• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

26 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarakan permasalahan yang diteliti, terdapat beberapa teori dan konsep yang digunakan sebagai landasan dan acuan pembahasan hasil penelitian. Selain itu juga bab ini membahasa terkait Literature riview yang di peroleh dari jurnal, buku, dan internet mengenai tema yang dibahas yaitu strategi pariwisata di masa pandemic COVID-19.

2.1. Literature Review

Arjana,2015 dalam (Fanaqi et al., 2020), mendifinisikan pariwisata merupakan suatu kegiaatan masyarakat untuk melakukan perjalanan dari tempat kediaamnnya ke suatu temapt lainnya diluar lingkungannya, dalam waktu yang kurang dari satu tahun dengan cara berturut – turut yang bertujuan untuk memanfaatkan waktu senggang, ataupun dengan tujuan lainnya.

Grede (2008) menyatakan, strategi merupakan suatu metode yang digunakan dalam sebuah organisasi yang bergerak dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Didalam membangun, suatu destinasi pariwisata, strategi juga di perlukan, agar tujuan agar semua tercapai dengan sangat baik. Selain itu strategi yang cukup efektif yang juga berkaitan langsung dengan tiga pembahasan didalam organisasi, yaitu ruang lingkup, kompetensi dan alokasi (Bagus Sanjaya, 2018).

(Ida Bagus Gede Paramita1, 2020) menyatakan daerah wisata diharuskan meningkatkan standar kebersihan yang dimiliki dikarenakan hal tersebut merupakan jaminan daya tarik yang ada disuatu destinasi pariwisata dimasa pandemic COVID-19. Hal yang harus terpenuhi dalam standar sanitasi adalah kebersihan toilet, sarana cuci tangan, ketersedian masker, dan pengukur suhu badan, serta pemeriksaan surat keterangan sehat maupun vaksin.

Menurut Ardika (2006) menyatakan, bahwa kepariwisataan yang ada dan tumbuh karena memiliki perbedaan, memiliki keunikan, dan ke kelokan baik itu yang memiliki bentang alam, flora serta kebudayaan yang memiliki

(2)

27

suatu hal yang baru, dapat diterima dan memiliki kekuatan dari dalam jiwa manusia.kepariwisataan juga tidak membeda-bedakan, karena tidak akan ada orang yang melakukan kunjungan wisata (Ida Bagus Gede Paramita1, 2020).

Atraksi juga menjadi penunjang untuk menciptakan suatu kenyamanan untuk para wisatawan. Destinasi wisata yang memiliki fasilitas atau atraksi yang lengkap memiliki peluang yang besar untuk nmendapatkan feedback dari para wisatawan (Roziqin & Syarafina, 2021).

Liga Suryadana dan Vanny (2015:157) menyatakan promosi yang dilakukukan didalam pariwisata merupakan suatu arus informasi satu arah yang dibuat untuk para wisatawan untuk mampu memberikan tindakan yang menciptakan pertukaran baik itu jual beli didalam pemasaran produk pariwisata(Atiko et al., 2016).

Perencanaan framework dimulai dengan study persepsi tentang Pariwisata berbasis CHSE (Cleanliness, Health Safety and Environment Sustainability) di Provinsi Nusa Tenggara Barat di masa pandemic COVID-19, sehingga mampu mendapatkan suatu gambaran yang jelas menganai CHSE(Cleanliness, Health Safety and Environment Sustainability) tersbut.

(3)

28

Bagan 1. Rancangan model framework

Menurut Steck, dkk dalam damanik & Weber (2006), Pariwisata akan tumbuh dan berkembangan dengan memenuhi beberapa unsur yang mana hal tersebut sangat berkaitan dalam suatu system yaitu : Permintaaan atau akomodasi, diberikannya penawaran atau pemenuhan akomodasi pariwisata, Market dan kelembagaan yang memiliki peran untuk memberikan fasilitas, dan actor dan pelaku dalam menggerakan unsur-unsur tersebut (Kanom &

Darmawan, 2020).

Komponen dalam framework tersebut adalah implementasi strategis yang mana hal tersebut merupakan kelanjutan dari suatau perancanaan strategis. Dengan adanya rencana yang tersusun, langkah selanjutnya adalah melaksakan perancanaan startegis tersbut. Dalam Tujuan dari CHSE ini untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 bagi

(4)

29

masayarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka mencegah terjadinya episenter atau klaster baru selama masa pandemic COVID-19.

Dengan adanya framework ini bagaimana CHSE berjalan baik di sektor industri pariwisata. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pariwisata membentuk CHSE diharapkan mampu menekan tersebarnnya COVID-19. Framework memberikan informasi bagaimana sertifikasi CHSE yang diberikan kepada para pelaku pariwisata baik itu destinasi pariwisata maupun produk pariwisata. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan para pelaku pariwisata untuk memberikan jaminan kepada para wisatawan baik itu mancanegara ataupun domestic, dimana yang harus di perhatikan adalah kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan, diharapkan dengan kerjasama antara pemerintah, pelaku industry pariwisata, masyarakat dan para wisatawan mampu memberikan keberhasilan dalam penerapan CHSE tersebut.

2.2. Strategi

Strategi adalah prioritas atau suatu araha dengan keseluruahan yang luas dan dapat di ambil oleh organisasi. Strategi juga merupakan suatu pilihan – pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk dapat mencapai suatu misi dari suatu organisasi (Nugraha, 2016).

Dalam pemulihan pariwisata di era new normal ini ada tiga strategi yang dii terapkan khususnya di Indonesia , yaitu (Anggarini, 2021) :

1. Inovasi dalam hal ini merupakan sutau hal yang sangat penting, kerana inovasi ini juga suatu hal yang esensial. Dalam Inovasi ini hal yang perlu dikalkukan dari segi infrastruktur, segi budaya, kuliner dan fashion serta lain sebagainya yang masuk dalam lingkup pariwisata.

2. Adpatasi dalam hal ini harus terus diterapkan, dikarenakan semua yang berkaitan langsung dan bisa beradaptasi dengan situasi pandemic COVID-19, dengan terus mematuhi protocol kesehatan

(5)

30

dan meningkatkan terus penerapan Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE).

3. Kerjasama semua pihak untuk mampu berkerjasama dengan pelaku di sector pariwisata. Hal ini membuat banyaknya pekerja di bidang sektor pariwisata yang terdampak pada saat pandemic COVID-19.

Menurut Iswardhana (2015), strategi yang dilakukan oleh Thailand dalam recovery parwisata dalam meningkatkan International Tourist Arrivals (ITA) setelah kekacuan politik pada tahun 2010–2013 bersama dengan hal tersebut diterapkan metode Digital Marketing, Image Building, Sustainability, Crystallisation and Crisis Management, and Organisation Management, yang mana hal tersebut memeberikan dampak yang cukup baik dalam memulihkan sektor pariwisata di Negara Thailand yang mana tidak ada kegitaan di sektor pariwsata pada saat itu (Kanom & Darmawan, 2020).

2.3. Pengembangan Pariwisata

Dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasu pariwisata adalah Kawasan geografis yang spesifik berada dalam satu atau lebih wilayah administrative yang didalamnya terdapat kegiataan kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang terkait. (Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2009, n.d.)

Pengembangan merupakan suatu upaya dan cara dalam menumbuh kembangkan sesuatu hal yang sudah ada. Pengembangan sektor pariwisata di daerah yang bertujuan untuk destinasi wisata untuk diperhitungkan baik itu dalam keuntungan dan manfaat untuk masyarakat yang berada di sekitar destinasi wisata. Pengembangan sektor pariwisata juga harus singkron dengan perencanaan yang sudah matang maka dapat bermanfaat untuk masyarakat, baik itu dari sisi ekonomi, social serta bahkan budaya (Sa’idah, 2017).

(6)

31

Dalam melakukan pengembangan di suatu objek pariwisata pemerintah memiliki peran yang sangat penting, sector pariwisata berkembang dengan maksimal apabila pemerintah memiliki andil dalam penyediaan akses menuju destinasi pariwisata dan melakukan promosi destinasi pariwisata tersebut

Pengembangan adalah bentuk cara, cara, dan perbuatan yang menjadika suatu untuk lebih baik, sempurna, maju dan berguna. Selain itu pengembangan juga adalah sebuah proses atau kegiatan untuk memajukan suatu yang di anggap harus untuk diatur dengan baik, dengan pemeliharaan agar menjadi lebih baik untuk dikembangkan.

Menurut Cooper, Fletcher, Gilberth, Shepherd and Wanhill (1998) Bahwa kerangka di dalam pengembangan suatu destinasi pariwisata paling tidak harus mencakup komponen – komponen yaitu (Itamar, 2016) :

a. Objek dan daya Tarik atraksi ini meliputi dalam hal ,daya tarik yang di dasarkan di sektor wisata budaya, kekayaan alam serta buatan, seperti event atau yang sering di sebut kebutuhan khusus pariwisata.

b. Aksesbilitas hal ini yang memili ruang lingkup untuk mendukung system transportasi yang melingkupi: rute-rute dan jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan dan moda transportasi yang lain.

c. Amenitas yang di maksud dalam amenitas adalah penunjang dan pendukung para wisatawan saat melakukan kunjungan ke destinasi wisata yang meliputi: akomodasi, rumah makan, retail, took cinderamata, fasilitas penukaran uang, bus perjalanan, pusat informasi wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya.

Pengembangan pariwisata juga memiliki lima pendekatan dalam pengembengan pariwisata yaitu, (Suta & Mahagangga, 2018):

a. Boomstern approach, dimana pendekatan ini adalah pendekatan yang dijelaskan dengan sederhana tentang pariwisata adalah sebuah dampak yang positif untuk satu wilayah dan penghuninya.

Pendekatan ini tidak melihat adanya keterlibatan masyarakat

(7)

32

didalam proses yang direncanakan dengan dukungan wilayah yang tidak di pertimbangan dengan baik.

b. The economic industry approach, dalam pendekatan ini lebih menitik beratkan untuk ekonomi dibandingkan dengtan sosial ataupun lingkungan, ini juga dijadikan sebagai experience untuk pengunjung dan melihat satisfaction para wisatawan seabagi tujuan utaman.

c. The physical spatial approach, menitik beratkan kepada pemakaian suatu wilayah geografis untuk tujuan pengembangan berdasarkan prinsip tata ruang.

d. The community approach, perkembangan sutau destinasi pariwisata yang melibatkan masyarakat sekita dengan baik pengembangan pariwisata.

e. Sustainble approach, dalam hal ini pengembangan pariwisata menggunakan mempertimbangakan arah yang berkelanjutan dan berkepentingan dimasa yang akan datang berdasarkan sumber daya serta akibat pembangunan ekonomi dan lingkungan.

2.4. Cleanliness, Health and Safety and Environment Sustainability (CHSE) Di masa pandemic COVID-19 saat ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menyusun program sertifikasi Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE) atau Kebersihan, Kesehatan, dan Keselamatan adalah suatu atau proses diberikannya sertifikat kepada para pelaku industry pariwisata, baik itu usaha dan fasilitas lainnya, lingkungan masyarakat serta destinasi pariwisata. Fungsi dari diberikan sertifikat CHSE menjadi sebuah jaminan untuk para wisatawan dan masyarakat bahwasanya semua produk dan pelayanan yang diberikan telah memiliki dan memenuhi standar protocol CHSE atau kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian Lingkungan.

(8)

33

Tujuan dari CHSE ini untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 bagi masayarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka mencegah terjadinya episenter atau klaster baru selama masa pandemic.

Ruang Lingkung protocol kesehatan dengan dilakukannya pencegahan serta pengendalian terhadap COVID-19 di tempat dan fasilitas umum dengan memperhatikan bagian-bagian perlindungan kesehatan individu dan titik kritis didalam perlindungan kesehatan masyarakat, dengan melibattkan pengelola, penyelenggara dan penggung jawab lokasi dan fasiltas umum serta para pengguna fasilitas umum.

Berkaca dari banyak negara – negara lain yang telah mampu pulih dari masa pandemic COVID-19, dimana pasar di dalam negeri akan berjalan dan di buka terlebih dahulu. Ini merupakan sebuah strategi yang di jalankan oleh Kementerian pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal ini dilakukan dengan melakukan kampanye #DiIndonesiaAja. Saat ini juga branding strategi yang dilakukan oleh pemerintah adalah #DreamNowtravelTomorrow ini sebagai branding protocol kesehatan yang dikeluarkan oleh kemenparkraf yaitu CHSE (Cleanliness, Health and Safety. Environment Sustainability), Dalam branding protocol tersebut menyampaikan pesan kepada para wisatawan mancanegara dan domestic menganai protocol kesehatan dan konten inspirasi yang harus tetap dipatuhi (Pratiwi et al., 2020). Program CHSE ini juga berfungsi untuk panduan dalam kegiataan operasional didalam sebuah daya Tarik pariwisata yang tetap ingin membuka destinasi pariwisata tersebut tetapi dengan protocol kesehatan yang sudah di tetapkan dengan memenuhi standar CHSE tersebut.

Menurut Tandilino 2021, tujuan dilakukannya penerapan protocol Kesehatan terbsebut ialah (Arlinda & Sulistyowati, 2021):

1. Untuk mampu meningkatkan kesadaran masyarakat, dunia pada umum dan masyarkat Indonesia pada khususnya tentang bagaimana kebersihan, Kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan yang tentu saja memili pengaruh besar di masa Pandemi COVID-19.

(9)

34

2. Mempersiapkan dunia pariwisata yang mampu diberikan suatu jaminan bagaimana kebersihan, Kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan yang tinggi bagaimana sebuah produk dengan pelayanan yang baik kepada para pengunjung.

3. Mampu memulihkan kembali daya tarik wisatawan terhadap destinasi wisata yang menerapkan protokol kesehatan CHSE. Daya tarik wisata ialah keunikan, keindahan dan nilai – nilai didalam bentuk keanekaragaman baik itu keyaan alam, budaya, dan pariwisata buatan yang dalam hal tersebut menajdi tujuan dari wistawan untuk mengjungi suatu destinasi wisata.

4. Sebagai paduan yang efektif untuk destinasi pariwisata untuk mempersiapkan segala produk-produk pariwisata dengan pelayanan yang baik, bersih, aman, serta rumah lingkungan.

Dalam indikator dari program adaptasi CHSE tersbut, yang terkandung dalam model dan proses – proses verifikasi dan sertifikasi CHSE. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi & Komara (2020) diproleh hasil suatu kebijakan adaptasi Kebiasan Baru (AKB) berpengaruh terhadap kepuasan, dimana program adpatasi CHSE merupakan program keberlanjutan yang lebih spesifik dari AKB dan program ini lebih ditunjukan kepada sector pariwisata dan industry kreatif di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Dimana, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santika Adhi (2017) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan secara bersama-sama berpengaruh

Barang konsumsi ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu: barang kebutuhan pokok (primer), barang kebutuhan pelengkap (sekunder), dan barang kebutuhan

Tujuan : untuk mengamati fenomena resonansi dalam sebuah tabung silindris yang salah satu ujungnya terbuka dan ujung lainnya tertutup, serta untuk menentukan kecepatan

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t cuplikan kembar antara tes akhir kelompok kelompok latihan menggiring bola menggunakan model variasi dengan tes akhir kelompok

mengkaji perubahan sosial ekonomi petani jeruk di desa

Deformitas merupakan perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya terjadi fraktur kepala, kompresi, ketegangan, atau pemotongan

Penggunaan titik attachment work tool untuk memegang/mengangkat objek, dapat memengaruhi kinerja pengangkatan alat berat. Bacalah selalu Buku Petunjuk Pengoperasian dan Perawatan

Grandkemang mencari angle yang berbeda di dalam pelaksanaan programnya: Easter charity 2011 – lomba melukis di atas telur dinosaurus & lelang telur2 lukis untuk