• Tidak ada hasil yang ditemukan

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences eissn:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences eissn:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

https://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa/article/view/46641

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences

eISSN: 2655-8122

http://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa

240 Konsentrasi Spermatozoa Dan Ketebalan Tubulus Seminiferus Tikus Putih Jantan Setelah

Pemberian Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera L.)

The Concentration of Spermatozoa and The Thickness of The Seminiferous Tubules of Male White Rats After Administration of Moringa Leaf (Moringa oleifera L.)

Ida Ayu Putu Sugiantari1*, Ida Bagus Made Suaskara2, Ni Made Rai Suarni3

1)Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran Bali

*Email: [email protected]

INTISARI

Kelor merupakan tanaman yang daunnya sudah biasa dikonsumsi sebagai sayur, dan sekarang daun kelor juga digunakan sebagai teh dan bahan tambahan dalam kue. Hasil penelitian tentang kelor masih kontroversi yaitu, disatu sisi mengatakan kelor dapat meningkatkan kualitas spermatozoa dan disisi lain mengatakan dapat menghambat fertilitas. Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh seduhan tepung daun kelor terhadap konsentrasi spermatozoa dan ketebalan epitel tubulus seminiferus. Tikus jantan yang digunakan sebanyak 24 ekor dengan berat 200 g dibagi menjadi empat perlakuan yaitu kontrol (P0), 18 mg/kg BB (P1), 36 mg/kg BB (P2) dan 72 mg/kg BB (P3) selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seduhan daun kelor berpengaruh nyata menurunkan konsentrasi spermatozoa (P≤0,05), seduhan daun kelor tidak berpengaruh terhadap ketebalan epitel tubulus seminiferus tetapi menyebabkan epitel germinal menjadi longggar karena banyak epitel yang lepas kelumen. Sehingga, seduhan daun kelor memiliki efek dalam menurunkan konsentrasi spermatozoa dengan memberikan efek toksisitas rendah pada epitel germinal.

Kata Kunci: seduhan daun kelor, spermatozoa, tubulus seminiferus, ketebalan epitel germinal ABSTRACT

Moringa is a plant whose leaf are commonly consumed as vegetables and now moringa leaves are also used as tea and additives in cakes. The results of the study on moringa are still controversial, on the one hand saying moringa can improve the quality of spermatozoa and on the other hand say it can inhibit fertility.The aim of this study was to analyze the effect of moringa leaf steeping on the concentration of spermatozoa and epithelial thickness of seminiferous tubules. A male rat with as many as 24 with weighing 200 g were divided into four treatments namely control (P0), 18 mg / kg BB (P1), 36 mg / kg BB (P2) and 72 mg / kg BB (P3) for 30 days. The results showed that moringa leaves steeping had a significant effect by decreasing the concentration of spermatozoa (P≤0.05), moringa leaf steeping has no effect on the epithelial thickness of the seminiferous tubules but causes the germinal epithelium to become loose because many epithelium is loose. The conclusion of moringa leaves has an effect in lowering the concentration of spermatozoa by providing a low toxicity effect on the germinal epithelium.

Keywords: steeping moringa leaves, spermatozoa, seminiferous tubules, germinal epithelium thickness

(2)

241 PENDAHULUAN

Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan jenis tumbuhan yang masuk ke dalam suku Moringacea dan banyak dijumpai di Indonesia.

Tanaman kelor merupakan tanaman yang mampu tumbuh dalam berbagai iklim dan tidak mengenal musim. Daun kelor dapat diolah menjadi ekstrak, dihaluskan menjadi tepung, atau juga dibuat menjadi teh (Rahmawati, 2015).

Menurut Arora et al. (2013) kandungan kelor meliputi senyawa flavanoid, alkaloid, fenol, tanin serta saponin. Kasolo dkk. (2010) melaporkan bahwa tanaman kelor mengandung vitamin C sebanyak 120 mg dalam 100 g kelor, sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan.

Menurut Claudia dkk. (2013) vitamin C pada kelor mampu menetralisir radikal hidroksil, radikal hidrogen peroksida serta mampu mencegah aglutinasi spermatozoa. Rizkayanti dkk. (2017) melaporkan bahwa, kemampuan menangkap radikal bebas daun kelor dengan menggunakan ekstrak air termasuk dalam golongan kuat dikarenakan nilai IC50 (Inhibition concentration) sebesar 50 ppm. Senyawa antioksidan dapat dikatakan kuat apabila nilai IC50 50-100 ppm, sangat kuat apabila bilai IC50

kurang dari 50 ppm, dan lemah jika nilai IC50

lebih dari 150-200 ppm (Molyneux, 2004).

Menurut Suaskara dkk. (2016) daun kelor memiliki kandungan Vitamin A dan C yang baik dalam meningkatkan kualitas dari spermatozoa (Jumlah spermatozoa, morfologi spermatozoa dan motilitas spermatozoa) pada masa pubertas anak tikus jantan. Menurut Abdu (2008) asam retinoat yang merupaka bentuk metabolit alternatif vitamin A (retinol) mengontrol diferensiasi spermatogenesis dan karakter adhesi spermatid. Begum et.al. (2009) menyatakan kandungan vitamin C bagi jantan berfungsi untuk melindungi epididmis dari kerusakan oksidatif, sehingga konsentrasi dan motilitas sperma tidak terganggu.

Menurut Suarni dkk. (2016) pemberian pakan tepung daun kelor sebagai pengganti pakan komersial sampai 45% dapat mempertahankan integritas membran sperma, di mana keutuhan dari membran sperma sangat berkorelasi dengan motilitas spermatozoa, sehingga menjaga kualitas sperma tetap baik.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa, daun kelor yang diekstrak ternyata khasiatnya bertentangan dengan penelitian yang sudah dilakukan di atas. Adnan dan Halifah (2000) menyebutkan senyawa steroid, alkaloid, flavanoid dan tanin merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai antifertilitas khususnya pada jantan, dimana senyawa tersebut juga terkandung dalam tanaman kelor. Penelitian yang dilakukan Ghasani (2016) menunjukkan adanya penurunan konsentrasi spermatozoa, terjadinya kecacatan morfologi serta berpotensi sebagai antifertilitas pada pria. Bachtiar (2016) melaporkan pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor dosis 200 mg/kg BB dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten secara bermakna, menurunkan motilitas spermatozoa, serta memiliki potensi antifertilitas pada semua dosis uji. Dimalia (2017) melaporkan adanya peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa setelah pemberian ekstrak daun kelor dengan dosis 200 mg/Kg BB dan 800 mg/Kg BB.

Paul dan Didia (2012) melaporkan terjadinya penurunan spermatid, spermatozoa dan gangguan sel sertoli setelah diberikan ekstrak metanol akar kelor dengan dosis 3,6 mg/Kg BB, 4,6 mg/Kg BB dan 7 mg/Kg BB pada hewan coba hamster. Penelitian ekstrak etanol 90% daun kelor yang diberikan pada tikus hamil dengan dosis 175 mg/Kg BB memberikan aktifitas abortifacient (Nath dkk., 1992).

Berdasarkan adanya perbedaan hasil penelitian tanaman kelor sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian seduhan daun kelor terhadap konsentrasi spermatozoza dan ketebalan epitel tubulus seminiferus.

BAHAN DAN METODE

Pembuatan Seduhan Daun Kelor

Daun kelor yang digunakan harus berwarna hijau tanpa ada daun yang mulai menguning dan diambil saat pagi hari, di mana dalam penelitian ini didapatkan di daerah Bukit, Jimbaran, Kabupaten Badung. Daun kelor dikering anginkan selama 7 hari, kemudian di- blender sehingga menjadi tepung daun kelor.

Tepung daun kelor yang digunakan sesuai

(3)

242 dengan dosis (0,15g, 0,30g, 0,60g), selanjutnya

dilarutkan menggunakan air aquadest yang sudah dipanaskan dan kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk menghilangkan ampas serbuk daun kelor. larutan stok dibuat setiap minggu selama 30 hari, masing-masing sebanyak 42 ml untuk setiap dosis.

Penentuan Dosis Perlakuan Pemberian Seduhan Daun Kelor

Larutan stok dibuat perminggu selama 30 hari, sebanyak 42 ml dengan pemberian setiap tikusnya sebanyak 1 ml. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan mengkalikan faktor konversi tikus kemanusia dengan bobot tikus (200 g) didapatkan 3 dosis tetap untuk perlakuan dan 1 perlakuan merupakan kontrol, dimana kontrol (P0) hanya diberikan aquadest, P1 diberikan dosis 18 mg/Kg BB, P2 diberikan dosis 36 mg/Kg BB dan P3 dengan dosis 72 mg/Kg BB.

Pengamatan Konsentrasi Spermatozoa Perlakuan dilakukan selama 30 hari dan hari ke-31 dilakukan proses pembedahan. Testis yang diambil diletakkan di cawan Petri berisi NaCl 0,9% sebanyak 2 ml. Bagian cauda epididmis diambil dan dicacah, sehingga spermatozoa bisa keluar dan tidak menggumpal.

Larutan tersebut diambil sedikit dan diteteskan pada Hemositometer yang selanjutnya diletakkan dibawah mikroskop. Pengamatan dibawah mikroskop dilakukan sebanyak lima bidang pandang sebagai pengulangan dan kemudian difoto untuk dilakukan penghitungan.

Testis yang telah diambil dimasukkan ke dalam NBF 10% (Neutral Buffer Formalin) sebagai pengawet dan mempertahankan bentuk organ sebelum dilakukan preparasi sayatan histologi di Balai Besar Veteriner Denpasar (BBVet).

Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan rumus pengamatan:

N

2 𝑥 106 /ml

Keterangan : N = jumlah perhitungan spermatozoa setiap sudut Hemositometer

Pengamatan Sediaan Histologi

Perhitungan ketebalan epitel tubulus seminiferus menggunakan aplikasi image raster.

Pengamatan ketebalan tubulus seminiferus dilakukan dengan mencari selisih antara diameter tubulus seminiferus dengan diameter lumen yang selanjutnya dibagai dua. Mengukur diameter tubulus seminiferus dilakukan dengan cara menghubungkan dua titik yang bersebrangan pada garis tengah secara ventrikal dan horizontal dengan pemilihan tubulus seminiferus yang memiliki penampang bulat serta ukuran yang kurang lebih sama. Diameter lumen diukur dengan cara yang sama dengan pengukuran dari diameter tubulus seminiferus secara keseluruhan (Cholifah dkk., 2014).

Pengolahan Data

Data kualitatif konsentrasi spermatozoa dan ketebalan epitel tubulus dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 0,05% dengan uji One Way Anova menggunakan program SPSS For Windows versi 15. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

HASIL

Konsentrasi Spermatozoa

Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa tikus jantan yang diberi seduhan daun kelor, ditunjukkan dalam Tabel 1. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan nyata (P≤0,05) antara kontrol dan perlakuan. Perbedaan yang nyata terdapat antara kontrol dengan P2 dan P3, sedangkan P1 tidak berbeda nyata dengan kontrol (P0).

Konsentrasi spermatozoza yang paling banyak ditunjukkan pada P0 sebanyak 40,1±2,089, sedangkan konsentrasi spermatozoa yang paling sedikit didapat pada perlakuan P3 sebanyak 13,7

± 2,804.

(4)

243 Tabel 1. Rata-rata konsentrasi spermatozoa

setelah pemberian seduhan daun kelor.

Keterangan : Huruf superscript berbeda

menunjukkan perbedaan yang nyata.Superscript yang sama menunjukan tidak berbeda nyata.

Ketebalan Epitel Tubulus Seminiferus

Hasil statistika menunjukkan bahwa seduhan daun kelor tidak memberikan pengaruh nyata (P≥0,05) terhadap ketebalan tubulus seminiferus antara kontrol dan perlakuan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata ketebalan epitel tubulus seminiferus setelah pemberian seduhan

daun kelor

Perlakuan Dosis Ketebalan Epitel Tubulus Seminiferus (µm)

P0 (kontrol) 77,5 ± 3,694a P1 (18 mg/Kg BB) 75,4 ± 7,440a P2 (36 mg/Kg BB) 68,2 ± 8,740a P3 (72 mg/Kg BB) 62,6 ± 5,343a

Keterangan: Huruf superscript yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

nyata

Berdasarkan uji statistik ketebalan epitel tubulus seminiferus tikus jantan putih setelah pemberian seduhan daun kelor, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P≥0,05) antara perlakuan P1, P2 dan P3 dengan kontrol.

Perlakuan P2 dan P3 terdapat sel-sel epitel yang lepas ke lumen dan terbanyak pada P3 sehingga epitel menjadi longgar.

PEMBAHASAN

Konsentrasi Spermatozoa

Hasil uji statistik menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi spermatozoa secara signifikan antara tikus yang diberikan perlakuan dengan tikus kontrol. Rata-rata konsentrasi spermatozoa paling banyak ditemukan pada kontrol (40,1x106/ml) dan terendah pada P3 (13,7x106/ml). Perbedaan nyata rata-rata konsentrasi spermatozoa ditemukan antara kontrol dengan P2 dan P3. Selain itu juga, ditemukan perbedaan nyata antara P3 dan P1(Tabel 1).

Bachtiar (2016) melaporkan ditemukan senyawa fitokimia yang terkandung dalam tanaman kelor berupa tanin, alkaloid, flavanoid, saponin, trepenoid dan steroid. Meigaria dkk.

(2016) dalam penelitiannya mengenai skrining fitokimia dari ekstrak aseton daun kelor ditemukan kandungan alkaloid, flavanoid, tanin, saponin dan steroid. Kasolo et. al. (2010) melaporkan bahwa dalam seduhan daun kelor ditemukan senyawa fitokimia dengan konsentrasi sedang hingga tinggi, yaitu tanin, steroid, triterpenoid, flavanoid, saponin, alkaloid, dan antraquinon.

Warara dkk. (2016) menyebutkan bahwa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan keseburuan pria yaitu melalui penggunaan bahan aktif dari tumbuhan yang bersifat antifertilitas dengan efek samping lebih kecil. Secara umum bahan aktif tumbuhan mengandung senyawa alkaloid, tanin, flavanoid, dan resin (Tjiphanata dkk. 2017). Adnan dan Halifah (2000) menyebutkan bahwa senyawa yang bersifat antifertilitas yaitu steroid, alkaloid, flavanoid dan tanin. Senyawa antifertilitas pada jantan dianggap telah aktif apabila menunjukkan adanya penghambatan spermatogenesis, terhambatnya testosteron, merusak kerja hormon gonadotropin serta adanya kematian sel sperma (Daniyal dan Akram, 2015).

Senyawa nabati yang digunakan sebagai bahan antifertilitas utamanya pada jantan harus memiliki struktur sama dengan hormon estrogen sehingga mampu menempati reseptor organ reproduksi serta dapat mengganggu sumbu dari hipotalamus, hipofisis dan testis (Lestari, 2007).

Wahyuni (2002) melaporkan pemberian Perlakuan Dosis Konsentrasi Spermatozoa

(106/ml) P0 (kontrol) 40,1 ± 2,089a P1 (18 mg/Kg

BB) 37,4 ± 2,977ba

P2 (36 mg/Kg

BB) 35,2 ± 5,390b

P3 (72 mg/Kg

BB) 13,7 ± 2,804c

(5)

244 estrogen dan bahan yang bersifat estrogenik

mampu mensupresi hormon FSH dan LH.

Masuknya senyawa yang bersifat estrogen ke dalam tubuh jantan mampu mengganggu proses kerja otak yang menyebabkan terganggunya fungsi hormonal (Nurliani dkk., 2005).

Flavanoid memiliki struktur yang mirip dengan hormon estrogen dan bersifat antiandrogen yang dapat menghambat kerja enzim aromaterase sehingga hormon testosteron menurun (Latifa, 2006). Alkaloid juga merupakan senyawa estrogenik yang mampu mengikat reseptor sel sertoli sehingga FSH tidak mampu untuk terikat dengan reseptornya (Kapsul, 2007). Selain itu Sundari dan Winarno (1997) melaporkan bahwa, sifat estrogenik alkaloid juga mampu menekan sekresi dari hormon testosteron. Cambie dan Brewis (1995) melaporkan bahwa flavanoid mampu merangsang dan meningkatkan kadar estrogen, sehingga akan memberikan umpan balik negatif, yaitu dengan tidak melepaskan LH dan FSH.

Tingginya kadar estrogen yang diakibatkan oleh zat aktif alkaloid, flavanoid, dan steroid menyebabkan terhambatnya sekresi FSH yang berakibat pada terhentinya spermatogenesis dengan segera serta terjadinya sterilisasi apabila terus dilanjutkan (Rusmiati, 2005). Gangguan pelepasan FSH akan menyebabkan kadar FSH turun dan mempengaruhi sel sertoli dalam menghasilkan nutrien untuk pembentukan dan pendewasaan spermatozoa (Purwoistri,2010).

Kapsul (2007) melaporkan senyawa aktif tanin dapat menyebabkan terganggunya sistem kontrol hormonal, penggumpalan pada sperma, serta berkekuranganya energi spermatozoa saat pematangan di epididmis. Susetyarini (2013) menemukan adanya pengaruh senyawa tanin terhadap penurunan konsentrasi spermatozoa tikus putih jantan setelah pemberian ekstrak daun beluntas, yang disebabkan karena terjadi penghambatan spermatogenesis akibat dari proses oksidasi pada membran sel testis.

Pemberian ekstrak etanol 90% mampu menurunkan jumlah spermatosit pakiten secara bermakna, menurunkan motilitas spermatozoa, serta memiliki potensi antifertilitas pada semua dosis uji 200 mg/Kg BB (Bachtiar (2016).

Ghasani (2016) melaporkan adanya penurunan konsentrasi spermatozoa tikus jantan secara bermakna setelah pemberian ekstrak etanol 90%

sebanyak 200 mg/Kg BB daun kelor.

Ketebalan Epitel Tubulus Seminiferus

Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara tikus perlakuan dengan tikus kontrol (Tabel 2).

Perlakuan selain kontrol terutama P3 ditemukan adanya sel epitel germinal tubulus seminiferus lepas menuju lumen sehingga susunan sel epitel tampak lebih longgar. Renggangnya susunan epitel germinal menyebabkan jumlah sel-sel germinal menjadi berkurang, sehingga spermatozoa yang dihasilkan menjadi berkurang.

Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan.

konsentrasi spermatozoa mengalami penurunan secara signifikan pada perlakuan P2 hingga P3 dibandingkan dengan kontrol (gambar 1).

Adanya gangguan pada anatomi tubulus seminiferus mengindikasikan bahwa senyawa aktif pada seduhan daun kelor memberikan gangguan secara sitotoksik selain secara hormonal. Susetyarini (2013) melaporkan senyawa antifertilitas memiliki prinsip kerja dapat merusak secara sitotoksik terhadap sel ataupun jaringan serta merusak secara hormonal dengan cara mengganggu keseimbangan sistem hormon. Cholifah dkk. (2014) menyatakan testosteron berfungsi dalam mengatur proses spermatogenesis, apabila jumlah testosteron menurun menyebabkan spermatogenesis terganggu yang ditandai dengan letak sel spermatogenik yang tidak beraturan sehingga lumen tidak memiliki batas yang tegas.

Penurunan jumlah testosteron menyebabkan atropi pada sel-sel spermatogenik dan menurunkan jumlah sel spermatogenik (Winarno dkk. 2002). McLachlan (2000) menyatakan testosteron merupakan hormon esensial dalam spermatogenesis yang berfungsi mempertahankan kelenjar asesoris.

(6)

245

Harlis dan Septiana (2017) melaporkan terhambatnya hormon-hormon gonad seperti FSH mampu memberikan perubahan struktur sitoskletal sel sertoli sehingga kemampuan mengikat spermatid akan berkurang, selain itu terganggunya testosteron akan menyebabkan daya lekat sel spermatid dengan sel sertoli akan berkurang.

KESIMPULAN

Seduhan daun kelor (M. oleifera) pada dosis 36 mg/Kg BB dan 72 mg/Kg BB secara nyata dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa tikus putih jantan. Dosis daun kelor 18 mg/Kg BB, 36 mg/Kg BB dan 72 mg/Kg BB tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan tubulus seminiferus tetapi menyebabkan lepasnya sel germinal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdu, S.B. 2008. Effect of Vitamins Deficiencies on The Histological Structure of The Testis of Albino Mice Mus Musculus. Saudi Journal of Biological Sciences 15:269-278.

Adnan dan P. Halifah. 2000. Pengaruh Ekstrak Rimpang Tumbuhan Pacing (Costus speciosus, J.E. Smith) terhadap Fertilitas

Mencit (Mus musculus) ICR Jantan.

Makasar: Universitas Negeri Makasar.

Arora, S. D., G. J. Onsare, H. Kaur. 2013.

Bioprospecting of Moringa (Moringaceae): Microbiological Perspective. Journal of Pharmacognosy and Phytocemistry 1(6):193.

Bachtiar D. 2016. Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa oleifera Lam) pada Tikus Jantan Galur SPRAGUE-DAWLEY Secara In-VIVO.

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran daan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak dipublikasikan.

Begum, H., A.B.M. Moniruddin, and K. Nahar.

2009. Enviromental and Nutritional Aspect In Male Infertility. Journal of Medecine 10:16-19.

Cambie, R.C., dan Brewis, 1995. Antifertility Plants of The Pacific. CSIRO, Australia.

Claudia, V., E. D. Queljoe dan L. Tendean.

2013. Perbedaan Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus) yang Diberikan Vitamin C Setelah Pemaparan Asap Rokok. Jurnal e-Biomedik (eBM) 1(1):629-634.

Cholifah, S., Arsyid, S. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare (Momordica charantia L). Terhadap Struktur Histologi testis dan Epididimis Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Spraque Dawley. Jurnal MKS 46(2):149-157.

Daniyal, M. dan M. Akram. 2015. Antifertility Activity of Medicinal Plants. Journal of Chines Medical Association 78:382-388.

Dimalia, V. 2017. Uji Pengaruh Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ( Moringa oleifera Lam.) Terhadap Kadar Serum testosteron, Bobot Testis, Morfologi Spermatozoa Serta Mounting Frequency Dan Mounting Latency Tikus Jantan Galur Sparague- Dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Jakarta.

Ghasani dan Afina A. 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa oleifera L) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada

(7)

246 Tikus Jantan Galur Sparague-Dawley.

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran daan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak dipublikasikan.

Harlis, W. O dan A. Septiana. 2017. Gambaran Histologi testis Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Tumbuhan Brotowali (Tinospora crispa L.).

Biowallacea 4(1):558-568.

Kasolo, J. N., G. S. Bimenya, L. Ojok, J.

Ochieng, and W. O. Jasper. 2010.

Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Uganda Rural Communities. Journal Med Plant Res 4(9):753-757.

Kapsul. 2007. Kadar Testosteron Tikus Putih Jantan Setelah Mengkonsumsi Buah Terong Tukak (Solanum sp.). Bioscientie 4(1):1-8.

Latifa, R. 2006. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan Dosis Berulang Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus).

Laporan Penelitian. Lemlit UMM.

Lestari, D. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak. Laboratorium Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

McLachlan, R.I. 2000. Male Hormonal contra- ception: A Safe Acceptable and Reversible Choice Long-Activity Testosteron Combinations Show Great Promise as Contaceptives. The Medical Journal of Australia. 172:245-255.

Meigaria, K. M., I. W. Mudianta, N. W.

Martiningsih. 2016. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Aseton Daun Kelor (Moringa oleifera).

Jurnal Wahana Matematika dan Sains 2(10):1-11.

Molyneux, P. 2004. The Use Stable Free 1 diphenylpiccrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journal Science of Technology 2(26).

Nath et al. 1992. Commonly Used Indian Abortifacient Plants With Special Reference to Their Teratogenic Effect in Rats. Journal of Ethnopharmacology 1-8.

Nurliani, A. Rusmiati., H. B. Santoso. 2005.

Perkembangan Sel Spermatogenik Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian ekstrak Kulit Kayu Durian (Durio zibethinus Murr.). Berk. Penel. Hayati 11:77-79.

Paul, C.W. dan B.C. Didia, 2012. Methanolic Extract of Moringa oleifera Lam Roots is Not Testis-Friendly to Guinea Pigs. Asian Journal of Medical Sciences 4(1):47-54.

Purwoistri, R. Fitria. 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Spermatogenesis dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) Jantan. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Tidak dipublikasikan.

Rahmawati. 2015. Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera L.) Terhadap Kadar Asam Urat Tikus Putih (Rattus novergicus). Journal of Nutrition College 4(2):593-598.

Rusmiati. 2005. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan) Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus). Jurnal Bioscientiae 4:63-70.

Rizkayanti, A. Wahid., M. Diah., M. R. Jura.

2017. Uji Antioksidan Ekstrak Air Dan Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.). Jurnal Akademika Kim 6(2):125-131.

Susetyarini, E. 2013. Aktivitas Tanin Daun Beluntas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa Tikus Putih Jantan. Jurnal Gamma 8(2):14-20.

Suaskara, I. B. M., M. Joni, P. Ariwati, P. A.

Sumardika, A. G. Maulana. 2016. Efek Seduhan Daun kelor Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Tikus Putih Jantan. Jurnal Simbiosis 4(2):55-57.

Suarni, N.M.R., I. G. L. Oka, I. G. Mahardika, I.

P. Suyadnya. 2016. Sperm Membrane Integrity And MDA Level Of Male Rabbit Fed Commercial Feed Substituted By Moringa Oleifera Leaf Meal. International Journal of Research in Social Sciences 6(3):590-599.

(8)

247 Sundari, D., dan W. Winarno. 1997. Informasi

Tanaman Obat Untuk Kontrasepsi Tradisional. Penerbit Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.

Tjiphanata, S., E. D. Quolje, S. Sudewi. 2017.

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Dadap Ayam (Erythrina variegata L.) Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmiah Farmasi 3(6):91-98.

Wahyuni, A. 2002. Pengaruh Solasodium Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus dan Gangguan Sel-sel Spermatogenik

Mencit (Mus musculus) Dewasa. Jurnal Kedokteran YASRI 10:56-65.

Warara, S.G., E.D. Queljoe., H. Simbala. 2016.

Identifikasi Senyawa Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Dadap Ayam (Erythrina variegata L.) dari Tidore Kepulauan Menggunakan Metode Bslt.

Journal Pharmacon5(3):102-109.

Winarno, M. W. B., Nuratmi, Y. Astuti. 2002.

Pengaruh Infus Buah Pare (Momordica charantia L.) Terhadap Kelenjar Prostat Tikus Putih. Media Litbang Kesehatan 12(2):41-45.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.2 yang diperlihatkan tersebut diatas adalah grafik pengaruh variasi debit air terhadap efisiensi dari unjuk kerja turbin arus lintang dengan tiap-tiap

Untuk mengetahui biosurfaktan yang dihasilkan maka terhadap media cair hasil fermentasi pada fase stasioner dilakukan pemisahan biosurfaktan yang dihasilkan sesuai dengan

Mampu melakukan perancangan pengembangan teknologi pembelajaran dalam bentuk model pembelajaran kompleks atau inovasi teknologi pembelajaran berdasarkan rekomendasi

Pancasila merupakan dasar republik indonesia sebelum d sahkan pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI,nila-nilai telah pada bangsa indonesia mendirikan negara,yang

Baby blues ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak

semivariogram tersebut dapat digunakan untuk menaksir nilai dari peubah teregional di lokasi yang tidak tersampel.. 2.4.1 Statistik Uji

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dillakukan peneliti melalui peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 18

• Prosedur analisis untuk menentukan jika semua akar suatu polinomial mempunyai bagian real negatif dan digunakan dalam analisis apakah kestabilan dari sistem linier yang