BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Usaha atau bisnis merupakan kegiatan yang menjadi tombak perekonomian dalam
suatu Negara. Perekonomian yang semakin maju, mengakibatkan orang-orang atau para
pelaku usaha berupaya sekuat mungkin untuk mendapatkan keuntungan demi mencapai
tujuan dan kesuksesannya. Untuk mencapai tujuannya tersebut, para pelaku usaha berupaya
dengan keras melakukan inovasi untuk menghasilkan produk atau jasa secara efisien, karena
persaingan perlu dijaga eksistensinya demi terciptanya efisiensi.1
Persaingan akan mendorong setiap perusahaan untuk melakukan kegiatan produksi
dengan seefisien mungkin agar dapat menjual barang-barang dan atau jasa-jasanya dengan
semurah-murahnya dalam rangka bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain yang
menjadi pesaingnya di pasar. Maka keadaan itu akan memungkinkan setiap konsumen
membeli barang yang paling murah yang ditawarkan di pasar yang bersangkutan.2
Untuk itu, demi mendapatkan keuntungan yang lebih, pelaku usaha memproduksi
barang dan atau jasa sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan harga berdasarkan biaya
produksi. Sehingga, konsumen dapat diuntungkan dengan memilih barang dan atau jasa
dengan harga yang lebih rendah tetapi mempunyai kualitas yang lebih tinggi.
Demi mencapai target didalam usaha atau bisnis, seringkali terjadi persaingan secara
tidak adil (unfair competition) oleh para pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen.
akibat dari persaingan yang tidak adil, beberapa pelaku usaha membuat berbagai
kesepakatan yakni untuk mengatur harga, menguasai pasar, dan mengatur kualitas suatu
1 Sutan Remy Sjahdeini, “Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan UU Larangan Monopoli,” Jurnal Hukum
Bisnis Vol 19 (Mei-Juni 2002), h 8
2Togar Tandjung, “Law and market economy”, diakses dari https://lawmark.wordpress.com/ pada tanggal 11
barang dan jasa yang ditawarkan (Kartel). Kesepakatan tersebut dilakukan dengan maksud
menghindari terjadinya persaingan antara pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha
lainnya.
Dalam pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang saling ketergantungan
(interdependence).3 Ketergantungan para pelaku usaha didalam pasar oligopoli
mengakibatkan para pelaku usaha membuat kesepakatan bersama untuk mengatur tingkat
harga produksi, wilayah pemasaran dan penguasaan pasa.4 Ketergantungan dalam pasar
oligopoli menyebabkan dampak yang negatif, dengan adanya keuntungan yang terlalu besar
(excess profit) yang dinikmati oleh para produsen oligopoli dalam jangka panjang dan
adanya ketidakefisi dalam memproduksin barang dan atau jasa.
KPPU telah melakukan penyusunan pedoman pelaksanaan Pasal 5 Undang–Undang
Nomor 5 Tahun 1999 “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama”. Pedoman larangan ini
mengatur tentang penetapan harga oleh para pelaku usaha yang saling bersaing (price
fixing). Pedoman pelaksanaan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
pelaku usaha. Sebagaimana diketahui, penetapan harga adalah sebuah perilaku yang sangat
terlarang dalam perkembangan peraturan persaingan. Penetapan harga ini dilarang karena
penetapan harga bersama-sama akan menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang
harga yang terbentuk dari adanya penawaran dan permintaan.5
Penetapan harga selalu menghasilkan harga yang senantiasa berada jauh di atas harga
yang biasa dicapai melalui persaingan usaha yang sehat. Harga tinggi ini tentu saja
menyebabkan terjadinya kerugian bagi masyarakan baik secara langsung maupun tidak
3 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009), h 36
4 Agus Sardjono, “Pentingnya Sistem Persaingan Usaha yang Sehat dalam Upaya Memperbaiki Sistem Perekonomian”, Newsletter No. 34 Tahun IX, (Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1998), h 26-27
langsung.6 Penetapan harga merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hukum
persaingan karena perilaku kesepakatan penetapan harga akan secara langsung
menghilangkan persaingan yang seharusnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan yang
ada dipasar. Maka, hilangnya persaingan akibat penetapan harga ini jelas melanggar hukum
persaingan usaha, karena merugikan konsumen dan perekonomian secara keseluruhan.7 Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai larangan perjanjian
kegiatan dan penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengarah pada persaingan usaha
tidak sehat. Salah satu kegiatan yang dilarang adalah penguasaan pasar. Sebagaimana diatur
pada pasal 19 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 “Pelaku usaha dilarang melakukan satu
atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukankegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.8
Bunyi ketentuan Pasal 19 dapat disimpulkan bahwa, kegiatan tersebut dilarang untuk
dilakukan pelaku usaha karena dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar. Kegiatan
penguasaan pasar merupakan praktek monopoli yang dapat menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Definisi dari monopoli adalah penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
6 Draf pedoman pasal 5 tentang penetapan harga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, h 5
7 Ibid, h 5
8 Indonesia, Pasal 19 Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.9
Kartel adalah kerjasama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi
kegiatannya, sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan
atau jasa untuk memperoleh keuntungan diatas tingkat keuntungan yang wajar.10 Salah satu
persaingan usaha yang tidak sehat adalah kartel. Perjanjian kartel telah dilarang dalam Pasal
11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha yang Tidak Sehat.
Pengertian kartel menurut undang undang terdapat pada pasal 11 UU Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, kartel
adalah Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.11
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dua putusan KPPU terkait dengan kartel.
Yaitu:
1. Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014 tentang dugaan pelanggaran pasal 5 ayat (1)
dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam Industri otomotif terkait kartel ban kendaraan
bermotor roda empat.
9 Indonesia, Pasal 19 Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
UU No. 5 Tahun 1999, h 7
10 Indonesia. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang
Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010, h 16
11 Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU
2. Perkara Nomor 10/KPPU-I/2015 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11 dan Pasal 19
huruf c UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat dalam Perdagangan Sapi Impor di (JABODETABEK).
A. PUTUSAN PERKARA KPPU No. 08/KPPU-I/2014
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi
yang memeriksa Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014 tentang dugaan pelanggaran pasal 5 ayat
(1) dan Pasal 11 undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam industri otomotif terkait kartel
ban kendaraan bermotor roda empat.12 Adapun dugaan perkara yang dilakukan oleh
menetapkan 6 pelaku usaha yang merupakan produsen ban di Indonesia. Anggota asosiasi
perusahaan ban Indonesia (APBI) terbukti melakukan perjanjian yang dilarang dalam
pemasaran ban di Indonesia yang diputus melanggar Hukum Pesaingan Usaha.
Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014, adalah perkara yang lahir atas inisiatif
KPPU berdasarkan kewenangannnya yang diatur dalam Pasal 40 UU Persaingan Usaha.13
Perkara ini berawal dari adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat yang terjadi dalam
industri ban di Indonesia. Berdasarkan indikasi tersebut, KPPU membentuk tim investigator
pada tanggal 12 Mei 2014, tim investigator tersebut melakukan penyelidikan dugaan
pelanggaran undang-undang persaingan usaha terhadap produsen ban kendaraan bermotor
roda empat.14
Selanjutnya tim memeriksa semua pihak yang terkait dengan perkara ini untuk
mendapatkan keterangan dan bukti. Setelah melakukan pemeriksaaan perkara dalam
tahapan pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan tambahan, tim investigator menemukan
12 Putusan Perkara Nomor 08/KPPU- I/2014, h 1
bukti terkait pelanggaran undang-undang persaingan usaha. Pada sidang agenda pembacaan
putusan tanggal 7 januari 2015 dengan nomor perkara 08/KPPU-I/2014 tentang pelanggaran
yang dilakukan industri ban Indonesia telah diputus oleh KPPU pada tahun 2015.15
A. PUTUSAN PERKARA KPPU No. 08/KPPU-I/2014
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi
yang memeriksa perkara nomor 10/KPPU-I/2015 tentang dugaan pelanggaran pasal 11 dan
pasal 19 huruf c undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat dalam Perdagangan Sapi Impor di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (JABODETABEK). 16
Sidang perdana ini digelar setelah melewati masa pemeriksaan pendahuluan pada
tanggal 15 september sampai 28 oktober 2015. Selanjutnya KPPU menetapkan pemeriksaan
lanjutan terhadap perkara yang direncanakan akan berlangsung pada tanggal 29 Oktober
2015 sampai dengan 25 Januari 2016 dengan agenda pembuktian dugaan pelanggaran.17
Sebanyak 32 perusahaan penggemukan daging sapi atau feedloter diduga terlibat kasus ini.
Mereka dianggap menahan stok yang masuk ke rumah potong hewan (RPH) sehingga
menyebabkan kelangkaan di pasar. Tim investigator melakukan pendalaman terhadap
praktek larangan kartel daging pada sejumlah pengusaha besar.
Tim investigasi KPPU juga menemukan sejumlah rumah pemotongan hewan
dimonopoli perusahaan daging. Bentuk monopoli yang dilakukan adalah penggolontoran
dana oleh perusahaan daging ke rumah pemotongan hewan. Dana diberikan untuk
perawatan mesin-mesin dan kebersihan rumah pemotongan hewan agar bebas dari penyakit
15 ibid, h 232-233
16 Putusan Perkara Nomor 10/KPPU-I/2015, h 1
17 Redaksi KPPU, Penegakan Hukum “KPPU gelar sidang perdana dugaan Kartel Daging Sapi” Majalah
pada sapi yang hendak dipotong. Dengan upaya tersebut, pengusaha daging menjual daging
lebih mahal.18
Sangat jelas bahwa pemerintah dengan tegas mengatur dalam Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 bahwa para pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga guna mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Jika terbukti melanggar, maka pelaku usaha dalam hal ini para importir daging sapi
akan diberi sanksi denda sebesar Rp. 1 miliar hingga Rp. 25 miliar.19
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisis dan kesimpulan di atas, serta
dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis
Komisi menyatakan bahwa terlapor I - terlapor XXXII terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal 11 undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.20
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan sebagai berikut :
18Hukumonline.com, “Polri Diminta Cek Dugaan Kartel Daging Sapi”, diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5118c4ce68bab/polri-diminta-cek-dugaan-kartel-daging-sapi pada tanggal 20 mei 2017 pukul 16.20 WIB
19 SINDONEWS.com, “Polisi Sidik Sindikat Kartel Sapi”, diakses dari
http://nasional.sindonews.com/read/1036738/149/polisi-bidik-sindikat-kartel-sapi-1440472924 pada tanggal 15 mei 2017 pukul 16. 35 WIB.
1. Bagaimana penetapan harga dan penguasaan pasar dapat menyebabkan terjadinya
pelanggaran kartel terhadap Putusan Perkara KPPU No 08/KPPU-I/2014 dan Putusan
Perkara KPPU No 10/KPPU-I/2015 yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui penetapan harga dan penguasaan pasar terhadap pelanggaran
kartel, menurut UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
b. Untuk mengetahui dampak dari penetapan harga dan penguasaan pasar dalam
pelanggaran kartel.
c. Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Komisi dalam memberikan putusan di dua
putusan perkara KPPU.
2) Manfaat Penelitian
Harapan penulis pada penelitian ini ialah pemahaman yang dapat dimengerti dan
memiliki manfaat kepada pelajar dan atau masyarakat yang lebih luas. Penulis menguraikan
dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Keinginan penulisan dari hasil penelitian ini, tulisan ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya, dalam menambah wawasan di bidang ilmu hukum. Sehingga
ini, diharapkan dapat menjadi sumber pemahaman dalam memahami hukum persaingan
usaha di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Penelitian penulisan ini diharapkan dapat berguna untuk menjelaskan kepada setiap
masyarakat, tentang kartel sebagai salah satu perilaku yang dilarang dalam UU. Karena
praktek kartel dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematik
dan pemikiran tertentu yang bertujuan.21 Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.22 Dimana sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah, dari peraturan perundang-undangan,
putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin hukum.
2. Pendekatan yang digunakan
Terdapat tiga pendekatan yang digunakan, Yaitu :
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan ini dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan
permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini
misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang
21 Soerjono Soekamto, pengantar penelitian hukum, cet. Ke-3 (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h
42
22 Fahmi M. Ahmadi, Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Dasar dengan Undang, atau antara Undang yang satu dengan
Undang-Undang yang lain.
b. Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan
telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus
yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah
pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan
sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.
c. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) Pendekatan ini beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.
Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang
berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi
hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan
memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,
maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.23
3. Bahan Hukum
Sumber data dari penulisan hukum ini yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan
kepustakaan (data sekunder). Data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi
yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada seperti dokumen resmi, buku, dan hasil
penelitian berbentuk laporan.24 Data sekunder yang akan diperoleh ini berpedoman pada
literature-literatur sehingga disebut penelitian kepustakaan, dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang ada maupun pendapat para ahli hukum. Penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan hukum
yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti untuk memperoleh data sekunder.
4. Unit Analisis
a. Penetapan Harga
b. Penguasaan Pasar
c. Kartel
d. Putusan Perkara KPPU No 08/KPPU-I/2014 tentang Kartel Ban Kendaraan Bermotor
Roda Empat.
e. Putusan Perkara KPPU No 10/KPPU-I/2015 tentang Perdagangan Sapi Import.
1.5 Sistematika Penulisan
Sesuai dengan buku panduan penelitian dan penulisan skripsi fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana. Maka, bagian isi skripsi meliputi tiga substansi utama.
Yaitu :
1) Pendahuluan
Bab ini berisi uraian orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi :
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan dan Manfaat Penelitian
d. Metode Penelitian
e. Sistematika Penulisan
2) Pembahasan
Bab ini berisi uraian pembahasan atau analisis terhadap permasalahan penelitian.
Pembahasan penelitian merupakan legal analisis yang menggunakan pendekatan peraturan,
sumber-sumber hukum dalam analisis penetapan harga dan penguasaan pasar terhadap pelanggaran
kartel dan studi putusan perkara KPPU.
3) Penutup
Bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan (jawaban atas permasalahan) dan saran
penulis.25
25 Krishna, Buku panduan penelitian dan penulisan skripsi, Program studi ilmu hukum Universitas Kristen