30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademik dalam memperoleh gelar (S1) Sarjana Hukum di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Disusun Oleh : Nama : Nurul Wakhida NIM : 1111141785
Konsentrasi : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2018
i Nama : Nurul Wakhida
NIM : 1111141785
Program Studi : Ilmu Hukum
JudulSkripsi : KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI
DAERAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya dan hasil penelitian saya sendiri, saya tidak menyalin atau meniru pemikiran atau hasil penelitian dari penulis lain kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya. Saya bersedia mempertanggungjawabkan dan menerima sanksi jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.
Serang, 06 Juli 2018 Yang membuat pernyataan
NURUL WAKHIDA
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDAIIG.UNI}ANG NOMOR
30 TAHUN 2OO4 TENTAIIG JABATAIT NOTARIS
SKRIPSI
"Disetujui untuk Diajukan pada Ujian Skripsi Program Studi Sl Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa"
Pembimbing
I ,"*rru
NrP. l 976 r 2t 12001 122001
Koordinator Prodi S1
NIP. 1 976 I 21 12001122001
H.E. RakhmatJazuti. S.H.. M.H.
NrP. r 9610 426200012101
Ketua Bidang HAN
Mengetahui,
Dr. H. M.Fasyehudin.S.H.. M.H.
NIP. I 9621 2092A0U12 I 001
Wakil Dekan Bidang Akademik
L
Ridwan. S.H.. M.H.
NrP. 1 97204A320A6A4rcA2
sum
MENGAWASI TUGAS JABATAII{ FIOTARIS DI
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG.UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2OO4 TENTANG JABATAN NOTARIS
"Dipertahankan Dihadapan Tim Penelaah Sidang Ujian Skripsi Program Studi S1
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa"
Tim Penelaah Sidang
1.
Penelaah IDr. H. Moch" Fasyehhudin. SH."MH.
NrP. 1963 r2fr92ia1l2r 00I
Serang, Juli 2018 Tanda Tangan
V...nu.rl--n
2. Penelaah II
Rila Kusumaninesih. SH..MH.
NIP. 1 980022420 I 4042001
Penelaah III
Nurikah. SH..MH.
NIP. l 9761211001 1 22001 Penelaah IV
H. E. Rakhmat Jazuli. SH..MH.
NrP. 1 961 04260AA121041 J.
4.
rll
Mengetahui,
Ketua Bidang HAN
!v{
Dr. H. Moch. Fasyehhudin, SH..MH.
NrP. 1963 1 2092001121 001
Wakil Dekan Bidang Akademik
%
Ridwan. SH..MH.NrP. 197204$2A060410
ilt :ah. Sdf*M.H.
19761211001 122001
iv MOTTO
“Live as if you were to die tomorrow, and learn as if you were to live forever”
(Mahatma Gandhi)
“Ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya gila, dan amal yang tidak disertakan ilmu itu adalah sia-sia”
(Imam Ghazali)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta saya yaitu Bapak Masfukha (Alm) dan Ibu Sukenah Seluruh kakak dan teteh kandung tercinta
Sahabat-sahabat saya
Orang-orang yang saya sayangi serta yang menyayangi saya Dan
Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
v ABSTRAK
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Nurul Wakhida
1111141785
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya pemikiran terkait permasalahan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris baik dalam pembuatan akta otentik maupun wewenang lain. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) diberikan kewenangan pengawasan dan pembinaan terhadap tugas jabatan Notaris. Dengan adanya pelanggaran terhadap Jabatan Notaris menunjukan bahwa pengawasan yang dilaksanakan belum efektif. Maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas Jabatan Notaris.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data penelitian berasal dari data primer yaitu melakukan wawancara dengan MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Notaris Kabupaten Serang, serta data sekunder yang memuat bahan hukum primer seperti undang-undang dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku yang terkait dengan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah metode yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian kewenangan MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam melakukan pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris belum maksimal dikarenakan rasio Notaris dengan anggota MPD tidak sebanding, belum ada keseragaman sistem manajemen pengawasan, kapasitas MPD terbatas dalam pengawasan. Bentuk pengawasan yang dilakukan MPD yaitu dengan upaya preventif dalam bentuk pengawasan serta pembinaan secara langsung terhadap Notaris dan upaya represif dengan bentuk penindakan terhadap Notaris yang patut diduga melakukan pelanggaran tugas jabatan Notaris melalui rekomendasi laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW).
Kata Kunci : Pengawasan, Tugas Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil‘alamin rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”
Skripsi ini dapat terselesaikan dan tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa mendukung dan membimbing penulis. Maka dari itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr, H. Soleh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
2. Bapak Dr. Aan Aspianto, S.Si., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Bapak Ridwan, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Bapak Rully Syahrul Mucharam, S.H., M.H. Wakil Dekan II Bidang Keuangan Fakutas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtasa;
5. Bapak Pipih Ludia Karsa, S.H., M.H., Wakil Dekan II Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Bapak Aceng Nawawi. S.H, M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang telah selalu berbaik hati dengan memberikan nasehat serta
vii
bimbingan dari awal masuk kuliah hingga saat proses penyeselesaian skripsi ini;
7. Ibu Nurikah, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi S-1 Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah berbaik hati dan selalu bersedia meluangan waktu disela-sela kesibukan beliau untuk membimbing, membantu mengarahkan, dan memberikan segala masukan yang sangat bermanfaat bagi skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penyusunan;
8. Bapak Dr. H. Mohamad Fasyehudin, S.H., M.H. selaku Ketua Bidang Hukum Administrasi Negara sekaligus dosen penelaah penulis saat seminar proposal dan sidang tugas akhir;
9. Bapak H.E. Rakhmat Jazuli, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyempatkan waktu di sela-sela kesibukan beliau untuk membimbing, memberikan petunjuk, dan saran untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
10. Alm. Bapak Iwan Kurniawan, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing skripsi II penulis. Terimakasih karena sebelumnya dalam segala keadaan telah berkenan membantu lancarnya perjalanan skripsi ini dengan bijaksana. Semoga segala bantuan dan motivasi yang almarhum berikan kepada penulis menjadi ladang amal dan pahala yang dapat menghantarkan almarhum ke Surga Allah SWT (Aamiin);
11. Ibu Ikomatussuniah S.H., M.H. selaku dosen yang sebelumnya menjadi pembimbing skripsi II penulis. Terimakasih atas ilmu pengetahuan
viii
mengenai kerapihan penulisan skripsi yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga studi beliau ke luar negeri dimudahkan dan diberi kelancaran.
(Aamiin);
12. Ibu Rila Kusumaningsih, S.H., M.H. selaku dosen penelaah penulis saat seminar proposal dan sidang tugas akhir;
13. Ibu Ina Nurhayati, S. Pd., M. Pd. selaku Staf Fakultas Hukum yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis dalam hal administrasi maupun penyediaan berkas yang diperlukan untuk syarat penyusunan skripsi, persiapan seminar proposal hingga sidang tugas akhir;
14. Semua dosen dan Staf Prodi Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membantu dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan;
15. Orangtua penulis, khususnya ibu terhebatku yang sampai detik ini masih mendampingi penulis dalam segala keadaan, memberikan dukungan, mentransfusikan ketangguhan, ketabahan, kesabaran serta yang tiada henti memanjatkan doa-doa yang mustajab bagi penulis disetiap sujud dan sepertiga malamnya dengan cinta dan kasih yang tulus. Dan almarhum mama (bapak terhebatku) yang semasa hidupnya telah sangat banyak berkorban untuk menghidupi keluarga, mendidik penulis agar menjadi pribadi yang baik, memahami agama agar selalu menempatkan Allah di dalam hati, mentransfusikan ketangguhan, kekuatan, mengajarkan keberanian, cinta, kasih sayang dan yang sangat memotivasi putra dan putrinya untuk terus menomorsatukan pendidikan dalam keadaan apapun.
ix
Rasa syukur pada Allah atas nikmat ini dan terimakasih yang tak terhingga pada kedua orang tua terhebatku atas segala doa, usaha, pengorbanan, dan kasih sayang yang tak pernah usai;
16. Keluarga besar tercinta yaitu kak Kalimudin, Teh Iim, Teh Umi Salamah, Kak Badrul Qoror, Teh Suhanah, S.Pd., Kak Fahrurozi, Ayu Marlini, Kak Fatullah, Teh Nina, S.Pd., Teh Masliyati, Kak Syahrial, Teh Kurrota’aini, Teh Khairunnisa, S.Pd., Kak Nurcholis Syukron, S.Ap., M. Ap., Teh Nursyaqilah, S. Ikom., Teh Tamasaoti, S. Sos., Syarifah Azizah, termasuk keponakan-keponakanku tersayang Reynaldi, Rival, Balqis, Riza, Raka, Ninda, Aisy, Raihan, Rajwa, Sinta, Rama, Romi, Gita, Rina, Amd. Keb., yang telah banyak membantu memperkuat semangat penulis dalam menempuh pendidikan, menjadi penghibur disaat lelah, menyayangi penulis, selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan tiada henti selama ini hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan di almamater tercinta;
17. Malisa, mahasiswi jurusan Komunikasi & Penyiaran Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, as the best partner yang telah menjadi saudara sejak SMA, menjadi partner jajan kuliner yang aneh- aneh, partner ngebolang, partner yang kalau diajak selalu bilang “im ready”, partner belajar berorganisasi dan belajar bahasa inggris, partner diskusi mulai dari urusan privasi sampai dengan urusan negara, partner terbaik dan terasik dalam berbagi hal suka maupun duka, partner yang hampir setiap hari perhatian, selalu menjadi penasihat, menjadi
x
penyemangat dengan yang sering nanya “bagaimana perkembangan skripsimu?” Terimakasih telah bersedia menjadi saudara terbaikku sepanjang masa;
18. Novita, mahasiswi jurusan keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan Serang-Banten, Ade Suhendah, Amd. Keb., dan Ade Septiani Ningsih para sahabatku tersayang yang sudah seperti keluarga sejak SMA yang selalu mengusahakan bersedia untuk ada dikala suka dan duka, sebagai sahabat travelling, karaoke, jelajah kuliner dan sahabat yang selalu memberikan semangat hingga saat ini. Terimakasih atas semangat dan persahabatan kita;
19. Imam Asqolani (alm), Janjawi, Murtadi, Safrizal, Eka Pusita Sari, Bastiah, Sunaiyah, Fitri sohib-sohibah masa kecil hingga hari ini, sahabat yang menjadi penghibur terberhasil, yang bersedia mendengarkan cerita suka maupun duka, berbagi nasihat dan juga memberi semangat serta motivasi dalam menjalani hidup dan pendidikan. Terimakasih atas semua waktu yang kalian luangkan dan terimakasih atas persahabatan kita;
20. Puspa Dwi Labarina, C.SH., Kholilah, C. S.Pd., Rizki Amilia, S. Ap.
Nurul Fadilah, SH., Iin Muawiyah, C. SH, Resi Sri W, C. SH., Ganesha Adi Prakoso, C. SH., Moch. Faridil Ilmi, Amd, Asep Zain, C. ST., Agung Pambudi, as partner terunik dan terkonyol sampai hari ini yang saling memberi semangat, yang mau berbagi pengetahuan, menjadi partner travelling dan teman berbagi cerita suka maupun duka dan yang mau
xi
direpotkan dengan segala urusanku. Terimakasih atas pertemuan dan pertemanan terbaik yang telah terjalin;
21. Teman-teman angkatan 2014 terutama dari Kelas E Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah bersedia membantu, menyemangati, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini;
22. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis meski tak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya;
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Serang, Juli 2018
Penulis
xii DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian... 10
E. Kerangka Pemikiran ... 11
F. Metode Penelitian... 22
G. Sistematika Penulisan... 27
BAB II TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS A. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris ... 29
xiii
B. Sistem Pengawasan Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah ... 40 BAB III KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN SERANG
A. Gambaran Umum ... 53 1. Letak Geografis Kabupaten Serang ... 54 2. Profil Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon ... 57 3. Struktur Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon ... 64 4. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah ... 69 B. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris ... 73 1. Pengawasan Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon ... 73 2. Prosedur Pemeriksaan Terhadap Notaris Terlapor oleh Masyarakat ... 77 BAB IV ANALISIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN
xiv
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
A. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam Pengawasan Tugas Jabatan Notaris Di Kabupaten Serang Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ... 83 1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Tugas Jabatan Notaris... 83 2. Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Wilayah Kabupaten Serang ... 88 B. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon Dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Terhadap Jabatan Notaris Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ... 100 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...109 B. Saran ...111 DAFTAR PUSTAKA ...113 LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Penduduk Kabupaten Serang 2015-2016 ... 55 Tabel 3.2 Data Notaris Se-Provinsi Banten 2018 ... 56 Tabel 3.3 Data Tim Pemeriksa Berkala Protokol Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon ... 68 Tabel 4.1 Data Jumlah Notaris Terlapor dan ditangani MPD Tahun 2015-
2018 ... 101
1 A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengedepankan hukum sebagai dasar aturan main kehidupan, ketentuan pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Negara Indonesia merupakan negara hukum”1 artinya Indonesia merupakan suatu negara yang selalu identik dengan konstitusi yang menjadi dasar kehidupan bernegara, pemerintahan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan cita-cita negara yang memajukan kesejahteraan umum atau tercapainya konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang dapat menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Secara normatif keberadaan pemerintah merupakan satu unsur penting dari tiga unsur penting berdirinya suatu negara modern, dalam menjalankan tugasnya pemerintah harus mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tercapai ketertiban dalam proses pelaksanaannya.2 Pelaksanaan tugas-tugas pemerintah tidak hanya dijalankan oleh jabatan pemerintahan yang telah dikenal secara konvensional seperti instansi-instansi
1 Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2 Zaidan Nawawi, Manajemen Pemerintahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 17.
pemerintah, tetapi juga oleh badan-badan swasta, seperti yang dikatakan Philipus M. Hadjon:3
wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki oleh ‘penguasa’ dalam ajaran ini terkandung bahwa setiap orang atau setiap badan yang memiliki hukum publik harus dimasukkan dalam golongan penguasa sesuai dengan definisinya. Ini berarti bahwa setiap orang atau badan yang memiliki wewenang hukum publik dan tidak termasuk dalam daftar nama badan-badan pemerintahan umum seperti disebutkan dalam UUD (pembuat undang-undang, menteri, badan-badan provinsi dan kotapraja) harus dimasukkan dalam desentralisasi (fungsional). Bentuk yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh undang- undang tetapi dapat berbentuk juga badan pemerintahan dari yayasan/lembaga yang bersifat hukum perdata yang memiliki wewenang hukum publik.4
Fenomena yang terjadi di negara kita bahwa pejabat umum menjadi salah satu unsur terpenting dalam memajukan pembangunan terutama pada upaya pelayanan hukum bagi kepentingan masyarakat, seperti yang dikatakan Philipus M. Hadjon diatas bahwa salah satu “penguasa yang memiliki wewenang hukum publik ialah lembaga yang bersifat hukum perdata”, Notaris merupakan lembaga yang bersifat hukum perdata dan sekaligus sebagai pejabat umum yang diberikan oleh negara secara atributif diangkat oleh pemerintah melalui undang-undang untuk melakukan pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum khususnya dalam pembuatan akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum dibidang keperdataan. Di era globalisasi ini masyarakat sering dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan hukum, oleh karenanya untuk meraih kekuatan hukum dalam pembuktian diperlukan suatu
3 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 79.
4 Ibid., hlm. 80.
alat bukti tertulis dalam bentuk akta autentik yang dengan jelas dapat menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Notaris dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat tidak digaji oleh pemerintah tetapi mendapatkan honorarium dari para penerima jasa pelayanan hukum di bidang keperdataan tersebut, besaran honorarium yang diterima sesuai dengan nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuat atau pelayanan hukum yang diberikan.5 Notaris hubungan dengan Negara atau Pemerintahan secara administratif, yaitu dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Notaris.6
Dasar hukum bagi Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan, sejak tahun 1860 telah ada peraturan tentang jabatan Notaris yaitu Instructie Voor De Notarissen Residerende In Nederlands Indie, kemudian ditetapkan Reglement Op Het Notaris Ambt In Nederlands Indie. Lalu diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dan disempurnakan kembali dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).7
5 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009, hlm. 230.
6 M-Notariat, Kewenangan Majelis Pengawas Daerah melakukan Pengawasan kepada Notaris sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Kunstitusi Nomor 49/Puu-X/2012, http://m- notariat.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/kewenangan-majelis-pengawas-daerah- melaksanakan-pengawasan-kepada-Notaris-sebelum-dan-sesudah-putusan-mahkamah-konstitusi- nomor-49puu-x2012.pdf, diakses pada 11/09/2017, (20.10 WIB).
7 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama , Bandung, 2008, hlm. 4.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) dalam melakukan tugas serta kewenangannya Notaris bertanggungjawab kepada masyarakat maka Notaris harus diberikan pembinaan dan pengawasan secara khusus oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) selaku badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN), namun kewenangan itu didelegasikan kepada Majelis Pengawas Notaris (MPN) dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas dan kewenangan Notaris sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar kewenangannya serta terhindar dari penyalahgunaan wewenang yang diberikan pemerintah. Majelis Pengawas Notaris berkedudukan pula sebagai Pejabat TUN karena menerima wewenang delegasi dari Kementrian Hukum dan HAM untuk melaksanakan urusan pemerintahan yaitu melakukan penga- wasan terhadap Notaris sesuai UUJN.
Notaris dalam menjalankan tugasnya dimungkinkan dapat melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan maupun kode etik Notaris, pada UUJN beberapa Notaris dapat melakukan pelanggaran terhadap kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris yang diatur dalam pasal 15, pasal 16 dan pasal 17 UUJN, sedangkan jenis pelanggaran terhadap kode etik Notaris yang dimaksud ialah Notaris melanggar kewajiban menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta.8
8 Endang Purwaningsih, Bentuk Pelanggaran Notaris di wilayah Provinsi Banten dan penegakan hukumnya, Mimbar Hukum, Vol. 27 No. 1, Universitas Yasri, Jakarta, 2014, hlm. 15.
Untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap tugas jabatan Notaris maka dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris, Notaris diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 67 dan pasal 69 UUJN. Adapun Majelis Pengawas Notaris terdiri atas tiga tingkatan yakni: Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) yang anggotanya terdiri dari tiga unsur, yaitu: pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi dibidang hukum.
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan Pasal 66 UUJN Nomor 30 tahun 2004 :
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :
a. Mengambil fotokopi minuta akta dan surat-surat yang9 dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris
(2) Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.10
Namun setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 49/PUU-X/2012 maka Pasal 66 ayat (1) pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris terdapat perubahan menjadi: “Untuk kepentingan dengan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang:
1. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
9 Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 6.
10 Ibid., hlm. 7.
2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.11
Kedua UUJN tersebut pada Pasal 66 ayat (1) terdapat perbedaan isi yaitu pada subjek yang berwenang memberikan persetujuan dalam proses peradilan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran tugas dan jabatan Notaris, Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menjelaskan bahwa yang memberi persetujuan untuk dilakukan proses peradilan terhadap Notaris ialah Majelis Pengawas Notaris sedangkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) yang memberikan persetujuan dalam proses peradilan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran tugas dan jabatan Notaris, maka berdasarkan ketentuan ini dapat diartikan bahwa yang berwenang memberikan persetujuan untuk proses peradilan bukanlah Majelis Pengawas Daerah (MPD) namun Majelis Kehormatan Notaris (MKN).
Pasal 73 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang membahas tentang wewenang Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dengan demikian kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) sebagai lembaga yang menerima laporan dari masyarakat mengenai Notaris yang melakukan pelanggaran tugas jabatan Notaris kepada Majelis Pengawas Wilayah untuk selanjutnya diadili, dan pada dasarnya kewenangan serta kewajiban MPD secara keseluruhan masih dimuat dalam Pasal 70 dan pasal 72 UUJN Nomor 30 Tahun 2004.
11 Pasal 66 ayat (1), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Penyalahgunaan wewenang kadang terjadi dikalangan Notaris yang melaksanakan tugas jabatannya tidak sesuai dengan ketentuan UUJN, faktanya permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan kewenangan Notaris yaitu seperti pembuatan akta kondisi para pihak tidak berhadapan di depan Notaris, data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya sehingga salah satu pihak dianggap memberikan keterangan palsu dan salah satu pihak tidak berada di tempat, durasi pembuatan akta-akta dengan melebihi waktu yang sudah dijanjikan antara pihak Notaris dengan klien.12 Adapun tabel bentuk pelanggaran jabatan Notaris di Kabupaten Serang yang diperoleh dari Sekretariat Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Serang Provinsi Banten yakni:
No Bentuk Pelanggaran
1. Tidak membacakan akta
2. Tidak tanda tangan dihadapan Notaris 3. Berada di daerah kerja yang tidak ditentukan 4. Plang nama Notaris terpampang namun tidak terisi 5. Pindah alamat kantor namun tidak melapor
6. Buat salinan akta tidak sesuai dengan minuta13
Bentuk pelanggaran Jabatan Notaris di Kabupaten Serang menunjukan bahwa pengawasan yang dilaksanakan belum sepenuhnya efektif. Contoh lain pelanggaran tugas jabatan Notaris yang pernah terjadi di Kota Tangerang
12 Hasil pra penelitian di Kantor Notaris Marisa Zahara Kabupaten Serang, pada 10 Agustus 2017.
13 Hasil pra penelitian dengan anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang, di Sekretariat Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang, pada 05 Januari 2018.
pada tahun 2015 yaitu Notaris Arie Susanto yang diduga telah melakukan pelanggaran jabatan dan wewenang karena mengeluarkan surat akte jual beli terhadap tanah yang sudah diperjual belikan.14 Pada tahun 2016 seorang pejabat Notaris di Tangerang Selatan sebagai salah satu Notaris di Banten terbukti melakukan pelanggaran kode etik keNotarisan, karena menjadi joki saat uji Notaris ujian kode etik, pejabat tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.15 Kemudian tahun 2017 terjadi pelanggaran kode etik dan kasus sengketa tanah di Denpasar Bali oleh Notaris Putra Wijaya, SH. yang menggunakan jabatannya untuk merubah nama pemilik tanah yang syah tanpa persetujuan pemilik maupun ahli waris.16
Permasalahan-permasalahan tersebut jelas berpotensi akan menimbulkan dampak kerugian besar bagi masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan Notaris. Jadi sangatlah penting untuk dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh Majelis Pengawas Notaris kepada seluruh Notaris di Indonesia untuk menghindari dan mengurangi pelanggaran-pelanggaran jabatan Notaris yang pernah terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut maka masih sangat perlu digali kembali mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas, kewenangan serta
14 Ceko, Majelis Pengawas Notaris Periksa Kasus Dugaan Pelanggaran Akta Notaris, http://www.indeksberita.com/majelis-pengawas-Notaris-periksa-kasus-dugaan-pelanggaran-akta- Notaris/, diakses pada 03/01/2018, (20.35 WIB).
15 Radar Banten, Satu Notaris Ditemukan ‘Nakal’, Kemenkumham Optimalkan Fungsi Pengawasan, http://www.radarbanten.co.id/satu-Notaris-ditemukan-nakal-kemenkumham- optimalkan-fungsi-pengawasan/, diakses pada 02/01/1018, (21.37 WIB).
16 Suara Indonesia, Diduga Langgar Kode Etik, Notaris Putra Wijaya Dilaporkan ke MPD Notaris Denpasar http://suaraindonesia-news.com/diduga-langgar-kode-etik-Notaris-putra-wijaya-
dilaporkan-ke-mpd-Notaris-denpasar/, diakses pada 04/12/2018, (10.45 WIB).
kewajiban Majelis Pengawas Notaris khususnya pada Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Serang, maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut menjadi alasan bagi penulis mengambil judul skripsi tentang
“Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Tugas Jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diambil perumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas Jabatan Notaris?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas Jabatan Notaris.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis
Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan pengetahuan hukum umumnya dan khususnya pada bidang Hukum Administrasi Negara mengenai pengawasan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
2. Secara praktis
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada publik selaku konsumen pelayanan jasa Notaris mengenai pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris khususnya pada Daerah Kabupaten Serang dalam mengemban tugas jabatannya.
E. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini akan digunakan beberapa teori, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris
a. Teori Kewenangan
Prinsip utama dalam penyelenggaraan pemerintahan pada negara hukum ialah asas legalitas, dengan kata lain setiap penyelenggaraan negara dan pemerintah harus memiliki kewenangan, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni: “Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.17 Mengenai wewenang itu H.D Stout mengatakan bahwa:
wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan- aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan publik.18
Secara teoritik, kewenangan bersumber dari peraturan perundang- undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.19 H. D. Van Wijk Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:20
a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
17 Ridwan HR., Op.Cit, hlm. 97.
18 Ibid., hlm. 98.
19 Ibid., hlm. 101.
20 Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, 2012, hlm.74.
b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
c) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.21
Pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris ialah Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris, yang kemudian kewenangan Menteri Hukum dan HAM tersebut dilimpahkan secara delegasi kepada Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan untuk Notaris itu sendiri dalam melaksanakan segala tugas dan kewenangannya berdasarkan wewenang atribusi, dan Notaris diangkat oleh pemerintah khususnya oleh Menteri Hukum dan HAM.
Pada pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi menurut Murtir Jeddawi dalam buku Hukum Administrasi Negara, bahwa delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan.
b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.
c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi
21 Ibid., hlm. 75.
d) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berhak untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.
e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi atau petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut.22
Pasal 70 dan pasal 71 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 sebagai dasar hukum kewenangan dan kewajiban-kewajiban bagi Majelis Pengawas Daerah (MPD) kemudian Pasal 73 ayat (1) huruf a UUJN Nomor 2 Tahun 2014 membahas mengenai wewenang “Majelis Pengawas Wilayah (MPW) yaitu menyelenggaraan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah (MPD)”.23 Artinya pada pasal ini mengandung makna Majelis Pengawas Daerah pula berwenang melakukan pemeriksaan terhadap Notaris sebagai hasil dari laporan masyarakat mengenai Notaris yang bermasalah yang nantinya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan disidang serta diambil suatu keputusan oleh Majelis Pengawas Wilayah.
Kewenangan dari MPD dalam melakukan pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris jelas telah disebut dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diatas dan pengawasan ini menjadi hal yang sangat penting dilakukan terhadap Notaris, karena bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang
22 Loc.Cit., hlm. 75.
23 Pasal 73 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
maupun kode etik Notaris saat melaksanakan tugas jabatannya serta untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan penggunaan jasa Notaris seperti dalam hal pembuatan akta-akta otentik.
b. Pengertian Pejabat dan Jabatan Menurut Hukum Administrasi Negara Hukum administrasi negara merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara dengan pemerintah. E. Utrecht berpendapat bahwa:
“Hukum administrasi negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugasnya yang khusus. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan administrasi negara. Bagian lain diatur oleh hukum tata negara, hukum privat dan sebagainya”.24
Menurut Sir W. Ivor Jenning “Hukum administrasi negara adalah hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hukum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat administrasi”.25 Kedua pendapat ahli tersebut menjelaskan bahwa hukum administrasi negara ialah bagian dari hukum yang menentukan tugas dari pejabat-pejabat administrasi, oleh karenanya para pejabat administrasi dalam melakukan tugas jabatannya haruslah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku termasuk hukum administrasi negara.
Murtir Jeddawi menjelaskan dalam buku Hukum Administrasi Negara bahwa pemerintah dapat dipandang dari dua hal, pemerintah
24 Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 10.
25 Ibid., hlm. 11.
dalam arti luas dan arti sempit.26 Pemerintah dalam arti luas menyangkut adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan pemerintah dalam arti sempit yaitu yang menjalankan kekuasaan eksekutif, berdasarkan hal tersebut maka pengertian dari pejabat akan berkaitan atau merujuk pada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif).27
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pasal 1 angka 8 memberikan definisi “Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.28 Maka untuk disebut sebagai badan atau pejabat TUN harus memenuhi beberapa unsur, yaitu: badan atau pejabat, melaksanakan urusan pemerintahan, berdasarkan peraturan perundang-undangan, peraturan perundang-undangan yang berlaku.29
Menurut Bagir Manan, “Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata cara kerja suatu organisasi. Jabatan itu bersifat tetap namun pemegang jabatan dapat berganti-ganti”.30
26 Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 56.
27 Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 13.
28 Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
29 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2004, hlm. 25.
30 Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 57.
Menurut E. Utrecht “Jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum)”.31
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 menjelaskan
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.32
Shidarta menyebutkan dalam buku Moralitas Profesi Hukum bahwa “Jabatan Notaris adalah jabatan publik, namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Sama seperti advokat, Notaris sebagai penyedia jasa hukum untuk kepentingan klien”.33
Karakteristik Notaris sebagai pejabat publik menurut Habib Adjie, yaitu: sebagai jabatan, Notaris mempunyai wewenang tertentu, diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah dan akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.34
31Habib Adjie, Karakter Yuridis Jabatan Notaris,
http://www.indonesianotarycommunity.com/karakter-yuridis-jabatan-Notaris/, diakses pada 10/12/2017, (23.00 WIB).
32 Pasal 1 angka 1 , Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
33 Shidarta, Moralitas Profesi Hukum (suatu tawaran kerangka berpikir), Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 127.
34 Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 15-17
2. Sistem Pengawasan Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah
Menurut P Nicolai “Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan”.35
Menurut Sondang Siagian “Pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.36
Menurut George R. Terry bahwa:
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai suatu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan menilai pelaksanaan, dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard (ukuran).
Stephen Robein menyatakan bahwa “Control can be defined as the process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and of correcting any significant devistions”.37 Artinya pengawasan adalah proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin jalannya pekerjaan dengan demikian, dapat selesai secara sempurna sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dengan pengoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan.
35 Ridwan HR, Op.Cit, hlm. 311.
36Notaris Herman, Pengawasan Terhadap Notaris, http://herman- notary.blogspot.co.id/2011/01/pengawasan-terhadap-Notaris-terhadap.html. (diakses 07/12/2017, 12.04 WIB)
37 Inu Kencana Syafiie dan Welasari, Ilmu Administrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2015, hlm. 179.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia membedakan pengawasan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu pengawasan berdasarkan subjek, pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan dan berdasarkan waktu pelaksanaan.38
1) Pengawasan berdasarkan subjek
Pengawasan berdasarkan subjek ini dikembangkan menjadi 4 macam, yaitu:
a) Pengawasan Melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
b) Pengawas Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya melakukan pengawasan, seperti Itjen, Itwilprop, BPKP dan Bepeka.
c) Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat baik di Pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD), pengawasan ini merupakan pengawasan politik
d) Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.
2) Pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan
Cara pelaksanaan pengawasan dapat dibedakan, pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung:
38 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997, hlm. 160.
a) Pengawasan langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan berlangsung, yaitu dengan mengadakan inpeksi dan pemeriksaan.
b) Pengawasan tidak langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian laporan dari pejabat/satuan kerja yang bersangkutan, aparat pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat.39 3) Pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan.
a) Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai
Pengawasan ini antara lain dilakuk an dengan mengadakan pemeriksaan dan persetujuan rencana kerja dan rencana anggarannya, penetapan Petunjuk Operasional, persetujuan atas rancangan peraturan perundangan yang akan ditetapkan oleh pejabat/instansi yang lebih rendah. Pengawasan ini bersifat preventif dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, kesalahan, terjadinya hambatan dan kegagalan.40
b) Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan sedang berlangsung.
Pengawasan ini dilakukan dengan tujuan membandingkan antara hasil yang nyata-nyata dicapai dengan yang seharusnya telah dan yang harus dicapai dalam waktu selanjutnya. Demikian pentingnya pengawasan ini, sehingga perlu dikembangkan sistem monitoring
39 Ibid., hlm. 161.
40 Ibid.
yang mampu mendeteksi atau mengetahui secara dini kemungkinan timbulnya penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan dan kegagalan.
c) Pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan selesai dilaksanakan.
Pengawasan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara rencana dan hasil. Pengawasan ini merupakan pengawasan represif41 Jenis pengawasan menurut Diana Halim Koentjoro dalam buku Hukum Administrasi Negara salah satunya ialah pengawasan dari segi hukum yang merupakan suatu penilaian tentang sah atau tidaknya suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum.42
Ridwan HR mengatakan dalam buku Hukum Administrasi Negara bahwa salah satu jenis pengawasan ialah yang ditinjau dari objek yang diawasi, yaitu: 1) kontrol dari segi hukum merupakan kontrol yang dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan-pertimbangan yang bersifat hukumnya saja, misalnya menilai perbuatan pemerintah. 2) kontrol dari segi kemanfaatan merupakan kontrol yang dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah itu dari pertimbangan kemanfaatan.43
Mekanisme pengawasan yang harus diutamakan dalam kegiatan administrasi negara menurut Paulus Effendi Lotulung dalam buku Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai ataupun selama kegiatan berlangsung (controle
41 Ibid., hlm. 162.
42 Diana Halim Koentjoro, Op.Cit., hlm. 74.
43 Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 312.
a priori) dibandingkan dengan pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya kegiatan (controle a posteriori).44
Pengawasan yang dilaksanakan Majelis Pengawas Notaris terhadap tugas jabatan Notaris merupakan pengawasan fungsional karena pada pengawasan fungsional hanya dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya yaitu melakukan pengawasan, sedangkan cara pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris dilakukan secara langsung dan pengawasan ini merupakan suatu upaya preventif untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap tugas jabatan Notaris maupun kode etik Notaris.
Pengawasan terhadap Notaris dilakukan lembaga peradilan dan pemerintah, bertujuan agar Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris untuk pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh Pemerintah, tujuan lainnya untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta otentik. Pada pengawasan ini pun Kewenanganan masyarakat juga dibutuhkan untuk mengawasi dan melaporkan Notaris yang berkerja tidak sesuai dengan aturan hukum kepada Majelis Pengawas Notaris.45
Pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas
44 Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba Humanika, Jakarta Selatan, 2013, hlm. 34.
45 Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 172.
(Pasal 67 ayat [2] UUJN). Pasal 67 ayat (3) UUJN menentukan Majelis Pengawas tersebut terdiri dari unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan c. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang
Menurut Pasal 68 UUJN, bahwa Majelis Pengawas Notaris, terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah b. Majelis Pengawas Wilayah c. Majelis Pengawas Pusat46
F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dan yuridis empiris atau yuridis sosiologis. Menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad menyajikan pengertian hukum normatif atau yuridis normatif, yaitu:
Penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma.
Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).47
Peter Mahmud Marzuki mengemukakan tentang pendekatan yuridis empiris atau yang ia sebut sebagai socio legal research (penelitian sosio legal), bahwa:
46 Ibid., hlm. 173.
47 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 13.
Penelitian sosio legal hanya menempatkan hukum sebagai gejala sosial. Dalam hal demikian, hukum dipandang dari segi luarnya saja.
Oleh karena itulah dalam penelitian sosio legal, hukum selalu dikaitkan dengan masalah sosial. Penelitian-penelitian demikian merupakan penelitian yang menitikberatkan pada perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.
2. Jenis Penelitian
Penelitian adalah upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mengungkapkan tentang kebenaran.48 Ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus dikaji dan dianalisis secara mendalam.49 penelitian ini masuk dalam jenis penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang digunakan untuk membahas suatu permasalahan dengan cara meneliti, mengolah data, menganalisis hal yang di tulis dengan pembahasan yang teratur dan sistematis, ditutup dengan kesimpulan dan pemberian saran sesuai kebutuhan.50
3. Teknik pengumpulan data
Data dalam suatu penelitian dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu yang bersumber dari data primer dan data sekunder
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang akan diteliti, sumber data primer disebut juga dengan data dasar atau data empiris. Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau literatur yang mempunyai hubungannya dengan topik penelitian, dalam penelitian hukum normatif maka data yang utama berasal dari data kepustakaan.51
48 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit.,., hlm. 8.
49 Amiruddin dan Zainal Azikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 25.
50 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRES, 2008, hlm. 50.
51 Ibid., hlm. 15-16.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada sumber data sekunder sebagai data utama yang berasal dari kepustakaan ataupun literatur yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Data sekunder ini meliputi bahan hukum sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (autororitatif), bahan hukum tersebut terdiri atas 1) peraturan perundang-undangan, 2) catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu perundang-undangan, 3) putusan hakim.52 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang akan digunakan ialah:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10 Tahun 2009 Tentang Sekretariat Majelis Pengawas Notaris
52 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 47.
6) Putusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas: 1) buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis dan disertasi hukum, 2) kamus-kamus hukum, 3) jurnal-jurnal hukum, dan 4) komentar- komentar atau putusan hakim. Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya.53
Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang akan digunakan ialah berupa buku-buku yang membahas tentang Pengawasan, Notaris dan Majelis Pengawas Notaris serta jurnal dan artikel yang berkaitan dengan pengawasan terhadap Notaris.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.54
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini selain menggunakan sumber data sekunder, juga menggunakan sumber data primer sebagai sumber data penunjang yang berupa wawancara.
53 Ibid., hlm. 54.
54 Amiruddin dan Zainal Azikin, Op.Cit, hlm. 119.
Wawancara akan dilakukan terhadap Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan pada Notaris di Daerah Kabupaten Serang.
4. Analisis data
Analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.55 Penelitian yuridis normatif ini data yang sudah terkumpul akan dianalisis dengan cara analisis yuridis kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.56
5. Lokasi penelitian
Lokasi yang akan digunakan untuk mendapatkan data-data yang akan dijadikan pembahasan oleh penulis pada penelitian ini yaitu Sekretariat Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kantor Notaris yang termasuk dalam Kabupaten Serang, dan lokasi penelitian kepustakaan yaitu Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten.
55 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit, hlm. 19.
56 Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 105.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk menyajikan suatu tulisan secara terperinci dan tersusun rapi pada penelitian ini, oleh karenanya pada penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS
Bab ini akan membahas secara teoritis mengenai aspek hukum kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam mengawasi tugas jabatan Notaris dan sistem pengawasan tugas jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah.
BAB III KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN SERANG
Bab ini membahas mengenai gambaran umum Kabupaten Serang, Profil Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Struktur Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Kewenangan Majelis
Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris.
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
Bab ini membahas mengenai analisis kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam pengawasan tugas jabatan Notaris di Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Serta akan menganalisis mengenai kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap Jabatan Notaris dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
BAB V PENUTUP
Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan yang berdasarkan pada hasil penelitian yang termuat dalam bab IV dan saran sebagai masukan yang disampaikan oleh peneliti dalam penelitian ini.
29 BAB II
TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS
A. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris
1. Teori Kewenangan
Wewenang atau kewenangan memiliki kedudukan yang begitu penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi sehingga F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek menyatakan bahwa “Het begrip bevoegdheid is dan ook een kembergrip in het staats-en administratief recht”. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi.68
Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority”
dalam bahasa Inggris dan “bevoigdheid” dalam bahasa Belanda. Authority dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to command or to act; the right and power of public officers to require obedience to their orders lawfully issued in scope of their public duties.
(kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak, hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik).
68 Abdul Latif, Hukum Administrasi Negara Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hlm. 6.