• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya ideologi gender dalam karya sastra Indonesia dalam hal ini cerpen, juga adanya kondisi pembelajaran sastra di sekolah yang nyaris diabaikan. Apalagi karya pengarang perempuan kurang diperkenalkan sehingga siswa tidak banyak mengenal karya-karya dan kiprah kaum perempuan dalam kesusastraan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah struktur intrinsik cerpen-cerpen Indonesia yang berideologi gender karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an?; (2) Bagaimana ideologi gender yang terdapat dalam sepuluh cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut?; (3) Apakah sepuluh cerpen tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran bahasa Indonesia berwawasan gender di Sekolah Menengah Atas? Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripiskan struktur intrinsik cerpen-cerpen Indonesia yang berideologi gender karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an, (2) mendeskripsikan ideologi gender yang terdapat dalam sepuluh cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut, (3) Untuk mengetahui pemanfaatan sepuluh cerpen karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut sebagai bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang berwawasan gender di Sekolah Menengah Atas. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yang mengungkap keadaan yang sebenarnya dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.

Temuan penelitian ini adalah Pertama, cerpen pengarang perempuan ini memiliki struktur penceritaan yang logis dan kronologis. Tokoh utama yang ditampilkan semuanya perempuan dan karater yang memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan dan istri, ada juga tokoh yang menentang ketentuan adat Buton. Tema cerita adalah tentang kemelut hidup yang dihadapi oleh seorang perempuan dan istri. Kedua, ideologi gender yang terdapat dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan di atas dipengaruhi oleh empat ideologi gender, yaitu ideologi patriarki, ibuisme, familialisme, dan umum yang mengakibatkan adanya ketidakadilan gender, yaitu perempuan tersubordinasi, termarginalisasi, terdiskriminasi dan terepresi. Ideologi patriarki dan ideologi umum lebih banyak muncul yakni, 9 cerpen yang dianalisis yaitu,

“Bajunya Sini” karya Ratna Indraswari, “Lais” karya Nenden Lilis, “Bukan Jalan Terbaik” karya La Rose, “Bunga dalam Gelas” karya Dorothea Rosa Herliany,“La Runduma” karya Waode Wulan Ratna, “Perempuan dari Sorento” karya Naning Pranoto, “Air Suci Sita” karya Leila S. Chudori, “Cerita Malam Pertama” karya Titis Basino, dan “Selubung Hitam” karya Titi Said. Sedangkan ideologi familialisme dan ideologi ibuisme hanya terdapat pada 6 cerpen yakni,

“Bunga dalam Gelas” karya Dorothea Rosa Herliany, “Cerita Malam Pertama” karya Titis

Basino, “Lais” karya Nenden Lilis, “Perempuan dari Sorento” karya Naning Pranoto, “Sagra” karya Oka Rusmini, dan “Selubung Hitam” karya Titi Said. Dari temuan penelitian,

(2)

This research is motivated by the ideology of gender in the works of Indonesian literature in this short story, as well as the existence of literary learning conditions in schools are almost negligible. Moreover, the work of women authors less introduced so that students do not know many of the works and progress of women in literature. The formulation of the problem in this study are as follows: (1) What is the intrinsic structure of the short stories of Indonesian gender ideology works of women writers 1970-2000 decade late ?; (2) How does gender ideology contained in the works of the author of ten short stories Indonesian women's decade 1970-2000 is ?; (3) Are the ten short stories can be used as learning materials insightful Indonesian gender

in high school?

The purpose of this study were (1) the intrinsic structure mendeskripiskan short stories of Indonesian gender ideology of women's work writer's decade 1970-2000, (2) describe the ideology of gender in the works of the author of ten short stories Indonesian women's decade of 1970-2000, the (3) To examine the use of ten short story by the author of the women's decade 1970-2000 as the learning material-minded Indonesian gender in high school. The research methods used in this study is descriptive analytic method that reveals the real situation in the short story works of women authors Indonesia's 1970-2000 decade.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR BAGAN... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Batasan Masalah... 12

C. Rumusan Masalah... 13

D. Tujuan penelitian... 13

E. Manfaat penelitian... 14

F. Paradigma Penelitian... 15

BAB II LANDASAN TEORI... 16

A. Pengertian dan Karakteristik Cerpen... 16

B. Struktur Cerpen... 17

C. Ideologi Gender... 31

1. Pengertian Ideologi... 32

2. Pengertian Gender... 32

a. Profil dan Identitas Gender... 34

b. Peran dan Relasi Gender... 36

c. Stereotif Gender... 38

3. Jenis Ideologi Gender... 39

4. Ketidakadilan Gender... 40

a. Gender dan Marginalisasi Perempuan... 41

b. Gender dan Diskriminasi... 42

(4)

Avini Martini, 2015

d. Gender dan Represi (kekerasan)... 42

D.Faktor-faktor Pelestari Ideologi Gender ... 44

1. Tafsir Agama... 45

2. Budaya Etnis... 48

3.Politik (Kebijakan Pemerintah)... 49

E. Peran Perempuan dalam Kesusastraan Indonesia... 50

F. Pengertian Bahan Ajar... 56

1. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar... 56

2. Jenis-Jenis Bahan Ajar... 57

G. Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Gender... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 62

A. Metode Penelitian... 62

B. Definisi Operasional... 64

C. Data dan Sumber Data Penelitian... 66

D. Teknik Pengumpulan Data... 66

E. Teknik Analisis Data... 67

F. Pedoman Analisis Teks... 69

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 72

A. Analisis Data... 72

1. Cerpen “Selubung Hitam... 72

a. Ikhtisar cerpen... 72

b. Analisis struktur cerpen... 74

c. Analisis ideologi gender... 85

2. Cerpen “Cerita di Malam Pertama”... 94

a. Ikhtisar cerpen... 94

b. Analisis struktur cerpen... 95

c. Analisis ideologi gender... 106

3. Cerpen “Bukan Jalan Terbaik”... 116

a. Ikhtisar cerpen... 116

b. Analisis struktur cerpen... 117

(5)

4. Cerpen “Air Suci Sita”... 127

a. Ikhtisar cerpen... 127

b. Analisis struktur cerpen... 128

c. Analisis ideologi gender... 133

5. Cerpen “Bunga dalam Gelas”... 136

a. Ikhtisar cerpen... 136

b. Analisis struktur cerpen... 137

c. Analisis ideologi gender... 146

6. Cerpen “Sagra”... 157

a. Ikhtisar cerpen... 157

b. Analisis struktur cerpen... 157

c. Analisis ideologi gender... 166

7. Cerpen “Bajunya Sini”... 171

a. Ikhtisar cerpen... 171

b. Analisis struktur cerpen... 172

c. Analisis ideologi gender... 181

8. Cerpen “La Runduma”... 186

a. Ikhtisar cerpen... 186

b. Analisis struktur cerpen... 187

c. Analisis ideologi gender... 194

9. Cerpen “Perempuan dari Sorrento”... 197

a. Ikhtisar cerpen... 197

b. Analisis struktur cerpen... 199

c. Analisis ideologi gender... 212

10. Cerpen “Lais”... 222

a. Ikhtisar cerpen... 222

b. Analisis struktur cerpen... 224

c. Analisis ideologi gender... 233

B. Hasil Analisis... 242

(6)

Avini Martini, 2015

BAB V ALTERNATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA DI SMA

A. Dasar Pemikiran... 258

B. Alternatif Bahan dan kegiatan Pembelajaraan Bahasa Indonesia di SMA (Modul)... 258

C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 260

D. Modul Bahasa Indonesia... 267

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 299

A. Simpulan... 299

B. Saran... 301

DAFTAR PUSTAKA... 304

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang

ada dan sesuai dengan tujuan, objek, sifat ilu atau teori yang mendukung. Dalam

penelitian, objeklah yang menentukan metode yang akan digunakan

(Koentjaraningrat, 2000:7-8). Dengan demikian, metode dipilih berdasarkan

pertimbangan kesesuaian objek yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar dalam

penelitian dapat menghasilkan hasil yang sesuai dengan harapan peneliti. Jadi

yang dimaksud dengan metode adalah langkah-langkah yang harus ditempuh oleh

peneliti dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurur Bognan (Moleong, 1993: 3) mendefinisikan bahwa metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku-perilaku yang dapat diamati.

Penggunaan metode kualitatif dianggap relevan karena karakteristik metode

kualitatif sesuai dengan karakteristik dalam penelitian karya sastra. Karakteristik

tersebut menurut Hasan (dalam Aminuddin, 1990: 15-18) meliputi: (1) data

dikumpulkan langsung dari situasi sebagaimana adanya karena fenomena

memperlihatkan maknanya secara penuh dalam konteksnya (2) peneliti sebagai

instrumen kunci dalam pengumpulan analisis data karena sifatnya yang respontif

dan adaptif terhadap fenomena yang terjadi, (3) bersifat deskriptif, artinya data

dianalisis dan disampaikan tidak dalam bentuk angka-angka, (4) proses lebih

penting daripada hasil, dan (5) analisis dilakukan secara induktif, penelitian tidak

dilakukan dalam rangka pengujian hipotesis.

Penelitian ini, menggunakan metode penelitian yang serbaguna dan

transdisipliner untuk menunjukkan representasi perbedaan manusia dan

mengupayakan perubahan sosial melaui hubungan spesial dengan pembaca hasil

(8)

Avini Martini, 2015

mengungkap keadaan yang sebenarnya dalam cerpen-cerpen Indonesia karya

pengarang perempuan dekade 1970-2000-an yang diwakili oleh Ratna Indraswari,

Oka Rusmini, Leila S. Chudori, Dorothea Rosa Herliany, Titie Said, Titis Basino,

La Rose, Naning Pranoto, Nenden Lilis A, dan Waode Wulan Ratna. Metode ini

didasarkan pada data yang akan dianalisis berupa teks karya sastra cerpen

Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970- 2000-an . Metode deskriptif

analitik adalah metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan

menguraikan untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang dijadikan

pusat perhatian dan penelitian (Ratna, 2007:39).

Metode Deskriptif analitik sesuai dengan haikatnya adalah data yang telah

terkumpul itu kemudian diseleksi, dikelompokkan, dilalukan pengkajian,

diinterpretasikan, dan disimpulkan. Kemudian hasil simpulan tersebut di

deskripsikan. Pendeskripsian data-data dilakukan dengan mengetengahkan

fakta-fakta yang berhubungan dengan pembahasan yang mendalam tentang

bentuk-bentuk ideologi gender dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang

perempuan dekade 1970-2000-an.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

deskriptif analitik, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah analisis

struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Data penelitian ini berupa data verbal

dan hasilnya berupa deskripsi tentang sesuatu (Bognan dan Taylor, 1992:21),

yaitu deskripsi tentang ideologi gender pada cerpen Indonesia pengarang karya

perempuan dekade 1970-2000-an. Adapun Analisis data kualitatif merupakan

analisis yang dilakukan berdasarkan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan hal-hal yang dapat diceritakan kepada orang lain

(Bognan & Biklen dalam Moleong, 2006:2). Tahapan analisis data kualitatif

adalah sebagai berikut.

(1) membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada

dalam data; (2) mempelajari kata-kata kunci dengan berupaya menemukan

tema-tema yang berasal dari data; (3) menuliskan model yang ditemukan; dan (4)

(9)

64

penelitian kualitatif, peneliti berusaha mendeskripsikan secara objektif peristiwa

dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya, kemudian digambarkan atau

dideskripsikan apa adanya. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif deskriptif

tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Perlakuan atau manipulasi variabel tidak

diperlukan, sebab gejala dan peristiwa telah ada dan peneliti tinggal

mendeskripsikannya (Sudjana & Ibrahim, 2007, hlm. 65).

Berdasarkan pendapat tersebut, arah atau fokus dalam penelitian ini adalah

ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade

1970-2000. Urutan analisisnya sebagai berikut.

1. Analisis struktur cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade

1970-2000-an yang diwakili oleh Ratna Indraswari, Oka Rusmini, Leila S. Chudori,

Dorothea Rosa Herliany, Titie Said, Titis Basino, La Rose, Naning Pranoto,

Nenden Lilis A, dan Waode Wulan Ratna.

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang

perempuan dekade 1970-2000.

3. Analisis ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan

dekade 1970-2000-an tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi

kualitatif dalam pendeskripsian yang diteliti dan penuh nuansa untuk

menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok),

keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi

analisis dan interpretasi (Nawawi, 2007, hlm. 8). Pengkajian deskriptif

menyarankan pada pengkajian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan

fakta atau fenomena secara empiris hidup pada penuturnya (sastrawan), artinya

yang dicatat dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa

adanya.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini diuraikan ke dalam empat bagian,

(10)

Avini Martini, 2015

1. Struktur Intrinsik Cerpen

Struktur intrinsik cerpen adalah unsur atau bagian-bagian yang dibangun

dari dalam yang meliputi alur, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan gaya

bahasa sehingga cerpen itu dapat dipahami oleh pembaca karena adanya susunan

atau unsur-unsur yang jelas pada cerpen tersebut.

2. Ideologi Gender

Ideologi Gender adalah sistem nilai atau gagasan yang dianut masyarakat

serta proses-proses yang membedakan antara laki-laki dan perempuan

berdasarkan sifat-sifat dan konstruksi secara sosial, bukan berdasarkan perbedaan

biologis.

3. Cerpen Indonesia Karya Pengarang Perempuan Dekade 1970-2000-an Cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000 adalah

cerita pendek Indonesia yang ditulis oleh perempuan dan karyanya dihasilkan

pada kurun waktu tahun 1970-1980, 1980-1990, dan 1990-2000 dalam arti tiga

dekade.

No Judul Cerpen Pengarang Tahun

1 Selubung Hitam Titie Said 1970

2 Cerita di Malam Pertama Titis Basino 1970

3 Bukan Jalan Terbaik La Rose 1970

4 Air Suci Sita Leila Chudori 1980

5 Bunga Dalam Gelas Dorothea Rosa Herliany 1990

6 Sagra Oka Rusmini 1990

7 Bajunya Sini Ratna Indraswari Ibrahim 1990

8 La Runduma Waode Wulan Ratna 2000

9 Perempuan dari Sorrento Naning Pranoto 2000

10 Lais Nenden Lilis Aisyah 2000

4. Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia berwawasan Gender

Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Gender adalah materi

pembelajaran yang didalamnya memuat hal-hal yang berkaitan dengan gender.

(11)

66

melalui teks cerpen diharapkan akan menanamkan sadar gender terhadap siswa

sejak dini sehingga dapat meminimalisir ketidakadilan yang terjadi.

C. Data dan Sumber Data Penelitian

Data merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap bentuk

penelitian baik kuantitaif maupun kualitatif. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data-data yang berupa

deskripsi, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan

antarvariabel. Adapun data dalam penelitian ini merupakan data penelitian teks

sastra. Data penelitian sastra adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna,

2007:47). Data dalam penelitian ini dikemukakan secara verbal, dan berwujud

teks atau bagian-bagian teks, yaitu korpus data yang merepresentasikan ideologi

gender.

Sumber data dalam penelitian ini adalah teks sastra berupa cerpen

Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000 dan digolongkan

sebagai dokumen. Dalam hal ini karya sastra dianggap sebagai salah satu jenis

dokumen yang diproduksi oleh pengarang. Beberapa kriteria penentuan sumber

data antara lain: (1) bentuk teks berupa cerpen, (2) karya pengarang perempuan

periode 1970-2000, (3) dicetak dan ditulis pertama kali dalam bahasa Indonesia,

(4) memenuhi kadar kesastraan, (5) banyak menceritakan tokoh perempuan dan

masalah perempuan, (6) bukan cerpen remaja atau cerpen anak-anak.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, harus benar-benar dilakukan oleh

peneliti, karena dalam kegiatan penelitian data yang berhasil digali, dikumpulkan

dan dicatat, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Hal ini menuntut

setiap peneliti harus memilih dan menentuka cara-cara yang tepat untuk

mengembangkan validitas data yang diperoleh.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam

(12)

Avini Martini, 2015

secara intensif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) studi dokumentasi,

yakni peneliti membaca dan menguji sumber data. Pengujian pertama: memahami

dan menghayati secara kritis (utuh, menyeluruh dari sumber data). Pengujian

kedua: mempertajam, memperdalam pemahaman dan penghayatan untuk memilih

dan menelaah data. Pembacaan dan penyajian dilakukan secara kritis, teliti,

cermat berdasarkan prinsip-prinsip penghayatan dan pemahaman arti secara

mendalam, memadai, dan mencukupi pada sumber data dapat dicapai; (2)

membaca ulang, yakni menandai, mencatat, mengutip, bagian-bagian yang

dijadikan data dari sumber data; dan (3) peneliti mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan data sesuai dengan masalah.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

interpretatif, yaitu memaparkan data terlebih dahulu, setelah data terkumpul dan

tersaring oleh peneliti kemudian mengidentifikasi dalam bentuk paparan bahasa,

bukan angka. Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Patton dan Moleong,

2013:280).

Langkah-langkah analisis data secara umum adalah sebagai berikut.

1. Pengidentifikasian data sesuai dengan permasalahan.

2. Pengorganisasian data dalam formasi tertentu sesuai dengan kategori dan

pilihan dengan cara mengklasifikasikannya.

3. Penafsiran makna atau representasi makna sesuai dengan permasalahan yang

telah dianalisis dengan cara memberi kode-kode tertentu (kodifikasi).

4. Penentuan data yang diangkat (melalui penarikan kesimpulan sementara),

diprediksi serta penelusuran data baru (melalui penarikan kesimpulan akhir)

yang diperlukan bila ada kekurangan data sehubungan dengan permasalahan.

Analisis data penelitian dapat dilakukan dengan model alur yang

diadaptasi dari model alur analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles

(13)

68

atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama, yaitu reduksi data,

penyajian data, serta verifikasi dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan adaptasi dari model tersebut maka dalam penelitian ini

menggunkan alur analisis data yang digambarkan sebagai berikut.

Bagan 3.1

Proses Pengkajian Cerpen Berideologi Gender Karya Perempuan

Cerpen sebagai sumber data

Pengumpulan Data:

- Pembacaan Kritis Kreatif - Pengidentifikasian data

Penyajian Data:

1. Struktur cerpen karya permpuan pengarang Indonesia dalam dekade 1970-2000

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000.

3. Ideologi gender yang terdapat dalam cerpen karya perempuan pengarang Indonesia dalam dekade 1970-2000

Penafsiran Makna

Penyimpulan makna sementara

Hasil Pengolahan Data

1. Struktur cerpen karya perempuan pengarang Indonesia dalam dekad 1970-2000.

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000.

(14)

Avini Martini, 2015

F. Pedoman Analisis Teks

Untuk mengetahui ideologi gender yang terdapat dalam cerpen-cerpen yang

menjadi kajian penelitian ini, dilakukan sejumlah langkah. Langkah-langkah yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Menyebutkan identitas cerpen, terdiri atas:

a. Judul cerpen

b. Pengarang

c. Nama Antologi

d. Penerbit

2. Menguraikan ikhtisar cerpen

3. Menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen, yaitu tokoh (penokohan), alur (plot),

latar, tema, sudut pandang, dan bahasa, serta mengkaji ideologi gender yang

terdapat dalam cerpen-cerpen tersebut. Analisis dilakukan dengan acuan seperti

pada bagan berikut.

Tabel 3.1

Pedoman Analisis Cerpen

No Pokok-pokok

Analisis Penjelasan Kajian Gender

1 Tokoh (penokohan)

a. Menjelaskan siapa tokoh utama dan tambahan 2 Alur (plot) a. Analisis unsur-unsur plot

yaitu:

1. Alur kronologis

1) Tahap penyituasian (tahap

(15)

70

3) Tahap peningkatan konflik

(16)

Avini Martini, 2015

5) Tahap penyelesaian

(konflik yang telah mencapai klimaks diberi

penyelesaian, ketegangan dikendorkan)

2. Alur logis kausalitas

1) Peristiwa, meliputi hal-hal

yang dilakukan dan hal-hal yang dialami tokoh, serta

sikap (tingkah laku) para tokoh dalam menghadapi peristiwa yang menimpa

dirinya.

b. Analisis tahapan plot berdasarkan unsur-unsur di atas.

familialisme, dan

ideologi umum)

3 Latar a. Analisis jenis latar (latar tempat, latar sosial, atau latar waktu)

b. Analisis pengaruh latar

terhadap sikap dan tingkah laku para tokoh.

4 Tema Apa makna, ide/gagasan dasar

cerita tersebut?

5 Sudut Pandang Analisis jenis sudut pandang (persona pertama/persona

ketiga)

6 Bahasa a. Analisis style

b. Analisis bentuk penuturan,

yaitu narasi dan dialog

4. Menganalisis representasi ideologi gender dalam cerpen-cerpen tersebut

menggunakan analisis wacana ideologi gender yang telah dipaparkan dalam

(17)

BAB V

ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

A. Dasar Pemikiran

Hasil analisis struktur dan representasi ideologi gender dalam cerpen

Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini ditindaklanjuti

dengan menawarkan alternatif bahan ajar untuk bahan mata pelajaran Bahasa

Indonesia khususnya kelas XII pada kompetensi inti 4 dan Kompetensi Dasar 1.4

yakni memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan)

terhadap suatu karya (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan

antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra. Alternatif bahan ajar

yang ditawarkan kiranya dapat dipertimbangkan untuk dijadikan pedoman bagi

para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan memilih bahan ajar yang

sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan tentunya sesuai

dengan syarat pemilihan bahan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.

Penyusunan alternatif bahan ajar dengan memanfaatkan cerpen yang telah

dianalisis juga dimaksudkan untuk mempermudah para guru mata pelajaran

Bahasa Indonesia, khususnya pada materi pelajaran sastra. Dalam menentukan

bahan pembelajaran yang dapat membangun minat dan kesadaran peserta didik

terhadap masalah gender sehingga diharapkan para siswa sebagai generasi penerus

dapat memiliki kesadaran gender sejak dini.

B. Alternatif Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Berwawasan Gender di SMA (Modul)

Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai bahan ajar cetak yang

telah disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Dalam penulisan bahan ajar tersebut,

penulis memilih model penulisan modul sebagai alternatif bahan ajar yang

ditawarkan berdasarkan hasil analisis terhadap struktur dan ideologi gender dalam

(18)

Avini Martini, 2015

Pembuatan alterntif bahan ajar berupa modul ini berdasarkan pada petunjuk

pembuatan modul dalam Prastowo (2012, hlm. 103-164), modul pada dasarnya

adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang

mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usianya agar

peserta didik dapat belajar sendiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal

dari pendidik. Dengan modul, peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat

kemampuan mereka terhadap materi yang dibahas setiap satu satuan modul,

sehingga apabila telah menguasainya, mereka dapat melanjutkannya pada satu

satuan modul berikutnya.

Dengan demikian, pembuatan modul juga telah mempertimbangkan bahasa,

psikologi, dan latar budaya peserta didik. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut

diharapkan peserta didik lebih mudah memahami isi bacaan yang ditampilkan di

dalam modul. Selanjutnya, pembuatan modul haruslah sesuai dengan panduan

pembuatan modul yang kreatif dan inovatif. Oleh sebab itu, penulis mencoba

berawal dari struktur pembuatan modul oleh Surahman (dalam Prastowo, 2012,

hlm. 112) yang meliputi sebagai berikut.

a. Judul modul

Bagian ini berisi tentang nama modul dari suatu mata pelajaran tertentu. b. Petunjuk umum

Bagian ini memuat menjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran, meliputi: kompetensi dasar, pokok bahasan, indikator pencapaian, referensi, strategi pembelajaran, lembar kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

c. Materi modul

Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang dikuliahkan pada setiap pertemuan.

d. Evaluasi semester

Evaluasi ini terdiri atas evaluasi tengah semester dan akhir semester dengan tujuan untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai materi kuliah yang diberikan.

Berdasarkan struktur pembuatan modul di atas, penulis mencoba untuk

membuat sebuah modul yang inovatif berdasarkan hasil analisis terhadap sepuluh

cerpen yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. Pembuatan modul tersebut

juga menyesuaikan format pembuatan modul yang mengandung berbagai unsur

(19)

260

adalah judul, kata pengantar, daftar isi, latar belakang, deskripsi singkat, uraian

KI, KD, dan tujuan pembelajaran, uraian materi, latihan/tugas, rangkuman, tindak

lanjut, glosarium, daftar pustaka, dan kunci jawaban.

C. Perencanaan dalam Pengajaran Cerpen

Dalam pelaksanaan pengajaran, seorang guru terlebih dahulu harus

menentukan model pengajaran yang akan ia pakai sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang akan ia capai. Model pembelajaran merupakan bagian penentu

dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang

menyenangkan dalam proses belajar mengajar di kelas adalah Model Berpikir

Induktif. Selain itu, guru juga dapat mempergunakan berbagai macam model

pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemanfaatan model ini

dapat dilihat dalam model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai

berikut.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas

Kelas/Semester : XII/satu

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Topik : Cerpen

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit

a. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

(20)

Avini Martini, 2015

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar

4.4 Memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra.

c. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Memahami definisi cerpen

2. Memahami struktur intrinsik cerpen 3. Menentukan struktur intrinsik cerpen 4. Memahami definisi gender

5. Memahami perbedaan gender

6. Membuat tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca.

d. Tujuan Pembelajaran

1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami definisi cerpen.

2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami struktur intrinsik cerpen.

3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa mampu menentukan struktur intrinsik cerpen.

4. Siswa mampu memahami definisi gender. 5. Siswa mampu memahami perbedaan gender,

6. Siswa mampu tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca.

e. Materi Pembelajaran 1. Definisi Cerpen 2. Stuktur Cerpen

2.1 Pengertian Tokoh 2.2 Pengertian Alur 2.3 Pengertian Latar 2.4 Tema

2.5 Sudut Pandang 2.6 Bahasa

(21)

262

f. Alokasi Waktu  4 x 45 Menit

g.Metode Pembelajaran

 Metode problem based learning

h. Kegiatan Pembelajaran

Tabel 5.1

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

Waktu Pendahuluan 1. Siswa merespon salam dan pertanyaan

dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.

2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3. Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.

4. Siswa dibentuk ke dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa.

5. Siswa duduk berkelompok dengan kelompoknya masing-masing.

10 Menit

Inti a. Mengamati

1. Seluruh siswa membaca teks cerpen dan mencermati masalah dalam isi teks tersebut.

2. Siswa mencermati stuktur teks cerpen dan mencermati masalah yang terkandung dalam isi cerpen tersebut.

b. Menanya

1. Siswa menanyakan definisi cerpen

2. Siswa menanyakan masalah (penyebab dan dampak) yang terkandung dalam isi teks cerpen.

(22)

Avini Martini, 2015

sendiri.

4. Siswa menanyakan bagian-bagian dari struktur cerpen.

c. Mengeksplorasi

1. Siswa menemukan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, amanat). 2. Siswa menemukan masalah pada cerpen

mengenai gender.

d. Mengasosiasi

1. Siswa mendiskusikan hasil temuan terkait dengan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, anamat).

2. Siswa menyimpulkan hasil temuan terkait masalah gender.

3. Siswa memberikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca terkait dengan gender.

e. Mengomunikasikan

1. Tiap kelompok, siswa membacakan hasil diskusinya mengenai struktur cerpen yang dibuatnya.

2. Siswa mempresentasikan bagian-bagian dalam struktur cerpen yang ditemui pada teks.

3. Siswa mempresentasikan masalah yang terkandung dalam isi teks cerpen mengenai perbedaan gender dan masalah terhadap gender.

4. Siswa lain menanggapi presentasi teman atau kelompok lain secara santun.

10 Menit

20 Menit

70 Menit

20 Menit

Penutup 1. Siswa dan guru merefleksi simpulan tentang topik pembelajaran.

2. Siswa diberi kesempatan bertanya atau mengungkapkan pengalaman ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.

(23)

264

Tes tertulis Isian 1. Jelaskan pengertian cerpen!

Mengetahui stuktur cerpen

Tes tertulis Isian 1. Jelaskan struktur cerpen!

Memberikan

tanggapan kritis terhadap teks cerpen yang telah dibaca

Tes tertulis Isian 1. Berikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang telah dibaca!

3. Format Isian

Tabel 5.4

Format Isian Analisis Cerpen

No Unsur yang Diamati Hasil Pengamatan/Pembuktian

1 Alur

2 Tokoh dan Penokohan 3 Latar (Tempat dan Waktu) 4 Tema

(24)

Avini Martini, 2015

7 Memberikan tanggapan kritis terkait ideologi gender

Simpulan tentang ideologi gender yang terkandung dalam cerpen : ... ... ... ... ...

4. Evaluasi untuk Tugas Kelompok

 Setelah pengisian format selesai, secara acak guru menugasi beberapa

kelompok untuk melaporkan hasil pengisian format. Jadi pembelajaran

dikembangkan menjadi melaporkan secara lisan (berbicara).

 Guru mengumpulkan format yang telah diisi siswa setiap kelompok.  Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran tentang cerpen, terutama

yang berkaitan dengan ideologi gender yang terdapat dalam cerpen.

5. Evaluasi untuk Tugas Individu

Bacalah cerpen-cerpen yang telah disediakan , kemudian analisislah unsur

intrinsik dan ideologi gender yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Tabel 5.5

Rubrik Penilaian Analisis Cerita Pendek

No Aspek Indikator Skor

1 Alur

 Menemukan alur cerita disertai bukti.

 Menemukan alur cerita tidak disertai bukti/bukti salah.

 Menemukan alur cerita tetapi salah.

5 3

1

2 Tokoh dan Penokohan

 Menemukan tokoh dan penokohan disertai bukti.

 Menemukan tokoh dan penokohan tetapi tidak disertai bukti.

 Penokohan tidak sesuai dengan tokoh dalam cerpen yang dibaca.

5 3

1

3 Latar

 Menguraikan latar secara jelas dan logis disertai bukti.

 Menguraikan latar secara jelas dan logis tidak disertai bukti.

 Latar yang diuraikan tidak sesuai dengan latar yang terdapat dalam cerpen yang dibaca.

5

3

1

(25)

266

yang jelas.

 Menemukan tema yang sesuai tetapi tidak disertai bukti.

 Menemukan tema tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca.

3

1

5 Gaya Bahasa

 Menemukan gaya bahasa yang sesuai disertai bukti yang jelas.

 Menemukan gaya bahasa yang sesuai tetapi tidak sertai bukti.

 Gaya bahasa yang ditemukan tidak sesuai dengan gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen yang dibaca.

5

3

1

6 Sudut Pandang

 Menemukan sudut pandang yang sesuai dengan bukti yang jelas.

 Menemukan sudut pandang yang sesuai tanpa disertai bukti.

 Menemukan sudut pandang tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca.

5

3

1

7

Ideologi Gender

 Menemukan ideologi gender disertai bukti yang benar.

 Menemukan ideologi gender tetapi tidak disertai bukti yang benar.

 Menemukan ideologi gender tetapi tidak sesuai dengan cerpen yang dibaca.

5

3

(26)

Avini Martini, 2015

Modul Bahasa Indonesia

SEKOLAH MENENGAH ATAS

KELAS XII SEMESTER 1

Oleh Avini Martini

(27)

268

BAHASA INDONESIA WACANA PENGETAHUAN A. Kata Pengantar

Modul ini dipersiapkan untuk mendukung kebijakan kurikulum 2013 yang

mempertahankan mata pelajaran Bahasa Indonesia masih berada dalam daftar

mata pelajaran di sekolah. Di dalam buku ini ditegaskan pentingnya keberadaan

mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pembawa pengetahuan (carrier of

knowledge). Sesuai dengan kurikulum 2013, dalam subbab modul ini akan

dipelajari hal-hal sebagai berikut: (a) pengertian dan karakteristik cerpen, (b)

struktur pembangun cerpen, (c) ideologi gender yang terkandung dalam cerpen,

(d) cerpen karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.

Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan memperoleh

pemahaman mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan ideologi gender

yang terkandung dalam cerpen serta implikasinya dalam kehidupan

bermasyarakat. Kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, memecahkan

masalah, rasa keingintahuan, dan mampu menerapkan keterampilan dalam

kehidupan sosial masyarakat. Selain itu, peserta didik diharapkan memiliki

kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasama dalam masyarakat

baik dalam lingkungannya sendiri maupun secara global. Dalam penulisan modul

ini, penulis mengakui masih banyak kekurangannya maka kritik dan saran yang

(28)

Avini Martini, 2015

MARI BELAJAR CERITA PENDEK YUK!!!! 1. Kompetensi Inti

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

2. Kompetensi Dasar

4.4 Mengevaluasi hasil analisis puisi dan atau cerpen, baik dari media cetak maupun elektronik.

3. Tujuan Pembelajaran

1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk dapat mengetahui definisi cerpen serta dapat memahami struktur cerpen. Selain itu siswa dapat menentukan perbedaan gender setelah menganalisis cerpen. 2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa memiliki dan menunjukan

sikap jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab.

3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa dapat menentukan tokoh, alur, tema, latar, serta amanat dalam cerpen.

4. Setelah siswa mengetahui struktur cerpen, siswa dapat menganalisis nilai gender yang terkandung dalam cerpen.

4. Petunjuk

a. Bacalah dengan cermat sebelum Anda mengerjakan tugas. b. Bacalah literatur lain untuk memperkuat pemahaman Anda. c. Kerjakanlah setiap langkah sesuai dengan perintah pengerjaan.

d. Konsultasikan dengan guru jika menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas

5. Materi Pembelajaran 4. Definisi Cerpen 5. Stuktur Cerpen

5.1 Pengertian Tokoh 5.2 Pengertian Alur 5.3 Pengertian Latar 5.4 Tema

5.5 Sudut Pandang 5.6 Bahasa

(29)

270

Uraian Materi

a. Pengertian dan Karakteristik Cerpen

Edgar Allan Poe (Nurgiyantoro, 1995, hlm.10), mengemukakan bahwa

cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira

berkisar anatara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin

dilakukan untuk membaca sebuah novel. Cerpen yang panjang yang terdiri dari

puluhan ribu kata dapat disebut novelet. Cerpen juga menuntut penceritaan yang

ringkas, tidak sampai pada detail-detail khusus yang “kurang penting” yang lebih

bersifat memperpanjang cerita.

Mengenai ukuran pendek ini, Nurgiyantoro (1995, hlm. 10) menjelaskan

bahwa ada cerpen yang pendek (short-short story), bahkan mungkin pendek sekali

hanya berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short

story), serta ada yang panjang (long short story) yang terdiri atas puluhan atau

bahkan beberapa puluh ribu kata.

Kosasih (2012, hlm. 34) mengatakan bahwa cerpen merupakan cerita yang

menurut wujud fisiknya berbentuk. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita

tersebut relatif. Namun pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis

dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000

kata. Oleh karena itu, para ahli menyebut cerita pendek sebagai cerita yang dapat

dibaca dalam sekali duduk.

Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Jumlah tokohnya terbatas.

Jalan ceritanya juga sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen memiliki

ciri-ciri sebagai berikut.

1. Alur lebih sederhana.

2. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang.

3. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup relatif terbatas.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud cerpen adalah cerita atau narasi yang

fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi mungkin dapat terjadi di mana dan kapan

(30)

Avini Martini, 2015

b. Struktur Cerita Pendek

Pengkajian karya sastra merupakan usaha yang dilakukan untuk memahami

dan menginterpretasikan karya sastra tersebut. Karya sastra dibangun oleh struktur

yang tidak sederhana. Menurut Hawkes (Pradopo, 1987, hlm. 119-120),

strukturalisme pada dasarnya dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia

yang lebih, merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan

demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai

makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang

terkandung didalamnya.

Ada empat pendekatan yang digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti

yang dikemukakan Abrams (Pradopo, 2007, hlm. 140), yaitu (1) pendekatan

mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan); (2)

pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk

mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif, yang menganggap karya sastra

sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair; (4) pendekatan

objektif menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, terlepas dari alam

sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Jadi yang ditekankan dalam pengkajian

menggunakan pendekatan tersebut adalah karya sastra itu sendiri dengan struktur

intrinsiknya sebagai tujuan analisis.

Sumardjo & Saini K.M (1994, hlm. 37) mengemukakan bahwa penceritaan

atau narasi dalam sebuah cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis. Inilah

sebabnya dalam sebuah cerpen biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya

ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek saja bagi pembacanya. Semuanya harus

serba ekonimis sehingga hanya ada satu kesan saja pada pembacanya. Namun

begitu, sebuah cerpen harus merupakan satu kesatuan bentuk yang betul-betul

utuh dan lengkap. Ketutuhan dan kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi

unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah peristiwa cerita (alur

atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir

cerita), latar cerita (setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa

(31)

272

Nurgiyantoro (1995, hlm. 23) lebih luas lagi dari pendapat di atas

menyatakan bahwa unsur-unsur pembangun sebuah karya fiksi, termasuk

didalamnya cerpen, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

unsur intrinsik (unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri), dan unsur

ekstrinsik (unsur-unsur di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra).

Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 23), diantaranya adalah:

tema, plot, perwatakan (penokohan), latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau

gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik, seperti yang dijelaskan

Wellek dan Waren (1995, hlm. 29) antara lain biografi pengarang atau keadaan

subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan

hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur

ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang, maupun

psikologi pembaca. Keadaan lingkungan masyarakat juga, seperti ekonomi,

politik, dan sosial, dan juga pandangan hidup suatu bangsa termasuk dalam unsur

ekstrinsik karena dianggap berpengaruh terhadap karya sastra.

Pada pelajaran ini, kalian akan belajar memahami unsur-unsur pembangun

cerpen. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Tema

Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan

sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu

yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya,

tentang kehidupan atau komentar terhadap kehidupan (Sumardjo & Saini K.M,

1991, hlm. 56).

Tema dalam pengertian di atas dapat pula dikatakan sebagai makna sebuah

cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat Stanton (2012, hlm. 36) yang mengatakan

tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna.

Sumardjo dan Saini K.M mensejajarkan istilah tema dengan ide, sedangkan

Stanton mengistilahkannya dengan makna, Hartoko dan Rahmanto menggunakan

(32)

Avini Martini, 2015

(1986, hlm. 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya

sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis.

2) Tokoh (Penokohan) a) Pengertian

Membahas mengenai tokoh dalam sebuah karya sastra terutama karya fiksi

sering dihubungkan dengan istilah-istilah lainnya seperti tokoh dan penokohan,

watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi. Sering istilah tersebut

digunakan secara bergantian dan dianggap memiliki pengertian yang sama.

Padahal sebetulnya, istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Nurgiyantoro (1995, hlm. 165) mengemukakan, istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya atau pelaku cerita. Watak/karakter, menunjuk pada sifat dan sikap

para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca. Dengan kata lain, watak/karakter

lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Adapun penokohan dan

karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan perwatakan yang menunjuk

pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu sebuah cerita.

Berdasarkan uraian di atas, maka sedikitnya dapat tergambar perbedaaan

tokoh-penokohan, watak-perwatakan, karakter-karakterisasi. Akan tetapi agar

lebih jelas dan tegas maksud dari pengertian tokoh dan penokohan, di sini peneliti

akan mengemukakan definisinya.

Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya

naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165).

Adapun penokohan memiliki pengertian yang lebih luas daripada tokoh

sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah

cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165).

b) Pembedaan Tokoh

Pengertian tokoh sudah peneliti jelaskan di atas. Selanjutnya peneliti akan

(33)

274

dikemukakan karena ketika kita membaca sebuah karya fiksi (dalam hal ini

cerpen) maka kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di

dalam cerita tersebut. Mengetahui penggolongan tokoh dapat memudahkan kita

memahami hal-hal yang bersangkutan dengan permasalahan tokoh tersebut.

Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, maka tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh utama (center character, main

character) dan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh

yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Tokoh tersebut merupakan

tokoh yang sering diceritakan, baik segi pelaku, kejadian/peristiwa maupun yang

dikenai kejadian. Peranan tokoh ini tergolong penting dan ditampilkan terus

menerus sehingga terasa mendominasi sebagaian besar cerita (Nurgiyantoro,

1995, hlm. 176). Adapun tokoh tambahan, seperti halnya dijelaskan Nurgiyantoro

(1995, hlm. 177), adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita

lebih sedikit, dan ia hadir dalam keterkaitannya dengan tokoh utama, secara

langsung ataupun tidak langsung.

Analisis terhadap unsur tokoh dan penokohan ini akan meliputi pembedaan

tokoh di atas dan penokohan. Untuk mengetahui penokohan dalam cerpen,

peneliti mengacu pada cara yang dilakukan Yus Rusyana dalam penelitiannya

yang berjudul Novel Sunda Sebelum Perang. Dalam penelitian tersebut,

penokohan dilihat dari cara penamaan, pemerian, pernyataan atau tindakan tokoh

lain, percakapan dialog atau monolog, dan tingkah laku (Rusyana, 1979).

3) Alur (Plot)

Menurut Stanton (2007, hlm. 26) mengemukakan bahwa secara umum

mengenai alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah

alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja.

Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak

dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh

pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik

(34)

Avini Martini, 2015

variabel pengubah dalam dirinya. Adapun Aminuddin (2013, hlm. 83)

mengungkapkan bahwa alur dalam cerpen, drama atau dalam karya fiksi pada

umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa sehingga

menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Sumardjo dan Saini (1994, hlm. 48) mengemukakan bahwa plot dengan jalan

cerita memang tidak terpisahkan, tetapi harus dibedakan. Orang sering

mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi

suatu kejadian ada karena ada sebabnya dan ada alasannya. Dan yang

menggerakkan cerita tersebut adalah plot, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu

kejadian baru dapat disebut cerita kalau didalamnya ada perkembangan kejadian.

Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya

perkembangan, dalam hal ini konflik. Intisari dari plot adalah konflik. Tetapi

biasanya konflik dalam cerpen tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja,

melainkan harus ada dasarnya, seperti unsur-unsur pengenalan, timbulnya konflik,

konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal.

Hal yang senada dikemukakan Nurgiyantoro (1995, hlm. 116)

mengemukakan bahwa peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang

amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita. Peristiwa adalah kejadian

dalam cerita tetapi peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah karya

sastra pastilah banyak sekali, namun tidak semua peristiwa tersebut berfungsi

sebagai pendukung plot, itulah sebabnya untuk menentukan peristiwa-peristiwa

fungsional dengan yang bukan, diperlukan penyeleksian atau tepatnya analisis

peristiwa.

4) Latar (Setting)

Latar merupakan salah satu unsur pokok dalam sebuah karya fiksi. Latar

(setting) menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan

sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1995, hlm. 216). Berdasarkan definisi tersebut, latar dapat

dibedakan ke dalam 3 jenis yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

(35)

276

dipergunakan misalnya nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan

lain-lain. Tempat-tempat tersebut bisa bernama ataupun hanya menggunakan inisial.

Namun, latar ini cenderung bersifat fisik sehingga disebut sebagai latar fisik

(Nurgiyantoro, 1995, hlm. 218).

Sedangkan latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”

tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya

atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 230).

Adapun latar sosial, masih manurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 233) menyaran

pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di

suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku atau tata cara kehidupan

sosial masyarakat tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial

ini juga berhubungan dengan status sosial tokoh, misalnya rendah, menengah,

atau atas. Berdasarkan karakteristik yang diuraikan tersebut, maka latar sosial

dapat digolongkan sebagai latar spiritual.

Meskipun unsur latar dibeda-bedakan seperti di atas, namun kehadirannya

dalam suatu karya fiksi biasanya merupakan satu kesatuan. Namun demikian,

perlu juga dipahami bahwa tidak semua karya fiksi menghadirkan ketiga latar di

atas. Banyak karya fiksi yang hanya menonjolkan satu latar tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis latar yang meliputi 3

jenis latar di atas.

5) Sudut Pandang

Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan

dan dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian

pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi

perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan

keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang

diceritakan (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 247).

(36)

Avini Martini, 2015

gagasan dan ceritanya, termasuk didalamnya pandangan hidup dan tafsirannya

kepada kehidupan, penawaran nilai-nilai, sikap, kritik, dan lain-lain.

Menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 256-268) mengemukakan, bahwa

macam-macam sudut pandang adalah sebagai berikut:

1. Sudut pandang persona ketiga “dia”. Pada sudut pandang ini, narator adalah

seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita

dengan menyebut nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu “dia” mahatahu yaitu jika narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, dan “dia” sebagai pengamat, ialah jika narator terikat mempunyai keterbatasan pengertian terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas.

2. Sudut pandang persona pertama “aku”. Dalam sudut pandang ini narator adalah seoarng yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan

peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan

dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Sudut pandang ini terbagi dua, yakni “aku” menduduki peran utama (jadi tokoh utama protagonis), dan “aku” menduduki peran tambahan jadi tokoh tambahan protagonis.

Dalam mengidentifikasi sudut pandang, ada beberapa pertanyaan yang

jawabannya dapat dipergunakan untuk membedakan sudut pandang, yaitu:

1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan “aku”, atau seperti tak seorang pun)?

2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan?

3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan

ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikiran, atau persepsi pengarang,

kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan atau persepsi tokoh)?

4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh,

(37)

278

Analisis sudut pandang dalam penelitian ini mengacu pada pengertian,

prinsip-prinsip, dan jenis sudut pandang di atas.

6) Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.

Bahasa juga dapat digunakan sebagai sarana pengungkapan sastra. Untuk

menyampaikan dan mengungkapkan gagasan dalam karyanya kepada pembaca,

pengarang mengolah segala potensi bahasa. Potensi bahasa dikembangkan dan

digunakan pengarang dalam karya berbentuk prosa (dalam hal ini cerpen) adalah

unsur style (gaya bahasa) dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan dilaog.

Oleh karena itu, pengkajian bahasa dalam karya berbentuk prosa (cerpen) meliputi

pengkajian terhadap style dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan

dialogyang digunakan pengarang. Untuk dapat melakukan pengkajian tersebut,

tentunya kita harus terlebih dahulu memahami maksud dari style itu sendiri dan

maksud dari narasi dan dialog tersebut.

c. Ideologi Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s News Dictionary (Echols dan Shadily, 1983, hlm. 265), gender adalah diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam berbagai kamus bahasa,

pengertian jenis kelamin (seks) dengan gender tidak dibedakan secara jelas.

Padahal untuk memahami konsep gender terlebih dahulu harus dapat

membedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Jenis kelamin

adalah penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang mengacu pada

ciri-ciri biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya seseorang

yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti

halnya seorang laki-laki, yakni manusia yang memiliki penis, memiliki jakar, dan

memproduksi sperma. Adapun perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim,

dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan memiliki

alat untuk menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis

(38)

Avini Martini, 2015

kelamin yang satu dengan yang lainnya. Alat-alat biologis tersebut melekat pada

manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Secara permanen tidak berubah

dan merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat (Fakih, 2012, hlm. 8).

Masih menurut Fakih (2012, hlm. 7-8), mengemukakan bahwa gender

adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi

secara sosial dan kultural. Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral

differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni

perbedaan yang bukan kodrat/ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh

manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang cukup

panjang. Misalnya dalam masyarakat, perempuan dikenal memiliki sifat lemah

lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat,

jantan, rasional, dan perkasa. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat

dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan,

sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan

sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat yang

lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki

yang bisa berubah dari waktu ke waktu, berbeda dari tenpat ke tempat lainnya,

ataupun dari satu kelas ke kelas lainnya itulah yang dikenal dengan konsep gender

(Fakih, 2012, hlm. 9).

Dalam konsep ini jelas dibedakan antara yang bersifat alami, yakni

perbedaan biologis yang dapat juga disebut kodrat, dengan yang bersifat sosial.

Salah satu contoh, misalnya perempuan memiliki rahim, alat memproduksi telur

dan laki-laki memiliki penis, alat reproduksi sperma. Contoh tersebut merupakan

suatu kenyataan biologis/kodrat Tuhan, tetapi perempuan harus memakai rok,

berdandan, dan menghabiskan waktunya di dapur (ranah domestik) sedangkan

laki-laki memakai celana, dan menyukai kegiatan-kegiatan di luar rumah (ranah

publik) adalah suatu norma sosial yang terbentuk oleh kondisi budaya dan

masyarakat tertentu.

Kenyataan dalam masyarakat sering terjadi kerancuan dan pemutarbalikan

makna mengenai apa yang dimaksud dengan jenis kelamin (seks) dan gender.

(39)

280

gender, karena merupakan konstruksi sosial tetapi dinyatakan sebagai ketentuan

biologis atau ketentuan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat yang berarti kodrat.

Misalnya, peran gender yang diberikan pada perempuan untuk mendidik anak,

merawat dan memelihara kebersihan rumah tangga sering disebut sebagai kodrat

perempuan, padahal peran tersebut bisa dilakukan oleh laki-laki. Artinya jenis

pekerjaan tersebut dapat dipertukarkan dan tidak bersifat universal. Dengan

demikian, apa yang sering disebut dengan “kodrat” atau takdir Tuhan atas perempuan” dalam kasus mendidik anak dan mengatur rumah tangga, sesungguhnya adalah gender. Begitu pula halnya penyifatan terhadap perempuan

sebagai mahluk lemah lembut, emosional sementara laki-laki kuat, perkasa,

rasional adalah konstruksi sosial. Sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut merupakan

sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, dan lemah

lembut sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional.

Berdasarkan uraian di atas, cukup jelas apa sesungguhnya ideologi gender.

Ideologi gender adalah sistem nilai, gagasan atau pandangan yang dimiliki dan

dianut suatu masyarakat serta proses-proses yang membedakan dan

memperlakukan laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat-sifat yang dikonstruksi

secara sosial dan kultural, bukan berdasarkan perbedaan biologis.

Tahukah kamu?

Sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarangnya. Sastra lahir dari

seorang penulis, dan penulis itu hidup dalam sistem sosial masyarakat yang

menjadi kajian mengenai gender. Dalam konteks ini, karya sastra pada hakikatnya

adalah sebuah bentuk refleksi keadaan, nilai, dan kehidupan masyarakat yang

menghidupi penulisnya, atau paling tidak pernah mempengaruhi penulisnya. Oleh

sebab itu, dalam karya sastra seperti halnya cerita pendek juga terkandung nilai- Nah, pada bab ini kalian akan diajak memahami sebuah teks cerita

(40)

Avini Martini, 2015

nilai ideologi gender yang dikonstruksi hasil dari sosial dan kultural dalam suatau

masyarakat.

Dalam kamus sosiologi, ideologi diartikan sebagai: (1) perangkat

kepercayaan yang ditentukan secara sosial; (2) sistem kepercayaan yang

melindungi kepentingan golongan elit; dan (3) sistem kepercayaan (Sukanto,

1985: 230). Selanjutnya, dalam kamus antropologi, ideologi diartikan sebagai

rangkaian konsep suatu cita-cita yang diemban dan diidam-idamkan oleh

sekelompok golongan, gerakan, atau negara tertentu (Ariyono, 1985: 155).

Raymond Williams (Aisyah, 2003: 31) mengemukakan batasan ideologi sebagai

berikut: (1) sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau

lapisan masyarakat tertentu; (2) kesadaran atau gagasan yang keliru tentang

sesuatu; dan (3) proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan

gagasan.

Berikut ini adalah nama-nama pengarang perempuan yang mewakili

dekade 1970-2000-an beserta asal daerah dan salah satu judul cerpennya.

Pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an ini berasal dari

berbagai daerah, misalnya Jawa, Bali, Buton

Nama Pengarang Asal Daerah Judul Cerpen Dorothea Rosa Herliany Magelang Bunga Dalam Gelas

Leila S. Chudori Jakarta Air Suci Sita

Nenden Lilis Aisyah Jawa Barat Lais

Waode Wulan Ratna Buton La Runduma

Ratna Indraswari Malang Bajunya Sini

La Rose Pekalongan Bukan jalan Terbaik

Titis Basino Magelang Cerita di Malam Pertama

Naning Pranoto Yogyakarta Perempuan dari Sorento

Oka Rusmini Bali Sagra

(41)

282

Cerita pendek seperti karya sastra lainnya terdapat struktur pembentuknya yang meliputi tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, sudut pandang, dan amanat.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

(42)

Avini Martini, 2015

majikanku. Aku tadi merasa malu dan salah karena telah ceroboh

membuat laptop majikan laki-laki jatuh hingga tak menyala lagi. Ia

tidak marah, dan telah memaafkanku, tapi rasa malu dan bersalah

tetap tak mau pergi. Aku membenamkan kepalaku ke air untuk

mengatasi dan mengusir perasaan itu meski sulit. Setelah merasa

sia-sia, kuangkat kepalaku yang berat dan basah. Air

menetes-netes dari rambut ke bajuku yang kering. Air yang bersih dan

bening, bukan air sungi di kampungku yang mengalirkan segala

kotoran dan kejorokan dan kejorokan. Bukan air yang membawa

limbah-limbah penyakit buangan rumah sakit yang berada tidak

jauh tempatku ngontrak kamar sempit di bantaran sungai itu.

karena aku di sana mengikuti Emak.

(Penggalan Cerpen Lais: Nenden Lilis A) Tokoh

Alur adalah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan dan hubungan tertentu.

Sudaut pandang merupakan strategi atau siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 5.1 Kegiatan Pembelajaran
Tabel 5.2 Penilaian Proses
Tabel 5.5

Referensi

Dokumen terkait