1.1Latar Belakang
Makhluk hidup mengalami pertumbuhan dalam daur kehidupannya. Pertumbuhan dimulai bahkan sejak janin dalam kandungan. Pada dua tahun pertama kehidupan akan terjadi pertambahan gradual, baik pada percepatan pertumbuhan linear maupun laju pertambahan berat badan. Pertumbuhan bayi cenderung ditandai dengan pertumbuhan cepat (growth spurt) yang dimulai pada usia 3 bulan hingga usia 2 tahun, kemudian pertumbuhan menjadi lebih lambat pada anak pada usia 2 tahun sampai usia anak 5 tahun dibandingkan dengan ketika masih bayi (Astari, 2006). Pertumbuhan linear yang tidak sesuai usianya merefleksikan adanya masalah gizi kurang yakni stunting.
Stunting merupakan satu dari penyebab utama dari angka kematian
Stunting sering dihubungkan dengan kualitas anak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang gizi pada anak usia dini, salah satunya tercermin dari keadaan stunting, berdampak pada rendahnya kemampuan kognitif dan nilai IQ yang diasumsikan dengan rendahnya kemampuan belajar dan pencapaian prestasi di sekolah. Stunting dapat menyebabkan anak kehilangan IQ sebesar 5-11 poin (World Bank, 2006). Penelitian lain mengungkapkan bahwa anak yang tidak dapat mengejar pertumbuhan yang optimal sejak dimulai dari 1000 hari pertama kelahiran akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap lemahnya perkembangan kognitif. Kemampuan kognitif yang lemah akan berdampak buruk pada prestasi di sekolah, sehingga menghasilkan pekerja buruh rendah dan produktifitas rendah di tahap kehidupan selanjutnya (Martorell, 2010).
Anak yang kurang diberi makan pada dua tahun pertama kelahirannya dan anak dengan kenaikan berat badan dengan cepat pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa akan lebih beresiko tinggi terkena penyakit kronis terkait gizi seperti obesitas dan hipertensi (Victora C.G., Adair Linda, Caroline Fall, Hallal Pedro C., Martorell R., Richter L.,Sachdev H.S., 2008). Anak-anak yang mengalami stunting pada dua tahun kehidupan pertama dan mengalami kenaikan berat badan yang cepat berisiko tinggi terhadap penyakit kronis, seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes (Hoddinott J, Behrman JR, Maluccio Jhon A, Melgar Paul, Quisumbing Agnes R, Ramirez-Zea Manuel, Stein Aryeh D, Yount Kathryn M, Martorell Reynaldo., 2008; World Bank, 2006). Hales dan Barker (2001) menyebutkan Hipotesis thrifty phenotype phenomena yang menyatakan adanya asosiasi epidemiologi antara pertumbuhan janin yang buruk yang berakibat pada rendahnya outcome kehamilan dengan penyakit diabetes melitus tipe dua dan sindrom metabolik sebagai dampak dari gizi buruk pada awal kehidupan. Kondisi ini menghasilkan perubahan permanen dalam metabolisme glukosa-insulin.
Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Dan menurut data Riskesdas tersebut proporsi kejadian stunting paling besar terdapat pada balita usia 24-59 bulan. Provinsi Sumatera utara merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi kejadian stunting tinggi pada balita di provinsi yakni 42,5 persen dibandingkan dengan angka nasional yakni 37,2 persen.
Masalah stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor. WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan / komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi.
Angka prevalensi kejadian stunting pada balita di Provinsi Sumatera Utara yang masuk kategori masalah berat, maka penulis tertarik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan serta mencari faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian
stunting di Provinsi Sumatera Utara. Faktor-faktor tersebut adalah usia balita, berat
badan lahir, panjang badan lahir, riwayat imunisasi dasar, riwayat terkena diare, riwayat ISPA, tinggi badan ibu, usia ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan merokok, sumber air minum dan fasilitas sanitasi.
1.2Permasalahan
provinsi – provinsi disekitarnya yaitu provinsi Aceh sebesar 41,4 persen dan Provinsi Sumatera Barat 39,2 persen (Riskesdas, 2013).
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui prevalensi kejadian stunting, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting, serta faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian
stunting pada balita umur 24-59 bulan di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara Karakteristik Balita (usia, jenis kelamin, berat lahir, panjang lahir, riwayat imunisasi, riwayat diare, riwayat ISPA) terhadap kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Sumatera Utara.
2. Ada hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga (tinggi badan ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, wilayah tempat tinggal, kebiasaan merokok, sumber air minum dan fasilitas sanitasi) terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Sumatera Utara.
3. Berat badan lahir merupakan faktor yang paling dominan terhadap kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat digunakan untuk:
dapat melakukan upaya-upaya pencegahan untuk menurunkan prevalensi
stunting pada balita.
2. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dalam pengambilan kebijakan mengenai penanganan masalah stunting pada balita di Provinsi Sumatera Utara.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan penunjang dalam evaluasi program kesehatan terkait masalah