(Studi Deskriptif di SMAN 6 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh
Oleh Alifa Milayanti
1001980
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
Oleh
Alifa Milayanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Alifa Milayanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Mei 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PENGARUH PEMAHAMAN SISWA TENTANG ṬAHĀRAĦ TERHADAP PENGAMALANNYA PADA KEHIDUPAN SEHARI-HARI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag. NIP. 1965 0917 1990 01 1 001
Pembimbing II
Agus Fakhruddin, S.Pd, M. Pd. NIP. 1976 0817 2005 01 1 001
Mengetahui
Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Pengaruh Pemahaman Siswa tentang Ṭahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari – Hari. Yang dilakukan di SMAN 6
Bandung dengan sampel siswa kelas XI yang berjumlah 72 siswa. Penelitian ini dilatarbelakangi karena pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mengamalkan ahāraħ dengan baik dan benar pada kehidupan sehari-hari khususnya sebelum memulai melaksanakan ibadah, padahal pengamalan memiliki peranan penting sebelum melaksanakan suatu ibadah mahdoh yang kaitannya langsung dengan Allāh sebagai pintu gerbang diterimanya suatu ibadah. Materi
ahāraħ yang telah diajarkan sejak tingakat SD sampai SMP sudah seharusnya setiap siswa dapat memahaminya dengan baik, terlebih lagi materi ini sudah seharusnya diamalkan terlebih untuk usia baligh yang sudah dikenakan kewajiban terhadap suatu ibadah mahdoh. Selain itu, dalam islām suatu ibadah atau amal harus dibarengi dengan ilmu sehingga dapat memperoleh faidah dan tidak sia-sia. Dan sudah seharusnya pemahaman yang telah dimiliki oleh siswa khususnya dalam mata pelajaran PAI dalam hal ini materi ahāraħ dapat diamalkan pada kehidupan sehari – hari dengan baik dan benar. Karena salah satu indikator keberhasilan suatu pembelajaran adalah tidak hanya paham terhadap suatu materi melainkan dapat mengamalkannya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dimana peneliti bermaksud memberikan pemaparan mengenai pemahaman siswa dan pengamalannya yang kemudian mencari ada atau tidaknya hubungan dari kedua variabel tersebut yakni pemahaman sebagai variabel X dan pengamalan sebagai variabel Y. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua instrumen yakni instrumen tes yang berjumlah 60 soal berbentuk pilihan ganda yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi
ahāraħ dan instrumen angket yang berjumlah 51 item yang digunakan untuk mengukur pengamalan siswa terhadap pemahaman ahāraħ yang dimilikinya. Analisis data dilakukan dengan telah memenuhi uji pra syarat analisis yaitu data berdistribusi normal, non heteroskedastisitas, dan linearitas. Lalu dilakukan uji hipotesis dan selanjutnya dianalisis dengan langkah uji derajat korelasi dan regresi linear sederhana dan uji koefisien determinasi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman yang dimiliki siswa mengenai materi
ahāraħ yang dimilikinya terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Besarnya kontribusi pemahaman terhadap pengamalan tersebut sebesar 31,6 % yang sisanya sebesar 68,4 % dipengaruhi faktor lain diluar pemahaman yang tidak dipaparkan dalam penelitian ini. Selain itu tingkat hubungan kedua variabel yaitu pemahaman dengan pengamalan diperoleh hasil sebesar 0,562 yang termasuk dalam kategori hubungan yang cukup kuat. Diharapkan setiap guru menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dengan menggunakan strategi pembelajaran sehingga siswa dapat memahami materi dengan baik dan mengamalkannya.
ABSTRACT
This study is entitled The Influence of Students’ Understanding of Taharah
towards The Application into Daily Life. It was conducted in SMAN 6 Bandung,
and the samples were 72 students of class XI. This study was triggered by the reality that there are still many students at the age of baligh (mature) who have not applied taharah well in their daily life especially before they pray, whereas the application of taharah has an important role before doing acts of mahdah worship, which are directly connected to Allah as the gate of the worship acceptance.
This research deployed descriptive method using quantitative approach, in which
the researcher aimed to give explanation about students’ understanding as well as
the application and then investigate whether or not there is a relation among both of the variables, which are the understanding as the X variable, and the application as the Y variable. The data collection was done using two instruments, which are test to measure the degree of students’ understanding of the material of
taharah, and questionnaire which is used for measuring students’ application of
the material having been learned. The data analysis was conducted firstly by fulfilling pre-requirement analysis test, that is normally-distributed data, non heteroscedasticity, and linearity. Then, hypotheses test was conducted and the data was then analyzed using the degree of correlation test and simple linear regression and determination coefficient test.
The result shows that there is a significant relation between the understanding of the material owned by the students towards the application into daily life. The
contribution’s amount of the understanding towards the application is 31.6%, and
the remaining 68.4% are influenced by the other factors excluding the understanding which was not explained in this study. Besides, the degree of both
variables’ relation, that is the understanding and the application gained is 0.562
which is included into very strong relation category.
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...iii
UCAPAN TERIMA KASIH...iv
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR GAMBAR...ix
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR BAGAN...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN...xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah... 6
D. Tujuan Penelitian... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Struktur Organisasi ... 8
BAB II PENGARUH PEMAHAMAN ṬAHĀRAĦ TERHADAP PENGAMALANNYA ... 9
A. Kajian Pustaka ... 9
2. Ṭahāraħ ... 25
3. Pengaruh Pemahaman terhadap Pengamalan ... 50
4. Kerangka Berfikir ... 52
5. Hipotesis ... 54
BAB III METODE PENELITIAN ... 55
A. Lokasi Penelitian ... 55
B. Desain Penelitian ... 57
C. Metode Penelitian ... 57
D. Definisi Operasional ... 58
E. Instrumen Penelitian ... 59
F. Proses Pengembangan Instrumen... 61
G. Prosedur Penelitian ... 65
H. Teknik Pengumpulan Data ... 66
I. Analisis Data...67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78
A. Data Hasil Penelitian ... 78
1. Pemahaman Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ ... 78
2. Pengamalan Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ dalam Kehidupan Sehari-hari 88 3. Pengaruh Pemahaman Materi Ṭahāraħ Siswa terhadap Pengamalannya Pada Kehidupan Sehari - hari... 97
1. Pemahaman Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ...108
2. Pengamalan Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ dalam Kehidupan Sehari -hari...111
3. Pengaruh Pemahaman Materi Ṭahāraħ Siswa terhadap Pengamalannya Pada Kehidupan Sehari – hari...113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...115
A. Kesimpulan...115
B. Saran...117
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia
yang berkualitas, cerdas, dan tanggung jawab khususnya tanggung jawab spiritual
agar anak didik dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik yang tentu saja
sudah menjadi tanggung jawab sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini
sangat berkaitan dengan pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang tercantum
dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlāq mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan untuk membentuk manusia agamis dalam menanamkan keimanan,
amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang
bertakwa kepada Allāh Swt. (Arifin, 1996, hlm. 92). Sebagaimana yang telah
diungkapkan, bahwa salah satu tujuan dari pendidikan agama yaitu menanamkan
amaliah. Dalam Islam, suatu ibadah atau amaliah harus dibarengi dengan ilmu.
Ilmu tanpa dibarengi dengan amal, hanyalah sebagai konsep belaka yang tidak
memiliki suatu faedah. Begitupun dengan amal maka sudah sepatutnya dibarengi
dengan ilmu. Karena jika amal tidak dibarengi dengan ilmu akan mendapat
kesesatan dalam mengamalkannya, terlebih mengenai ilmu yang kaitannya
dengan ibadah mahdoh seperti ahāraħ. Orang berilmu memiliki tanggung jawab
untuk mengamalkannya. Firman Allāh, “Wahai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar
Menurut Muhaimin (2011, hlm. 171) bahwa Pendidikan Agama terdiri dari
beberapa aspek, diantaranya adalah al-Qur`ān ḥadīś, ‘aqīdaħ akhlak, fiqh dan
SKI. Fiqh terbagi lagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah fiqh ibadah,
fiqh muamalah, fiqh munakahat dan fiqh mawāris. Dalam fiqh ibadah salah
satunya yaitu ahāraħ atau bersuci yang merupakan salah satu materi wajib yang
harus diajarkan pada jenjang pendidikan dimulai pada tingkat dasar hingga
menengah. ahāraħ atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh
dikatakan bahwa tanpa adanya ahāraħ, ibadah kita kepada Allāh swt tidak akan
diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan ahāraħ secara mutlak.
Tanpa ahāraħ, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima
Allāh. Kalau tidak diterima Allāh, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan. Sebagaimana firman Allāh:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allāh kepadamu. Sesungguhnya Allāh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S.
al-Baqaraħ [2]:222) 1
ahāraħ atau bersuci menduduki aspek yang paling penting dan sangat diperhatikan dalam menjalin hubungan dengan Allāh swt. Islam sebagai Agama
1
Semua ayat al-Qur`ān dan Terjemahnya dalam penulisan skripsi ini ditulis dengan menggunakan
al-Qur`ān in word yang disesuaikan dengan kitab al-Qur`ān Depag RI . (2009). Bandung: PT
yang sempurna mengajarkan pada keindahan dan kebersihan tubuh, pakaian,
kesucian diri dan lingkungan. Pengetahuan mengenai ahāraħ telah ditanamkan
pada dunia pendidikan dimulai pada jenjang SD dan SMP. Tidak hanya
pemberian materi melainkan sampai kepada praktek pelaksanaannya. Namun
demikian, pengetahuan mengenai ahāraħ saja tidak cukup akan tetapi harus
mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga ahāraħ yang dilakukan
terhitung sah menurut ajaran syari‟ah. Pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mengamalkan ahāraħ dengan baik dan benar pada kehidupan
sehari-hari khususnya sebelum memulai melaksanakan ibadah. Banyak orang yang tidak
peduli dengan pakaian dan kesucian secara lahir sebelum melakukan ibadah.
Khususnya di kalangan Sekolah Menegah Pertama (SMP) pembekalan ahāraħ
sangat diperlukan karena saat usia tersebut seorang anak sudah mulai memasuki
usia balig. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait remaja dikenal
sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia
mencapai kematangannya. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih dua
tahun dan biasanya dihitung mulai menstruasi (haid) pertama pada anak wanita
atau sejak anak pria mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani pada waktu
tidur) yang pertama (Sunarno, 1995, hlm. 66).
Ketidaksempurnaan ahāraħ dapat menjadikan ibadah yang kita lakukan
menjadi tidak sah. Apalagi dengan adanya teknologi yang semakin maju,
pemeliharaan kebersihan tubuh selain menggunakan air dan tanah dapat juga
dengan menggunakan sabun dan pembersih lainnya. Hal ini seharusnya
memungkinkan setiap orang untuk lebih memperhatikan kebersihan tubuh,
pakaian dan lingkungan di sekitarnya.
Kepribadian menurut Allport (dalam Yulis, 2011, hlm. 110) adalah susunan
yang dinamis di dalam sistem psiko-fisik (jasmani rohani) seorang (individu) yang
menentukan perilaku dan pikirannya yang berciri khusus. Kepribadian yang ada
pada setiap individu dipengerahui oleh pendidikan dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dalam Al-Qur`ānjuga di sebutkan, Allāh berfirman:
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al quran) dan dirikanlah alāh. Sesungguhnya alāh itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat
Allāh ( alāh) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allāh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-‟Ankabūt [29]:45)
Dalam ayat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa alāh merupakan
ibadahyang paling utama dalam membentuk akhlāq mulia. Meninggalkan alāh
sama sekali mengakibatkan tidak diterima sesuatu amal pun, sebagaimana tiada
diterima sesuatu karena ada syirik. Karena alāh merupakan tiang agama. Apabila
alāh ditolak maka ditolak pula segala amal yang lain (AshShiddieqy, 1988, hlm. 60).
Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.
Tubuhnya kelihatan sudah dewasa, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang
dewasa ia gagal menunjukan kedewasaannya. Pada remaja sering terlihat adanya
keinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka
ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa (Sunarno, 1995, hlm. 62).
Remaja pria mencoba merokok secara sembunyi-sembunyi, seolah-olah ingin
membuktikan apa yang dilakukan orang dewasa dapat pula dilakukan oleh remaja.
Remaja putri mulai bersolek menurut mode dan kosmetik terbaru. Keinginan
mencoba pada remaja ini dapat berakibat negatif apabila mereka diajak mengisap
ganja, atau menyuntik morphin. Malapetaka akan dialaminya sebagai akibat
penyaluran yang tidak ada manfaatnya.
Kenakalan remaja seperti ini akan banyak berdampak negatif pada akhlak
setiap siswa, masa depan yang curam dan tidak tercapainya hakikat tujuan hidup
sesungguhnya. Hal ini menyebabkan kesia-siaan dalam hidup. Tidak dapat
bermanfaat bagi orang di sekitarnya justru hanya menjadi sampah masyarakat.
mengemukakan hasil studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2000
bahwa merosotnya moral dan akhlāq peserta didik disebabkan antara lain akibat
kurikulum pendidikan agama yang terlampau pada materi, dan materi tersebut
lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang membangun kesadaran
keberagaman yang utuh. Selain itu metodologi pendidikan agama kurang
mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta terbatasnya
bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket yang tersedia belum memadai untuk
membangun kesadaran beragama, memberikan keterampilan fungsional
keagamaan, dan mendorong perilaku bermoral dan berakhlāq mulia bagi peserta
didik. Selain itu cukup banyak pula faktor yang melatarbelakangi tingkat
pemahaman siswa mengenai materi ahāraħ yang dimilikinya. Hal ini juga
menjadi pemicu siswa untuk dapat mengamalkan atau tidaknya ahāraħ tersebut.
Realita seperti ini sangat miris dirasakan khususnya oleh setiap orang tua
yang kurang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya serta
tercemarnya lingkungan yang cukup mengambil andil dalam membentuk karakter
siswa. Menurut Jalaluddin (dalam Yulis, 2011, hlm. 117-118) proses
pembentukan kepribadian samawi dapat dilakukan dengan cara membina
nilai-nilai keIslaman dalam hubungan dengan Allāh swt. Allāh berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allāh, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah alāh untuk mengingat aku.”
(Q.S. Ṭāhā [20]:14)
Sesungguhnya orang yang alat selalu ingat Allāh dan merasakan
kehadiran-Nya sehingga membuat kita takut dan enggan untuk berbuat kemungkaran. alāh
juga menunjukan keimanan yang tinggi dalam diri seseorang yang
menyebabkannya selalu merasa diawasai oleh Allāh. Dan menahan hawa nafsu
seseorang dalam bertindak. Maka begitu pentingnya ibadah alāh ini sebagai tiang
agama begitupun dengan ibadahlainnya yang tentu saja diawali dengan ahāraħ
Usia seorang anak yang sudah mulai dikenai hukum taklifi yaitu pada usia
balig. Menurut para ulama dan kenyataan untuk seorang perempuan
mengeluarkan darah haidh sebagai indikasi bahwa ia telah balig ialah
sekurang-kurangnya pada usia sembilan tahun (Rifa‟i, 1978, hlm. 57). Masa ini juga
biasanya dialami oleh laki-laki dan perempuan ditandai dengan nampaknya
beberapa tanda-tanda fisik, seperti mimpi basah. Namun apabila tanda-tanda
tersebut tidak nampak maka menurut mazhab Syafi‟i (dalam Rifa‟i, 1978, hlm. 57) bahwa usia balig ditandai dengan sampainya anak pada usia 15 tahun. Dalam
jenjang pendidikan maka usia balig tersebut telah sampai apabila seorang anak
telah memasuki jenjang SMA. Maka sangat penting baginya untuk mengetahui
segala kewajiban yang harus dilaksanakannya khususnya dalam hal ahāraħ yang
sangat penting dan menjadi gerbang masuk sebelum memulai suatu ibadah
mahdoh.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh
Pemahaman siswa tentang Ṭahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari-hari (Studi Deskriptif di SMAN 6 BANDUNG).
Diharapkan dalam penelitian ini dapat menjadi acuan guru dalam membekali
materi ahāraħ kepada murid serta menanamkan kepedulian yang tinggi terhadap
pelaksanaan ahāraħ sebelum memulai segala macam ibadah.
B.Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah pada penelitian ini adalah masih ditemukan
adanya siswa yang sudah mencapai usia baligh namun belum dapat mengamalkan
ahāraħ dengan baik padahal pemahaman ahāraħ sudah diajarkan pada tingkat SD hingga SMP. Selain itu suatu ibadah atau amaliah harus dibarengi dengan
ilmu.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan
masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
2. Bagaimana pengamalan ahāraħ siswa pada kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana pengaruh pemahaman ahāraħ terhadap pengamalannya pada
kehidupan sehari-hari?
D.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi ahāraħ.
2. Untuk mengetahui pengamalan ahāraħ siswa pada kehidupan sehari-hari.
3. Untuk mengetahui pengaruh pemahaman ahāraħ terhadap pengamalannya
pada kehidupan sehari-hari.
E.Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, diharapkan memililki manfaat yang bersifat teoritis
dan manfaat praktis, diantaranya:.
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi terhadap khazanah keilmuan khususnya yang
berkaitan dengan pemahaman materi ahāraħ.
b. Dapat memperluas serta memperdalam wawasan mengenai ahāraħ
dan mengamalkannya khususnya bagi siswa yang sudah menginjak
masa balig.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk pengembangan ilmu terutama bagi peneliti dalam mendalami
masalah pendidikan agama Islam khususnya dalam bidang fiqh
„ibādaħ.
b. Sebagai bahan masukan bagi para guru dalam melaksanakan
pendidikan dan memberikan tuntunan yang benar pada aspek amaliah
siswa.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi koleksi bacaan yang
bermanfaat bagi perpustakaan, khususnya perpustakaan Universitas
F. Struktur Organisasi
Dalam penulisan skripsi ini memiliki struktur organisasi yang terdiri dari
lima bab, diantaranya yaitu:
bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
struktur organisasi skripsi.
bab II merupakan kajian pustaka yang meliputi PAI di sekolah mencakup
pengertian PAI, tujuan PAI, kurikulum PAI, strategi pembelajaran PAI, dan
karakteristik siswa dalam pembelajaran PAI di sekolah. Selanjutnya yaitu
mengenai ahāraħ yang mencakup wuḍū`, mandi besar, tayammum, bersuci
dari najis, dan hikmah ahāraħ.
bab III terdiri dari Metode Penelitian yang meliputi metode dan desain
penelitian, lokasi dan populasi atau sampel penelitian, definisi operasional,
instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data dan
analisis data.
bab IV merupakan penjabaran Hasil Penelitian beserta Pembahasan
mengenai pemahaman siswa pada materi ahāraħ, pengamalan ahāraħ siswa
serta pengaruh pemahaman siswa tentang ahāraħ terhadap pengamalannya
pada Kehidupan Sehari-hari.
bab V merupakan kesimpulan dan saran, daftar pustaka, lampiran dan
BAB III
METODE PENELITIAN A.Lokasi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian membutuhkan lokasi yang merupakan tempat
dilaksanakannya suatu penelitian. Penelitian ini berlokasi di SMAN 6
Bandung yang beralamat di jalan Pasir Kaliki No 51 Bandung Utara -
40172.
Gambar 3.1 Peta Lokasi SMAN 6 Bandung
Sumber : Google Maps
2. Populasi Penelitian
Populasi menurut Sugiyono (2012, hlm. 117) adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Pada prinsipnya populasi merupakan
semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang
ditinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target
kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian (Sukardi, 2007, hlm. 53).
Bandung. Yang terdiri sembilan kelas dengan jumlah siswa sebanyak 342
siswa.
3. Sampel Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel
Sampel menurut Sukardi (2007, hlm. 54) adalah sebagian dari jumlah
populasi yang dipilih untuk sumber data tersebut. Hal ini senada dengan
Sugiyono (2012, hlm. 118) bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Dalam penelitian ini, sampel yang dibutuhkan sebanyak dua kelas XI yang
berjumlah tujuh puluh dua siswa yang berasal dari kelas XI IPA VI dan XI
IPS I.
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Menurut
Riduwan (2011, hlm. 11) teknik pengambilan sampel atau teknik sampling
adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi.
Dalam pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat
menggambarkan keadaan populasi tersebut. Terdapat dua macam teknik
pengambilan sampling dalam penelitian yang umum dilakukan yaitu
probability sampling dan nonprobability sampling. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan probability sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pengambilan sampel secara random
memiliki kelebihan dari non random. Sampling dengan prosedur ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena peluang kesalahan
pengambilah kesimpulan akibat kekeliruan dalam penarikan sampel dapat
diperhitungkan berdasarkan teori peluang (Purwanto, 2012, hlm. 246).
Dalam hal ini peneliti mengambil simple random sampling karena
pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2012, hlm.
120). Teknik sampling ini dipilih karena sampel yang terdiri dari kelas XI
penelitian ini. Selain itu sampel secara keseluruhan telah mencapai usia
baligh yaitu usia 15 tahun.
B.Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain kausal.
Sebagaimana yang diungkapkan menurut Hasan (2002, hlm. 33) bahwa desai
kausal berguna untuk menganalisis hubungan anatara satu variabel dengan
variabel lainnya. Adapun sifat hubungan yang mungkin terjadi, diantara
variabel – variabel ini dibedakan atas tiga, yaitu :
1. Hubungan Simetris terjadi kedua variabel saling berfluktuasi secara
bersamaan dan dianggap diantara keduanya tidak terdapat hubungan apa –
apa
2. Hubungan Asimetris terjadi jika variabel bebas mempengaruhi variabel
terikatnya, hubungan ini disebut juga dengan hubungan kausal, dan dipilih
sebagai sifat mungkin yang mungkin terjadi pada penelitian ini
3. Hubungan timbal balik terjadi jika kedua variabel saling mempengaruhi dan
saling memperkuat atau saling memperlemah
C.Metode Penelitian
Metode penelitian secara umum dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maka dari itu dalam
penelitian ini membutuhkan metode penelitian guna mendapatkan hasil yang
bertujuan untuk dapat menguji hipotesis yang telah ditentukan. Pada penelitian
ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Sebagaimana diungkapkan
Sukardi (2007, hlm. 157) metode deskriptif merupakan metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa
adanya. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada
penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel
penelitian.
Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek
yang diteliti secara tepat. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode
dan pengaruh antara variabel X yaitu pemahaman dengan variabel Y yaitu
pengamalan. Peneliti juga tidak melakukan eksperimen atau memanipulasi
variabel sehingga hanya bertujuan untuk menggambarkan pemahaman dan
pengamalan setiap siswa yang telah dimilikinya mengenai materi ahāraħ.
D.Definisi Operasional
Untuk menghindari salah penafsiran serta sebagai penjelasan yang lebih
spesifik dan substantif sesuai dengan judul dan maksud peneliti sehingga
mampu mencapai suatu alat ukur yang yang sesuai dengan hakikat variabel
yang sudah di definisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses
atau operasionalnya alat ukur yang akan digunakan untuk kuantifikasi gejala
atau variabel yang ditelitinya.
1. Pengaruh
Kata pengaruh dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996,
hlm. 1031) diartikan daya yang menyebabkan suatu terjadi atau sesuatu
yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Yang dimaksud
dengan pengaruh dalam penelitian ini mengacu pada dua variabel yaitu
pemahaman sebagai variabel X yang dapat mempengaruhi pengamalan
sebagai variabel Y.
2. Pemahaman
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu:1996) pemahaman
diartikan sebagai cara, hasil, dibutuhkan yang dalam mengenai perkara itu.
Adapun Sudjana (2009, Hlm. 24) pemahaman merupakan tipe hasil belajar
yang lebih tinggi dari pengetahuan. Yang dimaksud pemahaman dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa
terhadap suatu materi ahāraħ yang hasilnya akan dihubungkan dengan pengamalannya.
Variabel terikat (pengamalan)
Y
Variabel bebas (pemahaman)
3. ahāraħ
ahāraħ secara bahasa berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran baik
yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa.
Sedangkan secara istilah ahāraħ adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadats.
(Azzam, 2009, hlm. 3). Dalam penelitian ini, ahāraħ yang akan diteliti sebagai materi pemahaman sekaligus aspek pangamalan yaitu ahāraħ
hissiyyah yakni cara membersihkan diri dari hadats dan najis, mengacu
pada Standar kompetensi dan Kompetensi dasar KTSP yang mencakup
ahāraħ dari hadats (wuḍū`, mandi besar dan tayammum) serta ahāraħ dari
najis mencakup macam-macam najis dan cara membersihkannya.
4. Pengamalan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996, hlm. 40)
pengamalan merupakan hal, cara, hasil atau proses kerja mengamalkan.
Dalam penelitian ini, pengamlaan yang dimaksudkan adalah kesiapan atau
kecenderungan siswa untuk bereaksi yang dimanifestasikan dalam bentuk
tingkah laku terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diterimanya khususnya dalam pembelajaran PAI di sekolah.
E. Instrumen Penelitian
1.Instrumen Penelitian
Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran. Sehingga diperlukan
adanya suatu alat ukur. Alat ukur tersebut disebut sebagai instrumen
penelitian. Menurut Suharsimi dalam (Hasan, 2002, hlm. 76) instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah
diolah. Dalam penelitian ini, digunakan instrumen berupa tes dan angket.
Suatu instrumenn harus memiliki skala pengukuran yang merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang
pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut
Berbagai skala sikap yang apabila digunakan dalam pengukuran, akan
mendapatkan data interval atau rasio. Penulis menggunakan skala Guttman
bentuk Checklist untuk instrumen berupa angket karena paling cocok dalam
menganalisis jawaban setiap responden mengenai sikap dan pendapatnya.
Sebagaimana pendapat Riduwan (2011, hlm. 43) skala Guttman digunakan
untuk mendapat jawaban jelas dan konsisten terhadap suatu permasalahan
yang ditanyakan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu:
a. Tes sebagai instrumen pengumpul data menurut Riduwan (2011, hlm.
76) merupakan serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang
digunakan merupakan tes inteligensi sebanyak 60 butir soal pilihan
ganda yang digunakan untuk membuat penaksiran atau perkiraan
terhadap tingkat intelektual seseorang mengenai materi ahāraħ yang pernah dipelajari sebelumnya sesuai pada kurikulum PAI. yang
diperoleh dari sumber data primer yaitu siswa kelas XI SMAN 6
Bandung
b. Angket sebagai instrumen selanjutnya untuk melakukan pengukuran
dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap
instrumen tersebut harus mempunyai skala. Angket diperoleh dari
sumber data primer yaitu siswa kelas XI SMAN 6 Bandung. Dengan
menggunakan skala Guttman yang berjumlah 51 item.
2. Tujuan Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua macam,
yaitu berupa tes dan angket, keduanya memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa kelas XI mengenai
materi ahāraħ
c. Mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh antara pemahaman siswa
tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari 3. Cara Menggunakan Instrumen Penelitian
Cara menggunakan kedua instrumen dalam penelitian ini yaitu tes dan
angket cukup mudah. Untuk instrumen tes setiap siswa memilih salah satu
jawaban yang paling benar berupa pilihan ganda. Sedangkan dalam
pengisian angket, cukup memberikan tanda checklist (). Untuk keperluan
analisis kuantitatif, maka jawaban diberi skor sebagai berikut (Riduwan,
2013, hlm. 43):
Tabel 3.1 Kriteria Pemberian Skor Instrumen Angket Bentuk item Alternatif Jawaban
Ya Tidak
Positif (+) 1 0
Negatif (-) 0 1
F. Proses Pengembangan Instrumen
Alat ukur atau instrumen dapat dipilih bila alat itu ada dan memenuhi
kebutuhan pengukuran yang disebut instrumen baku karena telah melalui
proses pembakuan yaitu melalui alat ukur yang sesuai dengan tujuan
pengukuran. Pengembangan spesifikasi instrumen diantaranya adalah sebagai
berikut (Purwanto, 2012, hlm. 190):
1. Menentukan jenis instrumen
Secara tipikal instrumen alat ukur variabel penelitian dapat dibagi menjadi
dua yaitu tes dan non tes. Tes dihubungkan dengan instrumen yang
mengukur penampilan secara maksimal sehingga dapat diketahui tingkat
prestasi, bakat dan kecerdasannya. Adapun non tes (penampilan tipikal)
peserta didorong untuk menampilkan secara jujur memberikan responsnya
sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang
akan diuji coba berupa sejumlah soal yang terdiri dari 105 butir soal dan
2. Menentukan banyak butir
Banyak butir merupakan ukuran sampel yang harus dibuat pada siapapun
yang hendak melakukan pengukuran ulang terhadap variabel penelitian.
3. Menentukan waktu pengerjaan
Tes dapat dibagi menjadi dua berdasarkan waktu pengerjaannya, yaitu tes
kecepatan (speed test) dan tes kemampuan (power test). Pada tes kecepatan
penilaian kemampuan peserta memperhitungkan kecepatan peserta
menyelesaikan soal, sehingga waktu pengerjaannya dibatasi. Sebaliknya
pada tes kemampuan, kecepatan menyelesaikan soal tidak menjadi bagian
dari penilaian sehingga waktu tidak dibatasi. Pada penelitian ini tes yang
dilakukan yaitu tes untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam
memahami materi ahāraħ. 4. Menentukan kunci jawaban
Kunci jawaban soal berupa pilihan dari beberapa alternatif karena
merupakan kunci jawaban yang bersifat objektif.
5. Menentukan peserta uji coba
Peserta uji coba berupa: (1) sampel lain yang tidak menjadi sampel
responden penelitian, yaitu siswa kelas XI SMAN 1 Lembang yang terdiri
dari enam kelas dengan jumlah siswa sebanyak 194 siswa.
6. Menentukan waktu uji coba
7. Menentukan aturan skoring uji coba
Pada sebuah tes objektif, bila seorang peserta menjawab benar dalam
sebuah butir maka mendapat skor 1 (satu) dan bila salah 0 (nol). Namun
dalam uji coba soal ini tes yang diuji tidak bertujuan untuk mencari nilai
tertinggi atau terendah, melainkan bertujuan untuk menentukan jumlah soal
yang valid sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
8. Menentukan kriteria uji coba
a. Validitas
1) Validitas isi (Content Validity)
Validitas isi berkaitan dengan pertanyaan mengenai seberapa
mengungkap sebuah konsep. Untuk menguji apakah butir-butir
angket yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep tertentu
telah memadai atau mampu menggambarkan maka butir-butir
tersebut dimintakan evaluasinya kepada para ahli, diantaranya:
Tabel 3.2 Ahli Judgment Instrumen
No Nama Keterangan
1 Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag Pembimbing I
2 Agus Fakhruddin, S.Pd, M.Pd Pembimbing II
3 Dr. Wawan Hermawan Ahli Judgment
4 Dr. Edi Suresman Ahli Judgment
2) Validitas kriteria
Validitas kriteria merupakan jenis validitas yang sering digunakan
oleh peneliti. Pengujian validitas kriteria dilakukan dengan cara
membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai (skor) hasil
pengukuran instrumen dengan kriteria atau standar tertentu yang
dipercaya dapat digunakan untuk menilai (mengukur) suatu
variabel. Peneliti menggunakan validitas kriteria dalam instrumen
tes yang berjumlah 105 soal, terdiri dari dua paket A dan B
masing-masing berjumlah 45 soal dan paket C berjumlah 15 soal. Standar
yang digunakan dalam validitas kriteria tersebut menggunakan
ketentuan berikut: diketahui signifikansi untuk = 0,05 dan
dk paket A dan B (97 – 2 = 95) maka diperoleh 0,205. Dan
paket C (36 - 2 = 34) maka diperoleh 0,339 Jika >
maka valid dan < maka tidak valid.
9. Menyusun kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi (blueprint) artinya jaring-jaring. Kisi-kisi dibuat untuk
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No Komponen
Ṭahāraħ
Rincian Aplikasi
Ṭahāraħ
Jumlah Item
+ - ∑
1 Mengenal tata cara bersuci - Menyebutkan macam-macam bersuci - Menyebutkan macam-macam air untuk bersuci
4 4 3 4 7 8
2 Wuḍū` - Menjelaskan
ketentuan wuḍū`
7 5 12
3 Ketentuan-ketentuan
ahāraħ
- Memahami arti dan hikmah
ahāraħ serta
kesadaran berperilaku bersih dalam kehidupan sehari - hari
- Menjelaskan perbedaan hadats dan najis 2 3 3 1 5 4
4 Mandi junub - Menjelaskan ketentuan-ketentuan mandi wajib
4 4 8
5 Tayammum - Menjelaskan ketentuan-ketentuan
tayammum
3 4 7
G.Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Prosedur
penelitian merupakan langkah – langkah yang dilakukan peneliti untuk
memperoleh data berdasarkan kebutuhan.
1. Langkah awal dalam penelitian ini yaitu studi pendahuluan dengan
merumuskan masalah pada objek penelitian yang terdiri dari studi pustaka
dan studi empirik. Studi ini terdiri dari merumuskan masalah, yaitu
melakukan pembatasan terhadap masalah yang akan diangkat, menentukan
pertanyaan, menentukan tujuan, serta manfaat penelitian. Langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah mengajukan hipotesis yang merupakan
dugaan sementara yang dilakukan peneliti terhadap hasil dari penelitian.
Pembuktian dari duagaan tersebut dengan melakukan penelitian yang
disesuaikan dengan variabel penelitian, sehingga peneliti hanya meriset
variabel itu saja.
2. Menentukan dan menyusun instrumen, yaitu kegiatan menentukan alat ukur
yang akan digunakan untuk menguji tingkat pemahaman siswa dan
pengamalannya terhadap materi ahāraħ. Instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah ters tertulis dan angket. Tes tertulis yang berjumlah 60
soal dugunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa mengenai
materi ahāraħ dan instrumen angket sebanyak 51 item digunakan untuk mengukur tingkat pengamalan siswa mengenai materi ahāraħ. Yang kemudian dianalisis untuk mencari ada atau tidaknya pengaruh pemahaman
terhadap pengamalan siswa mengenai ahāraħ.
3. Uji coba instrumen tes pilihan ganda yang dilakukan pada kelas XI SMAN
1 Lembang. Yaitu uji coba yang dilakukan pada selain sampel yang
digunakan untuk penelitian. Adapun instrumen angket maka dilakukan
judgment kepada para ahli.
4. Validasi berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang
dilakukan dengan berkonsultasi pada tim ahli penyusunan instrumen. Peran
serta dosen sangat dibutuhkan untuk menilai kelayakan soal dan angket.
5. Pengujian instrumen berupa soal dan angket dilakukan pada sampel yang
berjumlah 72 siswa kelas XI di SMAN 6 Bandung.
6. Mengumpulkan data dan menganalisis data instrumen yang telah diujikan
sehingga peneliti mengetahui pemahaman dan pengamalan siswa terhadap
materi ahāraħ.
7. Menarik kesimpulan mengenai pengaruh pemahaman siswa mengenai
materi ahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. 8. Membuat laporan penelitian yang merupakan hasil akhir penelitian.
Penulisan laporan disesuaikan dengan tata tertib penulisan skripsi yang
baik. Laporan penelitian ini berupa hasil data yang diolah kemudian
disimpulkan. Tujuan dari laporan adalah untuk memberikan informasi
tentang penelitian dan hasilnya.
H.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau
keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh
elemen-elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian
(Hasan, 2002:83). Berdasarkan sumber pengambilannya data dibedakan atas
dua yaitu data primer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang
melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya, dalam hal
ini yaitu siswa kelas IX SMAN 6 Bandung. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara berikut:
1. Kuesioner (angket), adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan
atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden.
Responden adalah orang yang memberikan tanggapan (respons) atau
menjawab pertanyaan yang diajukan. Angket yang diberikan berdasarkan
bentuk pertanyaannya termasuk dalam kategori angket tertutup (closed
closetionare) dikarenakan jawaban sudah disediakan dan responden hanya
menurut Hasan (2002, hlm. 84) merupakan angket yang pernyataan atau
pertanyaannya tidak memberikan kebebasan kepada responden, untuk
memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka.
2. Tes, dalam hal ini penulis memilih tes objektif dengan bentuk soal pilihan
ganda yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling tepat
(Sudjana, 2009, hlm. 48).
Alasan secara rasional yang menyebabkan peneliti memilih angket dan tes
sebagai teknik pengumpulan data yaitu sebagaimana judul pada penelitian ini
“Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari-hari” sehingga dibutuhkan adanya tes yang dapat mengukur
seberapa tingkat pemahaman responden terhadap materi ahāraħ yang telah diajarkan. Adapun angket merupakan instrumen untuk mengukur skala sikap
atau pengamalan mengenai materi ahāraħ yang telah dipahaminya. Sehingga dapat diketahui pengaruh antara tingkat pemahaman dengan pengamalan
ahāraħ setiap responden.
I. Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Menurut Sugiyono
(2012, hlm. 207) kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
1. Analisis Soal Tes Pilihan Ganda Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen tes digunakan, instrumen tersebut terlebih dahulu
diuji cobakan. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran
tentang terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat instrumen sebagai alat
pengumpul data yang baik, sehingga instrumen ini dapat digunakan.
Adapun kriteria yang harus diuji cobakan terhadap unstrumen penelitian
a. Validitas
Arikunto (2009, hlm. 64) menyatakan bahwa yang dimaksud
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keadaan atau
keshahihan suatu alat ukur. Suatu tes dikatakan valid apabila tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Untuk
melakukan uji validitas pada instrumen yang akan digunakan.
Menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Dengan
ketentuan diketahui signifikansi untuk = 0,05 dan dk paket A
dan B (96 – 2 = 94) maka diperoleh 0,205. Dan paket C (36 - 2 =
34) maka diperoleh 0,339 Jika > maka valid dan
< maka tidak valid.
X : skor yang diperoleh subjek dari seluruh item
Y :skor total yang diperoleh dari seluruh item : jumlah skor data dalam distribusi X
: jumlah skor dalam distribusi Y
: jumlah kuadrat dalam skor distribusi X : jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
N : banyaknya responden
Peneliti menggunakan SPSS Statistics 20 dengan langkah sebagai
berikut (Mustafa, 2009, hlm. 214):
Masukan data lalu klik Analyze > Correlate > Bivariate setelah muncul
dua kolom masukan variabel VAR 01 - 46 dan variabel total pada kotak
Variables, pilih Pearson pada Correlation Coefficients lalu Klik OK.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu tes merupakan derajat ketetapan atau keajegan alat
mencari reliabilitas menurut Arikunto dengan menggunakan rumus K-R
20 (2012, hlm. 115) :
: reliabilitas tes secara keseluruhan
p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
: jumlah hasil perkalian antara p dan q
k : banyaknya item
[image:32.596.170.506.373.521.2]SB :Simpangan Baku
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas
Nilai Klasifikasi
0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 – 0,40 Derajat reliabilitas rendah
0,40 – 0,60 Derajat reliabilitas sedang
0,60 – 0,80 Derajat reliabilitas tinggi
0,81 – 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi
Sumber : Arikunto (2012, hal. 89)
Dalam melakukan uji reliabilitas peneliti menggunakan Anates
dengan langkah sebagai berikut:
a) Buka aplikasi Anates V4.
b) Pilih „jalankan anates pilihan ganda‟ > buat file baru > masukan
jumlah subjek, jumlah butir soal, jumlah pilihan jawaban
c) Masukan kunci jawaban dan jawaban setiap responden pada kolom
yang tersedia > kembali ke menu utama > pada olah data pilih
c. Analisis Butir Soal 1) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran atau indeks kesukaran (difficulty index)
adalah bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal
(Arikunto, 2009, hlm. 207). Soal dikatakan memiliki indeks
kesukaran baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah atau terlau
sukar. Untuk mengetahuinya maka digunakan rumus:
TK =
Keterangan:
TK : Indeks tingkat kesukaran satu butir soal tertulis
BA : Jumlah jawaban benar pada kelompok atas
BB : Jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
N : Jumlah siswa pada kelompok atas dan kelompok bawah
Makin besar TK, makin mudah butir soal tersebut, dengan kriteria:
0,30 kebawah = Sukar
0,30 - 0,70 = Sedang
0,70 keatas = Mudah
Arikunto (2009, hlm. 210)
2) Daya Pembeda
Daya pembeda berfungsi untuk membedakan antara soal yang
mempunyai kriteria baik, buruk dan sangat buruk. Dalam
menghitung daya pembeda dapat digunakan rumus :
DP
=
DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertulis
BA : Jumlah jawaban benar pada kelompok atas
BB : Jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
n : Jumlah Kelompok Atas dan Kelompok Bawah
½ : Angka Konstan
Dengan kriteria :
0.00 – 0.20 = Jelek (poor)
0.21 – 0.39 = Cukup (satisfactory) 0.40 – 0.70 = Baik (good)
0.71 – 1.00 = Baik Sekali (excellent)
Arikunto (2009, hlm. 218)
2. Pengolahan Data Hasil Penelitian
Tahapan ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari
tes berupa soal dan angket sehingga dihasilkan temuan, dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Menentukan skor jawaban
Dalam tahapan ini, menentukan skor dari hasil soal dan angket.
Sebelum hasil tes dan angket dianalisis, skor jawaban siswa ditentukan
terlebih dahulu dengan kriteria siswa yang menjawab benar baik pada
instrumen tes berupa soal dan angket diberi skor 1 dan siswa yang
menjawab salah, diberi skor 0.
b. Menghitung skor mentah
Untuk menghitung skor mentah yaitu dengan cara tanpa hukuman
yaitu apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang
cocok dengan kunci jawaban.
Analisis instrumen soal:
Analisis instrumen angket:
x100%
Arikunto (2009, hlm. 236)
Adapun untuk mengklasifikasikan nilai masing – masing instrumen,
[image:35.596.187.483.291.397.2]maka digunakan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Instrumen
Angka 100 Keterangan
91 – 100 Baik Sekali
75 – 90 Baik
60 – 74 Cukup
≤ 59 Kurang
Tabel 3.6 Persentase Interpretasi Penafsiran Instrumen Persentase Interpretasi Penafsiran
0 Tidak ada sama sekali
1 – 9 Sedikit sekali
10 – 39 Sebagian kecil
40 – 49 Hampir setengahnya
50 Setengahnya
51 – 59 Lebih dari setengahnya
60 – 89 Sebagian besar
90 – 99 Hampir seluruhnya
100 Seluruhnya
Departemen Pendidikan Nasional (2008, hlm. 36)
Setelah perhitungan skor dan nilai pada tiap instrumen yaitu soal dan
angket, dilanjutkan perhitungan menggunakan statistik, dengan langkah
[image:35.596.176.506.438.645.2]a. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis atau uji asumsi klasik pada regresi yang
dilakukan mengacu sebagaimana yang diungkapkan Sunyoto (2010,
hlm. 98) diantaranya :
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu distribusi data. Dalam uji normalitas ini, dilakukan dengan
teknik Kolmogrov – Sminorv.
Uji normalitas data dilakukan dengan SPSS V. 20 mengikuti
langkah berikut :
a) Buka program SPSS > Analyze > Regression > Linear, masukan
masing-masing variabel lalu klik Save dan pada residual pilih
Standarized > Continue > OK
b) Uji Kolmogrov Sminorv
Analyze > Non Parametic Test > One sample KS. Masukan variabel
Standardized Residual pada kotak Test Variabel List. > OK
Jika signifikansi yang diperoleh > 0,05 maka sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Apabila signifikansi < 0,05 maka
sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
2) Uji Non Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk mengetahui seragam
tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dari variansi yang sama.
Adapun hipotesis yang akan diuji:
Ho = Tidak ada perbedaan varians antara kedua variabel (pemahaman
dan pengamalan)
Ha = Ada perbedaan varians antara kedua variabel (pemahaman dan
pengamalan). Pengujian ini menggunaan SPSS V. 20
Memunculkan Nilai Residual
a) Buka file : Data_Regresi_1
c) Masukan variabel Y pada kotak Dependent X pada kotak
Independent Save > pada kotak Residual: klik unstandardized >
Continue
Mutlakan Nilai Residualnya
a) Buka file : Data Regresi_1
b) Tranform > Compute
Pada Target Variabel diisi dengan ABRES. Pada Numeric Expresion
diisi dengan ABS(RES_1) > OK
Meregresikan variabel bebas terhadap Nilai Mutlak Residual
a) Buka file : Data_Regresi_1
b) Analyze > Regression > Linear
c) Masukan variabel ABRES pada kotak Dependent X pada kotak
Independent > OK
Jika signifikansi yang diperoleh > 0,05 maka sampel berasal dari
populasi yang homogen atau terbebas dari heterosidasitas.
3) Uji Linieritas
Untuk mengetahui model yang digunakan linear atau tidak, maka
uji liniearitas antara variabel X terhadap Y menggunakan SPSS V. 20
dengan langkah sebagai berikut (Noor, 2013, hlm. 184) :
a) Pilih menu Analyze > Compare means > Means. Selanjutnya muncul
kotak dialog linieritas, kemudian lakukan langkah berikut :
Pindahkan variabel Y ke kotak dependent pindahkan variabel X ke
kotak independent, pilih kotak Option dan klik Test of linearity
b) Klik Continue lalu OK
Apabila output data mempunyai < dan Sig pada Test
of Linearity > 0,05 hal ini berarti persamaan regresi tersebut sangat
b. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis atau jawaban
sementara dari suatu penelitian. Pada uji hipotesis ini dilakukan uji t.
Dengan rumus (Riduwan, 2013, hlm. 229) :
Keterangan :
t hitung : nilai yang akan dibandingkan dengan t tabel
n : jumlah sampel
r : nilai koefisien korelasi
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
SPSS V. 20 dengan langkah: Analyze > Regression > Linear.
Diketahui:
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman siswa
tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman siswa
tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari Dan kriteria keputusan sebagai berikut : apabila nilai Sig. > 0,05
maka Ho diterima dan apabila Sig. < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Adapun uji statistik digunakan kriteria dengan taraf
signifikansi 5%. maka Ho ditolak dan Ha diterima.
3. Analisis Data Hasil Penelitian
Analisis data yang digunakan dengan menggunakan regresi linear
sederhana. Sunyoto (2010, hal. 29) mengungkapkan bahwa analisis
regresi adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh antara variabel
bebas terhadap variabel terikat. Dalam analisis regresi maka selain mencari
ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat juga
mencari hubungan antar kedua variabel tersebut. Analisis regresi dan
hubungan antara dua variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan
a. Uji Koefisien Korelasi dan Regresi Linear Sederhana
Uji koefisien korelasi antar variabel dilakukan unutk mengetahui
seberapa besar tingkat hubungan yang terjadi antar variabel tersebut.
Dalam hal ini yaitu hubungan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Tingkat
signifikansi diketahui dengan melihat angka Sig > 0,05 maka Ho
diterima artinya tidak terdapat hubungan antara pemahaman siswa
tentang ahāraħ dengan pengamalannya dan apabila Sig < 0,05 maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Sedangkan analisis regresi linear sederhana
dilakukan dengan menggunakan SPSS V. 20 dengan langkah Analyze >
Regression > Linear, masukan masing – masing variabel lalu klik OK.
Apabila telah diuji dengan output tabel anova dinyatakan bahwa hasil
ujinya signifikan, maka persamaan regresi dapat digunakan (Tukiran
dan Hidayati, 2012, hlm. 92). Adapun persamaan yang terbentuk atas
regresi linear sederhana yaitu : Y = a + bX (Sudjana, 2003, hlm. 6).
[image:39.596.158.507.504.643.2]Adapun kriteria korelasi sebagai berikut :
Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,20 – 0,399 Rendah
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
b. Koefisien Determinasi
Untuk menyatakan besar atau kecilnya sumbangan variabel X
terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinasi
sebagai berikut (Riduwan, 2011, hlm. 139):
KP : x 100%
Keterangan :
KP : nilai koefisien determinan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Pemahaman siswa mengenai materi ṭahāraħ pada siswa kelas XI sebanyak
72 siswa sebagaimana diukur dengan acuan kurikulum 2011 memperoleh
rata-rata sebesar 66. Dengan kategorisasi nilai didominasi oleh kategori cukup baik
yaitu sebesar 45%. Rata-rata pemahaman siswa mengenai mandi besar, wuḍū`,
dan tayammum sudah cukup baik, namun kebanyakan dari mereka belum dapat
membedakan antara sunnah dan rukun dari masing-masing aspek. Pada aspek
pemahaman mengenai wuḍū` sebesar 58% siswa telah memahaminya, namun
masih banyak siswa yang belum dapat menggolongkan perbedaan antara rukun
dan sunnah wuḍū` begitupula mengenai syarat wuḍū`. Namun begitu,
pemahaman siswa mengenai wudhu sebanyak 83% telah memahami hal yang
dapat membatalkan wuḍū` serta memahami bahwa wuḍū` merupakan aspek
yang harus dilakukan untuk menghilangkan hadaś kecil. Pada aspek ketentuan
ṭahāraħ sebagian besar siswa yaitu dengan persentase 64% telah memahami ketentuan-ketentuan ṭahāraħ yang menckup definisi dan hikmah ṭahāraħ.
Masih terdapat siswa yang belum dapat membedakan definisi ṭahāraħ dengan
wuḍū`. Dan pada hadiś mengenai ṭahāraħ, siswa juga masih banyak yang
belum mengetahuinya serta penggolongan najis khususnya pada najis
mutawassitoh masih banyak siswa yang belum menguasainya. Aspek mandi
besar, sebagaimana halnya wuḍū`, siswa belum dapat membedakan antara
sunnah dan rukun wuḍū`, dan tidak banyak siswa yang mengetahui
tahapan-tahapan yang dilakukan saat mandi junub, namun begitu sebagian besar siswa
telah memahami hal-hal yang mengharuskannya melakukan mandi junub serta
menjauhi larangan-larangan dalam keadaan junub seperti berdiam diri di
masjid dan melakukan ibadah mahdoh seperti shalat dan puasa. Secara
keseluruhan, sebagian besar siswa yaitu sebanyak 68% telah memahami materi
Pengamalan yang dimiliki oleh siswa terhadap implementasi dari
pemahaman yang dimiliki, memperoleh rata-rata sebesar 81. Dengan
kategorisasi nilai yang didominasi oleh kategori baik yaitu sebesar 69%. Nilai
terbesar ini didominasi oleh aspek hikmah ṭahāraħ yang mencakup kesadaran
diri dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan khususnya sebelum
melaksanakan suatu ibadah.
Pada aspek pengamalan Wuḍū`, hampir seluruh siswa mengamalkannya
dengan baik, adapun dalam melakukan tata cara wuḍū`, masih terdapat
beberapa siswa yang tidak memperhatikan batasan-batasan anggota wuḍū`
saat melaksanakannya. Dan pada pelaksanaan mandi besar, sebagian kecil
siswa yang dapat mengamalkan tata cara melakukannya dengan baik dan
benar. Meskipun mereka melakukannya namun dalam urutan yang dilakukan
masih banyak siswa yang belum mengamalkannya. Sedangkan dalam aspek
tayammum sebagian besar siswa telah mengamalkannya dengan baik
khususnya mengenai anggota tubuh yang diusap dalam melaksanakannya.
Akan tetapi untuk syarat tayammum seperti melakukan tayammum dengan
debu yang suci serta tidak memaksakan bagian anggota wuḍū` yang sedang
sakit dan dilarang terkena air, masih banyak siswa yang belum dapat
mengamalkannya dengan baik. Pengamalan ṭahāraħ, secara keseluruhan
sebesar 82% siswa sudah cukup baik dalam mengamalkannya. Karena dalam
menjalani kehidupan kita tidak akan pernah luput dalam hal ṭahāraħ.
Setelah mengetahui hasil pemahaman dan pengamalan mengenai ṭahāraħ
yang dimiliki oleh setiap siswa lalu peneliti mencari seberapa besar hubungan
dan tingkat pengaruh pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ. Maka
diperoleh hasil terdapat pengaruh yang positif antara pemahaman ṭahāraħ yang
dimiliki siswa terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari-hari. Besarnya
hubungan antara kedua variabel tersebut sebesar 0,562 dengan kategori
hubungan yang cukup kuat. Adapun besarnya kontribusi atau pengaruh
pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ siswa diperoleh angka sebesar 31,6
% dan sisanya sebesar 68,4% dipengaruhi oleh faktor lain, yang tidak dibahas
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Untuk Pembuat Kebijakan Kurikulum
Hasil penelitian tentang pengaruh pemahaman siswa tentang materi
ṭahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari–hari
menggambarkan tingkat sejauhmana keterkaitan antara proses belajar dengan
hasil belajar yang dimiliki. Dalam kebijakan pembuatan kurikulum
khususnya dalam bidang pelajaran PAI sebaiknya dirancang dan disesuaikan
dengan sebaik mungkin agar setiap siswa dapat memahami setiap muatan
SK–KD yang telah ditentukan dan mensinergikan antara pemahaman dan
implementasinya pada kehidupan.
2. Untuk UPI khususnya IPAI
Sebagai calon pendidik yang telah disiapkan untuk mengarungi dunia
pendidikan khususnya bidang mata pelajaran PAI, sebaiknya mendalami
pemahaman khususnya yang berkaitan dengan kurikulum mata pelajaran PAI.
Karena guru merupakan pendidik yang menjadi faktor keberhasilan suatu
pendidikan. Dan dikatakan berhasil apabila pendidikan tersebut dapat
mengubah perilaku siswa dari tidak baik menjadi baik dan dapat
mengimplementasikan