BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan bagi masyarakat seringkali diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak memiliki uang, atau pendapatannya yang rendah bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak (Ridwan Muhtadin. 2013). Berbagai cara telah dilakukan pemerintah Indonesia, untuk dapat menanggulangi kemiskinan yang melanda masyarakat seperti pemberian bantuan dana sosial bagi masyarakat yang kurang mampu, yaitu dengan cara pemberian bantuan melalui program keluarga harapan (PKH).
Program keluarga harapan (PKH) yang adalah program penanggulangan kemiskinan yang termasuk dalam kluster 1, yaitu program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dan anggota keluarga diwajibkan mengikuti atau melaksanakan syarat ataupun ketentuan yang berlaku. Program ini dalam jangka pendek bertujuan untuk mengurangi beban RSTM, dan dalam jangka panjang memutus mata rantai kemiskinan melalui pembangunan sumberdaya manusia dengan cara peningkatan taraf kesehatan maupun pendidikan (Iskandar, 2014).
Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia melaksanakan program keluarga harapan (PKH), dengan tujuan PKH ialah mengurangi kemiskinan dan meningkatan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Program keluarga harapan berupaya untuk membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan diharapkan dapat berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 (Binarika, 2012) dan hingga saat ini program keluarga harapan masih tetap berjalan dimasyarakat, dimana program ini merupakan program yang cukup membantu rumah tangga sangat miskin (RTSM), untuk memperoleh layanan publik secara khusus untuk layanan kesehatan dan pendidikan .
kemiskinan tergantung pada apakah, dan sejauh mana, bantuan tunai mempengaruhi perilaku menetap dan memeriksa kesehatan serta kehadiran sekolah. Hasil penelitian ini, membuktikan bahwa PKH sebagai bantuan tunai bersyarat merupakan sarana yang efektif untuk menjangkau orang miskin, yang mengalami kerentanan hidup, dan mempengaruhi perilaku keluarganya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan jam kerja anak pada RSTM di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan hasil penelitian, peruntukan keuangan yang diterima dari PKH untuk anak-anak tidak selalu digunakan dengan tepat. Malah digunakan untuk komsumsi ekstra oleh orang tua. Ini terungkap ketika melakukan FGD di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penggunaan dana PKH untuk konsumsi rumah tangga juga dikemukakan melalui penelitian Muhtadin (2016). Dalam penelitian ini, penerima program keluarga harapan (PKH) tersebut menggunakan dana dengan cara yang berbeda antara lain untuk membeli beras, seragam anak dan sisanya untuk uang saku. Ada juga yang dipergunakan untuk memperbaiki kondisi rumah serta membayar hutang juga sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga.
1. Pengintegrasian tujuan, target, dan indikator MDGs ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran Pemerintah baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota baik jangka menengah (5 tahunan) maupun jangka pendek (tahunan);
2. Penyusunan Peta Jalan Percepatan Pencapaian MDGs di Indonesia 2010 – 2015 yang digunakan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi berbagai program dan kegiatan dalam rangka percepatan pencapaian MDGs;
3. Pembentukan Tim Koordinasi MDGs Nasional di bawah koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dengan beranggotakan seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dalam upaya percepatan pencapaian MDGs. Tugas pokok dari tim tersebut adalah bertanggung jawab dalam koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi pencapaian sasaran MDGs;
4. Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) percepatan pencapaian MDGs di 33 Provinsi.
MDGs memiliki delapan tujuan pembangunan millennium, yakni : 1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Indonesia telah menjadikan pencapaian MDG sebagai salah satu acuan penting terhadap penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, komitmen Indonesia untuk mencapai target-target yang terdapat dalam MDG, sudah sesuai dengan komitmen negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Komitmen Indonesia tersebut secara nyata terealisasi dengan keberhasilan Indonesia mencapai beberapa target dalam tujuan MDG yakni:
1. Tujuan ke-2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua.
Upaya pencapaian pendidikan dasar untuk semua di Indonesia telah berjalan sesuai dengan target ke-2 MDGs. Terbukti dengan telah diterapkannya pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia.
2. Tujuan ke-3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Sama halnya dengan tujuan ke-2 dari MDG, Indonesia pun sudah berjalan sesuai dengan target ke-3. Pada tahun 2009, Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan terhadap laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMA/ MTs/Paket B berturut-turut adalah sebesar 99,73 persen dan 101,99 persen.Dengan demikian maka target 2015 sebesar 100 diperkirakan akan tercapai.
mengalami penurunan yang signifikan dari 97 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (Lisbet. 2013).
Tantangan utama dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu:
Pertama, menjaga kegiatan ekonomi nasional yang pro rakyat agar dapat mendorong turunnya angka kemiskinan. Termasuk di dalamnya ialah menjaga kondisi ekonomi makro agar dapat mendorong kegiatan ekonomi riil yang berpihak pada penanggulangan kemiskinan. Upaya menjaga inflasi agar tidak menurunkan daya beli masyarakat miskin, termasuk menjaga harga kebutuhan pokok utama seperti beras, menjadi tantangan serius yang harus dihadapi.
Kedua, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan gizi; termasuk keluarga berencana, serta akses terhadap infrastruktur dasar seperti sanitasi dan air bersih. Ini merupakan tantangan yang tidak ringan, mengingat secara geografis Indonesia merupakan negara yang sangat luas.
Ketiga, melibatkan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan kapasitasnya sendiri dalam menanggulangi kemiskinan. Pengalaman menunjukkan bahwa melibatkan serta meningkatkan kapasitas mereka sebagai penggerak dalam penanggulangan kemiskinan terbukti sangat efektif.
Kelima, adanya kesenjangan yang mencolok antar berbagai daerah. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari tingkat kedalaman kemiskinan yang sangat berbeda antardaerah satu dengan lainnya. Ditinjau dari proporsinya, tingkat kemiskinan di provinsi-provinsi di luar Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi tingkat kemiskinan di Jawa. Selain itu kesenjangan dapat dilihat pula dari perbedaan angka indeks pembangunan manusia yang mencolok antardaerah, termasuk antar perkotaan dan perdesaan.
Dimensi permasalahan kemiskinan yang sangat luas seperti dijelaskan di atas mengharuskan adanya kebijakan menyeluruh serta terukur pencapaiannya. Mengatasi masalah kemiskinan pada akhirnya tidak hanya soal mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin, melainkan lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin ( Tim Penyusunan Laporan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia.2007 ).
Untuk mencapai tujuan utama dari MDGs yang belum tercapai maka dibuatlah SDGs sebagai bentuk penyempurnaan MDGs dengan melakukan sejumlah pendekatan kepada masyarakat dan mengharapkan peran aktif warga dunia bagi terciptanya kepentingan global yang lebih luas. Bulan September 2015, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals
1. Tidak adanya kemiskinan
, SDGs) telah disahkan oleh PBB di New York. Terdapat 17 tujuan SDGs yang terdiri dari:
5. Persamaan gender 6. Air bersih dan sanitasi 7. Energi bersih dan terjangkau
8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi 9. Industri, inovasi dan infrastruktur
10. Berkurangnya ketimpangan 11. Kota dan komunitas berkelanjutan
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab 13. Perubahan iklim ditangani
14. Sumberdaya laut dipelihara 15. Ekosistem darat dipelihara
16. Perdamaian, keadilan dan lembaga yang efektif 17. Serta adanya kerjasama global.
Pelaksanaan dan pencapaian SDGs (2016-2030) di Indonesia memang memerlukan komitmen dan kerja keras semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam mengurangi ketimpangan; mengurangi tingginya angka kematian ibu dan balita; memberikan akses terhadap sanitasi dan air minum baik di perkotaan maupun perdesaan; serta upaya pelestarian lingkungan.( Jokowidodo Presiden RI. 2015)
Bantuan Tetap PKH, pada tahun 2014 sebesar Rp. 300.000,- dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan sehingga besar jumlah komponen bantuan tetap PKH sebesar Rp. 500.000,- dan tetap Rp. 500.000,- di tahun 2016. Kategori Bumil/ Nifas menyusui Bayi/Balita pada tahun 2014 besaran yang diterima yaitu Rp. 1.000.000,- dan besaran nilai bantuan, tetap Rp. 1.000.000,- di tahun 2015, kemudian meningkat dari Rp. 1.000.000,- menjadi Rp. 1.200.000,- di tahun 2016. Komponen bantuan pendidikan untuk anak SD yaitu di tahun 2014 besaran yang diterima sebesar Rp. 500.000,- tetapi ditahun 2015 mengalami penurunan menjadi Rp. 450.000,- dan besaran bantuan, tetap sebesar Rp. 450.000,- di tahun 2016. Sedangkan untuk anak usia SMP bantuan per RSTM ditahun 2014 besar bantuan yang diterima yaitu Rp.1.000.000,- dan besar bantuan turun menjadi Rp. 750.000,- ditahun 2015 dan tetap Rp.750.000,- tahun 2016. Dan komponen bantuan pendidikan yang terakhir ialah bantuan untuk anak SMA, dimana pada tahun 2014 anak SMA belum dimasukkan dalam kategori penerima bantuan PKH. Pada tahun 2015 besar bantuan PKH per RSTM untuk kategori bantuan pendidikan anak SMA sebesar Rp.1.000.000,- dan tetap Rp.1.000.000,- tahun 2016.
Tabel
NO
1:
Besaran Komponen Bantuan PKH TA 2014 – 2016
Komponen Bantuan Bantuan Per RSTM (Per 2. Bantuan Kesehatan
untuk Ibu Hamil/Nifas Menyusui Balita/ Anak Usia Pra Sekolah
1.000.000 1.000.000
1.200.000
3. Bantuan Pendidikan:
a. Anak Usia SD 500.000 450.000 450.000 b. Anak Usia SMP 1.000.000 750.000 750.000
c. Anak SMA - 1.000.000 1.000.000
4. Bantuan Minimum 800.000 950.000 950.000 5. Bantuan Maksimum 2.800.000 3.700.000 3.900.000 6. Bantuan Penyandang
Sumber : Wensislaus Ema.2016.
Tabel 2 :
Contoh Perhitungan jumlah bantuan yang akan diterima dalam satu tahunnya.
NO Bantuan tetap
Besaran Bantuan Berdasarkan Komponen Total Bantuan
Sumber : Buku Kerja Pendamping dan Operator PKH (2015)
waktu setahun sebayak 4 kali peserta menerima bantuan. Peserta penerima bantuan PKH akan mencairkan dananya melalui kantor Pos.
Meski program keluarga harapan termasuk program jangka panjang, namun kepesertaan PKH tidak akan bersifat permanen. Kepesertaan penerima bantuan PKH selama enam tahun selama mereka masih memenuhi persyaratan yang ditentukan, apabila tidak ada lagi persyaratan yang mengikat maka mereka harus keluar secara alamiah (Natural Exit). Untuk peserta PKH yang tidak keluar alamiah, setelah enam tahun diharapkan terjadi perubahan perilaku terhadap peserta PKH dalam bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan status sosial ekonomi. Pada tahun kelima kepesertaan PKH akan dilakukan resertifikasi. Resertifikasi adalah kegiatan pendataan ulang yang dilakukan pada tahun kelima kepesertaan rumah tangga dengan menggunakan metode tertentu (Kementrian Keuangan.2015).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemanfaatan dana PKH pendidikan pada masyarakat dan Apakah dana tersebut dimanfaatkan sesuai peruntukan yang ditetapkan dalam PKH atau digunakan untuk keperluan lainnya di Desa Nagasaribu III Kec. Lintongnihuta Kab. Humbang hasundutan?
2. Bagaimana kehidupan sehari-hari 23 KK penerima PKH di Desa Nagasaribu III Kec. Lintongnihuta Kab. Humbang hasundutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana masyarakat menggunakan dana Program Keluarga Harapan (PKH) pendidikan di Desa Nagasaribu III Kec. Lintongnihuta Kab. Humbang hasundutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat peneitian ini sebagai berikut :
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan menambah hasanah ilmiah bagi mahasiswa/i ilmu sosial dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberi konstribusi bagi ilmu Sosiologi.
2. Untuk menambah referensi hasil penelitian dan juga dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian bagi mahasiswa/i sosial khususnya Sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas wawasan pengetahuan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi yang positif bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
1.5 Defenisi Konsep
1.5.1 Program Keluarga Harapan
Program keluarga harapan (PKH) merupakan program bantuan dan perlindungan sosial yang termasuk dalam kluster pertama strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Program ini memberikan bantuan tunai bersyarat kepada rumah tangga/ keluarga sangat miskin (RSTM/KSM) yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH. Dengan ketentuan peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu pendidikan dan kesehatan. Sasaran PKH adalah rumah tangga/ keluarga dengan peringkat kesejahteraan terendah.
Program keluarga harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.
belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.
Tujuan umum PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus mata rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta merubah perilaku RSTM yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas :
a. Meningkatkan status sosial ekonomi RSTM.
b. Meningkatkan status kesehatan ibu hamil,ibu nifas, anak balita, dan anak usia 5-7 tahun tahun yang belum masuk sekolah dasar dari RSTM.
c. Meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan khususnya, bagi anak-anak RSTM.
d. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RSTM.
Karenanya, kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut.
Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% waktu tatap muka. Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.
1.5.2 Dana Program Keluarga Harapan (PKH)
Dana atau bantuan program keluarga harapan (PKH) adalah dana yang diberikan pemerintah kepada keluarga sangat miskin yang bersumber dari APBN, dan penerima bantuan program dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dana ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga sangat miskin, serta dalam jangka panjangnya dapat meningkatkan status kesehatan ibu dan anak serta peningkatkan angka partisipasi anak sekolah.
Masyarakat penerima bantuan PKH adalah masyarakat yang merupakan rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun (atau usia 15-18 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan dasar) dan/atau ibu hamil/nifas. Sebagai bukti kepesertaan PKH diberikan kartu peserta PKH atas nama ibu atau perempuan dewasa. Kartu tersebut digunakan untuk menerima bantuan PKH.
1.5.3. Masyarakat penerima bantuan PKH
1.5.4 . Efektif
Ada empat hal yang merupakan unsur efektif yaitu sebagai berikut :
1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan atau program dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.
3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.
4. Hasil, sesuatu kegiatan dikatan efektif apabila kegiatan atau program tersebut memberikan hasil (Informasi ahli. 2016).
1.5.5. Konsumtif
Kata “konsumtif” sering diartikan sama dengan “konsumerisme”. Padahal konsumerisme mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Komsumtif biasanya digunakan untuk menunjukkan perilaku konsumen yang memanfaatkan uang lebih besar dari nilai produksinya. Komsumtif yaitu perilaku yang menunjukkan bahwa individu atau kelompok, hanya dapat memakai atau mengkonsumsi dan tidak dapat menghasilkan sendiri. Dengan kata lain, bergantung pada pemberian dan produksi dari pihak lain. Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan. Perilaku konsumtif dijadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan diri dengan cara yang kurang tepat (Munazzah Zinti. 2016).