• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIADOPSI OLEH WARGA NEGARA ASING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIADOPSI OLEH WARGA NEGARA ASING"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIADOPSI OLEH WARGA NEGARA ASING (Studi Penetapan PN Nomor

1028/Pdt.P/2007/PN.Sby dan Penetapan PN Nomor 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd) Hariadi Syaputra

Magister Kenotariatan USU hariadi_syaputra@yahoo.com

Abstract

Adopting an Indonesian child by foreign citizens has to comply with the regulation in PP No. 54/2007 on the Implementation of Adopting a Child and the Decree of the Minister of Social Affairs No. 110/HUK/2009 on the Requirements for Adopting a Child through the Court’s Verdict. There are two types of legal protection for an Indonesian child adopted by foreign citizens in Indonesia – preventive and repressive.

The District Court’s Verdict No. 1028/Pdt.P/2007/PN.Sby is in accordance with the constituents found in the Supreme Court’s Circular Letter No. 6/1983 on the Improvement of SEMA No. 2/1979 on Child Adoption, and the District Court’s Verdict No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd is also appropriate since it does not meet the constituents in Article 13, letter e in conjunction with Article 16 and Article 14 of PP No. 54/2007 on the Implementation of Adopting a Child which explains that the adoptive parents- to-be have not married yet, and adopting a child by a single parent can only be done by an Indonesian citizen. Therefore, in their legal considerations, the judges have handed down the verdicts accurately.

Keywords: Child Adoption, Indonesian Citizen, Foreign Citizen.

BAB I PENDAHULUAN

Anak merupakan insan pribadi yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya, di mana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan orang tua, faktor lingkungan juga memliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya kelak. Anak adalah sosok yang memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya.

Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi perlindungan hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk terwujudnya kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak

(2)

mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.1

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak diadakan dalam rangka untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, tetapi dalam UU Perlindungan Anak sendiri tidak merumuskan pengertian “Pengangkatan Anak”. UU Perlindungan anak hanya merumuskan pengertian anak angkat. Anak angkat menurut UU Perlindungan anak adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan pembesaran anak tersebut, ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.2 Pengangkatan anak dapat menjadi wujud dari penyelenggaraan perlindungan terhadap anak yang diangkat yang meliputi berbagai aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat padanya sejak anak itu dilahirkan, meliputi: Perlindungan terhadap agama, kesehatan, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus.3

Pengangkatan anak pada hakikatnya harus dipandang sebagai upaya untuk meniru alam dengan menciptakan keturunan secara buatan artificial (adoptio naturam imitatur).4 Pengangkatan anak bertujuan untuk mengatasi ketidakpunnyaan keturunan. Alasan lain pengangkatan anak (adopsi) , antara lain, adalah sebagai berikut:5

1. Tidak mempunyai anak, dan ingin mempunyai anak untuk mempertahankan garis keturunan/marga, agar dapat menjaga dan memeliharanya kelak kemudian di hari tua.

2. Untuk mempertahankan ikatan perkawinan/kebahagiaan keluarga.

3. Adanya kepercayaaan bahwa dengan adanya anak di rumah, maka akan dapat mempunyai anak sendiri.

4. Adanya rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya atau demi kemanusiaan.

5. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.

6. Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja.

1Ahmad Zaenal Fanani, Pembaruan Hukum Sengketa Hak Anak Di Indonesia (Perspektif Keadilan Jender), UUI Press, Yogyakarta, 2015, h. 68.

2Pasal 1 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3Lihat ketentuan Pasal 42 sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

4R. Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, h. 3.

5Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) Berdasarkan Adat Kebiasaan Setempat dan Peraturan Perundangan di Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2016, h. 5.

(3)

Warga negara asing yang berkeinginan mengangkat anak warga negara Indonesia karena selama pernikahan mereka tidak dikarunia anak dan adanya rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya atau demi kemanusiaan. Banyak hal yang harus diperhatikan tentang tata cara pengangkatan anak.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan apabila ingin dilaksanakannya pengangkatan anak, diantaranya adalah:6

1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya; dan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal anak.

3. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir; dan dalam hal anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat anak tersebut harus menyertakan identitas anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (4).

5. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini, yaitu :

1. Bagaimana proses pelaksanaan pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak warga negara Indonesia yang diangkat oleh warga negara asing di Indonesia?

3. Bagaimana pertimbangan hukum dalam penetapan pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing menurut Penetapan PN Nomor 1028/Pdt.P/2007/PN.Sby dan Penetapan PN Nomor 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd?

6Pasal 39 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

(4)

II. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan jenis penelitian studi dokumen yang bersifat deskriptif analisis, sember data yang digunakan yaitu data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Metode yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan dengan analisis data secara kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan secara deduktif.

III. PEMBAHASAN

A. PROSES PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

1. Syarat Anak angkat dan Orang Tua Angkat

Syarat anak yang akan diangkat dan orang tua yang akan mengangkat anak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak, meliputi:

(1) Syarat anak yang diangkat:7

a. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang meliputi : b. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

c. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan d. Memerlukan perlindungan khusus.

(2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksut pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak, meliputi:8

a. Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan perioritas utama,

b. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjnag ada alassan yang mendesak; dan

c. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak juga memberikan persyaratan terhadap calon orang tua angkat yang menentukan sebagai berikut:9

7Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

8Pasal 12 Ayat (1) Huruf A, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

9Pasal 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

(5)

a. Sehat jasmani dan rohani;

b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

c. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

e. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;

f. Tidak merupakan pasangan sejenis;

g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;

h. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

j. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik;

1. Bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhandiberikan; dan

m. Memperoleh izin menteri dan/atau kepala instansi sosial.

2. Prosedur Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak di Indonesia bisa dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Pengangkatan anak yang dilakukan warga negara Indonesia bisa dilakukan dengan dua cara yaitu melalui hukum adat dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan anak yang dilakukan menurut peraturan perundang undangan yang berlaku bisa dilakukan secara langsung ataupun melalui lembaga pengasuhan anak. Sedangkan warga negara asing yang ingin melakukan pengangkatan anak di Indonesia hanya bisa dilakukan melalui lembaga pengasuhan anak.

(6)

Skema : Proses pengangkatan anak di Indonesia.

Sumber: Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

B. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIANGKAT OLEH WARGA NEGARA ASING

1. Wujud Perlindungan Hukum Preventif Terhadap Pengangkatan Anak Indonesia Oleh Warga Negara Asing Dalam Hukum Positif Indonesia

Anak-anak memiliki hak dan kewajiban yang sama pada umumnya yang memerlukan suatu perlindungan hukum. Perlindungan itu sendiri adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun represif yang menjadi suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu adanya keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.10 Perlindungan juga menjadi sebuah pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negera hukum agar terhindar dari kesewenang-wenangan,11 maka para aparat membuat suatu peraturan mengenai perlindungan hukum khusus untuk anak-anak yakni perlindungan anak.

Perlindungan anak merupakan suatu upaya dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.12 Upaya perlindungan anak tidak hanya dilakukan oleh keluarga sang anak sendiri, namun perlindungan juga dilakukan oleh masyarakat, lembaga pemerintah maupun lembaga swasta yang bertujuan untuk mengupayakan pengamanan dan pemenuhan kesejahteraan setiap anak baik fisik, mental maupun sosialnya sesuai dengan kebutuhan setiap anak.13 Perlindungan anak dari keluarga

10Rahayu, 2009, Hukum Pengangkatan Orang, http:/www.prasko.com/2011/02/pengertian-perlindungan- hukum.html, diakses pada tanggal 20 April 2017.

11Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h. 205.

12Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo CV, Jakarta, 1984, h. 10.

13Ibid.

CALON ANAK ANGKAT

( (CAA

WNI

( (CAA

WNA

( (CAA

HUKUM ADAT

( (CAA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

( (CAA

SECARA LANGSUNG

(

(CAA LEBAGA

PENGASUHAN ANAK

( (CAA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

(7)

merupakan perlindungan yang diberikan dari orang-orang terdekatnya agar si anak dapat memenuhi kewajibannya serta mendapatkan apa yang menjadi haknya, selain itu keluarga memelihara dan mendidik agar si anak dapat menjadi anak yang baik. Sedangkan negara (pemerintah maupun lembaga lainnya) melindungi kesejahteraan anak, baik dari segi jasmani, rohani, pendidikan, ekonomi, sosial serta kehidupan yang dijalaninya untuk menggapai cita- cita. Begitu pula dengan anak angkat yang merupakan anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga14, mereka juga memerlukan perlindungan karena anak angkat merupakan bagian baru bagi sebuah keluarga yang tidak ataupun belum dikaruniai seorang anak.

Di Indonesia pengangkatan anak sudah menjadi sebuah lembaga resmi untuk terlindunginya anak angkat, karena pada saat ini banyak sekali modus kejahatan pengangkatan anak dengan alasan simpati kepada anak tersebut yang tidak memiliki orang tua, orang tuanya tidak mampu, maupun dengan alasan ingin menjadikan anak tersebut sebagai penerus keluarga, namun dalam kenyataannya anak tersebut disia-siakan oleh keluarga angkatnya. Indonesia telah mengenal pengangkatan anak antar negara setelah pengesahan SEMA No. 2 Tahun 1979, namun pengangkatan anak antar negara menimbulkan permasalahan baru yakni mengenai status personal merupakan kondisi keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan/diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi lembaga-lembaganya,15 dan untuk menetukan penentuan status personal ada beberapa azas, yakni:16

1. Azas Nasionalitas atau Kewarganegaraan (Lex Patriae)

Merupakan hukum personil dari seseorang adalah hukum nasionalnya, hukum yang ditentukan oleh kewarganegaraannya. Setiap warga negara ini tetap takhluk di bawah hukum nasional negaranya kemanapun ia pergi.

2. Azas Teritorialitas atau Domisili (Lex Domicili)

Merupakan status personal suatu pribadi tunduk pada hukum dimana ia berdomisili.

3. Azas Lex Loci Celebrations

Merupakan hukum yang mengatur dimana tempat dilangsungkannya sebuah perkawinan dan dua orang mempelai harus tunduk kepada formalitas – formalitas setempat.

4. Lex Fori (tempat Gugatan)

14R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 175.

15Oeke Reva Ade Pratiwi, Wujud Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia Yang Diadopsi Oleh Warga Negara Asing Dalam Hukum Positif Di Indonesia, Jurnal Mahasiswa Universitas Brawijaya. 2014. h. 5.

16Ibid.

(8)

Yaitu apabila obyek gugatan benda bergerak maka dalam hal mengajukan gugatan berdasarkan dimana beda bergerak tersebut berada. Adapula ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 AB yaitu status dan wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya (les partriae), jadi seseorag dimanapun berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status dan wewenang demikian pula orang asing maksudnya status dan wewenang orang asing itu harus dinilai hukum nasional orang asing tersebut. Ataupun kewarganegaraan dari calon anak angkat yang berbeda dari calon orang tua angkatnya, ada azas-azas yang mempengaruhi kewarganegaraanyaitu: 17

1. Asas ius sanguinis (law of the blood), adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.

2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas, adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang, berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.

3. Asas kewarganegaraan tunggal, adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.

Kemudian adanya penyempurnaan dari SEMA Nomor 2 Tahun 1979 yakni SEMA Nomor 6 Tahun 1983. Dan pada tahun 1990 Indonesia mengikuti konvensi yang diikuti oleh beberapa negara juga dengan tema hak-hak anak dimana hal itu untuk menggupayakan perlindungan bagi anak pada umumnya serta bagi negara yang mengakui sistem pengangkatan anak juga perlu melindungi calon anak angkat. Kemudian adanya pengkhususan perlindungan bagi anak merupakan implementasi dari KHA Nomor 36 Tahun 1990 yaitu UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dimana beberapa menjelaskan mengenai anak angkat yang berhak tahu asal-usul mereka serta pemerintah memberi pengarahan bagi calon orang tua angkat khususnya warga negara asing yang ingin mengangkat anak berkewarganegraan Indonesia, disamping itu pula UU Nomor 23 Tahun 2002 juga mencantumkan pasal-pasal bagi calon orang tua angkat yang melakukan tindak kejahatan terhadap anak angkatnya dapat dikenai sanksi. Sehingga bagi calon orang tua angkat yang ingin mengangkat anak berkewarganegaraan Indonesia harus memenuhi baik persyaratan materiil maupun administrasi yang tercantum dalam PP Nomor 54 Tahun 2007

17Ibid., h. 6.

(9)

Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak serta Peraturan Menteri Nomor 110 Tahun 2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.18

2. Wujud Perlindungan Hukum Represif Terhadap Pengangkatan Anak Indonesia oleh Warga Negara Asing dalam Hukum Positif Indonesia

Di Indonesia pengangkatan anak sudah dikenal pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang membuat peraturan tersendiri tentang pengangkatan anak yaitu Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917, khususnya Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 yang mengatur tentang pengangkatan anak. Pasal-pasal tersebut berisikan tentang calon orang tua angkat yang boleh mengangkat anak, anak yang boleh diangkat, kemudian tata cara pengangkatan anak, akibat pengangkatan anak, dan yang terakhir mengenai batalnya suatu pengangkatan anak.19

Pada tahun 1979 pemerintah Indonesia menggeluarkan Surat Edaran Mahkamahh Agung No. 2 mengenai Pengangkatan Anak, kemudian pada tahun 1983 dikeluarkan SEMA No. 6 mengenai Penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979, lalu pada tahun 1989 pemerintah Indonesia menggeluarkan lagi SEMA No. 4 Tentang Pengangkatan Anak, dan pada tahun 2005 Indonesia menyempurnakan SEMA No. 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak dengan SEMA No. 3. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung dari tahun 1979 hingga tahun 2005 dan adanya penyempurnaan dari SEMA tersebut membuat Indonesia menggenal penggangkatan anak secara resmi. Indonesia sendiri mengenal dua jenis pengangkatan anak yakni pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing, termasuk kategori yaitu pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing ataupun sebaliknya. Jadi anak yang akan diangkat oleh calon orang tua angkat yang berkewarganegaraan asing, maka sang anak dapat berpindah kewarganegaraan beserta domisilinya mengikuti orang tua angkatnya. Karna hal itu, pemerintah Indonesia memiliki peraturan bagi calon orang tua angkat yang ingin mengangkat seorang anak, baik berkewarganegaraan asing maupun Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang telah mengenal hukum perdata internasional yakni perbuatan hukum perdata yang dilakukan oleh warga negara Indonesia diluar wilayah negara Indonesia maupun warga negara asing yang melakukan perbuatan hukum perdata diwilayah negara Indonesia, begitu pula dengan pengangkatan anak internasional yang menjadi bagian

18Ibid., h. 7.

19H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, Raja Grafindo Pesada, Jakarta, 2008, h. 22-29.

(10)

dari HPI dan di Indonesia sendiri memiliki azas-azas yang akan digunakan untuk menetukan status personal seseorang yang akan melakukan perbuatan hukum serta hukum mana yang digunakan dan diberlakukan. Indonesia merupakan negara yang memakai sistem choice of law yang dimana seseorang warga negara asing dapat menggunakan azas-azas dan sistem apapun yang berlaku di Indonesia agar mempermudah melakukan perbuatan hukum di wilayah Indonesia termasuk pengangkatan anak Indonesia oleh warga negara asing yang berdomisili di Indonesia, namun dalam lapangan hukum perdata internasional ada lima sistem yang dapat digunakan, yaitu syarat-syarat dan akibat-akibatnya digunakan hukum nasional anak angkat; syarat-syarat dan akibat hukumnya menggunakan hukum nasional orang tua angkat; syarat-syarat menggunakan hukum nasional orang tua angkat dan akibatnya menggunakan hukum nasional anak angkat; sistem Kumulasi; dan sistem Ditribusi.

Indonesia sendiri memakai sistem Kumulasi yang merupakan syarat-syarat maupun akibatnya dapat menggunakan hukum nasional orang tua angkat maupun hukum nasional anak angkat meskipun sistem tersebut dianggap bertentangan dengan tujuan sistem hukum perdata internasional, namun sistem ini dapat digunakan di Indonesia karena Belanda adalah tempat kita (Indonesia) meletakkan tititk berat atas perkara-perkara yang memiliki sangkut paut dengan Indonesia. Dengan kata lain hukum yang digunakan di Indonesia sekarang merupakan hukum turunan atau warisan dari hukum yang ditinggalkan oleh Belanda,20 namun ada pula keuntungan dalam menggunakan sistem ini yakni bahwa akan lebih banyak pengakuan dari pengangkatan anak yang bersangkutan baik dari negara pihak calon orang tua angkat maupun negara pihak anak angkat.21 Calon orang tua angkat juga dapat memakai hukum nasional mereka sendiri atau memakai hukum dimana mereka tinggal (lex domicili), sehingga dapat mempermudah proses pengangkatan anak serta dapat menyelesaikan apabila terjadi suatu masalah dan menimbulkkan ketidakpastian, maka dipilihlah hukum mana yang terberat.

Sistem ini juga sesuai dengan hukum yang ada di Indonesia yakni dapat menggunakan azas lex patrie atau lex domicili untuk menentukan status personal dari masing-masing pihak atau menggunakan ketentuan yang tercantum dalam, Pasal 16 AB. Dalam menentukan pengadilan mana yang berwenang untuk mengesahkan pengangkatan anak ada dua kompetensi yaitu: 1. Kompetensi Relatif yaitu mengesahkan suatu pengangkatan anak di pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman anak yang

20Oeke Reva Ade Pratiwi, op.cit., h. 14.

21Sudargo Gautama (Gouw Giok Siong), Hukum Perdata Internasional, Buku keTujuh Jilid keTiga (Bagian Pertama) Kinta, Jakarta, 1969, h. 161.

(11)

diangkat; 2. Kompetensi Absolut yaitu pengadilan negeri yang merupakan badan peradilan yang secara umum berwenang untuk mengesahkan pengangkatan anak baik domestic adoption maupun inter-country adoption, termasuk permohonan penetapan pada pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan.

Tetapi dengan perluasan kewenangan Pengadilan Agama di Indonesia sejak berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 mengenai Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama sehingga pengadilan agama mencakup kewenangan untuk menetapkan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam,22 namun pengangkatan anak secara internasional pihak yang berwenang untuk mengesahkan surat permohonan pengangkatan anak oleh calon orang tua angkat berkewarganegaraan asing tetap Pengadilan Negeri dan setelah putusan dikeluarkan, Pengadilan Negeri wajib memberika salinan putusan pengangkatan anak ke MA selain itu ke Departemen Hukum dan Ham, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, dan Kepolisian.

Namun selain melalui meja hijau, ada cara lain untuk menyelesaikan sengketa/kasus yang ada yakni lewat non litigasi (di luar pengadilan) yang artinya sengketa atau beda pendapat perdata dapat didelesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian ssengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di luar pengadilan negeri.23

Menurut Frans Hendra Winarta

Dalam proses litigasi menempatkan para pihak yang saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil begitu pula dengan yang dikatakan oleh Rachmadi Usaman, bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).24

Abritase dan APS merupkan sebuah lembaga penyeleseaian atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak dengan berbagai pilihan penyelesaian di luar pengadilan, seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian para ahli. Dimulai dengan pengertian abritase sendiri adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

22Ketentuan Pasal 49.a. butir 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo UU No. 3 Tahun 2006.

23Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

24Oeke Reva Ade Pratiwi, op.cit., h.15.

(12)

bersengketa.25 Selain itu ada pula alternatif penyelesaian lainnya, yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.26

C. PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA NEGARA ASING MENURUT PENETAPAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 1028/Pdt.P/2007/PN.Sby DAN PENETAPAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd

1. Analisis Penetapan Pengadilan Negeri Nomor 1028/Pdt.P/2007/Pn.Sby

Hakim yang mengabulkan permohonan tuan Edgardo Celocia Fuentes (pemohon I), dan istri nyonya Miriam Garcia Fuentes(Pemohon II)dalam Penetapan Pengadilan Negeri Nomor 1028/Pdt.P/2007/Pn.Sby telah benar. Dimana telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta berdasarkan fakta-fakta hukum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak, dan apabila mengacu pada ketentuan pengangkatan anak yang berlaku saat ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 /Huk/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Dalam Pasal 12 PP 54 tahun 2007 yang mengatur tentang batas usia anak maksimal untuk pengangkatan anak yaitu dibawah 18 tahun, yang mana dalam kasus ini anak laki-laki yang bernama Juan Miguel lahir pada tanggal 06 Maret 2006 di Surabaya dari seorang Ibu yang bernama Fransisca Idawati yang pada saat penetapan ini lebih kurang berumur 1 (tahun) dan berdasarkan bukti-bukti yang telah di sampaikan pemohon maka telah memenuhi Pasal 11 sampai dengan Pasal 25 PP 54 Tahun 2007.

Pasal 42 Ayat 1 Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 /Huk/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak yang berbunyi “Calon anak angkat pada pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh calon orang tua angkat yang warga negara asing harus berada dalam lembaga pengasuhan anak”. Dalam kasus ini bahwa Juan Miguel sebagai calon anak angkat berada dalam lembaga pengasuhan anak yang bisa dibuktikan berdasarkansurat keterangan penyerahan anak No.175.B/MT.E.6/IX/06 dari yayasan matahari terbit (fotocopy) yang

25Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

26Oeke Reva Ade Pratiwi, Op.Cit., h.15.

(13)

merupakan alat bukti dalam persidangan, dan berdasarkan dari pakta persidangan pengangkatan anak yang dilakukan oleh tuan Edgardo Celocia Fuentes (pemohon I), dan istri nyonya Miriam Garcia Fuentes (pemohon II) telah memenuhi syarat dan prosedur pengangkatan anak yang diatur dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 yang mengatur syarat dan prosedur dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/Huk/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

2. Analisis Penetapan Pengadilan Negeri Nomor 62/Pdt.P/2010/Pn.Mkd

Hakim dalam putusannya menolak permohonan penetapan pengangkatan yang diajukan Fattimah Bteshekh Adip Ally terhadap calon anak angkat Aydan Ally dalam Penetapan Pengadilan Negeri Nomor 62/Pdt.P/Pn.Mkd sudah benar, meskipun pemohon telah menunjukkan bukti-bukti surat dan saksi untuk keperluan syarat pengangkatan anak sebagaimana terlampir dalam berkas perkara permohonan, namun oleh karena permohonan pengangkatan anak yang dilakukan Pemohon tergolong pengangkatan anak yang merupakan upaya terakhir yang boleh dilakukan (ultimum remedium), sebagaimana dimaksud Pasal 11 Ayat 1 huruf (a) jo. Pasal 5 PP No. 54 Tahun 2007, maka apabila permohonan tersebut dikaitkan dengan ketentuan Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 16 PP No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Pemohon belum bisa memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, utamanya syarat yang mutlak harus terpenuhi. Pemohon adalah warga negara Singapura dengan status belum menikah, maka ketentuan Pasal 13 huruf e jo. Pasal 16 PP. No. 54 Tahun 2007 yang tidak terpenuhi oleh pemohon dan syarat-syarat lain yang juga harus dipenuhi menurut Pasal 14 PP. No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

III. KESIMPULAN DAN SARAN a Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemungkakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing di Indonesia harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, yaitu calon orang tua angkat mengajukan permohonan kepada Menteri Sosial RI melalui Organisasi Sosial/Dinas Sosial yang akan meneruskan permohonan tersebut

(14)

kepada Menteri Sosial, selain itu pengangkatan anak juga harus memperhatikan faktor agama sebagai salah satu syarat permohonan pengangkatan anak, dan jika permohonan pengangkatan anak tersebut telah memenuhi prosedur dalam ketentuan perundang-undangan dan disetujui maka akan diajukan kepada Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama RI untuk mendapat pengesahan (penetapan).

2. Perlindungan hukum terhadap anak warga negara Indonesia yang diangkat oleh warga negara asing di Indonesia terdiri dari 2 (dua) macam perlindungan hukum macam yaitu perlindungan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya sengketa, dimana hak-hak anak harus terpenuhi demi tumbuh dan berkembangnya anak, dan bagi calon orang tua angkat harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang dan serta adanya pengawasan dan bimbingan yang dilakukan pemerintah baik sebelum maupun sesudah terjadi pengangkatan anak, sedangkan perlindungan secara represif dilakukan jika terjadinya sengketa pengangkatan anak yakni yang tercantum dalam Pasal 66 angka 5, 6, dan 7 dalam Undang-Undang No.

39 Tahun 1999 Tentang HAM, kemudian pasal 77, Pasal 79, dan Pasal 83 dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 36 UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Pasal-pasal yang ada diharapkan dapat digunakan untuk bukan hanya untuk melindungi melainkan melaksanakan pengangkatan anak Indonesia oleh warga negara asing agar tidak terjadi permasalahan.

3. Pertimbangan hukum dalam penetapan pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing menurut Penetapan PN Nomor 1028/Pdt.P/2007/PN.Sby telah sesuai dengan unsur-unsur yang ada dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 Mengenai Pengangkatan anak, dan penetapan PN Nomor 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd juga telah sesuai karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 13, huruf e jo. Pasal 16 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang menjelaskan bahwa calon orang tua angkat belum menikah dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya bisa dilakukan oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu maka hakim dalam pertimbangan hukumnya telah tepat menetapkan hukum dalam penetapannya.

b Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh pada kesempatan ini, adalah sebagai berikut:

(15)

1. Proses pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing di Indonesia dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak tidak memiliki sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pengangkatan anak, maka diharapkan kepada pemerintah perlu membuat aturan setingkat Undang-undang tentang pengangkatan anak.

2. Dalam hal perlindungan pengangkatan anak pemerintah perlu melakukan kerja sama antara pemerintah dengan negara-negara lain dalam hal membuat perjanjian pengangkatan anak lintas negara, serta perlu adanya lembaga sosial baik di dalam maupun di luar negeri untuk melakukan pengawasan terhadap anak angkat, dimana untuk melindungi anak angkat apabila dibawa oleh orang tua angkat warga negara asing kenegara asalnya.

3. Dalam pertimbangan hukum kedua penetapan tersebut, warga negara asing yang ingin mengangkat anak warga negara Indonesia harus memenuhi aturan sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku saat ini, terutama sarat calon orang tua angkat dan pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh warga negara asing harus memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia, memperoleh izin tertulis dari Menteri dan harus melalui lembaga pengasuh anak, dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri.

IV. DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Fanani, Ahmad Zaenal. 2015. Pembaruan Hukum Sengketa Hak Anak Di Indonesia (Perspektif Keadilan Jender), Yogyakarta : UUI Press.

Gosita, Arif. 1984. Masalah Perlindungan Anak, Jakarta : Akademika Pressindo CV.

Guantama, Sudargo (Gouw Giok Siong). 1969. Hukum Perdata Internasional, Buku ke Tujuh Jilid ke Tiga (Bagian Pertama), Jakarta : Kinta.

Hadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya : Bina Ilmu.

Kamil, Ahmad dan H.M Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Meliala, Djaja S. 2016. Pengangkatan Anak (Adopsi) Berdasarkan Adat Kebiasaan Setempat dan Peraturan Perundangan di Indonesia, Bandung : CV Nuansa Aulia.

Pandika, R. Rusli. 2012. Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta : Sinar Grafika.

Soeroso, R. 2010. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta : Sinar Grafika.

(16)

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

C. Jurnal

Oeke Reva Ade Pratiwi, Wujud Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia Yang Diadopsi Oleh Warga Negara Asing Dalam Hukum Positif Di Indonesia, Jurnal Mahasiswa Universitas Brawijaya. 2014.

D. Internet

Rahayu, Hukum Pengangkatan Orang, http:/www.prasko.com/2011/02/pengertian- perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 20 April 2017.

Referensi

Dokumen terkait

TWINIKE SATIVA FEBRIANDINI, S 351308059, PROSES PENGUASAAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA, Penulisan Hukum (Tesis) Program Magister

Perancangan Board Game Bagi Anak-Anak Warga Negara Asing Di Sekolah Dasar Internasional Mengenai Pengenalan Bahasa Indonesia.. Nama: David

“Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang Warga Negara Indonesia atau seorang Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing adalah sah bilamana

TWINIKE SATIVA FEBRIANDINI, S 351308059, PROSES PENGUASAAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA, Penulisan Hukum (Tesis) Program Magister

Perlindungan hukum bagi Warga Negara Asing yang membuat akta jual beli properti di Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria mengatakan yang

Sebagai akhir dari pembahasan secara menyeluruh dari uraian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini tentang Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia

Anak, Kementerian Kesehatan RI, Markas Besar Polri, Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Agama RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Pekerja

1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing adalah sah