commit to user
PE
Jurusan
PROGRALAP
EMBUATA
PISANG
Unt gu di Fakuln/Progam
AM STUDI UNPORAN PR
AN KERU
KEPOK K
T tuk memenu una memper ltas PertaniStudi Dip
Nanin W
H
DIPLOMA FAKULT NIVERSITA SURAKTEK
UPUK DEN
KUNING
Tugas Akhir uhi sebagian roleh gelar ian Universiploma III T
Oleh :
Wahyunin
H 3108054
A III TEKN
TAS PERTA AS SEBELA URAKARTA 2011
K PRODUK
NGAN SU
(
Musa bal
commit to user
HALAMAN PENGESAHANLAPORAN PRAKTEK PRODUKSI
PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI
PISANG KEPOK KUNING (
Musa balbisiana
)
Oleh :
NANIN WAHYUNINGTYAS
H 3108054
Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji, disahkan di Surakarta,
pada tanggal :
Menyetujui
Penguji I Penguji II
Ir. Basito, M.Si
NIP. 19520615 198303 1 001
Edhi Nurhartadi, STP, MP NIP. 19760615 200912 1 002
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
commit to user
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Manjadda Wa Jadda (Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan
berhasil)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap” (Q.S. Al-Insyirah: 6-8)
PERSEMBAHAN:
Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT,
atas segala limpahan rizki dan rahmat-Nya, tugas akhir
ini aku persembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Warsito dan Ibu
Pudji Listyaningsih) yang tak pernah letih dalam
membimbing dan mendidikku agar jadi yang terbaik
2. Kakakku Teguh Wicaksono, terima kasih
dukungannya selama ini dan aku akan selalu
commit to user
KATA PENGANTARSegala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan petujukNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penulisan Laporan Praktek Produksi ‘‘PEMBUATAN KERUPUK DENGAN
SUBSTITUSI PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana)’’. Proses
pembuatan kerupuk dalam praktek produksi ini adanya penambahan buah pisang
kepok kuning yang bertujuan untuk menganekaragamkan (diversifikasi) dari buah
pisang.
Tugas Akhir ini disusun dalam rangka untuk melengkapi persyaratan guna
memperoleh gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas sebelas Maret.
2. Ir. Choirul Anam, MP. MT selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian Diploma III Fakultas Pertanian.
3. Ir. Basito, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Penguji I.
4. Edhi Nurhartadi, STP, MP selaku Dosen Pembimbing dan Penguji II.
5. Bapak dan Ibu Dosen DIII Teknologi Hasil Pertanian yang selama ini telah
memberikan ilmunya kepada saya.
6. Orang tua saya, terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah banyak
memberikan doa, dukungan baik dari segi moril maupun materil.
7. Kakakku tercinta Teguh W terima kasih atas segala dukungan moril yang
diberikan kepada adikmu ini.
8. Sahabat-sahabatku ”Eri U, Prastyarini, Fitri A” terimakasih teman atas segala
commit to user
9. Teman-teman kost Green House khususnya lnt 3 ”Mbak Maylan, Mbak Riya,
Mbak Ifa, Mbak Tantri, Windi, Kristi, Endang dan Friska” terimakasih atas
kebersamaan selama ini, dukungan dan doa kalian.
10.Teman DIII THP 2008 khususnya sahabatku ”Ganis dan Nisa” yang selama
ini telah banyak membantuku terimakasih teman.
11.Teman-teman DIII THP 2008 yang telah berjuang bersama terimakasih atas
kebersamaan dan kerjasamanya.
12.Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulisan laporan praktek produksi, terimakasih atas semangat,
saran dan dukungannya
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Laporan Praktek Produksi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.
Akhir kata penulis penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis pribadi dan pihak lain pada umumnya, selain itu juga
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ……… ... vi
DAFTAR TABEL……… ... ix
DAFTAR GAMBAR……… ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
RINGKASAN ... xii
SUMMARY ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Praktek Produksi ... 2
C. Manfaat. ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk……… ... 4
B. Bahan Pembuat Kerupuk………..……… ... 5
1. Bahan Baku.. ... 5
a. Pisang.. ... 6
b. Tepung Tapioka.. ... 9
c. Tepung Terigu ... 9
d. Air.... ... 10
2. Bahan Tambahan. ... 10
a. Bawang Putih. ... 11
b. Garam… ... 12
c. Bahan Pengembang.. ... 12
commit to user
e. Penyedap Rasa.. ... 13
C. Pengolahan Kerupuk ... 13
1. Pembuatan Adonan ... 14
2. Pencetakan……… ... 15
3. Pengukusan………15
4. Pendinginan……… .. 15
5. Pemotongan……… .. 15
6. Pengeringan……… ... 16
7. Penggorengan……….. ... 16
D. Analisis Sensori ... 16
E. Analisis Kimia ... 17
1. Kadar Air………. ... 17
2. Kadar Abu…………. ... 18
3. Lemak……… ... 18
4. Protein……… ... 18
5. Karbohidrat……….. ... 18
F. Analisis Ekonomi ... 19
BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 22
B. Metode Pelaksanaan ... 22
C. Alat dan Bahan.. ... 23
1. Alat ... 23
2. Bahan. ... 23
D. Cara Kerja.. ... 24
E. Persiapan Bahan.. ... 25
F. Analisis Kimia.. ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Praktek Produksi Kerupuk Pisang……… 28
B. Analisis Sensori ………... 31
commit to user
2. Rasa………... 32
3. Tekstur……….. 32
4. Overall (Keseluruhan)………... 33
C. Analisis Kimia………... 33
D. Analisis Ekonomi……….. 35
1. Perhitungan Biaya Tetap……….. ... 35
a. Biaya Usaha... 35
b. Amortisasi...35
c. Biaya Penyusutan/Depresiasi………36
d. Dana Sosial. ... 36
2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap. ... 37
a. Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu………... 37
b. Biaya Bahan Bakar/Energi...37
c. Biaya Perawatan dan Perbaikan...38
3. Analisis Ekonomi...42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
commit to user
DAFTAR TABELTabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Udang…… ... 5
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 g Bahan……….. ... 8
Tabel 2.3Kandungan Kimia Tepung Tapioka………. ... 9
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Bawang Putih... ... 11
Tabel 3.1 Analisis Kimia... ... 27
Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Kerupuk Pisang ………... ... 31
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kimia Kerupuk Pisang... ... 33
Tabel 4.3 Biaya Usaha... ... 35
Tabel 4.4 Amortisasi... ... 35
Tabel 4.5 Penyusutan Biaya Tetap………... ... 36
Tabel 4.6 Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu………. ... 37
Tabel 4.7 Biaya Bahan Bakar... 37
commit to user
DAFTAR GAMBARGambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk ... 14
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Pisang………... 24
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Pasta Pisang……….. ... 25
Gambar 4.1 Pembuatan Adonan Kerupuk Pisang………. 29
Gambar 4.2 Pencetakan Adonan Dalam Loyang………... ... 29
commit to user
DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Formulasi Bahan Kerupuk Pisang ... 52
Lampiran 2. Uji Organoleptik ... 52
Lampiran 3. Analisis Sensori...53
Lampiran 4. Borang Penilaian Analisis Sensori... 53
Lampiran 5. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 321……….. 54
Lampiran 6. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 412……….. 55
Lampiran 7. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 213……….. 56
Lampiran 8. Dokumentasi... 57
Lampiran 9. Prosedur dan Perhitungan Analisis Kimia……… 60
Lampiran 10. Perhitungan Biaya Perawatan dan Perbaikan dalam 1 bulan…….. 65
Lampiran 11. Perhitungan bunga modal, asuransi dan pajak……… 67
commit to user
PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana)
NANIN WAHYUNINGTYAS H 3108054
RINGKASAN
Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama
dikenal masyarakat luas. Kerupuk merupakan salah satu jenis makanan kecil yang
mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porus serta
mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Kerupuk didefinisikan sebagai
jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup
tinggi. Tetapi untuk kerupuk pisang masih jarang sekali di produksi. Pembuatan
kerupuk pisang ini untuk menganekaragamkan jenis kerupuk dan menambah nilai
gizi pada kerupuk.
Hasil penelitian menunjukkan diketahui bahwa kerupuk pisang dengan
konsentrasi 30 %, 35 % dan 40 % memiliki nilai rerata yang berbeda-beda.
Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang 30 % tidak berbeda nyata dengan
kerupuk pisang 40 %. Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang 30 % tidak
berbeda nyata dengan kerupuk pisang 35 %. Sedangkan kerupuk pisang 35 %
berbeda nyata dengan kerupuk pisang 40 %. Jika dilihat dari nilai rerata 3,40
maka sampel kerupuk pisang yang paling disukai oleh konsumen dalam hal
penerimaan secara keseluruhan adalah kerupuk pisang dengan konsentrasi
penambahan pisang sebesar 35 %. Diketahui hasil analisis kadar air terhadap
kerupuk pisang yang sudah digoreng menunjukkan rerata kadar air sebesar
2,8199%, kadar abu 2,2221 %, protein 2,1783 %, lemak 45,8431 %, dan serat
kasar 6,2930 %.
commit to user
Kerupuk Production with Banana Substitute (Musa balbisiana)
NANIN WAHYUNINGTYAS
H 3108054
SUMMARY
Kerupuk is a popular snack which is usually uses as a complement food.
Kerupuk is one of natural snack type development of volume and form the product
porus and also have density lower during frying. Kerupuk defined as made dry
food type of materials concidering high enough extract. But for the kerupuk of
banana still very rare in production. Making of this banana kerupuk to Kerupuk
type and add the value gizi kerupuk.
The result of research shows to be known that banana kerupuk with
concentration of 30 %, 35 % and 40 % owning the average value different each
other. Acceptance is as a whole banana kerupuk 30 % is not differing the reality
with banana kerupuk 40 %. Acceptance is as a whole banana kerupuk 30 %, is not
differing the reality with banana kerupuk 35 %. Is while banana kerupuk 35 %
differing the reality with banana kerupuk 40 %. If seen from average value of 3,40
hence sampel banana kerupuk the is very taken a fancy to by consumer in the case
of acceptance as a whole is banana kerupuk with concentration addition of banana
equal to 35 %. Known by the result analyse the water content banana kerupuk
which have been fried show the rate average water content 2,8199 %, ash content
2,2221 %, protein content 2,1783 %, fat content 45,8431 %, and harsh fibre
6,2930%.
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah
lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan
sebagai makanan utama melainkan sebagai makanan kecil, makanan ringan
atau sebagai pelengkap hidangan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah
kecil. Kerupuk yang biasanya beredar di pasaran hanya dibuat dari tepung
terigu dan tepung tapioka yang diberi bumbu-bumbu dan digoreng.
Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai
kandungan gizi yang rendah. Perlu dilakukan usaha penganekaragaman
makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan kandungan gizi
kerupuk.
Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang banyak
digemari. Kerupuk sangat digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat
karena harganya terjangkau dan mudah diperoleh baik di warung-warung
kecil, supermarket, sampai hotel berbintang. Kerupuk tidak hanya dikenal
oleh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat luar negeri pun sudah
mengenalnya. Kerupuk sangat beragam mulai dari bentuk, ukuran, bau,
warna, rasa, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa
disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan
bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya.
Kerupuk yang ada di pasaran di antaranya adalah kerupuk udang
dengan penambahan udang, kerupuk bawang yang ditambah dengan bawang,
dan masih banyak jenis kerupuk yang lain. Dalam proses produksi ini akan
membuat kerupuk dengan penambahan buah pisang. Dipilih kerupuk dengan
penambahan buah pisang, karena untuk menganekaragamkan (diversifikasi)
dari buah pisang.
Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah jenis buah yang mudah untuk
commit to user
masyarakat terutama di daerah penghasil pisang. Hal ini menyebabkan saat
pisang tidak terjual, para petani tidak dapat memperoleh keuntungan
maksimal, padahal buah pisang dapat diolah menjadi bentuk bahan makanan
lain yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.
Diversifikasi produk dari buah pisang masih sangat terbatas, padahal
buah pisang merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak, sehingga
harga buah pisang relatif murah. Upaya untuk meningkatkan daya guna buah
pisang dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan
jenis produk olahan pisang, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan
lain seperti pembuatan kerupuk pisang.
Pengolahan pisang menjadi produk kerupuk pisang adalah untuk
menambah nilai gizi pada kerupuk, meningkatkan nilai guna, daya guna, dan
hasil guna dari buah pisang yang rendah kualitasnya, kurang disukai, dan
murah harganya. Dalam pelaksanaan pembuatan kerupuk pisang ini bertujuan
juga untuk menciptakan diversifikasi produk kerupuk dari buah pisang
menjadi produk baru yang dapat diterima oleh masyarakat.
B. Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktek produksi adalah :
1. Mengetahui cara pengolahan kerupuk.
2. Mengetahui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk
pisang.
3. Mengetahui kandungan kimia seperti kadar air, kadar abu, protein, lemak
dan karbohidrat pada kerupuk pisang kepok kuning.
4. Melakukan inovasi dalam rangka diversifikasi (penganekaragaman)
kerupuk seperti pembuatan “Kerupuk Pisang”.
5. Melakukan uji organoleptik kerupuk pisang.
commit to user
C. ManfaatManfaat pelaksanaan praktek produksi adalah :
1. Menganekaragamkan (diversifikasi) produk yang berasal dari buah pisang
diproses menjadi kerupuk.
2. Mengetahui analisis biaya produksi kerupuk pisang.
commit to user
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Kerupuk
Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung
tapioka dicampur dengan bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk
dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di
bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak.
Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai
makanan. Komposisi bahan kerupuk beserta pengolahannya akan sangat
mempengaruhi kualitas kerupuk, dimana komposisi bahan ini juga
mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan
baku yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya
dapat berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu
yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya.
Produk kerupuk sendiri akan mengalami pengembangan akibat adanya
perlakuan panas, dimana pengembangan ini akibat adanya pengaruh dari
amilopektin dan amilosa yang terkandung dalam pati sebagai bahan baku
dasar dari pembuatan kerupuk ini (Anonima, 2011).
Menurut Wiriano (1984) kerupuk merupakan salah satu jenis makanan
kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang
porus serta mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Pada dasarnya
kerupuk diproduksi melalui proses gelatinisasi pati pada tahap pengukusan,
selanjutnya dicetak dan dikeringkan. Kerupuk didefinisikan sebagai jenis
makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup
tinggi.
Muliawan (1991) menyatakan juga bahwa kerupuk merupakan jenis
makanan ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk
yang berongga dan mempunyai densitas rendah. Proses pembuatan kerupuk
meliputi pencampuran bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan,
commit to user
pengolahan kerupuk tersebut dapat menyebabkan peningkatan kadar pati
resisten akibat perlakuan pengolahan (pengukusan, pendinginan, dan
pengeringan).
Syarat mutu dan keamanan produk dari kerupuk dengan menggunakan
SNI 2714.1:2009 kerupuk udang sebagai berikut:
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Udang
Jenis uji Satuan Persyaratan
Mutu 1 Mutu 2
a. Sensori Angka (1-9) 7 7
b. Cemaran mikroba* - ALT
- Escherichia coli
Koloni/g APM/g
Maksimal 5,0 x 104 < 3
Maksimal 5,0 x 104 < 3 c. Kimia
- Kadar air
- Abu tak larut dalam asam* - Protein
% fraksi massa
% fraksi massa % fraksi massa
Maksimal 12 Maksimal 0,2 Minimal 8 Maksimal 12 Maksimal 0,2 Minimal 5 CATATAN*) bila diperlukan
Sumber : SNI 2714.1:2009
Pada pembuatan kerupuk pisang ini digunakan bahan dasar berupa
buah pisang kepok kuning yang setengah tua. Selama ini kerupuk yang
beredar di pasaran sudah cukup banyak, antara lain kerupuk udang, kerupuk
ikan, kerupuk aci, kerupuk bawang putih, kerupuk bawang, kerupuk kulit, dan
kerupuk gendar. Tetapi untuk kerupuk pisang masih jarang sekali di produksi.
Karena buah pisang selama ini hanya dimanfaatkan dengan cara dimakan
langsung sebagai buah, digoreng, dibuat keripik pisang dan sale pisang.
Jumlah buah pisang ini di beberapa wilayah cukup melimpah dan mudah
didapat karena buah pisang tidak mengenal musim sehingga bahan baku
mudah didapat. Pembuatan kerupuk pisang ini untuk menganekaragamkan
jenis kerupuk dan menambah nilai gizi pada kerupuk.
B. Bahan Pembuat Kerupuk
1. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan dalam jumlah
yang besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan yang lain
commit to user
pisang ini bahan baku yang digunakan antara lain pisang kepok kuning,
tepung tapioka, tepung terigu dan air.
a. Pisang
Satuhu dan Supriyadi (1994) pisang (Musa paradisiacal L)
adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk
dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya tinggi, mudah didapat, dan
harganya relatif murah. Tanaman pisang di Indonesia dapat tumbuh
subur baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, dari yang
beriklim basah maupun yang beriklim kering. Buahnya setiap saat dapat
kita dapat karena tidak tergantung oleh musim. Daerah penyebarannya
hampir di seluruh Indonesia dengan sentra produksi terbesar di Jawa.
Tanaman pisang adalah suatu tumbuhan yang dari akar hingga
daunnya pun dapat dimanfaatkan oleh manusia. Umbi batang dapat
dijadikan abu karena dalam umbi batang banyak mengandung zat
kalium, abu tersebut dapat dipergunakan sebagai soda untuk membuat
sabun, batangnya sebagai makanan ternak, daunnya sebagai bahan
pembungkus, bunga pisang sebagai bahan untuk sayur, dan buahnya
selain dimakan sebagai buah dapat juga diolah menjadi berbagai macam
produk (Rismunandar, 1981).
Buah pisang merupakan sumber karbohidrat, vitamin, dan
mineral, seperti kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Vitamin
yang terdapat di dalam pisang diantaranya vitamin C, B kompleks, dan
B6. Nilai energi pisang sekitar 136 kilokalori untuk setiap 100 gram
pisang, yang kesemuanya berasal dari karbohidrat. Energi pisang sedikit
lebih lambat dicerna oleh tubuh manusia dibanding dengan energi gula
pasir atau sirup, tetapi lebih cepat daripada energi nasi, biskuit, atau
roti. Buah pisang banyak mengandung fruktosa (monosakarida)
sehingga rasanya manis. Dengan demikian, ini merupakan cadangan
energi yang cukup baik karena fruktosa sedikit lebih lambat dicerna
dalam metabolisme. Buah pisang dapat dicerna dengan mudah, gula
commit to user
sumber tenaga, dan itu sangat bermanfaat untuk pembentukan tubuh,
untuk kerja otot, dan sangat bagus untuk menghilangkan rasa lelah
(Muslimin dan Azim, 2010).
Menurut Standar Nasional Indonesia (1998) pisang kepok
kuning (Musa balbisiana) termasuk dalam klon pisang dari kelompok
ABB (triploid). Berdasarkan klasifikasi taksonomi pisang kepok kuning
ini termasuk ke dalam famili Musaceae yang berasal dari India Selatan.
Walaupun bisa dimakan dalam keadaaan segar, tetapi kegunaanya yang
lebih meluas terutama untuk diolah lebih lanjut menjadi hasil olahan.
Oleh karena sifat dan kegunaannya itu maka pisang kepok ini
merupakan komoditi pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
sehingga kemudian menyebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia
dan seluruh dunia.
Dalam dunia tumbuhan, klasifikasi pisang kepok selengkapnya
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae (suku pisang-pisangan)
Genus : Musa
Spesies : Musa balbisiana
Kulit buah pisang kepok sangat tebal dengan warna kuning kehijauan
dan kadang bernoda cokelat, dan daging buahnya manis. Pisang kepok
tumbuh pada suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar
27°C, dan suhu maksimumnya 38°C. Bentuk buah pisang kepok agak
gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya
commit to user
beratnya 80-120 gram. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning
kehijauan dan kadang bernoda cokelat. Ada dua jenis pisang kepok,
yaitu pisang kepok kuning dan pisang kepok putih. Secara kasat mata
dari luar bentuk pisangnya hampir sama. Hanya nanti saat daging
buahnya diiris, baru terlihat kalau kepok kuning berwarna kekuningan,
sedangkan kepok putih lebih pucat. Rasa kepok kuning lebih manis,
sedangkan yang kepok putih lebih asam (Anonimb, 2009).
Buah pisang kepok enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu.
Berat per tandan dapat mencapai 22 kg memiliki 10-16 sisir. Setiap sisir
terdiri dari 12-20 buah. Bila matang warna kulit buahnya kuning penuh.
Pisang kepok, yang terkenal di antaranya pisang kepok putih dan kepok
kuning. Pisang kepok putih memiliki warna daging buah putih dan
pisang kepok kuning daging buahnya berwarna kuning. Pisang kepok
kuning rasa buahnya lebih enak dibanding kepok putih sehingga lebih
disukai. Pisang kepok merupakan jenis pisang olahan yang penting
terutama pisang goreng dalam berbagai variasi, sangat cocok diolah
menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional dan tepung
(Prabawati dkk., 2008).
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 g Bahan
Jenis Zat Gizi Kandungan Gizi Air (g)
commit to user
b. Tepung TapiokaTepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu
segar (Manihot utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu,
dibersihkan dan dikeringkan. Pati merupakan komponen tapioka dan
merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga
modifikasi tepung tapiokamudah dilakukan (Rusmono, 1983).
Pati mempunyai dua komponen utama, yaitu amilosa (fraksi
terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985),
amilopektin merupakan salah satu komponen pati yang dapat
mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang
lebih tinggi akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk
yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa tinggi. Dalam
proses pembuatan kerupuk dinyatakan berhasil adalah apabila kerupuk
ketika digoreng dapat mengembang dengan baik.
Menurut Setiawan (1988) daya kembang dan tekstur akhir dari
produk dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin dari pati.
Amilosa cenderung mengurangi daya kembang dan meningkatkan
densitas kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi sebaliknya, yaitu
meningkatkan daya kembang dan menurunkan densitas kerupuk.
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Tepung Tapioka
Parameter Komposisi (%)
Kadar Air 12,00
Kadar Lemak 0,30
Kadar Abu 0,30
Kadar Protein 0,50
Karbohidrat 86,90 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1992)
c. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan tambahan dalam pembuatan
kerupuk. Presentase tepung terigu yang digunakan adalah 10 % dari
berat total tepung tapioka yang digunakan. Tepung terigu ini
ditambahkan dalam pembuatan kerupuk yang bertujuan supaya kerupuk
commit to user
d. AirAir untuk industri pangan memegang peranan penting karena
dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang
digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air
yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak
berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan
mangan (Mn), serta tidak mengganggu kesehatan dan tidak
menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).
Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat
kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan
gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang
diinginkan (Winarno, 1992).
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak
berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa (Syarif, 1988).
Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk akan mempengaruhi
tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk
akhir. Bila jumlah air kurang, tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama
pengukusan sehingga kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik.
Apabila jumlah air yang digunakan berlebih, adonan menjadi lembek
sehingga adonan sulit dibentuk dan kerupuk sulit diiris.
Fungsi air dalam adonan kerupuk adalah untuk melarutkan
garam, gula dan bumbu-bumbu, juga untuk menyebarkan bahan-bahan
secara merata dalam pembuatan adonan. Perbandingan air dan tepung
untuk mendapatkan adonan yang baik adalah 1:3 (Lavlinesia, 1995).
2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi
bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk. Bahan tambahan yang biasa
digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah garam, gula, bumbu, dan
bahan pengembang. Menurut (Djumali dkk., 1982) bumbu yang digunakan
commit to user
cita rasa kerupuk. Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan
kerupuk pisang ini antara lain: bawang putih, garam, bahan pengembang,
gula pasir, dan penyedap rasa (Mono Sodium Glutamat).
a. Bawang Putih
Menurut Sugito (1992) bawang putih termasuk tanaman rempah
yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam manfaat.
Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyebab masakan
yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Di
dalam bawang putih terkandung banyak zat kimia yang bermanfaat.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram
Kandungan Jumlah Air
Energi Protein Lemak Karbohidrat Ca
P K
66-71 gr 95-122 kal 4-7 gr 0,2-03 gr 23-24 gr 26-42 mg 15-109 mg 346 mg Sumber : Sugito (1992)
Bawang putih merupakan salah satu komoditi pertanian yang
banyak dibutuhkan penduduk di dunia, terutama dimanfaatkan sebagai
bahan penambah penyedap beberapa jenis makanan. Sekarang banyak
yang memanfaatkan bawang putih dalam bentuk olahan. Umbi bawang
putih mengandung sejenis minyak atsiri (methyl-allyl disulfida) yang
berbau menyengat (Santoso, 1988).
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih
merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan
makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna
meningkatkan selera makan (Pangkulun dan Budhiarti, 1992). Bawang
putih harus digunakan dengan hati-hati karena adanya bau yang kuat
commit to user
b. GaramMenurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan,
fungsi utama dari garam adalah sebagai sebagai pemberi rasa, masakan
tanpa garam, meskipun diberi bumbu-bumbu yang banyak akan terasa
hambar.
Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk
menambah cita rasa produk akhir. Garam mempengaruhi aktivitas air
dari bahan dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan
menurunnya kadar air. Konsentrasi rendah (1%-3%) garam tidak
bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang
dapat memberi cita rasa gurih pada bahan pangan (Buckle et al., 1987).
c. Bahan Pengembang
Pengembang adonan dapat berasal dari uap air, udara dan gas
CO2, tetapi yang utama adalah pengembang CO2 yang berasal dari
pereaksi kimia atau hasil fermentasi mikroorganisme. Menurut
Lavlinesia (1995), pereaksi kimia yang umum digunakan merupakan
kumpulan garam anorganik yang ditambahkan ke dalam bahan pangan
atau gabungan dengan pereaksi lainnya. Tepung soda kue merupakan
bahan pengembang adonan yang terdiri dari NaHCO3 dan tepung
(Winarno, 1997).
Menurut Wiriano (1984) bahan pengembang yang biasa
digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah soda kue atau natrium
bikarbonat (NaHCO3) karena harganya relatif murah, kemurnian tinggi,
cepat larut dalam air pada suhu kamar dan toksisitasnya rendah.
Penggunaan bahan pengembang natrium bikarbonat (NaHCO3) pada
prinsipnya menghasilkan gas CO2 sehingga kerupuk menjadi mekar
ketika kerupuk digoreng. Senyawa NaHCO3 akan bereaksi dengan
bahan-bahan lain di dalam adonan dan melepaskan gas CO2. Gas CO2
ini yang membentuk rongga-rongga udara di dalam adonan, sehingga
commit to user
d. Gula PasirGula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan pada
setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam
industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula
yang diperoleh dari bit atau tebu. Penggunaan gula berpengaruh
terhadap penurunan aktivitas air bahan pangan sehingga dapat berfungsi
sebagai pengawet bahan pangan (Buckle et al., 1987).
Gula merupakan karbohidrat dan termasuk di antaranya adalah
fruktosa, glukosa, laktosa dan sukrosa. Gula menduduki tempat yang
penting karena digunakan dalam proses memasak, mempunyai nilai gizi
dan untuk pengawet makanan. Gula juga memberikan perbaikan flavor
dari bahan makanan (Hudaya dan Daradjat, 1980).
Gula berperan penting dalam memberikan rasa manis pada
kerupuk. Pemakaian gula biasanya 2-2,5 %, pemakaian gula berlebih
menyebabkan makin sedikit air terserap tepung dalam adonan sehingga
pengembangan dapat berkurang (Wiriano, 1984).
e. Penyedap Rasa (Mono Sodium Glutamat)
Fungsi penambahan Mono Sodium Glutamat dalam adonan
kerupuk adalah sebagai penambah cita rasa. Penambahan penyedap rasa
(Mono Sodium Glutamat) pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai
penambah cita rasa pada produk.
C. Pengolahan Kerupuk
Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk
memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari nilai gizi maupun daya cerna,
memberikan kemudahan dalam penanganan, efisiensi biaya produksi,
memperbaiki cita rasa dan aroma, menganekaragamkan produk dan
memperpanjang masa simpan. Pengolahan kerupuk meliputi tujuh tahap
proses, yaitu pembuatan pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan,
commit to user
Tahap-tahap pengolahan kerupuk dapat dijelaskan pada diagram alir
sebagai berikut.
Gambar 2.1 Tahap-Tahap Pengolahan Kerupuk
1. Pembuatan Adonan
Tahap pembuatan adonan merupakan tahap awal yang sangat
penting. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan adonan adalah
kehomogenan adonan. Pengadonan berpengaruh terhadap daya kembang
kerupuk, yaitu berhubungan dengan udara dan gas (Lavlinesia, 1995).
Proses pembuatan adonan kerupuk ada dua jenis, yaitu proses panas dan
proses dingin. Pembuatan adonan proses panas yaitu pemasakan bahan
tambahan kemudian dicampur dengan bahan utama. Pembuatan adonan
proses dingin pada pembuatan adonan kerupuk yaitu mencampurkan
semua bahan dan diaduk sampai homogen tanpa melalui pemasakan
pendahuluan (Wiriano, 1984).
Pembuatan adonan kerupuk
Adonan dicetak
Dikukus
Didinginkan
Dipotong
Dikeringkan
commit to user
2. PencetakanSetelah adonan jadi kemudian masuk ke dalam proses pencetakan.
Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh
penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan
proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna
yang seragam (Muchtadi dkk., 1988).
3. Pengukusan
Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan
melalui media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 1000C selama 15
menit. Selama proses pengukusan panas dipindahkan ke produk melalui
konveksi. Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini
terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan
kerupuk saat digoreng (Suarman, 1996). Pengukusan yang terlalu lama
akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak,
sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna.
Adonan yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi
dengan sempurna dan akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut
Djumali dkk., (1982), adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh
bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal.
4. Pendinginan
Kerupuk yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan
sebelum dilakukan pemotongan. Pendinginan kerupuk dengan waktu 24
jam yang bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan
kerupuk didinginkan ini teksturnya lebih keras dan tidak lembek dan
proses pengeringan lebih cepat.
5. Pemotongan
Kerupuk yang sudah di dinginkan selama 24 jam kemudian masuk
ke proses selanjutnya yaitu pemotongan kerupuk. Dengan pemotongan
kerupuk ini bertujuan untuk menyeragamkan bentuk kerupuk. Pemotongan
commit to user
6. PengeringanPengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan
sebagian besar air melalui penggunaan energi panas. Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume yang lebih
kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang dan distribusi.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan cabinet dryer (alat
pengering) atau dengan sun drying (penjemuran) yaitu pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari (Wiriano, 1984).
7. Penggorengan
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan
dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain
berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan
waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan
(Ketaren, 1986).
Secara umum penggorengan kerupuk dilakukan dengan
menggoreng kerupuk langsung di dalam minyak panas dengan
menggunakan minyak yang banyak sehingga kerupuk terendam. Pada
proses penggorengan kerupuk mentah, kerupuk akan mengalami
pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air yang masih terikat pada
struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang
mengembangkan struktur kerupuk (Lavlinesia,1995).
D. Analisis Sensori
Analisis sensori adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan
penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis
adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk,
dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis
terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak
commit to user
melaksanakan analisis sensori adalah fisiologi (keadaan fisik panelis),
psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam
pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta
memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat
tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan
panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak
mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon
kemampuan mengembang (Kume, 2002).
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahn
yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis
diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa
membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji
sebelumnya. Dalam tipe uji skoring panelis diminta untuk menilai
penampilan sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai.
Panelis harus paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Oleh karena
itu dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe
pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat
tertentu, misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. (Kartika, dkk, 1998).
E. Analisis Kimia
Analisis kimia digunakan untuk mengetahui kandungan kimia pada
suatu produk. Dalam proses pembuatan kerupuk, kandungan yang ingin
diketahui adalah kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan
karbohidrat.
1. Kadar Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal
ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air
tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan
pengeringan. Pengurangan air di samping bertujuan mengawetkan juga
commit to user
dan menghemat pengepakan (Winarno dkk, 1980). Penetapan kandungan
air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau
sampai didapat berat yang konstan.
2. Kadar Abu
Abu adalah bahan anorganik sisa pembakaran sempurna bahan
organik pada suhu 600oC selama beberapa waktu. Kandungan abu dan
komposisisnya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Kadar abu ada hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan.
3. Lemak
Lipida merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri dari
unsur C (karbon), H (hidrogen), dan O (oksigen). Lemak merupakan
senyawa makronutrien yang tak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik seperti ether, aseton, benzene, dietil eter, kloroform. Berdasarkan
sifat lemak ini kadar lemak dalam suatu bahan dapat ditentukan dengan
menghitung banyaknya bahan yang terlarut.
4. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting dalam
tubuh bagi setiap sel yang hidup. Selain berfungsi sebagai bahan bakar
dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur
(Winarno, 1997). Prinsip Metoda kjeldahl adalah penentuan jumlah
Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi
protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat
untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung
jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke
dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu.
5. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat
organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda, meskipun
commit to user
ditentukan dari hasil pengurangan 100% dengan kadar air, kadar abu,
kadar lemak dan kadar protein (bydifference) sehingga kadar karbohidrat
sangat tergantung dari faktor pengurangnya.
F. Analisis Ekonomi
Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang
besarnya tetap selama produksi (biaya tetap), dan biaya yang besarnya
tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap).
1. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode
kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang
dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin.
2. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat
alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam
kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan biaya tidak tetap
dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja
(Astawan, 1999).
3. Analisis Rugi / Laba
Analisis laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas
penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi.
Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukan hasil-hasil operasi
perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa
yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang
timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang
diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan
kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Astawan, 1999).
4. Break Event Point (BEP)
BEP adalah suatu titik keseimbangan dimana pada titik tersebut
jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau
commit to user
berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukan oleh titik ini, maka
akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).
5. ROI (Return On Investment)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya
laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.
tahun per % 100 modal
laba
ROI= x
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil
penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak
pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak
pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan
sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja.
6. Payback Period (PP)
Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period merupakan rasio
antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya
merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan
maksimum payback period yang dapat diterima. Payback Periode
merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal
yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun
waktu (baik tahun maupun bulan. Payback periode tersebut harus lebih (<)
dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai
tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun
(Susanto dan Saneto, 1994).
7. BC Ratio
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan
memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih
kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1
commit to user
Benefit Cost Ratio digunakan untuk mengkaji kelayakan proses
sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR.
Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk
kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekananya ditujukan
kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan
finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta
mengabaikan kriteria ini.
8. IRR (Internal Rate of Return)
IRR (Internal Rate of Return) adalah suatu tingkat discount rate
yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol). Dengan
demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social
Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek atau usaha tersebut
dapat (layak) dilaksanakan, bila sama dengan SOCC proyek akan
mendapat modalnya kembali tetapi apabila dibawah dari SOCC maka
proyek tidak layak dilaksanakan dan dicari alternatif lain yang lebih
commit to user
BAB IIIMETODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Produksi dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011
di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
B. Metode Pelaksanaan
1. Observasi
Metode ini merupakan langkah pertama dalam melaksanakan
praktek produksi. Observasi atau pengamatan dilaksanakan di tempat
perbelanjaan (misalnya pasar) mengenai produk apa yang sekiranya belum
ada di pasaran.
2. Studi Pustaka
Setelah mengetahui atau menentukan jenis produk apa yang akan
dibuat, selanjutnya melakukan pembelajaran yang lebih lanjut mengenai
produk tersebut yang berhubungan dengan bahan, cara pembuatan, dan
juga parameter mutu dari produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat diperoleh
melalui buku-buku yang ada di perpustakaan atau di dalam sarana
komunikasi yang lain, misalnya internet.
3. Percobaan
Praktek cara pembuatan produk dilakukan dengan beberapa formula,
kemudian dipilih tiga formula yang paling baik.
4. Pengujian produk
Mengujikan produk yang telah dibuat, dan menentukan formula
mana yang dapat diterima oleh konsumen. Selanjutnya melakukan uji
kesukaan terhadap produk-produk tersebut. Dari hasil pengujian akan
commit to user
oleh konsumen. Produk dengan formula inilah yang akan dibuat dalam
praktek produksi.
5. Praktek Produksi
Membuat produk di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
maret Surakarta.
6. Analisis Sensori.
7. Analisis Kimia.
8. Analisis Ekonomi
Menghitung biaya produksi (biaya tetap, biaya variable), BEP
(Break Event Point), Payback Period (PP), dan ROI.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah baskom,
pisau, blender, pengaduk, timbangan, loyang, panci pengukus, kompor
gas, cabinet dryer. Alat yang digunakan untuk uji kimia meliputi, oven,
tanur, desikator, labu Erlenmeyer, cawan alumunium, labu kjeldahl, ekstrasi
Soxhlet, kertas saring, dan cawan porselin. Alat yang digunakan dalam
pembuatan kerupuk dan pengujian dapat dilihat di dalam lampiran.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam Praktek Produksi ‘‘Subsitusi Pisang
Kepok Kuning (Musa balbisiana) dalam Pembuatan Kerupuk” adalah
tepung tapioka, buah pisang kepok kuning, air, tepung terigu, garam,
bawang putih, gula pasir, soda kue, dan penyedap rasa. Bahan yang
commit to user
D. Cara KerjaPembuatan kerupuk meliputi tujuh tahap proses, yaitu pembuatan
pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan,
[image:39.612.111.541.181.638.2]pemotongan, pengeringan dan penggorengan.
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Pisang Pencampuran
(mixing)
Penghancuran (Bubur pisang)
Bawang putih halus, MSG, garam, gula,
dan soda kue
Pemanasan pendahuluan 2 menit T =100 0C Buah pisang
Tepung tapioka, tepung terigu dan
air
Pengukusan (steaming) 15 menit, T= 100oC
Pendinginan (cooling) 24 jam T=27 oC
Pemotongan (slicing) ukuran 2x2 cm
Pengeringan cabinet dryer
1 hari T= 40 oC
Pengemasan (Packaging)
commit to user
Dibawah ini adalah tahap-tahap pembuatan bubur pisang yang akan
digunakan pada pembuatan kerupuk.
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Pasta Pisang
E. Persiapan Bahan
Untuk menghasilkan produk olahan pangan yang berkualitas maka
perlu dilakukan seleksi bahan terlebih dahulu. Persiapan bahan yang akan
digunakan dalam proses pembuatan kerupuk pisang meliputi pemilihan bahan
yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, blanching, pembuatan pasta, dan
penimbangan.
1. Pemilihan Bahan
a. Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang digunakan adalah tepung tapioka yang
putih bersih, tidak ada cemaran fisik seperti adanya benda asing, baunya
tidak apek dan khas tepung tapioka, dan warna putih bersih. Buah Pisang
Pengupasan
Perendaman air
Penghancuran Pembelahan
commit to user
b. Pisang Kepok
Pisang kepok yang digunakan adalah pisang kepok kuning yang
masih mengkal atau belum masak yang telah dibersihkan dari bijinya.
Tujuan penghilangan biji dalam pisang adalah diperoleh warna dan
tekstur yang baik.
c. Soda Kue
Soda kue yang digunakan berwarna putih, bentuk serbuk, tidak
tercemar benda asing seperti kerikil.
d. Garam
Garam yang digunakan berbentuk kristal, tidak basah, tidak
ternoda, warna putih, dan tidak berbau.
e. Bawang Putih
Bawang putih yang digunakan tidak busuk.
f. Tepung Terigu
Tepung terigu yang akan digunakan tidak ada cemaran fisik
seperti adanya benda asing, baunya tidak apek dan khas tepung terigu,
warna putih krem.
g. Gula Pasir
Gula pasir yang digunakan berbentuk kristal, tidak basah, tidak
ternoda, warna putih, dan tidak berbau.
h. Air
Air yang digunakan terbebas dari kontaminan logam, tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
i. Penyedap Rasa
Penyedap rasa yang digunakan berwarna putih, bentuk serbuk,
tidak tercemar benda asing seperti kerikil.
2. Blanching
Blanching merupakan pemanasan pendahuluan dalam air panas
dalam waktu singkat yang bertujuan membantu membersihkan bahan
makanan dari kotoran-kotoran seperti getah (Hudaya dan Daradjat, 1980).
commit to user
direndam didalam air supaya tidak terjadi proses enzimatis (pencoklatan)
kemudian pisang di blanching selama 2 menit didalam air yang mendidih
yang bertujuan untuk menghilangkan getah pada buah pisang.
3. Pembuatan pasta
Pembuatan pasta ini yaitu dengan cara buah pisang yang telah di
blanching dan didinginkan kemudian dihancurkan dengan blender dan
ditambahkan air agar lebih mudah dalam proses penghancurannya. Setelah
didapatkan bubur pisang kemudian dicampur dengan bahan-bahan lainnya
sampai homogen.
4. Penimbangan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kerupuk
pisang ini ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi agar
dihasilkan produk yang seragam.
F. Analisis Kimia
Analisis kimia digunakan untuk mengetahui kandungan kimia pada
suatu produk. Dalam proses pembuatan kerupuk, kandungan yang ingin
diketahui adalah kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan
[image:42.612.133.512.179.612.2]karbohidrat.
Tabel 3.1. Analisis Kimia
Jenis Analisa kimia Metode
Kadar Air
Kadar Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Metode Pemanasan
Kadar Abu Cara Kering
Metode Kjeldahl
Metode Soxhlet
By Difference
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktek Produksi Kerupuk Pisang
Pisang yang digunakan pada praktek produksi ini adalah pisang
dengan jenis kepok kuning yang masih mengkal atau setengah matang karena
mempunyai tekstur yang agak keras dan rasanya lebih enak apabila
dibandingkan dengan pisang kepok putih. Dipilih pisang kepok kuning karena
selain mudah didapatkan dan tidak mengenal musim, harganya juga lebih
murah bila dibandingkan dengan pisang jenis raja.
Pisang kepok kuning yang masih mengkal kemudian dibelah
menjadi dua untuk mempermudah penghilangan biji. Pisang kepok kuning
yang telah dihilangkan bijinya kemudian di blanching (pemanasan
pendahuluan) dalam air mendidih selama 2 menit yang bertujuan
menghilangkan getah yang terdapat di dalam pisang dan memperlunak pisang
untuk mempermudah proses penghancuran. Pisang yang sudah dihancurkan
kemudian siap untuk masuk dalam proses pengolahan kerupuk dengan
ditambahkan bahan-bahan pembuat kerupuk yaitu tepung tapioka, tepung
terigu, air dan bahan-bahan tambahan yang digunakan.
Proses pengolahan kerupuk pisang melalui beberapa tahap yaitu
pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan,
pengeringan dan penggorengan.
1. Pembuatan Adonan Kerupuk
Pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan mencampur semua
bahan utama dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah
tepung tapioka, pisang kepok kuning yang sudah dilembutkan, tepung
terigu, air, garam, gula pasir, soda kue, penyedap rasa dan bawang putih.
Faktor terpenting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan,
karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang
dihasilkan. Adonan kerupuk yang baik adalah homogen dan tidak lengket
commit to user
[image:44.612.156.509.101.624.2]
Gambar 4.1 Adonan Kerupuk Pisang
Pembuatan adonan kerupuk ini adalah pencampuran antara tepung
tapioka, tepung terigu, pisang kepok kuning dan bumbu-bumbu yang
dicampur menjadi satu dan diaduk dengan ditambahkan air sampai
homogen yang selanjutnya dicetak didalam loyang.
2. Pencetakan
Setelah adonan jadi kemudian masuk kedalam proses pencetakan.
Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam.
Gambar 4.2 Pencetakan Adonan Dalam Loyang
3. Pengukusan
Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan
commit to user
menit. Adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna
[image:45.612.154.509.139.493.2]bening serta teksturnya kenyal.
Gambar 4.3 Pengukusan Kerupuk Pisang
4. Pendinginan
Kerupuk yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan
sebelum dilakukan pemotongan. Pendinginan kerupuk dengan waktu 24
jam yang bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan
kerupuk didinginkan ini teksturnya lebih keras dan tidak lembek dan
proses pengeringan lebih cepat.
5. Pemotongan
Kerupuk yang sudah didinginkan selama 24 jam kemudian masuk
ke proses selanjutnya yaitu pemotongan kerupuk. Dengan pemotongan
kerupuk ini bertujuan untuk menyeragamkan bentuk kerupuk. Pemotongan
kerupuk menggunakan gunting yang tajam.
6. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan
sebagian besar air melalui penggunaan energi panas. Pada pengeringan
kerupuk pisang ini menggunakan alat pengering cabinet dryer selama 24
commit to user
7. Penggorengan
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan
dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain
berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kerupuk yang telah
dikeringkan kemudian siap untuk digoreng dengan suhu 800C selama 10
detik, apabila lebih lama waktu saat penggorengan maka kerupuk akan
mengalami kegosongan.
B. Analisis Sensori
Analisis sensori dilakukan dengan uji organoleptik untuk mengetahui
penerimaan konsumen terhadap kerupuk pisang kepok kuning yang dibuat
dengan konsentrasi yang berbeda. Parameter yang diuji antara lain warna,
rasa, tekstur dan penilaian secara keseluruhan. Hasil analisis sensori kerupuk
pisang kepok kuning yang dilakukan dengan uji organoleptik dapat dilihat
[image:46.612.136.508.144.511.2]pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Kerupuk Pisang Kepok Kuning
Sampel Warna Rasa Tekstur Overall
Kerupuk Pisang 30% 2,60a 3,04a 2,88a 2,96ab
Kerupuk Pisang 35 % 3,48b 3,16a 3,04a 3,40b
Kerupuk Pisang 40 % 2,28a 2,72a 2,68a 2,60a
Pada uji organoleptik ini panelis diminta untuk memberikan penilaian
tingkat kesukaan untuk tiap-tiap atribut mutu yang diujikan seperti warna,
rasa, tekstur dan overall.
Skala nilai : 1 = tidak suka
2 = kurang suka
3 = suka
4 = lebih suka
5 = sangat suka
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kerupuk pisang kepok kuning
commit to user
berbeda-beda. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan konsentrasi 30
%, 35 % dan 40 % terdapat di dalam lampiran. Gambar dari kerupuk yang
masih mentah dan sudah digoreng terdapat pada lampiran. Dari hasil uji
statistik dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang memberikan
pengaruh terhadap penerimaan konsumen.
1. Warna
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan
pisang kepok kuning dan jenis kerupuk memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penerimaan warna kerupuk yang dihasilkan.
Penerimaan warna kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda nyata
dengan kerupuk pisang kepok kuning 40 %. Akan tetapi penerimaan warna
kerupuk pisang kepok kuning 35 % berbeda nyata dengan penerimaan
warna kerupuk pisang kepok kuning 30 % dan 40 %.
2. Rasa
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan
pisang kepok kuning dan jenis kerupuk tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penerimaan rasa kerupuk yang dihasilkan.
Penerimaan rasa kerupuk pisang kepok kuning 30 %, rasa kerupuk pisang
kepok kuning 35 % dan kerupuk pisang kepok kuning 40 % tidak berbeda
nyata yang artinya dari ketiga konsentrasi kerupuk pisang kepok kuning
tidak ada perbedaan rasa. Jika dilihat dari nilai rerata 3,16 maka sampel
kerupuk pisang kepok kuning 35 % lebih disukai oleh konsumen dalam
hal penerimaan rasanya dibandingkan dengan sampel kerupuk pisang
kepok kuning 30 % dan 40 % dengan nilai rerata 3,04 dan2,72.
3. Tekstur
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan
pisang kepok kuning dan jenis kerupuk tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penerimaan tekstur kerupuk yang dihasilkan.
Penerimaan tekstur kerupuk pisang kepok kuning 30 %, tekstur kerupuk
pisang kepok kuning 35 % dan kerupuk pisang kepok kuning 40% tidak
commit to user
kuning tidak ada perbedaan tekstur. Jika dilihat dari nilai rerata 3, 04 maka
sampel kerupuk pisang kepok kuning 35 % lebih disukai oleh konsumen
dalam hal penerimaan teksturnya dibandingkan dengan sampel kerupuk
pisang 30 % dan 40 % dengan nilai rerata masing-masing 2,88 dan 2,68.
4. Overall (Keseluruhan)
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan
pisang kepok kuning dan jenis kerupuk memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penilaian kerupuk secara keseluruhan. Penerimaan
secara keseluruhan kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda
nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning 40 %. Penerimaan secara
keseluruhan kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda nyata
dengan kerupuk pisang kepok kuning 35 %. Sedangkan kerupuk pisang
kepok kuning 35 % berbeda nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning
40 %. Jika dilihat dari nilai rerata 3,40 maka sampel kerupuk pisang kepok
kuning yang paling disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan secara
keseluruhan adalah kerupuk pisang kepok kuning dengan konsentrasi
penambahan pisang kepok kuning sebesar 35 %.
C. Analisis Kimia
Pada proses produksi ini juga dilakukan analisis kimia untuk
mengetahui kandungan pada kerupuk pisang kepok kuning matang meliputi
kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat.
Prosedur dan perhitungan analisis kimia kerupuk pisang terdapat di dalam
lampiran 9. Hasil analisis kimia kerupuk pisang kepok kuning matang dapat
[image:48.612.153.487.606.707.2]dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Analisis Kimia Kerupuk Pisang Kepok Kuning Matang
Analisis Ulangan 1 Ulangan 2 Rerata
Kadar Air (%) 2,8674 2,7725 2,8199
Kadar Abu (%) 2,1473 2,2969 2,2221
Protein (%) 2,1693 2,1873 2,1783
Lemak (%) 45,8947 45,7916 45,8431
Serat Kasar (%) 6,5744 6,0116 6,2930
commit to user
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui hasil analisis kadar air terhadap
kerupuk pisang kepok kuning yang sudah digoreng menunjukkan bahwa pada
kerupuk pisang kepok kuning dihasilkan rerata kadar air sebesar 2,8199 %,
sedangkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang
yang digunakan sebagai pembanding adalah sebesar 12 %, hal ini dapat
disimpulkan bahwa kerupuk pisang kepok kuning memenuhi standar untuk
kerupuk karena kerupuk pisang kepok kuning mempunyai kadar air sebesar
2,8199 %. Semakin rendah kadar air pada kerupuk, maka kerupuk akan tahan
lama dan tetap renyah atau tidak cepat lembek.
Untuk kadar abu pada kerupuk pisang kepok yang sudah digoreng
pada Tabel 4.2 didapat rerata sebesar 2,2221 %, sedangkan pada Standar
Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai
pembanding adalah sebesar 0,2 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kadar
abu pada kerupuk pisang kepok kuning lebih tinggi dibandingkan dengan
Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai
pembanding, dan semakin tinggi kadar abu dalam suatu produk berarti dalam
produk kerupuk pisang kepok kuning tersebut mengandung mineral.
Hasil analisis untuk protein pada Tabel 4.2 kerupuk pisang kepok
kuning yang telah digoreng didapat rerata sebesar 2,1783 % sedangkan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang
digunakan sebagai pembanding adalah sebesar minimal 8 %. Kadar protein
pada kerupuk pisang kepok kuning lebih rendah dibandingkan dengan
Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang hal ini disebabkan karena
pada buah pisang kepok kandungan proteinnya cukup rendah yaitu 1,20 %
(Satuhu dan Supriyadi, 1994).
Kandungan lemak pada kerupuk pisang kepok kuning yang sudah
digoreng pada Tabel 4.2 didapat rerata sebesar 45,8431 %. Untuk serat kasar
pada kerupuk pisang kepok kuning didapat rerata sebesar 6,2930 %, dan
commit to user
digoreng diketahui rerata sebesar 40,6689 %. Prosedur dan perhitungan
analisis kimia terlampir di lampiran.
D. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menghitung biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses pembuatan produk kerupuk pisang baik biaya tetap
maupun biaya tidak tetap. Dalam satu kali produksi menghasilkan sebanyak
1.300 bungkus dalam satu bulan dengan hari kerja 25 hari. Kapasitas satu
bulan untuk produksi kerupuk pisang sebanyak 50.000 bungkus.
Perhitungan :
1 bulan = 25 hari kerja
1 hari = 1 kali produksi menghasilkan 2.000 bungkus
Kapasitas produksi / bulan = 2.000 x 25
= 50.000 bungkus
Setiap 1 bungkus kerupuk matang beratnya adalah 30 gram.
1. Perhitungan Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
[image:50.612.151.497.190.578.2]a. Biaya Usaha
Tabel 4.3 Biaya Usaha Dalam 1 Bulan
No. Uraian Biaya (Rp)
1. Gaji Karyawan (Rp 750.000/bln x 10 orang) 7.500.000,00
2. Promosi 75.000,00
3. Administrasi 50.000,00
Jumlah 7.625.000,00
b. Amortisasi
Tabel 4.4 Amortisasi
No. Harta Tidak Berwujud Biaya (Rp)
1. Pajak PBB 25.000,00
2. Biaya Trial dan Error 50.000,00
commit to user
[image:51.612.177.548.149.473.2]
c. Biaya Penyusutan/Depresiasi
Tabel 4.5 Penyusutan Biaya Tetap dalam 1 Tahun (P-S)/N
No Nama Alat Nilai Awal (Rp)
Sisa (Rp)
Umur Depresiasi (Rp)
1. Timbangan 4 buah @ Rp 50.000
200.000 500 10 19.950
2. Baskom 6 buah 40.000 0 1 40.000
3. Panci kukus 6 buah @ Rp 50.000
300.000 3.000 2 148.000
4. Blender 2 buah 170.000 1.000 5 33.800
5. Cabinet dryer 3.500.000 140.000 10 336.000
6. Kompor gas 3 buah @ Rp 190.000
570.000 3.000 3 189.000
7. Pengaduk 6 buah @ Rp 1000
6.000 0 1 6.000
8. Pisau 6 buah @ Rp 2.000
12.000 0 1 12.000
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Loyang 10 buah @Rp 12.000 Wajan 2 buah Saringan 2 buah Cothel/susuk Pencetak Timbangan analitik 120.000 840.000 100.000 50.000 1.500.000 800.000 1.000 10.000 500 200 20.000 40.000 2 8 1 1 10 10 59.500 103.750 99.500 49.800 148.000 76.000
Jumlah 4.864.000 1.321.300
Jumlah depresiasi per bulan = Rp 1.321.300,00 : 12
= Rp 110.108,00.
d. Dana Sosial dalam satu bulan Rp 100.000,00.
e. Bunga Modal dalam satu bulan Rp 45.833,00
f. Asuransi alat dalam satu bulan Rp 12.000,00
g. Pajak alat yang digunakan dalam satu bulan Rp 100.000,00
Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
= Biaya Usaha+Amortisasi+Biaya Penyusutan+Dana Sosial+bunga
modal+asuransi+pajak
commit to user
2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap (Total Variabel Cost)
[image:52.612.160.554.130.482.2]a. Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu
Tabel 4.6 Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu dalam 1 bulan
No Uraian Bahan Harga (Rp) Harga (Rp)
1.