• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Politik Media Studi Kasus Moneti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ekonomi Politik Media Studi Kasus Moneti"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Ekonomi Politik Media

MONETISASI DALAM EKONOMI POLITIK KOMUNIKASI (Studi Kasus Youtube)

oleh:

Nur Amala Saputri 15 / 388845 / PSP / 27142

PROGRAM S2 ILMU KOMUNIKASI JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS GAJAH MADA

(2)

MONETISASI DALAM EKONOMI POLITIK KOMUNIKASI (Studi Kasus Youtube)

Nur Amala Saputri 15 / 388845 / PSP / 27142

Abstraksi

Situs Youtube sebagai perusahaan kapital melakukan praktik komersialisasi konten video. Dengan menciptakan hubungan antara pengiklan dan audiens, situs Youtube melakukan praktik komodifikasi audiens. Keunikan situs Youtube sebagai mesin pencarian yang memposisikan audiens sebagai produsen konten, sebagai imbalannya audiens akan diberikan komisi melalui fitur monetisasi. Melalui perspektif ekonomi politik komunikasi, artikel ini mencoba menganalisis relasi kekuasaan dan praktik komodifikasi audiens dalam situs Youtube.

Kata Kunci: Youtube, Monetisasi, Komodifikasi, Audiens

Prolog

Pada tahun 2015 ini situs Youtube menduduki peringkat nomor tiga sebagai situs pencarian online yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat dunia (sumber data: alexa.com, diakses pada 18 Desember 2015). Hingga saat ini Youtube mempunyai pengguna lebih dari satu miliar, yaitu hampir sepertiga dari semua pengguna internet sebanyak 30.80%. Hal ini menunjukkan fakta bahwa Youtube menjadi situs pencarian konten video yang paling banyak diminati oleh masyarakat dunia.

Sebagai situs pencarian terbesar ketiga, pada tahun 2014 lalu tercatat jumlah pengiklan di Youtube naik dan melebihi 60% tiap tahunnya. Sedangkan sebanyak 45% pengiklan ini menggunakan fitur TrueView langsung dari Google AdWords (sumber data: support.google.com/adwords diakses 19 Desember 2015). Kelebihan fitur TrueView adalah dapat mengontrol tempat iklan ditampilkan, kapan iklan dijalankan, dan siapa yang melihatnya. Adanya fitur TrueView ini menyediakan kesempatan monetisasi bagi para pengguna akun Youtube untuk memperoleh pendapatan dari para pengiklan.

(3)

pengguna akun Youtube. Penulis melihat adanya praktik kapitalis layanan online (situs Youtube) dengan pengguna layanan tersebut (pengguna akun Youtube). Memang sekilas tampak situs pencarian Youtube ada untuk memenuhi kebutuhan para pengguna untuk mencari konten video, namun sesungguhnya perilaku penggunaan situs pencarian Youtube ini ditentukan oleh para pemilik modal dan berdasarkan pada kepentingan mereka sendiri. Dalam esai ini, penulis akan membongkar relasi kekuasaan dalam situs Youtube melalui perspektif ekonomi politik komunikasi, dan praktik komodifikasi audiens yang dilakukan melalui monetisasi iklan dalam situs Youtube. Sebagai dasar untuk diskusi ini, gagasan monetisasi akan dibahas secara singkat pada bagian berikutnya. Kemudian, ekonomi politik komunikasi dalam internet dianalisis. Selanjutnya menjelaskan karakter situs Youtube. Berikutnya menganalisis komodifikasi audiens melalui monetisasi dalam situs Youtube. Lalu penulis akan menarik kesimpulan pada bagian terakhir.

Konsep Monetisasi AdSense Situs Online dan Hegemoni

(4)

AdWords merupakan layanan khusus jasa iklan (termasuk kerjasama, manajemen iklan, dan lain sebagainya) bagi para pengiklan langsung ke perusahaan Google.

Namun, tidak semua blogger dapat mendapatkan pengiklan yang mau memasang iklan di halaman blogger. Sehingga para blogger harus berlomba-lomba untuk menyajikan konten yang menarik viewers agar mendapatkan rating yang bagus pula. Pengukuran pengunjung halaman blog ini diukur melalui statistik atau trafik yang disediakan oleh Blogspot (Oroh, 2010:140). Tetapi sebelumnya, para blogger harus melakukan SEO (Search Engine Optimalization) untuk mempromosikan halaman blogspot mereka. Proses promosi ini menuntut pada keaktifan blogger dan kerajinan blogger dalam meng-update halaman mereka. Promosi blog ini ditujukan untuk memperkenalkan halaman blog mereka kepada para pembaca atau viewers dan untuk meningkatkan trafik pengunjung. Sehingga peningkatan pengunjung halaman tidak hanya bergantung pada konten yang disajikan oleh blogger saja, tetapi juga bergantung pada keaktifan si blogger untuk meng-update halaman mereka, dan keaktifan promosi halaman blog mereka. Ketika blogger sudah mendapatkan trafik viewers yang bagus dan stabil, maka Google akan memberikan space untuk para pengiklan. Para pengiklan pun akan bersedia memasangkan iklan produk/jasa mereka ke halaman si blogger.

Fasilitas monetisasi iklan dalam blogspot ini menawarkan alternatif bagi para blogger untuk mencari uang melalui internet. Berdasarkan pemikiran Oroh (2010), monetisasi dapat diartikan sebagai proses konversi sesuatu yang mulanya hanya mempunyai nilai guna menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual. Singkatnya, monetisasi dimaknai sebagai “penguangan” iklan.

(5)

Apabila kita telisik, fitur monetisasi ini memang sekilas tampak menguntungkan bagi para user yang aktif dalam memproduksi konten di situs jejaring sosial. Namun, sesungguhnya layanan monetisasi ada karena disediakan oleh si pemilik website tersebut, yaitu perusahaan Google. Hal ini tentunya menegaskan bahwa Google merupakan sebuah perusahaan kapital yang berdiri demi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya melalui upaya membentuk pola pikir menghasilkan uang melalui situs online bagi para user. Pola pikir inilah yang kemudian disebut sebagai hegemoni atau penanaman ideologi oleh pemilik modal kepada masyarakat. James Lull (1998) mengungkapkan bahwa hegemoni adalah proses dimana ideologi dominan disampaikan, kesadaran dibentuk, dan kuasa sosial dijalankan.

Menurut Bocock (2007:44) konsep kesadaran palsu mulanya dikemukakan oleh Karl Marx yang ingin menjelaskan kenapa mayoritas dalam masyarakat kapitalis menerima sistem sosial yang merugikan mereka. Kemudian teori ini dikembangkan oleh Althusser (1971), bahwasanya ideologi sebagai sekumpulan praktik yang terus berlangsung dan meresap yang dilakukan semua kelas. Penekanan Althusser adalah pada kekuatan kelas mayoritas atas minoritas. Kemudian Antonio Gramsci (1975) mencoba mengembangkan pemikiran ini dengan memperkenalkan istilah hegemoni sebagai kesadaran palsu.

(6)

membentuk keyakinan-keyakinan kepada norma yang berlaku melalui kepemimpinan moral.

Lebih lanjut Simon (1982:181-182) menjelaskan tiga poin pemikiran Gramsci tentang perbedaan tingkatan momen kesadaran politik. Yang pertama adalah momen economic-corporate level. Mengacu dalam analisis ini, pada momen economic-corporate level; seorang pemakai situs blogspot merasa memiliki kewajiban moral untuk saling mendukung dengan pengguna blogspot lainnya, tetapi si pengguna blogspot belum memiliki perasaan solidaritas dengan pengguna blogspot lainnya. Momen kedua adalah solidarity of interest. Pada tahapan ini, para pengguna blogspot atau blogger sudah memiliki kesadaran adanya persamaan kepentingan antara sesama blogger, namun kepentingan ini masih murni dalam wilayah ekonomi. Pada momen ketiga, Gramsci menyebutnya sebagai momen hegemoni,

[...] the most purely political phase, and marks the decisive passage from the structure to the sphere of complex superstructures; it is the phase in which previously germinated ideologies become ‘party’, come into confrontation and conflict, until one of them, or at least a single combination of them, tends to prevail, to gain the upper hand, to propagate itself throughout society – bringing about not only a unison of economic and political aims, but also intellectual and moral unity, posing all questions around which the struggle rages not on a corporate but on a ‘universal’ plane, and thus creating the hegemony of a fundamental social group over a series of subordinate groups. (Gramsci dalam Simon, 1982:182).

Pada tahapan momen ketiga ini, suatu kelompok menjadi sadar akan pentingnya memiliki satu kepentingan yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan lainnya. Tidak hanya pada kepentingan-kepentingan ekonomi saja, tetapi juga dapat menyertakan kepentingan-kepentingan kelompok-kelompok lain yang tersubordinasi. Tahapan ini menunjukkan kontribusi intelektual manusia digunakan sebagai kekuatan yang mengendalikan dan penata proses hegemoni, dalam rangka menciptakan aspirasi dan potensi yang ada menjadi koheren. Dalam tahapan ini, para blogger telah menyadari kepentingan antar sesama bloger, sehingga terjadi hubungan dialektis berdasarkan pengalaman dan intelektual mereka, dan pada saat bersamaan menanamkan kesadaran teoritis kepada mereka.

(7)

paham melalui imbalan monetisasi yang dapat menguntungkan blogger. Dan hal ini menjadi sebuah kesepakatan bersama dan dianggap menjadi sebuah kewajaran. Pada tahapan ini McQuails (2000:61) menyebutnya sebagai “false conscious-ness”, di mana kelas dominan (pemilik modal) yang berkuasa akan menguasai pesan dalam media, akibatnya pesan dibuat seakan “hadir” begitu saja.

Dalam ranah kapitalis, McQuails (2000) lebih berfokus pada hubungan antar struktur ekonomi & dinamika industri media, dan konten ideologi media. Pemaparan McQuails ini merujuk pada kelas dominan yang berkuasa mengontrol pesan dalam media. Sehingga pihak yang paling diuntungkan adalah si pemilik perusahaan Google. Disamping keuntungan dari iklan yang berupa uang, tentunya juga meningkatkan kredibilitas website itu sendiri, yaitu melalui jumlah user atau pengguna yang semakin meningkat. Perolehan keuntungan ini sangatlah tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan oleh user. Karena mesin penggerak yang memproduksi konten adalah para user, sedangkan Google hanya sebagai situs penyedia layanan saja.

Ekonomi Politik dalam Internet

(8)

Frankfurt ini menjadi ahli teori sosial pertama yang melihat pentingnya “industri budaya” dalam reproduksi masyarakat kontemporer melalui budaya massa dan komunikasi termasuk di dalamnya aspek ekonomi, politik, budaya, dan sosial.

Kemudian, sekolah Frankfurt mengembangkan pendekatan kritis untuk studi budaya dan komunikasi, dengan menggabungkan kritik ekonomi politik media, analisis teks, dan studi penerimaan penonton dari efek sosial dan ideologis, dari budaya massa dan komunikasi (Durham & Kellner, 2001:xvii). Mereka men-ciptakan istilah “industri budaya” untuk menandakan proses industrialisasi, produksi budaya massa, dan komersial. Poin utamanya adalah pada proses produksi massal oleh industri budaya yang berupa komodifikasi, standarisasi, dan massifikasi.

Mosco (2009:2) mendefinisikan perspektif ekonomi politik sebagai studi tentang hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan, yang saling merupakan produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya. Sebenarnya definisi Mosco ini mengarahkan pemikiran ekonomi politik untuk memahami operasi kekuasaan, yang ingin menjelaskan bagaimana orang mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan ketika orang lain tidak ingin mereka untuk mendapatkannya. Pemahaman konsep ekonomi politik Mosco ini didasarkan pada praktek sosial dan berkembang dari waktu ke waktu yang kemudian berpengaruh pada sistem ekonomi politik komunikasi.

“A more general and ambitious definition of political economy is the study of control and survival in social life” (Mosco, 2009:3). Mosco juga menyebutkan

ekonomi politik merupakan studi tentang kontrol dan bertahan hidup dalam kehidupan sosial. Kontrol yang dimaksudkan di sini adalah proses politik yang membentuk hubungan dalam masyarakat, dan kelangsungan hidup terutama pada aspek ekonomi yang menyangkut proses produksi dan reproduksi. Lebih lanjut, Mosco menekankan adanya tiga pintu yang digunakan dalam memahami ekonomi politik komunikasi, yaitu proses komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi.

(9)

pertumbuhan dan perkembangan lembaga dan pemerintahan, lingkungan sosial, budaya, dan etnis dalam ranah nasional menuju kearah global atau dunia internasional. Tentu saja hal ini juga akan merubah sistem regulasi perekonomian dunia.

Adanya modernitas teknologi ini ditandai dengan munculnya internet sebagai sebuah media baru yang digunakan dalam proses komunikasi manusia. Castells (2001:81) melihat bahwa kemunculan internet telah memberikan kemudahan bagi manusia dalam mengatasi tujuan institusional, hambatan birokrasi, dan menumbangkan nilai-nilai yang ditetapkan dalam proses mengantarkan ke sebuah dunia baru. Media internet memberikan kebebasan akses informasi yang lebih kondusif bahkan menjadi inovasi dalam berkompetisi berbagi informasi bagi manusia. Namun, yang menjadi poin O’Hara (2004:3) dalam hal ini adalah bagaimana internet kemudian menjadi sebuah jaringan global yang terdiri dari jaringan komputer yang dibuat sedemikian rupa sebagai user-friendly dengan berbasis world wide web.

Kita melihat internet sebagai sebuah sistem komunikasi, dimana konteks komunikasi tersebut telah memunculkan sebuah budaya yang disebut dengan cyberculture (Fuchs, 2008:300). Cyberculture oleh Fuchs didefinisikan sebagai sistem dialektis di mana aksi budaya dan struktur budaya online. Dalam sistem ini terjadi proses produksi struktur dan praktik sosial yang menghasilkan ide-ide, nilai-nilai, mempengaruhi, makna, dan rasa melalui bantuan jaringan teknologi komputer yang memungkinkan untuk melampaui batas-batas ruang dan waktu secara bersamaan. Penekanan Fuchs dalam konsep cyberculture ini adalah dengan membedakan ekonomi virtual dan demokrasi digital. Fuchs melihat cyberculture tidak berfokus pada permasalahan ekonomi (pasar) seperti; komoditas, atau akumulasi dari uang dan kekuasaan. Melainkan pada praktik (aktivitas) online dan struktur dalam kehidupan sehari-hari. Cyberculture memang mengkaji pada kebebasan dalam internet yang sebenarnya dijajah oleh uang dan kekuasaan.

(10)

Pemaparan tersebut menjelaskan pandangan Fuchs bahwa argumen Marxis beberapa masih berlaku, dan beberapa tidak. Fuchs memisahkan aspek politis dan ekonomi dalam internet. Yang mana aspek politik termasuk relasi kekuasaan dan budaya terdapat pada internet. Sedangkan aspek ekonominya terdapat pada teknologi yang mendukung internet.

Meski demikian, Mosco memperkuat argumennya dan menyatakan bahwa “political economy has begun to make the transition from its established strength in examining how power operates in older media to a variety of approaches to new media, especially to the Internet” (Mosco, 2009:9). Berbeda dengan Fuchs, Mosco justru melihat pertumbuhan internet yang semakin maju ini memberikan banyak peluang bagi praktik komodifikasi. Hal ini dikarenakan sifat internet yang sangat global dan kompleks. Sehingga banyak pemilik industri dan perusahaan yang memanfaatkan media internet secara maksimal untuk memperluas peluang, mengukur dan memantau, serta mengemas dan mengemas ulang. Para pemilik industri dan perusahaan bahkan telah sadar dan mengimplementasikan internet semaksimal mungkin sebagai sebuah ladang bisnis baru yang menjanjikan. Salah satunya adalah perusahaan Google yang hingga pada akhir bulan Agustus 2015 lalu telah merajai perusahaan multimedia global berbasis internet. Dijelaskan dalam artikel “Google Resmi Jadi Anak Perusahaan Alphabet” dalam Koran Tempo, bahwa mulai tanggal 2 Oktober 2015 ini perusahaan Google telah resmi menjadi anak perusahaan Alphabet.

(11)

dasarnya proses komunikasi dan masyarakat saling dibentuk dan dibangun. Sehingga dalam hal ini, sebagai agen yang mengontrol masyarakat, perusahaan Alphabet juga melakukan proses konstruksi pesan yang kemudian di transmisikan ke masyarakat.

Untuk memahami konsep ekonomi politik dalam pergeseran dari media lama ke media baru, Mosco kembali ke pedoman dasar pemikiran ekonomi politik yang cenderung untuk menggambarkan dan menganalisis sistem kapitalisme. Termasuk di dalamnya sumber daya seperti pekerja, bahan baku, tanah, dan informasi menjadi komoditas yang bernilai jual demi mendapatkan keuntungan bagi mereka yang menanamkan modal (Mosco, 2009:120). Singkatnya, pemikiran Mosco tentang ekonomi politik dewasa ini berangkat dari pemikiran tradisional, dimana adanya kekuatan dominan yang melakukan proses eksploitasi dalam masyarakat. Lebih lanjut, dalam pemikiran Mosco tersebut, ekonomi politik telah mulai membuat transisi dari power (kekuatan) yang mengkaji bagaimana kekuasaan yang telah beroperasi di media lama untuk kemudian berubah ke dalam pendekatan media baru, terutama internet.

Situs Youtube dan Komersialisasi

YouTube adalah sebuah situs berbagi video di internet yang didirikan pada tahun 2005 oleh Chad Hursley, Steve Chen, dan Jawed Karim. Mulanya Youtube merupakan sebuah situs video kencan yang dijuluki HOTorNOT yang didanai oleh eBay dan PayPal. Kemudian pada tahun 2006 perusahaan Google mengakuisisi Youtube dan secara resmi telah menjadi anak perusahaan Google (Heriwibowo, 2008:55). Alasan mengakuisisi situs Youtube ini adalah karena perusahaan Google menyadari peluang situs Youtube dan keuntungan yang dapat dihasilkan sangat banyak. Kini situs YouTube merupakan situs pencarian (search engine) yang memudahkan miliaran orang untuk menemukan, menonton, dan membagikan beragam video (sumber data: www.youtube.com/yt/about/id/ diakses 23 Desember 2015).

(12)

2008:50). Situs Youtube mempunyai keunikan tersendiri, yaitu setiap orang dapat melihat video tanpa harus mengunduh software atau mendaftar terlebih dahulu. Bahkan semua konten tersedia, tergantung pada usernya yang kemudian akan mencari konten yang ingin dilihat. Namun semenjak kemunculan Google+ yang mulai diluncurkan pada tahun 2011, situs Youtube mulai membatasi konten-konten sesuai dengan kebijakan privasi dan persyaratan layanan Youtube.

Karena sifatnya yang unik, situs Youtube juga menawarkan solusi bagi para penontonnya, yaitu pada pengulangan video yang bisa diputar dan disaksikan kapan saja. Seperti pada penayangan acara live dalam media Televisi, acara live-concert, acara formal, dan lain sebagainya yang sifatnya hanya bisa ditonton pada waktu itu juga. Ketika kita tertinggal atau tidak bisa melihat acara tersebut, kita bisa melihatnya melalui situs Youtube. Syaratnya tentu konten acara tersebut juga harus sudah diunggah ke dalam situs Youtube. Permasalahan yang mucul kemudian adalah pada pelanggaran hak cipta. Heriwibowo (2008:69) menyebutkan bahwa setiap harinya sekitar ribuan orang mengunggah video ke situs Youtube. Banyaknya jumlah video yang diunggah user ini tidak memungkinkan bagi pihak Youtube untuk memeriksa setiap video yang diunggah oleh user. Hal ini yang kemudian membuat situs Youtube mengeluarkan kebijakan baru bagi para pengguna situs Youtube untuk segera melaporkan pelanggaran hak cipta ketika menemukan konten video yang melanggar.

Berdasarkan stastistik alexa.com Youtube menjadi situs pencarian peringkat ke-tiga di dunia (sumber data: alexa.com, diakses pada 18 Desember 2015). Tercatat dalam statistik YouTube, bahwa YouTube punya lebih dari satu miliar pengguna — hampir sepertiga dari semua pengguna internet — dan setiap hari orang menonton ratusan juta jam video di YouTube dan menghasilkan miliaran kali penayangan. Sebagai situs pencarian konten video, YouTube juga menyediakan forum bagi orang-orang untuk saling berhubungan, memberikan informasi, dan menginspirasi orang lain di seluruh dunia, serta bertindak sebagai platform distribusi bagi pembuat konten asli dan pengiklan, baik yang besar maupun kecil.

(13)

Google paling besar, tentunya Google tidak akan menyia-nyiakan kemampuan dan peluang situs Youtube. Tercatat dalam statitistik situs Youtube, bahwa “pendapatan mitra naik hingga 50% per tahun — dan kami telah melihat tingkat pertumbuhan pendapatan mitra ini selama tiga tahun berturut-turut” (sumber data: 

www.youtube.com/yt/press/id/statistics.html diakses 23 Desember 2015). Pada tahun 2012-2015 ini jumlah pengiklan dalam situs Youtube naik hingga 50%.

Melalui fitur monetisasi, situs Youtube menayangkan iklan pada video dengan menggunakan TrueView. Iklan yang ditayangkan ini berbentuk video. Sehingga memudahkan para pemasang iklan agar terlibat dan terhubung dengan konsumen melalui berbagai cara baru. Cara kerja layanan monetisasi dalam situs Youtube ini hampir sama dengan situs blogspot seperti yang sudah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya. Bedanya adalah terletak pada bentuk konten yang disajikan, di mana pada situs blogspot konten berbentuk artikel atau tulisan, sedangkan pada situs Youtube berbentuk video. Pada situs Youtube tidak lagi menggunakan trafik pengunjung untuk mengukur statistik viewers, karena sudah tersedia langsung pada situs Youtube. Penempatan iklan dalam situs Youtube ini ditempatkan pada setiap konten video yang dimonetisasi, iklan akan muncul ketika video akan diputar (sumber data: www.youtube.com/account_monetization diakses 23 Desember 2015).

Dalam perspektif ekonomi politik Mosco (2009:12) terutama pada fokus khalayak atau audiens digunakan dalam memahami praktek pemasangan iklan dalam media. Mosco mengaitkan dengan teori modern untuk membantu analisis ekonomi politik menggunakan teori imperialisme budaya. Teori ini digunakan untuk mengidentifikasi struktur dan praktik yang berfungsi sebagai kunci kekuasaan perusahaan transnasional. Struktur dan praktik kuasa ini penting bagi perusahaan transnasional, karena digunakan dalam mendistribusikan dan mengendalikan korporasi mereka.

(14)

dilakukan oleh perusahaan Youtube untuk meminimalisir pengeluaran biasa yang dikeluarkan dalam rangka promosi melalui iklan komersil yang kemudian akan menumbuhkan konsumerisme bagi audiens. Sehingga tidak heran jika statistik situs Youtube menunjukkan bahwa sebanyak 100 merek ternama dalam tingkat global telah menjalankan iklan TrueView sepanjang tahun lalu, dan 95% pengiklan TrueView telah menjalankan kampanye di berbagai jenis layar (sumber data: www.youtube.com/yt/press/id/statistics.html diakses 23 Desember 2015).

Berkaitan dengan periklanan, Mosco juga mengenalkan konsep komersialisasi sebagai dasar pendefinisan komodifikasi. Komersialisasi adalah proses sempit yang secara khusus mengacu pada penciptaan hubungan antara penonton dan pengiklan (2009:132). Dalam kasus ini tampak jelas adanya komersialisasi yang dilakukan oleh situs Youtube melalui layanan monetisasi dengan menggunakan fitur TrueView dan Google AdSense. Memang tujuan layanan monetisasi ini adalah untuk memberikan imbalan bagi pengunggah konten video dalam situs Youtube. Di sisi lain penayangan iklan dalam konten video sangat merugikan para pengunjung ataupun penonton video, karena menyita waktu pengunjung. Pengunjung diharuskan dan dipaksa menonton iklan paling cepat selama 3-5 detik, kemudian baru bisa melewati iklan tersebut dan memutar video.

(15)

Komodifikasi Audiens dalam Situs Youtube

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perspektif ekonomi politik oleh Mosco (2009) didefinisikan sebagai sebuah “study of control”. Kontrol yang dimaksudkan adalah mengacu pada relasi organisasi internal dari individu dan anggota kelompok seperti dalam pembahasan ini adalah industri ataupun perusahaan yang berperan sebagai institusi sosial dalam masyarakat. Kelangsungan hidup industri ataupun perusahaan tersebut secara ekonomi menyangkut pada proses produksi apa yang masyarakat perlu guna untuk bertahan hidup. Termasuk di dalamnya upaya untuk bertahan hidup terhadap persaingan dunia dengan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Terkait dengan proses produksi, Mosco (2009:127) menyebutkan istilah komodifikasi. Penekanan istilah ini adalah pada persoalan transformasi nilai guna menjadi nilai jual. Nilai jual yang dimaksud adalah nilai yang bisa dipertukarkan berdasarkan penetapan harga pasar. Selanjutnya Mosco membagi komodifikasi ke dalam tiga lingkup, yaitu; komodifikasi konten, komodifikasi pekerja, dan komodifikasi audiens atau khalayak. Sesungguhnya kajian ekonomi politik komunikasi mengkaji pentingnya struktur organisasi yang bertanggung jawab dalam proses produksi, distribusi, dan pertukaran komoditas dan untuk pengaturan struktur. Terutama berhubungan dengan pemerintah yang lingkupnya bersifat makro. Ketika memasuki pada kajian analisis komoditas, perspektif ekonomi politik cenderung berfokus pada tingkatan yang lebih rendah. Pada analisis ini penulis akan lebih berfokus pada kajian komodifikasi audiens.

Berangkat dari konsep komersialisasi, Mosco menjelaskan komodifikasi audiens berfokus pada penciptaan hubungan antara penonton dan pengiklan (Mosco, 2009:132). Smythe melihat penciptaan hubungan antara penonton dengan pengiklan ini bertujuan untuk membangun nilai-nilai konsumerisme bagi audiens (Smythe dalam Durham & Kellner, 2001:198). Proses ini oleh Garnham (1986) merujuk pada penggunaan media iklan untuk menyempurnakan proses komodifikasi di seluruh perekonomian.

(16)

peran komunikasi dalam kapitalisme. Dalam artikel tersebut Smythe (1977) memperdebatkan pentingnya peran media massa dalam proses produksi. Menurutnya, media massa merupakan perusahaan media yang memproduksi audiens dan mengantarkan mereka ke pengiklan (Mosco, 2009:137). Pandangan Smythe ini memang sedikit terkesan agak berbeda dengan konsep komoditas, karena fokus Smythe adalah pada klaim penonton sebagai komoditas utama dalam media massa.

Mosco kemudian mencoba memadukan dan mengkonseptualisasikan persperktif Smythe ini pada penggunaan media baru atau internet. Tidak hanya memperluas praktik komodifikasi konten, media internet telah memperluas proses komodifikasi dalam seluruh praktik komunikasi. Mosco (2009:137) menyebutkan bahwa sebagai media baru, internet menawarkan kebebasan yang telah dimanfaatkan oleh perusahaan digital untuk melakukan package and repackage (pengemasan & pengemasan ulang) pelanggan dalam bentuk khusus yang mencerminkan pembelian aktual dan karakteristik demografi mereka. Salah satunya adalah perusahaan Google yang menerapkan praktik ini melalui situs Youtube.

Keunikan situs Youtube di mana berbasis search engine, yang menjadikan situs ini sangat memposisikan pengguna sebagai pelaku utama yang berkuasa untuk mencari dan mengkonsumsi pesan sesuai yang mereka butuhkan. Dari keunikan ini tentu sudah sangat menguntungkan bagi situs Youtube dalam proses pemasangan iklan. Karena tidak lagi membutuhkan analisis pemasangan iklan berdasarkan demografi konsumen. Sebaliknya, konsumen telah terhegemoni untuk bersuka rela menunjukkan dan menampilkan identitas serta kebutuhan mereka secara langsung. Ditambah lagi, perusahaan Google sudah mempunyai layanan Google Adwords sebagai layanan jasa iklan bagi para pengiklan komersil. Sebagaimana diungkapkan oleh Mosco (2009:137), semua praktik yang dilakukan oleh situs Youtube ini merupakan penyempurnaan utama dalam proses komodifikasi audiens.

(17)

(Smythe dalam Mosco, 2009:136). Sebagaimana situs Youtube menawarkan “makan siang gratis” ini dengan penyajian konten video yang bersifat gratis. Namun audiens terdogma untuk “minum” yaitu ikut berpartisipasi membuat konten video dalam situs Youtube. Sebagai imbalannya situs Youtube akan memberikan komisi uang melalui fitur monetisasi iklan yang ditampilkan dalam video yang diunggah oleh audiens.

Dari sudut pandang ini, situs Youtube menjadikan audiens atau lebih tepatnya user (pengguna) sebagai pekerja sekaligus audiens menjadi produk utama situs Youtube. Dalam hal ini Smythe (1977) setuju dengan pemikiran Enzensberger (1974) bahwa “mind industry” ingin “sell the existing orde” (menjual tatanan yang ada). Smythe (1994: 266-291) lebih memandang aspek material dari komunikasi adalah audiens sebagai pekerja, yang dieksploitasi dan dijual sebagai komoditas untuk pengiklan. Sedangkan Castells (2001:170) melihat fenomena internet sebagai teknologi baru yang menawarkan ideologi kebebasan dan menantang masyarakat untuk saing berkompetisi. Bagi para kapitalis tentunya memandang internet sebagai medan yang diperebutkan untuk mencari keuntungan, dengan memanfaatkan nilai-nlai kebebasan yang ditawarkan oleh internet.

Kesimpulan

Adanya globalisasi media telah memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat maupun sistem regulasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Mosco (2009) bahwa perspektif ekonomi politik berfokus pada relasi kontrol industri kapitalis terkait dengan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam aspek ekonomi menunjukkan bahwa proses produksi sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup sebuah industri kapital. Situs Youtube sebagai salah satu perusahaan yang berbasis internet telah menerapkan praktik komodifikasi dengan para pengiklan sebagai sumber penghasil keuntungan.

(18)

Situs Youtube memanfaatkan nilai-nilai kebebasan dalam internet dengan menjadikan para audiens (user) sebagai pembuat konten video. Audiens pun dengan bersukarela akan mengunggah video ke dalam situs Youtube karena telah terhegemoni oleh si pemilik situs. Sebagai imbalannya, audiens akan mendapatkan komisi berupa uang melalui layanan monetisasi dalam situs Youtube.

Adanya layanan monetisasi ini tentunya memberikan dampak positif maupun negatif. Bagi audiens yang menggunakan layanan monetisasi tentunya dapat menguntungkan, karena audiens dapat menghasilkan uang dari pemasangan iklan-iklan dalam video mereka. Di sisi lain, bagi para audiens yang mengunjungi situs Youtube hanya untuk menonton video dapat sangat merugikan, karena penayangan iklan tersebut menyita waktu para pengunjung. Namun, tentunya sebagai masyarakat modern kita harus bisa memperhatikan praktik-praktik ini. Bahwa sesungguhnya terdapat pemain utama sebagai pemegang kuasa yang bertugas untuk mengontrol dan mengendalikan semua praktik kapitalis ini. Pihak inilah yang kemudian menjadi yang paling diuntungkan, yaitu situs Youtube.

Daftar Pustaka

Bocock, Robert. (2007). Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jalasutra.

Castells, Manuel. (2001). The Internet Galaxy: Reflection on the Internet, Business, and Society. New York: Oxford University Press.

Durham, Meenakshi. G & Kellner, Douglas. M. (2001). Media and Cultural Studies KeyWorks. Australia: Blackwell Publishing.

Enzensberger, Hans M. (1974). ‘The Consciousness Industry’ dalam The Political Economy of Communication 2nd ed. Vincent Mosco, halaman:10. London: SAGE Pub.

Erwin, Z. (2015). “Google Resmi Jadi Anak Perusahaan Alphabet”, dalam Tempo edisi 3 Oktober 2015.

(19)

Fuchs, Christian. (2008). Internet and Society: Social Theory in the Information Age. New York: Routledge.

Fuchs, Christian. (2012). ‘Dallas Smythe Today - The Audience Commodity, the Digital Labour Debate, Marxist Political Economy and Critical Theory. Prolegomena to a Digital Labour Theory of Value’ dalam Jurnal TripleC 10(2): 692-740.

Garnham, Nicholas. (1986). ‘Contribution to a Political Economy of Mass- Communication’ dalam Media and Cultural Studies KeyWorks ed. M. G. Durham, & D. M. Kellner (2001), halaman: 201-229. Australia: Blackwell Publishing.

Habermas, Jürgen. (1989). ‘Between Fact and Norms’, dalam Artikel “Internet and Public Sphere: a Glimpse of YouTube” oleh Kasun Ubayasiri, halaman: 4.

Heriwibowo, Yudhi. (2008). YouTube. Yogyakarta: Penerbit B-first.

Kurniawan, Dedik. (2010). Kupas Tuntas Bisnis & Penghasilan Online. Jakarta: PT Elex Media Kamputindo.

Lull, James. (1998). Media Komunikasi dan Kebudayaan. Suatu Pendekatan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

McQuail, Denis. (2000). Mass Communication Theory. New Delhi: SAGE Publication.

Mosco, Vincent. (2009). The Political Economy of Communication 2nd ed. London: SAGE Pub.

O’Hara. P. A. (2004). Global Politic Economy and the Wealth of Nations: Performance, Institutions, Problems, and Policies. London: Routledge. Oroh, Fary. SJ. (2010). Membangun Bisnis Online Dengan Modal $2. Jakarta: PT

Elex Media Kamputindo.

Piliang, Yasraf. A. (2003). Hantu-Hantu Politik dan Matinya Sosial. Solo: Penerbit Tiga Serangkai.

(20)

Smythe, D. W. (1977). ‘On the Audience Commodity and its Work’ dalam Media and Cultural Studies KeyWorks ed. M. G. Durham, & D. M. Kellner (2001), halaman: 231-257. Australia: Blackwell Publishing.

Smythe, D. W. (1977). ‘”Communications: Blindspot of Western Marxism”, Canadian Journal o/Political and Social Theory, 1 (3), Fall, 1-27’ dalam The Political Economy of the Media Volume I ed Peter Golding & Graham Murdock, halaman: 439-464. Cheltenham UK: Edward Elgai Publishing Limited.

Smythe, Dallas W. (1991) ‘Letter to the author’, dalam The Political Economy of Communication 2nd ed. Vincent Mosco. London: SAGE Pub.

“Bantuan Adswords” dalam support.google.com/adwords diakses 19 Desember 2015.

“google.com”, dalam http://www.alexa.com/siteinfo/google.com diakses 18 Desember 2015.

“Statistik Youtube”, dalam www.youtube.com/yt/press/id/statistics.html diakses 23 Desember 2015.

“Tentang Youtube”, dalam http://www.youtube.com/yt/about/id/ diakses 23 Desember 2015.

“The top 500 sites on the web”, dalam http://www.alexa.com/topsites diakses 18 Desember 2015.

Referensi

Dokumen terkait

pandang tidak terhalang. 7) Minta asisten untuk melakukan manuver sellick atau menekan dan menggerakkan kartilago tiroid ke belakang, kanan, atau kiri agar laring

kumpulan fungsi dengan kumpulan fungsi yang lain, juga dengan aktiviti, sub-aktiviti dan transaksi dalam organisasi..  Susunan mengikut hirarki tertentu

Berdasarkan hasil analisis data dan review dari 30 responden yang merupakan praktisi teknik sipil (Pemerintah DPU, Pemerintah Non DPU, Konsultan, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses berpikir siswa tunanetra dimulai dari adanya stimulus, stimulus berupa soal masuk ke dalam sensory register siswa

Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk; (ii) Tingkat laju penyerapan unsur dari tanah

Pada pengujian Marshall untuk variasi penambahan 25% agregat buatan dengan 75% agregat batu pecah, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 9 dengan grafik kadar aspal

Secara umum hukum kontrak dari sifatnya ada dalam ranah hukum perdata, dan ketika kontrak tersebut berlaku dan mengikat para pihak yang berbeda

pada pertanaman teh Widayat & Johan (2007) mengemukakan beberapa kebun di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, rata-rata bulan kering dalam satu tahun sudah lebih dari 3