• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEREMPUAN SUKU DUANU DALAM PEREKONOMIAN KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN PEREMPUAN SUKU DUANU DALAM PEREKONOMIAN KELUARGA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEREMPUAN SUKU DUANU DALAM PEREKONOMIAN KELUARGA

Hikmatul Hasanah1, Zulaikhah Wardan2

1,2 Pusat Data dan Informasi Perempuan Riau, Cabang Indragiri Hilir

2 Staf Ahli Bupati Bidang Perekonomian Kab. Indragiri Hilir

Email: (korespondensi)

Abstrak

Peran dan kontribusi perempuan dalam kontribusi terhadap kemajuan bangsa tidak dapat lagi dianggap remeh bahkan dikesampingkan, karena sangat menunjang perekonomian keluarga. Penelitian ini dilakukan di 13 desa dimana masyarakat suku Duanu bermukim.

Sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling. Pembahasan penelitian ini adalah Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pencari nafkah keluarga dan Peran Perempuan dalam perekonomian keluarga. Dari penelitian ini dapat diketahui peran perempuan dalam penunjang ekonomi keluarga, Pencari nafkah utama dalam keluarga adalah Ayah (Laki-laki), Namun Peran Ibu (Perempuan) dalam perekonomian keluarga sangat besar, karena perempuan turut membatu penghasilan keluarga. Peran perempuan perekonomian keluarga tidak tunggal, karena pencari nafkah utama adalah Ayah (Laki-laki), adapun persentase pencari nafkah dalam keluarga adalah: Ayah (laki-laki) 48 persen; Ayah (laki-laki) dan Ibu(Perempuan) 18 persen; Ayah (laki-laki), Ibu(Perempuan), Anak sebesar 9 persen; Ayah (laki-laki), Ibu(Perempuan), Paman (laki-laki) sebesar 2 persen

Kata kunci:Perempuan, Suku Duanu, Perekonomian Keluarga

1. PENDAHULUAN

Peran perempuan dan kontribusi terhadap kemajuan bangsa tidak dapat lagi dianggap remeh bahkan dikesampingkan.

Hal ini dikarenakan, perempuan telah banyak menunjukkan kontribusinya terhadap pembangunan dan menjawab serta melengkapi kebutuhan tantangan di era globalisasi seperti saat ini. Terkait dengan tuntutan dan tantangan tersebut, yang saat ini butuh dikaji lebih dalam adalah mencari arah strategi perjuangan atas gerakan emansipasi, yang belum begitu berhasil mengangkat harkat dan martabat wanita secara lebih baik. Di sisi lain, aksi perjuangan ini juga bisa memicu sentimen negatif, jika realisasinya tak sesuai yang diharapkan publik. Alasannya, karena gerakan ini masih dikelilingi norma koridor budaya dan tekanan sosial-kemasyarakatan (dalam konteks paternalistik).

Pada masa sebelum Kartini dilahirkan, wanita Indonesia sama sekali tidak boleh melakukan aktifitas selain pekerjaan rumah tangga. Namun dengan peran Kartini, sekarang wanita sudah bisa mencapai pendidikan yang tinggi dan bekerja di luar rumah. Akhirnya wanita Indonesia sudah menyadari dirinya sebagai manusia yang mampu berprestasi sendiri, tidak tergantung kepada orang lain, lebih percaya diri, dan

kurang bersikap tradisional.Pada abad ke- 21 dimana pembangunan semakin meningkat wanita bekerja bukanlah sesuatu hal yang luar biasa lagi. Bahkan sudah banyak sekali wanita menjadi pemimpin seperti manajer,pemimpin redaksi bahkan seorang wanita seperti Megawati Soekarno putri bisa menjadi presiden Indonesia tahun 2000-2004.

Kesempatan perempuan untuk berprestasi dan berkiprah dalam pembangunan sekarang lebih terakomodir dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan nasional.

Konsep pengarusutamaan gender merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi suatu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi terhadap program pembangunan nasional [1].

Ideologi gender dan budaya patriarki mengakibatkan ketidaksetaraan gender, terutama pada pekerjaan. Dapat dilihat dari tenaga kerja tingkat partisipasi yang lebih didominasi pria dibandingkan wanita [2].

Hambatan sosial budaya dalam bentuk stereotipikal yang memandang perempuan sebagai mahkluk lemah, pasif, perasa, tergantung, dan menerima keadaan,

(2)

sedangkan laki-laki sebaliknya yaitu aktif, kuat, cerdas, dan mandiri sehingga menempatkan laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada perempuan. Gender bersinggungan dengan kewarganegaraan membentuk organisasi multinasional dan identitas eksekutif pria dalam globalisasi bisnis lebih tinggi [3]. Segregasi struktural dari kekuasaan akibat perbedaan mekanisme dalam evaluasi kinerja antara laki-laki dan perempuan, demikian pula perbedaan dalam praktek rekrutmen pegawai [4].

Perjuangan emansipasi perempuan semestinya diarahkan pada pemahaman kodrati alamiah perempuan yang lebih mengarah pada sisi bagaimana para perempuan mengerti dan juga sekaligus memahami keberadaannya secara menyeluruh. Artinya, peran perempuan harus tetap dituntut memerhatikan lingkup aspek mikro-makro. Tidak saja dalam lingkup masyarakat, tetapi juga lingkup keluarga sebab bagaimanapun juga lingkup ini merupakan lingkup terkecil yang harus diperhatikan. Dengan kata lain, keberadaan perempuan tetap menjadi key-point bagi operasionalisasi kerja secara menyeluruh.

Tidak saja dalam lingkup keluarga, rumah tangga, dan lingkup negara-bangsa karena bagaimanapun juga jumlah perempuan relatif lebih besar. Dalam kaitan ini tentu sangat rasional kalau jumlah perempuan (secara kuantitas) menjadi salah satu faktor penting untuk mendukung operasionalisasi pembangunan (tentu tetap harus dikaitkan dengan kualitas dan atau minimal proporsional antara kuantitas dan kualitasnya). Peran perempuan dalam meningkatkan perekonomian negara di Indonesia semakin menunjukkan angka- angka yang mengagumkan, sebagai contoh, peran perempuan dalam perekonomian Jawa Barat hingga saat ini dinilai cukup dominan.

Pasalnya, hampir 40% dari 7,4 juta pekerja pada unit UKM Jawa barat adalah perempuan, sehingga memberikan sumbangan cukup signifikan terhadap pembentukan PDRB Jawa barat, yakni hampir 39% PDRB berasal dari UKM [5].

Suku Duanu merupakan salah satu suku yang termasuk dalam kelompok Proto- Melayu. Kelompok Proto-Melayu merupakan kelompok migrasi pertama yang memasuki wilayah Austronesia yang sering pula disebut dengan Melayu Tua. Suku Duanu juga dikenal sebagai Orang Kuala (people of the river mouth) yang dipercaya berasal dari Sumatera, Indonesia dan sering pula disebut sebagai “Dossin Dolak”, yang berarti “Orang laut”. Orang Duanu pada umumnya

menghuni pinggiran pantai. Dikarenakan lokasi tempat tinggalnya berhamparan langsung dengan sungai dan laut maka mayoritas mata pencahariannya adalah sebagai nelayan penangkap ikan, udang dan kerang [6]. Disebabkan oleh besarnya peran perempuan dalam perekonomian keluarga, maka penelitian ini membahas bagaimana peran perempuan suku Duanu dalam perekonomian rumah tangganya.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suku Duanu

Terminologi Duanu dapat diartikan sebagai pebean, yang berasal dari Bahasa Belanda ”Duane”. Sejak lama, istilah

“Duane” telah melekat tanpa sadar pada penduduk Ras Proto Melayu yang dulunya tinggal dan hidup di atas perahu ini, istilah

“Duane” selalu digunakan pada saat orang Belanda memungut pajak kepada mereka [7]. Awalnya Suku Duanu lebih dikenal dengan sebutan Suku Laut atau Suku Nelayan, namun karena mereka merasa panggilan Suku Laut seolah-olah menunjukkan ketertinggalan atau keterpisahan mereka dengan penduduk yang tinggal di darat. Istilah Duanu dikukuhkan sebagai sebutan yang digunakan untuk menunjukkan identitas mereka, nama Suku Duanu dikukuhkan pada tahun 2002 dalam pertemuan akbar Suku Duanu di Tembilahan.

Kehadiran Suku Duanu di Indragiri Hilir tidak lepas dari pengaruh Kerajaan Malaka dan Johor yang menguasai wilayah pesisir Selat Malaka, dimana Suku Duanu mengabdi sebagai prajurit pengawal perairan di Selat Melaka. Hubungan antara Kerajaan Malaka dan Indragiri menyebabkan perairan Indragiri bukanlah wilayah yang asing bagi Suku Duanu, mereka sering mengembara di perairan laut sekitar Indragiri baik mencari hasil laut maupun sebagai pengawal perairan. Suku Laut atau Orang Laot berperan sebagai prajurit laut pada masa kerajaan Malaka dan Johor. Mereka bertugas mengamankan perdagangan kerajaan dari campur tangan bangsa asing yang akan melakukan ekspansi di Selat Malaka.

Beberapa posisi penting yang diberikan oleh Kerajaan Malaka dan Johor kepada Suku Laut adalah pendayung, hulubalang, dan panglima kerajaan. Ciri-ciri fisik Suku Duanu antara lain [8]:

1. Tinggi rata-rata 155 cm, bentuk tubuh atletis, bidang dada lebar dengan ukuran tulang pinggul sampai ke kaki;

2. Tulang rahang lebar, raut muka bersegi-segi, warna kulit hitam dan

(3)

bentuk rambut ika lberwarna hitam dan kuning;

3. Tempramen atau cepat marah, mudah tersinggung, dan mudah beradaptasi.

2.2. Pola Pemukiman

Masyarakat Suku Duano tidak lagi hidup di rumah perahu atau mengembara di lautan. Suku Duano telah bermukim di desa- desa muara dan pantai Indragiri Hilir, yaitu melalui program pemerintah pada tahun 1970-an. Program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing (PKMT) yang dilaksanakan pada masa orde baru telah memukimkan Suku Duanu di 13 desa Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu Desa Concong Luar, Desa Sungai Belah, Desa Tanjung Pasir, Desa Sungai Laut, Desa Bekawan, Desa Belaras, Desa Tanah Merah, Desa Kuala Patah Parang, Desa Taga Raja, Desa Kuala Selat, Desa Pulau Ruku, Desa Perigi Raja, dan Desa Panglima Raja. Saat ini, tidak ditemukan lagi rumah perahu yang pernah digunakan Suku Duanu sebagai tempat tinggal. Perahu yang mereka gunakan saat ini, sama dengan perahu- perahu yang ada ditempat lain atau yang digunakan oleh penduduk non Suku Duanu [9]. Masyarakat Suku Duanu memiliki kecenderungan untuk melakukan perkawinan yang bersifat endogami, namun tidak sedikit pula Suku Duanu yang melakukan perkawinan dengan etnis lain (Bugis, Banjar, Melayu). Penyebaran Suku Duanu pun tidak lagi hanya terbatas di desa- desa muara dan pantai Indragiri Hilir, di sebagian kecil Suku Duanu tinggal daratan di pusat-pusat pemerintahan, perdagangan, atau industri di Provinsi Riau [9].

Mereka yang menyebar ke daratan umumnya setelah mengenyam pendidikan formal dan atau menikah dengan etnis lain.

Diperkirakan terdapat hampir 12.000 orang Suku Duano yang ada di Provinsi Riau, termasuk Suku Duanu yang berasal dari perkawinan antar etnis dan yang tidak lagi tinggal di desa-desa muara-pantai. Selain itu, mereka hidup berdampingan dengan etnis Melayu, Bugis, Banjar, China, dan etnis lainnya, serta saling berinteraksi secara sosial, budaya, dan ekonomi. Aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi Suku Duanu tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan laut, sungai, dan hutan mangrove yang berada disekitar mereka [7].

2.3. Aktivitas Ekonomi

Aset ekonomi yang paling penting dan harus dimiliki oleh keluarga Duanu adalah armada dan alat penangkapan ikan.

Perekonomian Duanu dicirikan dengan

ketidakpastian, ketidakpastian jumlah hasil tangkapan, serta ketidakpastian untuk membeli kebutuhan pokok dari uang yang dihasilkan, sudah menjadi hal yang biasa bagi Suku Duanu. Masyarakat Suku Duanu menggunakan perahu dan alat tangkap untuk mengumpulkan ikan dan Kerang.

Wilayah penangkapan ikan berjarak kira-kira 1 sampai 2 kilometer dari lokasi pemukiman ke arah laut, sedangkan wilayah untuk mengumpulkan kerang (menongkah) berada di muara sungai tak jauh dari pemukiman penduduk. Menangkap ikan dapat dilakukan pada siang atau malam hari, tergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan [9]

Masyarakat Nelayan Suku Duanu pada umumnya berpendapatan rendah, hal ini dikarenakan sikap hidup yang tidak bisa mengendalikan keadaan keuangan kelauarga, keadaan ekonomi yang masih subsistence, belum pandainya menggunakan potensi sumberdaya yang dimiliki, masih tergantung dengan sistem penangkapan, dan pada umumnya menjadi buruh nelayan dari beberapa tauke etnis tionghoa [10].

Pola penghidupan berbasis perairan mencakup aktivitas nafkah yang berhubungan dengan penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan sumber-sumber agraria di lingkungan bio- fisik perairan (sungai, laut, danau).

Termasuk dalam kategori ini adalah perikanan tangkap, budidaya perikanan, pengolahan hasil perikanan, pemasaran hasil perikanan, pengolahan garam, perkapalan, transportasi air, wisata bahari

dan sungai.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu: teknik kuesioner dan wawancara (interview). Sementara data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi dokumentasi. Maksud dari masing-masing teknik adalah:

1. Teknik kuesioner, dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang karakteristik social ekonomi dan aktivitas mencari nafkah terutama sebagai nelayan,

2. Wawancara mendalam

(indepthinterview), dilakukan untuk menjaring informasi terkait dengan tonggak-tonggak sejarah perubahan lingkungan dan budaya bernafkah Suku Duanu, strateginafkah, serta pemaknaan subjektif individu atas

(4)

aktivitas nafkah (tindakan dan rasionalitas).

3. Studi literatur/dokumen digunakan dalam pengumpulan data sekunder, berupa dokumen-dokumen tentang perjalanan sejarah SukuDuanu yang dapat diperoleh dari instansi terkait baik pemerintah maupun non pemerintah 3.2. Lokasi

Lokasi penelitian terdapat di 13 desa, desa ini adalah tempat bermukimnya masyarakat suku Duanu yaitu:

1. Desa Tanah Merah 2. Desa Tanjung Pasir 3. Desa Sungai Laut 4. Desa Patah Parang 5. Desa Kuala Selat 6. Desa Sungai Bela 7. Desa Concong Luar 8. Desa Panglima Raja 9. Desa Belaras 10. Desa Bekawan 11. Desa Perigi Raja 12. Desa Pulau Ruku

13. Kelurahan Sri Gemilang Guntung 3.3. Sampel

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja dengan berbagai pertimbangan dan memiliki tujuan khusus (Singarimbun, 2008).

Pertimbangan pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive di karenakan:

1. Pemetaanhanyadilakukanpadakeluargaa tauanggotamasyarakatsukuDuanu;

2. MasyarakatsukuDuanumayoritasbermat apencahariansebagainelayan;

3. Merupakanmasyarakatdengankebudaya an, carahidup, danorganisasisosial yang sama.

Selain responden, peneliti juga melakukan wawancara terbuka dengan informan. Informan penelitian adalah Tokoh Masyarakat dari Suku Duanu, Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Pimpinan KKMDR (Kerukunan Keluarga Masyarakat Duanu Riau) di seluruh cabang.

3.4. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan dengan bantuan kuesioner diolah secara kuantitatif.

Data kuantitatif adalah informasi mengenai hal-hal yang dapat diukur dan dapat dikuantifikasikan. Setelah itu, data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer untuk

menghitung jumlah dan persentase jawabanresponden. Data tersebut disajikan dalam bentuk gambar yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk teks naratif.

Teknik analisis data kualitatif dilakukan sejak awal pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi yang disajikan dalam bentuk catatan harian.

Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), dimana data diolah dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi data.

Pertama, reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian rupa, sehingga didapatkan kesimpulan akhir. Kedua, data yang telah disajikan dalam bentuk teks naratif hasil catatan lapangan disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan kondisi data.

Hal ini memudahkan melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melakukan analisis. Tahap ketiga, penarikan kesimpulan, yaitu melalui verifikasi yang dilakukan peneliti sebelum peneliti menarik kesimpulan akhir. Verifikasi tersebut dilakukan dengan cara: memikirkan ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan lapang, bertukar pikiran dengan teman sejawat dan tim peneliti. Artinya, terdapat satu tahapan dimana proses menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan yang merupakan subjek dalam penelitian ini dan yang telah menyumbangkan data dan informasi terhadap penelitian ini. Analisis data kualitatif dipadukan dengan hasil interpretasi data kuantitatif

.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis Kelamin

Berikut adalah gambar yang menunjukkan persentase jenis kelamin dari pendataan penduduk Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir.

(5)

Gambar 1 Persentase Jenis Kelamin Sumber: Survey, 2015

Masyarakat Suku Duanu dengan jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan adalah sama-sama sebesar 50 persen. Laki-laki sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan buruh nelayan, sedangkan perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan pedagang.

Jenis kelamin laki-laki semakin sedikit jumlah yang diketahui dikarenakan banyak dari masyarakat Suku Duanu yang menjadi transgender. Fenomena transgender ini dikarenakan semakin sulitnya dalam mencari pekerjaan bagi jenis kelamin laki-laki dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Suku Duanu. Mereka yang transgender sebagian besar bekerja sebagai pengelola dan pegawai salon.

4.2. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa mayoritas anggota masyarakat Suku Duanu memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan laut, sehingga mereka bermata pencaharian sebagai nelayan. Baik nelayan yang berskala besar maupun sebagai buruh nelayan. Hal ini sudah diwariskan sejak nenek moyang mereka dahulu.

Gambar 2 Persentase Pekerjaan Sumber: Survey, 2015

Berdasarkan Gambar 2 di atas, diketahui bahwa persentase pekerjaan sebagai

nelayan adalah sebesar 40 persen.

Sedangkan persentase pekerjaan yang juga dominan adalah Ibu rumah tangga, akan tetapi banyak juga para perempuan baik yang berstatus istri ataupun janda yang bekerja sebagai nelayan. Pola penghidupan masyarakat Suku Duanu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan air (sungai dan laut) [7,9,11]. Pada gambar 3 berikut ditunjukkan perempuan Duanu penjual ikan asin

Gambar 3Perempuan Duanu Pedagang ikan asin Sumber: Survey, 2015

Lokasi : Desa Sungai Laut

Selain itu, peran perempuan Suku Duanu dalam membantu perekonomian keluarganya juga sangat penting.

Berdasarkan penelitian di lapangan, banyak perempuan yang bekerja sebagai pengolah ikan hasil tangkap dari nelayan. Pekerjaan pengolah ikan tersebut mereka lakukan mulai dari proses produksi atau dibersihkan sampai dikeringkan lalu di pak atau didalam kemasan. Akan tetapi, usaha pengolahan ikan tersebut masih jarang dimiliki oleh perempuan. Perempuan masih menjadi objek pekerja dan buruh pada usaha.

Pada gambar 4 dibawah ini di tunjukkan perempuan suku Duanu bekerja sebagai pembuat ikan asin.

(6)

Gambar 4Perempuan Duanu membuat ikan asin Sumber: Survey, 2015

Lokasi : Desa Kuala Patah Parang

4.3. Pencari Nafkah dalam Keluarga Berikut adalah gambar yang menunjukkan pencari penghasilan dalam keluarga Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir.

Gambar 5Pencari Nafkah Sumber: Survey, 2015

Dari gambar 5 di atas, dapat terlihat bahwa pencari penghasilan dalam keluarga Suku Duanu dominan diperankan oleh Kepala Keluarga yakni sebesar 48 persen.

Namun jika penghasilan dicari oleh selain ayah (laki-laki) adalah: Ayah dan Ibu 18 persen, Ayah, Ibu, Anak sebesar 9 persen dan Ayah, Ibu, Paman sebesar 2 persen. Hal ini dikarenakan kepala keluarga masih memegang peranan yang utama dalam keluarga sebagai pencari nafkah. Kepala keluarga dalam keluarga Suku Duanu mayoritas adalah suami dan laki-laki.

Meskipun ada sebagian kecil perempuan yang menjadi kepala keluarga. Selain itu, anak juga menjadi pencari penghasilan tambahan bagi keluarga Suku Duanu di Indragiri Hilir. Anak-anak yang membantu orang tuanya dengan menjadi nelayan bersama ataupun anak yang bekerja baik

sebagai buruh nelayan ataupun di berbagai bidang.

4.4. Peran Perempuan

Peran perempuan dalam masyarakat Suku Duanu tidak bisa kita abaikan, terutama dalam sektor perekenomian keluarga. Selama beberapa dekade pembangunan, gambaran nelayan pada umumnya adalah kelompok masyarakat miskin, dengan rumah kumuh, hidup jauh dari kecukupan, dan fakta-fakta lainnya yang menggambarkan kemiskinan struktural. Jumlah penduduk miskin saat ini mencapai 24 persen atau 47 juta jiwa, dan 60 persen diantaranya merupakan masyarakat pesisir.

Perempuan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan pesisir karena posisinya yang strategis dalam kegiatan berbasis perikanan dan kelautan sebagai pedagang pengecer, pengumpul ikan, pedagang besar, buruh upahan, maupun tenaga pengolah hasil perikanan. Namun demikian, dalam berbagai aspek kajian ataupun program-program pembangunan pesisir mereka tidak banyak tersentuh. Ketika berbicara tentang nelayan yang terlintas dalam pikiran adalah kaum lelaki yang sebagian atau seluruh hidupnya berjuang menghadapi gelombang besar atau angin kencang untuk memperoleh hasil tangkapan ikan.

Selanjutnya, kemiskinan masyarakat pesisir dinilai bersifat multi dimensi dan ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur. Disamping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi, permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar menawar masyarakat miskin semakin lemah.

Dengan masalah kemiskinan yang kompleks ini, secara tidak langsung menuntut para istri atau perempuan ikut dalam menunjang perekonomian keluarga.

Begitu juga dengan masyarakat Suku Duanu yang sangat identik dengan kemiskinan dan penyebab kemiskinan tersebut adalah budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, serta berbagai keterbatasan akses.

Menuntut para perempuan untuk ikut berperan dalam menopang ekonomi rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pada gambar 5 bahwa ada pekerjaan nelayan sekaligus ibu rumah tangga sebesar 4 persen, dan pekerjaan

(7)

tersebut dilakoni atau diperankan oleh ibu atau istri.

Tidak sedikit pula perempuan yang ikut ke laut menemani suami atau anak mereka untuk mencari nafkah baik dengan menongkah kerang maupun mencari ikan atau udang. Selain itu, pekerjaan sebagai pedagang sebesar 10 persen (gambar 2) mayoritas diperankan oleh perempuan.

Dengan begitu, adanya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) harus menjadikan perempuan sebagai penerima program. Perempuan Suku Duanu juga bekerja sebagai pengolah ikan asin, pengolah terasi, dan sebagai buruh atau pembantu rumah tangga [12, 13].

Pikiran demikianlah yang mendorong lahirnya program pembangunan perikanan yang bias gender seperti nampak pada berbagai program pemberdayaan masyarakat pesisir. Kondisi demikian telah dianggap sebagai hal yang lumrah karena dalam budaya kita, perempuan telah lama dikonstruksi secara sosial maupun budaya untuk berkutat pada berbagai urusan rumah tangga bahkan geraknyapun dibatasi dalam lingkup rumah tangga. Sehingga peran perempuan nelayan dalam kehidupan sosial dan budaya di pesisir menjadi kurang atau tidak tampak. Pada gambar 6 berikut ditunjukkan diskusi dengan perempuan suku Duanu di Kelurahan Sri Gemilang Kecamatan Kateman

Gambar 6Diskusi dengan Perempuan Duanu Sumber: Survey, 2015

Lokasi : Parit 5 Kel. Sri Gemilang, Kateman Keterbatasan ekonomi keluargalah yang menuntut perempuan nelayan termasuk anak-anak mereka bekerja di daerah pesisir.

Dalam kegiatan perikanan laut perempuan nelayan berperan sangat penting terutama pada saat pasca panen dan pemasaran hasil perikanan. Partisipasi perempuan dalam berbagai aktivitas produktif di pesisir juga

telah banyak terbukti mampu mempertahankan keberlanjutan ekonomi rumah tangga nelayan. Kesempatan peran perempuan nelayan juga memiliki peluang yang cukup baik karena suami mereka memiliki kebiasan yang baik yaitu menyerahkan hasil usaha melaut mereka kepada kaum perempuan dan sekaligus memberikan kepercayaan kepada perempuan untuk mengelola keuangan tersebut. Hal ini tentunya menjadikan perempuan lebih mandiri dan berani memutuskan hal-hal penting bagi keluarga dan dirinya. Pada gambar 7 berikut ditunjukkan foto perempuan suku Duanu di Kampung Nyamuk Kuala Enok sedang mengolah Udang Pepay

Gambar 7Perempuan Duanu mengolah udang Sumber:R. Handayani dan H. Hasanah, 2014 Lokasi : Kampung Nyamuk, Kuala Enok 5. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Karakteristik Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir dilihat dari karakteristik social ekonomi yaitu, 50 persen berjenis kelamin laki-laki dan 50 persen berjenis kelamin perempuan.

2. Pencari nafkah utama dalam keluarga adalah Ayah (Laki-laki), Namun Peran Ibu (Perempuan) dalam perekonomian keluarga perannya sangat besar, karena perempuan turut membatu penghasilan keluarga. Peran perempuan perekonomian keluarga tidak tunggal, karena pencari nafkah utama adalah Ayah (Laki-laki), adapun persentase pencari nafkah dalam keluarga adalah : Hanya Ayah (laki-laki) 48 persen; Ayah dan Ibu 18 persen; Ayah, Ibu, Anak sebesar 9 persen; Ayah, Ibu, Paman sebesar 2 persen

3. Pekerjaan yang dilakukan oleh Ibu (Perempuan) Suku Duanu adalah sebagai Penjual hasil tangkapan nelayan, Pembuat Ikan Asin, Pedagang barang harian, Salon.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Silawati.Pengarusutamaan Gender, Mulaidarimana?

JurnalPerempuan, Jakarta: Vol. 50, November. Hal. 19 – 32, 2006.

[2] K. Khotimah. Diskriminasi gender terhadapperempuandalamsektorpeke rjaan, JurnalStudi Gender danAnak.

Vol. 4 No. 1 page 158-180,2009.

[3] J. Tienari. Gender and National Identity Construction in the Cross- Border Merger Context. Journal of Gender, Work and Organization, Vol.

12 No.3. May, hal 217-241, 2005.

[4] Mainiero, L. Coping with powerlessness: the relationship of gender ang job dependency to empowerment-strategy usage.

Sumber:

www.ibrarian.net>navon>paper>org (akses: 2/20/16). 1986.

[5] A. Mansur, A.SutrisnodanF.

Wulandari. Key Succes Factor PerempuanDalamMengelola Dan Mengembangkan UMKM Di Sleman Yogyakarta. Prosiding Seminar NasionalTeknoin. Yogyakarta, 22 November 2008.

[6] D.S. Chaniago. PolaRelasi Patron- KlienNelayanSukuDuano

(StudiTentangRelasiTokehdanNelaya nSukuDuano di Desa Sungai Bela)[Skripsi].

UniversitasAndalas.2014

[7] Amrifo, Viktor.

AdaptasiSistemPenghidupanMasyara katAdat (StudikasusSukuDuano di DesaConcongLuarKabupaten

Indragiri HilirProvinsi Riau).

JurnalTerubuk Faperika Universitas Riau , 2012

[8] Notaliasah.

StrategiBertahanHidupNelayanSukuD

uano di Desa Kuala

PatahParangKecamatan Sungai

BatangKabupaten Indragiri HilirPropinsi Riau [Skripsi ] Faperika Universitas Riau, 2007

[9] Amrifo, Viktor. Menongkah:

PerubahanLingkungan, Budaya, danPenghidupanSukuDuano di Muara Indragiri, Riau [Disertasi].

InstitutPertanian Bogor. 2014

[10] Zulkarnain. Model

Komunikasi Pembangunan PerikanandalamPemberdayaanKomu nitasNelayanSukuDuano di Propinsi Riau (Analisis Program Marine and Coastal Resources Managemen Project di Propinsi Riau).

JurnalTerubuk Fakultas PerikananUniversitas Riau. 2007.

[11] Amrifo, Arya H. Dharmawan, SatyawanSunito, EndriatmoSutarto.

SejarahSosiologisBudayaBernafkahK omunitasAdatSukuDuano.

JurnalElektronik: InstitutPertanian Bogor. 2014

[12] R. Handayani, H.Hasanah, KajianSosial-

EkonomiPengembanganPengolahanH asilTangkapanNelayanBerbasisMasya rakat di Desa Sungai LuarKec.

BatangTuakaKab. Indragiri Hilir Riau, Halaman 1 - 6, ProsidingSeminar NasionalStatistika,

MatematikadanAplikasinya FMIPA Univ. Islam Bandung, 26 Agustus 2014

[13] R. Handayani, H.Hasanah, KelayakanSosial – Ekonomi Pembangunan

PelabuhanPendaratanIkan di Kuala EnokKabupaten Indragiri Hilir Riau,

Halaman 177 – 183,

ProsidingSeminar NasionalStatistika, MatematikadanAplikasinya FMIPA Univ. Islam Bandung, 26 Agustus 2014

Gambar

Gambar 1 Persentase Jenis Kelamin   Sumber: Survey, 2015
Gambar 4Perempuan Duanu membuat ikan asin  Sumber: Survey, 2015
Gambar 7Perempuan Duanu mengolah udang  Sumber:R. Handayani dan H. Hasanah, 2014  Lokasi : Kampung Nyamuk, Kuala Enok  5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan di Kota Subulussalam Kecamatan Simpang Kiri terhadap perempuan sebagai pencari nafkah utama keluarga dapat disimpulkan

Pendapatan rumahtangga yang tidak mampu dipenuhi oleh laki- laki sebagai pencari nafkah utama memaksa perempuan ikut bekerja meskipun harus melakukan. pekerjaan berat yang

1) Ayah sebagai pencari nafkah. Mencari nafkah merupakan tugas yang berat. Pekerjaan mungkin dianggap hanya sebagai suatu cara untuk memenuhi kebutuhan utama dan

Dengan demikian, perubahan peran perempuan kapuk di daerah Tapelan apabila dikaji dalam feminisme ekonomi mampu menempatkannya dalam kebebasan mobilitas.Perempuan kapuk Samin

Kegiatan pengabdian masyarakat dengan fokus utama memberdayakan keluarga pra- sejahtera dengan perempuan sebagai pencari nafkah utamanya ini dilakukan oleh tim yang merupakan

Bentuk peran perempuan yang dapat dibagi kedalam dua bentuk peran besar (peran ganda) yaitu peran pencari nafkah (publik) dan peran rumah tangga (domestik). Peran sebagai

Dari alasan perekonomian ini peran ayah dalam keluarga bukan lagi sebagai.. pencari

Peran Lelaki dalam keluarga yang diframing dalam fungsi 2-M (mencari nafkah dan melindungi keluarga) juga mulai berbagi dengan perempuan yang sudah mulai bekerja nafkah untuk