• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI PANJANG BAHAN SETEK DAN MACAM PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG HIAS (Arachis Pintoi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH VARIASI PANJANG BAHAN SETEK DAN MACAM PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG HIAS (Arachis Pintoi)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI PANJANG BAHAN SETEK DAN MACAM PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN KACANG HIAS (Arachis Pintoi)

SKRIPSI

Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta

Disusun oleh : Nama : Dhani Aprian

Nim : 134 080 052

PRODI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA 2014

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Peneltitian : Pengaruh Variasi Panjang Bahan Setek Dan Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hias (Arachis Pintoi).

Nama Mahasiswa : Dhani Aprian Nomor Mahsiswa : 134 080 052 Program Studi : Agroteknologi

Menyetujui Pembimbing dan Penguji

Pembimbing 1 Pembimbing II

(Ir. H. Bargumono, Msi) (Ir. Darban Haryanto, MP)

Penelaah I Penelaah II

(Ir. H. Suyadi, MP) (Dr. Ir. Basuki, MP) Fakultas Pertanian

UPN “VETERAN” Yogyakarta Dekan

(Partoyo, SP., MP., PhD)

(3)

ABSTRAK

Tanaman penutup tanah jenis kacangan (leguminosa) atau sering disebut Legume Cover Crop (LCC) adalah salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit. Tanaman kacang hias (Arachis pintoi) adalah salah satu jenis LCC yang mempunyai keunggulan lebih dari jenis LCC lainnya. Selain sebagai penutup tanah dan pengikat nitrogen, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai tanaman hias perkebunan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi antara macam panjang setek dan macam pupuk organik, panjang bahan setek dan macam pupuk organik yang terbaik terhadap pertumbuhan dan jumlahl bintil akar tanaman kacang hias (Arachis pintoi). Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor dengan tiga ulangan dan setiap ulangan terdapat dua belas tanaman.

Faktor pertama adalah panjang bahan setek yang terdiri dari B1 (10 cm), B2 (15 cm) dan B3 (20 cm). Faktor kedua adalah macam pupuk organik yaitu D1 (tanah Regosol/tanpa pemberian pupuk), D2 (pupuk kandang ayam) dan D3 (pupuk kompos). Parameter pengamatan meliputi Pertambahan panjang sulur tanaman (cm), jumlah daun (helai), panjang akar (cm),berat segar tajuk (g), berat segar akar (g), berat kering tajuk (g), berat kering akar (g) jumlah bintil akar( butir), shoot root ratio (g). Data pengamatan dianalisis keragamannya dengan sidik ragam pada jenjang nyata 5 %.

Kata Kunci : Tanaman Kacang Hias (Arachis Pintoi), Panjang Bahan Setek, Macam Pupuk Organik.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Dhani Aprian dilahirkan di Aceh Selatan pada tanggal 19 April 1990. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman dan Eida Evrawaty Lubis.

Pada tahun 1996 Penulis memasuki Sekolah Dasar Inpres 014654 Aek Loba Sumatera Utara, lulus pada tahun 2002. Melanjut Sekolah Menengah Pertama SMP F. Tandean Tebing Tinggi Sumatera Utara dan pada tahun 2005 melanjutkan Sekolah Menengah Atas SMA N 3 Tebing Tinggi Sumatera Utara. Pada tahun 2008 Penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi.

Pada juli 2011 Penulis melakukan magang penelitian dengan judul

“ Pengendalian Hama Perkebuna Kelap Sawit di PT. Pastima Aek Kanopan, Labuhan Batu Sumatera Utara “. Selama magang tersebut yang membuat Penulis lebih terinspirasi pada tanaman Kelapa Sawit dan mengambil penelitian untuk skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Panjang Bahan Setek Dan Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hias (Arachis Pintoi)” di kebun Praktek UPN

“Veteran” Yogyakarta Desa Wedomartani, Sleman, Yogyakarta, di bawah bimbingan Bapak Ir. H. Bargumono, Msi dan Ir. Darban Haryanto, MP.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas rahmat, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“PENGARUH VARIASI PANJANG BAHAN SETEK DAN MACAM PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG HIAS (Arachis Pintoi

)”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Partoyo, SP., MP., Ph. D. selaku dekan fakultas pertanian.

2. Ir. H. Bargumono, Msi selaku pembimbing I.

3. Ir. Darban Haryanto, MP selaku pembimbing II.

4. Ir. H. Suyadi, MP selaku penelaah I.

5. Dr. Ir. Basuki, MP selaku penelaah II.

6. Ayahanda tercinta Sudirman dan Ibunda Eida Evrawaty Lubis

7. Kakak saya Novita Sandra, Dharma Bakti, Dalmi Abdi, dan adik saya Derwanda Aditya dan semua teman yang telah memberikan doa dan dukungannya.

Semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan dunia pertanian nantinya.

Yogyakarta, September 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN………vi

DAFTAR ISI ……….viii

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tanaman Kacang Hias ... 7

B. Setek ... 11

C. Bintil Akar ... 14

D. Pupuk Organik ... 15

E. Pupuk Kandang ... 18

F. Pupuk Kompos ... 18

G. Kerangka Pemikiran ... 20

H. Hipotesis ... 21

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 22

A. Tempat dan Waktu Percobaan ... 22

B. Bahan dan Alat ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Pelaksaan Penelitian ... 23

(7)

1. Pembuatan Naungan dan Sungkup ... 23

2. Perlakuan Komposisi Media Tanah ... 23

3. Perlakuan Bahan Stek ... 24

4. Penanaman ... 24

5. Pemeliharaan tanaman ... 24

a. Penyiraman . ... 24

b. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 25

c. Penyulaman ... 25

E. Pengamatan Parameter ... 25

1. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman (cm) ... 25

2. Jumlah Daun (Helai Daun) ... 26

3. Panjang Akar (cm) ... 26

4. Berat Segar Bagian Vegetatif di atas Tanah (g) ... 26

5. Berat Segar Akar (g) ... 26

6. Berat Kering Bagian Vegetatif di atas Tanah (g) ... 26

7. Berat Kering Akar (g) ... 27

8. Jumlah Bintil Akar (butir) ... 27

9. Shoot root ratio... 27

IV. HASIL DAN ANALISIS ... 28

A. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman ... 28

1. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 1 mst (cm) ... 28

2. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 2 mst (cm) ... 29

3. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 3 mst (cm) ... 30

4. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 4 mst (cm) ... 31

5. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 5 mst (cm) ... 32

6. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 6 mst (cm) ... 33

B. Jumlah Daun (helai) ... 34

C. Panjang Akar (cm) ... 35

D. Berat Segar Bagian Vegetatif di atas Tanah (g) ... 36

E. Berat Segar Akar (g) ... 37

F. Berat Kering Bagian Vegetatif di atas Tanah (g) ... 38

(8)

G. Berat Kering Akar (g) ... 39

H. Jumlah Bintil Akar ... 40

1. Jumlah Bintil Akar 2 mst ... 40

2. jumlah Bintil Akar 4 mst ... 41

3. jumlah Bintil Akar 6 mst ... 42

I. Shoot Root Ratio ... 43

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Unsur Hara Macam-macam Pupuk Organik ... 19

Tabel 2. Rerata Panjang Sulur Tanaman 1 mst (cm) ... 28

Tabel 3. Rerata Panjang Sulur Tanaman 2 mst (cm) ... 29

Tabel 4. Rerata Panjang Sulur Tanaman 3 mst (cm) ... 30

Tabel 5. Rerata Panjang Sulur Tanaman 4 mst (cm) ... 31

Tabel 6. Rerata Panjang Sulur Tanaman 5 mst (cm) ... 32

Tabel 7. Rerata Panjang Sulur Tanaman 6 mst (cm) ... 33

Tabel 8. Jumlah Daun ( helai ) ... 34

Tabel 9. Rerata Panjang Akar (cm) ... 35

Tabel 10. Berat Segar Bagian Vegetatif di atas Tanah ( g )... 36

Tabel 11. Berat Segara akar (g) ... 37

Tabel 12. Berat Kering Bagian Vegetatif di atas Tanah (g)... 38

Tabel 13. Berat Kering Akar (g) ... 39

Tabel 14. Jumlah Bintil Akar 2 mst ... 40

Tabel 15. Jumlah Bintil Akar 4 mst ... 41

Tabel 16. Jumlah Bintil Akar 6 mst ... 42

Tabel 17. Shoot Root Ratio ... 43

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

I. Petak Percobaan ... 51

II. Tata Letak (Lay Out) Percobaan ... 52

III. Data Pertambahan Panjang sulur Tanaman 1 mst (cm) ... 53

IV. Data Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 2 mst (cm)... 59

V. Data Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 3 mst (cm)... 60

VI. Data Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 4 mst (cm)... 61

VII. Data Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 5 mst (cm)... 62

VIII. Data Pertambahan Panjang Sulur Tanaman 6 mst (cm)... 63

IX. Data Jumlah Daun ... 64

X. Data Panjang Akar ... 65

XI. Data Berat Segar Bagian Vegetatif di atas Tanah ... 66

XII. Data Berat Segar Akar ... 67

XIII. Data Berat Kering Bagian Vegetatif di atas Tanah ... 68

XIV. Data Berat Kering Akar ... 69

XV. Data Bintil Akar 2 mst ... 70

XVI. Data Binti Akar 4 mst ... 71

XVII. Data Binti Akar 6 mst ... 72

XVIII. Data Shoot Root Ratio ... 73

(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman penutup tanah jenis kacangan (leguminosa) atau sering disebut Legume Cover Crop (LCC) adalah salah satu faktor penting yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit. Lahan yang sudah ditanami kelapa sawit hingga berumur 3-4 tahun masih terbuka sebelum tajuk kelapa sawit menutupinya. Permukaan tanah sebaiknya tertutup vegetasi tanaman dengan baik agar tidak mudah tererosi, mengurangi penguapan air, tidak ditumbuhi gulma pesaing dan menambahkan unsur hara melalui dekomposisi bahan organik. Pemilihan tanaman penutup tanah yang tepat untuk mempertahankan sekaligus memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah adalah jenis kacangan (leguminosa) yang tumbuh menjalar.

Penanaman LCC sebagai penutup tanah bertujuan mempersiapkan kondisi yang kondusif bagi penanaman tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit sehingga tidak ada tanaman yang mati dan mampu menghasilkan produk yang direncanakan (Pahan, 2008). Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan pada lahan perkebunan terdiri atas dua tipe yaitu legum dan non-legum.

Tanaman penutup tanah dari golongan legume umum digunakan di areal tanaman baru atau tanaman ulang biasanya berupa kacangan yang menjalar.

Tanaman penutup tanah jenis legume merupakan tanaman yang banyak digunakan di lahan perkebunan kelapa sawit karena memiliki fungsi sebagai berikut :

(12)

1. Meningkatkan produktivitas tanah.

2. Mengurangi erosi permukaan tanah lapisan atas.

3. Merombak bahan organik dan cadangan unsur hara.

4. Menekan perkembangan gulma dan gangguan kumbang.

5. Menjaga kelembaban tanah serta memperbaiki aerasi.

6. Bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium membantu dalam pengikatan nitrogen bebas dari udara (Risza, 2010)

Perbanyakan tanaman penutup tanah dapat dilakukan secara vegetatif ataupun generatif. Pembiakan secara generatif memungkinkan terjadinya perubahan sifat genetik keturunan sehingga berbeda dari pohon induknya, tanaman yang dihasilkan tidak seragam dan jangka berproduksinya cukup lama. Pemenuhan kebutuhan bibit Kacang hias (Arachis Pintoi) lebih ditekankan pada pembiakan tanaman secara vegetatif (Mangoensoekarjo dan Tojip, 2008). Perbanyakan secara vegetatif sering menjadi pilihan dikarenakan waktu pertumbuhannya relatif singkat, lebih simpel dan lebih mudah dalam hal teknis. Perbanyakan tanaman secara vegetatif yang baik diperlukan panjang ruas bahan setek yang paling tepat dan komposisi media tanam yang baik guna mendukung pertumbuhannya.

Tanaman kacang hias (Arachis pintoi) adalah salah satu jenis LCC yang mempunyai keunggulan lebih dari jenis LCC lainnya, selain sebagai penutup tanah dan pengikat nitrogen, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai tanaman hias karena mempunyai bunga warna kuning yang indah, bahkan dapat mengundang musuh alami hama perkebunan.

(13)

Nitrogen merupakan zat lemas sebagai unsur penting bagi tanaman khususnya dalam pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Adapun fungsi nitrogen bagi tanaman antara lain :

1. Diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman.

2. Berperan dalam pembentukan hijau daun yang berguna dalam proses fotosintesa.

3. Membentuk protein, lemak dan berbagai senyawa organik.

4. Meningkatkan mutu tanaman penghasil daun-daun.

5. Meningkatkan perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

Fiksasi nitrogen terjadi dalam akar kacangan yang mengandung bakteri Rhizobium, yang disusul dengan pembentukan bintil – bintil akar. Nitrogen

yang difiksasi berasal dari udara dan dapat memenuhi kebutuhan kacangan sebesar 60 %, disamping itu kebutuhan bakteri Rhizobium akan karbohidrat disuplai sebagian oleh kacangan, sehingga terbentuk hubungan simbiosis.

Tanaman kacangan dapat mengeluarkan sampai 75% nitrogen yang terfiksasi sehingga berguna bagi tanaman kelapa sawit. Bintil – bintil akar yang terlepas dari akar kacangan menambah senyawa nitrogen dalam tanah (Mangoensoekarjo dan Tojip, 2008).

Menurut Parnata, (2010) tumbuhan memerlukan unsur nitrogen untuk pertumbuhan, terutama pada fese vegetatif. Nitrogen juga berperan dalam pembentukan zat hijau daun atau klorofil, dan klorofil sangat membantu untuk

(14)

proses fotosintesis. Kekurang nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal atau kerdil. Jika kekurangan nitrogen dalam jumlah banyak jaringan tanaman akan mengering dan mati. Kekurangan nitrogen juga menyebabkan buah tidak sempurna, cepat masak, dan kandungan proteinnya rendah.

Di Indonesia usaha tani kacang hias masih dianggap usaha sampingan, salah satu penyebab rendahnya produksi dikarenakan kurangnya penerapan teknik budidaya yang baik, sehingga perlu upaya peningkatan produksi kacang hias secara terus menerus dengan dilaksanakannya pemupukan organik dengan pupuk kandang dan pupuk kompos. Penggunaan sarana produksi pertanian yang tak terbaharukan seperti pupuk buatan dan pestisida secara terus menerus pada sistem pertanian konvensional dan dengan takaran yang berlebihan, menyebabkan pencemaran air tanah dan air permukaaan membahayakan kesehatan manusia dan hewan, menurunkan keanekaragaman hayati, meningkatakan resitensi organisme pengganggu dan menurunkan produktivitas lahan karena erosi dan pemadatan tanah. (Mutiarawati, 2001).

Pupuk organik adalah hasil pelapukan sisa-sisa makhluk hidup, seperti tanaman, hewan dan manusia, serta kotoran hewan. Pupuk organik merupakan pupuk lengkap, artinya mengandung unsur makro dan mikro meskipun dalam jumlah sedikit. Pupuk organik lebih unggul dibandingkan dengan pupuk anorganik karena beberapa hal sebagai berikut (Phirmantoro, 1996) : (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menaikkan daya serap tanah terhadap air,

(15)

(3) menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, (4) sumber makanan bagi tanaman.

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk meningkatkan pertumbuhan dan bintil akar tanaman kacang hias dapat ditempuh dengan cara mengkombinasikan pupuk kandang dengan pupuk kompos, karena kedua pupuk tersebut mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan komposisinya seimbang dengan kebutuhan tanaman. Kedua bahan tersebut yang masih perlu dikaji selain interkasi keduanya adalah macam pupuk kandang dan pupuk kompos yang paling tepat jika diterapkan pada budidaya tanaman kacang hias.

B. Perumusan masalah

1. Apakah ada interaksi antara variasi panjang bahan setek dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan jumlah bintil akar tanaman kacang hias (Arachis Pintoi).

2. Panjang bahan setek manakah yang terbaik terhadap pertumbuhan dan

hasil bintil akar tanaman kacang hias ( Arachis Pintoi).

3. Jenis pupuk organik apakah yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil bintil akar tanaman kacang hias (Arachis Pintoi).

(16)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara panjang bahan setek dan macam pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil bintil akar tanaman kacang hias (Arachis pintoi).

2. Untuk mengetahui panjang bahan setek yang terbaik terhadap pertumbuhan setek dan hasil bintil akar tanaman kacang hias (Arachis pintoi).

3. Untuk menentukan macam pupuk organik yang terbaik bagi pertumbuhan dan jumlah bintil akar tanaman kacang hias (Arachis Pintoi).

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan khususnya pada masalah yang menjadi obyek penelitian tentang budidaya tanaman Arachis Pintoi.

2. Bagi petani dan pengusaha perkebunan dapat membantu dalam pemilihan bahan setek dan pupuk organik yang baik untuk pertumbuhan dan hasil bintil akar tanaman Arachis Pintoi

3. Dapat dijadikan rujukan pengembangan bidang pertanian khususnya pada pembibitan tanaman penutup tanah LCC (Legum Cover Crop)

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kacang Hias (Arachis Pintoi)

Kedudukan tanaman Arachis pintoi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus : Arachis

Spesies : Arachis pintoi Krapov. & W.C.Greg

Kacang hias pertama kali dikoleksi oleh G. C. P. Pinto pada bulan April 1954 dari lembah Jequitinhonha, São Francisco dan sepanjang sungai Tocantins di Brazil. Tanaman ini di Indonesia populer dengan sebutan kacang hias, awalnya diintroduksi dari Singapura oleh beberapa pengusaha lapangan golf. Dewasa ini, tanaman Kacang hias sudah banyak dijumpai di taman-taman perkantoran, pertokoan, rumah sakit, perumahan, maupun taman jalan dan perkebunan (Maswar, 2004).

(18)

Kacang hias tumbuh baik di daerah tropis, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, tergolong tidak sulit dalam perawatannya, dapat tumbuh pada segala kondisi. Tanaman Kacang hias juga mempunyai kemampuan menambat nitrogen dari udara. Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, kacang hias (Arachis pintoi) sangat baik ditanam sebagai tanaman penutup tanah, bahan hijauan

makanan ternak, tanaman hias di taman-taman kota, di pinggir-pinggir jalan raya, dan pengontrol erosi pada lahan miring (Maswar, 2004).

Karakteristik tanaman Arachis pintoi adalah jenis kacangan yang tumbuh rendah, batangnya tumbuh menjalar membentuk anyaman yang kokoh, akar akan tumbuh dari buku batang apabila ada kontak langsung dengan tanah.

Mempunyai dua pasang helai daun pada setiap tangkainya, berbentuk oval dengan ukuran lebih kurang 1,5 cm lebar dan 3 cm panjang. Kacang hias ini umumnya berbunga terus menerus selama masa hidupnya, dengan 40-65 bunga/m2 setiap harinya. Setelah terjadi penyerbukan, ovary (indung telur) pada gynophores akan memanjang sampai 27 cm dan masuk ke dalam tanah sampai kedalaman 7 cm yang selanjutnya membentuk polong dan biji. Setiap polong biasanya mengandung sebuah biji (Gardner, 1991).

Kacang hias (Arachis pintoi) tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah sub tropika dan tropika, curah hujan tahunan >1.000 mm. Tahan terhadap 3-4 bulan kering, tetapi akan menggugurkan banyak daun selama periode kering tersebut. Pada tanah yang kering dan tergenang air, pertumbuhannya terhambat dan daun menjadi kuning. Tanaman ini cocok tumbuh pada tanah dengan tekstur liat berat sampai berpasir, namun tumbuh

(19)

lebih bagus pada tanah lempung berpasir (sandy loam). Pertumbuhan lebih baik pada tanah dengan kandungan bahan organik > 3%, dan akan terhambat pada tanah dengan kadar garam (salinity) yang tinggi. Tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi kesuburan tanah rendah dan pH masam, serta toleran terhadap kejenuhan aluminium yang tinggi (>70%) ( Maswar, 2004).

Pada usaha tani lahan kering yang berlereng, erosi terjadi terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman yang menyebabkan lahan terdegradasi dan menurun produktivitasnya. Kacang hias (Arachis pintoi) berpotensi besar untuk mencegah hanyutnya tanah, karena susunan/anyaman batang dan perakarannya dapat melindungi tanah dari daya rusak intensitas hujan yang tinggi. Sebagai contoh, di Kosta Rika, kacang hias ini ditanam di sepanjang pinggir saluran irigasi untuk mengontrol erosi dan pertumbuhan gulma. Pada usaha tani kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, penanaman leguminosa ini juga mampu menekan erosi sebesar 11-85% (Maswar, 2004).

Sebagai salah satu famili leguminosa, Arachis pintoi berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah, perbandingan shoot root ratio tanaman dapat dijadikan rujukan kemampuan tanaman dalam meningkatkan produktivias tanah dan mendukung pertumbuhan tanaman utama. Tanaman Arachis Pintoi dapat melakukan fiksasi nitrogen secara biologi dari hasil fiksasi tersebut dihasilkan 65-85% nitrogen. Hasil penelitian di Mexico menunjukkan bahwa Arachis pintoi mampu meningkatkan konsentrasi karbon sebesar 9,3-14% dan nitrogen sebanyak 42-47% di dalam tanah. Di Sumber Jaya, Lampung Barat,

(20)

mengindikasikan bahwa tanaman ini setelah 2 tahun diintroduksikan nyata meningkatkan kandungan unsur karbon dalam tanah (Maswar, 2004).

Di daerah tropis, Arachis pintoi telah teruji kemampuannya dalam bersaing dengan gulma, seperti pada perkebunan kopi, coklat, pisang, jeruk, ubi kayu, perkebunan kelapa sawit dan nenas. Jenis kacang ini efektif mencegah tumbuhnya gulma setelah 3–4 bulan ditanam atau sama efektifnya dengan Desmodium ovalifolium dalam mencegah tumbuhnya kembali gulma, bahkan

lebih efektif dari penggunaan herbisida. Hasil penelitian di Kosta Rika, Arachis pintoi mampu melindungi tanaman tomat dari infeksi yang disebabkan

nematoda Meloidogyne arabicae dan tanaman kopi dari Meloidogyne exigua, dapat digunakan bagi makanan beberapa jenis ternak peliharaan seperti : sapi, kuda, keledai, biri-biri (domba), kambing, babi, dan ayam.

Daunnya mengandung kadar protein yang tinggi dan baik untuk pencernaan. Introduksi tanaman ini pada manajemen padang gembalaan baik secara komersial maupun tradisional, umumnya dapat meningkatkan keragaan dari hewan peliharaan dan sudah pasti mendatangkan hasil (uang) untuk petani.

Hal ini telah dibuktikan oleh peternak di Kosta Rika pada sistem padang pengembalaan Arachis pintoi + Brachiaria brizanta. Salah satu contoh introduksi Arachis pintoi pada usaha tani lahan kering di Indonesia adalah pada usaha tani kopi di Sumber jaya, Lampung Barat. Pada usaha tani lada di Lampung Utara, petani juga telah mengintroduksikan tanaman ini sebagai tanaman penutup tanah. Selain sebagai penutup tanah, petani

(21)

memanfaatkannya sebagai sumber kompos, pakan ternak sapi, kambing dan ayam (Maswar, 2004).

B. Setek

Penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Bagi pengebun buah-buahan dan tanaman hias pembiakan dengan cara setek ini mempunyai arti sangat penting, sebab dengan material yang sedikit dapat dihasilkan sejumlah bibit tanaman yang seragam dalam ukuran tinggi, umur, ketahanan terhadap penyakit maupun sifat tanamannya (Sri Setyati, 1982).

Perbanyakan secara vegetatif ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

setek atau cutting, okulasi, penyambungan, dan cangkok. Perbanyakan setek tidak memerlukan teknis yang rumit dimana dalam perbanyakan tanaman setek mempunyai keunggulan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak walaupun bahan tanaman yang tersedia terbatas dan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya (Bowman, 1998).

Perbanyakan Arachis pintoi dapat dilakukan dengan cara setek, batang dipotong sepanjang 10-20 cm dan ditanamkan ke dalam tanah sepanjang 5-12,5 cm. Untuk mendapatkan pertumbuhan/penutupan yang seragam dengan cepat, setek ditanam dengan jarak 25-40 cm. Usahakan setek batang harus segera mungkin ditanam, sebab bagian batangnya cepat mengering. Akar mulai tumbuh pada 1-2 minggu setelah tanam. Setek yang menggunakan batang sebagai material sangat menguntungkan, sebab mempunyai persediaan

(22)

makanan yang cukup dan terdapat tunas-tunas akar dan tunas-tunas batang (Bowman, 1998).

Timbulnya akar merupakan indikasi berhasil tidaknya setek itu. Faktor yang mempengaruhi penyetekan dapat digolongkan menjadi 3 bagian antara lain:

faktor tanaman, faktor lingkungan dan faktor pelaksana.

1. Faktor tanaman meliputi macam bahan setek, umur bahan setek, adanya tunas, daun pada setek, kandungan nutrisi setek, kandungan zat tumbuh dan pembentukan kalus.

2. Faktor lingkungan meliputi media pertumbuhan, kelembapan, tempratur dan cahaya.

3. Faktor pelaksanaan meliputi perlakuan sebelum pengambilan bahan setek, waktu pengambilan setek dan pemotongan setek.

Keberhasilan penyetekan terletak pada kecermatan dalam memilih dan memelihara bahan setek, penyediaan media tanam dan pengendalian faktor luar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Untuk mendapatkan bibit setek yang banyak dan seragam, maka harus dapat diperoleh bahan setek yang tepat, yaitu tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda agar tingkat keberhasilan penyetekannya tinggi. Perbandingan karbohidrat dan nitrogen yang tinggi diperlukan untuk pembentukan akar. Pada bahan setek yang terlampau muda dapat menyulitkan pembentukan akar, sebaliknya pada bahan setek yang terlampau tua menggandung nitrogen yang rendah sehingga sukar terbentuk akar (Wudianto, 1988).

(23)

Beberapa faktor dalam bahan setek seperti, faktor pembentukan akar, simpanan karbohidrat, nitrogen, fospor, kalium, magnesium, dan kalsium sangat berpengaruh terhadap pembentukan akar. Pembentukan akar lebih dipengaruhi oleh imbangan kandungan karbohidrat dengan zat pengatur pertumbuhan dalam bahan setek (Sinnot & Wilson 1995). Sedangkan (Kramer dan Kozlowski 1961), melaporkan bahwa kandungan karbohidrat dan senyawa nitrogen (nisbah C/N) merupakan faktor penting dalam proses pembentukan akar setek.

Kemampuan pembentukan akar setek sangat tergantung pada umur pohon induk bahan setek. Penelitian Bowman (1998) menunjukkan pada pembentukan akar setek sangat lambat atau gagal sama sekali apabila bahan setek dari pohon induk sudah tua. Penggunaan bahan setek sebaiknya berasal dari pohon muda. Pohon induk muda akan lebih mudah membentukan akar dan lebih baik karena banyak terbentuk ko-faktor, tersedia auksin endogen dan belum terbentuk zat penghambat pertumbuhan, sehingga bila ko-faktor dan auksin bekerja sama maka pembentukan akar terpacu.

Pemilihan bahan setek sangat penting dalam usaha penyetekan, karena tipe bahan setek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akar dan tunas.

Bahan setek yang diambil dari bagian pangkal bawah batang dan pucuk cabang yang masih muda sering tidak menunjukan perbedaan persentase pertumbuhan akar setek yang berbeda. Walaupun bahan setek yang diambil dari bagian pangkal lebih cepat berakar, tetapi menurut Kramer (1961) penggunaan bahan setek bagian ujung yaitu satu atau dua ruas dari pucuk juga akan memberikan hasil setek berakar sebesar 77% .

(24)

Saat pengambilan bahan setek sangat berpengaruh terhadap pembentukan akar setek, hal ini dihubungkan dengan fisiologi tanaman. Bowman (1998) menyatakan bahwa penyetekan yang dilakukan di Kosta Rika pengambilan bahan setek yang dilakukan sesudah pukul 9 pagi didapatkan setek yang berakar lebih baik dari pada setek yang diambil sebelum pukul 9 pagi. Hal ini karena daun pada cabang calon setek berkesempatan melakukan fotosintesis sehingga persediaan karbohidrat lebih banyak.

Menurut Janick (1972) bahwa salah satu komponen yang menentukan setek membentuk akar adalah keadaan nutrisi dalam tanaman induknya. Pada umumnya bahan setek yang kandungan karbohidrat tinggi kemampuan membentuk akar lebih cepat, apabila kandungan senyawa nitrogennya tinggi akan mempengaruhi jumlah akar yang dihasilkan. Kekahatan senyawa nitrogen akan menghambat pembentukan akar.

C. Bintil Akar

Bintil akar merupakan tonjolan kecil di akar (kebanyakan adalah anggota Fabaceae) yang terbentuk akibat infeksi bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis secara mutualistik dengan tumbuhan. Kerja sama ini memungkinkan tersedianya nitrogen bagi tumbuhan simbion, khususnya pada keadaan kurangnya ketersediaan nitrogen larut di tanah. Bintil akar biasa ditemukan berkelompok.

Bakteri bintil akar (atau rizobia) digunakan untuk menyebut kelompok bakteri yang menyebabkan pembentukan bintil akar. Kebanyakan mencakup anggota suku Rhizobiaceae (filum Proteobacteria) dan menginfeksi Fabaceae (suku polong-polongan).

(25)

Terdapat pula beberapa simbiosis akar-bakteri serupa yang melibatkan bakteri marga Frankia (filum Actinobacteria) yang bersimbiosis membentuk bintil akar pada tumbuhan selain polong-polongan. Simbiosis semacam ini diketahui berkembang secara evolutif pada Fabaceae dan juga beberapa anggota klad Rosids lainnya. Secara umum, tumbuhan menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-

), nitrit (NO2-

), dan amonia (ion amonium, NH4+) dari cairan tanah. Bakteri bintil akar membantu tumbuhan untuk mengikat nitrogen bebas (N2, diazo) di udara lalu mereduksi menjadi amonia, untuk kemudian diasimilasi menjadi asam amino (penyusun protein), nukleotida (penyusun DNA dan RNA), dan senyawa-senyawa lain seperti vitamin, flavon, dan fitohormon.

Proses ini terjadi di dalam sel-sel bintil akar, tepatnya di simbiosom, suatu ruang khusus dalam sel yang terbebas dari oksigen karena oksigen diikat oleh senyawa mirip myoglobin pada hewan yang disebut leghemoglobin (disebut demikian karena warnanya juga kemerahan). Energi untuk reduksi disediakan oleh malat, sebagai produk langsung pemecahan sukrosa. Berdasarkan proses perkembangannya, dikenal dua kelompok bintil akar: bintil terbatas (determinate) dan tak terbatas (indeterminate). Bintil berkembang terbatas biasa dijumpai pada tumbuhan polong dari daerah tropika dan subtropika, seperti kedelai dan buncis.

D. Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari hasil akhir dari penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk

(26)

kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya (Sutedjo, 2010).

Pupuk organik memiliki berbagai fungsi bagi tanah, diantaranya untuk mempertahankan jumlah udara yang tekandung di dalam tanah (aerasi). Tanah yang dipupuk dengan pupuk organik tidak mudah mengalami pemadatan dan pengerasan. Kondisi seperti ini menguntungkan tanaman, karena oksigen yang berada dalam tanah lebih tersedia dan baik untuk perkembangan akar (Parnata, 2010).

Pupuk organik mempunyai manfaat lebih baik dibandingkan dengan pupuk anorganik (Anonim, 2012). Adapun keunggulan pupuk organik adalah :

1. Harganya murah dan dapat dibuat sendiri.

2. Mengandung unsur mikro yang lebih lengkap dibandingkan pupuk anorganik.

3. Memberikan kehidupan mikroorganisme tanah.

4. Mampu berperan memobilisai atau menjembatani hara yang sudah ada ditanah sehingga mampu membentuk partikel ion yang mudah diserap akar.

5. Berperan dalam pelepasan hara tanah secara perlahan dan kontinu sehingga dapat membantu dan mencegah terjadinya ledakan suplai hara yang dapat membuat tanaman menjadi keracunan.

6. Membantu menjaga kelembaban tanah dan mengurangi tekanan atau tegangan struktur tanah pada akar-akar tanaman.

7. Dapat meningkatkan struktur tanah dalam arti komposisi pertikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan cenderung meningkat karena struktur tanah

(27)

sangat berperan dalam pergerakan air dan partikel udara dalam tanah, aktifitas mikroorganisme menguntungkan, pertumbuhan akar dan kecambah biji.

8. Membantu mencegah terjadinya erosi lapisan atas tanah yang merupakan lapisan mengandung banyak hara.

9. Berperan penting dalam merawat/menjaga tingkat kesuburan tanah yang sudah dalam keadaan berlebihan pemupukan dengan pupuk anorganik/kimia dalam tanah.

10. Berperan positif dalam menjaga kehilangan secara luas hara nitrogen dan fosfor terlarut dalam tanah.

11. Pupuk organik tersedia secara melimpah dan mudah didapatkan.

12. Kualitas tanaman yang menggunakan pupuk organik akan lebih bagus jika dibandingkan dengan pupuk kimia, sehingga tanaman tidak mudah terserang penyakit dan tanaman lebih sehat.

Sumber bahan pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan (Anonim, 2011).

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu

(28)

2%, padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5% (Simanungkalit, R. D. M, et all, 2006).

E. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak yang bercampur urine serta sisa-sisa makanan tidak dihabiskan ternak. Sebagian besar pupuk kandang berasal dari kotoran kuda, sapi, kerbau, babi, kambing, ayam dan biasanya telah bercampur dengan alas tidurnya begitu pula dengan sisa-sisa makanan dan air kencingnya (Lingga, 2011).

Hal yang perlu diperhatikan dari pupuk kandang adalah adanya istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan dari pupuk panas ini ialah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat (Lingga, 2011).

F. Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/seresah tanamandan adakalanya pula termasuk bangkai binatang.

Bahan-bahan mentah yang biasa digunakan seperti merang, daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain, umumya mempunyai kandungan C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2010). Menurut Indriani (2011) kompos merupakan semua bahan

(29)

organik yang telah mengalami degradasi/penguraian sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitaman dan tidak berbau.

Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang (Marsono dan Sigit, 2008).

Pembentukan pupuk kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus oleh alam. Melalui rekayasa kondisi lingkungan, kompos dapat dibuat sera dipercepat prosesnya, yaitu hanya dalam jangka waktu 30 – 90 hari. Waktu ini melebihi kecepatan pembentukan humus secara alami. Oleh karena itu kompos dapat tersedia sewaktu-waktu diperlukan tanpa harus menunggu bertahun-tahun (Yuwono, 2007).

Tabel 1. Komposisi unsur hara macam-macam pupuk organik.

Jenis pupuk

H2O (%)

N (%)

P2O5

(%)

K2O (%)

Pupuk kandang sapi 86 0,60 0,15 0,45

Pupuk kandang ayam 55 1,00 0,80 0,40

Pupuk kompos - 0,62 0,06 1,15

Sumber : Sutedjo, 2010

(30)

Tabel 1 kandungan hara nitrogen dan fosfor lebih banyak terdapat dalam pupuk kandang ayam dibandingkan dengan pupuk kandang sapi dan kompos, maka pupuk kandang ayam dapat diduga memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman.

G. Kerangka Pemikiran

Tanaman Arachis pintoi adalah salah satu jenis leguminosa yang mempunyai keunggulan lebih dari jenis leguminosa lainnya. Selain sebagai penutup tanah dan pengikat nitrogen, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai tanaman hias karena mempunyai bunga warna kuning yang indah, bahkan dapat mengundang musuh alami hama perkebunan. Perbanyakan tanaman Arachis pintoi dapat dilakukan secara generatif maupun secara vegetatif. Perbanyakan

secara vegetatif sering menjadi pilihan. Hal ini dikarenakan waktu pertumbuhannya relatif singkat, lebih simpel dan lebih mudah dalam hal teknis sedangkan untuk meningkatkan pertumbuhana Arachis pintoi sendiri perlu budidaya yang lebih intensif, salah satu cara intensifikasi budidaya Arachis pintoi adalah dengan menggunakan pupuk kandang ayam dan pupuk kompos.

Menurut hasil penelitian Kapugu. L (2009) perlakuan pupuk kandang ayam memberikan hasil yang terbaik terhadap tanaman karena kandungan nitrogen dan fosfor yang lebih tinggi dan berdasarkan Novizan (2005) kotoran padat ayam tercampur dengan kotoran cairnya, sehingga menyebabkan kandungan unsur hara pada pupuk kandang ayam lebih besar dari pada pupuk kompos bahkan tanah tanpa pemberian pupuk. Kotoran ayam mempunyai kandungan unsur hara

(31)

nitrogen lebih besar dibandingkan dengan tanah tanpa campuran pupuk dan juga pupuk kompos, sehingga dari hasil analisa pupuk kotoran ayam memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan kacang hias.

Menurut Janick (1972) penyetekan dengan bahan setek yang lebih panjang memberikan hasil yang lebih baik, karena komponen yang menentukan setek membentuk akar adalah keadaan nutrisi dalam tanaman. Pada umumnya bahan setek yang lebih panjang kandungan nutrisi tinggi kemampuan membentuk akar lebih cepat.

H. Hipotesis

Diduga dengan menggunakan panjang bahan setek 20 cm dan pupuk kandang ayam dapat memberikan pertumbuhan dan jumlah bintil akar yang paling baik untuk tanaman Arachis Pintoi.

(32)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Pengaruh Perbedaan Panjang Setek dan Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Kacang Hias (Arachis pintoi) dilakukan di kebun Praktek Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

”Veteran” Yogyakarta, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketinggian tempat ± 114 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Regosol. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret- April 2014.

B. Bahan dan Alat

Bahan percobaan meliputi bahan bibit setek tanaman Arachis Pintoi, tanah Regosol, pupuk kandang ayam, pupuk kompos, polybag

ukuran 18 x 10 cm, bambu dan paranet untuk naungan. Alat yang dipakai dalam penelitian ini antara lain : alat tulis, penggaris/meteran, cangkul, parang/pisau, gunting, ember, alat siram, pena/spidol, timbangan analitik dan oven.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu perlakuan bahan stek dengan tiga aras terdiri dari :

(33)

B1 = bahan setek dengan panjang 10 cm.

B2 = bahan setek dengan panjang 15 cm.

B3 = bahan setek dengan panjang 20 cm.

Faktor kedua yaitu macam pupuk organik, dengan tiga aras :

D1 = tanah Regosol ( tidak diberi pupuk)

D2 = pupuk kandang ayam

D3 = pupuk kompos

Dari kedua faktor perlakuan tersebut terbentuk 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Setiap petak terdiri atas 12 tanaman, maka jumlah tanaman seluruhnya 9 x 3 x 12 = 324 tanaman.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Naungan dan Sungkup

Lahan dibersihkan dari gulma dan permukaan tanah diratakan. Kemudian dibuat kerangka dari bambu sebagai naungan. Naungan dibuat dengan menggunakan paranet 25 %.

2. Pembuatan Komposisi Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah Regosol yang diambil dari kebun Wedomartani, tanah Regosol + pupuk kandang ayam (1:1) dan tanah

(34)

Regosol+ pupuk kompos (1:1). Tanah yang diambil sampai kedalaman 30 cm, setelah itu dilakukan pengayakan . Media tanam terdiri dari 3 perlakuan, yaitu media tanam tanah Regosol, media tanam tanah Regosol + pupuk kandang ayam, dan tanah Regosol + pupuk kompos. Ketiga media tanam tersebut diisikan ke dalam polybag yang berukuran 18 10 cm. Adapun cara pengisian polybag diisi dulu ½ bagian kemudian dipadatkan secara berangsur 4/5 bagian hingga penuh lalu disusun dengan rapi dan beraturan. Media tanam disiram dengan air hingga kapasitas lapang dan tiap polybag diberi lubang sebanyak 6 lubang.

3. Perlakuan Bahan Stek

Bibit Arachis pintoi yang akan ditanam berupa setek. Bahan setek diambil dengan cara mengukur panjang terlebih dahulu. Pengukuran dari titik tumbuh tanaman hingga bagian tengah tanaman, dengan panjang 10 cm, 15 cm dan 20 cm. Bahan setek berasal dari batang yang masih muda tetapi sudah berkayu (warna hijau kecoklatan) dengan diameter cabang ± 3-5 mm, dengan ketentuan bahan setek harus homogen.

4. Penanaman

Setek ditanam di dalam polybag yang telah diisi media tanam dengan kedalaman 3-5 cm. Lubang tanam dibuat di tengah media tanam dengan menggunakan bambu atau kayu.

(35)

5. Pemeliharaan Tanaman a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan 1 kali sehari sesuai dengan kondisi iklim, apabila pada hari itu tidak turun hujan maka penyiraman media tanam dilakuan 1 kali sehari dan jika turun hujan maka tidak dilakukan penyiraman.

b. Pengendalian hama dan penyakit

Pemeliharaan yang dilakukan pada bibit selama di pembibitan yaitu : pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama yang muncul di pembibitan pada saat penelitian yaitu hama kutu daun dan hama ulat daun yang menyebabkan kerusakan pada daun dan bunga tanaman Arachis Pintoi. Cara pengendalian yang dilakukan dengan cara penyemprotan menggunakan produk Dursban 200EC. Konsentrasi 10 ml Dursban 200EC dilarutkan dengan 1,5 liter air dan penyemprotan dilakukan pada sore hari.

c. Penyulaman

Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Hal ini dimaksudkan agar tanaman sulaman dapat menyesuaikan dengan tanaman di petak percobaan.

(36)

E. Pengamatan Parameter

Pengamatan dilakukan pada umur 1 sampai 6 mst. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi :

1. Pertambahan Panjang Sulur Tanaman (cm)

Pertambahan panjang sulur tanaman diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh teratas. Pengukuran dilakukan 6 kali yaitu pada umur 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 minggu setelah tanam (mst) pada tanaman sampel sebanyak tiga tanaman dengan menggunakan penggaris atau meteran.

2. Jumlah Daun (Helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah membuka sempurna pada akhir percobaan pada tiga tanaman sampel.

3. Panjang Akar (cm)

Panjang akar bibit diukur dari pangkal atau dasar batang sampai ke ujung akar yang telah berkembang pada akhir percobaan pada tiga tanaman sampel.

4. Berat Segar Bagian Vegetatif di atas Tanah (g)

Tanaman dipotong pada bagian leher akar tanaman. Batang dan daun dicuci dengan air dan dikering anginkan. Setelah itu batang dan daun tanaman ditimbang. Berat segar dihitung pada akhir penelitian pada tiga tanaman sampel.

(37)

5. Berat Segar Akar (g)

Berat segar akar didapatkan dengan cara mengambil semua bagian perakaran dari tanah dengan cara mengeluarkan semua akar perakaran tanaman dari polibag, dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan kemudian ditimbang dengan tiga tanaman sampel. Berat segar akar dihitung pada akhir penelitian.

6. Berat Kering Bagian Vegetatif di atas Tanah (g)

Bagian batang dan daun tanaman pada ketiga tanaman sampel yang telah dibersihkan dengan air bersih kemudian di oven dengan suhu 80 C selama 24 jam sampai mendapat berat konstan, kemudian ditimbang. Pengamtan dilakukan pada akhir penelitian.

7. Berat Kering Akar (g)

Berat kering akar didapatkan dengan cara mengambil semua bagian perakaran tanaman pada polybag dan mencucinya dengan air bersih kemudian akar di oven pada suhu 80 C sampai mendapat berat konstan, kemudian ditimbang, tanaman diambil dari ketiga tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

8. Jumlah Bintil Akar( butir )

Pertumbuhan bintil akar dihitung pada saat tanaman berumur 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam dengan tiga tanaman korban sebagai parameternya, sehingga

(38)

pada akhir penelitian dapat diketahui bahan setek dan komposisi media tanam yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil bintil akar.

9. Shoot root ratio

Untuk menghitung shoot root ratio adalah

SRR = Bobot kering brangkasan di atas tanah (gram) Bobot kering akar (gram)

Shoot Root Ratio dihitung dari tiga tanaman sampel pada akhir penelitian.

(39)

IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL

A. Pertambahan panjang Sulur Tanaman

1. Pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 1 mst

Analisis keragaman panjang sulur tanaman pada umur 1 mst disajikan pada lampiran III menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik.

Rerata panjang sulur tanaman umur 1 mst disajikan dalam tabel 2 : Tabel 2. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 1 mst (cm) Perlakuan Macam Pupuk Organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 2,07 1,93 1,87 1,96 a

15 cm ( B2 ) 2,18 2,34 2,20 2,24 a

20 cm ( B3 ) 2,35 2,44 2,16 2,32 a

Rerata 2,20 p 2,24 p 2,08 p 2,17 (-)

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama,

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interkasi.

Pada tabel 2 untuk parameter pertambahan panjang sulur 1 mst perlakuan macam pupuk organik, pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan tanah regosol tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm juga menunjukkan tidak ada beda nyata.

(40)

2. Pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 2 mst

Analisis keragaman pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 2 mst disajikan pada lampiran IV menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 2 mst disajikan dalam tabel 3 :

Tabel 3. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 2 mst (cm) Perlakuan Macam Pupuk Organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 3,89 3,95 4,13 3,99 a

15 cm ( B2 ) 4,25 4,40 4,23 4,29 a

20 cm ( B3 ) 4,45 4,46 4,47 4,46 a

Rerata 4,20 p 4,27 p 4,28 p 4,25 (-)

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 3 untuk parameter rerata panjang sulur 2 mst perlakuan macam pupuk organik, pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan tanah regosol menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm juga menunjukkan tidak ada beda nyata.

(41)

3. Pertambahan panjang sulur tanaman 3 mst

Analisis keragaman pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 3 mst disajikan pada lampiran V menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berpengaruh nyata dan macam pupuk organik juga menunjukkan pengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 3 mst disajikan dalam tabel 4 :

Tabel 4. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 3 mst (cm) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 5,94 6,78 6,44 6,39 c

15 cm ( B2 ) 8,22 9,12 7,30 8,21 b

20 cm ( B3 ) 9,02 11,39 10,26 10,23 a

Rerata 7,72 q 9,10 p 8,00 q 8,28 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 4 untuk parameter rerata pertambahan panjang sulur 3 mst perlakuan macam pupuk organik, pupuk kandang ayam memberikan pengaruh terbaik dibandingkan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15

(42)

cm dan 20 cm berbeda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

4. Pertambahan panjang sulur tanaman 4 mst

Analisis keragaman pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 4 mst disajikan pada lampiran VI menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik.

Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 4 mst disajikan dalam tabel 5 :

Tabel 5. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 4 mst (cm) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 8,36 10,91 9,53 9,60 c

15 cm ( B2 ) 11,97 13,77 12,86 12,87 b

20 cm ( B3 ) 14,71 16,15 14,61 15,16 a

Rerata 11,68 q 13,61 p 12,34 q 12,54 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 5 untuk parameter rerata pertambahan panjang sulur tanaman 4 mst perlakuan macam pupuk organik, pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos menunjukkan tidak

(43)

ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm menunjukkan beda nyata pada. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

5. Pertambahan panjang sulur tanaman 5 mst

Analisis keragaman pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 5 mst disajikan pada lampiran VII menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 5 mst disajikan dalam tabel 6 :

Tabel 6. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 5 mst (cm) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

MacaPPanjang Setek Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 10,46 12,15 11,89 11,50 c

15 cm ( B2 ) 13,67 15,39 14,35 14,47 b

20 cm ( B3 ) 15,70 18,91 17,86 17,49 a

Rerata 13,28 q 15,48 p 14,70 p 14,49 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 6 untuk parameter rerata pertambahan panjang sulur tanaman 5 mst perlakuan pupuk organik, pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos,

(44)

sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

6. Pertambahn panjang sulur tanaman 6 mst

Analisis keragaman pertambahan panjang sulur tanaman pada umur 6 mst disajikan pada lampiran VIII menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman umur 6 mst disajikan dalam tabel 7 :

Tabel 7. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 6 mst (cm) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

MacaPPanjang Setek Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 11,97 14,62 12,62 13,07 c

15 cm ( B2 ) 15,16 16,89 16,32 16,12 b

20 cm ( B3 ) 18,23 20,89 19,79 19,64 a

Rerata 15,12 q 17,47 p 16,24 q 16,28 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 7 untuk parameter rerata pertambahan panjang sulur tanaman 6 mst perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam

(45)

berbeda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

B. Jumlah Daun ( helai )

Analisis keragaman jumlah daun pada lampiran IX menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata jumlah daun disajikan dalam tabel 8 :

Tabel 8. Jumlah daun ( helai ) umur 6 mst Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

MacaPanjang Setek Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 5,22 6,89 5,89 6,00 b

15 cm ( B2 ) 6,44 8,43 6,33 7,07 b

20 cm ( B3 ) 9,21 11,77 11,08 10,68 a

Rerata 6,96 p 9,03 p 7,76 p 7,92 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 8 untuk parameter jumlah daun perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos

(46)

menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm menunjukkan beda nyata dengan perlakuan panjang setek 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm menunjukkan tidak ada beda nyata. Panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

C. Panjang Akar (cm)

Analisis keragaman panjang akar pada lampiran X menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata panjang akar disajikan dalam tabel 9 :

Tabel 9. Panjang akar (cm) umur 6 mst Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

MacaPPanjang Setek Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 7,33 10,70 9,22 9,08 c

15 cm ( B2 ) 12,83 14,88 13,65 13,79 b

20 cm ( B3 ) 16,35 17,51 15,60 16,49 a

Rerata 12,17 q 14,37 p 12,82 q 13,12 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 9 untuk parameter panjang akar perlakuan pupuk organik pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos menunjukkan tidak ada beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm

(47)

dan 20 cm menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

D. Berat Segar bagian vegetatif di atas tanah (g)

Analisis keragaman berat segar bagian vegetatif di atas tanah pada lampiran XI menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berbeda nyata sedangkan perlakuan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik.

Rerata berat segar bagian vegetatif di atas tanah disajikan dalam tabel 10:

Tabel 10. Berat segar bagian vegetatif di atas tanah ( g ) umur 6 mst.

Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 1,02 1,07 0,90 0,99 b

15 cm ( B2 ) 0,93 1,90 0,87 1,23 b

20 cm ( B3 ) 1,50 2,27 1,86 1,85 a

Rerata 1,15 p 1,74 p 1,21 p 1,36 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 10 untuk parameter berat segar bagian vegetatif di atas tanah tidak menunjukkan beda nyata pada perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan media tanah regosol.

Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata dengan perlakuan panjang

(48)

10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

E. Berat Segar Akar (g)

Analisis keragaman berat segar akar pada lampiran XII menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik menunjukkan beda nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata berat segar akar disajikan dalam tabel 11 :

Tabel 11. Berat segar akar ( g ) umur 6 mst Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 0,36 0,49 0,45 0,43 b

15 cm ( B2 ) 0,35 0,48 0,27 0,37 b

20 cm ( B3 ) 0,45 0,66 0,61 0,57 a

Rerata 0,39 q 0,54 p 0,44 q 0,46 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 11 untuk parameter berat segar akar perlakuan macam pupuk orgnik pupuk kandang ayam beda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata

(49)

dengan perlakuan panjang 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

F. Berat kering bagian vegetatif di atas tanah (g)

Analisis keragaman berat kering bagian vegetatif di atas tanah pada lampiran XIII menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berpengaruh nyata sedangkan perlakuan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata berat kering bagian vegetatif di atas tanah disajikan dalam tabel 12 :

Tabel 12. Berat kering bagian vegetatif di atas tanah ( g ) umur 6 ms Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 0,36 0,43 0,46 0,41 b

15 cm ( B2 ) 0,59 0,68 0,62 0,63 b

20 cm ( B3 ) 0,82 1,03 0,91 0,92 a

Rerata 0,59 p 0,71 p 0,66 p 0,65 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

(50)

Pada tabel 12 untuk parameter berat kering bagian vegetatif di atas tanah perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam beda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata dengan perlakuan panjang 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata.

Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

G. Berat kering akar (g)

Analisis keragaman berat kering akar pada lampiran XIII menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berpengaruh nyata sedangkan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata berat kering akar disajikan dalam tabel 13 :

Tabel 13. Berat kering akar ( g ) umur 6 mst Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol

Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 0,19 0,23 0,23 0,22 b

15 cm ( B2 ) 0,27 0,3 0,29 0,29 b

20 cm ( B3 ) 0,45 0,48 0,46 0,46 a

Rerata 0,31 p 0,34 p 0,32 p 0,32 (-)

(51)

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 13 untuk parameter berat kering akar perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam beda nyata dengan media tanah regosol dan pupuk kompos, sedangkan media tanah regosol dan pupuk kompos tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata dengan perlakuan panjang 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

(52)

H. Jumlah bintil akar ( butir ) 1. Jumlah bintil akar 2 mst

Analisis keragaman jumlah bintil akar pada umur 2 mst terletak pada lampiran XIV menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata jumlah bintil akar 2 mst disajikan dalam tabel 14 :

Tabel 14. Jumlah bintil akar 2 mst ( butir ) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 2,33 2,67 2,00 2,33 a

15 cm ( B2 ) 3,67 3,33 4,33 3,78 a

20 cm ( B3 ) 5,00 6,00 4,67 5,22 a

Rerata 3,67 p 4,00 p 3,67 p 3,78 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 14 perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan media tanah regosol tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 10 cm, 15 cm dan 20 cm juga menunjukkan tidak ada beda nyata.

(53)

2. Jumlah bintil akar 4 mst

Analisis keragaman jumlah bintil akar pada umur 4 mst terletak pada lampiran XV menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berpengaruh nyata dan perlakuan macam pupuk organik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata jumlah bintil akar 4 mst disajikan dalam tabel 15 :

Tabel 15. Jumlah bintil akar 4 mst ( butir ) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 5,33 5,00 4,33 4,89 b

15 cm ( B2 ) 6,67 7,00 6,33 6,67 b

20 cm ( B3 ) 9,33 11,00 9,00 9,78 a

Rerata 7,11 p 7,67 p 6,56 p 7,11 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 15 untuk parameter jumlah bintil akar 4 mst perlakuan macam pupuk organik pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan media tanah regosol tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata dengan perlakuan panjang 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

(54)

3. Jumlah bintil akar 6 mst

Analisis keragaman jumlah bintil akar pada umur 6 mst terletak pada lampiran XVI menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek berpengaruh nyata dan macam pupuk oranik tidak berpengaruh nyata, tidak ada interaksi antara perlakuan panjang setek dan macam pupuk organik. Rerata jumlah bintil akar 6 mst disajikan dalam tabel 16 :

Tabel 16. Jumlah bintil akar 6 mst ( butir ) Perlakuan Macam pupuk organik

Rerata

Macam Panjang Setek

Tanah Regosol Pupuk Kandang Ayam

Pupuk Kompos

( D1 ) ( D2 ) ( D3 )

10 cm ( B1 ) 7,33 8,00 7,67 7,67 b

15 cm ( B2 ) 10,67 11,67 10,33 10,89 b

20 cm ( B3 ) 14,67 16,67 15,33 15,56 a

Rerata 10,89 p 12,11 p 11,11 p 11,37 ( - )

Keterangan : Rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan Taraf 5 %. ( - ) tidak ada interaksi.

Pada tabel 16 untuk parameter jumlah bintil akar 6 mst perlakuan macam pupuk organik, pupuk kandang ayam, pupuk kompos dan media tanah regosol tidak menunjukkan beda nyata. Perlakuan panjang setek 20 cm berbeda nyata dengan perlakuan panjang 10 cm dan 15 cm, sedangkan panjang setek 10 cm dan 15 cm tidak beda nyata. Perlakuan panjang 20 cm memberikan pengaruh terbaik.

Gambar

Tabel 3. Rerata pertambahan panjang sulur  tanaman 2  mst (cm)  Perlakuan  Macam Pupuk Organik
Tabel 4. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 3  mst (cm)  Perlakuan  Macam pupuk organik
Tabel 5. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 4  mst (cm)  Perlakuan  Macam pupuk organik
Tabel 6. Rerata pertambahan panjang sulur tanaman 5  mst (cm)  Perlakuan  Macam pupuk organik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 30 hst,perlakuan pupuk kandang sapi berpengaruh nyata pada parameter tinggi

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan perlakuan faktor tunggal yaitu 5 jenis pupuk organik (pupuk organik Shisako, pupuk kandang ayam, pupuk

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan perlakuan faktor tunggal yaitu 5 jenis pupuk organik (pupuk organik Shisako, pupuk kandang ayam, pupuk

Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel signifikasi menunjukan bahwa penggunaan pupuk organik kandang ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah ginofor, jumlah produksi per

Dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk, pemberian pupuk anorganik (Phonska), pupuk organik kandang sapi, pupuk kandang ayam, pupuk organik kaya hara Formula A

Untuk memperoleh hasil yang optimal dari perlakuan pupuk organik cair sisa sayuran dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang kedelai Glycine max L...

Pupuk organik terbaik pada penelitian ini adalah pupuk kandang ayam yang tidak berbeda nyata dengan pupuk kascing dan berpengaruh nyata dengan perlakuan lainnya pada parameter panjang