• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PENGUAT KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN INFORMAL : Studi Deskriptif Kualitatif Dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan Pada Masyarakat Keraton Kasunanan Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PENGUAT KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN INFORMAL : Studi Deskriptif Kualitatif Dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan Pada Masyarakat Keraton Kasunanan Surakarta."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

JUDUL ... I HALAMAN PENGESAHAN ... II ABSTRAK ... III ABSTRACT ... IV PERNYATAAN KEASLIAN ... III KATA PENGANTAR ... IV UCAPAN TERIMAKASIH ... V DAFTAR ISI ... IX DAFTAR TABEL ... XI DAFTAR GAMBAR ... XII

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Struktur Organisasi Penulisan ... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A Filsafat Nilai ... 13

1. Definisi Nilai ... 13

2. Aliran-Aliran Filsafat ... 18

3. Teori Pembelajaran Nilai ... 30

B. Karakter Bangsa ... 38

1. Definisi Karakter Bangsa ... 38

2. Pendidikan Karakter Bangsa ... 44

3. Pembangunan Karakter Bangsa ... 49

C. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Masyarakat ... 51

(2)

2. Community Civic ... 55

D. Pembelajaran nilai dalam Pendidikan Informal ... 56

1. Pendidikan Informal ... 56

2. Pembelajaran Nilai dalam Pendidikan Informal ... 59

3. Peran Pendidikan Informal dalam Penguatan Karakter Bangsa ... 62

E. Tembang Asmaradana dalam Serat Wulang Reh ... 64

1. Definisi Tembang ... 64

2. Definisi Serat Wulang Reh ... 65

3. Peranan Tembang Asmaradana dalam Penguatan Karakter Bangsa ... 68

F. Penelitian yang Relevan ... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 78

A. Metode Penelitian ... 78

B. Penjelasan Istilah ... 82

C. Instrumen Penelitian ... 83

D. Sumber Data ... 84

E. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 86

F. Desain Penelitian ... 88

G. Teknik Pengumpulan Data ... 89

H. Keabsahan Data ... 95

I. Tahap-Tahap Penelitian ... 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 106

B.Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 161

A.Kesimpulan ... 161

B.Rekomendasi ... 163

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proses Klarifikasi Nilai ... 38

Tabel 3.1 Sumber Data yang Digunakan... 85

Tabel 3. 2 Subjek Penelitian dalam Pengembangan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui pendidikan Informal ... 88

Tabel 3.3 Data Responden... 93

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Kota Surakarta ... 108

Tabel 4.2 Situs-situs Penelitian ... 117

Tabel 4.3 Riwayat Informan ... 118

Tabel 4.4 Desain pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal melalui pendidikan informal ... 122

Tabel 4.5 Tahap-tahap pembelajaran nilai-nilai karakter melalui pendidikan informal ... 137

Tabel 4.6 Hasil yang dicapai dalam pembelajaran nilai-nilai karakter melalui pendidikan informal ... 142

Tabel 4.7 Hambatan dalam pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal melalui pendidikan informal ... 149

(4)

DAFTAR GAMBAR

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah negara yang maju, berdaulat, adil, makmur, bermartabat, dan beradab. Modal besar yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut menurut Nashir (2009:2-3) diantaranya adalah

“1)Posisi geopolitik yang sangat strategis; 2)Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati; 3)Jumlah penduduk yang besar; dan 4)Kemajemukan sosial budaya, namun modal dasar dan potensi yang besar itu tidak dikelola dengan optimal dan sering disia-siakan, sehingga bangsa ini kehilangan banyak momentum untuk maju dengan cepat, sekaligus menimbulkan masalah yang kompleks.” Pendapat yang senada dikemukakan oleh Hamengku Buwono X (2007:12) bahwa :

Indonesia berpotensi menjadi negara besar, bila ditinjau dari jumlah penduduk, luas wilayah, dan kekayaan sumberdaya alam, keanekaragaman budaya dan etnis, namun perjalanan bangsa ini ibarat mendaki sebuah gunung yang terjal, bahaya selalu mengancam, yang tidak saja diperlukan sikap hati-hati, tetapi juga kesabaran dan kewaspadaan.

(7)

teknologi, manusia, dan budaya baik antar bangsa, antar negara maupun antar benua bergerak begitu cepat tanpa hambatan.

Dampak globalisasi yang nyata terlihat di Indonesia adalah Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang beradab, berbudaya tinggi, dan memegang teguh nilai-nilai keluhuran pada saat yang bersamaan dapat berubah menjadi bangsa yang menampilkan citra yang sebaliknya seperti anarkis, suka berbohong, tidak bertanggung jawab dan lainnya. Mereka yang duduk dipemerintahan yang dianggap sebagai pemimpin rakyat juga tidak dapat lagi dijadikan teladan. Terbukti banyak dari mereka yang terjerat kasus-kasus kolusi, korupsi, nepotisme, asusila, anarkis, dan lain-lain. Selain itu adanya banyak peristiwa yang sering berlarut-larut seperti bentrokan antaretnis, antarumat beragama, dan antara rakyat dengan penguasa menandakan masih rentannya pemahaman pluralitas bangsa ini. Sikap inilah yang kemudian menimbulkan krisis kewibawaan, dan krisis kepercayaan kepada kekuasaan, kekayaan, dan kewenangan, yang kemudian berujung pada krisis moral yang dihadapi oleh negara ini.

Menghadapi fenomena ini, budayawan Mohamad Sobary (2000: 6) menilai, bahwa :

(8)

Sejalan dengan pendapat Lickona (1992:12-22) yang mengungkapkan, bahwa :

“Sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, jika memiliki sepuluh tanda-tanda zaman, yaitu, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, membudayanya ketidak jujuran, sikap fanatik terhadap kelompok/peer group, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, semakin kaburnya moral baik dan buruk, penggunaan bahasa yang memburuk, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara, menurunnya etos kerja, dan adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian di antara sesama.”

Kondisi bangsa Indonesia yang terpuruk sebagaimana diungkapkan di atas, Wiliiam Chang, (2007:6) menyarankan Indonesia kembali mencari jati diri, sebagai identitas yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa. Pencarian identitas bangsa dilakukan dalam falsafah hidup yang menjunjung nilai-nilai dasar (basic values) sebagai bangsa yang besar, bangsa yang bermoral. Chang (2007:7) juga menawarkan tiga langkah alternatif dalam proses perbaikan reputasi bangsa yaitu :

1) Memperbaharui sikap dasar dan perilaku anak bangsa yang terkait dengan nilai-nilai sosial, dengan rorientasi pada mentalitas kejujuran, keterbukaan, keadilan, dan kesetiakawanan; 2) Perbaikan reputasi bangsa dimulai dengan mewujudkan mentalitas kedisiplinan secara nasional, terutama dalam ketaatan, dan penegakan hukum yang adil kepada semua lapisan masyarakat, dengan sistem kontrol yang serius sebagai kunci dalam penegakan nilai-nilai dasar kehidupan bangsa; dan 3) Membekali generasi muda dengan character building yang lebih sesuai cita-cita bangsa Indonesia.

(9)

elektronik. Selain itu juga banyak dibicarakan di diskusi, dan seminar oleh para pemuka masyarakat, para ahli, para pendidik, para budayawan, dan para pengamat sosial baik pada tingkat lokal dan tingkat nasional. Pembangunan karakter bangsa memang bukanlah tanggung jawab persekolahan saja tetapi juga masyarakat dan keluarga. Pembangunan karakter bangsa Pentingnya membina karakter pernah diungkapkan Mahatma Gandhi bahwa "Birth and observance of forms cannot determine one's superiority or inferiority. Character is the only determining factor"

(Megawangi, 2004).

Menelusuri nilai-nilai luhur, etika, dan moral yang telah berakar dan membumi di Indonesia, sebelum lahirnya Pancasila, dinasti Mataram telah banyak meninggalkan naskah-naskah kuno yang berisi tentang kawruh piwulang (tuntunan) atau pitutur luhur (nasihat), yang dikemas dalam berbagai naskah yang tersimpan sebagai pusaka. Naskah-naskah itu beragam, menurut Darusuprapto (1982:18) digolongkan antara lain dalam bentuk :

Serat Sarasilah, yang berisi silsilah, sejarah leluhur, dan babad daerah; 2) Serat Suluk berupa ajaran agama, etika, pandangan hidup, dan falsafah hidup; 3) Serat Cipta Sastra atau karya seni, sebagai media menikmati seni budaya; dan 4) Petangan, sebagai alat keperluan praktis kehidupan sehari-hari, seperti primbon, perhitungan waktu dan mantra.

Serat Wulangreh adalah semacam serat suluk yang merupakan suatu karya seni yang mengandung ajaran-ajaran baik dalam berkehidupan. Serat Wulangreh memiliki 13 pupuh yaitu : (1) Dhandhanggula; (2) Kinanthi; (3) Gambuh; (4) Pangkur; (5) Maskumambang; (6) Dudukwuluh/Megatruh; (7)

(10)

Sinom; dan (13) Girisa. Ketigabelas pupuh tersebut menggambarkan filosofi

kehidupan manusia sejak lahir sampai dengan liang lahat, masing-masing memiliki cara melagukan, emosi, kandungan isi ajaran, serta karakter yang berbeda-beda. Diantaranya nilai-nilai karakter dalam Tembang Asmaradana. Nilai-nilai karakter yang ada pada Tembang Asmarandana dalam serat Wulang-Reh dapat dijadikan pegangan hidup pada masa sekarang ini melalui pemaknaan nilai-nilai yang terkandung dalam pupuh-pupuh tersebut. Naskah-naskah kuna tersebut dapat digunakan sebagai sumber untuk menggali nilai-nilai luhur bangsa sebagai modal budaya (culture capital) dan modal sosial (social capital). Upaya menggali, menguji, mensosialisasi dan mengkulturasi

tata nilai luhur perlu terus ditingkatkan, dan didukung dengan memperluas aplikasi modal budaya dan modal sosial, sebagai sumber yang dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah dalam membangun karakter bangsa. Sehubungan dengan itu Try Sutrisno dalam (Mack Dieter, 1996:146) menyatakan bahwa :

“Pembangunan suatu bangsa yang mengabaikan kebudayaan akan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa itu sendiri. Pembangunan yang tidak berakar pada nilai fundamental budaya bangsanya akan berakibat pada hilangnya kepribadian dan jati diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang demikian pada gilirannya akan runtuh, baik disebabkan kuatnyatekanan pengaruh dari luar maupun oleh pengeroposan dari dalam tubuhnya sendiri.

(11)

1978:25). Manusia mempunyai pegetahuan tentang baik dan buruk dalam perbuatan, dapat membedakan antara yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Pengetahuan manusia tentang baik dan buruk itu disebut kesadaran moral atau moralitas, dan pengetahuan antara yang boleh dan tidak boleh disebut etika (Poedjawijatna, 1983:130).

Seorang warga negara harus memiliki nilai, moral, dan karakter yang baik karena sebagai warga negara selain dituntut untuk tidak hanya menjadi warga negara lokal artinya tidak hanya cakap sebagai warga negara di negaranya tetapi juga mampu berperan menjadi warga negara global artinya cakap dalam pergaulan internasional. Menurut Naisbitt (1990: 68) bahwa warga negara dalam era globalisasi saat ini harus “think globlally act locally

Sejalan dengan Muslich (2006;17) berpendapat bahwa

“Manusia yang hidup dalam era teknologi, dituntut berfikir secara universal dan substansial, namun pada saat yang sama mereka juga bertindak secara lokal, terikat oleh batas-batas yang terbentuk oleh faktor sejarah, geografi, bahasa, agama, dan kultur yang bersifat partikular, primordial dan tradisional.”

(12)

saat ini diperlukan warga negara Indonesia yang senantiasa berfikir global, refleksi nasional, dan bertindak lokal (Wahab, 1996: 27).

Pendidikan kewarganegaraan di persekolahan sebagai pendidikan yang membawa visi dan misi pembentukan watak warga negara belum begitu nampak jelas memberikan hasil yang baik. Pembentukan watak warga negara memang tidaklah mudah, perlu dilakukan terus menerus, berkelanjutan, dan menyeluruh. Pendidikan Kewarganegaraan sendiri sebenarnya dapat efektif membentuk watak warga negara karena pendidikan kewarganegaraan memiliki paradigma sistemik dengan tiga domain yakni: domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural (Winataputra: 2006) yang jika kesemuanya itu berjalan dengan selaras, serasi, dan seimbang. Sejalan dengan hasil penelitian Yuyus Kardiman (2008: 165) bahwa :

Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggung jawab dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggung jawab situs-situs kewarganegaraan di luar pesrsekolahan. Hal ini menegaskan bahwa PKn yang dimana didalamnya terdapat pendidikan karakter, tidak hanya menjadi mata pelajaran di persekolahan, tetapi menjadi pendidikan kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (community civic education).

(13)

dari itu perlunya penguatan karakter bangsa didalam keluarga dan masyarakat melalui pendidikan kewarganegaraan yang berbasis budaya lokal dan kearifan lokal diantaranya melalui tembang asmaradana dalam serat Wulang Reh. Kajian-kajian seperti ini adalah upaya yang sangat penting untuk dilakukan dalam menggali khasanah budaya masa lalu, yang mungkin bisa menjadi alternatif dalam menemukan nilai-nilai pegangan, pedoman, atau setidaknya sebagai perbandingan bagi generasi sekarang dalam menghadapi perubahan dunia yang semakin pesat (Abdullah, 2006:1). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mengambil judul penelitian Pembelajaran Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal (Studi Deskriptif Kualitatif Tembang Asmaradana dalam Serat

Wulang Reh Pada Masyarakat Keraton Kasunanan Surakarta).

B. Identifikasi Masalah

Globalisasi berdampak pada berubahnya masyarakat dan budayanya. Salah satu contoh masuknya budaya asing ke Indonesia membuat budaya atau nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Jawa di Surakarta yang diwariskan sejak masa kerajaan dahulu semakin ditinggalkan. Tetapi pada kenyataannya nilai-nilai modern yang masuk ternyata belum dapat diadopsi secara sempurna oleh masyarakat sehingga mengakibatkan banyaknya manusia yang berkrepibadian pecah akibat pengaruh negatif globalisasi.

(14)

Wulang Reh yang kaya akan nilai karakter. Ajaran-ajaran tersebut mampu berperan dalam pengendalian perilaku masyarakat, perwujudan akhlaq mulia dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut juga cocok untuk digunakan dalam pembinaan atau perwujudan manusia yang beradab dan sebagai penguat karakter bangsa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas maka diperoleh fokus masalah “Bagaimana pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal pada tembang Asmarandana dalam Serat Wulang Reh sebagai penguat karakter bangsa

melalui pendidikan informal pada masyarakat Keraton Kasunanan

Surakarta?”. Berangkat dari latar belakang dan fokus masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dibagi kedalam sub-sub masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana desain pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal?

2. Bagaimana tahapan-tahapan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal?

3. Bagaimana hasil yang dicapai dalam pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal?

(15)

D. Tujuan Penelitian

Bedasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: A. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal pada tembang Asmarandana dalam Serat Wulang Reh sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal pada masyarakat Kota Surakarta. B. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui desain pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal?

2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal? 3. Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam pembelajaran nilai-nilai

kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal?

(16)

E. Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan :

1. Teoritis :

a. Memberikan kontribusi besar terhadap pengaruh tembang pangkur sebagai tuntunab bagi masyarakat dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, dan perwujudan akhlaq mulia.

b. Memberikan sumbangan terhadap penguatan karakter bangsa yang bersumber dari nilai-niai kearifan lokal dalam Tembang Asmarandana.

2. Praktis :

a. Memperkaya nilai-nilai keutamaan bangsa dari khasanah kearifan lokal.

b. Memberikan konribusi pada pengembangan kepribadian bangsa melalui penelitian.

c. Memperkaya dokumentasi budaya daerah, yang bersumber pada kearifan lokal.

F. Stuktur Organisasi Penulisan

(17)

BAB I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Kemudian BAB II adalah bab tinjauan pustaka terhadap masalah yang diteliti yang terdiri dari filsafat nilai, karakter bangsa, pembelajaran nilai dalam pendidikan informal, Tembang Asmarandana dalam Serat Wulang Reh. Selanjutnya BAB III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian, penjelasan istilah, instrumen penelitian, sumber data, lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. BAB IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari gambaran lokasi penelitian serta hasil penelitian dan pembahasan. Terakhir pada BAB V berisi kesimpulan dan rekomendasi.

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan (1975:5) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian bidang sosial, budaya, dan filsafat, yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, atau catatan-catatan, yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian. Sebagaimana Moleong (2006: 3) mengatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari perilaku orang-orang yang diamati”. Cresswell (1998: 15) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Qualitatif research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological tradition of inquiry that explore a social or human problem. The researcher build a complex, holistic picture, analysis words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Pendapat Craswel tersebut, menjelaskan bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada tradisi metodologi penelitian dengan cara menyelidiki masalah sosial atau kemanusiaan. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian

kualitatif adalah kepedulian terhadap “makna”. Dalam hal ini penelitian

(19)

sebaliknya mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasari bahwa makna yang ada dalam setiap orang (manusia) berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen dan peneliti mendatangi sendiri sumbernya secara langsung. Sejalan dengan Muhadjir yang mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif juga relevan untuk mengungkap penelitian studi pustaka yang lebih menekankan pada olahan kebermaknaan secara filosofis, teoritis dan kultural (Muhadjir,1996:159), yang senantiasa terkait dengan sisem nilai.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Istilah pendekatan atau approach menurut Vernon van Dyke suatu pendekatan pada prinsipnya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang berkaitan satu sama lainnya. Van Dyke dalam Supardan (1965:114) mengemukakan :

An approach consists of criteria of selection criteria employed in selecting the problems or questions to considerand in selecting the data to bring to bear it consists of standards governing the inclusion of questions and data.

„Suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan, ukuran yang digunakan dalam memilih masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang perlu diadakan; ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data‟.

(20)

Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yang intensif. Tujuan penelitian etnografi adalah untuk memberi suatu gambaran holistik subyek penelitian dengan penekanan pada pemotretan pengalaman sehari-hari individu dengan mengamati dan mewawancarai mereka dan orang lain yang berhubungan. Studi etnografi mencakup wawancara mendalam dan pengamatan peserta yang terus-menerus terhadap suatu situasi dalam usaha untuk menangkap gambaran keseluruhan bagaimana manusia menggambarkan dan menyusun dunia mereka. Menurut Wallen dan Fraenkel peneliti disini mempelajari suatu kelompok budaya lengkap dalam lingkungan alamiahnya selama periode waktu yang lama dengan mengumpulkan, terutama, data observasi (Creswell, 2002: 10). Tokoh dunia terkenal yang yang mendalami etnografi, salah satunya Spradley, dalam salah satu bukunya kaitannya dengan pendekatan etnografi menjelaskan bahwa :

Etnografi merupakan pepekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski, bahwa tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli , hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat. (Spradley, 2007: 3-4).

(21)

aspek-aspek kehidupan dan mendeskripsikan kompleksitas kehidupan tersebut

B. Penjelasan Istilah 1. Nilai

Menurut Fraenkel (1977:5) yang mengatakan bahwa “nilai (value) adalah

ide atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang”. Penelitian ini bertolak pada pengertian nilai sebagai sesuatu yang dianggap berharga olaeh masyarakat yaitu yang bersumber dari Budaya bangsa Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.

2. Kearifan Lokal

Menurut Haba (2007: 330) mengatakan bahwa kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat. Penelitian ini lebih menekankan kearifan lokal masyarakat Jawa khususnya Surakarta.

3. Karakter Bangsa

(22)

bersumber dari budaya yaitu tembang asmaradana yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.

4. Pendidikan Informal

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dalam penelitian ini yang dimaksud kegiatan dalam pendidikan informal ini adalah kegiatan belajar kearifan lokal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan masyarakat dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri di lingkungannya.

5. Tembang Asmaradana

Berdasarkan Kamus Bahasa Jawa (KBJ) Asmaradana berasal dari kata Asmara dan Dhana. Asmara adalah nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api. Penelitian ini memfokuskan pada nilai yang ada pada tembang Asmaradana yang memiliki watak mesra, rindu, sedih dan cinta yang sarat akan nilai-nilai luhur yang baik digunakan sebagai pedoman dalam hidup.

C. Instrumen Penelitian

(23)

261-264) bahwa “peneliti berperan sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument) atau yang utama. Peneliti terlibat dalam pengalaman yang

berkelanjutan dan terus-menerus dengan para partisipan”.

Peneliti terjun secara langsung ke lapangan untuk mencari informasi/data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan antar manusia, artinya selama proses penelitian penulis akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang sekitar lokasi penelitian yaitu Kota Surakarta dengan demikian penulis lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Lexy J. moleong (2006: 157) bahwa sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa orang, tempat, dan dokumen. Untuk mempermudah mengidentifikasikan sumber data, Suharsimi Arikunto (2002: 114-115) mengklasifikasikannya dari bahasa Inggris, yaitu:

P: Person, sumber data berupa orang P: Place, sumber data berupa tempat P: Paper, sumber data berupa simbol

Keterangan singkat untuk ketiganya adalah sebagai berikut:

(24)

Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam atau bergerak. Diam misalnya; ruangan, kelengkapan alat, wujud benda, warna, dan lain-lain. Bergerak misalnya: aktifitas, kinerja laju kendaraan, ritme nyanyian, gerak tari, sajian sinetron, kegiatan belajar-mengajar, dan lain sebagainya. Keduanya merupakan obyek untuk penggunaan metode observasi.

Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Dengan pengertian ini maka paper bukan hanya terbatas pada kertas sebagaimana terjemahan dari kata Paper dalam bahasa inggris. Tetapi berwujud buku, kayu, daun lontar, tulang, dan sebagainya yang cocok untuk metode dokumentasi. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan. Sumber data kata dan tindakan merupakan sumber tambahan, jelas hal itu

tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, ”bahan tambahan yang

berasal dari sumber tertulis dapat dibagi sumber baku, majalah ilmiah, sumber dari arsip dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Lexy J. Moleong,

2006:159)”. Sumber data utama yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah dokumen, informasi, dan peristiwa.

E. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

(25)

sehari-hari masyarakat kota Surakarta termasuk pandangan hidup baik dari golongan keturunan karaton, maupun masyarakat biasa.

2. Subjek Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini tergolong penelitian kualitatif, maka subyek penelitian merupakan pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi yang dipilih secara purposif bertalian dengan tujuan tertentu. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985: 200) bahwa :

Pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan yang dikenali dari rancangan sampel yang muncul, pemilihan sampel berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sampel dan pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Subyek penelitian merupakan benda, hal, atau orang lain dan tempat untuk peneliti mengamati, berkomunikasi atau bertanya tentang suatu hal. Menurut Arikunto (2002: 102)subyek penelitian yaitu benda, hal atau orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat.

Subjek dalam penelitian ini agar memperoleh informasi yang valid dan bertalian, maka yang menjadi subjek penelitiannya yaitu terdiri dari:

Tabel 3.1 :

Subjek Penelitian dalam Pengembangan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui pendidikan Informal

No Informan Jumlah

1. Keluarga 5

2. Masyarakat 5

(26)

Sebagaimana dikemukakan oleh penulis bahwa penelitian ini menggunakan sampel purposif, sehingga besarnya sampel ditentukan oleh adanya pertimbangan informasi dengan teknik Snowball. Penentuan sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2002: 32-33) bahwa :

Untuk memperoleh informasi sampai dicapai taraf “redundancy” ketentuan atau kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang dianggap berarti.

Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa dalam pengumpulan data dari informan didasarkan pada ketentuan atau kejenuhan data dan informasi yang diberikan.

F. Desain Penelitian

(27)

Gambar 3.1 Desain Penelitian

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian. Data dan keterangan tersebut dapat diperoleh dengan menentukan teknik pengumpulan

Perumusan Masalah Kajian Pustaka

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Perumusan Hasil dan Kesimpulan

Penelitian Penyusunan Instrumen/

Pedoman Wawancara Analisis

Studi Empiris Studi

Pendahuluan

Penentuan Masalah

(28)

data yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dimana peneliti bertindak sebagai instrumen utama (key instrument) yang menyatu dengan sumber data dalam situasi yang alamiah (natural setting). Ketepatan pemilihan teknik pengumpulan data sangat diperlukan, karena tanpa adanya ketepatan, maka data yang diperoleh dalam penelitian tidak mungkin memberikan hasil yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (2002:

9) bahwa “peneliti adalah key instrument yakni peneliti sendiri yang bertindak

sebagai pengamat langsung, untuk dapat memahami makna interaksi antar-manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang

terkadung dalam ucapan atau perbuatan responden”.

Menurut pendapat Lincoln dan Denzin (2009: 495) bahwa “teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif adalah teknik observasi partisipatif, wawancara, dokumentasi dan literatur. Keempat teknik ini diharapkan bisa saling melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan. Penjelasan dari beberapa teknik tersebut akan diuraikan sebagai berikut: 1. Observasi Partisipatif

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Sejalan dengan Arikunto (2002: 234) yang mengatakan observasi adalah pengamatan secara langsung. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Diperjelas lagi oleh H.B. Sutopo (2002: 64) yang

(29)

yang berupa peristiwa, tempat dan lokasi serta rekaman gambar”.

Memasukkan observasi dalam penelitian ini dikarenakan metode observasi memiliki tingkat derajat yang tinggi untuk mengetahui keakuratan informasi yang didapat. Selanjutnya menurut Nazir (2011: 175) bahwa “observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata, tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”. Lebih lanjut, menurut Creswell (2010: 267) bahwa

“observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah observasi

yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian”.

Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas masyarakat dan menggali informasi melalui pengamatan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Observasi ini dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis untuk memperoleh data kegiatan, kehidupan, dan pandangan hidup masyarakat Kota Surakarta. 2. Wawancara

(30)

2006:69). Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memberi keleluasaan pada informan sehingga didapatkan informasiyang rinci, jujur, dan mendalam.

Wawancara dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan kejelasan dan kemantapan masalah yang sedang diteliti. Oleh karena itu wawancara dilakukan dengan

pertanyaan yang bersifat ”open-ended” dan mengarah pada kedalaman

informasi, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal dan bermanfaat bagi penggalian informasi yang lebih jauh dan mendalam.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan responden yang terdiri dari:

a. Keluarga yang membelajarkan nilai-nilai pada tembang Asmaradana dalam serat Wulang Reh, dan

b. Masyarakat (paguyuban-paguyuban) yang membelajarkan nilai-nilai pada tembang Asmaradana dalam serat Wulang Reh.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai dalam tembang Asmaradana tersebut masih dapat digunakan pada masa sekarang ini sebagai penguat karakter bangsa dan cara membelajarkan nilai-nilai tersebut kepada generasi selanjutnya.

3. Dokumentasi

(31)

prasasti, agenda, dan sebagainya. Dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menginventarisir dokumen yang telah terkumpul kemudian menganalisisnya. Analisis data ini dapat berupa arsip-arsip yang relevan serta benda-benda fisik lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat H.B. Sutopo (2002: 63), yang menyatakan bahwa:

Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif, terutama jika sasaran kajian mengarah pada latar belakang atau peristiwa yang terjadi di masa lampau yang berkaitan dengan kondisi dan peristiwa masa kini, yang sedang diteliti.

Sedangkan menurut Creswell (2010: 269-270) bahwa “pengumpulan data dalam kualitatif dapat dilakukan melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi audion visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis suara atau bunyi”.

(32)

handpone. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

d. Studi Literatur

Menurut Satori dan Komariah (2010: 147) mengemukakan bahwa

“literatur adalah bahan-bahan yang diterbitkan secara rutin ataupun

berkala”. Lebih lanjut, menurut Green (Satori dan Komariah, 2010: 152) bahwa :

Suatu literatur menjadi dokumen kajian dalam studi literatur karena memiliki kriteria yang relevan dengan fokus kajian, yang dimaksud relevan adalah sesuatu sifat yang terdapat pada dokumen yang dapat membantu pengarang dalam memecahkan kebutuhan akan informasi. Dokumen dinilai relevan (relevance) bila dokumen tersebut mempunyai topik yang sama, atau berhubungan dengan subjek yang diteliti (topikal relevance). Studi literatur dilakukan dengan cara membaca, mempelajari buku-buku dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data teoritis yang dapat mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian dan menunjang pada kenyataan yang berlaku pada penelitian.

H. Keabsahan Data 1. Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarkan atas empat kriteria, yaitu :

a. Penerapan kriterium derajat kepercayaan (credibility)

(33)

dikumpulkan, yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian (Satori dan Komariah, 2010: 165)”. Untuk memenuhi kriteria kredibilitas data penelitian ini, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya dalam rencana penelitian tesis penulis. Cara yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Melaksanakan inkuiri, sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai;

2) Menunjukkan derajat kepercayaan atas hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini untuk kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan) digunakan cara-cara seperti : perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, melakukan triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota.

b. Kriterium keteralihan (transferability),

(34)

diterapkan pada populasi di mana sampel tersebut diambil atau pada setting sosial yang berbeda dengan karakteristik yang hampir sama”.

Dalam penelitian ini keteralihan didasarkan pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks dan melakukan verifikasi atas kejadian tersebut. Untuk kriterium keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan secara rinci.

c. Kriterium kebergantungan (dependability),

Dependability merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam

penelitian yang nonkualitatif. Menurut Susan Stainback (Satori dan Komariah, 2010: 166), menyatakan bahwa “reliabilitas berkenaan

dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan”.

(35)

d. Kriterium kepastian (confirmability)

Confirmability berasal dari konsep objektivitas menurut

penelitian nonkualitatif. Satori dan Komariah (2010: 166) mengemukakan bahwa :

Konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Hasil penelitian dikatakan memiliki derajat Objektivitas yang tinggi apabila keberadaan data dapat ditelusuri secara pasti dan penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.

Dapat dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dapat dikatakan objektif. Jadi, objektivitas-subjektivitasnya suatu hal bergantung pada orang seorang, jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Sedangkan subjektif berarti tidak dapat dipercaya, atau melenceng. Kedua pengertian tersebut mendasari munculnya kepastian (confirmability).

Oleh karena itu, agar penelitian ini dapat menjaga kebenaran

dan objektivitas, maka peneliti akan melakukan cara “audit trail”.

Nasution (2002: 119-120) mengemukakan bahwa :

Pengertian “audit trail”. “Trail” artinya jejak yang dapat dilacak, sementara “audit” dalam pengertian ini artinya

pemeriksaan keseluruhan proses penelitian. Dalam rangka

penulisan tesis ini “audit trail” dilakukan oleh pembimbing.

Beliaulah yang terutama berkewajiban untuk memeriksa proses penelitian serta taraf kebenaran data serta tafsirannya.

Cara “audit trail” dilakukan untuk mengetahui “apakah

laporan penelitian ini sesuai dengan data yang dikumpulkan atau

(36)

I. Tahap-Tahap Penelitian 1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap pra penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti pertama kali adalah menemukan dan memilih masalah yang ingin dikaji. Kemudian menentukan judul dan memilih lokasi penelitian untuk mendapatkan fokus penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan judul oleh para pembimbing, peneliti selanjutnya melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan gambaran awal tentang subjek yang akan diteliti. Setelah mendapatkan gambaran awal segeralah peneliti membuat proposal penelitian.

Sebelum melakukan penelitian kelapangan peneliti mengajukan ijin terlebih dahulu kebagiaan BAAK UPI. Setelah mendapatkan ijin penelitian segeralah peneliti terjun kelapangan. Bermodalkan surat ijin penelitian dan proposal yang telah disetujui pembimbing maka peneliti dapat melakukan penelitian dilokasi-lokasi yang telah ditentukan seperti di kraton Kasunanan Surakarta, Sanggar Pasinaon Basa Jawi Sabar Narimo, dan wilayah kerja yang lain selama waktu yang telah ditentukan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

(37)

a. Menghubungi orang-orang yang berkepentingan untuk ijin penelitian.

b. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.

c. Menentukan responden yang akan diwawancara. d. Menghubungi responden.

e. Mengadakan wawancara dengan responden sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

f. Mengadakan wawancara. g. Melakukan studi dokumentasi.

Setelah semua kegiatan pengumpulan data selesai. Peneliti mulai membuat catatan-catatan dan menklasifikasikannya agar diperoleh data yang secara terperinci.

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

(38)
[image:38.595.128.502.111.565.2]

Gambar : 3.2

Komponen-Komponen Analisa Data: Model Interaktif (Miles dan Huberman, 1992:22)

a. Pengumpulan Data

Dalam hal ini peneliti mencatat semua data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan kemudian melakukan pencatatan data dilapangan secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. b. Reduksi Data

Langkah selanjutnya adalah reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Menurut Sugiyono (2006:338) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan dibuang yang tidak perlu. Reduksi Data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu dan Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan-Kesimpulan

(39)

mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 1992:15-16). Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Proses reduksi data dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1) Peneliti menterjemahkan naskah asli tembang Asmaradana dari serat wulangreh yang bertuliskan jawa kuno kedalam bahasa Indonesia.

2) Peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian berlangsung.

3) Peneliti merangkum hasil wawancara dengan narasumber yang telah ditentukan sebelumnya.

4) Kemudian data digolongkan atau dikelompokkan berdasar tema dan dipilih antara data yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.

c. Penyajian Data

(40)

kolom-kolom dalam sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis dan bentuk data yang dimasukan dalam kotak-kotak matriks. Dengan adanya penyajian data tersebut maka akan dapat dilihat pola hubungannya sehingga mudah dipahami.

Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data secara diskriptif baik dalam bentuk teks maupun gambar-gambar untuk melengkapi hasil sajian data. Dengan demikian hasil sajian dapat dengan mudah dipahami.

d. Verifikasi Data

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan Khusus

Berdasarkan sejumlah temuan di lapangan, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Pertama pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat

karakter bangsa melalui pendidikan informal yaitu di masyarakat dan keluarga tidak memiliki desain pembelajaran yang terprogram dan tersistematis karena desain pembelajaran itu sendiri sudah ada dalam pikiran masing-masing dan berjalan secara spontan.

Kedua proses pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal melalui

pendidikan informal tidak melalui tahapan-tahapan pelaksanaan proses belajar mengajar seperti pada lingkungan pendidikan formal hanya tahapan-tahapan tersebut lebih kepada tahap-tahap internalisasi nilai.

Ketiga hasil dari pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal melalui

(42)

Keempat solusi yang tepat dalam pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal ini harus mendapat dukungan dari berbagai elemen keluarga, masyarakat, sekolah, dan pemerintah dalam berbagai hal demi kelangsungan pembelajaran nilai yang baik dan berhasil serta harus disertai dengan pembiasaan dan keteladanan dari berbagai pihak, selain itu jangan terpaku pada kemampuan intelektual saja namun juga pada pengembangan kemampuan emosional dan kemampuan spiritual.

2. Kesimpulan Umum

Nilai-nilai yang terkandung dalam tembang Asmarandana merupakan nilai-nilai yang baik yang berisi nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai kebangsaan sehingga nilai-nilai tersebut harus dilestarikan melalui pembelajaran dalam lingkungan pendidikan informal. Apabila nilai-nilai tersebut tidak di belajarkan kepada generasi muda maka yang terjadi adalah hilangnya nilai-nilai luhur tersebut sebagai penguat karakter bangsa.

(43)

sinergi antara keluarga dan masyarakat dalam pembelajaran nilai dan pengembangan media pembelajaran.

B. Rekomendasi

Merujuk pada hasil penelitian, penulis merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pembangunan nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal. Rekomendasi ini disampaikan ke berbagai pihak yang terkait yaitu sebagai berikut :

1. Kepada orang tua agar tetap melestarikan budaya macapat karena pembangunan dan pengembangan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal ini akan berjalan dengan baik bila orang tua membudayakan menembang dan memetik inti ajaran yang terkandung khususnya pada tembang Asmarandana dan umumnya pada Serat Wulang-reh dalam sebuah keteladanan dalam berperilaku.

2. Kepada masyarakat agar melakukan sosialisai nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam serat Wulang Reh secara intensif kepada masyarakat luas melalui berbagai kesempatan atau media baik secara formal maupun informal sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam penguatan karakter bangsa.

(44)

dalam perilaku sehari-hari baik di sekolah, keluarga, maupun di masyarakat.

4. Kepada budayawan dan akademisi agar dapat memberikan ide-ide yang dapat melahirkan sebuah proses pembelajaran dan media pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa melalui pendidikan informal sehingga nilai-nilai luhur bangsa yang sangat berguna bagi penguat karakter bangsa ini tetap dapat lestari.

5. Kepada pemerintah agar memfasilitasi pelestarian nilai-nilai kearifan lokal baik dalam lingkungan pendidikan formal maupun lingkungan pendidikan informal agar generasi penerus bangsa ini tidak lupa dan nilai-nilai luhur bangsa ini tidak luntur oleh kemajuan zaman karena nilai-nilai kearifan lokal merupakan harta yang sangat berharga bagi pembangunan serta penguatan karakter bangsa.

6. Kepada semua tokoh dan pimpinan yang ada di negara ini agar menumbuhkan nilai-nilai keteladanan secara realistik melalui perilaku sehari-hari, dan keteladanan masyarakat secara informal sehingga dengan keteladanan itu mampu mengembangkan nilai-nilai perilaku dan budi luhur kepada masyarakat luas.

(45)
(46)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rieneka Cipta. Bagus, Lorens. (2002). Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bambang Q-Anees dan Adang Hambali. (2008). Pendidikan karakter berbasis

Al-Quran. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Berkowitz, M.W., Battistich, V.A., Bier, M.C. (2008). “What Works in Character Education: What is Known and What Needs to be Known”. Handbook of Moral and Character Education. New York: Tailor and Francis.

Bogdan, R.C. and Biklen, S.K. (1992). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Branson. S. Margaret. dkk. (1998). “Belajar “Civic Education” dari Amerika” Yogyakarta. Diterbitkan atas Kerjasama: Lembaga Kajian Islamdan Sosial (LKIS) dan The Asian Foundation (TAF).

Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKn dan Masyarakat Multikutural. Bandung: Sekolah Pascasarjana Program Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Cogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education, Bandung: CICED.

Creswell, John. (1998). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

______. (2010). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. Penerjemah Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darusuprapto. (1982). Serat Wulang Reh. Surabaya: Citra Java.

Dewantara, Ki Hajar. (1962). Karja Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Dick Walter, and Carrey Lau. (1985) The Systematic Design of Instruction, 2nd Edition, Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company.

(47)

Djahiri, K. (1984). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.

Fraenkel, J.R. (1977). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Gunawan, Heri. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, Kevin Ryan. (2001). Building Character in School Resource Guide. San Fransisco: Jossey Bass.

Kartini, K. (1982). Psikologi Anak. Bandung: Alumni.

Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. London: National Foundation for Educational Research-NFER.

Koesoema, Donie. (2010). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Lickona, Thomas. (1992). Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Lincoln. S.Y dan Denzin. K. Norman. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mack, Dieter. (2001). Pendidikan Musik Antara Harapan dan Realita. Bandung : UPI Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Mardiwarsito. (1978). Kamus Jawa Kuno. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta:Star Energy (Kakap) Ltd.

Miles, M. & Huberman, A.M. (1992) Analisis Data Kualitatif : Buku sumber tentang metode-metode Baru. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudhofir, Ali. (1988). Kamus Filsafat. Yogyakarta : Liberty.

Muhaimin. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media.

(48)

Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Muslich, KS. (2006). Moral Islam dalam serat piwulang Paku Buwono IV. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.

Naisbitt. J dan Aburdene P. (1990). Megatrends 2000 Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 1990-an. Jakarta : Binarupa Aksara.

Nashir, Haedar. et al. (2009). Revitalisasi visi dan karakter bangsa : Agenda Indonesia ke depan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Nasution, S. (2002). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. Nazir, Moh. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Paku Buwana IV. (1925). Serat Wulangreh. Kediri: Tresna.

Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.

Poedjawijatna. (1982). Filsafat dan Etika Tingkah Laku. Jakarta : Sinar Harapan. ______. (1983). Manusia dengan alamnya. Jakarta: Bina Aksara.

Poerwadarminta. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Quigley, C.N., Buchanan, Jr. J. H., Bahmuler, C.F. (1991). Civitas: A Frame

Work for Civic Education, Calabasas: Center for Civic Education

Rahmawati, Yeni. (2009). Peranan Musik dalam Pembentukan Budi Pekerti. Bandung: UPI.

Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Samani, Muchtar dan Hariyanto. (2011). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Satori, Dzam’an dan Komariah, Aan. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

(49)

Soemargono, Soejono. (2004). Pengantar Filsafa. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Spradley, James, P. (1979). The ethnographic interview. San Diego New York : Harcourt Brace Javanovich College Publisher

Sudiarjo. (1995). Etika. Yogyakarta : UGM.

Sumantri, E. (2008). An Outline Civic Education in South-Asia. Bandung: Rajawali.

Sumarsan. (2003). Gamelan Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sunoto. (1982). Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Liberty.

Supadjar, Damardjati. (2005). Wulang wuruk Jawa. Yogyakarta: Pustaka Dian Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan

Structural. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno, Paul, Moerti Yoedho K., Detty Titisari, St. Kartono. (2002). Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius.

Superka, D.P., Aarens. C., Hedstrom, J.E., Ford, L.J. & Johnson, P.L. (1976). Values Education Sourcebook. Colorado: Social Science Education Consortium, Inc.

Suseno, Franz Magnis. (1997). 13 Model Pendekatan Etika Bunga Rampai Teks-teks Etika dari Plato sampai dengan Nietzche. Yogyakarta: Kanisius.

Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian KualitatifTeori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.

Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas. (2010). Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Tidak Diterbitkan.

Undang-undang (2003). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(50)

Kajian Ilmiah

Abdullah, Amin. (2006). Khasanah budaya karaton Yogyakarta (Makalah seminar).UIN Yogyakarta, 15 November 2006.

Hamengku Buwono X, Sri Sultan. (2006). Aspek pendidikan, moral dan ajaran hidup dalam naskah keraton Yogyakarta. Makalah Keynote Speech Seminar Khasanah Budaya Keraton Yogyakarta, Yogyakarta, 15 November 2006.

Hidayatullah, M.F. (2011). “Pendidikan Karakter dan Pengembangan Metode

Pembelajaran Nilai”. Bahan tayangan disampaikan dalam Pentaloka

Doswar se-Jawa Tengah dan DIY di Dodik Bela Negara Resimen Kodam IV/Diponegoro Magelang, 12 April 2011.

Megawangi, Ratna dan Sunarti, Euis. (2003). Peran Keluarga Dalam Membangun Bangsa Berkualitas: Penghargaan Kembali Terhadap Kiprah Wanita Dalam Pengasuhan Anak. Makalah Seminar Nasional Peran Dan Fungsi Wanita Dalam Perspektif Kesejarahan Umat Kesyukuran Setengah Abad Pondok Pesantren Al-Amien, Prenduan, Sumenep, Madura. 24 Januari 2003.

Mohammad Sobary. (2000). Peduli budaya lokal dan pariwisata nusantara. Seminar mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Semarang : 22 Juni 2000.

Rachmat, Cece. (2012). Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Dalam

Menghadapi Tantangan Modernitas. Disampaikan dalam Seminar

Nasional di Institut Hindu Dharma Negeri, Bali.

Susanti. L.R.Retno. 2011. Membangun Pendidikan Karakter Di Sekolah : Melalui Kearifan Lokal. Disampaikan pada Persidangan Dwitahunan FSUA-PPIK USM 2011 di Fakultas Sastra Unand, Padang pada tanggal 26 s/d 27 Oktober 2011.

Wahab. A.A. (1996). Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik : Model Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia Menuju Warganegara Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar tetap PPKn, IPS, IKIP Bandung.

(51)

Jurnal

Aswandi. (2010). Membangun Bangsa Melalui Pendidikan Berbasis Karakter. Jurnal Publikasi Ilmiah Pendidikan Umum dan Nilai. Vol 2. No.2.

Purwasasmita, M. (2010). “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter”. Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. 1, 12-27. UPI: Widya Aksara Press.

Sapriya. (2008). Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis dalam Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan IPS). Jurnal Acta Civicus Vol.1. No.2. April 2008.

Winataputra, Udin. (2006). Multikulturalisme- Bhineka Tunggal Ika dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Acta Civicus Vol. 2 No.1.

Yuyus Kardiman. (2008). Membangaun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-Situs Kewarganegaraan Bandung. Jurnal Pendidian Kewarganegaraan Acta Civicus. Vol.2 No.2.

Tesis dan Disertasi

Andi Harsono. (2005). Tafsir ajaran serat Wulang-Reh. Yogyakarta: Pura Pustaka.

Machfiroh, Runik. (2011). Revitalisasi Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pengembangan Budaya lokal (Studi Kasus Budaya Macapat di Masyarakat Kota Surakarta Jawa Tengah). Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Narimo, Sabar. (2009). Karakteristik Psiko-Sosio Kultural Manusia Dalam Serat Wulang – Reh Karya Pakoe Boewono IV (Tinjauan Pendidikan Informal Masyarakat Jawa). Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

(52)

Media Cetak dan Elektronik

Chang, William. (2007, 14 Agustus). Merawat reputasi bangsa. Kompas. [cetak], halaman 6.

Lincoln, Yvonna S. dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry. http./www.sagepublication.com. [16 Oktober 2012].

Gambar

Gambar : 3.2 Komponen-Komponen Analisa Data: Model Interaktif  ............ 101
Tabel 3.1 :  Subjek Penelitian dalam Pengembangan Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Gambar : 3.2 Komponen-Komponen Analisa Data: Model Interaktif

Referensi

Dokumen terkait

Maserasi adalah suatu proses penarikan zat aktif dari simplisia dengan cara merendam simplisia dalam sejumlah besar pelarut dalam suatu wadah tertutup dan didiamkan minimal 3

Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropa cuircas L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan Salmonella typhi ATCC

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

Risiko kredit Kelompok Usaha terutama terhadap piutang dagang. Perusahaan dan Entitas Anak memiliki kebijakan, hanya akan bertransaksi dengan pihak ketiga yang memiliki

[r]

Real Time Clock (RTC) DS1307 Berbasis Arduino” adalah untuk mempermudah dalam perawatan ikan terutama pada pemberian pakannya, sehingga ketika peternak atau

[r]

Adapun sampel dalam penelitian ini peneliti mengambil dua kelas, yaitu kelas X IIS 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X Bahasa sebagai kelas kontrol.. Adapun