyengat agak menyerupai
kloroform, memiliki titik didih 76,8°C. Cairan yang mempunyai titik lebur -23°C
ini dapat larut dalam etanol, aseton, naphtha; dapat dicampur dengan alkohol,
benzen, kloroform, eter, karbon disulfida, petroleum eter, minyak; tetapi sangat
g/mol dapat mengalami dekomposisi menjadi bentuk klorin dan phosgene
(Phillips, 2014).
Karbon tetraklorida diproduksi dalam jumlah besar untuk cairan lemari
pendingin dan propellants untuk kaleng aerosol, sebagai pelarut minyak, lemak,
pernis, wax, karet dan resin, dan bahan pembersih. Sejak tahun 2002, penggunaan
karbon tetraklorida sudah dilarang di masyarakat karena akan mempengaruhi
organ hati, ginjal, dan sistem saraf pusat, baik paparan melalui inhalasi maupun
oral, bila terpapar pada manusia. Namun penggunaan cairan ini masih dapat
dijumpai di kawasan industri (McCarthy, 2000).
Gambar 2. Metabolisme karbon tetraklorida di hati (Timbrell, 2009).
Hati adalah target utama akibat toksisitas karbon tetraklorida, karena
karbon tetraklorida (CCl4) dimetabolisme oleh enzim CYP2E1 yang banyak
triklorometil (●CCl3) (Gambar 2). Senyawa radikal ini akan mengalami beberapa
reaksi. Radikal triklorometil akan mengikat lemak mikrosomal dan protein,
kemudian bereaksi langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang akan
menimbulkan efek toksik; dengan atom hidrogen akan membentuk klorofom;
dengan oksigen akan membentuk peroksidasi lipid yang toksik; dan dengan
oksigen akan membentuk radikal peroksi triklorometil (Timbrell, 2009).
Pembentukan peroksidasi lipid di retikulum endoplasma (RE) akan menyebabkan
membran mengalami autokatalitis. Kurang dari 30 menit setelah pemaparan,
terjadi pemecahan lemak tak jenuh yang memberikan senyawa karbonil, seperti
4-hydroxynenal dan hydroxyalkenal yang dapat menghambat sintesis enzim dan
protein plasma. Selama 2 jam setelah pemaparan CCl4 terjadi pembengkakan RE
halus serta pemisahan ribosom dari RE halus (Kumar, Abbas, Fausto, and
Mitchell, 2007).
Pemejanan karbon tetraklorida dapat mengakibatkan trigliserida
menumpuk di hepatosit dan tampak sebagai droplet lipid. Lipid dalam hepatosit
ini menghambat sintesis protein, dan mengakibatkan berkurangnya produksi
lipoprotein kompleks. Lipoprotein kompleks bertanggung jawab terhadap
transport lipid keluar dari hepatosit. Gangguan ini mengakibatkan lipid
terakumulasi dalam hepatosit dan terjadi steatosis (Timbrell, 2009). Selain itu,
terjadi pula kerusakan pada mitokondria, penurunan jumlah ATP sebagai hasil
kegagalan transport ion dan pembengkakan sel yang progresif; kerusakan
membran plasma akibat produksi aldehid lemak dari peroksidasi lipid di RE. Pada
kematian sel (Kumar, et al., 2007). Peningkatan aktivitas ALP di darah dapat
terjadi akibat adanya kebocoran membran plasma sel (Sacher and McPherson,
2002) serta pembengkakan sel hepatosit akibat paparan CCl4 yang menyebabkan
kanalikuli biliaris terdesak dan mengalami penyempitan sehingga terjadi
kolestasis (Gupta, 2012).
C. Persea americana Mill. 1. Taksonomi
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Sub kerajaan : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)
Sub kelas : Magnoliidae
Butter fruit, Avocado, Avocado-pear, Alligator pear (Inggris); Avocat,
Avocatier, Zaboka, Zabelbok (Perancis); Avocadobirne (Jerman); Avokad,
Adpukat (Indonesia); Apukado, Avokado (Malaysia); Pagua, Aguacate
3. Morfologi
Tanaman P. americana Mill. dapat tumbuh di iklim tropis maupun
subtropis, daunnya berwarna hijau (Idris, Ndukwe, Gimba, 2009), tinggi
tanaman P. americana Mill. mencapai 9-20 m (World Agroforestry Centre,
2002). Daun P. americana Mill. memiliki panjang 7-41 cm dengan berbagai
variasi bentuk (elips, oval, lanset), berwarna merah saat muda dan menjadi
kasar serta berwarna hijau tua saat matang. Bunganya berwarna hijau
kekuningan dan berdiameter 1-1,3 cm (World Agroforestry Centre, 2002).
Kulit buah P. americana Mill. berwarna hijau dan berdaging tebal berwarna
kuning (Leite, Brito, Cordeliro, Brilhante, Sidrim, Bertini, et al., 2009), lembut
dan bertekstur seperti krim (Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar,
Mohammed, 2012).
4. Kandungan kimia
Dalam penelitiannya, Vinha, et al. (2013) menemukan bahwa kulit
Persea americana Mill. memiliki kandungan fenolik, flavonoid, karotenoid,
vitamin C, dan vitamin E.
5. Khasiat dan kegunaan
Daun Persea americana Mill. dapat dimanfaatkan sebagai diuretik,
astringen, mengobati batuk, pelancar menstruasi, emollient, dan antibakteri
(Hariana, 2007). Persea americana Mill. juga banyak digunakan dalam
Ayurveda serta berbagai pengobatan seperti monorrhagia, hipertensi, bronkitis,
dan diare (Yasir, Das, and Kharya, 2010). Ekstrak heksana dan etanol dari kulit
2014); ekstrak kulit Persea americana Mill. memiliki aktivitas antimikroba
(Servillon, et al., 2014); serta mampu menghambat oksidasi lipid dan protein
pada daging roti (Carpena, et al., 2011).
D. Landasan Teori
Hati adalah kelenjar terbesar pada tubuh manusia dengan berat
1400-1600 gram pada orang dewasa (Robbins dan Cotran, 2010), berperan penting
dalam aktivitas metabolik, seperti merombak sel darah merah yang tua,
mengekskresi bilirubin, detoksifikasi racun, dan memproduksi protein plasma
(Mader, 2010). Aktivitas ALP di atas nilai normal menunjukkan adanya penyakit
tertentu, seperti gangguan hati (Dudgale, 2013), dan dapat digunakan sebagai
indikator adanya gangguan sistem sekresi hati (Ernawati, 2006).
Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang mampu
menginduksi kerusakan hati. Karbon tetraklorida yang dimetabolisme oleh
CYP2E1 akan menghasilkan radikal bebas triklorometil. Radikal bebas tersebut
akan mengalami berbagai reaksi. Salah satu reaksinya mengakibatkan terjadinya
peroksidasi lipid yang dapat menghambat sintesis protein. Sintesis protein yang
terhambat mengakibatkan produksi lipoprotein menurun dan terjadi
penghambatan transport lipid keluar dari hepatosit. Penumpukan lipid dalam
hepatosit inilah yang disebut steatosis. Peroksidasi lipid juga dapat mengganggu
homeostasis Ca2+ sehingga menyebabkan kematian sel (Timbrell, 2009).
Pada penelitian yang dilakukan Putri (2013), pemberian jangka panjang
dengan melihat penurunan aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB. selain itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al., (2013),
kandungan total fenolik dan flavonoid pada biji dan kulit Persea americana Mill.
relatif hampir sama. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang
nantinya akan diketahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea
americana Mill. dalam mencegah kerusakan hati dengan melihat penurunan
aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.
E. Hipotesis
Pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. dapat
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian infusa kulit Persea americana
tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung. Penurunan aktivitas enzim alkali fosfatase tikus
jantan terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa kulit Persea
americana selama 6 hari.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan
galur Wistar yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan antara 150-250
gram; cara pemberian hepatotoksin secara intraperitoneal; cara pemberian
infusa kulit Persea americana secara per oral; frekuensi waktu pemberian
infusa kulit Persea americana Mill. (satu kali sehari selama 6 hari
berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama); dan bahan uji berupa
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang
digunakan sebagai hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Infusa kulit Persea americana Mill. Infusa serbuk kering kulit Persea
americana Mill. didapatkan dengan cara menginfundasi 8 gram serbuk
kering kulit Persea americana Mill. dalam 100,0 ml air pada suhu 90°C
selama 15 menit.
b. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian infusa kulit
Persea americana Mill. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut
dalam waktu pemberian yang sama.
c. Penurunan aktivitas ALP. Didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ALP
serum tikus dosis perlakuan yang dibandingkan dengan aktivitas ALP
serum tikus kontrol hepatotoksin.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur
Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang
diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata
b. Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang
diperoleh dari salah satu depot es di Yogyakarta selama bulan Juni-Juli
2014.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh
dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
b. Pelarut hepatotoksin digunakan larutan olive oil Bertoli® yang diperoleh
dari Supermarket Mirota Kampus, Yogyakarta.
c. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil Bertoli®.
d. Pelarut untuk infusa digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium
Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Reagen serum ALP
Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALP Abbott yang digunakan adalah
sebagai berikut.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Abbott
Komposisi Konsentrasi
ukur, cawan porselen, penangas air, kain flannel, tabung reaksi, labu ukur, pipet
tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler
Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi
per oral dan syringe 3 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, dan moisture
balance.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Persea americana Mill.
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan Persea americana Mill.
yang diperoleh dari salah satu depot es di Yogyakarta dengan buku acuan.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang
masih segar dan tidak busuk selama bulan Juni-Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill.
Kulit Persea americana Mill. dicuci bersih dan dipisahkan dari kulitnya.
Setelah itu, kulit dipotong-potong lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C
selama 24 jam. Setelah kulit benar-benar kering, kulit dihaluskan dan diayak
dengan ayakan nomor 40 agar kandungan fitokimia dalam kulit Persea
americana Mill. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk lebih
besar.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill.
Serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang sudah diayak,
diratakan. Bobot serbuk kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum
pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 110°C. Serbuk kering
kulit Persea americana Mill. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan
dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan
perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar
air serbuk kulit Persea americana Mill.
5. Pembuatan infusa serbuk kulit Persea americana Mill.
Serbuk kering kulit Persea americana Mill. ditimbang 8,0 g dan
dimasukkan ke dalam 16,0 ml pelarut aquadest dan kemudian ditambahkan lagi
aquadest sebanyak 100,0 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C dan dijaga
tetap dalam suhu tersebut selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika
suhu campuran mencapai 90°C. Setelah 15 menit, campuran tersebut diambil
dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa kulit Persea
americana Mill. yang dikehendaki.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50%, dengan cara
melarutkan 50 ml karbon tetraklorida ke dalam olive oil sebanyak 50 ml
berdasarkan hasil penelitian Janakat dan Al-Merie (2002).
7. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida. Pemilihan dosis ini
dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu
ALT-AST dalam serum darah paling tinggi. Dosis hepatotoksik ini mengacu
pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dan orientasi melalui induksi
hewan uji dengan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara i.p.
b. Penetapan dosis infusa kulit Persea americana Mill. Berdasar penelitian
yang dilakukan Putri (2013), konsentrasi infusa biji Persea americana Mill.
yang mampu memberikan efek hepatoprotektif adalah 8 g/100 mL. Selain
itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al. (2013), kandungan flavonoid
pada kulit dan biji Persea americana Mill. relatif sama. Maka penelitian ini
menggunakan dosis seperti pada penelitian yang dilakukan Putri.
Peringkat dosis didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan pada
masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk kulit Persea americana
Mill. yang direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang
digunakan adalah 4 g/70 kgBB manusia. Konversi dosis tikus (manusia 70
kg ke tikus 200g) = 0,018.
Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 4g = 0,72 g/200 g BB = 360 mg/kgBB
sebagai dosis rendah. Konsentrasi maksimal infusa kulit Persea americana
Mill. yang dapat dibuat adalah 8 g/ 100 ml, dengan asumsi berat badan
hewan uji maksimal adalah 250 g, dan volume maksimal pemberian infusa
secara p.o = 5 ml. Berdasarkan perhitungan,
D x 250 g = 8 g/ 100ml x 5 ml
Untuk mendapatkan dosis tengah perlakuan, terlebih dahulu dihitung faktor
kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi yang sudah diperoleh.
Perhitungan faktor kelipatan adalah sebagai berikut :
� � ���
� �ℎ
−1
N = Jumlah peringkat dosis yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 3
peringkat dosis maka n = 3, sehingga perhitungannya sebagai berikut :
1600 360
3−1
= 2,1 (faktor kelipatan)
Berdasarkan faktor kelipatan yang diperoleh maka dosis tengah dan dosis
rendah perlakuan ditentukan sebagai berikut,
D = 1600 mg/ kgBB : 2,1 = 761,90 mg/ kgBB (dosis tengah)
D = 761,90 mg/ kgBB : 2,1 = 362,81 mg/ kgBB (dosis rendah)
c. Penetapan waktu pencuplikan darah
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), waktu optimum
kenaikan serum ALT-AST akibat pemejanan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB
adalah pada jam ke-24. Penetapan waktu pencuplikan ini ditentukan dengan
orientasi tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke–0, 24, dan 48
setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri
dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Digunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar sebagai hewan uji yang
dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima
ekor tikus.
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida : olive
oil (1:1) dosis 2 ml/kgBB secara i.p.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kgBB secara i.p.
c. Kelompok III (kontrol IKPA) diberi infusa kulit P. americana Mill. dosis
1600 mg/kgBB secara p.o. selama 6 hari berturut-turut.
d. Kelompok IV (IKPA dosis 362,81 mg/kgBB) diberi infusa kulit P.
americana Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.
e. Kelompok V (IKPA dosis 761,90 mg/kgBB) diberi infusa kulit P.
americana Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.
f. Kelompok VI (IKPA dosis 1600 mg/kgBB) diberi infusa kulit P. americana
Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.
Pada hari ketujuh kelompok IV-VI diberi larutan karbon tetraklorida
dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam paska induksi karbon
tetraklorida, tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, kemudian
diukur aktivitas ALP.
9. Pembuatan serum
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung
selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm, lalu dipisahkan bagian
supernatannya.
10. Pengukuran aktivitas ALP
Penetapan aktivitas ALP ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik
menggunakan reagen kit Abbott® ALP yang terdiri dari reagen 1 (
2-Amino-2-methylpropanol > 1.2 mol/L, Magnesium > 7.2 mmol/L, Zinc Sulfate > 3.6
mmol/L, dan HEDTA > 7.2 mmol/L) dan reagen 2 (4-Nitrophenyl Phosphate >
171.6 mmol/L). Prosedur penetapan aktivitas ALP berdasarkan prosedur kerja
dari Abbott®. Pengukuran aktivitas ALP ini dilakukan di Laboratorium
Parahita, Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALP diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui
distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi data yang
normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA)
dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan
masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak
bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak
normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui
perbedaan aktivitas ALP antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka
panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALP serum dan
mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana
Mill. dengan penurunan aktivitas ALP yang dihasilkan pada tikus jantan
terinduksi karbon tetraklorida.
Hasil penelitian yang akan dibahas adalah determinasi Persea americana
Mill., penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill., dan pemeriksaan
aktivitas ALP serum.
A. Determinasi Persea americana Mill.
Determinasi bertujuan untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan
untuk penelitian memang benar bahan yang dimaksud, di mana pada penelitian ini
bahan yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. Determinasi dilakukan
secara makroskopis dengan mencocokkan Persea americana Mill. yang diperoleh
dari salah satu depot es di Yogyakartadengan buku acuan. Hasil determinasi yang
diperoleh adalah kulit yang digunakan benar kulit Persea americana Mill.
B. Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dari serbuk kulit Persea americana Mill. bertujuan
yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. ditetapkan di LPPT
Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan metode gravimetri. Hasil penetapan
kadar air sebuk kulit Persea americana Mill. memiliki kadar sebesar 7,1%, hal ini
menunjukkan bahwa kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. memenuhi
persyaratan serbuk yang baik.
C. Penentuan Dosis Infusa
Berdasar penelitian yang dilakukan Putri (2013), konsentrasi infusa biji
Persea americana Mill. yang mampu memberikan efek hepatoprotektif adalah 8
g/100 mL. Selain itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al. (2013), kandungan
flavonoid pada kulit dan biji Persea americana Mill. tidak berbeda bermakna.
Maka penelitian ini menggunakan konsentrasi dosis seperti pada penelitian yang
dilakukan Putri, dengan dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill.
1600 mg/kgBB sebagai dosis tinggi; 761,90 mg/kgBB sebagai dosis tengah; dan
362,81 mg/ kgBB sebagai dosis rendah.
D. Penentuan Dosis Hepatotoksik Karbon Tetraklorida
Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida bertujuan untuk
mengetahui dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan hati
tikus dengan tanda peningkatan aktivitas ALP dalam serum darah. Dosis
hepatotoksik ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dan hasil
secara i.p. Di mana dosis tersebut menyebabkan kerusakan ringan pada hati
berupa steatosis (Timbrell, 2009).
Pada saat orientasi, peneliti menggunakan ALT sebagai parameter
kerusakan hati akibat toksisitas karbon tetraklorida. Hal ini mengacu pada
penelitian Vohra dan Gupta (2013) bahwa kerusakan hati akibat paparan karbon
tetraklorida mengakibatkan peningkatan aktivitas ALT yang sebanding dengan
peningkatan ALP.
E. Penentuan Waktu Pencuplikan Darah
Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji bertujuan untuk
mengetahui waktu optimal karbon tetraklorida 2 mL/kgBB yang mampu
memberikan efek kerusakan hati maksimal berdasar kenaikan aktivitas serum
ALT-AST tertinggi pada tikus. Karbon tetraklorida 2 mL/kgBB diinduksikan pada
tikus, kemudian tikus diambil darahnya dengan selang waktu 0, 24, dan 48 jam.
Tabel II. Rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam (n=3)
Selang waktu (jam) Rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (mg/dL)
0 72,3 ± 4,5
24 217,3 ± 2,1
Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam.
Uji Kolmogorov-Smirnov pada aktivitas serum ALT tikus jam ke-0, 24,
dan 48 menunjukkan signifikansi 0, 999 (p>0,05); 0,944 (p>0,05); dan 1,000
(p>0,05). Hasil analisis pola searah One Way ANOVA menunjukkan signifikansi
0,515 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variansi data homogen.
Kemudian data dianalisis dengan uji Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan
perbedaan antar kelompok tersebut.
Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu (jam) 0 24 48
0 B TB
24 B B
48 TB B
Keterangan: B= Berbeda bermakna (p0,05); TB= Berbeda tidak bermakna (p>0,05).
Pada tabel II, nampak bahwa aktivitas serum ALT tertinggi terjadi pada
menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas serum ALT jam ke-24 yang terjadi
signifikan dan berbeda bermakna dibandingkan dengan jam ke-0 dan 48. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi kerusakan hati dengan parameter peningkatan
aktivitas ALT serum tersebut. Pada jam ke-48, aktivitas ALT serum tikus
mengalami penurunan (90,3 ± 2,9 mg/dL) yang secara statistik berbeda tidak
bermakna terhadap jam ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-48 fungsi
hati kembali normal. Berdasarkan analisis tersebut, maka ditetapkan waktu
pencuplikan darah aktivitas serum ALT paska induksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB adalah jam ke-24.
F. Penentuan Lama Pemejanan Infusa Kulit Persea americana Mill.
Penentuan lama pemejanan infusa kulit Persea americana Mill.
berdasarkan penelitian Putri (2013) yang berjudul “Efek Hepatoprotektif Infusa
Biji Persea americana Mill. terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus
Terinduksi Karbon Tetraklorida”, yaitu pemejanan ekstrak selama 6 hari berturut
-turut, kemudian pada hari ketujuh hewan uji diinduksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB.
G. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Infusa Kulit Persea americana Mill.
Penelitian ini diawali dengan pemejanan infusa kulit Persea americana
Mill. pada hewan uji satu kali sehari selama 6 hari, kemudian diinduksi karbon
tetraklorida untuk melihat pengaruh pemberiannya. Data aktivitas ALP serum
signifikansinya. Kemudian data kebermaknaan perbedaan antar perlakuan diuji
dengan uji Scheffe (tabel V).
Tabel IV. Rata-rata ± SE aktivitas ALP serum tikus pada kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan
Rerata aktivitas ALP
± SE (mg/dL) I Kontrol CCl4 dosis 2 mL/kgBB 440,2 ± 37,7
II Kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB 274,2 ± 25,7
III IKPA 1600 mg/kgBB 242,6 ± 14,5
IV IKPA 362,81 mg/kgBB + CCl4 dosis
2 mL/kgBB 167,0 ± 10,4
V IKPA 761,90 mg/kgBB + CCl4 dosis
2 mL/kgBB 236,4 ± 17,1
VI IKPA 1600 mg/kgBB + CCl4 dosis 2
mL/kgBB 504,4 ± 49,4 Keterangan: IKPA= Infusa Kulit Persea americana Mill.
Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas ALP serum tikus pada kelompok perlakuan
Keterangan: IKPA= Infusa kulit Persea americana Mill.; B= Berbeda bermakna (p0,05); TB= Berbeda tidak bermakna (p>0,05).
H. Kontrol Olive Oil Dosis 2 mL/kgBB
Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol olive oil bertujuan untuk
menegaskan bahwa pelarut (olive oil) yang digunakan tidak memberikan
pengaruh hepatotoksik terhadap serum tikus. Penggunaan dosis pada olive oil
sama dengan dosis CCl4 agar hasilnya nanti dapat dibandingkan, sehingga
diperoleh pembuktian bahwa peningkatan aktivitas ALP pada serum tikus murni
karena CCl4.
Berdasarkan penelitian Rosari (2013) dan Putri (2013), penggunaan olive
oil dosis 2 mL/kgBB tidak memberikan efek hepatotoksik berupa peningkatan
aktivitas ALT. Adapun Vohra dan Gupta (2013) melaporkan bahwa peningkatan
aktivitas ALT sebanding dengan peningkatan aktivitas ALP. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka peneliti menggunakan olive oil sebagai pelarut
hepatotoksin. Aktivitas ALP serum kontrol olive oil 274,2 ± 25,7 mg/dL dapat
I. Kontrol Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB
Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB
bertujuan untuk mengetahui pengaruh hepatotoksik senyawa model. Panjaitan,
Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, dan Manalu (2007) melaporkan bahwa
pemberian karbon tetraklorida 1,0 mL/kgBB menyebabkan peningkatan aktivitas
ALP serum tikus 1,6 kali dari nilai normal dan hasil uji histopatologi
menunjukkan bahwa efek hepatotoksik yang ditimbulkan berupa steatosis.
Aktivitas ALP serum tikus kelompok kontrol hepatotoksin yang diberi
perlakuan CCl4 2 mL/kgBB (440,2 ± 37,7 mg/dL) bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif yang diberi perlakuan olive oil 2 mL/kgBB (274,2 ±
25,7 mg/dL) pada uji Scheffe menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dan
terjadi peningkatan aktivitas ALP serum tikus 1,6 kali (Tabel V). Peningkatan
aktivitas ALP pada kontrol hepatotoksin ini membuktikan bahwa karbon
tetraklorida menyebabkan kerusakan pada hati.
J. Kontrol Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 1600 mg/kgBB
Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol IKPA bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian IKPA terhadap hati tanpa pemberian toksin
karbon tetraklorida, apakah memberikan efek hepatotoksik atau tidak. Dosis yang
digunakan dalam kontrol ini adalah dosis tertinggi, karena diharapkan dosis ini
Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok kontrol IKPA (242,6 ± 14,5
mg/dL) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (274,2 ± 25,7 mg/dL)
pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Namun apabila
dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin, terdapat perbedaan yang
bermakna. Hal ini membuktikan bahwa pemberian IKPA dosis 1600 mg/kgBB
tidak menimbulkan peningkatan aktivitas ALP serum, yang mengindikasikan
tidak terjadi kerusakan di hati tikus.
K. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB pada Tikus Jantan
Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB
Penurunan aktivitas ALP serum tikus akibat pemberian IKPA berbagai
dosis perlu dievaluasi untuk mengetahui pengaruh hepatoprotektif sediaan
tersebut. Evaluasi ini dilakukan pada hari kedelapan setelah hewan uji diberi
IKPA selama enam hari berturut-turut, kemudian pada hari ketujuh hewan uji
diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB.
Kelompok IKPA 362,81 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 167,0 ±
10,4 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki
aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna (Tabel V). Namun apabila kelompok IKPA 362,81 mg/kgBB
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang memiliki aktivitas ALP
274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang tidak bermakna (Tabel V).
menurunkan aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida, yang mana
aktivitas ALP setara seperti keadaan normal.
Kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 236,4 ±
17,1 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki
aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna (Tabel V). Namun apabila kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang memiliki aktivitas ALP
274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang tidak bermakna (Tabel V).
Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB setara dengan
kelompok kontrol negatif, yaitu seperti keadaan normal. Hal ini membuktikan
bahwa IKPA dosis tengah mempunyai efek dalam menurunkan aktivitas ALP
serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Kelompok IKPA 1600 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 504,4 ±
49,4 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki
aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang tidak
bermakna (Tabel V). Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok IKPA 1600
mg/kgBB setara dengan kelompok kontrol hepatotoksin. Namun apabila
kelompok IKPA 1600 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif
yang memiliki aktivitas ALP 274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang
bermakna (Tabel V). Hal ini membuktikan bahwa IKPA dosis tinggi mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan aktivitas ALP serum tikus. Penyebab peningkatan
aktivitas ALP ini dimungkinkan karena terjadinya reaksi autooksidasi, di mana
prooksidan yang memiliki karakter sama persis dengan radikal bebas (Carocho
and Ferreira, 2013).
Perbandingan aktivitas ALP serum tikus dari ketiga dosis IKPA tersebut
menunjukkan bahwa dosis 362,81 dan 761,90 mg/dL memberikan pengaruh
dalam menurunkan aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Namun pada IKPA dosis 1600 mg/dL, aktivitas ALP serum tikus setara dengan
kelompok kontrol hepatotoksin, yang bermakna IKPA dosis tinggi mempunyai
efek meningkatkan aktivitas ALP serum tikus.
Pada tabel IV atau gambar 4, terlihat bahwa dengan pemberian IKPA
dosis rendah, penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan justru lebih besar
bila dibandingkan dengan pemberian IKPA dosis tinggi. Hasil uji Scheffe
menunjukkan bahwa perlakuan IKPA dosis rendah memberikan perbedaan yang
tidak bermakna bila dibandingkan dengan dosis tengah, sedangkan dosis tengah
memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan dosis tinggi.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis tidak mempengaruhi penurunan
aktibitas ALP, sehingga tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian IKPA
L. Rangkuman Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa kulit Persea
americana Mill. dosis rendah dan tengah mampu menurunkan aktivitas ALP
serum tikus dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin, artinya dosis
tersebut mampu memberikan pengaruh perubahan biokimiawi terhadap kerusakan
hati akibat senyawa model karbon tetraklorida.
Data aktivitas ALP serum tikus menunjukkan bahwa dengan pemberian
IKPA dosis rendah, penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan justru lebih
besar bila dibandingkan dengan Pemberian IKPA dosis tinggi. Hasil uji Scheffe
menunjukkan bahwa perlakuan IKPA dosis rendah memberikan perbedaan yang
tidak bermakna bila dibandingkan dengan dosis tengah, sedangkan dosis tengah
memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan dosis tinggi.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis tidak mempengaruhi penurunan
aktibitas ALP, sehingga tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian IKPA
dengan penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan.
Senyawa model pada penelitian ini akan membentuk radikal bebas
triklorometil (●CCl3) akibat metabolisme oleh CYP2E1 pada retikulum
endoplasma. Dengan adanya oksigen, radikal bebas triklorometil akan membentuk
radikal peroksi triklorometil (Panjaitan, dkk., 2007). Radikal peroksi triklorometil
yang lebih reaktif kemudian menyerang lipid membran RE dan terjadi peroksidasi
lipid serta akan dihasilkan senyawa 4-hydroxyalkenal dan hydroxyalkenal.
Senyawa tersebut dapat menghambat sintesis protein dan enzim
menurun, sehingga transport lipid keluar dari hepatosit terhambat dan terjadilah
steatosis (Timbrell, 2009). Kandungan flavonoid sebagai antioksidan dalam infusa
kulit Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALP serum tikus.
Mekanisme yang mungkin terjadi adalah flavonoid menangkap radikal
triklorometil sehingga tidak terbentuk senyawa toksik dan akhirnya RE hati tidak
rusak. Namun belum diketahui pasti mekanisme aksi senyawa tersebut bekerja di
komponen sel yang mana. Untuk lebih meyakinkan mekanisme ini, maka dapat
dilakukan penelitian khusus tentang mekanisme aksi infusa kulit Persea
americana Mill. sebagai hepatoprotektif secara in vitro. Selain itu, untuk
memastikan letak kerusakan yang ditimbulkan CCl4 maka perlu dilakukan
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis statistik, maka dapat disimpulkan:
1. Pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. memberikan
pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi
karbon tetraklorida.
2. Tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana
Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon
tetraklorida.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang:
1. Mekanisme aksi infusa kulit Persea americana Mill. dalam memberikan
proteksi pada hati.
2. Pengaruh pemberian IKPA terhadap parameter kerusakan hati yang lain,
DAFTAR PUSTAKA
Alhassan, A. J., Sule, M. S., Atiku, M. K., Wudil, A. M., Abubakar, H., Mohammed, S. A., 2012, Effects of Aqueous Avocado Pear (P. americana) Seed Extract on Alloxan Induced Diabetes Rats, Greener Journal of
Medical Sciences, 2 (1), 5-11.
Carocho, M., and Ferreira, I.C.F.R., 2013, A Review on Antioxidants, Prooxidants and Related Controversy: Natural and Synthetic Compounds, Screening and Analysis Methodologies and Future Perspectives, Food and
Chemical Toxicology, 51, 15-25.
Carpena, J.G.R., Morcuende, D., Andrade, M.J., Kylli, P., and Estévez, M., 2011, Avocado (Persea americana Mill.) Phenolics, In Vitro Antioxidant and Antimicrobial Activities, and Inhibition of Lipid and Protein Oxidation in Porcine Patties, Journal Agricultural and Food Chemistry, 59 (10), 5625-5635.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007, Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Hati, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 46.
Dudgale, D. C., 2013, ALP-Blood Test, Medline Plus, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003470.htm, diakses tanggal 14 April 2014.
Ernawati, M. D. W., 2006, Pengaruh Paparan Udara Halotan dengan Dosis
Subanestesi terhadap Gangguan Hati Mencit, Repository Universitas
Andalas, http://repository.unand.ac.id/869/1/4_md_wiwik.doc, diakses
tanggal 4 Mei 2014.
Gupta, R.C., 2012, Veterinary Toxicology Basic and Clinical Principles, 2nd Edition, Elsevier, New York, p. 259.
Hariana, H. A., 2007, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 1, Penebar Swadaya, Depok, hal. 10-11.
Idris, S., Ndukwe, G. I., Gimba, C. E., 2009, Preliminary Phytochemical Screening and Antimicrobial Activity of Seed Extracts of P. americana