• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG

INFUSA KULIT Persea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ALKALI FOSFATASE

PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Maria Desita Putri

118114035

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

I am sure that neither death nor life, nor angles,

nor principalities, nor power, nor things present,

nor things to come, not height, nor depth,

nor any creature shall separate me from the love of God

(Doug Nolk & Tom Fettke dalam lagu He Loved Me)

There can be miracles when you believe

(Whitney Houston dalam lagu When You Believe)

“The one that can make you happy is you, yourself.

Don’t put your happiness in someone else”

(Anastasia Kinanti)

Kupersembahkan karya ini untuk:

Yesus yang selalu menopang dan setia menemaniku

Bapak, Ibu, Mas, Alma, alm. Mbah Lukas,

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa yang Maha Baik atas segala

kasih dan karunia, berkat, serta anugerah yang setiap hari diberikan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN

JANGKA PANJANG INFUSA KULIT Persea americana Mill. TERHADAP

AKTIVITAS ALKALI FOSFATASE PADA TIKUS JANTAN

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik dan lancar. Skripsi

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata

Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan

skripsi ini ada banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan

penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi

yang telah setia membimbing, mendampingi, memberikan saran dan

semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji pada skripsi ini

yang telah memberikan saran kepada penulis.

4. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK., selaku Dosen Penguji pada skripsi ini, atas saran

(8)

viii

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas

laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi.

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam

determinasi Persea americana Mill.

7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, Bapak Kayat, Mas Andi, Mas Sigit, Mas

Otok selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan

dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

8. Bapak Aloysius Dominikus Sutarto, Ibu Rosalia Catharina Surajini, Mas

Ignatius Mariandrianto Saputra, Pudensiana Alma Nugrahaeni, alm. Mbah

Andrea Bukur Tuminem atas segala cinta, doa, motivasi, dan bantuan yang

selalu menghangatkan.

9. Teman-teman “Tim Persea americana Mill.” atas kerjasama dan bantuannya.

10. Seluruh anggota “Rempong Family” Yosef Yudha, Anastasia Kinanti, Kris

Rahardian, Trisona Agustina, Elisabeth Okta, dkk yang memberi warna dan

kisah unik yang selalu penulis rindukan.

11. Puteri Lokastithi dan Tyas Bani Pamerdi kawan SMA yang tak terlewatkan.

12. Para anggota Mendes Sejati Jolinna Michelia Bitti, Angeline Syahputri, dan

Marcellina Avistya yang banyak memberikan cerita.

13. Seluruh anggota “Syalala Family” Reri, Ci Henny, Koko Rendy, Papa John,

Detta Detto, dan Princess Sisca atas doa dan kiriman malaikatnya.

14. Teman-teman FKK A 2011, FSM A 2011, dan seluruh teman-teman angkatan

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi

(11)

xi

B. Karbon Tetraklorida ... 11

C. Persea americana Mill. ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau ... 19

3. Definisi operasional ... 19

(12)

xii

3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill. ... 21

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill. ... 21

5. Pembuatan infusa kulit Persea americana Mill. ... 22

6. Pembuatan larutan CCl4 ... 22

7. Uji pendahuluan ... 22

8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 25

9. Pembuatan serum ... 25

10. Pengukuran aktivitas ALP ... 26

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Determinasi Persea americana Mill. ... 27

B. Penetapan Kadar Air ... 27

C. Penentuan Dosis Infusa ... 28

D. Penentuan Dosis Hepatotoksik Karbon Tetraklorida ... 28

E. Penentuan Waktu Pencuplikan Darah ... 29

(13)

xiii

G. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Infusa Kulit Persea americana Mill. ... 31

H. Kontrol Olive Oil Dosis 2 mL/kgBB ... 33

I. Kontrol Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB ... 34

J. Kontrol Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 1600 mg/kgBB... 34

K. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB ... 35

L. Rangkuman Pembahasan ... 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN... ... 45

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Abbott 20

Tabel II. Rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon

tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24,

dan 48 jam 29

Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas serum tikus paska

induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam 30

Tabel IV. Rata-rata ± SE aktivitas ALP serum tikus pada kelompok

perlakuan 32

Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas ALP serum tikus pada

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur lobulus hati. 6

Gambar 2. Metabolisme karbon tetraklorida di hati. 12

Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum tikus paska

induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada

selang waktu 0, 24, dan 48 jam. 30

Gambar 4. Diagram batang rata-rata ± SE aktivitas ALP

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto buah Persea americana Mill. 45

Lampiran 2. Foto serbuk kulit Persea americana Mill. 45

Lampiran 3. Foto infusa kulit Persea americana Mill. 46

Lampiran 4. Hasil uji determinasi Persea americana Mill. 47

Lampiran 5. Hasil uji kadar air serbuk kering kulit Persea

americana Mill. 48

Lampiran 6. Surat Ethical Clearance 49

Lampiran 7. Analisis statistik data aktivitas ALT uji

pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji

setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB 50

Lampiran 8. Analisis statistik data aktivitas ALP kelompok perlakuan 53

Lampiran 9. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa kulit Persea

americana Mill. pada kelompok perlakuan 57

(17)

xvii

INTISARI

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase (ALP) serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida serta mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana

Mill. dengan penurunan aktivitas ALP.

Jenis penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dan olive oil (1:1) dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil sebanyak 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol sediaan) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB setiap hari secara berturut-turut selama 6 hari. Kelompok IV, V, dan VI (perlakuan) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dengan seri dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB selama 6 hari secara berturut-turut, kemudian setelah pemberian infusa dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Pada jam ke-24 paska induksi karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALP. Aktivitas ALP serum dianalisis secara statistik dengan One Way ANOVA.

Berdasarkan hasil penelitian, infusa kulit Persea americana Mill. memberikan pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida, serta tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

(18)

xviii

ABSTRACT

The aim of study research is to find out the influence of administer long term Persea americana Mill. peel infusion for the alkaline phosphatase (ALP) activity in rat induced by carbon tetrachloride and to find out the correlation between dose of Persea americana Mill. peel infusion and the decline in ALP activity.

This study purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used male rats of Wistar strain as subjects, aged 2-3 months, and 150-250 for its weights. 30 male rats were divided randomly into 6 groups. Group I (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride and olive oil (1:1) at a dose of 2 ml/kgBW in i.p. Group II (negative controlled-group) was given olive oil at a dose of 2 ml/kgBW in i.p. Group III (infusion controlled-group) was given Persea americana Mill. peel infusion at a dose 1600 mg/kgBW for 6 days. Group IV, V and VI (treatment group) were given Persea

americana Mill. peel infusion at a dose 362,81; 761,90; and 1600 mg/kgBW for 6

days, then at 7th day, 2 ml/kgBW of carbon tetrachloride was administered intraperitonially. At the 24th hours after carbon tetrachloride administration, blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the ALP activity. The data were analyzed by one way ANOVA.

The result of this research showed that Persea americana Mill. peel infusion had effect to decline ALP activity in rat induced by carbon tetrachloride, and there is no correlation between dose of Persea americana Mill. peel infusion and the decline of ALP activity in rat induced by carbon tetrachloride.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam metabolisme, seperti

metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino (Mader, 2010). Hati memiliki

berat 1400 g dan terletak di kuadran kanan atas abdomen di ruang peritoneum

tepat di bawah sisi kanan diafragma dan di bawah rongga dada. Hati menerima

hampir 25% curah jantung, yaitu sekitar 1500 mL darah per menit (McPhee dan

Ganong, 2010). Jaringan hati dapat rusak oleh infeksi dan zat beracun yang

mengalir lewat aliran darah (Singh, 2008). Insiden kerusakan hati di

Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2004-2009 berkisar 10,7 kasus per tahun

pada pasien yang menerima terapi antiretroviral (Mirira, 2011). Kerusakan hati

ada berbagai jenis, beberapa di antaranya adalah steatosis, nekrosis, kolestasis,

dan sirosis. Berdasar penelitian Lesmana, Lesmana, Pakasi, dan Krisnuhoni

(2012), kasus steatosis di Indonesia terjadi pada 30% pasien hepatitis B.

Prevalensi kolestasis pada sepsis neonatorum adalah 38,9% di RSUP Sanglah

Denpasar (Karyana, Putra, dan Yanti, 2012), sedangkan prevalensi sirosis hati di

Jawa dan Sumatera berkisar antara 3,6-8,4% (Mondrowinduro, 2014).

Kerusakan membran sel dan organel di hati menyebabkan enzim-enzim

hati intrasel masuk ke dalam pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan kadar

atau aktivitas. Enzim-enzim tersebut, yaitu aspartat dan alanin aminotransferase

(20)

adalah protein yang ada di jaringan tubuh dan dapat ditemukan di hati, saluran

empedu, dan tulang (Dudgale, 2013). Di hati, ALP mengkatalisasi hidrolisis ester

fosfat organik dalam suasana basa. Aktivitas ALP dalam darah dapat meningkat

melalui kebocoran kanalikuli dan membran plasma pada kerusakan sel hati

(Pramushinta, 2008). Berdasarkan alasan tersebut, peneliti menggunakan aktivitas

enzim ALP serum sebagai parameter kerusakan hati.

Tanaman herbal di sekitar kita sering digunakan sebagai pengobatan,

baik pencegahan atau penyembuhan, termasuk pengobatan penyakit hati. Persea

americana Mill. adalah tanaman yang mengandung senyawa fenolik dan

flavonoid sehingga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit hati karena

mampu menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan steatosis (Vinha,

Moreira, and Barreira, 2013).

Vinha, et al., (2013) melaporkan bahwa kandungan total fenolik dan

flavonoid pada biji dan kulit Persea americana Mill. relatif hampir sama. Pada

penelitian Putri (2013), dilaporkan bahwa pemberian jangka panjang infusa biji

Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALT-AST serum sebagai

indikator kerusakan hati pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2

mL/kgBB. Berdasarkan dua penelitian tersebut, peneliti ingin melihat pengaruh

pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. dengan dosis yang

sama, dalam mencegah kerusakan hati dengan melihat penurunan aktivitas ALP

serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Pada umumnya, masyarakat menggunakan herbal dalam pengobatan

(21)

infusa, karena metode tersebut merupakan metode yang paling mendekati

kebiasaan masyarakat. Selain itu, senyawa yang dituju adalah senyawa fenolik

dan flavonoid yang dapat diekstrak dengan air panas (Singh, Verma, and Singh,

2012).

1. Perumusan masalah

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah pemberian infusa kulit Persea americana Mill. mempunyai

pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan

terinduksi karbon tetraklorida?

b. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian dengan penurunan aktivitas

ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Sebelumnya pernah dilakukan penelitian yang berhubungan dengan Persea

americana Mill., diantaranya:

a. Putri (2013) melaporkan bahwa pemberian jangka panjang infusa biji

Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALT-AST serum

terinduksi karbon tetraklorida.

b. Vinha, et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan flavonoid dan fenolik

(22)

c. Torres, Garbo, and Walde (2014) melaporkan bahwa ekstrak heksana dan

etanol dari kulit Persea americana Mill. dapat digunakan sebagai larvasida

alami untuk mengontrol vektor dengue.

d. Servillon, Dingal, Lusica, Yamson, and Balonebro (2014) melaporkan

bahwa ekstrak kulit Persea americana Mill. memiliki aktivitas antimikroba

seperti antibiotik Vancomycin dan Cefepime.

e. Carpena, Morcuende, Andrade, Kylli, and Estévez (2011) melaporkan

bahwa kulit Persea americana Mill. mengandung fenolik, memiliki

aktivitas antioksidan dan antimikroba, serta mampu menghambat oksidasi

lipid dan protein pada daging roti.

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, belum pernah ada

penelitian mengenai pengaruh pemberian infusa kulit Persea americana Mill.

terhadap aktivitas Alkali Fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon

tetraklorida.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini mampu memberikan informasi yang berhubungan dengan

pengaruh pemberian infusa kulit Persea americana Mill.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini mampu memberikan informasi kepada masyarakat

(23)

Mill. dengan penurunan aktivitas ALP sebagai salah satu pengobatan

alternatif kerusakan hati.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea

americana Mill. terhadap penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan

terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea

americana Mill. terhadap aktivitas ALP serum pada tikus jantan terinduksi

karbon tetraklorida.

b. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea

americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan

(24)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hati

1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di ruang peritoneum tepat di

bawah sisi kanan diafragma dan di bawah rongga dada (McPhee dan Ganong,

2010). Hati pada orang dewasa memiliki berat 1400-1600 gram, yaitu sekitar

2.5% berat badan. Hati menerima darah dari vena porta (60% sampai 70%) dan

arteri hepatica (30% sampai 40%) (Robbins dan Cotran, 2010).

Gambar 1. Struktur lobulus hati (McPhee dan Ganong, 2010).

Hati terdiri dari dua jenis sel utama, yaitu hepatosit dan sel Kupffer

(Gambar 1). Hepatosit aktif secara metabolis dan berasal dari epitel, sedangkan

sel Kupffer merupakan sel makrofag yang berada di lapisan dalam sinusoid

hepatik. Makrofag ini membunuh bakteri atau partikel asing yang masuk ke

(25)

satuan anatomik yang disebut lobulus, ditunjang oleh kerangka retikulin di

sekitar pembuluh vaskular yang disebut sinusoid. Antara sinusoid dengan

lempeng hepatosit terdapat ruang yang mengandung cairan interstisium (tanpa

eritrosit), tempat zat gizi dan produk sisa berdifusi untuk berpindah antara

darah sirkulasi dan hati (Sacher and McPherson, 2002; Shier, Butler, and

Lewis, 2006).

Darah masuk ke hati melalui dua sumber, yaitu arteri dan vena. Arteri

hepatika membawa darah arteri langsung dari aorta yang kaya oksigen dan

membawa produk sisa metabolik dari seluruh tubuh. Vena porta mengalirkan

darah yang sebelumnya mengalir melalui jaringan perifer limpa dan dari

saluran cerna. Cabang arteri hepatika dan vena porta mencapai bagian perifer

setiap lobulus melalui triad porta agar tercapai distribusi zat gizi yang

maksimum ke hapatosit. Dengan demikian, darah sinusoid adalah campuran

darah arteri dan vena. Vena sentral menerima semua darah dan mengambalikan

ke sirkulasi sistemik melalui vena hepatika yang besar, yang mengalirkannya

ke vena kava inferior. Dua pertiga darah yang beredar melalui hati berasal dari

vena porta, sisanya dari aorta, sehingga darah sinusoid mengandung lebih

sedikit oksigen dibanding darah yang masuk ke sebagian besar organ lain

(McPhee dan Ganong, 2010; Sacher and McPherson, 2002).

Empedu merupakan produk sekretori hati yang disekresikan oleh

hepatosit ke tubulus-tubulus halus, yang disebut kanalikulus biliaris.

Kanalikulus biliaris yang menyatu membentuk duktulus, yang menempati

(26)

Duktulus-duktulus empedu menyatu membentuk saluran empedu intrahati yang

semakin besar, akhirnya membentuk duktus ekstrahepatik yang mengalirkan

empedu dari hati ke kandung empedu (Sacher and McPherson, 2002).

2. Fungsi hati

Hati berperan penting dalam aktivitas metabolik. Hati berfungsi untuk

merombak sel darah merah yang tua; mengekskresi bilirubin sebagai produk

perombakan hemoglobin di empedu; detoksifikasi racun; menyimpan Fe2+ dan

vitamin A, D, E, dan K yang larut air; memproduksi protein plasma seperti

albumin dan fibrinogen; menyimpan glukosa sebagai glikogen setelah makan;

merombak glikogen menjadi glukosa untuk menjaga kadar glukosa dalam

darah; memproduksi urea hasil perombakan asam amino; dan membantu dalam

regulasi kolesterol dalam darah serta mengubahnya menjadi garam empedu

(Mader, 2010).

3. Jenis Kerusakan Hati

Toksin dapat merusak hati dengan berbagai jenis kerusakan seperti:

a. Perlemakan hati (Steatosis). Perlemakan hati dapat timbul karena konsumsi

berlebih dari alkohol atau racun dengan bahan kimia seperti CCl4,

dimetilnitrosamin, polyhalogenated biphenyls, atau fosfor. Steatosis

dikarakterisasi dengan penumpukan droplet trigliserida di sitoplasma, yang

dapat mengganggu sintesis dan transport lipoprotein (trigliserida, fosfolipid,

dan glikoprotein). Trigliserida dilepaskan di darah dalam bentuk VLDL.

Namun apabila sintesis lipoprotein terganggu, maka lipopreotein tersebut

(27)

(Timbrell, 2009). Pemeriksaan yang dilakukan pada kerusakan ini adalah

pemeriksaan enzim alanin aminotransferase (ALT), aspartat

aminotransferase (AST), dan ALP (Dudgale, 2013).

b. Kematian hepatosit (Necrosis). Penampakan morfologi nekrosis merupakan

hasil denaturasi protein intraselular dan digesti enzimatik dari hepatosit

yang mati, ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil di sitoplasma dan

tampak homogen dibanding sel normal karena telah kehilangan glikogen

(Robins dan Cotran, 2010). Keparahan sel ini bergantung pada senyawa

toksik, dimana nekrosis bisa terjadi secara lokal maupun menyebar hingga

seluruh bagian hati. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kerusakan ini

adalah pemeriksaan enzim ALT, AST, glutamate dehydrogenase (GLDH),

ornithine-carbonyl-transferase, γ-glutamyl transpeptidase, dan sorbitol

dehydrogenase (Timbrell, 2009).

c. Kolestasis. Kolestasis merupakan kondisi patologis karena gangguan

pembentukan maupun aliran cairan empedu, yang menyebabkan

penumpukan zat warna empedu pada parenkim hepatik. Pembentukan

empedu terjadi tergantung pada transportasi ATP empedu ke lumen

kanalikuli. Pada beberapa senyawa kimia tertentu yang dapat mempengaruhi

permeabilitas membran dan mengganggu gradien Na+ dan K+, senyawa

tersebut dapat menyebabkan terjadinya kolestasis. Gangguan pembentukan

maupun aliran cairan empedu dapat terjadi akibat kerusakan kanal empedu

baik ekstra maupun intra hepatik, atau gangguan sekresi cairan empedu

(28)

peningkatan serum ALP dan GGT, enzim yang ada pada selaput hepatosit

dan sel epitel saluran empedu (Robins dan Cotran, 2010).

d. Sirosis. Akibat adanya inflamasi pada sel hati, maka sel hati memperbaiki

dengan membentuk bekas luka atau parut kecil yang disebut fibrosis.

Adanya fibrosis menyebabkan fungsi hati terganggu. Padahal, semakin

rusak hati, semakin banyak fibrosis yang terbentuk dan mulai menyatu, dan

disebut sirosis. Area hati yang rusak akibat sirosis dapat menjadi permanen

dan sikatriks sehingga darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan

hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras (Direktorat Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).

4. ALP

Alkaline phosphatase (ALP) adalah protein yang ada di jaringan tubuh,

mengkatalisis hidrolisis ester fosfat organik dalam suasana basa (Pramushinta,

2008). Di mitokondria, ALP menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi (Zhang,

Buchet, Azzar, 2004). ALP kadar tinggi terdapat dalam sel-sel yang cepat

membelah atau aktif secara metabolis, seperti di hati, saluran empedu, dan

tulang (Sacher and McPherson, 2002). Di hati, ALP dapat ditemukan di

mitokondria hepatosit dan membran plasma sel kanalikuli biliaris (Talwar and

Srivastava, 2003).

Untuk mengetahui aktivitas ALP dapat dilakukan pengukuran uji dengan

darah. Nilai normal aktivitas ALP manusia adalah 53-128 U/L pada pria dan

42-98 U/L pada wanita (Dudgale, 2013). Peningkatan aktivitas ALP memiliki

(29)

biasanya terjadi pada wanita hamil dan anak-anak pada masa pertumbuhan.

Peningkatan tidak normal dapat terjadi karena obstruksi biliaris, tumor tulang

osteoblastik, osteomalasia, gangguan hati atau hepatitis, hiperparatiroid,

leukimia, atau limfoma (Dudgale, 2013).

Meningkatnya aktivitas ALP serum dari hati biasanya berkaitan dengan

kolestasis, tetapi tidak sepenuhnya spesifik untuk kolestasis. Peningkatan

kurang dari tiga kali lipat dapat dijumpai pada hampir semua jenis penyakit

hati (Longo dan Fauci, 2013). Peningkatan aktivitas ALP 3-10x dari nilai

normal menunjukkan adanya obstruksi biliaris ekstrahepatik oleh batu, oklusi

inkomplit, duktus intrahepatik atau ekstrahepatik, sedangkan peningkatan lebih

dari 10x nilai normal menunjukkan adanya sirosis biliaris primer,obstruksi

duktus biliaris ekstrahepatik oleh tumor, infiltrasi granulomatosa atau

neoplastik daerah porta, serta atresia kongenital duktus biliaris intrahepatik

(Sacher and McPherson, 2002). Aktivitas enzim ALP digunakan sebagai

indikator adanya gangguan sistem sekresi hati (Ernawati, 2006).

B. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak

berwarna, dengan aroma yang manis, berbau menyengat agak menyerupai

kloroform, memiliki titik didih 76,8°C. Cairan yang mempunyai titik lebur -23°C

ini dapat larut dalam etanol, aseton, naphtha; dapat dicampur dengan alkohol,

benzen, kloroform, eter, karbon disulfida, petroleum eter, minyak; tetapi sangat

(30)

g/mol dapat mengalami dekomposisi menjadi bentuk klorin dan phosgene

(Phillips, 2014).

Karbon tetraklorida diproduksi dalam jumlah besar untuk cairan lemari

pendingin dan propellants untuk kaleng aerosol, sebagai pelarut minyak, lemak,

pernis, wax, karet dan resin, dan bahan pembersih. Sejak tahun 2002, penggunaan

karbon tetraklorida sudah dilarang di masyarakat karena akan mempengaruhi

organ hati, ginjal, dan sistem saraf pusat, baik paparan melalui inhalasi maupun

oral, bila terpapar pada manusia. Namun penggunaan cairan ini masih dapat

dijumpai di kawasan industri (McCarthy, 2000).

Gambar 2. Metabolisme karbon tetraklorida di hati (Timbrell, 2009).

Hati adalah target utama akibat toksisitas karbon tetraklorida, karena

karbon tetraklorida (CCl4) dimetabolisme oleh enzim CYP2E1 yang banyak

(31)

triklorometil (●CCl3) (Gambar 2). Senyawa radikal ini akan mengalami beberapa

reaksi. Radikal triklorometil akan mengikat lemak mikrosomal dan protein,

kemudian bereaksi langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang akan

menimbulkan efek toksik; dengan atom hidrogen akan membentuk klorofom;

dengan oksigen akan membentuk peroksidasi lipid yang toksik; dan dengan

oksigen akan membentuk radikal peroksi triklorometil (Timbrell, 2009).

Pembentukan peroksidasi lipid di retikulum endoplasma (RE) akan menyebabkan

membran mengalami autokatalitis. Kurang dari 30 menit setelah pemaparan,

terjadi pemecahan lemak tak jenuh yang memberikan senyawa karbonil, seperti

4-hydroxynenal dan hydroxyalkenal yang dapat menghambat sintesis enzim dan

protein plasma. Selama 2 jam setelah pemaparan CCl4 terjadi pembengkakan RE

halus serta pemisahan ribosom dari RE halus (Kumar, Abbas, Fausto, and

Mitchell, 2007).

Pemejanan karbon tetraklorida dapat mengakibatkan trigliserida

menumpuk di hepatosit dan tampak sebagai droplet lipid. Lipid dalam hepatosit

ini menghambat sintesis protein, dan mengakibatkan berkurangnya produksi

lipoprotein kompleks. Lipoprotein kompleks bertanggung jawab terhadap

transport lipid keluar dari hepatosit. Gangguan ini mengakibatkan lipid

terakumulasi dalam hepatosit dan terjadi steatosis (Timbrell, 2009). Selain itu,

terjadi pula kerusakan pada mitokondria, penurunan jumlah ATP sebagai hasil

kegagalan transport ion dan pembengkakan sel yang progresif; kerusakan

membran plasma akibat produksi aldehid lemak dari peroksidasi lipid di RE. Pada

(32)

kematian sel (Kumar, et al., 2007). Peningkatan aktivitas ALP di darah dapat

terjadi akibat adanya kebocoran membran plasma sel (Sacher and McPherson,

2002) serta pembengkakan sel hepatosit akibat paparan CCl4 yang menyebabkan

kanalikuli biliaris terdesak dan mengalami penyempitan sehingga terjadi

kolestasis (Gupta, 2012).

C. Persea americana Mill. 1. Taksonomi

Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)

Sub kerajaan : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)

Sub kelas : Magnoliidae

Butter fruit, Avocado, Avocado-pear, Alligator pear (Inggris); Avocat,

Avocatier, Zaboka, Zabelbok (Perancis); Avocadobirne (Jerman); Avokad,

Adpukat (Indonesia); Apukado, Avokado (Malaysia); Pagua, Aguacate

(33)

3. Morfologi

Tanaman P. americana Mill. dapat tumbuh di iklim tropis maupun

subtropis, daunnya berwarna hijau (Idris, Ndukwe, Gimba, 2009), tinggi

tanaman P. americana Mill. mencapai 9-20 m (World Agroforestry Centre,

2002). Daun P. americana Mill. memiliki panjang 7-41 cm dengan berbagai

variasi bentuk (elips, oval, lanset), berwarna merah saat muda dan menjadi

kasar serta berwarna hijau tua saat matang. Bunganya berwarna hijau

kekuningan dan berdiameter 1-1,3 cm (World Agroforestry Centre, 2002).

Kulit buah P. americana Mill. berwarna hijau dan berdaging tebal berwarna

kuning (Leite, Brito, Cordeliro, Brilhante, Sidrim, Bertini, et al., 2009), lembut

dan bertekstur seperti krim (Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar,

Mohammed, 2012).

4. Kandungan kimia

Dalam penelitiannya, Vinha, et al. (2013) menemukan bahwa kulit

Persea americana Mill. memiliki kandungan fenolik, flavonoid, karotenoid,

vitamin C, dan vitamin E.

5. Khasiat dan kegunaan

Daun Persea americana Mill. dapat dimanfaatkan sebagai diuretik,

astringen, mengobati batuk, pelancar menstruasi, emollient, dan antibakteri

(Hariana, 2007). Persea americana Mill. juga banyak digunakan dalam

Ayurveda serta berbagai pengobatan seperti monorrhagia, hipertensi, bronkitis,

dan diare (Yasir, Das, and Kharya, 2010). Ekstrak heksana dan etanol dari kulit

(34)

2014); ekstrak kulit Persea americana Mill. memiliki aktivitas antimikroba

(Servillon, et al., 2014); serta mampu menghambat oksidasi lipid dan protein

pada daging roti (Carpena, et al., 2011).

D. Landasan Teori

Hati adalah kelenjar terbesar pada tubuh manusia dengan berat

1400-1600 gram pada orang dewasa (Robbins dan Cotran, 2010), berperan penting

dalam aktivitas metabolik, seperti merombak sel darah merah yang tua,

mengekskresi bilirubin, detoksifikasi racun, dan memproduksi protein plasma

(Mader, 2010). Aktivitas ALP di atas nilai normal menunjukkan adanya penyakit

tertentu, seperti gangguan hati (Dudgale, 2013), dan dapat digunakan sebagai

indikator adanya gangguan sistem sekresi hati (Ernawati, 2006).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang mampu

menginduksi kerusakan hati. Karbon tetraklorida yang dimetabolisme oleh

CYP2E1 akan menghasilkan radikal bebas triklorometil. Radikal bebas tersebut

akan mengalami berbagai reaksi. Salah satu reaksinya mengakibatkan terjadinya

peroksidasi lipid yang dapat menghambat sintesis protein. Sintesis protein yang

terhambat mengakibatkan produksi lipoprotein menurun dan terjadi

penghambatan transport lipid keluar dari hepatosit. Penumpukan lipid dalam

hepatosit inilah yang disebut steatosis. Peroksidasi lipid juga dapat mengganggu

homeostasis Ca2+ sehingga menyebabkan kematian sel (Timbrell, 2009).

Pada penelitian yang dilakukan Putri (2013), pemberian jangka panjang

(35)

dengan melihat penurunan aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon

tetraklorida 2 mL/kgBB. selain itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al., (2013),

kandungan total fenolik dan flavonoid pada biji dan kulit Persea americana Mill.

relatif hampir sama. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang

nantinya akan diketahui pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea

americana Mill. dalam mencegah kerusakan hati dengan melihat penurunan

aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.

E. Hipotesis

Pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. dapat

(36)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian infusa kulit Persea americana

tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung. Penurunan aktivitas enzim alkali fosfatase tikus

jantan terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa kulit Persea

americana selama 6 hari.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan

galur Wistar yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan antara 150-250

gram; cara pemberian hepatotoksin secara intraperitoneal; cara pemberian

infusa kulit Persea americana secara per oral; frekuensi waktu pemberian

infusa kulit Persea americana Mill. (satu kali sehari selama 6 hari

berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama); dan bahan uji berupa

(37)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang

digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Infusa kulit Persea americana Mill. Infusa serbuk kering kulit Persea

americana Mill. didapatkan dengan cara menginfundasi 8 gram serbuk

kering kulit Persea americana Mill. dalam 100,0 ml air pada suhu 90°C

selama 15 menit.

b. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian infusa kulit

Persea americana Mill. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut

dalam waktu pemberian yang sama.

c. Penurunan aktivitas ALP. Didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ALP

serum tikus dosis perlakuan yang dibandingkan dengan aktivitas ALP

serum tikus kontrol hepatotoksin.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur

Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang

diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata

(38)

b. Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang

diperoleh dari salah satu depot es di Yogyakarta selama bulan Juni-Juli

2014.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh

dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

b. Pelarut hepatotoksin digunakan larutan olive oil Bertoli® yang diperoleh

dari Supermarket Mirota Kampus, Yogyakarta.

c. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil Bertoli®.

d. Pelarut untuk infusa digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium

Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Reagen serum ALP

Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALP Abbott yang digunakan adalah

sebagai berikut.

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Abbott

Komposisi Konsentrasi

(39)

ukur, cawan porselen, penangas air, kain flannel, tabung reaksi, labu ukur, pipet

tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler

Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi

per oral dan syringe 3 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, dan moisture

balance.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi Persea americana Mill.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan Persea americana Mill.

yang diperoleh dari salah satu depot es di Yogyakarta dengan buku acuan.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang

masih segar dan tidak busuk selama bulan Juni-Juli 2014.

3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill.

Kulit Persea americana Mill. dicuci bersih dan dipisahkan dari kulitnya.

Setelah itu, kulit dipotong-potong lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C

selama 24 jam. Setelah kulit benar-benar kering, kulit dihaluskan dan diayak

dengan ayakan nomor 40 agar kandungan fitokimia dalam kulit Persea

americana Mill. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk lebih

besar.

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill.

Serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang sudah diayak,

(40)

diratakan. Bobot serbuk kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum

pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 110°C. Serbuk kering

kulit Persea americana Mill. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan

dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan

perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar

air serbuk kulit Persea americana Mill.

5. Pembuatan infusa serbuk kulit Persea americana Mill.

Serbuk kering kulit Persea americana Mill. ditimbang 8,0 g dan

dimasukkan ke dalam 16,0 ml pelarut aquadest dan kemudian ditambahkan lagi

aquadest sebanyak 100,0 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C dan dijaga

tetap dalam suhu tersebut selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika

suhu campuran mencapai 90°C. Setelah 15 menit, campuran tersebut diambil

dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa kulit Persea

americana Mill. yang dikehendaki.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida

Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50%, dengan cara

melarutkan 50 ml karbon tetraklorida ke dalam olive oil sebanyak 50 ml

berdasarkan hasil penelitian Janakat dan Al-Merie (2002).

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida. Pemilihan dosis ini

dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu

(41)

ALT-AST dalam serum darah paling tinggi. Dosis hepatotoksik ini mengacu

pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dan orientasi melalui induksi

hewan uji dengan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara i.p.

b. Penetapan dosis infusa kulit Persea americana Mill. Berdasar penelitian

yang dilakukan Putri (2013), konsentrasi infusa biji Persea americana Mill.

yang mampu memberikan efek hepatoprotektif adalah 8 g/100 mL. Selain

itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al. (2013), kandungan flavonoid

pada kulit dan biji Persea americana Mill. relatif sama. Maka penelitian ini

menggunakan dosis seperti pada penelitian yang dilakukan Putri.

Peringkat dosis didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan pada

masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk kulit Persea americana

Mill. yang direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang

digunakan adalah 4 g/70 kgBB manusia. Konversi dosis tikus (manusia 70

kg ke tikus 200g) = 0,018.

Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 4g = 0,72 g/200 g BB = 360 mg/kgBB

sebagai dosis rendah. Konsentrasi maksimal infusa kulit Persea americana

Mill. yang dapat dibuat adalah 8 g/ 100 ml, dengan asumsi berat badan

hewan uji maksimal adalah 250 g, dan volume maksimal pemberian infusa

secara p.o = 5 ml. Berdasarkan perhitungan,

D x 250 g = 8 g/ 100ml x 5 ml

(42)

Untuk mendapatkan dosis tengah perlakuan, terlebih dahulu dihitung faktor

kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi yang sudah diperoleh.

Perhitungan faktor kelipatan adalah sebagai berikut :

� � ���

� �ℎ

−1

N = Jumlah peringkat dosis yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 3

peringkat dosis maka n = 3, sehingga perhitungannya sebagai berikut :

1600 360

3−1

= 2,1 (faktor kelipatan)

Berdasarkan faktor kelipatan yang diperoleh maka dosis tengah dan dosis

rendah perlakuan ditentukan sebagai berikut,

D = 1600 mg/ kgBB : 2,1 = 761,90 mg/ kgBB (dosis tengah)

D = 761,90 mg/ kgBB : 2,1 = 362,81 mg/ kgBB (dosis rendah)

c. Penetapan waktu pencuplikan darah

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), waktu optimum

kenaikan serum ALT-AST akibat pemejanan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

adalah pada jam ke-24. Penetapan waktu pencuplikan ini ditentukan dengan

orientasi tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke–0, 24, dan 48

setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri

dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh

(43)

8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Digunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar sebagai hewan uji yang

dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima

ekor tikus.

a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida : olive

oil (1:1) dosis 2 ml/kgBB secara i.p.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kgBB secara i.p.

c. Kelompok III (kontrol IKPA) diberi infusa kulit P. americana Mill. dosis

1600 mg/kgBB secara p.o. selama 6 hari berturut-turut.

d. Kelompok IV (IKPA dosis 362,81 mg/kgBB) diberi infusa kulit P.

americana Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.

e. Kelompok V (IKPA dosis 761,90 mg/kgBB) diberi infusa kulit P.

americana Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.

f. Kelompok VI (IKPA dosis 1600 mg/kgBB) diberi infusa kulit P. americana

Mill.secara p.o. sekali sehari selama 6 hari berturut-turut.

Pada hari ketujuh kelompok IV-VI diberi larutan karbon tetraklorida

dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam paska induksi karbon

tetraklorida, tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, kemudian

diukur aktivitas ALP.

9. Pembuatan serum

Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung

(44)

selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm, lalu dipisahkan bagian

supernatannya.

10. Pengukuran aktivitas ALP

Penetapan aktivitas ALP ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik

menggunakan reagen kit Abbott® ALP yang terdiri dari reagen 1 (

2-Amino-2-methylpropanol > 1.2 mol/L, Magnesium > 7.2 mmol/L, Zinc Sulfate > 3.6

mmol/L, dan HEDTA > 7.2 mmol/L) dan reagen 2 (4-Nitrophenyl Phosphate >

171.6 mmol/L). Prosedur penetapan aktivitas ALP berdasarkan prosedur kerja

dari Abbott®. Pengukuran aktivitas ALP ini dilakukan di Laboratorium

Parahita, Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALP diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui

distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi data yang

normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA)

dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing

kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan

masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak

bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak

normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui

perbedaan aktivitas ALP antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann

(45)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka

panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALP serum dan

mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana

Mill. dengan penurunan aktivitas ALP yang dihasilkan pada tikus jantan

terinduksi karbon tetraklorida.

Hasil penelitian yang akan dibahas adalah determinasi Persea americana

Mill., penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill., dan pemeriksaan

aktivitas ALP serum.

A. Determinasi Persea americana Mill.

Determinasi bertujuan untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan

untuk penelitian memang benar bahan yang dimaksud, di mana pada penelitian ini

bahan yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. Determinasi dilakukan

secara makroskopis dengan mencocokkan Persea americana Mill. yang diperoleh

dari salah satu depot es di Yogyakartadengan buku acuan. Hasil determinasi yang

diperoleh adalah kulit yang digunakan benar kulit Persea americana Mill.

B. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dari serbuk kulit Persea americana Mill. bertujuan

(46)

yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. ditetapkan di LPPT

Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan metode gravimetri. Hasil penetapan

kadar air sebuk kulit Persea americana Mill. memiliki kadar sebesar 7,1%, hal ini

menunjukkan bahwa kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. memenuhi

persyaratan serbuk yang baik.

C. Penentuan Dosis Infusa

Berdasar penelitian yang dilakukan Putri (2013), konsentrasi infusa biji

Persea americana Mill. yang mampu memberikan efek hepatoprotektif adalah 8

g/100 mL. Selain itu, mengacu pada penelitian Vinha, et al. (2013), kandungan

flavonoid pada kulit dan biji Persea americana Mill. tidak berbeda bermakna.

Maka penelitian ini menggunakan konsentrasi dosis seperti pada penelitian yang

dilakukan Putri, dengan dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill.

1600 mg/kgBB sebagai dosis tinggi; 761,90 mg/kgBB sebagai dosis tengah; dan

362,81 mg/ kgBB sebagai dosis rendah.

D. Penentuan Dosis Hepatotoksik Karbon Tetraklorida

Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida bertujuan untuk

mengetahui dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan hati

tikus dengan tanda peningkatan aktivitas ALP dalam serum darah. Dosis

hepatotoksik ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dan hasil

(47)

secara i.p. Di mana dosis tersebut menyebabkan kerusakan ringan pada hati

berupa steatosis (Timbrell, 2009).

Pada saat orientasi, peneliti menggunakan ALT sebagai parameter

kerusakan hati akibat toksisitas karbon tetraklorida. Hal ini mengacu pada

penelitian Vohra dan Gupta (2013) bahwa kerusakan hati akibat paparan karbon

tetraklorida mengakibatkan peningkatan aktivitas ALT yang sebanding dengan

peningkatan ALP.

E. Penentuan Waktu Pencuplikan Darah

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji bertujuan untuk

mengetahui waktu optimal karbon tetraklorida 2 mL/kgBB yang mampu

memberikan efek kerusakan hati maksimal berdasar kenaikan aktivitas serum

ALT-AST tertinggi pada tikus. Karbon tetraklorida 2 mL/kgBB diinduksikan pada

tikus, kemudian tikus diambil darahnya dengan selang waktu 0, 24, dan 48 jam.

Tabel II. Rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam (n=3)

Selang waktu (jam) Rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (mg/dL)

0 72,3 ± 4,5

24 217,3 ± 2,1

(48)

Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam.

Uji Kolmogorov-Smirnov pada aktivitas serum ALT tikus jam ke-0, 24,

dan 48 menunjukkan signifikansi 0, 999 (p>0,05); 0,944 (p>0,05); dan 1,000

(p>0,05). Hasil analisis pola searah One Way ANOVA menunjukkan signifikansi

0,515 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variansi data homogen.

Kemudian data dianalisis dengan uji Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan

perbedaan antar kelompok tersebut.

Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas serum tikus paska induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

Selang waktu (jam) 0 24 48

0 B TB

24 B B

48 TB B

Keterangan: B= Berbeda bermakna (p0,05); TB= Berbeda tidak bermakna (p>0,05).

Pada tabel II, nampak bahwa aktivitas serum ALT tertinggi terjadi pada

(49)

menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas serum ALT jam ke-24 yang terjadi

signifikan dan berbeda bermakna dibandingkan dengan jam ke-0 dan 48. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi kerusakan hati dengan parameter peningkatan

aktivitas ALT serum tersebut. Pada jam ke-48, aktivitas ALT serum tikus

mengalami penurunan (90,3 ± 2,9 mg/dL) yang secara statistik berbeda tidak

bermakna terhadap jam ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-48 fungsi

hati kembali normal. Berdasarkan analisis tersebut, maka ditetapkan waktu

pencuplikan darah aktivitas serum ALT paska induksi karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB adalah jam ke-24.

F. Penentuan Lama Pemejanan Infusa Kulit Persea americana Mill.

Penentuan lama pemejanan infusa kulit Persea americana Mill.

berdasarkan penelitian Putri (2013) yang berjudul “Efek Hepatoprotektif Infusa

Biji Persea americana Mill. terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus

Terinduksi Karbon Tetraklorida”, yaitu pemejanan ekstrak selama 6 hari berturut

-turut, kemudian pada hari ketujuh hewan uji diinduksi karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB.

G. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Infusa Kulit Persea americana Mill.

Penelitian ini diawali dengan pemejanan infusa kulit Persea americana

Mill. pada hewan uji satu kali sehari selama 6 hari, kemudian diinduksi karbon

tetraklorida untuk melihat pengaruh pemberiannya. Data aktivitas ALP serum

(50)

signifikansinya. Kemudian data kebermaknaan perbedaan antar perlakuan diuji

dengan uji Scheffe (tabel V).

Tabel IV. Rata-rata ± SE aktivitas ALP serum tikus pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan

Rerata aktivitas ALP

± SE (mg/dL) I Kontrol CCl4 dosis 2 mL/kgBB 440,2 ± 37,7

II Kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB 274,2 ± 25,7

III IKPA 1600 mg/kgBB 242,6 ± 14,5

IV IKPA 362,81 mg/kgBB + CCl4 dosis

2 mL/kgBB 167,0 ± 10,4

V IKPA 761,90 mg/kgBB + CCl4 dosis

2 mL/kgBB 236,4 ± 17,1

VI IKPA 1600 mg/kgBB + CCl4 dosis 2

mL/kgBB 504,4 ± 49,4 Keterangan: IKPA= Infusa Kulit Persea americana Mill.

(51)

Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas ALP serum tikus pada kelompok perlakuan

Keterangan: IKPA= Infusa kulit Persea americana Mill.; B= Berbeda bermakna (p0,05); TB= Berbeda tidak bermakna (p>0,05).

H. Kontrol Olive Oil Dosis 2 mL/kgBB

Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol olive oil bertujuan untuk

menegaskan bahwa pelarut (olive oil) yang digunakan tidak memberikan

pengaruh hepatotoksik terhadap serum tikus. Penggunaan dosis pada olive oil

sama dengan dosis CCl4 agar hasilnya nanti dapat dibandingkan, sehingga

diperoleh pembuktian bahwa peningkatan aktivitas ALP pada serum tikus murni

karena CCl4.

Berdasarkan penelitian Rosari (2013) dan Putri (2013), penggunaan olive

oil dosis 2 mL/kgBB tidak memberikan efek hepatotoksik berupa peningkatan

aktivitas ALT. Adapun Vohra dan Gupta (2013) melaporkan bahwa peningkatan

aktivitas ALT sebanding dengan peningkatan aktivitas ALP. Berdasarkan

penelitian tersebut, maka peneliti menggunakan olive oil sebagai pelarut

hepatotoksin. Aktivitas ALP serum kontrol olive oil 274,2 ± 25,7 mg/dL dapat

(52)

I. Kontrol Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB

Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB

bertujuan untuk mengetahui pengaruh hepatotoksik senyawa model. Panjaitan,

Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, dan Manalu (2007) melaporkan bahwa

pemberian karbon tetraklorida 1,0 mL/kgBB menyebabkan peningkatan aktivitas

ALP serum tikus 1,6 kali dari nilai normal dan hasil uji histopatologi

menunjukkan bahwa efek hepatotoksik yang ditimbulkan berupa steatosis.

Aktivitas ALP serum tikus kelompok kontrol hepatotoksin yang diberi

perlakuan CCl4 2 mL/kgBB (440,2 ± 37,7 mg/dL) bila dibandingkan dengan

kelompok kontrol negatif yang diberi perlakuan olive oil 2 mL/kgBB (274,2 ±

25,7 mg/dL) pada uji Scheffe menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dan

terjadi peningkatan aktivitas ALP serum tikus 1,6 kali (Tabel V). Peningkatan

aktivitas ALP pada kontrol hepatotoksin ini membuktikan bahwa karbon

tetraklorida menyebabkan kerusakan pada hati.

J. Kontrol Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 1600 mg/kgBB

Pengukuran aktivitas ALP pada kontrol IKPA bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pemberian IKPA terhadap hati tanpa pemberian toksin

karbon tetraklorida, apakah memberikan efek hepatotoksik atau tidak. Dosis yang

digunakan dalam kontrol ini adalah dosis tertinggi, karena diharapkan dosis ini

(53)

Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok kontrol IKPA (242,6 ± 14,5

mg/dL) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (274,2 ± 25,7 mg/dL)

pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Namun apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin, terdapat perbedaan yang

bermakna. Hal ini membuktikan bahwa pemberian IKPA dosis 1600 mg/kgBB

tidak menimbulkan peningkatan aktivitas ALP serum, yang mengindikasikan

tidak terjadi kerusakan di hati tikus.

K. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. (IKPA) Dosis 362,81; 761,90; dan 1600 mg/kgBB pada Tikus Jantan

Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 mL/kgBB

Penurunan aktivitas ALP serum tikus akibat pemberian IKPA berbagai

dosis perlu dievaluasi untuk mengetahui pengaruh hepatoprotektif sediaan

tersebut. Evaluasi ini dilakukan pada hari kedelapan setelah hewan uji diberi

IKPA selama enam hari berturut-turut, kemudian pada hari ketujuh hewan uji

diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB.

Kelompok IKPA 362,81 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 167,0 ±

10,4 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki

aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang

bermakna (Tabel V). Namun apabila kelompok IKPA 362,81 mg/kgBB

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang memiliki aktivitas ALP

274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang tidak bermakna (Tabel V).

(54)

menurunkan aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida, yang mana

aktivitas ALP setara seperti keadaan normal.

Kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 236,4 ±

17,1 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki

aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang

bermakna (Tabel V). Namun apabila kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang memiliki aktivitas ALP

274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang tidak bermakna (Tabel V).

Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok IKPA 761,90 mg/kgBB setara dengan

kelompok kontrol negatif, yaitu seperti keadaan normal. Hal ini membuktikan

bahwa IKPA dosis tengah mempunyai efek dalam menurunkan aktivitas ALP

serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Kelompok IKPA 1600 mg/kgBB yang memiliki aktivitas ALP 504,4 ±

49,4 mg/dL dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin yang memiliki

aktivitas ALP 440,2 ± 37,7 mg/dL menunjukkan adanya perbedaan yang tidak

bermakna (Tabel V). Aktivitas ALP serum tikus pada kelompok IKPA 1600

mg/kgBB setara dengan kelompok kontrol hepatotoksin. Namun apabila

kelompok IKPA 1600 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif

yang memiliki aktivitas ALP 274,2 ± 25,7 mg/dL, terlihat adanya perbedaan yang

bermakna (Tabel V). Hal ini membuktikan bahwa IKPA dosis tinggi mempunyai

pengaruh terhadap peningkatan aktivitas ALP serum tikus. Penyebab peningkatan

aktivitas ALP ini dimungkinkan karena terjadinya reaksi autooksidasi, di mana

(55)

prooksidan yang memiliki karakter sama persis dengan radikal bebas (Carocho

and Ferreira, 2013).

Perbandingan aktivitas ALP serum tikus dari ketiga dosis IKPA tersebut

menunjukkan bahwa dosis 362,81 dan 761,90 mg/dL memberikan pengaruh

dalam menurunkan aktivitas ALP serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Namun pada IKPA dosis 1600 mg/dL, aktivitas ALP serum tikus setara dengan

kelompok kontrol hepatotoksin, yang bermakna IKPA dosis tinggi mempunyai

efek meningkatkan aktivitas ALP serum tikus.

Pada tabel IV atau gambar 4, terlihat bahwa dengan pemberian IKPA

dosis rendah, penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan justru lebih besar

bila dibandingkan dengan pemberian IKPA dosis tinggi. Hasil uji Scheffe

menunjukkan bahwa perlakuan IKPA dosis rendah memberikan perbedaan yang

tidak bermakna bila dibandingkan dengan dosis tengah, sedangkan dosis tengah

memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan dosis tinggi.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis tidak mempengaruhi penurunan

aktibitas ALP, sehingga tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian IKPA

(56)

L. Rangkuman Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa kulit Persea

americana Mill. dosis rendah dan tengah mampu menurunkan aktivitas ALP

serum tikus dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin, artinya dosis

tersebut mampu memberikan pengaruh perubahan biokimiawi terhadap kerusakan

hati akibat senyawa model karbon tetraklorida.

Data aktivitas ALP serum tikus menunjukkan bahwa dengan pemberian

IKPA dosis rendah, penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan justru lebih

besar bila dibandingkan dengan Pemberian IKPA dosis tinggi. Hasil uji Scheffe

menunjukkan bahwa perlakuan IKPA dosis rendah memberikan perbedaan yang

tidak bermakna bila dibandingkan dengan dosis tengah, sedangkan dosis tengah

memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan dosis tinggi.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis tidak mempengaruhi penurunan

aktibitas ALP, sehingga tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian IKPA

dengan penurunan aktivitas ALP serum yang dihasilkan.

Senyawa model pada penelitian ini akan membentuk radikal bebas

triklorometil (●CCl3) akibat metabolisme oleh CYP2E1 pada retikulum

endoplasma. Dengan adanya oksigen, radikal bebas triklorometil akan membentuk

radikal peroksi triklorometil (Panjaitan, dkk., 2007). Radikal peroksi triklorometil

yang lebih reaktif kemudian menyerang lipid membran RE dan terjadi peroksidasi

lipid serta akan dihasilkan senyawa 4-hydroxyalkenal dan hydroxyalkenal.

Senyawa tersebut dapat menghambat sintesis protein dan enzim

(57)

menurun, sehingga transport lipid keluar dari hepatosit terhambat dan terjadilah

steatosis (Timbrell, 2009). Kandungan flavonoid sebagai antioksidan dalam infusa

kulit Persea americana Mill. mampu menurunkan aktivitas ALP serum tikus.

Mekanisme yang mungkin terjadi adalah flavonoid menangkap radikal

triklorometil sehingga tidak terbentuk senyawa toksik dan akhirnya RE hati tidak

rusak. Namun belum diketahui pasti mekanisme aksi senyawa tersebut bekerja di

komponen sel yang mana. Untuk lebih meyakinkan mekanisme ini, maka dapat

dilakukan penelitian khusus tentang mekanisme aksi infusa kulit Persea

americana Mill. sebagai hepatoprotektif secara in vitro. Selain itu, untuk

memastikan letak kerusakan yang ditimbulkan CCl4 maka perlu dilakukan

(58)

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisis statistik, maka dapat disimpulkan:

1. Pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. memberikan

pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi

karbon tetraklorida.

2. Tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana

Mill. dengan penurunan aktivitas ALP serum tikus jantan terinduksi karbon

tetraklorida.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang:

1. Mekanisme aksi infusa kulit Persea americana Mill. dalam memberikan

proteksi pada hati.

2. Pengaruh pemberian IKPA terhadap parameter kerusakan hati yang lain,

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Alhassan, A. J., Sule, M. S., Atiku, M. K., Wudil, A. M., Abubakar, H., Mohammed, S. A., 2012, Effects of Aqueous Avocado Pear (P. americana) Seed Extract on Alloxan Induced Diabetes Rats, Greener Journal of

Medical Sciences, 2 (1), 5-11.

Carocho, M., and Ferreira, I.C.F.R., 2013, A Review on Antioxidants, Prooxidants and Related Controversy: Natural and Synthetic Compounds, Screening and Analysis Methodologies and Future Perspectives, Food and

Chemical Toxicology, 51, 15-25.

Carpena, J.G.R., Morcuende, D., Andrade, M.J., Kylli, P., and Estévez, M., 2011, Avocado (Persea americana Mill.) Phenolics, In Vitro Antioxidant and Antimicrobial Activities, and Inhibition of Lipid and Protein Oxidation in Porcine Patties, Journal Agricultural and Food Chemistry, 59 (10), 5625-5635.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007, Pharmaceutical Care untuk

Penyakit Hati, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 46.

Dudgale, D. C., 2013, ALP-Blood Test, Medline Plus, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003470.htm, diakses tanggal 14 April 2014.

Ernawati, M. D. W., 2006, Pengaruh Paparan Udara Halotan dengan Dosis

Subanestesi terhadap Gangguan Hati Mencit, Repository Universitas

Andalas, http://repository.unand.ac.id/869/1/4_md_wiwik.doc, diakses

tanggal 4 Mei 2014.

Gupta, R.C., 2012, Veterinary Toxicology Basic and Clinical Principles, 2nd Edition, Elsevier, New York, p. 259.

Hariana, H. A., 2007, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 1, Penebar Swadaya, Depok, hal. 10-11.

Idris, S., Ndukwe, G. I., Gimba, C. E., 2009, Preliminary Phytochemical Screening and Antimicrobial Activity of Seed Extracts of P. americana

Gambar

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Abbott
Gambar 1.  Struktur lobulus hati.
Gambar 1. Struktur lobulus hati (McPhee dan Ganong, 2010).
Gambar 2. Metabolisme karbon tetraklorida di hati (Timbrell, 2009).
+6

Referensi

Dokumen terkait

dioFij 6 Pedu &amp;pd nqopt l..

sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia,

Simpulan yang dapat diambil bahwa peran brosur berbahasa China disini sangat membantu sebagai media untuk mengenalkan objek wisata Sapta Tirta Karanganyar

Daftar Stastistik Terdakwa yang mengunakan dan Terdakwa yang menolak Bantuan Hukum Secara Cuma – Cuma Pengadilan Negeri Salatiga Tahun Anggaran 2013. Data

Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang telah. mendidik dan membekali ilmu pengetahuan dan para Staf Tata Usaha

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa return keenam indeks bursa saham global secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan tetapi secara individual hanya return indeks

Terdapat beberapa permasalahan yang teridentifikasi setelah dilakukan observasi pembelajaran di SMP Negeri 4 Kota Magelang yang dirasa perlu adanya pemecahan,

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Program Studi